Fix Di Print KEL. 2 Anak (Covid+Epilepsi+Asma) - Dikonversi
Fix Di Print KEL. 2 Anak (Covid+Epilepsi+Asma) - Dikonversi
Fix Di Print KEL. 2 Anak (Covid+Epilepsi+Asma) - Dikonversi
BANGSAL ANAK
Oleh:
KELOMPOK II
FAKULTAS FARMASI
PADANG
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
pada tahun 2002-2003, influenza H1N1 pada tahun 2009 dan Middle East
Arabia pada tahun 2012. Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan
pasien dengan kasus tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah hingga
saat ini berjumlah jutaan kasus. Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan
66% pasien berkaitan atau terpajan dengan satu pasar seafood atau live market di
Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok. Sampel isolat dari pasien diteliti dengan hasil
World Health Organization memberi nama virus baru tersebut SARS-CoV-2 dan
ini menjadi patogen penyebab utama outbreak penyakit pernapasan. Virus ini
adalah virus RNA rantai tunggal (single-stranded RNA) yang dapat diisolasi dari
beberapa jenis hewan, terakhir disinyalir virus ini berasal dari kelelawar kemudian
berpindah ke manusia. Pada mulanya transmisi virus ini belum dapat ditentukan
2
dapat menular dari manusia ke manusia. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO
pertama di Indonesia diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020 atau sekitar 4 bulan
setelah kasus pertama di Cina. Kasus pertama di Indonesia pada bulan Maret 2020
kasus. Kasus COVID-19 hingga kini terus bertambah. Saat awal penambahan
kasus sebanyak ratusan dan hingga kini penambahan kasus menjadi ribuan. Pada
kasus, dan sembuh 611.097. Propinsi dengan kasus COVID-19 terbanyak adalah
DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Untuk menentukan seseorang
bahwa walaupun tidak ditemukan virus yang dapat bereplikasi 3 minggu setelah
dengan 12 bulan. Pada April 2020 telah dilaporkan kasus reinfeksi SARS-CoV-
Saat ini sedang berlangsung uji klinis vaksin COVID-19 dan pengembangan
vaksin merah putih, yaitu dengan isolat virus yang bertransmisi di Indonesia juga
3
sudah dilaksanakan. Persiapan Indonesia mulai dari logistik penyimpanan vaksin
tatalaksana yang sederhana dan mudah dimengerti dan diterapkan oleh semua
pihak di seluruh Indonesia. Kita menghadapi virus dengan tabiat yang belum
jelas, semua anjuran yang dituangkan dalam buku ini masih punya peluang untuk
selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan yang ada sehingga perlu
2.323.666, dengan 76.200 kasus kematian. Anak adalah seseorang yang belum
keterkaitan erat dengan status COVID-19 orang tuanya atau orang dewasa di
sekitarnya.2
episode kejang tanpa provokasi dengan interval 24 jam atau lebih atau apabila
terdapat manifestasi khas suatu sindrom epilepsi. Kejang tanpa provokasi adalah
kejang yang tidak dicetuskan oleh demam, gangguan elektrolit atau metabolik
4
Diagnosis epilepsi pada anak dan remaja dapat ditegakkan oleh dokter
spesialis anak yang sudah dilatih dan/atau pakar di bidang epilepsi. Diagnosis
langsung serta gejala dan temuan lain pada anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Anamnesis didapatkan dari pasien, orang lain yang menyaksikan atau mengetahui
riwayat serangan, serta bilamana memungkinkan dari saksi mata yang melihat
diagnosis banding yang lain perlu disingkirkan. Diagnosis kejang epileptik atas
dasar temuan klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisis, dengan baku emas
bervariasi. Manifestasi klinis asam dapat berupa batuk, wheezing, sesak nafas,
dada tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversible, cenderung
memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.4
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang paling sering dijumpai pada
bayi dan anak, ditandai dengan reaksi inflamasi pada kulit dan didasari oleh
faktor herediter dan lingkungan. Penyakit ini bersifat kronik residif. Bila residif
biasanya disertai infeksi, akibat alergi, faktor psikogenik, atau akibat bahan kimia
atau iritan.5
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi 1
COVID-19 yaitu kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, kontak erat
1. Kasus Suspek
a. Seseorang yang memenuhi salah satu kriteria klinis DAN salah satu
kriteria epidemiologis:
Kriteria Klinis:
ATAU
DAN
Kriteria Epidemiologis:
• Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat tinggal atau
• Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat tinggal atau
6
lokal***; ATAU
kontak; ATAU
2. Kasus Probable
DAN
19******
DAN
memiliki riwayat kontak erat dengan kasus probable atau terkonfirmasi, atau
DAN
memenuhi kriteria definisi kasus probable ATAU kasus suspek (kriteria A atau
B)
2 positif
DAN
4. Kontak Erat: Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable
dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.
**** ISPA Berat yaitu Demam akut (≥ 38 0 C)/riwayat demam, dan batuk, dan tidak lebih dari 10
hari sejak onset, dan membutuhkan perawatan rumah sakit.
9
Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa gejala,
1. Tanpa gejala
Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak ditemukan gejala.
2. Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia.
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek,
mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung,
sakit kepala, diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang
pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala pernapasan juga sering
3. Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat
termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan ATAU Anak-anak : pasien dengan
tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat
dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat).
Kriteria napas cepat : usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan,
≥30x/menit.
10
4. Berat /Pneumonia Berat
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas > 30
x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan.
ATAU
Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau kesulitan
• Distress pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan dinding dada
5. Kritis
syok sepsis.
2.1.2 Patogenesis6
kemampuannya mebyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda,
kucing, dan ayam. Corona virus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang
11
ditransmisikan dari hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa
patogen dan bertindak sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu. kelelawar,
tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk
Corona virus.
(MERS). Setelah terjadi transmisi virus masuk ke saluran nafas atas kemudian
bereplikasi di sel epitel saluran nafas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah
itu menyebar ke saluran nafas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus
dari saluran nafas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel
2.1.3 Diagnosis1
atas. Pada kasus suspek dan probable COVID-19 dengan hasil swab
nasoorofaring negatif, maka pemeriksaan swab dapat dilakukan dari rektal atau
dapat diambil dari saluran napas, feses, maupun spesimen lain seperti plasenta.
positif pada anak dengan kecurigaan MIS-C, walaupun hasil PCR SARS-CoV- 2
12
negatif, diagnosis MIS-C tetap dapat ditegakkan. Hal ini didasarkan atas
manifestasi klinis MIS-C dapat timbul setelah 2-4 minggu pasca awitan.
dan hasil lebih cepat. Namun, perlu ketepatan dalam waktu dan cara
pengambilan sampel.
penunjang, maka klasifikasi klinis dapat dibagi menjadi tanpa gejala, ringan,
A. Tanpa Gejala
Hasil uji SARS-CoV-2 positif tanpa ada tanda dan gejala klinis.
B. Ringan
Gejala infeksi saluran napas atas seperti demam, fatigue, mialgia, batuk,
nyeri tenggorokan, pilek, dan bersin. Beberapa kasus mungkin tidak disertai
demam, dan lainnya mengalami gejala saluran pencernaan seperti mual, muntah,
C. Sedang
Gejala dan tanda klinis pneumonia. Demam, batuk, takipnu*, dapat disertai
ronki atau wheezing pada auskultasi paru tanpa distres napas dan
13
D. Berat
Gejala dan tanda klinis pneumonia berat berupa napas cuping hidung,
dan gejala bahaya umum seperti kejang, penurunan kesadaran, muntah profuse,
E. Kritis
distress syndrome (ARDS) atau gagal napas atau terjadi syok, ensefalopati,
kerusakan miokard atau gagal jantung, koagulopati, gangguan ginjal akut, dan
Troponin/NT-proBNP)
DAN
14
DAN
DAN
Terdapat bukti COVID-19 (berupa RT-PCR, positif tes antigen atau positif
2.1.5 Penatalaksanaan1
Tata laksana kasus COVID-19 meliputi tata laksana standar yang terdiri atas
tata laksana suportif meliputi farmakologis dan non farmakologis serta tata
b. Pemeriksaan Penunjang
c. Non-farmakologis
• Nutrisi adekuat
dibawa ke rumah)
15
Pasien:
- Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan malam hari
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin
lainnya)
yang lainnya sebelum dicuci (siapa tau gak punya mesin cuci)
- Ukur dan catat suhu tubuh tiap jam 7 pagi, jam 12 siang dan jam 19
malam
16
Lingkungan/kamar:
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin
- Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektan lainnya.
