Kti Hernia
Kti Hernia
Kti Hernia
Disusun Oleh:
SARIPUDIN
NIM P2790131028
Penyusunan karya tulis ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik. Untuk itu pada kesempatan
ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:
3. Ibu Hj. Een Sukaedah, M.Kes selaku direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Banten.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
A. Latar Belakang
Hernia merupakan menonjolnya massa dalam perut dari rongga yang normal melalui
defek pada fasia dan muskuloaponeurotik dinding abdomen baik secara kongenital atau
didapat. Lubang tersebut dapat muncul dikarenakan lubang embrional yang tidak dapat tertutup
atau melebar serta diakibatkan tekanan pada rongga abdomenyang tinggi. Hernia ada 3 bagian
yaitu, kantong hernia, isihernia, dan cincin hernia. Penyebab pastinyahernia inguinalis terletak
pada lemahnya pada dinding akibat defek kongenital yang tidak dapat diketahui. Lemahnya
dinding dapat terjadi pada usia lanjut dikarenakan perubahan struktur fisik dari dinding rongga.
Faktor presipitasi dari kondisi hernia tersebut adalah peningkatan tekanan intraabdomen.
Tekanan intraabdominal umumnya meningkat bisa diakibatkan dari kehamilan atau
kegemukan. Batuk yang kuat, mengedan akibat sembelit,bersin sangat kuwat,meniup kuat juga
dapat meningkatkan tekanan intraabdomen. Berbagai profesi dikaitkan dengan peningkatan
tekanan intraabdomen yang tinggi, contohnya balap sepeda,atlet angkat besi,dan berbagai jenis
olahraga lain yang cenderung meningkatkan tekanan intraabdomen. Buruh pekerja yang
mengangkat beban berat bisa mempunyai resiko terjadinya hernia. Apabila dari dua faktor ini
terjadi bersamaan, maka individu akan mengalami terjadinya peningkatan resiko hernia
inguinalis.
Hernia inguinalis merupakan permasalahan yang biasa ditemukan dalam kasus bedah.
Kasus kegawatdaruratan dapat terjadi apabila hernia inguinalis bersifat inkarserasi
(ireponibeldisertai gangguan pasase) dan strangulasi(ireponibel disertai gangguan
vascularisasi). Inkarserasi merupakan penyebab obstruksiusus nomor satu dan tindakan operasi
darurat nomor dua setelah apendicitisakut di Indonesia.
Angka kejadian hernia inguinalis (medialis / direk dan lateralis / indirek) 10 kali lebih
banyak daripada hernia femoralis dan keduanya mempunyai persentase sekitar 75-80% dari
seluruh jenis hernia, hernia insisional 10%, hernia ventralis 10%, hernia umbilikalis 3%, dan
hernia lainnya sekitar 3% .
Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah apendicitis.
Sampai saat ini masih merupakan tantangan dalam peningkatan status kesehatan masyarakat.
Dari keseluruhan jumlah operasi di Perancis tindakan bedah hernia sebanyak 17,2% dan 24,1%
di Amerika Serikat. Hernia inguinalis dapat di derita oleh semua umur, tetapi angka kejadian
hernia inguinalis meningkat dngan bertambahnya umur. Insidensi hernia inguinalis
diperkirakan diderita oleh 15% populasi dewasa dan 1-2% pada anak. Pada rentang usia 25-40
tahun insidensinya mencapai 5-8% dan mencapai 45% pada usia 75 tahun. Sedang menurut
jenis kelamin insiden hernia inguinalis pada pria 25 kali lebih banyak dijumpai dari pada
wanita. Menurut laporan di Amerika Serikat, insidensi kumulatif hernia inguinalis di rumah
sakit adalah 13,9% untuk laki-laki dan 2,1% untuk perempuan. Hernia inguinalis lebih sering
terjadi di sebelah kanan 60%, dan sebelah kiri 20-25% dan bilateral 15%.
