Makalah Kewarganegaraan Kelompok 4
Makalah Kewarganegaraan Kelompok 4
Makalah Kewarganegaraan Kelompok 4
Kelompok 4
Muhammad iqbal (A1C420043)
Khoirunnajah (A1C420011)
Sephia maharani (A1C420065)
Erni rahayu (A1C420014)
Ririn tiara Elvira (A1C420067)
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT , yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah,
serta inayah-Nya kepada kita semua, sehingga dapat menyesaikan laporan makalah kami
tentang Makna dan Pentingnya Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Makalah ini telah disusun secara maksimal atas bantuan dari berbagai pihak sehingga laporan
makalah ini bisa selesai dengan lancar. Untuk itu, selaku penyusun, banyak berterimakasih
kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan
supportnya selama ini.
Kami menyadari, makalah yang dibuat jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, guna
menghasilkan laporan makalah yang lebih baik.
Kami berharap, makalah yang kami susun dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi
pembaca.
Penulis
Kelompok 4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB II : PEMBAHASAN
A. Konsep Dan Urgensi Ketahanan Nasional Dan Bela Negara..................................3
B. Alasan Mengapa Diperlukan Ketahanan Nasional Dan Bela Negara......................3
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politik Tentang Ketahanan Nasiolnal Dan
Bela Negara..............................................................................................................4
D. Membangun Argumen Tentang Dinamika Dan Tantangan Ketahanan Nasional Dan
Bela Negara..............................................................................................................4
D. Mendeskripsikan Esensi Dan Urgensi Ketahanan Nasional Dan Bela Negara.........5
1. Esensi Dan Urgensi Ketahanan Nasional................................................................6
2. Esensi Dan Urgensi Bela Negara............................................................................7
F. Rangkuman Ketahanan Nasional dan Bela Negara.....................................................7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dapat berdiri sampai saat ini karena negara ini dilatarbelakangi oleh
perjuangan seluruh bangsa. Juga Indonesia banyak diincar oleh bangsa lain karena kekayaan
yang ada di daratan maupun lautan Indonesia yang diukur. Sejak lama Indonesia menjadi
incaran banyak bangsa atau negara karena potensi yang besar dilihat dari wilayahnya yang
luas dengan kekayaan alam yang banyak (Sutoyo, 2011). Sebelum merdeka, setelah merdeka
dan sampai saat ini Indonesia masih kian dikejar-kejar oleh bangsa lain yang ingin menguasai
alam maupun sumber daya manusia di Indonesia.
Juga, Indonesia dengan semangat persatuan dan kesatuannya, tetap berusaha mempertahankan
bangsa kita dari ancaman-ancaman tersebut. Dibutuhkan ketahanan nasional yang dapat
menjamin serta kemampuan bangsa yang melindungi kesatuannya, menghadapi ancaman
yang datang atau mengupayakan sumber daya guna memenuhi kebutuhan. Dengan
disusunnya makalah ini, diharapkan kita dapat belajar untuk siap menghadapi ketahanan
nasional dengan cara membangun komitmen kolektif yang kuat dan seluruh komponen bangsa
untuk mengisi kemerdekaan Indonesia dan mampu menganalisis urgensi dan tantangan
ketahanan nasional bagi komponen bangsa.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
1. Dapat memahami konsep dari ketahanan nasional dan bela Negara dalam bangsa
Indonesia.
2. Dapat diakses oleh tujuan nasional dan diperlukannya ketahanan dan bela Negara.
3. Dapat dilihat dari sumber historis, politik tentang ketahanan nasional dan bela negara.
4. Dapat memahami dan memahami cara membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan ketahanan nasional dan bela negara.
5. Dapat memahami urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara bagi
Indonesia dalam membangun kolektif kebangsaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi, ketahanan berasal dari kata "tahan" yang berarti tabah, kuat, dapat
menguasai diri, gigih, dan tidak mengenal menyerah. Ketahanan memiliki makna mampu,
tahan, dan kuat menghadapi segala bentuk tantangan dan ancaman yang ada guna menjamin
kelangsungan hidupnya. Sedangkan kata "nasional" berasal dari kata nation yang berarti
bangsa sebagai pengertian politik. Bangsa dalam pengertian politik adalah persekutuan hidup
dari orang-orang yang telah menegara. Ketahanan nasional secara etimologi dapat diartikan
sebagai mampu, kuat, dan tangguh dari sebuah bangsa dalam pengertian politik.