Keluarga:
b. Pemeriksaan Penunjang
• Nutrisi adekuat
d. Farmakologis
• Perawatan suportif
b. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan laboratorium darah rutin dengan hitung jenis dan foto toraks,
18
c. Non-farmakologis
• Oksigenasi. Pada keadaan ini terdapat takipnu yang secara cepat menjadi
• Nutrisi adekuat.
d. Farmakologis
• Perawatan suportif
• Antibiotik empirik lebih disukai dosis tunggal atau sekali sehari karena
• Kortikosteroid
19
Pemberian antivirus potensial dan anti-inflamasi untuk infeksi COVID-19
efektivitas dan keamanan obat antivirus tersebut adalah pada pasien dewasa,
sedangkan pada anak masih dalam penelitian. Pemberian anti SARS-CoV-2 pada
• Kadar FiO2 disesuaikan untuk mencapai target saturasi perifer atau SpO2<
• Kriteria P-ARDS yang digunakan sesuai dengan kriteria Pediatric Acute Lung
20
Indikasi dan prinsip penggunaan NIV atau HFNC pada kasus anak dengan
Covid-19
1. Anak dengan klinis sesak (RR >+2 SD sesuai usia) dengan atau tanpa
3. Terdapat infiltrat baru yang konsisten dengan gambaran penyakit paru akut
ventilation (NIV)
sebesar 221 – 264. CPAP dan NIV Bilevel lebih dianjurkan oleh karena
• Jika tidak terjadi perbaikan oksigenasi (target SpO2 92-97% dengan FiO2<
0.6) dalam pemantauan 60-90 menit, atau ROX index< 5, lakukan intubasi
mengurangi kebocoran atau leak yang terjadi. Jika tidak tersedia, dapat
21
• Penggunaan CPAP dan NIV berisiko untuk terjadinya kontaminasi aerosol
terutama jika ada kebocoran. Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang
dengan CPAP/NIV.
• High Flow Nasal Cannula (HFNC) dapat dipergunakan jika CPAP/NIV tidak
tersedia, pada pasien dengan SF rasio > 264 dengan pemberian FiO2 0.35-0.4
PALICC
• PaO2/FiO2< 150
• OI ≥ 12
• OSI ≥ 10
22
• dan atau FiO2> 0.6
• Pencegahan infeksi adalah prioritas utama: semua tim yang terlibat harus
tekanan negative
• Jalur komunikasi harus tersedia untuk tim di dalam ruangan dan tim di luar
ruangan
• Pastikan sudah tersedia checklist intubasi dan daftar peran masingmasing staf.
23
• Jika diperlukan, gunakan teknik 2 orang, dengan oksigen aliran rendah dan
ETT
ventilasi paru
31
2.2 Epilepsi
lepasnya muatan listrik secara sinkron dan berlebihan dari sekelompok neuron di
disorganisasi paroksismal pada satu atau beberapa fungsi otak yang dapat
tiba-tiba dan menyebar dengan cepat dalam waktu beberapa detik atau menit dan
penderita kadang kadang dapat merasakan akan terjadi serangan, keadaan ini
gejala sebelum kejang. Selanjutnya adalah fase setelah kejang (post ictal),
penderita tertidur atau bingung selama beberapa saat. Aura merupakan perasaan
paroksismal berupa sensasi sensoris atau motorik yang mendahului kejang fokal.
Kejang pertama kali tanpa demam dan tanpa provokasi (first unprovoked
seizure) adalah satu atau lebih kejang tanpa demam maupun gangguan metabolik
akut yang terjadi dalam 24 jam disertai pulihnya kesadaran di antara kejang.
32
2.2.2 Klasifikasi Epilepsi
Pada kejang umum terjadi hilang kesadaran yang dapat merupakan gejala
terlihat kaku. Kejang tonik lebih sering terjadi saat tidur, bila terjadi
secara teratur lebih kurang 2-3 siklus per detik serta berlangsung lama,
atau apnea.
33
• Absans, ditandai hilangnya kesadaran yang bersifat sementara.
waktu lebih lama (tidak seperti bentuk tipikal yang terjadi secara
34
• Mioklonik, Gambaran EEG tipikal memperlihatkan gambaran
2. Kejang Parsial, fokal bermula dari struktur kortikal atau subkortikal dari
perubahan kesadaran.
kesadaran
35
• Kejang Parsial Menjadi Umum, ditandai dengan kejang fokal yang
atau tonik-klonik.
B. Berdasarkan Etiologi 7
• Simtomatik
Kojewnikows).
diketahui.
36
2. Epilepsi umum dan sindrom
yang khas.
• Simtomatik:
37
Sindrom Spesifik
3. Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat ditentukan sifatnya fokal atau
umum
- kejang neonatal
atas.
4. Sindrom spesial
- kejang demam
38
- bangkitan yang terjadi hanya apabila ada kelainan metabolik akut atau
2.2.3 Etiologi 7
sinaps inhibisi, atau oleh stimulasi berlebihan pada sinaps eksitasi atau oleh
refleksi dari kegagalan pompa ion, yang dapat disebabkan karena kurangnya
lainnya.
lebih unggul. Bagaimana ha1 ini tejadi belum diketahui secara rinci. Telah
diketahui bahwa sel glia ikut berpartisipasi dalam menyangga konsentrasi ion
Sampai saat ini belum dapat diungkapkan dengan baik mengapa lesi kortikal atau
tidak, dan bagaimana lesi anatomik dapat menimbulkan keadaan epileptik pada
neuron-neuron di sekitarnya.
karena untuk tejadi bangkitan epilepsi dibutuhkan beberapa faktor yang berperan
Misalnya seorang anak yang menderita tumor otak dan menjadi pasien
Kadang-kadang hanya sekali seminggu atau sekali sebulan, padahal tumor tetap
ada di otak. Jadi dibutuhkan faktor-faktor lain agar terjadi bangkitan epilepsi.
Bila ditinjau dari faktor etiologi, maka sindrom epilepsi dapat dibagi
1. Epilepsi ldiopatik3
biasanya pasien tidak menunjukkan manifestasi cacat otak dan juga tidak bodoh.
terjadi gangguan kesadaran yang berlangsung singkat (absens murni, petit mal),
40
atau lebih lama dan disertai kontraksi otot tonik-klonik (tonik-klonik umum,
grand mal).
bangkitan kejang umum sejak dari permulaan serangan. Pada serangan fokal atau
pemeriksaan yang teliti dengan fasilitas yang lebih baik, umumnya penyebabnya
dapat diketahui. Umumnya faktor genetik lebih berperan pada epilepsi idiopatik.