Menurut Medical Service (Ministry Of Health / MOH) menyatakan bahwa diantara
sepuluh macam penyakit yang menempati ranking tertinggi hospitalisasi pada tahun 2007 salah
satu diantaranya adalah hernia dengan prevalensi 1,8%. Meskipun terbilang angka insiden ini
rendah tetapi masalah ini bisa menjadi besar dikarenakan hernia ini dapat menjadi kondisi
kegawatan yang mengancam nyawa apabila organ perut yang masuk ke kantong hernia tidak
dapat kembali ke posisi awal dan terjepit sehingga menimbulkan nyeri dan kerusakan organ
tersebut.
B. Rumusan masalah
Tn. A dengan gangguan nyeri akut akibat post operasi
C.Tujuan
1.Tujuan Umum
Mengetahui tentang gambaran asuhan keperawatanpada pasiendengan post operasi
hernia inguinalis, dan mampu mengaplikasikannya pada penderita hernia inguinalis.
2.Tujuan Khusus
A. Dapat melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien dengan post operasi hernia
inguinalis.
B. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan post operasi hernia
inguinalis.
C. Dapat menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan post operasihernia
inguinalis.
D. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan post operasi hernia
inguinalis.
E. Dapat melakukan evaluasi hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan post operasi
hernia inguinalis.
D.Manfaat
1.Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan dalam memberikan asuhan keperawatan yang baik dan
benar pada pasien dengan hernia.
Secara letak anatomi, anterior dinding perut terdiri atas otot-otot multilaminar yang
terdiri dari aponeurosis, facia, lemak, dan kulit. Aponeurosis merupakan otot-otot yang
memiliki tendon. Terdapat tigalapisan otot pada bagian lateral dengan fosa oblik yang saling
berhubungan.
Untuk mencegah terjadinya hernia inguinalis terdapat ototntransversus abdominalis
merupakan otot internal lateral yang terdiri dari otot-otot dinding perut dan lapisan dinding
perut. Pada bagian kauda otot yang membentuk lengkungan aponeurotik transversus
abdominalis yang merupakan bagian tepi atas cincin inguinal internal dan diatas dasar medial
kanalis inguinalis. Yang menghubungkan tuberkulum pubikum dan spina iliaka anterior
superior adalah ligamentum inguinal. Pada bagian medial bawah, diatas tuberkulum pubikum,
kanal ini dibatasi oleh anulus kanalis ingunalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis
muskulus oblikus eksternus. Pada bagian atas terdapat aponeurosis muskulus oblikus eksternus
dan bagian bawah terdapat ligamentum inguinalis.
Segitiga Hasselbach bagian medial dibatasi oleh lateral rektus abdominis, bagian lateral
dibatasi oleh pembuluh darah vena dan arteri epigastrika inferior, pada bagian basis dibatasi
oleh ligamentum inguinal.
Kanalis inguinalis adalah saluran yang melalui dinding perut bagian bawah berbentuk
tabung yang merupakan tempat turunnya testis kedalam skrotum. Kanalis inguinalis dibatasi
oleh anulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan
aponeurosis muskulus transversus abdominalis.
Pada laki-laki, funikulus spermatikus (s.c) melewati kanal inguinalis yang merupakan
tempat testis di dalam kantong skrotum. Funikulus spermatikus memiliki banyak pembuluh
darah arteri, saraf, dan duktus deferen yang menghubungkan testis dengan vesikula seminalis.
Pada masa mudigah,testis berkembang dari gonadal yang terletak dibelakang rongga
abdomen. Dalam bulan-bulan terakhir kehidupan janin memicu turunnya testis secara perlahan
menelusuri rongga abdomen melalui kanalis inguinalis kedalam skrotum. Testosteron dari
testis janin memicu turunnya testis ke dalam skrotum.
Setelah testis turun ke dalam skrotum, lubang di dinding abdomen tempat kanalis
inguinalis lewat menutup erat di sekitar duktus deferen dan pembuluh darah yang berjalan dari
masing-masing testis ke dalam rongga abdomen.Penutupan tak sempurna atau ruptur lubang
ini memungkinkan visera abdomen keluar sehingga menimbulkan hernia inguinalis.
