Hadist Tarbawi - Kelompok 9 - Etika Guru Dalam Perspektif Hadist (Siap Presentasi)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ETIKA GURU DALAM PERSPEKTIF HADIST

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi

Tugas Mata Kuliah Hadist Tarbawi

Dosen Pengampu : KH. Masyudi, M.H

DISUSUN OLEH :

AHMAD MAULANI 1911101218


IRWANSYAH PUTRA 1911101363
M. ADLI ASSIRI 1911101322

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SAMARINDA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa yang telah melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar
sehingga kami pada akhirnya bisa menyelesaikan Makalah “Etika Guru Dalam
Perspektif Hadist” tepat pada waktunya.

Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada Dosen pengampu kami, KH.
Masyudi, M.H Selaku dosen yang selalu memberikan dukungan serta
bimbingannya sehingga Makalah ini dapat disusun dengan baik.

Semoga Makalah yang telah kami susun ini turut memperkaya khazanah
Ilmu Hadist Tarbawi, serta bisa menambah pengetahuan dan pengalaman para
pembaca.

Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang


sempurna. Kami juga menyadari bahwa makalah etika guru dalam perspektif
hadist mengenai hadist tarbawi ini juga masih memiliki banyak kekurangan. Maka
dari itu kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca sekalian demi
penyusunan makalah ini dengan tema serupa yang lebih baik lagi.

Tenggarong, 28 Februari 2021

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

A. Pengertian Etika............................................................................................2

B. Pengertian Guru............................................................................................3

C. Konsep Etika Guru Dalam Islam .................................................................5

D. Etika Guru Dalam Perspektif Hadist.............................................................6

BAB III PENUTUP..............................................................................................18

A. Kesimpulan.................................................................................................18

B. Saran............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Seorang guru harus mempunyai sifat dan etika yang baik dengan
siswanya, agar dalam kegiatan belajar ilmmu yang di transfer oleh guru
kepada muridnya akan di terima dan difahami lebih cepat, oleh karena
etika pda diri seorang guru sangatlah penting, karena dapat mempengaruhi
psikologi dan mental anak didik yang di didiknya, dengan seperti itu
seorang guru harus menempatkan dirinya dengan etika-etika yang baik,
agar mampu berkomunikasi dengan baik dan memberikan pemahaman
yang memahamkan. Dan untuk mendapatkan hasil yang optimal maka
seorang guru harus memiliki etika terhadap anak didik, karena seorang
guru memiliki tangung jawab yang besar.
Tanggung jawab pendidik terjadi karena adanya sifat tergantung
dari anak, akan membutuhkan bantuan atau pertolongan dari pendidik.
Maka etika terhadap anak didik sangat perlu agar antara pendidik dengan
anak didik tidak terjadi keseimbangan. Dalam hal ini guru dituntut untuk
membuat dan menjaga akhlak anak didiknya agar mempunyai akhlak yang
mulia dengan cara memberikan contoh etika yang baik seperti yang di
lakukan Rosulullah saw.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari etika?
2. Apa pengertian dari guru?
3. Bagaimana konsep etika guru dalam Islam?
4. Bagaimana etika guru dalam perspektif hadist?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui serta mendiskripsikan mengenai apa itu etika
2. Mampu mengetahui pengertian mengenai guru
3. Mengetahui konsep dari etika guru dalam Islam
4. Dapat mengetahui pandangan beberapa hadis mengenai etika
keguruan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika
Etika berasal dari kata etik yang berate aturan, tata Susila, sikap atau
akhlak. Menurut kamus besar bahasa Indonesia etika meripakan kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
Menurut M. Sastrap Radja, etika merupakan dari filsafat yang
mengajarkan keseluruhan budi (baik dan buruk). Pendapat lain mengatakan
bahwa etika adalah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan dan
keburukan di dalam hidup manusia umumnya, teristimewa yang mengalami
gerak gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan
perasaan, sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.
Kemudian Rosadi mengutip pendapat Ki Hajar Dewantara, bahwa etika
adalah suatu ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan di
dalam hidup manusia semuanya. Dan etika yang dimaksudkan dalam kajian
ini adalah ilmu yang membahas tentang sikap atau akhlak seseorang baik
Ketika berinteraksi dengan orang lain maupun ketika sendirian yang
didasarkan kepada ajaran agama Islam, khususnya menurut hadist Rasulullah
Saw.1
Etika guru adalah menguraikan tentang aturan tata susila, sikap yang
harus dimiliki oleh guru dalam profesinya sebagai pendidik, pengajar,
pelatih, pembimbing dan penilai. Peranan etika bagu kehidupan guru,
melebihi peranan ilmu, dengan ilmu guru dapat mengetahui mana yang baik
dan mana yang buruk, tetapi dalam batas-batas tertentu, kekacauan dan
kejahatan tidak bisa dicegah dengan ilmu saja, kekacauan dan kejahatan yang
timbul bukan karena kekurangan ilmu, melainkan kurangnya etika. Guru-
guru khususnya saat ini, pada umumnya memiliki ilmu pengetahuan yang
cukup tinggi, mengemban berbagai macam title seperti S-1, S-2 dan S-3,
Tatta Herawati Daulae. “Etika Guru Dalam Perspektif Hadis” dalam Jurnal Forum
1

Paedagogik. No.1, Vol.05, 2013 h.94

2
tetapi jika diteliti etikanya, sikap dan tingkah lakunya, sehari-hari Sebagian
sungguh rendah, tidak sebanding dengan ilmu yang dimilikinya, oleh karena
itu kedudukan etika dalam kehidupan guru melebihi kedudukan ilmu, seperti
kata pujangga Arab “Al Adabu, Fauqol Ilm” adab itu lebih tinggi dari ilmu.2