2. Epilepsi Simtomatik 3
Epilepsi simtomatik dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai
kongenital, trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemia, ensefalopati, abses otak,
jaringan parut.
letak serta fungsi kelompok neuron tersebut, misalnya: kelompok neuron yang di
dapat menjalar, menyebar sepanjang girus, melibatkan bagian tubuh lainnya; atau
41
dapat pula menyebar ke formasio retikularis dan diikuti oleh bangkitan kejang
dapat merupakan fokus epileptik. Jejas otak oleh trauma lahir dan efek
perkembangan dapat disertai epilepsi. Pada usia lebih lanjut, tumor otak, penyakit
saja, seperti tumor atau sikatriks trauma, tidak dapat membangkitkannya. Kita
sesekali. Demikian pula, tidak semua orang yang mempunyai jaringan abnormal
di otak, seperti tumor, akan menjadi epilepsi. Dari segi praktis, harus dilacak
disebut faktor pencetus. Contoh faktor pencetus, yang mungkin berbeda pada tiap
pasien, ialah: stress, demam, lapar, hipoglikemia, kurang tidur, alkalosis oleh
akan ada epilepsi atau tidak. Bangkitan kejang lebih jarang didapatkan pada bayi
prematur, karena sistem sarafnya belum berkembang, dan lebih sering dijumpai
pada bayi cukup umur. Bangkitan epilepsi lebih jarang dijumpai pada usia bulan-
bulan pertama, dan lebih sering antara usia 4 bulan sampai 4 tahun, kemudian
berkurang) dapat mengganggu transmisi antar sel-sel saraf tadi. Beberapa area di
otak (korteks motoiik, lobus temporal termasuk hipokampus yang berperan dalam
terjadinya serangan tadi. Misalnya pada kejang parsial pada daerah tertentu di
salah satu hemisfer otak, pada kejang. parsiai simple terkait aktivltas abnormal di
area motorik, sensorik, pusat otonom di otak. Suatu serangan dapat dilacak pada
fokal, maupun lebih luas pada serangan umum. Terjadinya konduktansi kalium
yang tidak normal, gangguan pada kanal kalsium sensitif voltase, atau defisiensi
pada membran ATPase yang berkaitan dengan transport ion dapat menghasilkan
normal tergantung pada fungsi normal pemicu rangsang (yaitu, glutamat, aspartat,
klorida, kalsium, dan asam amino yang cukup, pH normal, dan fungsi normal
43
reseptor. Kejang yang lama, terpapar glutamat secara terusmenerus, sejumlah
besar kejang tonik-klonik umum (GTC) (lebih besar dari 100), dan episode ganda
➢ Pemeriksaan Urin
ialah untuk mengetahui adanya asam amino dalam urine, misalnya pada
➢ Pemeriksaan Darah
gula darah, elektrolit darah dan ureum perlu dilakukan atas dasar
karena hipoglikemia.
➢ Pemeriksaan Cairan
➢ Pemeriksaan EEG
atau metabolik.
➢ Pemeriksaan Pencitraan
berbeda.
3. Diagnosis sindrom epilepsi. Hal ini penting untuk menentukan prognosis dan
45
2.2.7 Penatalaksanaan
baru diberikan setelah serangan kedua. Hal ini penting karena pengobatan
3. Pengobatan hams dimulai dengan satu OAE dengan dosis kecil, kemudian
bukanlah mencapai kadar terapeutik, tetapi kadar OAE bebas yang dapat
menembus sawar darah otak dan mencapai reseptor susunan saraf pusat.
Kadar OAE bebas ini dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya penggunaan
bersama obat lain, bahan kimia (bilirubin, asam lemak bebas) dan
dengan jaringan tubuh. Absorpsi dapat dipengaruhi saat makan obat misalnya
sebelum atau sesudah makan, jenis makanan dan obat misalnya antasid. Dosis
anak pada umumnya 50-100% lebih besar dibandingkan dosis dewasa karena
nilai klirens yang tinggi. Pada umumnya didapati depresi susunan saraf pusat
obat menurut aturan. Bila OAE pertama tidak bermanfaat, dapat diganti
46
dengan OAE kedua. Dosis OAE kedua dinaikkan bertahap, sedangkan dosis
OAE pertama perlu dihentikan dengan cepat karena timbul efek samping
karena:
• Kadar obat dalam darah yang lebih rendah. Setelah ditemukan OAE yang
B. Tatalaksana Medikamentosa3
harus pasti. Respons individu terhadap OAE tergantung dari tipe kejang,
klasifikasi dan sindrom epilepsi, serta harus dievaluasi setiap kali kunjungan.
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Oleh sebab itu, untuk
pasien, dan keluarga pasien untuk menjamin kepatuhan berobat. Pemberian OAE
menentukan kepatuhan berobat. Selain itu, ketersediaan obat secara konsisten dan
Pada epilepsi yang baru terdiagnosis, semua kelompok usia, dan semua jenis
penelitian tersebut tidak dapat membuktikan perbedaan yang bermakna dalam hal
efikasi obat-obat tersebut. Selain efikasi, efek samping OAE pun harus
bahwa OAE tertentu juga dapat menyebabkan eksaserbasi kejang pada beberapa
48
Algoritma Tatalaksana Epilepsi 8
49
2.3 Asma
2.3.1 Definisi 4
bervariasi. Manifestasi klinis asam dapat berupa batuk, wheezing, sesak nafas,
dada tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversible, cenderung
memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.
50
Keterangan :
2. Jika sudah yakin diagnosis asma dan klasifikasi sejak Kunjungan awal
2.3.3 Etiologi7
mengalami kontraksi sebagai respons terhadap alergen, iritasi, infeksi virus, dan
sel epitel. Inflamasi respiratori, akibat proliferasi protein matriks ektraselular dan
51
2.3.4 Patofisiologi4
dihubungkan dengan gejala khas pada asma, yaitu batuk, sesak, wheezing, dan
mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratori oleh
mediator inflamasi. Terutama pada anak, batuk berulang dapat menjadi satu-
Seperti pada asma dewasa, asma anak ditandai dengan adanya inflamasi
52
respiratori diperberat oleh kerusakan epitel saluran respiratori yang disebabkan
oleh inflamasi.
polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi.
leukotrien C4 dari sel mast, neuropeptida dari saraf aferen setempat, dan
kronik otot polos, vaskular, dan sel-sel sekretori, serta deposisi matriks pada
bertambah akibat produksi sekret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel
dicetuskan oleh berbagai faktor, termasuk alergen, virus, olahraga, dll. Faktor
53
b. Hiperreaktivitas saluran respiratori
polos.
memunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak seperti histamin dan
metakolin) tetapi dapat merangsang pelepasan mediator dari sel mast, ujung
serabut saraf, atau sel-sel lain pada saluran respiratori. Dikatakan hiperreaktif
bila dengan cara pemberian histamin didapatkan penurunan FEV1 20% pada
2.3.5 Diagnosis4,6
a) Anamnesis4
yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori asma
54
berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan
produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang, BKB) dapat
• Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu dingin,
dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal).
b) Pemeriksaan Fisis6
• Kesadaran
• Suhu tubuh
55
• Tanda infeksi penyerta/komplikasi
c) Pemeriksaan Penunjang4
• Analisis gas darah: pada asma dapat terjadi asidosis respiratorik dan
metabolik
2.3.6 Tatalaksana4
56
rawat jalan. Namun, jikasetelah observasi 2 jam gejala timbul kembali,
• Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali pasien hanya
inap.
(Evidence B)
57
• Bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien
pneumomediastinum.
2 jam; jika dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis,
berikut:
20-30 menit.
sebesar 10-20mcg/ml;
58
• Selanjutnya, aminofilin dosis rumatan diberikan sebesar 0,5-1
mg/kgBB/jam.(Evidence D)
obatβ-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama
klinik rawat jalan dalam 24-48 jamuntuk evaluasi ulang tata laksana.
dalam 8-12 jam keadaan klinis tetap baik, pasien dipulangkan dan dibekali
obat seperti pasien serangan tingan yang dipulangkan dari klinik/IGD. Bila
dalam 12 jam responsnya tetap tidak baik, pasien dialih rawat ke ruang rawat
59
c. Tatalaksana di Ruang Rawat Inap 4
• Jika ada dehidrasi dan asidosis, atasi dehidrasi dengan pemberian cairan
• Steroid intravena diberikan secara bolus, ciap 6-8 jam dengan dosis C.5-1
mg/kg BB/hari
jam; jika dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak
dosis awal (inisial) sebesar 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrosa atau
mg/kgBB/jam
60
✓ Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan
dibekali obat B-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam
selama 24-48 jam. Selain itu. steroid oral dilanjutkan hingga pasien
evaluasitatalaksana.