Gagasan pokok dari ajaran ketahanan nasional adalah bahwa suatu bangsa atau negara yang
akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya apabila negara atau bangsa itu memiliki
ketahanan nasional. Menurut salah seorang ahli ketahanan nasional Indonesia, GPH S,
Suryomataraman, ketahanan nasional memiliki lebih dari satu wajah, dengan perkataan lain
ketahanan nasional berwajah ganda, yakni ketahanan nasional sebagai konsepsi, ketahanan
nasional sebagai kondisi dan ketahanan nasional sebagai strategi (Himpunan Lemhanas,
1980). Berdasar pendapat tersebut, terdapat tiga pengertian ketahanan nasional atau disebut
sebagai wajah ketahanan nasional yakni:
Sebagai suatu konsepsi, ketahanan nasional adalah suatu konsepsi khas bangsa Indonesia
yang digunakan untuk dapat menanggulangi segala bentuk dan macam ancaman yang ada
yang dibuat dengan menggunakan ajaran "Asta Gatra". Sehingga disebut "Ketahanan
Nasional Indonesia berlandaskan pada ajaran Asta Gatra". Bahwa kehidupan nasional ini
dipengaruhi oleh dua aspek yakni aspek alamiah yang berjumlah 3 unsur (Tri Gatra) dan
aspek sosial yang berjumlah lima unsur (Panca Gatra), yang digabungkan menjadi Asta Gatra
(8 unsur). Lebih lanjut, GPH S. Suryomataraman, bawa apabila bangsa Indonesia ini tidak
hanya menganggap ketahanan nasional sebagai konsepsi tetapi sudah merupakan suatu
kebenaran yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan kebijakan, maka
ketahanan nasional telah dianggap sebagai doktrin. Ketahanan nasional sebagai kondisi,
dirumuskan sebagai kondisi yang dinamis, sebab kondisi itu memang senantiasa berubah
dalam arti dapat mengikat atau menurun. Ketahanan nasional sebagai strategi, dalam
pengertian ketiga ini, ketahanan nasional dipandang sebagai cara atau pendekatan dengan
menggunakan ajaran Asta Gatra, yang berarti mengikutsertakan segala aspek alamiah dan
sosial guna diperhitungkan dalam menanggulangi ancaman yang ada.
Pada naskah GBHN tahun 1998 di kemukakan definisi ketahanan nasional, sebagai berikut:
1. Untuk tetap memungkinkan berjalannya pembangunan nasional yang selalu harus menuju
ke tujuan yang ingin dicapai dan agar dapat secara efektif dielakkan dari hambatan, tantangan,
ancaman dan gangguan yang timbul baik dari luar maupun dari dalam rangka pembangunan
nasional diselenggarakan melalui pendekatan ketahanan nasional yang mencerminkan
keterpaduan antara segala aspek kehidupan nasional bangsa secara utuh dan menyeluruh.
2. Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi dari kondisi tiap
aspek kehidupan bangsa dan negara. Pada hakekatnya ketahanan nasional adalah kemampuan
dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidup menuju kejayaan
bangsa dan negara. Berhasilnya pembangunan nasional akan meningkatkan ketahanan
nasional. Selanjutnya ketahanan nasional yang tangguh akan mendorong pembangunan
nasional.
a. Ketahanan ideologi adalah kondisi mental bangsa Indonesia yang berlandaskan keyakinan
akan kebenaran ideologi Pancasila yang mengandung kemampuan untuk menggalang dan
memelihara persatuan dan kesatuan nasional dan kemampuan menangkal penetrasi ideologi
asing serta nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
b. Ketahanan politik adalah kondisi kehidupan politik bangsa Indonesia yang berlandaskan
demokrasi politik berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar 1945 yang mengandung
kemampuan memelihara sistem politik yang sehat dan dinamis serta kemampuan menerapkan
politik luar negeri yang bebas dan aktif.