Meskipun waktunya agak bervariasi namun penurunan testis biasanya selesai pada
bulan ketujuh gestasi. Karena itu, penurunan sudah selesai pada 98% bayi laki-laki aterm.
2.1.5. Etiologi
Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya
penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan
penunjang. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus
internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis
inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya, bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis
inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah
masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.Penyebab lain terjadinya hernia inguinalis adalah
adanya lokus minoris resisten atau tempat dinding disekitarnya mengalami pelemahan.
Berbagai jenis profesi dapat menimbulkan hernia inguinalis sebagai akibat dari
peningkatan tekanan intra abdomen seperti atlet angkat besi dan balap sepeda. Beberapa jenis
pekerjaan juga bisa menimbulkan hernia seperti buruh pekerja yang mengangkat beban berat.
2.1.6. Patofisiologi Hernia Inguinalis
Salah satu penyebab munculnya hernia yang sering terjadi adalah adanya peningkatan
intra abdomen, seperti: batuk kronis, hipertrofi prostat, ascites, peningkatan cairan peritoneum
dari atresia bilier, organomegali, dan konstipasi.13,19
Selama perkembangan organ kemih dan saluran reproduksi pada pria, hernia indirek
memiliki jalur yang sama ketika testis turun dari perut ke skrotum. Oleh sebab itu, alasan
mengapa pria lebih sering terkena hernia inguinalis daripada perempuan dikarenakan ukuran
pada kanalis inguinalis dan cincin kanalis pria lebih besar. Pada saat testis janin turun ke dalam
skrotum dari retroperitoneum seharusnya prosesus vaginalis tertutup. Jika prosesus vaginalis
tidak tertutup komponen seperti usus dan lemak akan masuk ke dalam yang akan menyebabkan
hernia indirek.
Hernia indirek terjadi karena protrusi keluar dari rongga peritoneum melalui anulus
inguinalis internus yang letaknya lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia
masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, akan menonjol keluar dari anulus
inguinalis eksternus. Apabila tonjolan ini berlanjut, akan sampai ke skrotum yang jalurnya
sama seperti ketika testis turun dari rongga perut ke skrotum.
Hernia inguinalis direk biasanya terjadi dikarenakan adanya kecacatan atau kelemahan
di daerah fasia transversalis segitiga Hasselbach, daerah ini dibatasi oleh ligamen inguinalis di
bagian inferior, pembuluh darah epigastrika inferior di bagian lateral dan tepi otot rektus
dibagian medial. Segitiga Hasselbach dibentuk oleh fasia transversal yang diperkuat oleh serat
aponeurosis muskulus transversus abdominis yang terkadang tidak sempurna sehingga menjadi
lemah. Hernia direk tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum dikarenakan
cincin hernia yang longgar.
Pada hernia reponibel kondisi protrusi terjadi jika pasien melakukan aktivitas berdiri
atau mengedan kuat dan masuk lagi jika berbaring atau mendorong masuk ke perut dengan
cara distimulasi.Kondisi ini biasanya tidak disertai dengan nyeri atau gejala obstruksi usus.
Apabila protrusi tidak dapat masuk kembali ke dalam rongga perut, hal ini disebut sebagai
hernia ireponibel atau hernia akreta yang dikarenakan terjadinya perlekatan isi kantong pada
peritoneum kantong hernia dan pasien tidak mengeluhkan rasa nyeri.
Apabila terjadi penjepitan usus yang menyebabkan obstruksi intestinal maka suplai
darah dari bagian usus terperangkap di dalam hernia dan usus akan mengalami iskemia dan
gangren serat akan memberikan manifestasi yang fatal, hal ini disebut hernia strangulasi. Pada
kasus hernia komplikasi tidak dapat diprediksi dikarenakan pada beberapa hernia tetap dalam
kondisi statis selama bertahun-tahun, akan tetapi pada beberapa pasien yang lain akan
mengalami progresivitas cepat.
2.1.10. Komplikasi
Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur di
dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan
pada hernia semakin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi
hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan terisi transudat berupa cairan serosanguinus.
Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan
abses lokal, fistel, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.