Obat asma dibagi menjadi 2 kelompok yaitu pereda (reliever) dan obat
asma,setelah serangan reda maka obat tidak digunakan lagi. Obat pengendali
61
yang disebut sebagai obat pencegah atau profilaksis. Obat ini digunakan secara
terus menerus dalam jangka waktu yang realtif lama, bergantung dari derajad
penyakit asma.
lebih dari sekali dalam sebulan merupakan indikasi penggunaan anti inflamasi
sebagai pengendali Obat steroid hirupan yang sering digunakan pada anak adalah
budesonide (100-200 mcg/hari flutikason) untuk anak usia di atas 12 tahun. Jika
setelah pengobatan selama 8-12 minggu dengan steroid dosis rendah tidak timbul
respon (masih ada gejala) naikkan dosis steroid hirupan sampai 400 mcg/hari
Dosis steroid hirupan yang diberikan tergantung pada kasusnya, ada yang
diberikan dari dosis tinggi dahulu kemudian diturunkan hingga dosis rendah atau
sebaliknya Pada keadaan tertentu khususnya pada anak dengan penyakit berat,
dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka
pendek (3-5 hari). Selanjutnya, dosis diturunkan sampai dosis terkecil. Dosis
62
steroid hirupan yang masih di anggap aman adalah setara dengan budesonide 400
mcg/hari Jika dosis steroid hirupan rendah tidak memberikan respon, dosis
mcg/hari flutikason) untuk anak >12 tahun. Atau tetap meberikan dosis
a. Bronkodilator
merupakan terapi fundamental dan obat pilihan' pada serangan asma. Stimulasi
63
terhadap reseptor-reseptor beta adrenergik menyebabkan perubahan ATF menjadi
cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan
terjadinya bronkodilatasi. Efek lain juga dapat terjadi, seperti peningkatan klirens
inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, serta hepar dan pankreas.
b. Epinefrin/Adrenalin
direkomendasikan lagi untuk mengobati serangan asma, kecuali jika tidak ada
anafilaksis atau angioedema. Obat ini dapat diberikan secara subkutan atau
1:1000 (1 mg/ml), dengan dosis 0,01 m/kgBB (maksimum 0,3 ml), dapat
adrenalin subkutan adalah 5-15 menit, efek puncaknya 30–120 menit, durasi
c. ß2-agonis
jam, fenoterol 0,1 mg/kgBB/kali setiap 6 jam. Pemberian secara oral akan
inhaler/nebuliser) memiliki mula (onset) kerja yang lebih cepat (1 menit), efek
puncak dicapai dalam 10 menit, dan lama kerjanya 4-6 jam. Pemberian
nebulisasi, sehingga cara ini tidak dianjurkan jika ada alat nebulisasi. Dosis
pasien. Untuk serangan ringan, dapat diberikan metered dose inhaler (MDI) 2–
4 semprotan (puff) tiap 3-4 jam, serangan sedang diberikan 6–10 semprotan
Obat ini sebaiknya diberikan hanya serangan asma berat yang dengan
sebelumnya adalah dosis awal (inisial) sebesar 6-8 mg/kgBB dilaruckan dalam
Efek samping obat ini adalah mual, muntah, dan sakit kepala. Pada
konsentrasi obat yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardia, dan aritmia.
2. Antikolinergik
• Ipratropium bromida
methyl xanthine. Dosis yang dianjurkan adalah 0,1 ml/kgBB, nebulisasi setiap
4 jam. Dapat juga diberikan dalam larutan 0,025% dengan dosis sebagai
berikut: untuk usia >6 tahun 8–20 tetes; usiakekeringan (minimal) atau rasa
66
tidak enak di mulut (dosis oral 0,6-8 mg/kg pada orang dewasa); secara umum,
3. Kortikosteroid
4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalam waktu
memiliki kemampuan penetrasi ke jaringan paru yang lebih baik, efek anti
inflamasi yang lebih besar, serta efek mineralokortikoid yang minimal. Dosis
67
metil-prednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kg BB, diberikan setiap 4-6
Dėksametason diberikan secara bolus intravena, dengan dosis ½-1 mg/kg BB,
serangan berat, tetapi diperlukan dosis sangat tinggi, yaitu 1600 mcg
intoleran terhadap prednison oral, dapat diberikan inhalasi steroid dosis tinggi
5. Magnesium sulfat
serangan asma berat. Pemberian obat ini dapat dipertimbangkan pada anak
dengan serangan asma berat yang dirawat di ICU, terutama yang tidak/kurang
magnesium harus dititrasi untuk menjaga agar kadar di dalam darah tetap
sebesar 3,5–4,5 meq/dl. Efek samping obat ini adalah kelemahan otot,
lebih lanjut.
6. Mukolitik
dilakukan, tetapi harus hati-hati pada anak dengan refleks batuk yang tidak
harus berhati-hati pada serangan asma berat. Inhalasi obat mukolitik tidak
7. Antibiotik
69
8. Obat Sedasi
Pemberian obat sedasi pada serangan asma sangat tidak dianjurkan karena
memperkental sputum.
a. Steroid inhalasi
penting dalam tata laksana asma jangka panjang. Steroid inhalasi merupakan
obat pengendali asma yang paling efektif. Pemberian steroid inhalasi setara
asma dan memperbaiki fungsi paru pada pasien asma. Beberapa pasien asma
asma dan mencegah timbulnya serangan asma setelah berolahraga. Pada anak
β2 kerja panjang pada 23 anak asma yang berusia di atas 5 tahun, diberikan
c. Antileukotrien
Antileukotrien juga dapat mencegah Serangan asma akibat infeksi virus pada
anak balita.
inhalasi pada anak usia di atas 5 tahun. Efek samping teofilin lepas lambat
e. Anti-imunoglobulinE(Anti-IgE)
mengurangi kadar IgE bebas dalam serum. Pada orang dewasa dan anak di
atas usia 5 tahun, omalizumab dapat diberikan pada pasien asma yang telah
mendapat steroid inhalasi dosis tinggi dan agonis β2 kerja panjang namun
71
Omalizumab! Diberikan secara Injeksi subkutan setiap dua sampai empat
minggu.
2.4. Dermatitis
2.4.1. Defenisi 5
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang paling sering dijumpai pada
bayi dan anak, ditandai dengan reaksi inflamasi pada kulit dan didasari oleh
faktor herediter dan lingkungan. Penyakit ini bersifat kronik residif. Bila residif
biasanya disertai infeksi, akibat alergi, faktor psikogenik, atau akibat bahan kimia
atau iritan.
pula menetap bahkan meluas dan memberat sampai usia dewasa. Kejadian
dermatitis atopi meningkat dari 3–10 %. Enam puluh persen anak dengan
dermatitis atopi manifestasi klinis terjadi pada tahun pertama kehidupan, 90%
2.4.2. Etiologi10
2.4.3. Patogenesis 10
dimediasi IgE) sebagai akibat dari pelepasan zat vasoaktif dari sel mast dan
basofil yang disensitisasi oleh interaksi antigen dengan IgE (antibodi reagenik
72
atau peka kulit). Reseptor IgE afinitas tinggi pada sel Langerhans dapat
interleukin (IL) 4 dan IL-13, dan inflamasi kronis pada DA dengan peningkatan
Terdapat 3 bentuk klinis dermatitis atopik yaitu bentuk infantil, anak dan
bentuk dewasa.
➢ Bentuk infantil
ektremitas.
➢ Bentuk anak
73
➢ Bentuk dewasa.
dan skuamasi.