d. ketahanan sosial budaya adalah kondisi kehidupan sosial budaya bangsa yang dijiwai
kepribadian nasional berdasarkan Pancasila yang mengandung kemampuan membentuk dan
mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman
dan bertakwa terhadap Tuhan yang maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas,
maju dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi, seimbang serta kemampuan
menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
e. Ketahanan pertahanan keamanan adalah kondisi daya tangkal bangsa yang dilandasi
kesadaran bela negara seluruh rakyat yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas
pertahanan keamanan negara yang, mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya serta
kemampuan mempertahankan kedaulatan negara dan menangkal segala bentuk ancaman
Selain tiga wajah atau pengertian ketahanan nasional, ketahanan nasional Indonesia
juga memiliki banyak dimensi dan konsep ketahanan berlapis. Oleh karena aspek-aspek baik
alamiah dan sosial (asta gatra) mempengaruhi kondisi ketahanan nasional, maka dimensi
aspek atau bidang dari ketahanan Indonesia juga berkembang. Dalam skala nasional dan
sebagai konsepsi kenegaraan, ada istilah ketahanan nasional. Selanjutnya berdasar aspek-
aspeknya, ada ketahanan nasional bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan
keamanan. Dari situ kita mengenal istilah ketahanan politik, ketahanan budaya, ketahanan
sosial, ketahanan ekonomi dan ketahanan keamanan. Jika diperinci lagi pada bidang-bidang
kehidupan yang lebih kecil, kita mengenal istilah ketahanan energi, ketahanan pangan,
ketahanan industri, dan sebagainya. Konsep ketahanan nasional berlapis, artinya ketahanan
nasional sebagai kondisi yang kokoh dan tangguh dari sebuah bangsa tentu tidak terwujud
jika tidak dimulai dari ketahanan pada lapisan-lapisan di bawahnya. Terwujudnya ketahanan
pada tingkat nasional (ketahanan nasional) bermula dari adanya ketahanan diri/individu,
berlanjut pada ketahanan keluarga, ketahanan wilayah, ketahanan regional lalu berpuncak
pada ketahanan nasional (Basrie, 2002).
Istilah bela negara, dapat kita temukan dalam rumusan Pasal 27 Ayat 3 UUD NRI
1945. Pasal 27 Ayat 3 menyatakan “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara”. Dalam buku Pemasyarakatan UUD NRI 1945 oleh MPR (2012)
dijelaskan bahwa Pasal 27 Ayat 3 ini dimaksudkan untuk memperteguh konsep yang dianut
bangsa dan negara Indonesia di bidang pembelaan negara, yakni upaya bela negara bukan
hanya monopoli TNI tetapi merupakan hak sekaligus kewajiban setiap warga negara. Oleh
karena itu, tidak benar jika ada anggapan bela negara berkaitan dengan militer atau
militerisme, dan seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya
terletak pada Tentara Nasional Indonesia. Berdasarkan Pasal 27 Ayat 3 UUD NRI 1945
tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban
setiap negara Indonesia. Hal ini berkonsekuensi bahwa setiap warganegara berhak dan wajib
untuk turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-
lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku
termasuk pula aktifitas bela negara. Selain itu, setiap warga negara dapat turut serta dalam
setiap usaha pembelaan negara sesuai dengan kemampuan dan profesi masingmasing.
Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pasal 9 ayat 1
disebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara
yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”. Dalam bagian penjelasan
Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tersebut dinyatakan bahwa upaya bela negara adalah sikap
dan perilaku warga Negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar
manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan
penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan
bangsa. Jika bela negara tidak hanya mencakup perang mempertahankan negara, maka konsep
bela negara memiliki cakupan yang luas. Bela negara dapat dibedakan secara fisik maupun
nonfisik. Secara fisik yaitu dengan cara "memanggul senjata" menghadapi serangan atau
agresi musuh. Bela Negara secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar.
Pengertian ini dapat disamakan dengan bela negara dalam arti militer.