Gambaran klinis hernia inkarserata yang mengandung usus dan memiliki gambaran
obstruksi usus akan menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan
asam basa. Apabila sudah terjadi strangulasi yang dikarenakan adanya gangguan vaskularisasi
akan menyebabkan suatu keadaan toksik akibat gangren dan menjadi suatu gambaran klinis
yang komplek dan sangat serius. Pada kasus ini penderita mengeluhkan rasa nyeri lebih hebat
di tempat hernia. Apabila terjadi rangsangan peritoneal nyeri tersebut akan menetap. Pada
pemeriksaan lokal akan ditemukan suatu benjolan yang tidak dapat masuk kembali dan disertai
nyeri tekan, tergantung keadaan isi hernia. Hal ini menyebabkan terjadinya tanda peritonitis
dan abses lokal.
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 60 Tahun
Agama : Islam
SukuBangsa : Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Kp. Kebon Kopi Desa Pangkalan Kecamatan Teluknaga
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Hubungan Dengan Pasien : Istri
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan terasa nyeri pada daerah luka post op diabdomen kanan bawah.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 27 Januari 2020 pasien melihat ada benjolan di bagian perut sebelah kanan dan
di periksakan ke dokter dekat rumah dan dokter mengatakan ke pasien bahwa itu adalah hernia
lalu pada tanggal 20 Februari 2020 di bawa ke RSUD Pakuhaji yaitu ke poli bedah dengan
nyeri hilang timbul, nyeri terasa terbakar skala nyeri 6, nyeri yang dirasakan semakin
meningkat bila di tekan atau digerakkan dan di nyatakan dokter adalah hernia dan di operasi
tetapi Tn. A masih berfikir. Pada tanggal 20 Maret 2020 pasien kembali lagi untuk kontrol dan
ditawari operasi lagi dan pasien belum siap. Pada tanggal 20 April 2020 akhirnya pasien
kembali control ke poli bedah dan siap untuk operasi.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
I. Riwayat kesehatan yang lalu :
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang menular ataupun menurun,
seperti hipertensi, TB paru, diabetes melitus, hepatitis, ataupun asma.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota Keluarga pasien tidak pernah menderita penyakit kronis seperti TB paru, hipertensi,
diabetes mellitus, hepatitis, ataupun asma.
e. Riwayat ADL
Rumah Rumah sakit
NUTRISI Makan satu hari 3 kali dengan Makan satu hari 3 kali
porsi habis dengan porsi habis
ELIMINASI BAB satu hari sekali BAB satu hari sekali
f. Riwayat Psikososial
Gambaran diri/ citra diri
Tanggapan tentang tubuhnya : Baik
Bagian tubuh yang disukai : Pasien menyukai semua bagian tubuhnya
Bagian tubuh yang kurang disukai : Tidak ada
Persepsi terhadap kehilangan bagian tubuh : Tidak ada
Identitas
Status pasien dalam keluarga : Pasien sebagai kepala keluarga
Kepuasan pasien terhadap status dan posisi dalam keluarga : Pasien mengatakan puas
terhadap perannya sebagai ayah
Kepuasan pasien terhadap jenis kelamin : Pasien puas menjadi laki-laki
Peran
Tanggapan Pasien tentang perannya : Pasien puas terhadap perannya
Kemampuan atau kesanggupan Pasien melakukan perannya : Pasien mampu atau
sanggup melaksanakan perannya sebagai kepala keluarga
Ideal diri
Harapan Pasien terhadap :
a. Tubuhnya : Pasien sudah puas dengan tubuhnya
b. Posisi (dalam pekerjaan) : Pasien puas terhadap pekerjaannya
c. Status (dalam kelurga) : Pasien puas dalam melaksanakan perannya dalam
keluarga
d. Tugas/pekerjaan: Pasien puas terhadap pekerjaannya.