B. Pengertian Guru
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan
ilmu pengetahuan kepada anak didik. Kemudian guru dalam pandangan
masyarakat adalah orang yang melaksanakan Pendidikan di tempat-tempat
tertentu, tidak harus di lembaga Pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid,
di surau atau mushola, dirumah dan sebagainya. Sementara Supardi dalam
bukunya yang berjudul “Kinerja Guru” menjelaskan pengertian guru menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini, pendidikan dasar
dan pendidikan menengah jalur pendidikan formal.3
Selanjutnya dalam literatur kependidikan Islam, banyak sekali kata-kata
yang mengacu pada pengertian guru, seperti murabbi, mu’allim dan muaddib.
Ketiga kata tersebut memiliki fungsi penggunaan yang berbeda-beda.
Menurut para ahli bahasa, kata murabbi berasal dari kata rabba yurabbi yang
berarti membimbing, mengurus, mengasuh, dan mendidik. Sementara kata
mu’allim merupakan bentuk isim fa’il dari ‘allama yu’allimu yang biasa
diterjemahkan mengajar atau mengjarkan. Hal ini sebagaimana ditemukan
dalam firman Allah sebagai berikut:

ٰ ۡ‫ونِ ۡى بِا َ ۡس َمٓا ِء ٰهٓؤُٓاَل ِء اِ ۡن ُك ۡنتُم‬aُُٔۡ‫ضهُمۡ َعلَى ۡال َم ٰلٓـئِ َك ِة فَقَا َل اَ ۡۢنبِٔـ‬
َ‫ص ِدقِ ۡين‬ َ ‫َو َعلَّ َم ٰا َد َم ااۡل َ ۡس َمٓا َء ُكلَّهَا ثُ َّم ع ََر‬
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukannya kepada Para Malaikat lalu berfirman:

Tatta Herawati Daulae. “Etika Guru,…h.94-95


2

Nur Illahi, “Peranan Guru Professional Dalam Peningkatan Prestasi Siswa Dan Mutu
3

Pendidikan di Era Millenial” dalam Jurnal Asy-Syukriyyah, No.1, Vol.21, 2020, h.3

3
“Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar
orang-orang yang benar!” (Q.S Al-Baqarah /2:31)

Dengan demikian, ‘allama disini diterjemahkan dengan mengajar.


Seluruhnya istilah muaddib berasas dari akar kata addaba yuaddibu yang
artinya mendidik. Di samping itum seorang guru juga biasa disebut sebagai
ustadz. Menurut Muhaimin, kata ustadz mengandung makna bahwa seorang
guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban
tugasnya, dan dikatakan profesional apabila pada dirinya melekat sikap
dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu
proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvement, yakni selalu
berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya
sesuai dengan tuntutan zamannya yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi
bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang hidup
di masa depan. Kemudian selain yang telah dipaparkan di atas, dalam bahasa
Arab guru juga sering disebut dengan mudarris yang merupakan isim fa’il
dari darrasa, dan berasa dari kata darasa, yang berarti meninggalkan bekas,
maksudnya guru mempunyai tugas dan kewajiban membuat bekas dalam jiwa
peserta didik. Bekas itu merupakan hasil pembelajaran yang berwujud
perubahan perilaku, sikap, dan penambahan atau pengembangan ilmu
pengetahuan.

Menurut Muhammad Muntahibun Nafis, guru adalah bapak ruhani


(spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan ilmu, pembinaan
akhlak mulia dan meluruskan perilaku yang buruk. Oleh karena itu, guru
memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam sebagaimana dinyatakan dalam
beberapa teks, diantaranya disebutkan: “Tinta seorang ilmuwan (yang
menjadi guru) lebih berharga ketimbang darah para syuhada”. Muhammad
Muntahibun Nafis juga mengutip pendapat Imam As-Syauki yang
menempatkan guru setingkat dengan derajat seorang rasul. Dia bersyair:
“Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penfhargaan, seorang guru hampir
saja merupakan seorang rasul”

Kemudian, Abidin Ibnu Rusn mengutip pendapat Imam Al-Ghazali


yang menyatakan bahwa profesi keguruan merupakan profesi yang paling
mulia dan paling agung dibanding dengan profesi yang lain. Imama Al-
Ghazali berkata:” Seorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan
ilmunya itu, dialah yang dinamakan orang besar dibawa kolong langit ini. Ia
bagai matahari yang mencahayai orang lain, sedangkan dia sendiri pun
bercahaya. Ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati orang lain, ia sendiri
pun harum”.

4
Jika direnungkan, tugas guru seperti tugas para utusan Allah swt.
Rasulullah sebagai Mu’allimul awwal fi al-Islam (guru pertama dalam Islam).
Bertugas membacakan, menyampaikan, dan mengajarkan ayat-ayat Allah
(AlQur’an) kepada manusia, mennyucikan diri dan jiwa dari dosa,
menjelaskan mana yang halal dan mana yang haram, dan menceritakan
tentang manusia di zaman silam kemudian dikaitkan pada zamannya serta
memprediksikan kehidupan yang akan datang. Dengan demikian, tampaklah
bahwa secara umum guru bertugas dan bertanggung jawab seperti rasul, yaitu
mengantarkan murid dan menjadikannya manusia terdidik yang mampu
menjalankan tugas-tugas ketuhanan dan tugas-tugas kemanusiaan.4

C. Konsep Etika Guru Dalam Islam


Beberapa ahli pendidikan Islam telah merumuskan etika seorang guru
yang harus dipenuhi guru, terutama dari aspek kepribadian. Imam Al Ghazali
menyebut beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh seorang guru, yaitu: a)
kasih saying dan lemah lembut; b) tidak mengharap upah, pujian, ucapan
terima kasih atau balas jasa; c) jujur dan terpercaya bagi murid-muridnya; d)
membimbing dengan kasih sayang, tidak dengan marah; e) luhur budi dan
toleransi; f) tidak merendahkan ilmu lain di luar spesialisasinya; g)
memerhatikan perbedaan individu; dan h) konsisten.
Ibn Khaldun, berpendapat bahwa seorang guru harus mempunyai etika
dalam proses pembelajaran, yaitu pertama, adanya pemahaman dan
pengulangan secara berproses. Kedua, seorang guru dalam melaksanakan
tugas kependidikannya harus mengerti prsikologi murid-muridnya. Ketiga,
dalam menyajikan materi pelajaran, hendaknya guru memfokuskan pada satu
masalah, jangan mencampuradukan. Keempat, dalam menyajikan materi
pelajaran, hendaknya seorang guru jangan terlalu lama mengulur waktu
sehingga menggangu jadwal belajar seharusnya. Kelima, utamakan
pemahaman pelajaran, jangan hanya hafalan. Keenam, seorang guru
hendaknya bersikap kasih sayang terhadap anak didiknya.
Sifat-sifat guru sebagaimana disebutkan oleh beberapa tokoh di atas,
sangat idela, tapi masih bisa dilakukan asal ada kemauan keras dari para guru.
Di era sekarang, ketika ukuran-ukuran moral kian terpinggirkan oleh pola
4
Nur Illahi, “Peranan Guru Professional,…h.6

5
hidup modern yang sekuler, sifat-sifat ideal tersebut semakin terasa untuk
direaktualisasikan. Apa yang disampaikan para ahli pendidikan Islam di atas
adalah karakteristik guru secara umum. Sedangkan bagi guru profesional, ada
beberapa kriteria tambahan yang harus dipenuhi. Untuk kasus Indonesia,
misalnya, ketentuan tentang guru profesional diatur dalam Undang-Undang
No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 1 ayat (1) dinyatakan,
guru adalah:
“Pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah”5

D. Etika Guru dalam Perspektif Hadist


Dalam pandangan Islam, untuk menjadikan guru yang professional,
dapat mengikuti tuntutan Nabi Muhammad Saw, karena beliau satu-satuya
guru yang berhasil dalam rentang waktu yang cukup singkat, sehingga
diharapkan dapat mendekatkan kepada guru/pendidik yang ideal (Rasulullah
Saw). Keberhasilan Nabi Muhammad Saw sebagai pendidik di dahului oleh
bekal kepribadian (personality) yang berkuallitas unggul, kepeduliannya
terhadap masalah-masalah sosial religious, serta semangat ketajamannya
dalam iqra bi ismi rabbik yaitu membaca, menganalisis, meneliti, dan
mengeksperimentasi terhadap berbagai fenomena kehidupan dengan
menyebut nama Allah.6
Rasulullah Saw, telah memberikan tuntunan dalam hadistnya tentang
etika profesi guru tersebut, antara lain etika guru terhadap diri sendiri dan
etika guru terhadap peserta didik

5
Ahmad Junaedy Abu Huraerah, “Etika Guru dalam Perspektif Al-Tirmidzi”, dalam
Jurnal IAIN Manado, No.2, Vol.1, 2016, h.132-133
6
Zulhammi, “Etika Profesi Keguruan Tinjauan Hadist Rasulullah Saw” dalam Jurnal
Darul Ilmi, No.2, Vol.6, 2018, h.128

6
Etika guru terhadap diri sendiri antara lain: seorang guru harus mampii
membuat keputusan keahlian dan mampu bertanggung jawab teori dan
wawasan keilmuannya.
Guru harus berusaha secara terus menerus agar memperbaiki dirinya
menuju kearah yang lebih baik, berusaha maksimal, menyadari kekurangan
diri dan selalu bersikap jujur.
Hadist Rasulullah Saw dalam Riwayat Muslim dinyatakan:

‫صابُ بِ ِه ْال ُم ْسلِ ُم‬ ِ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬


َ ُ‫ فَفِي ُك ِّل َما ي‬a‫ َو َس ِّددُوا‬a‫اربُوا‬ َ ِ ‫فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫َكفَّا َرةٌ َحتَّى النَّ ْكبَ ِة يُ ْن َكبُهَا أَوْ ال َّشوْ َك ِة يُ َشا ُكهَا قَا َل ُم ْسلِم هُ َو ُع َم ُر بْنُ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ْب ِن‬
َ‫ْص ٍن ِم ْن أَ ْه ِل َم َّكة‬
ِ ‫ُم َحي‬

Artinya: Rasulullah saw, bersabda: “Janganlah kalian berlebihan, tempuhlah


kejujuran dan perbaikilah dirimu. Sesungguhnya setiap musibah
yang menimpa seorang muslim itu adalah sebagai penghapus dosa,
termasuk pula jika ia terantuk batu ataupun tertusuk duri”.

Seorang guru professional harus mengamalkan ilmu yang dimilikinya.


Guru melaksanakan apa yang diajarkannya, sehingga ilmunya tersebut
bermanfaat untuk dirinya sendiri dan bermanfaat untuk orang lain. Dari
Usamah bin Zaid, Nabi saw bersabda:

‫ ﻓَﻴَﺪُﻭ ُﺭ َﻛ َﻤﺎ‬، ‫ﺎﺭ‬ِ َّ‫ﻖ ﺃَ ْﻗﺘَﺎﺑُﻪُ ﻓِﻰ ﺍﻟﻨ‬ ِ َّ‫ﻳ َُﺠﺎﺀُ ﺑِﺎﻟ َّﺮ ُﺟ ِﻞ ﻳَﻮْ َﻡ ْﺍﻟﻘِﻴَﺎ َﻣ ِﺔ ﻓَﻴ ُْﻠﻘَﻰ ﻓِﻰ ﺍﻟﻨ‬
aُ ِ‫ ﻓَﺘَ ْﻨ َﺪﻟ‬، ‫ﺎﺭ‬
َ‫ْﺲ ُﻛ ْﻨﺖ‬ َ ‫ َﻣﺎ َﺷﺄْﻧُﻚَ ﺃَﻟَﻴ‬، ُ‫ ﻓَﻴَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﺃَﻯْ ﻓُﻼَﻥ‬، ‫ﺎﺭ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ‬ ِ َّ‫ ﻓَﻴَﺠْ ﺘَ ِﻤ ُﻊ ﺃَ ْﻫ ُﻞ ﺍﻟﻨ‬، ُ‫ﺭ ْﺍﻟ ِﺤ َﻤﺎ ُﺭ ﺑِ َﺮ َﺣﺎﻩ‬aُ ‫ﻳَﺪُﻭ‬
‫ َﻭﺃَ ْﻧﻬَﺎ ُﻛ ْﻢ ﻋ َِﻦ‬، ‫ُﻭﻑ َﻭﻻَ ﺁﺗِﻴ ِﻪ‬aِ ‫ﺖ ﺁ ُﻣ ُﺮ ُﻛ ْﻢ ﺑِ ْﺎﻟ َﻤ ْﻌﺮ‬ ُ ‫ﺎﻝ ُﻛ ْﻨ‬َ َ‫ُﻭﻑ َﻭﺗَ ْﻨﻬَﻰ َﻋ ِﻦ ْﺍﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ ﻗ‬ aِ ‫ﺗَﺄْ ُﻣ ُﺮﻧَﺎ ﺑِ ْﺎﻟ َﻤ ْﻌﺮ‬
‫ْﺍﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ َﻭﺁﺗِﻴ ِﻪ‬

Artinya: Ada seseorang yang didatangkan pada hari kiamat lantas ia


dilemparkan dalam neraka. Usus-ususnya pun terburai di dalam
neraka. Lalu dia berputar-putar seperti keledai memutari
penggilingannya. Lantas penghuni neraka berkumpul di sekitarnya
lalu mereka bertanya, “Wahai fulan, ada apa denganmu? Bukankah

7
kamu dahulu yang memerintahkan kami kepada yang kebaikan dan
yang melarang kami dari kemungkaran?” Dia menjawab, “Memang
betul, aku dulu memerintahkan kalian kepada kebaikan tetapi aku
sendiri tidak mengerjakannya. Dan aku dulu melarang kalian dari
kemungkaran tapi aku sendiri yang mengerjakannya. ” (HR.
Bukhari no. 3267 dan Muslim no. 2989)7

Kemudian, etika guru terhadap peserta didik: Seorang guru harus berusaha
mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik sampai mereka paham.
Kalau perlu guru sering mengulanginya kembali. Sabda Rasulullah Saw:

َ َ‫ص َم ِد قَا َل َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ ْال ُمثَنَّى ق‬


‫ال َح َّدثَنَا‬ َّ ‫َح َّدثَنَا َع ْب َدةُ بْنُ َع ْب ِد هَّللا ِ ال‬
َّ ‫صفَا ُر َح َّدثَنَا َع ْب ُد ال‬
‫م أَنَّهُ َكانَ إِ َذا تَ َكلَّ َم بِ َكلِ َم ٍة أَعَا َدهَا‬aَ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬ ٍ َ‫ثُ َما َمةُ بْنُ َع ْب ِد هَّللا ِ ع َْن أَن‬
َ ‫س ع َْن النَّبِ ِّي‬
‫م فَ َسلَّ َم َعلَ ْي ِه ْم َسلَّ َم َعلَ ْي ِه ْم ثَاَل ثًا‬aٍ ْ‫ثَاَل ثًا َحتَّى تُ ْفهَ َم َع ْنهُ َوإِ َذا أَتَى َعلَى قَو‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Abdah bin Abdullah Ash


Shafar(1) Telah menceritakan kepada kami Abdushshamad(2)
berkata, Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al
Mutsanna(3) berkata; Tsumamah bin Abdullah(4) telah menceritakan
kepada kami dari Anas(5) dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila berbicara diulangnya
tiga kali hingga dapat dipahami dan bila mendatangi kaum, Beliau
memberi salam tiga kali.
Seorang guru professional harus mampu memahami kondisi peserta didiknya.
Peserta didik memiliki perbedaan satu sama lain, misalnya berbeda
kemampuan yang dimilikinya oleh karena itu seorang guru professional
memberikan pengajaran kepada peserta didik sesuai dengan kemampuan
mereka. Sabda Rasulullah Saw:
ُ‫ب هَّللا ُ َو َرسُولُهُ َح َّدثَنَا ُعبَ ْي ُد هَّللا ِ بْن‬ َ ‫ون أَتُ ِحبُّونَ أَ ْن يُ َك َّذ‬
aَ ُ‫ْرف‬ َ َّ‫َوقَا َل َعلِ ٌّي َح ِّدثُوا الن‬
ِ ‫اس بِ َما يَع‬
َ ِ‫الطفَ ْي ِل ع َْن َعلِ ٍّي بِ َذل‬
‫ك‬ ُّ ‫ذ ع َْن أَبِي‬aٍ ‫ُوف ْب ِن خَ َّربُو‬
ِ ‫ ع َْن َم ْعر‬a‫ُمو َسى‬

7
Zulhammi, “Etika Profesi Keguruan,…h.130

8
Artinya: Dan Ali berkata, "Berbicaralah dengan manusia sesuai dengan kadar
pemahaman mereka, apakah kalian ingin jika Allah dan rasul-Nya
didustakan?" Telah menceritakan kepada kami ['Ubaidullah bin
Musa] dari [Ma 'ruf bin Kharrabudz] dari [Abu Ath Thufail] dari
['Ali] seperti itu."
Secara etika guru memberikan pengajaran kepada peserta didik harus
berdasarkan ilmu dan keahlian yang dimilikinya agar yang menerima
pelajaran mendapatkan manfaat dari pelajarannya tersebut. Sabda Rasulullah
saw:

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ َ‫أَبَا هُ َر ْي َرةَ يَقُو ُل ق‬


َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬

ُ‫َم ْن أُ ْفتِ َي بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم َكانَ إِ ْث ُمهُ َعلَى َم ْن أَ ْفتَاه‬


Artinya: Abu Hurairah berkata, “Rasulullah saw, bersabda: “Barangsiapa
diberi fatwa tanpa dengan ilmu maka dosanya ditanggung orang
yang memberi fatwa.” (H.R Abu Daud)
Guru harus menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa
kasih saying dan menghindarkan diri dari Tindakan kekerasan fisik diluar
batas kaidah Pendidikan. Rasulullah Saw bersabda:

َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ثُ َّم ق‬


‫ال َم ْن اَل يَرْ َح ُم اَل يُرْ َح ُم‬ َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬
Artinya: Rasulullah Saw, bersabda: “Barangsiapa tidak mengasihi makai a
tidak akan dikasihi.” (HR. Bukhari)

Seorang guru hendaknya menjunjung tinggi harga diri, integritas dan


tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya dengan
memuliakannya dan berusaha untuk memperbaiki tingkah lakunya yang tidak
sesuai dengan syariat.

9
‫ارةَ أَ ْخبَ َرنِي‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا ْال َعبَّاسُ بْنُ ْال َولِي ِد ال ِّد َم ْشقِ ُّي َح َّدثَنَا َعلِ ُّي بْنُ َعيَّا‬
َ ‫ش َح َّدثَنَا َس ِعي ُد بْنُ ُع َم‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
‫ال‬ َ ِ ‫ل هَّللا‬aِ ‫ِّث ع َْن َرسُو‬ُ ‫ك ي َُحد‬ ٍ ِ‫َس ْبنَ َمال‬ َ ‫ْت أَن‬ ُ ‫ث بْنُ النُّ ْع َما ِن َس ِمع‬ ُ ‫ار‬ِ ‫ْال َح‬
‫ أَ َدبَهُ ْم‬a‫ أَوْ اَل َد ُك ْم َوأَحْ ِسنُوا‬a‫أَ ْك ِر ُموا‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Al 'Abbas bin Al Walid Ad
Dimasyqi] telah menceritakan kepada kami [Ali bin 'Ayyasy] telah
menceritakan kepada kami [Sa'id bin 'Umarah] telah mengabarkan
kepadaku [Al Harits bin An Nu'man] saya mendengar [Anas bin
Malik] dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Muliakanlah anak-anak kalian dan perbaikilah tingkah laku
mereka."8
Seorang pendidik bertugas untuk menciptakan suasana belajar yang
dapat menggerakkan peserta didik untuk berpilaku atau beradab sesuai
dengan moral-moral, tata susila dan sopan santun yang berlaku dalam
masyarakat.
Guru dalam melaksanakan tugas tersebut, penting memiliki etika,
dalam kajian ini akan di uraikan beberapa etika yang harus dimiliki guru
dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan hadis-hadis Rasulullah Saw yaitu:
Ikhlas, takwa, berilmu, memiliki ketabahan dan menyadari tanggung jawab.9

1. Ikhlas
1- ‫ْت‬ ُ ‫ َس ِمع‬:‫ال‬ َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ق‬ ِ ‫ب َر‬ ِ ‫ص ُع َم َر ْب ِن ْالخَطَّا‬ ٍ ‫ع َْن أَ ِمي ِْر ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ أَبِ ْي َح ْف‬
.‫ئ َما ن ََوى‬ ِ ‫ إِنَّ َما ْاألَ ْع َما ُل بِالنِّيَّا‬:ُ‫َرسُوْ َل هللاِ صلى هللا عليه وسلم يَقُوْ ل‬
ٍ ‫ت َوإِنَّ َما لِ ُك ِّل ا ْم ِر‬
ْ ‫ َو َم ْن َكان‬،‫َت ِهجْ َرتُهُ إِلَى هللاِ َو َرسُوْ لِ ِه فَ ِهجْ َرتُهُ إِلَى هللاِ َو َرسُوْ لِ ِه‬
ُ‫َت ِهجْ َرتُه‬ ْ ‫فَ َم ْن َكان‬
‫ص ْيبُهَا أَوْ ا ْم َرأَ ٍة يَ ْن ِك ُحهَا فَ ِهجْ َرتُهُ إِلَى َما هَا َج َر إِلَ ْي ِه‬
ِ ُ‫لِ ُد ْنيَا ي‬

- 2- ‫ئ‬ ً ‫ فٌما رواه ابو داود و النسا‬-‫وقال سلوت هلال و سالمه علٌه‬
ُ‫إِ َّن هللاَ الَ يَ ْقبَ ُل ِمنَ ال َع َم ِل إِالَّ َما َكانَ لَهُ خَالِصا ً َو ا ْبتُ ِغ َي بِ ِه َوجْ هُه‬

8
Zulhammi, “Etika Profesi Keguruan,…h.132
9
Tatta Herawati Daulae. “Etika Guru,…h.99

10
- Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab
radhiallahuanhu, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah
shallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya setiap
perbuatantergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang
(akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang
hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-
Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya.
Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang
layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka
hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (HR.
Bukhary)
- Rasulullah Saw bersabda dalam hadisnya yang diriwayatkan Abu
Daud dan Nasai: Sesungguhnya Allah yang maha perkasa lagi
maha tinggi tidak menerima amal kecuali yang ikhlas karenanya
dan mencari wajahnya.

Menurut hadis pertama diatas setiap amal perbuatan diisyaratkan


dengan niat. Amal (perbuatan) terbagi kepada dua macam yakni
perbuatan lahiriyah dan perbuatan bathiniyah. Perbuatan lahiriyah yaitu
perbuatan yang dikerjakan oleh anggota jasmani, misalnya mengerjakan
sholat, zakat. Sedangkan perbuatan bathiniyah adalah perbuatan yang
dikerjakan oleh hati, misalnya mempercayai adanya Allah, bersabar dan

ِ ‫ )إِنَّ َما ْاألَ ْع َما ُل بِالنِّيَّا‬mengandung makna penghargaan bagi


lain-lain. Kata (‫ت‬
amalan-amalan yang dilakukan seorang mukallaf atau sahnya suatu amal
disisi Allah adalah menurut niatnya. Niat mengandung makna
“bertujuan”, menurut syara’ yaitu bertujuan untuk mengerjakan suatu hal
yang dibarengi dengan pekerjaan. Pengertian lain dari niat adalah:
keadaan dan sifat dari hati yang dikelilingi oleh dua hal yaitu ilmu dan
amal, niat diartikan juga dengan kehendak dan maksud. Niat itu rahasia

11
yang tidak dapat mengetahuinya selain Allah Swt, tempat niat itu adalah
pada hati, dan niat-niat itu berlebih kurang derajatnya.10

Dalam buku ihya’ulumuddin diungkapkan bahwa pertolongan Allah


terhadap hamba menurut kadar niatnya, siapa sempurna niatnya, niscaya
sempurna pertolongan Allah kepadanya. Siapa kurang niatnya, niscaya
kurang pertolongan Allah kepadanya menurut kadarnya maka dituntut
niat itu ikhlas yaitu beramal semata-mata mengharap ridho Allah Swt.

Pada hadis kedua dijelaskan bahwa berterimanya setiap amal disisi


Allah diisyaratkan kepada ikhlas, oleh karena itu setiap pendidika yang
menginginkan tugas mulianya itu diterima disisi Allah, mestilah ia
melaksanakan tugasnya dengan ikhlas. Dan dijelaskan bahwa
berpahalanya suatu amal tergantung kepada keikhlasan dalam
melakukannya, oleh karena itu seorang yang berprofesi sebagai pendidik
dan guru disamping mendapatkan imbalan materi dunia, janganlah
mengabaikan pahala akhirat yang lebih baik dan abadi disisi Allah
dengan berniat ikhlas dalam melaksanakan profesinya.

2. Takwa
‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َما ع َْن‬ِ ‫ب ب ِن ُجنَا َدةَ َوأَبِي َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ُم َعا ِذ ْب ِن َجبَ ٍل َر‬ ِ ‫ع َْن أَبِ ْي َذرٍّ ُج ْن ُد‬
َ َ‫ َوأَ ْتبِ ِع ال َّسيِّئَة‬، َ‫ق هللاَ َح ْيثُ َما ُك ْنت‬
َ‫الح َسنَة‬ ِ َّ‫ (ات‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َ ِ‫ُول هللا‬
ِ ‫َرس‬
ِ ‫ َوفِي بَع‬.‫ْث َح َس ٌن‬
‫ْض‬ ٍ ُ‫اس بِ ُخل‬
ٌ ‫ َح ِدي‬:‫ َوقَا َل‬a‫ق َح َس ٍن) َر َواهُ التِّرْ ِم ِذي‬ َ َّ‫ق الن‬ ِ ِ‫ َوخَال‬،‫تَ ْم ُحهَا‬
َ ‫ َح َس ٌن‬:‫خ‬
‫ص ِح ْي ٌح‬ ِ ‫النُّ َس‬
Artinya: Dari Abu Dzarr Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bertakwalah
kepada Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan
buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan
menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan

10
Tatta Herawati Daulae. “Etika Guru,…h.99-100

12
akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan haditsnya itu
hasan dalam sebagian naskah disebutkan bahwa hadits ini hasan
shahih) [HR. Tirmidzi, no. 1987 dan Ahmad, 5:153. Al-Hafizh
Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan]
Dalam hadist diatas, menunjukkan perintah bertakwa itu berlaku
dimana saja seorang berada dan dalam kondisi apapun, baik ditempat
tersembunyi maupun dihadapan orang banyak, baik urusan rahasia
maupun yang terang-terangan, karena hal ini merupakan tuntutan
daripada ikhlas. Ini berlaku bagi setiap orang yang mendapat amanah
mendidik, maka hendaklah seorang bertakwa kepada Allah, baik dia
sedang dihadapan muridnya, maupun tidak sedang berhadapan dengan
mereka
Makna takwa menurut Ubai bin Ka’ab dalam perbinacangan
dengan Umar bin Khattab, Umar menanyai Ubai tentang takwa, lalu Ubai
menjawab pernahkah engkau Umar melewati jalan yang berduri, Umar
menjawab: Ya, Ubai bertanya lagi, apa yang kau lakukan, Umar
menjawab: aku berhati-hati dan bersungguh-sungguh, Ubai berkata:
itulah takwa, berarti takwa adalah berhati-hati dan bersungguh-sungguh.
Kedudukan takwa sangat penting dalam agama Islam dan
kehidupan, takwa adalah pokok segala pekerjaan. Disebutkan disebuah
hadis bahwa Abu Dzar Al-Gifari, meminta nasihat kepada Rasulullah.
Rasulullah menasehati Al-Gifari supaya ia takwa kepada Allah, karena
takwa adalah pokok (pangkal) segala pekerjaan muslim dan takwa itu
juga ukuran (manusia yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang
paling takwa). Karena pentignya kedudukan takwa dalam kehidupan,
maka setiap guru harus memiliki bahwa dalam tugasnya, bahkan didalam
berbagai rumusan peraturan perundang-undangan di negara Indonesia
kata takwa menjadi kata kunci.11
3. Berilmu

11
Tatta Herawati Daulae. “Etika Guru,…h.102

13
Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam , beliau bersabda :

‫ فَ َكانَ ِم ْنهَا‬،‫اب أَرْ ضًا‬ َ ‫ص‬ َ َ‫ث ْال َكثِي ِْر أ‬


ِ ‫َمثَ ُل َما بَ َعثَنِ َي هللاُ بِ ِه ِمنَ ْالهُدَى َو ْال ِع ْل ِم َك َمثَ ِل ْال َغ ْي‬
،‫ت ْال َما َء‬ِ ‫َت ِم ْنهَا أَ َجا ِدبُ أَ ْم َس َك‬ ْ ‫ َو َكان‬،‫ب ْال َكثِ ْي َر‬ َ ‫ت ْالكَأَل َ َو ْال ُع ْش‬ ِ َ‫ فَأ َ ْنبَت‬،‫ت ْال َما َء‬ِ َ‫نَقِيَّةٌ قَبِل‬
‫ إِنَّ َما ِه َي‬،‫ت ِم ْنهَا طَائِفَةً أُ ْخ َرى‬ َ َ‫ َوأ‬،‫ َو َز َر ُعوْ ا‬a‫اس فَ َش ِربُوْ ا َو َسقَوْ ا‬
ْ َ‫صاب‬ َ َّ‫فَنَفَ َع هللاُ بِهَا الن‬
ُ‫ك َمثَ ُل َم ْن فَقُهَ فِ ْي ِدي ِْن هللاِ َونَفَ َعهُ َما بَ َعثَنِ ْي هللا‬ َ ِ‫ فَ َذل‬،ً ‫ت كَأَل‬ ُ ِ‫ك َما ًء َواَل تُ ْنب‬ ُ ‫ان اَل تُ ْم ِس‬ٌ ‫قِ ْي َع‬
ُ
ُ ‫ َولَ ْم يَ ْقبَلْ هُدَى هللاِ الَّ ِذيْ أرْ ِس ْل‬،‫ك َرأسًا‬
‫ت بِ ِه‬ ْ َ ِ‫ َو َمثَ ُل َم ْن لَ ْم يَرْ فَ ْع بِ َذل‬،‫ فَ َعلِ َم َوعَلَّ َم‬،‫بِ ِه‬
ٌ َ‫) ُمتَّف‬
‫ق َعلَ ْي ِه‬ (

Artinya: Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allâh mengutusku


dengannya laksana hujan deras yang membasahi tanah. Ada
tanah subur yang dapat menyerap air sehingga menumbuhkan
tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Ada tanah
kering yang dapat menampung air, lalu Allâh memberikan
manfaat kepada manusia dengannya sehingga mereka bisa
meminumnya, mengairi tanaman, dan bercocok tanam. Hujan
itu juga menimpa jenis (tanah yang) lain yaitu yang tandus,
tidak dapat menampung air dan tidak pula menumbuhkan
tanaman. Itulah perumpamaan orang yang mendalami agama
Allâh, lalu ia mengambil manfaat dari apa yang Allâh mengutus
aku dengannya, sehingga ia berilmu lalu mengajarkannya. Dan
perumpamaan orang yang tidak peduli dengannya dan tidak
menerima hidayah Allâh yang aku diutus dengannya.
(Mutafaqun Alaih)
Dari sahal bin saad r.a, Nabi saw bersabda:

َ َ‫""فَ َوهَّللا ِ ألَ ْن يُ ْهدَى بِكَ َر ُج ٌل َوا ِح ٌد خَ ْي ٌر ل‬


‫ك ِم ْن ُح ْم ِر النَّ َع ِم‬
ٌ َ‫) ُمتَّف‬
‫ق َعلَ ْي ِه‬ (

14
Artinya: Dari sahal bin saad r.a. Nabi saw berkata: maka demi Allah
sekiranya Allah menunjuki seseorang dengan usahamu lebih
baik bagimu dari pada ternak unta yang banyak.

Perkataan ‘ilm dilihat dari sudut kebahasan bermakna penjelasan.


Dipandang dari akar katanya artinya kejelasan. Semua ilmu yang
disandarkan pada manusia mengandung arti kejelasan. Menurut Al-
Qur’an ilmu adalah suatu keistimewaan pada manusia yang menyebabkan
manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain.
Dari hadist diatas diambil kesimpulan antara lain:
a. Ilmu pengetahuan adalah suatu yang harus diusahai untuk
memperolehnya. Sungguhpun menempuh perjalanan jauh
b. Mencari ilmu adalah merupakan usaha membuka jalan kesurga
c. Ilmu pengetahuan berfungsi menyelamatkan manusia dari kutukan
Allah
d. Menunut ilmusatu usaha yang yang sangat penting dalam pandangan
Islam, maka Islam mewajibkan setiap pemeluknya untuk mencari
ilmu
e. Mengajarkan ilmu pengetahuan lebih mulia dari mencari harta
f. Ilmu akan mengangkat derajat manusia, ketimbang beribadah tanpa
berilmu

Dari hadis-hadis diatas, bila dikaitkan dengan tugas pendidik, maka harus
memiliki ilmu dan selalu berusaha untuk menambahnya dan haruslah
mengamlkan ilmunya sehingga ia menjadi teladan bagi anak didiknya dan
menyadari bahwa ilmu adalah jalan kesurga12

4. Memiliki Ketabahan
Dari Aisyah R.A ia berkata, bersabda Rasulullah Saw:

‫ق فِ ْي األَ ْم ِر ُكلِّ ِه‬ ٌ ‫""يَاعَائِ َشةُ إِ َّن هَّللا َ َرفِ ْي‬


َ ‫ق يُ ِحبُّ الرِّ ْف‬

12
Tatta Herawati Daulae. “Etika Guru,…h.104

15
Artinya: Sesungguhnya Allah maha lembut, ia menyukai kelembutan
dalam semua urusan.
Tabah adalah tetap dan kuat hati. Pengertian lain tabah adalah teguh
dan tetap hati untuk meneruskan sesuatu dengan ulet. Maka ketabahan (al
hilmi) ialah memiliki rasa kedekatan dengan orang lain, rendah hati,
lemah lembut, dan mudah berkomunikasi dengannya.
Islam menganjurkan untuk berperilaku tabah dan menumbuhkan
kegemaran padanya, hal ini banyak ayat Al-Qur’an dan hadis Rasulullah
saw, menjekaskannya, agar manusia mengetahui dan secara khusus para
pendidik dan dai, bahwa ketabahan itu adalah Sebagian dari keutamaan
jiwa yang paling besar, dan akhlak yang dapat mengangkat manusia
kepuncak peradaban dan kesempurnaannya, dan pada tingkat akhlak yang
paling tinggi. Jadi ketabahan itu adalah satu sifat yang mendasar yang
dapat membantu keberhasilan para pendidik dalam tugas pendidikannya
dan tanggung jawab pembentukan dan perbaikan anak didiknya, ia
merupakan sifat keseimbangan dan ketabahan.
Sifat itu dapat menarik perhatian anak pada gurunya. Anak-anak
didiknya akan menerima ucapan para gurunya dengan car aitu anak didik
akan berperilaku dengan peradaban yang terpuji dan akan terhindar dari
akhlak-akhlak yang tercela. Dengan demikian akan berjalan dipermukaan
bumi seperti bulan purnama menampakkan diri kepada manusia.
Dari hadis diatas dapat disimpulkan:
a. Pentingnya setiap muslim memiliki ketabahan (al-hilmi), karena ia
sifat yang disukai Allah
b. Bagian dari ketabahan adalah bersikap lemah lembut, sikap ini
disukai Allah, oleh karena itu seorang pendidik selalu berusaha
bersikap lemah lembut terhadap anak didiknya.13

5. Menyadari Tanggung Jawab

13
Tatta Herawati Daulae. “Etika Guru,…h.105-107

16
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬َ ِ ‫ُول هَّللا‬َ ‫ْت َرس‬ ُ ‫ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن ُع َم َر يَقُو ُل َس ِمع‬
‫اع َو َم ْسئُو ٌل‬ ٍ ‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه فَاإْل ِ َما ُم َر‬ٍ ‫ ُكلُّ ُك ْم َر‬:ُ‫يَقُول‬
ُ‫اع فِي أَ ْهلِ ِه َوهُ َو َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه َو ْال َمرْ أَة‬ ٍ ‫ع َْن َر ِعيَّتِ ِه َوال َّر ُج ُل َر‬
‫اع فِي َما ِل‬ ٍ ‫ت َزوْ ِجهَا َو َم ْسئُولَةٌ ع َْن َر ِعيَّتِهَا َو ْالخَ ا ِد ُم َر‬ ِ ‫اعيَةٌ فِي بَ ْي‬ ِ ‫َر‬
‫اع فِي‬ ٍ ‫ال َوال َّر ُج ُل َر‬ َ َ‫ْت أَ ْن قَ ْد ق‬ ُ ‫َسيِّ ِد ِه َو َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه قَا َل َو َح ِسب‬
‫اع َو َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه‬ ٍ ‫ال أَبِي ِه َو َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه َو ُكلُّ ُك ْم َر‬ِ ‫َم‬
)‫(متفق عليه‬
Artinya: Diberitakan dari Abdullah bin Umar, ia berkata, “Aku
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda, “Kamu semua adalah
pemelihara (pemimpin) dan bertanggung jawab kepada
pemeliharaannya. Seorang imam adalah pemelihara, ia
bertanggung jawab kepada pemeliharaannya. Seorang suami
adalah pemelihara keluarganya, ia bertanggung jawab atas apa
yang dipimpinnya. Seorang istri adalah pemelihara di dalam
rumah suaminya, ia bertanggung jawab kepada pemeliharaannya.
Seorang pembantu adalah pemelihara harta majikannya, ia
bertanggung jawab kepada pemeliharaannya.” Perawi berkata,
“Aku menyangka bahwa Rasulullah sungguh bersabda, “Seorang
lelaki (anak) adalah pemelihara harta ayahnya, ia bertanggung
jawab kepada pemeliharaannya. Kamu semua adalah pemelihara
dan bertanggung jawab kepada pemeliharaannya.” (Hadis
Shahih, Riwayat al-Bukhari: 844 dan Muslim: 3408. teks hadis di
atas riwayat al-Bukhari)
Dari hadist diatas menunjukkan, bahwa setiap orang memiliki
tanggung jawab sesuai dengan kedudukannya masing-masing mulai dari
tanggung jawab yang paling besar sampai yang paling kecil, dan akan
dimintai pertanggung jawaban dari setiap tanggungjawab terhadap tugas
yang embannya dan akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu
hendaklah setiap pendidik menyadari tanggung jawabnya. Bahwa orang
yang mengabaikan tanggung jawab tidak akan masuk surga, maka hadis

17
ini menunjukkan bahwa mengabaikan tanggung jawab itu adalah dosa
yang sangat besar yang mengakibatkan seseorang tidak diizinkan Allah
masuk surga. Maka seorang pendidik yang diamanahi mendidik anak
didiknya adalah merupakan tanggung jawab yang besar, karena itu tugas
dalam pembentukan dan perbaikan perilaku manusia, dan pendidik harus
menyadari tanggung jawabnya.14

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa seorang


guru atau pendidik dalam melaksanakan tugasnya harus memperhatikan dan
melaksanakan berbagai etika profesi keguruan, baik yang berkenaan dengan
etika terhadap diri sendiri, etika terhadap peserta didik, etika terhadap
orangtua peserta didik dan etika terhadap masyarakat. Kepribadian Rasulullah
Saw sebagai seorang pengajar atau guru professional dijadikan teladan dalam
penampilan etika prosesi keguruan.

B. Saran

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna,


kedepannya kami akan lebih fokus dan detail dalam menyajikan materi
tentang makalah ini dengan sumber sumber yang lebih banyak tentunya dan
dapat dipertanggung jawabkan

14
Tatta Herawati Daulae. “Etika Guru,…h.109

18
19
DAFTAR PUSTAKA

Tatta Herawati Daulae. “Etika Guru Dalam Perspektif Hadis” dalam Jurnal
Forum Paedagogik. No.1, Vol.05, 2013

Nur Illahi, “Peranan Guru Professional Dalam Peningkatan Prestasi Siswa Dan
Mutu Pendidikan di Era Millenial” dalam Jurnal Asy-Syukriyyah, No.1,
Vol.21, 2020

Ahmad Junaedy Abu Huraerah, “Etika Guru dalam Perspektif Al-Tirmidzi”,


dalam Jurnal IAIN Manado, No.2, Vol.1, 2016

Zulhammi, “Etika Profesi Keguruan Tinjauan Hadist Rasulullah Saw” dalam


Jurnal Darul Ilmi, No.2, Vol.6, 2018

20

Anda mungkin juga menyukai