Sedangkan bela negara secara nonfisik dapat didefinisikan sebagai "segala upaya untuk
mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran
berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif
dalam memajukan bangsa dan negara, termasuk penanggulangan ancaman. Bela negara
demikian dapat dipersamakan dengan bela negara secara nonmiliter. Bela negara perlu kita
pahami dalam arti luas yaitu secara fisik maupun nonfisik (militer ataupun nonmiliter).
Pemahaman demikian diperlukan, oleh karena dimensi ancaman terhadap bangsa dan negara
dewasa ini tidak hanya ancaman yang bersifat militer tetapi juga ancaman yang sifatnya
nonmiliter atau nirmiliter.
Yang dimaksud ancaman adalah ”setiap usaha dan kegiatan baik dari dalam maupun luar
negeri yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan
keselamatan segenap bangsa”. Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan
bersenjata yang terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman
nirmiliter pada hakikatnya adalah ancaman yang menggunakan faktor-faktor nirmiliter, yang
dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah
negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Gagasan tentang ketahanan nasional bermula pada awal tahun 1960-an di kalangan
militer angkatan darat di SSKAD yang sekarang bernama SESKOAD (Sunardi, 1997). Masa
itu sedang meluasnya pengaruh komunisme yang berasal dari Uni Sovyet dan Cina. Pengaruh
komunisme menjalar sampai kawasan Indo Cina sehingga satu per satu kawasan Indo Cina
menjadi negara komunis seperti Laos, Vietnam, dan Kamboja. Tahun 1960-an terjadi gerakan
komunis di Philipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Bahkan gerakan komunis Indonesia
mengadakan pemberontakan pada 30 September 1965 namun akhirnya dapat diatasi. Sejarah
keberhasilan bangsa Indonesia menangkal ancaman komunis tersebut menginspirasi para
petinggi negara (khususnya para petinggi militer) untuk merumuskan sebuah konsep yang
dapat menjawab, mengapa bangsa Indonesia tetap mampu bertahan menghadapi serbuan
ideologi komunis, padahal negara-negara lain banyak yang berguguran? Jawaban yang
dimunculkan adalah karena bangsa Indonesia memiliki ketahanan nasional khususnya pada
aspek ideologi. Belajar dari pengalaman tersebut, dimulailah pemikiran tentang perlunya
ketahanan sebagai sebuah bangsa. Pengembangan atas pemikiran awal di atas semakin kuat
setelah berakhirnya gerakan Gerakan 30 September/PKI. Pada tahun 1968, pemikiran di
lingkungan SSKAD tersebut dilanjutkan oleh Lemhanas (Lembaga Pertahanan Nasional)
dengan dimunculkan istilah kekuatan bangsa. Pemikiran Lemhanas tahun 1968 ini selanjutnya
mendapatkan kemajuan konseptual berupa ditemukannya unsur-unsur dari tata kehidupan
nasional yang berupa ideologi, politik, ekonomi, sosial dan militer. Pada tahun 1969 lahirlah
istilah Ketahanan Nasional yang intinya adalah keuletan dan daya tahan suatu bangsa untuk
menghadapi segala ancaman. Kesadaran akan spektrum ancaman ini lalu diperluas pada tahun
1972 menjadi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG). Akhirnya pada tahun
1972 dimunculkan konsepsi ketahanan nasional yang telah diperbaharui. Pada tahun 1973
secara resmi konsep ketahanan nasional dimasukkan ke dalam GBHN yakni Tap MPR No
IV/MPR/1978.
Sumber historis, ketahanan nasional bermula pada tahun 1960-an, dimasa itu sedang
meluasnyapengaruh komunisme yang berasal dari Uni Sovyet dan Cina. Sejarah keberhasilan
Indonesia dalammelawan komunis dengan ketahanan nasional berlandaskan ideologi. Pada
tahun 1969 lahirlah istilah ketahana nasional yang intinya adalah keuletan dan daya tahan
suatubangsa dalam menghadapi ancaman. Dan pada tahun 1973 secara resmi konsep
ketahanandimasukkan kedalam GBHN yakni Tap MPR No IV/MPR/1978.