Harapan Klien terhadap lingkungan :
a. Sekolah : Pasien sudah tidak bersekolah
b. Keluarga: Pasien selalu berdoa agar keluarganya baik- baik saja
c. Masyarakat : Pasien ingin agar masyarakat selalu baik terhadapnya
Harapan pasien tentang penyakit yang diderita dan tenaga kesehatan:
d. Pasien ingin sembuh lebih cepat agar bisa kembali beraktivitas dan bekerja
Harga diri
Tanggapan Klien terhadap harga dirinya : Pasien puas terhadap dirinya
g. Riwayat Spritual
Konsep tentang penguasa kehidupan : pasien percaya pada Allah
Sumber kekuatan/harapan saat sakit : pasien selalu memohon kesembuhan pada Allah
Ritual agama yang bermakna/berarti/harapan saat ini : pasien sholat
Sarana/peralatan/orang yang diperlukan untuk melaksanakan ritual : Sajadah
Keyakinan terhadap kesembuhan penyakit : Pasien yakin bisa sembuh
Persepsi terhadap penyakit : Pasien menganggap sakit ini ujian dari Allah
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan yang muncul
3. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum pasien lemah terbaring di tempat tidur tetapi sesekali berjalan jalan sekitar
ruangan, kesadaran composmentis, GCS 4-5-6.
Tanda vital
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Suhu : 36,2˚C Lokasi pengukuran: Axilla
Nadi : 84 x/menit Lokasi penghitungan: Radialis
Respirasi : 20 x/menit
Respirasi (B1)
Bentuk dada : Simetris
Susunan ruas tulang belakang : Normal
Pola nafas : Irama teratur, tidak ada gangguan irama pernafasan (baik Cheyne-Stokes,
Biot, maupun Kussmaul)
Retraksi otot bantu nafas : Tidak ada retraksi otot bantu nafas
Perkusi thorax : Sonor
Alat bantu nafas : Pasien tidak menggunakan alat bantu nafas
Vokal fremitus : Getaran pada punggung sisi kanan dan kiri sama
Suara nafas: Tidak ada suara nafas tambahan
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan yang muncul
Kardiovaskuler (B2)
Nyeri dada : Tidak ada nyeri dada
Irama jantung : Teratur
Pulsasi: Kuat Posisi : ICS IV midclavicula sinistra ICS V midsternalis dextra
Bunyi jantung : S1 S2 tunggal Lup Dub
CRT : < 2 detik
Cianosis : Tidak ada cianosis
Clubing finger : Tidak ada clubing finger
JVP : tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan yang muncul
Persyarafan (B3)
Kesadaran : Compos mentis
Orientasi : baik
Kejang : Tidak ada kejang
Kaku kuduk : Tidak ada kaku kuduk
Brudsky I : Tidak ada
Nyeri kepala : tidak ada nyeri kepala
Istirahat/ tidur : Pasien tidur yaitu 7-8 jam klien tidur siang: 1-2 jam/ hari, malam: 5-6
jam/ hari.
Kelainan nervus cranialis : Tidak ada kelainan
Lain – lain : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperwatan yang muncul
Genetourinaria (B4)
Bentuk alat kelamin : normal
Libido : Tidak terkaji
Kebersihan : Tidak terkaji
Frekuensi berkemih : Jumlah kencing kurang lebih 1500 cc/24 jam
o Bau : Khas
o Warna : Kuning jernih
o Tempat yang digunakan : Kamar mandi
Alat bantu yang digunakan : Klien tidak menggunakan alat bantu untuk berkemih
Lain – lain : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
Mukosa : Lembab
Bibir : Normal
Gigi : Bersih
Kebiasaan gosok gigi: 2x sehari
Tenggorokan : - Tidak ada kesulitan menelan
- Tidak ada kemerahan
- Tidak ada pembesaran tonsil
Abdomen : Terdapat luka di Abdomen sebelah kanan bawah
Kebiasan BAB : 1x sehari
o Konsistensi : padat
o Warna : Kuning.
o Bau : Khas
o Tempat yang digunakan : Kamar mandi.
Masalah eliminasi alvi : Tidak ada masalah.