1. Kriteria mayor
• Bayi dan anak: lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor (otot)
kambuh
2. Kriteria minor
dan bintik-bintik)
74
• Dermatitis pada areola mamae (putting susu)
• Keilitis (luka)
• Pitiriasis alba, bercak merah atau merah muda pada kulit bentuk bulat
tidak beraturan
• Intoleransi makanan
• Skabies
• Dermatitis kontak
75
• Psoriasis, peradangan pada kulit yang ditandai dengan ruam merah, kulit
• Sistemik dermatitis
• Infeksi dermatofit
2.4.7 Penatalaksanaan5,10
➢ Gejala ringan 5
Hidrokortison 1%
76
• Antihistamin bila perlu
Bila membaik, lanjutkan terapi. Bila tidak membaik, tata laksana sesuai
➢ Gejala sedang-berat 9
• Antihistamin rutin
➢ Akut 10
77
➢ Subakut dan Kronis
Mereka dengan kuat menekan rasa gatal dan peradangan dan tidak
efektif untuk menekan flare akut tetapi bekerja sangat baik pada
penyakit berat yang parah yang jarang terjadi pada orang dewasa:
78
glukokortikoid oral. Seringkali, dosis kecil (5 sampai 10 mg)
79
BAB III
TINJAUAN KASUS
No. MR 0971xx
Nama Pasien An. A
Jenis Kelamin Laki-laki
Umur 8 tahun
Agama Islam
Alamat Jalan Panorama Baru Bukit
Berat badan 20 kg
Ruangan Isolasi IRNA C
Mulai Perawatan 05Juli 2021
Keluar RS 12Juli 2021
a. Keluhan utama
- Demam sejak sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi terus menerus.
- Lalu kejang satu kali seluruh tubuh 30 menit sebelum masuk rumah
- Pilek dan batuk (+), nafas sesak, nafsu makan menurun, nyeri
- Riwayat asma
80
d. Riwayat penyakit keluarga
Hipertensi
a. Tanda vital
b. Status Generalis
1 Kepala : Normal
2 Rambut : Normal
3 Muka : Normal
4 Mata : Palpebra (Normal)
5 THT : Normal
6 Mulut : Normal
7 Gigi : Normal
8 Lidah : Normal
9 Leher : Normal
12 Jantung : Normal
13 Abdomen : Normal
14 Integumen : Normal
81
c. Riwayat Alergi
3.5 Diagnosa
82
3.6 Penatalaksanaan
❖ Terapi di IGD
- O2 2L
- Zinc 1 x 20 mg
- Inj. Ceftriaxone 1 x 1 gr
- Paracetamol 4 x 250 mg
- Cetirizine 1 x 6 mg
S : Pagi agak sesak, nafas bunyi (+), demam sudah menurun, kejang (-)
O : KU : Sedang
BB : 20 Kg
- Inj. Ceftriaxone 1 x 1 gr
- Vitamin C 2 x 300 iv
83
- Diazepam 3 x 6 mg po k/p
- Zinc 1 x 20 mg po
- MC 1500 Kkal
- Salbutamol 3 x 2 mg po
- Cek DL + LED
S : Demam menurun, Kejang (-), gatal dan merah ditangan, kaki, dan
O : KU : Sedang
Ronkhi : -
Wheezing : +
- Oseltamivir 2 x 45 mg po
O : KU : Sedang
84
Ronkhi : -
Wheezing + minimal
P : Terapi diteruskan
O : KU : Sedang
P :Terapi lanjut
O : KU : sedang
Nafas : 20 x/i
Ronkhi : -
Wheezing : -
A : Perbaikan
P :Terapi diteruskan
O : KU : Sedang
85
Ronkhi : -
Nadi : 97 x/i
A : Perbaikan
P :Terapi diteruskan
O : Nadi : 88 x/i
Pernafasan 20 x/i
Suhu : 36ºC
P : Terapi dilanjutkan
O : KU : Sedang
SpO2 : 91 % (pagi)
A : Perbaikan
- Vitamin C 2 x 250 mg po
- Zinc 1 x 20 mg po
86
3.8 Analisa Terapi
2 Paracetamol 200 mg 4 x 1 mg Po √ √ √ √ √ √
(k/p)
3 Diazepam 6 mg 3 x 1 (k/p) Po √ √ √ √ √
4 Salbutamol 2 mg 3x1 Po √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 Oseltamivir 45 mg 2x1 Po √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
87
Tanggal Pemberian Obat
No. Nama Dagang/ Frekuensi Rute 12/7
Generik
P SS M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M
O O O O O O O
1 Zinc 20 mg 1 x 1mg Po √
2 Paracetamol 200 mg 4 x 1 mg Po
(k/p)
3 Diazepam 6 mg 3 x 1 (k/p) Po
4 Salbutamol 2 mg 3x1 Po √
5 Oseltamivir 45 mg 2x1 Po √
88
3.8.2 Lembaran DRP ( Drug Related Problem)
Check
No Drug Therapy Problem Keterangan/Rekomendasi
List
1. Terapi obat yang tidak
diperlukan
Terdapat terapi tanpa - Obatyang di berikan sudah sesuai indikasi klinis pasien
indikasi medis - Pemberian Zinc digunakan sebagai suplemen antivirus dan antiinflamasi
- Pemberian Paracetamol digunakan untuk terapi menghilangkan nyeri dan
menurunkan demam, karena pasien terkadang merasakan demam
- Pemberian Diazepam digunakan untuk terapi epilepsi pada pasien
- Pemberian Salbutamol digunakan untuk terapi asma pada pasien
- Pemberian Oseltamivir digunakan sebagai antivirus pada pasien
- Pemberian Vitamin C sebagai suplemen antioksidan pada pasien
- Pemberian Ceftriaxone digunakan sebagai terapiuntuk mengobati infeksi
pada pasien
- Pemberian KAEN I B + KCl digunakan untuk terapi cairan agar pasien
tidak mengalami dehidrasi
Pasien masih - Pasien tidak dapat memungkinkan menjalani terapi non farmakologi.
memungkinkan menjalani
terapi non farmakologi
89
Terdapat duplikasi terapi - Tidak terdapat duplikasi terapi karena obat dengan mekanisme kerja yang berbeda-
beda dan telah sesuai dengan kebutuhan pasien.
- Zinc memiliki aktivitas antivirus melaluipenghambatan RNA dependent
RNA Polymerase (RdRp) dan memblokir replikasi RNA Virus lebih lanjut.
Selain itu memiliki aktivitas antiinflamasi melalui penghambatan NF-Kb,
yang mengakibatkan penurunan regulasi produksi sitokin proinflamasi.
- Paracetamol bekerja dengan menghambat prostaglandin
- Diazepam bekerja dengan cara berikatan pada reseptor gamma
aminobutyric acid (GABA), dan meningkatkan kemmapuan inhibisi dari
GABA
- Salbutamolbekerja dengan relaksasi otot polos jalan nafas dengan
menstimulasi reseptor beta 2 adrenergik dengan meningkatkan cAMP dan
menghasilkan antagonis fungsional terhadap bronkokonstriksi
- Oseltamivirbekerja dengan menghambat enzim neurominidase pada virus
influenza yang berperan untuk melepaskan virus baru hasil replikasi
sehingga infeksinya menyebar
- Vitamin C bekerja pada plasma dan netrofil, menangkal radikal bebas dan
mencegah stress oksidatif oleh coronavirus yang berikatan di heme.
- Ceftriaxonebekerja dengan menginhibisi sintesis dinding sel bakteri
Pasien mendapat - Pasien tidak mengalami efek samping obat. (penjelasan pada lembar monitoring
90
penanganan terhadap efek efek samping obat)
samping yang seharusnya
dapat dicegah.
2. Kesalahan obat
Bentuk sediaan tidak tepat - Bentuk sediaan telah disesuaikan dengan kondisi pasien:
- Zinc 1 x 20 mg po: Zinc diberikan dalam bentuk tablet karena pasien tidak
memiliki masalah dalam penggunaan obat oral
- Paracetamol 4 x 200 mg po: Paracetamol diberikan dalam bentuk tablet
karena pasien tidak memiliki masalah dalam penggunaan obat oral
- Diazepam 3 x 6 mgpo: Diazepam diberikan dalam bentuk tablet karena
pasien tidak memiliki masalah dalam penggunaan obat oral
- Salbutamol3 x 2 mgpo: Salbutamol diberikan dalam bentuk tablet karena
pasien tidak memiliki masalah dalam penggunaan obat oral
- Oseltamivir 2 x 45 mgpo: Oseltamivir diberikan dalam bentuk puyer
karena pasien tidak memiliki masalah dalam penggunaan obat oral
- Ceftriaxone injeksi 1 x 1g iv: Ceftriaxone diberikan dalam bentuk injeksi
agar mempercepat efek kerja obat
- Vitamin C injeksi 2 x 300 mg iv: Vitamin C diberikan dalam bentuk injeksi
agar mempercepat efek kerja obat
- KAEN IB + KCl 10 mEq iv: KAEN IB + KCl diberikan dalam bentuk
91
infus agar mempercepat efek kerja obat
Terdapat kontra indikasi - Tidak ditemukan adanya kontra indikasi pada terapi pengobatan.
- Zinc: Hipersensitivitas terhadap garam Zinc atau komponennya
- Paracetamol: Hipersensitivitas dan gangguan hati
- Diazepam: Depresi SSP, Insufiensi paru akut, sleep apneu, gangguan
fungsi hati berat, myasthenia gravis
- Salbutamol: Hipersensitif terhadap Salbutamol
- Oseltamivir: Hipersensitif
- Ceftriaxone: Hipersensitif
- Vitamin C: Hati-hati pada pasien riwayat penyakit gangguan ginjal
Kondisi pasien tidak dapat - Kondisi pasien dapat disembuhkan oleh obat dan pasien bisa pulang dalam
disembuhkan oleh obat perbaikan serta isolasi mandiri.
Obat tidak diindikasikan - Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan indikasi. (penjelasan pada lembar
untuk kondisi pasien pengkajian obat)
Terdapat obat lain yang - Pasien tidak ada mendapatkan terapi yang tidak diperlukan. Terapi yang diberikan
lebih efektif sesuai dengan indikasi yang diderita pasien.
3. Dosis tidak tepat
Dosis terlalu rendah - Sudah tepat dosis
Dosis terlalu tinggi - - Zinc 1 x 20 mg po: dosis untuk anak 20 mg/hari (aman)
(AHFS 2011) - Paracetamol 4 x 200 mg po: dosis untuk anak 10 - 15 mg/kgBB/Kali(Max.
92
90 mg/kgBB/hari)
Dosis untuk anak dengan BB 20 Kg = 20 kg x 10 - 15 mg/kg = 200 - 300
mg (aman)
- Diazepam 3 x 6 mg po: dosis untuk anak 0,2–0,3 mg/kgBB/Kali
Dosis untuk anak dengan BB 20 Kg = 20 kg x 0,2–0,3 mg/kg = 4 - 6 mg
(aman)
- Salbutamol 3 x 2 mgpo: dosis untuk anak 0,1 – 0,15 mg/kgBB/Kali
Dosis untuk anak dengan BB 20 Kg = 20 kg x 0,1–0,15mg/kg = 2 - 3 mg
(aman)
- Oseltamivir 2 x 45 mgpo: dosis untuk anak dengan BB 15-23kg: 45 mg
setiap 12 jam (aman)
- Ceftriaxone injeksi 1 x 1g iv: dosis anak 50-75 mg/KgBB/hari (Max. 2
g/hari)
Dosis untuk anak dengan BB 20 Kg = 20 kg x 50–75 mg/kg = 1000 mg -
1500 mg (aman)
- Vitamin C injeksi 2 x 300 mg iv: dosis maksimal padaanak usia 4-8
tahun600 mg/hari (aman)
- KAEN IB + KCl 10 mEq = 15 tpm
Frekuensi penggunaan - Frekuensi penggunaan obat yang diberikan sudah sesuai
tidak tepat - Zinc 1 x 20 mg (po)pagi
93
- Paracetamol 4 x 200 mg (po) pagi, siang, sore, malam (k/p)
- Diazepam 3 x 6 mg(po)pagi, siang, sore (k/p)
- Salbutamol 3 x 2 mg(po) pagi, siang, sore
- Oseltamivir 2 x 45 mg(po) pagi dan sore
- Ceftriaxone injeksi 1 x 1g (iv)malam
- Vitamin C injeksi 2 x 300 mg (iv) pagi dan malam
Penyimpanan tidak tepat - Proses penyimpanan obat sudah diletakkan pada tempat yang sesuai pada
tempatnya. Dimana obat disimpan dalam tempat obat pasien. Menurut AHFS
- Zinc:Simpan ditempat yang kering dan terlindung dari cahaya dan tempat
yang lembab.
- Paracetamol: Simpan ditempat yang kering dan terlindung dari cahaya dan
tempat yang lembab.
- Diazepam:Simpan ditempat yang kering dan terlindung dari cahaya dan
tempat yang lembab.
- Salbutamol:Simpan ditempat yang kering dan terlindung dari cahaya dan
tempat yang lembab.
- Oseltamivir:Simpan ditempat yang kering dan terlindung dari cahaya dan
tempat yang lembab.
- Ceftriaxone injeksi: Simpan ditempat yang kering dan terlindung dari
cahaya dan tempat yang lembab.
94
- Vitamin C injeksi: Simpan ditempat yang kering dan terlindung dari cahaya
dan tempat yang lembab.
Administrasi obat tidak - Administrasi sudah tepat
tepat
Terdapat interaksi obat - Tidak terdapat interaksi obat
4. Reaksi yang tidak
diinginkan
Obat tidak aman untuk - Obat yang diberikan aman digunakan pasien. Pemberian terapi pada pasien telah
pasien disesuaikan dengan dosis yang tepat untuk pasien (lihat pada tabel DRP
perhitungan dosis)
Terjadi reaksi alergi - Tidak ada masalah, Pasien tidak memilikiriwayat alergi terhadap obat yang
digunakan, sehingga obat aman digunakan pasien.
Terapi yang diberikan pada pasien tidak menimbulkan reaksi hipersensitivitas pada
pasien.
Dosis obat dinaikkan atau - Tidak terdapat peningkatan dan penurunan dosis pada terapi pasien, serta tidak ada
diturunkan terlalu cepat dosis terapi yang diberikan pada pasien terlalu tinggi.
Muncul efek yang tidak - Menurut pengamatan, tidak muncul efek yang tidak diinginkan selama pemberian
diinginkan terapi seperti sinergis, adisi, potensiasi, dan antagonis
5. Ketidak sesuaian
kepatuhan pasien
95
Obat tidak tersedia - Tidak ada masalah untuk penyediaan obat pasien. Semua obat yang dibutuhkan
pasien telah tersedia di apotek rumah sakit
Pasien tidak mampu - Pasien mampu menyediakan obat karena pengobatan pasien ditanggung oleh BPJS
menyediakan Obat
Pasien tidak bisa menelan - Pasien masih bisa menelan atau menggunakan obat
atau menggunakan obat
Pasien tidak mengerti - Instruksi penggunaan obat dijelaskan kepada keluarga pasien.
intruksi penggunaan obat - Zinc 1 x 20 mg (po) pagi (08.00)
- Paracetamol 4 x 200 mg (po) pagi (08.00), siang (12.00), sore (18.00),
malam (20.00) (k/p)
- Diazepam 3 x 6 mg(po)pagi (08.00), siang (12.00), sore (18.00) (k/p)
- Salbutamol 3 x 2 mg(po) pagi (08.00), siang (12.00), sore (18.00)
- Oseltamivir 2 x 45 mg(po) pagi (08.00) dan sore (18.00)
- Ceftriaxone injeksi 1 x 1g (iv)malam (20.00)
- Vitamin C injeksi 2 x 300 mg (iv) pagi (08.00) dan malam (20.00)
Pasein tidak patuh atau - Pasien patuh menggunakan obat. Obat-obatan untuk pasien rawat inap disediakan
memilih untuk tidak dalam bentuk UD (Unit Dose) untuk pemakaian 1 kali pakai, sehingga ketidak
menggunakan obat patuhan pada pasien dapat teratasi.
6. Pasien membutuhkan
terapi tambahan
96
Terdapat kondisi yang - Tidak ada kondisi yang tidak diterapi
tidak diterapi
Pasien membutuhkan obat - Pasien tidak membutuhkan obat lain yang sinergis
lain yang sinergis
Pasien membutuhkan - Pasien tidak membutuhkanterapi profilaksis terhadap kondisinya
terapi profilaksis
Jenis obat Rute Dosis Berhenti Indikasi obat Ketepatan Indikasi Komentar dan Alasan
Zinc 20 mg po 1x1 - Suplemen antivirus Tepat indikasi Terapi sebagai suplemen antivirus dan
dan antiinflamasi antiinflamasi, karena pasien terinfeksi
COVID-19
Paracetamol po 4x1 7 Juli Menurunkan Tepat indikasi Terapi untuk menghilangkan nyeri dan
200 mg (k/p) 2021 demam menurunkan demam, karena pasien
terkadang merasakan demam
Diazepam 6 po 3x1 7 Juli Sebagai Tepat indikasi Terapi untuk epilepsi pada pasien
mg (k/p) 2021 antiepilepsi karena pasien mengalami kejang
sebelum masuk RS
Salbutamol 2 po 2x1 - Sebagai Tepat indikasi Terapi untuk mengobati asma pada
mg Bronkodilator pada pasien karena pasien mengalami sesak
97
pasien
Oseltamivir po 2x1 - Sebagai antivirus Tepat indikasi Terapi sebagai antiviruskarena pasien
45 mg terinfeksi COVID-19
Ceftriaxone1 iv 1x1 - Antibiotik Tepat indikasi Terapi untuk mengobati infeksi pada
g pasien
Vitamin C iv 2x1 - Sebagai Tepat indikasi Terapi untuk menagkal radikal bebas
300 mg Antioksidan dan stress oksidatif pada COVID-19
Tujuan Rekomendasi Parameter Hasil yang Monitoring 5-7-21 6-7-21 7-7-21 8-7-21 9-7-21 10-7-21 11-7-21 12-7-21
Terapi Terapi Monitoring diharapkan Frekuensi
Mengha Zinc 1 x 20 Keadaan KU : Baik Setiap hari Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
mbat mg po Umum
replikasi
virus,
antiinfla
98
masi,
proteksi
tubuh
supaya
imun
kuat
Menurun Paracetamol 4 Suhu Tubuh Pasien tidak Setiap hari Siang Pagi Pagi Pagi Sore Pagi Pagi Pagi
kan x 200 mg po mengalami 38,2ºC 37,1ºC 36,8ºC 36,9ºC 36,4ºC 36ºC 36,4ºC 36,5ºC
demam (k/p) demam Malam Siang Siang Siang Siang Malam
37ºC 37,3ºC 37ºC 36,8ºC 36ºC 36,3ºC
Malam Malam Malam Malam
36,7ºC 37,5ºC 36,7ºC 36,5ºC
Mencega Diazepam 3 x Kejang Pasien tidak Setiap hari Pasien Pasien Pasien Pasien Pasien Pasien Pasien Pasien
h 6 mg po (k/p) mengalami tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
terjadiny kejang mengalam mengalam mengala mengalam mengala mengala mengala mengala
a kejang i kejang i kejang mi kejang i kejang mi mi mi mi kejang
kejang kejang kejang
Menghil Salbutamol 3 Laju Laju Setiap hari Nafas = Nafas = Nafas = Nafas = Nafas = Nafas = Nafas = Nafas =
angkan x 2 mg po pernafasan pernafasan 22 x/i 20 x/i 22 x/i 20 x/i 24 x/i 19 x/i 20 x/i 20 x/i
sesak dan denyut = 20-30 Nadi = Nadi = Nadi = Nadi =
nafas nadi kali/menit 105 x/i 115 x/i 97 x/i 88 x/i
Denyut nadi
= 80 – 90
kali/menit
99
Mengha Oseltamivir 2 Rapid Rapid Per 14 hari PCR (+) - - - - - - -
mbat x 45 mg po Antigen antigen
pertumb atau PCR Negatif
uhan
virus
Meningk Vitamin C 2 x Keadaan KU : Baik Setiap hari Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
atkan 300 mg iv Umum
imun
100
3.8.4.2 Lembar Monitoring Efek Samping Obat
101
amnesia,
ketergantungan,
depresi
pernapasan,
kepala terasa
ringan hari
berikutnya,
bingung.
4 Salbutamol Tremor, 3 x 2 mg po Istirahat yang cukup, tidak 5 – 12 Juli Pasien tidak
ketegangan, sakit melakukan aktivitas yang berat 2021 mengalami efek
kepala, kram otot, samping
palpitasi,
takikardi, aritmia,
gangguan tidur
dan tingkah laku
5 Oseltamivir nausea, muntah, 2 x 45 mg po Istirahat yang cukup, tidak 6 – 12 Juli Pasien tidak
sakit perut, melakukan aktivitas yang berat 2021 mengalami efek
dispepsia, diare, Mengkonsumsi air putih yang samping
sakit kepala, cukup
lelah, insomnia,
pusing,
konjungtivitis,
epistaksis, ruam;
jarang reaksi
hipersensitif;
sangat jarang
102
hepatitis,
sindroma Steven-
Johnson.
6 Vitamin C Mual 2 x 300 mg iv Dilakukan penyesuaian dosis 6 – 12 Juli Pasien tidak
terhadap pasien 2021 mengalami Efek
Jika pasien mengalami mual dan Samping
muntah dianjurkan kepada
pasien untuk minum air
hangatdan sebaiknya obat
dikonsumsi setelah makan
7 Ceftriaxone Gangguan 1 x 1 gr iv Pastikan pasien tidak mengalami 5 – 11 Juli Pasien tidak
saluran cerna reaksi efek samping yang tidak 2021 mengalami Efek
(diare, nyeri di harapkan, segera laporkan ke Samping
abdomen, mual dokter
muntah, Jika pasien mengalami mual dan
dyspepsia, muntah, anjurkan kepada pasien
anoreksia), reaksi untuk minum air hangat
alergi seperti
ruam, sakit
kepala
103
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
20 Kg. Pasien mengalami keluhan utaman tiba-tiba kejang 1 kali sebelum masuk
rumah sakit sampai IGD tidak kejang lagi, demam, pilek dan tidak mual, muntah,
batuk serta mencret. Pasien dirawat di ruang isolasi IRNA C lantai 2 di Rumah Sakit
Otak DR. Drs. Muhammad Hatta pada tanggal 05 Juli 2021. Riwayat penyakit
sekarang yaitu nafas kadang sesak, semam, pilek, nyeri tenggorokan, BAB dan BAK
normal, tidak mual dan muntah. Riwayat penyakit terdahulu pasien adalah riwayat
kejang saat umur 16 bulan dan asma. Riwayat penyakit keluarga yaitu hipertensi.
sadar penuh, nadi 165kali/menit, pernafasan 22 kali/menit, suhu 38,2oC, dan berat
badan 20 kg. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan kepala, rambut, muka, mata,
THT, mulut, gigi, lidah, leher, respirasi, jantung, abdomen, integumen semua
maka diagnosa utama pasien adalah covid-19 dan diagnosa sekunder epilepsi, asma
Meq = 15 tpm untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien,
luminal 75 mg (i.m), zinc 1x20 mg, inj vitamin C 2x400 mg, inj cefriaxone 1x1 gr,
diazepam 3x6 mg (jika demam), paracetamol 4x250 mg, inj ranitidin 2x30 mg (iv),
104
dan pasien melakukan pemeriksaan rontgen serta swab PCR. Pada saat pasien
dirawat pasien mendapatkan obat inj.ceftriaxone 1x1 gr, vitamin C 2x300 (iv),
diazepam 3x6 mg (k/p), paracetamol 4x200 mg (k/p), zinc 1x20 mg, salbutamol 3x2
pada pasien. Ceftriaxone bekerja dengan menginhibisi sintesis dinding sel bakteri.
sebagai terapi pneumonia pada pasien. Pneumonia terjadi karena jumlah virus terus
penyumbatan. Alveoli merupakan pembuluh halus di paru-paru yang berisi O2, jika
alveoli rusak atau tersumbat maka dapat memicu pneumonia. Udara yang dihirup
injeksi 2x300 mg iv: dosis maksimal pada anak usia 4-8 tahun 600 mg/hari. Dosis
bekerja dengan cara berikatan pada reseptor gamma aminobutyric acid (GABA), dan
= 20 kg x 0,2–0,3 mg/kg = 4 - 6 mg. Dosis yang diberikan 3x6 mg sudah tepat dosis.
105
yang bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin terutama di sistem
anak 20 mg/hari, dosis yang diberikan 1x20 mg sudah tepat dosis. Salbutamol
berguna untuk menurangi sesak nafas pada pasien. Dosis untuk anak dengan BB 20
dosis.
influenza yang berperan untuk melepaskan virus baru hasil replikasi sehingga
usia di atas 1 tahun dengan berat badan 15-23 kg dosis 45 mg tiap12 jam, dosis yang
penderita Covid yang dicurigai koinfeksi dengan influenza, pada hari kedua pasien
Semua obat yang diberikan kepada pasien sudah sesuai baik indikasi, interval,
cara dan waktu pemberian, rute danlama pemberian obat telah sesuai. Dilihat dari
hasil follow up pada hari terakhir pasien boleh pulang dengan isolasi mandiri di
rumah. Pasien dapat istirahat yang cukup, makan yang teratur serta menjaga pola
makan, minum air putih yang banyak, cuci tangan serta menjaga kebersihan dan
106
BAB V
1.1 Kesimpulan
dan diagnosa sekunder epilepsi, asma dan dermatitis. Terapi yang diberikan
1.2 Saran
107
DAFTAR PUSTAKA
108
Lampiran 1. Tinjauan Obat
Diazepam
Indikasi Status epileptikus, serangan epilepsi berulang, kejang
demam, premedikasi, ansietas.
Kontraindikasi Depresi SSP, insufisiensi paru akut, sleep apneu,
gangguan fungsi hati berat, myastenia gravis.
Efek Samping Penyakit saluran nafas, kelemahan otot, riwayat
ketergantungan alkohol atau narkotik/psikotropik,
gangguan personalitas, debil (lebih sering terjadi efek
samping), gangguan fungsi hati, gangguan fungsi
ginjal, porfiria, jangan gunakan untuk jangka lama dan
penghentian secara tiba-tiba, bila diberikan IV harus
menyediakan alat resusitasi pernafasan.
Mekanisme Kerja Bekerja dengan cara berikatan pada reseptor gamma
aminobutyric acid (GABA), dan meningkatkan
kemampuan inhibisi dari GABA
Dosis Anak : 0,2-0,3 mg/kgBB/dosis (1 mg/tahun umur)
Salbutamol
Indikasi Asma bronkial, bronkitis asmatisdan emfisema
pulmonum
Kontraindikasi Hipersensitivitas
Efek Samping Mual, sakit kepala, palpitasi, tremor vasodilator
periferal, takikardia dan hipokalemi pada dosis tinggi.
Mekanisme Kerja Agonis ß2 sebagai bronkodilator dengan menstimulasi
reseptor ß2 adrenergik yang dapat menyebabkan
relaksasi otot polos.
Dosis Anak : 0,1 – 0,15 mg/kgBB/kali
Paracetamol
Indikasi Nyeri ringan sampai sedang, termasuk dismenorea dan
sakit kepala, nyeri pada osteoarteritis dan jaringan
lunak, demam termasuk paska imunisasi dan migren
akut.
Kontraindikasi Gangguan fungsi hati (lampiran 6), gangguan fungsi
ginjal (lampiran 5), ketergantungan alkohol, bayi baru
109
lahir yang ikterus.
Efek Samping Jarang : ruam dan gangguan darah, overdosis: nekrosis
hati, gangguan fungsi ginjal.
Mekanisme Kerja Paracetamol obat analgetik antipiretik yang bekerja
dengan cara menghambat sintesis prostaglandin
terutama di sistem syaraf pusat.
Dosis Anak :10 - 15 mg/kgBB/Kali (Max. 90 mg/kgBB/hari)
Zinc
Indikasi Terapi dan pencegahan defisiensi zinc; mempercepat
penyembuhan luka pada individu dengan defisiensi
zinc; terapi pemeliharaan pada Wilson’s disease.
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap garam zinc atau
komponennya
Efek Samping Kardiovaskular: hipotensi, takikardia (dosis
berlebihan); susunan saraf pusat: hipotermia (dosis
berlebihan); gastrointestinal: mual, muntah,gangguan
pencernaan; hematologik: leukopenia, neutropenia;
hepatik: ikterus (dosis berlebihan); okular: penglihatan
kabur (dosis berlebihan); respiratorik: edema paru
(dosis berlebihan); lain-lain: diaforesis berat.
Mekanisme Kerja Zincmemiliki aktivitas antivirus melaluipenghambatan
RNA dependent RNA Polymerase (RdRp) dan
memblokir replikasi RNA Virus lebih lanjut. Selain itu
memiliki aktivitas antiinflamasi melalui penghambatan
NF-Kb, yang mengakibatkan penurunan regulasi
produksi sitokin proinflamasi.
Dosis Anak : 20 mg/hari
Oseltamivir
Indikasi Terapi influenza pada dewasa dan anak usia 1 tahun
atau lebih yang memiliki gejala influenza tipika, bila
virus influnza sedang bersirkulasi dalam lingkungan.
Kontraindikasi hipersensitif
Efek Samping nausea, muntah, sakit perut, dispepsia, diare, sakit
kepala, lelah, insomnia, pusing, conjungtivitis,
epistaksis, ruam; jarang reaksi hipersensitif; sangat
110
jarang hepatitis, sindroma Steven-Johnson
Mekanisme Kerja Bekerja dengan menghambat enzim neurominidase
pada virus influenza yang berperan untuk melepaskan
virus baru hasil replikasi sehingga infeksinya
menyebar.
Dosis Anak di atas 1 tahun : 2 mg/kg bb;
Berat badan 15 kg atau kurang, 30 mg tiap 12 jam,
berat badan 15 – 23 kg, 45 mg setiap 12 jam,
berat badan 23 – 40 kg, 60 mg tiap 12 jam.
Untuk anak dengan berat di atas 40 kg, diberikan dosis
yang sama dengan dewasa.
KAEN 1B+KCl
Indikasi Untuk mensuplai dan penambahan cairan dan elektrolit
pada kondisi : pasien dehidrasi, pasien dengan
penyakityang tidak diketahui sebabnya, sebelum dan
sesudah operasi.
Kontraindikasi Edema otak, paru, peripheral.
Komposisi Dalam 500 ml terdapat Natrium Klorida 1,125 gram
dan dextrosa anhidrida 18,750 gram. Elektrolit mEq/L
: Natrium : 38,5 Kalium : 38,5 Glukosa : 37,5 Kalium :
150
Dosis Dewasa : 500-1000 ml dalam satu secara drip IV infus
111