Sumber sosiologis, ketahanan nasional bermula dari ancaman setelah perang dingin
terhadap budayadan kebangsaan. Inti ketahanan nasional pada dasarnya berada pada tataran
“mentalitas” bangsaIndonesia sendiri dalam menghadapi dinamika masyarakat itu sendiri.
Sumber politis, Ketahanan nasional dewasa ini sangat dipengaruhi oleh kondisi
ketidakadilan sebagai “musuh bersama”. Konsep ketahanan juga tidakhanya ketahanan
nasional tetapi sebagai konsepsi yang berlapis, atau Ketahanan Berlapis. LembagaKetahanan
Nasional (Lemhanas) RI sebagai lembaga yang mengembangkan konsep ketahanannasional
Indonesia, sudah membuat badan khusus yang yang bertugas mengukur tingkat
ketahananIndonesia. Badan ini dinamakan Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional,
sebagai bagian dari Lemhanas RI.
Pengalaman sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan pada kita pada, konsep
ketahanan nasional kita terbukti mampu menangkal berbagai bentuk ancaman sehingga tidak
berujung pada kehancuran bangsa atau berakhirnya NKRI. Setidaknya ini terbukti pada saat
bangsa Indonesia menghadapai ancaman komunisme tahun 1965 dan yang lebih aktual
menghadapi krisis ekonomi dan politik pada tahun 1997-1998. Sampai saat ini kita masih kuat
bertahan dalam wujud NKRI. Bandingkan dengan pengalaman Yugoslavia ketika menghadapi
ancaman perpecahan tahun 1990-an.
Namun demikian, seperti halnya kehidupan individual yang terus berkembang,
kehidupan berbangsa juga mengalami perubahan, perkembangan, dan dinamika yang terus
menerus. Ketahanan nasional Indonesia akan selalu menghadapi aneka tantangan dan
ancaman yang terus berubah. Ketahanan nasional sebagai kondisi, salah satu wajah Tannas,
akan selalu menunjukkan dinamika sejalan dengan keadaan atau obyektif yang ada
dimasyarakat kita. Sebagai kondisi, gambaran Tannas bisa berubah-ubah, kadang tinggi,
kadang rendah.
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Ketahanan Nasional dan Bela Negara
1. Esensi dan Urgensi Ketahanan Nasional
Sudah dikemukakan sebelumnya, terdapat tiga cara pandang dalam melihat ketahanan
nasional. Ketiganya menghasilkan tiga wajah ketahanan nasional yakni ketahanan nasional
sebagai konsepsi, ketahanan nasional sebagai kondisi, dan ketahanan nasional sebagai
konsepsi atau doktrin. Ketiganya bisa saling berkaitan karena diikat oleh pemikiran bahwa
kehidupan nasional ini dipengaruhi oleh delapan gatra sebagai unsurnya atau dikenal dengan
nama “Ketahanan nasional berlandaskan ajaran asta gatra”. Konsepsi ini selanjutnya
digunakan sebagai strategi, cara atau pendekatan di dalam mengupayakan ketahanan nasional
Indonesia. Kedelapan gatra ini juga digunakan sebagai tolok ukur di dalam menilai ketahanan
nasional Indonesia sebagai kondisi. Esensi dari ketahanan nasional pada hakikatnya adalah
kemampuan yang dimiliki bangsa dan negara dalam menghadapi segala bentuk ancaman yang
dewasa ini spektrumnya semakin luas dan kompleks.
Perihal unsur-unsur kekuatan nasional ini telah mendapat banyak kajian dari para ahli.
Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace,
mengemukakan bahwa menurutnya ada dua faktor yang memberikan kekuatan bagi suatu
negara, yakni faktor-faktor yang relatif stabil (stable factors), terdiri atas geografi dan sumber
daya alam, dan faktor-faktor yang relatif berubah (dinamic factors), terdiri atas kemampuan
industri, militer, demografi, karakter nasional, moral nasional, kualitas diplomasi, dan kualitas
pemerintah.
Alfred Thayer Mahan dalam bukunya The Influence Seapower on History,
mengatakan bahwa kekuatan nasional suatu bangsa dapat dipenuhi apabila bangsa tersebut
memenuhi unsur-unsur: letak geografi, bentuk atau wujud bumi, luas wilayah, jumlah
penduduk, watak nasional, dan sifat pemerintahan. Menurut Mahan, kekuatan suatu negara
tidak hanya tergantung luas wilayah daratan, akan tetapi tergantung pula pada faktor luasnya
akses ke laut dan bentuk pantai dari wilayah negara. Sebagaimana diketahui Alferd T. Mahan
termasuk pengembang teori geopolitik tentang penguasaan laut sebagai dasar bagi penguasaan
dunia. Barang siapa menguasai lautan akan menguasai kekayaan dunia (Armawi. 2012).
Cline dalam bukunya World Power Assesment, A Calculus of Strategic Drift, melihat
suatu negara dari luar sebagaimana dipersepsikan oleh negara lain. Kekuatan sebuah negara
sebagaimana dipersepsikan oleh negara lain merupakan akumulasi dari faktor-faktor sebagai
berikut; sinergi antara potensi demografi dengan geografi; kemampuan militer; kemampuan
ekonomi; strategi nasional; dan kemauan nasional atau tekad rakyat untuk mewujudkan
strategi nasional. Potensi demografi dan geografi; kemampuan militer; dan kemampuan
ekonomi merupakan faktor yang tangible, sedangkan strategi nasional dan kemauan nasional
merupakan faktor yang intangible. Menurutnya, suatu negara akan muncul sebagai kekuatan
besar apabila ia memiliki potensi geografi besar atau negara secara fisik wilayahnya besar,dan
memiliki sumber daya manusia yang besar pula (Armawi. 2012:10). Unsur-unsur ketahanan
nasional model Indonesia terdiri atas delapan unsur yang dinamakan Asta Gatra (delapan
gatra), yang terdiri dari Tri Gatra (tiga gatra) alamiah dan Panca Gatra (lima gatra) sosial.
Unsur atau gatra dalam ketahanan nasional Indonesia tersebut, sebagai berikut; Tiga aspek
kehidupan alamiah (tri gatra) yaitu:
1) Gatra letak dan kedudukan geografi
2) Gatra keadaan dan kekayaan alam
3) Gatra keadaan dan kemampuan penduduk
LIma aspek kehidupan sosial (panca gatra) yaitu:
1) Gatra ideologi
2) Gatra politik
3) Gatra ekonomi
4) Gatra sosial budaya (sosbud)
5) Gatra pertahanan dan keamanan (hankam)
Model Asta Gatra merupakan perangkat hubungan bidang-bidang kehidupan manusia dan
budaya yang berlangsung di atas bumi ini dengan memanfaatkan segala kekayaan alam yang
dapat dicapai dengan menggunakan kemampuannya. Model ini merupakan hasil pengkajian
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas).Adapun penjelasan dari masing-masing gatra
tersebut adalah sebagai berikut:
Gatra letak geografi atau wilayah menentukan kekuatan nasional negara. Hal yang terkait
dengan wilayah negara meliputi;Bentuk wilayah negara dapat berupa negara pantai, negara
kepulauan atau negara kontinentalGatra penduduk sangat besar pengaruhnya terhadap upaya
membina dan mengembangkan ketahanan nasional. Gatra penduduk ini meliputi jumlah
(kuantitas), komposisi, persebaran, dan kualitasnya. Penduduk yang produktif, atau yang
sering disebut sebagai sumber daya manusia yang berkualitas, mempunyai korelasi positif
dalam pemanfaatan sumber daya alam serta menjaga kelestarian lingkungan hidup (geografi),
baik fisik maupun sosial. Gatra ideologi menunjuk pada perangkat nilai-nilai bersama yang
diyakini baik untuk mempersatukan bangsa. Bangsa Indonesia yang bersatu sangat penting
untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Hal ini dikarenakan Bangsa Indonesia merupakan
bangsa yang memiliki keanekaragaman yang tinggi. Keadaan ini mempunyai dua peluang,
yakni berpotensi perpecahan, dan yang kedua berpotensi sebagai kekayaan bangsa,
menumbuhkan rasa kebanggaan, dan bersatu. Unsur ideologi diperlukan untuk
mempersatukan bangsa yang beragam ini. Bagi bangsa Indonesia, nilai bersama ini tercermin
dalam Pancasila.Gatra politik berkaitan dengan kemampuan mengelola nilai dan sumber daya
bersama agar tidak menimbulkan perpecahan tetap stabil dan konstruktif untuk pembangunan.
Politik yang stabil akan memberikan rasa aman serta memperkokoh persatuan dan kesatuan
nasional. Pada gilirannya keadaan itu akan memantapkan ketahanan nasional suatu bangsa.
Gatra politik ini nantinya diwujudkan dalam sistem politik yang diatur menurut konstitusi
negara dan dipatuhi oleh segenap elemen bangsa. Gatra ekonomi. Ekonomi yang dijalankan
oleh suatu negara merupakan kekuatan nasional negara yang bersangkutan terlebih di era
global sekarang ini. Bidang ekonomi berperan langsung dalam upaya pemberian dan
distribusi kebutuhan warga negara. Kemajuan pesat di bidang ekonomi tentu saja menjadikan
negara yang bersangkutan tumbuh sebagai kekuatan dunia. Contoh Jepang dan Cina. Setiap
negara memiliki sistem ekonomi tersendiri dalam rangka mendukung kekuatan ekonomi
bangsanya. Ekonomi yang kuat tentu saja dapat meningkatkan ketahanan eknomi negara yang
bersangkutan. Gatra sosial budaya. Dalam aspek sosial budaya, nilai-nilai sosial budaya,
hanya dapat berkembang di dalam situasi aman dan damai. Tingginya nilai sosial budaya
biasanya mencerminkan tingkat kesejahteraan bangsa baik fisik maupun jiwanya. Sebaliknya
keadaan sosial yang timpang dengan segala kontradiksi di dalamnya, memudahkan timbulnya
ketegangan sosial. Kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia disokong dengan baik oleh
seloka Bhinneka Tunggal Ika. Selama seloka ini dijunjung tinggi maka ketahanan sosial
budaya masyarakata relatif terjaga. Gatra pertahanan keamanan Negara. Unsur pertahanan
keamanan negara merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara. Negara dapat melibatkan
rakyatnya dalam upaya pertahanan negara sebagai bentuk dari hak dan kewajiban warga
negara dalam membela negara.
2. Esensi dan Urgensi Bela Negara
a. Bela Negara Secara Fisik
Menurut Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, keikutsertaan
warga negara dalam bela negara secara fisik dapat dilakukan dengan menjadi anggota Tentara
Nasional Indonesia dan Pelatihan Dasar Kemiliteran. Sekarang ini pelatihan dasar kemiliteran
diselenggarakan melalui program Rakyat Terlatih (Ratih), meskipun konsep Rakyat Terlatih
(Ratih) adalah amanat dari Undang-undang No. 20 Tahun 1982.Rakyat Terlatih (Ratih) terdiri
dari berbagai unsur, seperti Resimen Mahasiswa (Menwa), Perlawanan Rakyat (Wanra),
Pertahanan Sipil (Hansip), Mitra Babinsa, dan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP)
yang telah mengikuti Pendidikan Dasar Militer, dan lain-lain. Rakyat Terlatih mempunyai
empat fungsi yaitu Ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat, Keamanan Rakyat, dan
Perlawanan Rakyat. Tiga fungsi yang disebut pertama umumnya dilakukan pada masa damai
atau pada saat terjadinya bencana alam atau darurat sipil, di mana unsur-unsur Rakyat Terlatih
membantu pemerintah daerah dalam menangani Keamanan dan Ketertiban Masyarakat.
Sementara fungsi Perlawanan Rakyat dilakukan dalam keadaan darurat perang di mana
Rakyat Terlatih merupakan unsur bantuan tempur. Bila keadaan ekonomi dan keuangan
negara memungkinkan, maka dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengadakan
Wajib Militer bagi warga negara yang memenuhi syarat seperti yang dilakukan di banyak
negara maju di Barat. Mereka yang telah mengikuti pendidikan dasar militer akan dijadikan
Cadangan Tentara Nasional Indonesia selama waktu tertentu, dengan masa dinas misalnya
sebulan dalam setahun untuk mengikuti latihan atau kursus-kursus penyegaran. Dalam
keadaan darurat perang, mereka dapat dimobilisasi dalam waktu singkat untuk tugas-tugas
tempur maupun tugas-tugas teritorial. Rekrutmen dilakukan secara selektif, teratur dan
berkesinambungan. Penempatan tugas dapat disesuaikan dengan latar belakang pendidikan
atau profesi mereka dalam kehidupan sipil misalnya dokter ditempatkan di Rumah Sakit
Tentara, pengacara di Dinas Hukum, akuntan di Bagian Keuangan, penerbang di Skuadron
Angkatan, dan sebagainya.
b. Bela Negara Secara Nonfisik
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa bela negara tidak selalu harus berarti
“memanggul senjata menghadapi musuh” atau bela negara yang militerisitik.Menurut
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara keikutsertaan warga negara
dalam bela negara secara nonfisik dapat diselenggarakan melalui pendidikan
kewarganegaraan dan pengabdian sesuai dengan profesi. Pendidikan kewarganegaraan
diberikan dengan maksud menanamkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan
kewarganegaraan dapat dilaksanakan melalui jalur formal (sekolah dan perguruan tinggi) dan
jalur nonformal (sosial kemasyarakatan).Berdasar hal itu maka keterlibatan warga negara
dalam bela negara secara nonfisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa,
dan dalam segala situasi, misalnya dengan cara:
a) Mengikuti pendidikan kewarganegaraan baik melalui jalur formal dan nonformal.
b) Melaksanakan kehidupan berdemokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak
memaksakan kehendak dalam memecahkan masalah bersama.
c) Pengabdian yang tulus kepada lingkungan sekitar dengan menanam, memelihara, dan
melestarikan.
d) Berkarya nyata untuk kemanusiaan demi memajukan bangsa dan negara.
e) Berperan aktif dalam ikut menanggulangi ancaman terutama ancaman nirmiliter, misal
menjadi sukarelawan bencana banjir.
f) Mengikuti kegiatan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal
pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa
Indonesia.
g) Membayar pajak dan retribusi yang berfungsi sebagai sumber pembiayaan negara untuk
melaksanakan pembangunan.
Dewasa ini, membayar pajak sebagai sumber pembiayaan negara merupakan bentuk
nyata bela negara non fisik dari warga negara terutama dalam hal ketahanan nasional bidang
ekonomi. Seperti tercantum pada Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945 Ayat 1 bahwa tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Berarti pula setiap warga negara wajib berperan serta dalam upaya ketahanan ekonomi dan
berarti pula ada kewajiban membayar pajak yang merupakan sumber pembiayaan
penyelenggaraan negara. Dengan sumber penerimaan tersebut, negara dapat melaksanakan
kewajibannya memenuhi hak-hak warga negara. Pajak juga berfungsi untuk menjaga
kestabilan suatu negara. Contohnya adalah pengendalian terhadap inflasi (peningkatan harga),
Inflasi terjadi karena uang yang beredar sudah terlalu banyak, sehingga pemerintah akan
menaikkan tarif pajak, agar peningkatan inflasi dapat terkontrol.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Tujuan disusunnya makalah ini adalah kita mengerti bahwa ketahanan nasional dan
bela negara bukan hanya kewajiban bagi pemerintah saja. Akan tetapi seluruh rakyat
Indonesia juga harus turut serta mensukseskannya dengan cara lebih bangga dan lebih
mendalami tentang Negara dan bangsa Indonesia sendiri. Politik politik tidak hanya harus
represif tapi juga harus dengan sadar ikut serta dalam pelaksanaannya. Sehingga seluruh
lapisan masyarakat aktif. Karena kesadaran bela negara merupakan suatu kewajiban bagi
seluruh elemen bangsa Indonesia tanpa terkecuali.
DAFTAR PUSTAKA
Soepandji, K.W., Farid, M. (2018). Konsep Bela Negara Dalam Perspektif Ketahanan
Nasional . Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 3, 436-456.