Pemakaian obat pencahar : Tidak ada penggunaan obat pencahar
Masalah keperawatan: Nyeri Akut
Penginderaan (B7)
Mata :
o Pupil : Isokor
o Refleks cahaya : Sensitif, mengecil saat terkena cahaya
o Konjungtiva : Merah muda
o Sklera : Putih, tidak ada ikterus
o Palpebra : Simetris
o Strabismus : Tidak ada
o Ketajaman penglihatan : Cukup tajam
o Alat bantu : Tidak ada alat bantu penglihatan
Hidung : Normal
Mukosa hidung : Lembab
Sekret : Tidak ada
Ketajaman penciuman: Normal.
Telinga : Bentuk telinga antara kanan dan kiri sama
Keluhan : Tidak ada keluhan
Ketajaman pendengaran : Normal
Alat bantu : Tidak ada alat bantu pendengaran
Perasa : Pasien mampu merasakan asam, manis, pahit dan asin dengan baik.
Peraba : Pasien sensitif terhadap rabaan/sentuhan
Lain-lain : Mata merah berair, Sering menguap, Terdapat lingkaran hitam didaerah
mata, Tampak lelah.
Masalah keperawatan : Gangguan Pola Tidur
Endokrin (B8)
Pembesaran kelenjar thyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
Pembesaran kelenjar parotis : Tidak ada pembesaran kelenjar parotis
Luka gangren : Tidak ada luka gangren
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan yang muncul
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
6. Analisa Data
Tabel 2. Analisa Data Pada Tn. A Dengan Diagnosa medis Post operasi HI (Hernia
Inguinalis) Di Ruang Dewasa RSUD Pakuhaji pada tanggal 20 April 2020
DO :
Post OP
Wajah pasien tampak meringis
kesakitan.
Isolasi Bedah
Hasil :
TD: 110/80 mmHg
Nadi: 80 x/menit
Suhu: 36 ˚C Diskontinuitas Jaringan
RR : 20 x/menit
Nyeri Akut
7. Pereana Tindakan Keperawatan
21-04-2020 Jam
3. Mengevaluasi intensitas dan frekuensi
18.25
nyeri, nyeri seperti terbakar dan apabila
kaki di tekukkan.
EM5V6
N: 80 x/menit x/menit.
RR: 18 x/menit.
S : 36,5°C.
pasien tampak rileks.
A: Masalah teratasi.
P: Intervensi dihentikan, pasien
direncanakan pulang jam 17.30.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada Bab ini peneliti akan membahas proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada
tanggal 20 April 2020 sampai dengan tanggal 22 April 2020 di Ruang Dewasa RSUD
Pakuhaji. Prinsip dari pembahasan ini dengan memfokuskan pada aspek proses keperawatan
yang terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan keperawatan, implementasi
keperawatan.
4.1. Pengkajian
Pada tahap pengumpulan data penulis tidak megalami kesulitan karena
untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dan keluarga secara terbuka,
mengerti dan kooperatif.
Pada pengkajian teori Identitas pada pasien hernia adalah riwayat pekerjaan
biasanya mengangkat benda berat, nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin
memburuk dengan adanya batuk dan bersin Discharge Planing pasien adalah
hindari mengejan, mengangkat benda berat, menjaga balutan luka operasi tetap
kering dan bersih, biasanya penderita hernia yang sering terkena adalah laki-laki
pada hernia inguinalis dan pada hernia femoralis yang sering terkena adalah
perempuan untuk usia antara 45-75 tahun. Pada pengkajian tidak di temukan
perbedaan antara teori dan kasus karena sama.
Keluhan utama pada umumnya pada kasus hernia adalah terasa nyeri. Nyeri
tersebut adalah akut karena disebabkan oleh diskontinuitas jaringan akibat tindakan
pembedahan ( insisi pembedahan ). Dalam mengkaji adanya nyeri, maka digunakan
teknik PQRST
P= Provoking : Merupakan hal-hal yang menjadi faktor presipitasi
timbulnya nyeri, biasanya berupa trauma pada bagian tubuh yang menjalani
prosedur pembedahan dan biasanya nyeri akan bertambah apabila bersin, mengejan,
batuk kronik dll.
Q= Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
pasien. Apakah seperti terbakar, ditekan, ditusuk-tusuk, diremas.
R= Region : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
S= Scale of pain : Biasanya klien hernia akan menilai sakit yang dialaminya
dengan skala 5 - 7 dari skala pengukuran 1 - 10.
Q= Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, ditekan, ditusuk-tusuk, diremas.
R= Region: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
S= Scale of pain: Biasanya klien hernia akan menilai sakit yang dialaminya
dengan skala 5 - 7 dari skala pengukuran 1 - 10.
T=Time: Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan dalam kondisi
seperti apa nyeri bertambah buruk. Pada B4 juga tidak di temukan perbedaan antara teori
dan kasus.
B5 Sistem Pencernaan (Bowel) Dikaji mulai dari mulut sampai anus, tidak
ada asites, pada pasien post-op biasanya sudah tidak ada benjolan pada abdomen, pada
pasien post-op biasanya ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdomen. Terdapat suara
tympani pada abdomen, Peristaltik usus 5-21x/menit. Pada B5 pada kasus di tambahkan
PQRST untuk mengetahui nyeri yang ada pada abdomen Post Operasi hernia tersebut.
B6 Sistem Muskuluskeletal (Bone) Biasanya post operasi herniotomy secara
umum tidak memiliki gangguan, tetapi perlu dikaji kekuatan otot ekstremitas atas dan
bawah,dengan nilai kekuatan otot (0-5), adanya kekuatan pergerakan atau keterbatasan
gerak. Terdapat lesi/ luka. Kaji keadaan luka apakah terdapat push atau tidak, ada tidaknya
infeksi, keadaan luka bersih atau lembab. Pada B6 juga tidak ditemukan adanya perbedaan
antara teori dan kasus.
B7 Sistem Penginderaan. Pada post herniotomy pada sistem ini tidak
mengalami gangguan baik pengindraan, perasa, peraba, pendengaran dan penciuman
semua dalam keadaan normal. Pada B7 juga tidak ditemukan adanya perbedaan antara teori
dan kasus.
B8 Sistem Endokrin. Pada sistem endokrin tidak terdapat pembesaran
kelenjar thyroid dan kelenjar parotis. Pada B7 juga tidak ditemukan adanya perbedaan
antara teori dan kasus.
4.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah sama dengan teori yaitu nyeri akut berhubungan dengan
diskontinuitas jaringan akibat tindakan pembedahan (insisi pembedahan) yang dibuktikan
dengan adanya data objektif yang menunjukkan wajah pasien tampak menyeringai , nyeri
semakin meningkat bila ditekan ataupun digerakkan, nyeri terasa terbakar, skala nyeri
4, waktu kaki di tekukkan. Diagnosa tersebut diangkat sebagai diagnosa utama karena
merupakan faktor utama yang membuat pasien terganggu diakibatkan oleh nyeri.
BAB V
PENUTUP
secara langsung pada pasien dengan kasus HI (Hernia Inguinalis ) di Ruang Dewasa
RSUD Pakuhaji, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sekaligus saran yang
(Hernia Inguinalis).
5.1. Simpulan
perut sebelah kanan, nyeri seperti terbakar dengan skala nyeri 4, nyeri
pembedahan ).
Kriteria hasilnya skala nyeri 1-3, tanda-tanda vital dalam batas normal
teknik nafas dalam dan mengajak klien ngobrol. Dalam hal ini peneliti
kerja sama yang baik dari perawat, pasien, dan keluarga. Hasil evaluasi
pada Tn. A yaitu Nyeri yang dialami pasien sudah berkurang ditandai
kanannya / luka insisi, wajah klien tampak rileks saat klien melakukan
5.2. Saran
berikut:
Penulis
kesembuhan pasien.
Profesi Keperawatan
4. Mary Baradero, S. P. C., Dayrit, M. W., SPC, M., & Siswadi, Y. (2005). Prinsip
dan Praktik Keperawatan Perioperatif. . Jakarta: EGC.
10. R. Sjamsuhidayat&Wim de jong .(2004). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2.Jakarta: EGC.
11. Sjamsuhidajat & De Jong Wim. (2011). Buku Ajar IlmuBedah Edisi 3. Jakarta: