Skripsi Ririn Edit

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 126

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI

PANKREAS EKSTRAK N-HEKSAN BUAH TERUNG BULAT HIJAU


(Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland) PADA
TIKUS JANTAN (Rattus novergicus)

SKRIPSI

OLEH :

RIRIN NOVIA SIHOTANG


1601011182

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2021
UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI
PANKREAS EKSTRAK N-HEKSAN BUAH TERUNG BULAT HIJAU
(Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland) PADA
TIKUS JANTAN (Rattus novergicus)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Pada Program Studi S1 Farmasi
Fakultas Farmasi dan Kesehatan
Institut Kesehatan Helvetia

Oleh :

RIRIN NOVIA SIHOTANG


1601011182

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2021
Telah di Uji pada Tanggal :

PANITIA PENGUJI SKRIPSI


Ketua : apt. Darwin Syamsul, S.Si., M.Si.
Anggota : 1. apt. Yettrie Bess C. Simarmata, S.Farm., M.Si.
2. Melia Sari S.Si., M.Si.
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :


1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik Sarjana Farmasi (S.Farm.), di Fakultas Farmasi dan
Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia.
2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan dan penelitian saya
sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing dan
masukkan tim penelaah/tim penguji.
3. Isi skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah di tulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam penrnyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di perguruan tinggi.

Medan, Januari 2021


Yang membuat pernyataan,

(Ririn Novia Sihotang)


NIM: 1601011182
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS
Nama : Ririn Novia Sihotang
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 11 November 1997
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Sei Kapuas No.116
Email : [email protected]
Anak Ke : 1 (satu) dari 2 (dua) bersaudara
Nama Ayah : Ruden Parsaoran Sihotang
Nama Ibu : Elly Siregar

II. RIWAYAT PENDIDIKAN


Tahun 2004-2010 : SD St. Thomas 1 Medan
Tahun 2010-2013 : SMP Swasta Eka Prasetya Medan
Tahun 2012-2016 : SMK Farmasi YPFSU Medan
Tahun 2016-2020 : Mengikuti Pendidikan S1 Farmasi di Institut
Kesehatan Helvetia Medan
ABSTRAK

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI


PANKREAS EKSTRAK N-HEKSAN BUAH TERUNG BULAT HIJAU
(Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland) PADA TIKUS JANTAN
(Rattus novergicus)

RIRIN NOVIA
1601011182

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik yang ditandai dengan


peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang diakibatkan
kerusakan atau gangguan sekresi insulin. Tanaman yang dimanfaatkan untuk
pengobatan diabetes salah satunya buah terung bulat hijau. Tujuan penelitian
mengetahui aktivitas antidiabetes ekstrak N-heksan buah terung bulat hijau dan
dosis paling efektif memberikan penurunan kadar glukosa darah tikus.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. Serbuk
simplisia buah terung bulat hijau diekstraksi dengan metode maserasi
menggunakan pelarut etanol N-heksan. Pengujian antidiabetes ekstrak N-heksan
buah terung bulat hijau menggunakan aloksan dosis 150 mg/kgBB.
Berdasarkan pengujian karakteristik yang dilakukan maka diperoleh hasil
penetapan kadar air simplisia serbuk buah terung bulat hijau pada penelitian ini
sebesar 7,61%. Hasil penetapan kadar sari yang larut dalam air adalah sebesar
27,7%. Hasil penetapan kadar sari yang larut dalam etanol diperoleh sebesar
25,4%. Hasil penelitian kadar abu pada penelitian ini yaitu sebesar 8%. Hasil
penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam yang didapat pada penelitian ini
sebesar 1,8%. Hasil identifikasi skrining fitokimia ekstrak N-heksan menunjukkan
bahwa serbuk buah terung bulat hijau mengandung senyawa metabolit sekunder
steroid/triterprnoid.
Pengujian antidiabetes ekstrak N-heksan buah terung bulat hijau
menggunakan aloksan dosis 150 mg/kgBB. Persen penurunan KGD ekstrak dosis
50,100, 200 mg/kgB pada hari ke-7 adalah 9,52%,14,79%, 16,49%. Sedangkan
kontrol positif adalah 34,41%.
Pengamatan histologi pankreas kontrol negatif menunjukkan struktur
pulau Langerhans mengalami perubahan, mengecil, tidak beraturan, sel yang tidak
kelihatan karena terjadi perdarahan. Kelompok kontrol positif dapat dilihat, tidak
terjadi degenerasi, piknosis ataupun perdarahan. Sedangkan kelompok perlakuan
yang diberikan ekstrak dosis 50,100, 200 mg/kgBB menunjukkan struktur pulau
Langerhans jelas, masa sel lebih banyak, sel mengalami regenerasi, tidak
ditemukan sel yang mengalami degenrasi dan piknosis.
Kesimpulan penelitian ini adalah ekstrak buah terung bulat hijau dapat
menurunkan kadar gula darah dengan dosis opimum 200 mg/kgBB dan ekstrak
buah terung bulat hijau mampu memperbaiki sel-sel pulau Langerhans pankreas

Kata kunci : Ekstrak N-heksan, Buah Terung Bulat Hijau, Antidiabetes.

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
anugerah-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES DAN GAMBARAN
HISTOPATOLOGI PANKREAS EKSTRAK N-HEKSAN BUAH TERUNG
BULAT HIJAU (Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland) PADA
TIKUS JANTAN (Rattus novergicus) ”.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Institut Kesehatan Helvetia. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan berbagai
pihak, baik dukungan moril, materil dan sumbangan pemikiran. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes., selaku Pembina Yayasan
Helvetia Medan.
2. Iman Muhammad, S.E., S.Kom., M.M., M.Kes., selaku Ketua Yayasan
Helvetia.
3. Dr. H. Ismail Efendi, M.Si., selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia
Medan.
4. H. Darwin Syamsul, S.Si., M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia Medan sekaligus selaku Dosen
Pembimbing I yang telah menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing
dan memberikan arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi..
5. Apt. Adek Chan, S.Si., M.Si., selaku ketua Prodi S1 Farmasi Institut
Kesehatan Helvetia Medan.
6. Apt. Yettrie Bess C. Simarmata, S.Farm., M.Si., selaku Dosen Pembimbing II
yang memberikan masukan yang bermanfaat untuk perbaikan skripsi ini.
7. Melia Sari S.Si., M.Si, selaku Penguji yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan
proposal ini.
8. Seluruh Staf Dosen Institut Kesehatan Helvetia Medan yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama
pendidikan.
9. Teristimewa kepada Ayahanda Ruden Sihotang dan Ibunda Elly Siregar, serta
Adik tercinta yang dimana telah memberikan dukungan baik dari segi moril,
material dan doa tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
ini.
10. Teruntuk teman-teman seperjuangan Program S1 Farmasi kelas VII-A,
teman-teman seangkatan maupun teman-temanku yang ada diluar kampus
yang telah membantu dan mendukung penyelesaian proposal ini

ii
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan Skripsi ini. Semoga Tuhan selalu memberikan kasih dan rahmat-
Nya atas segala kebaikan yang telah diberikan.

Medan, Januari 2021

Penulis,

Ririn Novia Sihotang


1601011182

iii
DAFTAR ISI

COVER LUAR
COVER DALAM
LEMBAR PANITIA PENGUJI SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah.............................................................. 5
1.3. Hipotesis............................................................................... 5
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................. 6
1.5. Manfaat Penelitian................................................................ 6
1.6. Kerangka Pikir Penelitian..................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 8


2.1. Terong Bulat Hijau .............................................................. 8
2.1.1. Deskripsi................................................................... 8
2.1.2. Morfologi.................................................................. 9
2.1.3. Klasifikasi Tanaman................................................. 10
2.1.4. Kegunaan Tanaman Terung Bulat Hijau.................. 10
2.1.5. Kandungan Buah Terung Bulat Hijau...................... 10
2.2. Simplisia .............................................................................. 10
2.3. Karakterisasi Simplisia ........................................................ 14
2.3.1. Uji Makroskopik ...................................................... 14
2.3.2. Uji Mikroskopik ...................................................... 14
2.4. Ekstraksi............................................................................... 15
2.5. Metabolit Sekunder ............................................................. 17
2.6. Pelarut................................................................................... 20
2.7. Diabetes Melitus .................................................................. 21
2.7.1. Klasifikasi Diabetes Melitus .................................... 22
2.7.2. Faktor Resiko Penyebab Diabetes Melitus............... 23
2.7.3. Diagnosis Diabetes Melitus...................................... 24
2.7.4. Manajemen Pengobatan............................................ 25
2.8. Glibenklamid ...................................................................... 28
2.8.1. Mekanisme Kerja Glibenklamid............................... 28
2.8.2. Efek Samping Glibenklamid.................................... 29
2.9. Aloksan................................................................................. 29
2.10. Pankreas................................................................................ 30

iv
2.11. Insulin................................................................................... 30
2.12. Hewan Uji ............................................................................ 30
2.12.1. Sistematika Hewan Percobaan ................................. 31
2.12.2. Karakteristik Utama Hewan Percobaan .................. 30
2.12.3. Pengambilan Darah Hewan Percobaan .................... 31

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 33


3.1. Desain Penelitian.................................................................. 33
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 33
3.2.1. Tempat Penelitian .................................................... 33
3.2.2. Waktu Penelitian ..................................................... 33
3.2.3. Tempat Pengambilan Sampel .................................. 33
3.3. Alat dan Bahan .................................................................... 33
3.3.1. Alat .......................................................................... 33
3.3.2. Bahan ....................................................................... 34
3.4. Sampel.................................................................................. 34
3.5. Tahap Penelitian .................................................................. 34
3.5.1. Determinasi Tanaman Terung Hijau Bulat.............. 34
3.6. Prosedur Kerja ..................................................................... 35
3.6.1. Pembuatan Simplisia ............................................... 35
3.6.2. Pemeriksaan Makroskopik....................................... 35
3.6.3. Pemeriksaan Mikroskopik ....................................... 35
3.6.4. Penetapan Kadar Air ............................................... 35
3.6.5. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air..................... 36
3.6.6. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol............... 36
3.6.7. Penetapan Kadar Abu Total..................................... 36
3.6.8. Penetapan Abu Tidak Larut Asam........................... 37
3.7. Pembuatan Ekstrak............................................................... 37
3.8. Skrining Fitokimia................................................................ 38
3.8.1. Pemeriksaan Alkaloid............................................... 38
3.8.2. Pemeriksaan Flavonoid............................................ 38
3.8.3. Pemeriksaan Saponin............................................... 39
3.8.4. Pemeriksaan Tannin................................................. 39
3.8.5. Pemeriksaan Glikosida............................................. 39
3.8.6. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid............................ 40
3.9. Pengaplikasian Ekstrak Terung Bulat Hijau ...................... 40
3.10. Penetapan Dosis................................................................... 40
3.10.1. Dosis Glibenklamid.................................................. 40
3.10.2. Dosis Aloksan........................................................... 41
3.11. Pembuatan Larutan Uji......................................................... 41
3.11.1. Larutan CMC-Na 0,5 %........................................... 41
3.11.2. Larutan Aloksan Monohidrat................................... 41
3.11.3. Pembuatan Suspensi Glibenklamid 0,01 %.............. 41
3.11.4. Pembuatan Suspensi Ektrak N-heksan Terung
Bulat Hijau 1 %........................................................
..............................................................................41

v
3.12. Pembuatan Preparat Histologi Pankreas Tikus Uji..............
..........................................................................................42
3.13. Kriteria Pengamatan Perubahan Histologi Pankreas............
..........................................................................................42
3.14. Pengelolaan dan Analisa Data..............................................
..........................................................................................42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................... 43


4.1. Hasil Penelitian.....................................................................
..........................................................................................43
4.1.1. Determinasi Tanaman...............................................
..............................................................................43
..................................................................................
4.1.2. Karakteristik.............................................................
.............................................................................43
..................................................................................
..................................................................................
4.1.3. Ekstraksi...................................................................
..............................................................................44
4.1.4. Skrining Fitokimia ...................................................
..............................................................................45
4.1.5. Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah..................
.............................................................................45
..................................................................................
4.1.6. Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus...................
..............................................................................48
4.1.7. Data Anova...............................................................
..............................................................................50
4.1.8. Pengamatan Histologi Pankreas Tikus.....................
..............................................................................50
4.2. Pembahasan..........................................................................
..........................................................................................53
4.2.1. Determinasi Tanaman...............................................
..............................................................................53
4.2.2. Karakteristik Simplisia.............................................
..............................................................................53
4.2.3. Skrining Fitokimia....................................................
..............................................................................54
4.2.4. Pengukuran Kadar Glukosa Darah Tikus.................
..............................................................................55
4.2.5. Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak N-heksan
Terung Bulat Hijau...................................................
..............................................................................56
4.2.6. Gambaran Histopatologi Pankreas...........................
..............................................................................59

vi
4.2.7. Analisis Data............................................................
..............................................................................61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 64


5.1. Kesimpulan...........................................................................
..........................................................................................64
5.2. Saran.....................................................................................
..........................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 65
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1.1. Kerangka Pikir Penelitian....................................................... 7


2.1. Terung Bulat Hijau (Solanum xanthocarpum)....................... 8
4.1. Grafik Rata-rata Kadar Glukosa Darah setelah pemberian
induksi.....................................................................................
............................................................................................46
................................................................................................
4.2. Grafik Rata-rata KGD setelah pemberian ekstrak..................
............................................................................................47
4.3. Grafik Persen penurunan Kadar Glukosa Darah tikus............
............................................................................................49
4.4. Gambaran Histologi Pankreas Tikus Uji................................
............................................................................................52
................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1. Sifat fisik pelarut..................................................................... 21


4.1. Hasil Pemeriksaan Makroskopik Buah Terung Bulat Hijau... 43
4.2. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia............................ 44
4.3. Hasil Randemen Simplisia dan Ekstrak.................................. 45
4.4. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak N-heksan Terung Bulat
Hijau.......................................................................................

viii
............................................................................................45
................................................................................................
4.5. Kadar rata-rata KGD tikus setelah pemberian induksi...........
............................................................................................46
4.6. Kadar rata-rata KGD setelah pemberian ekstrak....................
............................................................................................47
4.7. Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus...............
............................................................................................49
4.8. Hasil Data Anova Hari Ke 7 dan Hari Ke 14.........................
............................................................................................50
................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

ix
1. Surat Izin Penelitian................................................................
............................................................................................68
2. Surat Determinasi Tanaman...................................................
............................................................................................69
................................................................................................
3. Surat Ethical Clearance...........................................................
............................................................................................70
................................................................................................
4. Sertifikat Analisis Aloksan Monohidrat.................................
............................................................................................71
................................................................................................
5. Gambar Buah Terung Bulat Hijau..........................................
............................................................................................72
................................................................................................
6. Pembuatan Simplisia, dan Ekstrak N-heksan Buah Terung
Bulat Hijau..............................................................................
............................................................................................73
7. Gambar Alat Penelitian...........................................................
............................................................................................77
................................................................................................
8. Gambar Tikus Percobaan........................................................
............................................................................................79
9. Hasil Skrining Fitokimia.........................................................
............................................................................................81
10. Hasil Pengamatan Mikroskopik Buah Terung Bulat Hijau....
............................................................................................83
11. Proses Karakterisasi................................................................
............................................................................................84
12. Perhitungan Pemeriksaan Karakterisasi.................................
............................................................................................85
13. Persen (%) Rendemen Simplisia............................................
............................................................................................88
14. Tabel maksimum Larutan Sediaan Uji untuk Hewan.............
............................................................................................89
15. Tabel Konversi Dosis Hewan dengan manusia......................
............................................................................................90
16. Perhitungan Dosis...................................................................
............................................................................................91
17. Penurunan Kadar Gula Darah Tikus.......................................
............................................................................................97
18. Analisis Data...........................................................................
............................................................................................99
19. Permohonan Pengajuan Judul Skripsi....................................
..........................................................................................109

x
20. Lembar Bimbingan Skripsi Pembimbing 1............................
..........................................................................................110
21. Lembar Bimbingan Skripsi Pembimbing 2............................
..........................................................................................111

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kasus DM di dunia masih sangat tinggi. Hal ini berdasarkan data dari

WHO diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan DM pada tahun 2014

dibandingkan dengan pada tahun 1980 ada 108 juta orang dewasa yang menderita

DM. Estimasi terakhir dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013 di

dunia lebih dari 382 juta orang terkena DM, dan pada tahun 2035 jumlah tersebut

diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang (1)

Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam

jumlah penderita diabetes melitus di dunia dan pada tahun 2000 lalu diperkirakan

terdapat 4 juta penderita diabetes melitus di Indonesia. Jumlah ini diperkirakan

akan terus meningkat. Pada tahun 2010 diperkirakan menjadi 5 juta dan tahun

2030 diperkirakan sekitar 21,3 juta penduduk Indonesia menderita diabetes

mellitus (2). Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain

cenderung meningkat terlebih dengan adanya isu back to nature (2). Lebih dari

400 jenis tanaman telah terbukti mempunyai aktivitas hipoglikemia karena dalam

tanaman tersebut terkandung senyawa-senyawa yang berkhasiat sebagai

antidiabetes seperti flavonoid, alkaloid, steroid, dan terpenoid (2). Di antara

250.000 jenis tanaman obat di seluruh dunia diperkirakan mengandung senyawa

antidiabetes yang belum ditemukan. Maka, untuk lebih memberikan dasar bagi

bukti manfaatnya, perlu dilakukan suatu penelitian agar dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Mekanisme kerjanya mungkin tidak

1
2

diketahui secara pasti, namun dapat diperkirakan bahwa efeknya dalam

menurunkan kadar gula darah sama seperti obatobat antidiabetes oral (2). Angka

meningkat dibanding dengan tahun 2007 yaitu 1,1%. Prevalensi kasus DM pada

umur ≥ 15 tahun menurut diagnosis dokter/gejala hasil Riskesdas tahun 2013 di

Provinsi Sumatera Utara adalah 2,3 %(1).

Pengobatan diabetes melitus saat ini masih terbatas pada penggunaan obat

hipoglikemik oral (OHO) seperti golongan sulfonilurea, glinid, biguanida,

thiazolidindion dan acarbose serta dengan suntikan insulin. Obat diabetes yang

digunakan selain memiliki efikasi yang baik juga menimbulkan berbagai efek

samping seperti diare, pusing sakit kepala, mual muntah, berat badan meningkat

dan hipoglikemia apabila tidak segera ditangani dapat terjadi koma bahkan

kematian (3). Efek samping yang tidak diinginkan dari obat diabetes tersebut

mendorong penggunaan tanaman berkhasiat sebagai alternatif pengobatan

diabetes yang memiliki efek samping relatif kecil. Obat tradisional maupun

tanaman obat memiliki efek samping kecil dan aman jika penggunaannya

mempertimbangkan beberapa aspek ketepatan, yaitu tepat dosis, tepat cara

penggunaan dan tepat waktu, tepat pemilihan bahan dan telaah informasi serta

penggunaannya tepat untuk indikasi penyakit tertentu (3).

Diabetes melitus atau yang lebih dikenal dengan penyakit gula atau

kencing manis diakibatkan oleh kekurangan hormon insulin (4). Hal ini

disebabkan oleh pankreas sebagai produsen insulin tidak memproduksi insulin

dalam jumlah yang cukup besar daripada yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga

pembakaran dan penggunaan karbohidrat tidak sempurna (4).


3

Dalam penanggulangan diabetes, obat hanya merupakan pelengkap dari

diet. Obat hanya perlu diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak

berkhasiat mengendalikan kadar glukosa darah. Obat antidiabetes oral mungkin

berguna untuk penderita yang alergi terhadap insulin atau yang tidak

menggunakan suntikan insulin. Sementara penggunaannya harus dipahami, agar

ada kesesuaian dosis dengan indikasinya, tanpa menimbulkan hipoglikemia.

Karena obat antidiabetes oral kebanyakan memberikan efek samping yang tidak

diinginkan, maka para ahli mengembangkan sistem pengobatan tradisional untuk

diabetes melitus yang relatif aman (4).

Tanaman yang dimanfaatkan untuk pengobatan diabetes salah satunya

buah terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland). Buah

terung mempunyai khasiat sebagai obat karena mengandung Alkaloid, Flavonoid,

Tanin, Glikosida, Saponin, Triterpenoid/Steroid

N-heksan baik digunakan untuk menarik senyawa-senyawa yang sama

sekali tidak larut dalam pelarut polar seperti minyak. N-heksan digunakan untuk

mendapatkan metabolit sekunder yaitu:Steroida/Triterpenoida.

Hasil pengamatan histopatologi pada pankreas tikus dilakukan dengan

melihat kerusakan yang terjadi pada pulau langerhans. Hasil histologi pada

kelompok normal (P1) dapat dilihat tidak terjadi degenerasi, piknosis ataupun

perdarahan. Struktur pulau langerhans dapat terlihat dengan jelas dengan banyak

sel di dalamnya. Pada kelompok positif (P2) bentuk pulau langerhans sama seperti

dengan kelompok normal (P1). Kelompok kontrol negatif (P3) terlihat terjadi

perubahan struktur pada pulau langerhans yaitu mengecil dengan bentuk yang
4

tidak beraturan,sel yang tidak kelihatan karena terjadi perdarahan. Selain itu sel-

sel banyak mengalami piknosis dan terjadi degenerasi hidropik. Hal ini

disebabkan karena pemberian aloksan yang digunakan sebagai penginduksi

merusak pulau langerhans sehingga hewan uji mengalami hiperglikemia. Pada

kelompok perlakuan dengan pemberian ENHTBH dosis 50 mg/kgBB (P4)

menunjukkan bentuk pulau langerhans yang mengecil dengan struktur yang tidak

beraturan dan masih terjadi degenerasi hidrofik dan piknosis, akan tetapi tidak

terjadi perdarahan dan terdapat sel-sel di dalam pulau langerhans. Pada kelompok

dosis 100 mg/kgBB (P5) dan 200 mg/kgBB (P6) menunjukkan struktur pulau

langerhans yang sudah tampak jelas dengan massa sel yang lebih banyak.

Perbaikan semakin besar pada kelompok dosis 200 mg/kgBB dengan tidak adanya

sel-sel yang mengalami piknosis dan degenerasi hidrofik sedangkan pada

kelompok 100 mg/kgBB masih terjadi degerasi hidrofik meskipun sel-sel tidak

lagi mengalami piknosis.

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian tertarik melakukan penelitian

ini untuk mengetahui dosis efektif dari ekstrak N-heksan buah terung bulat hijau

(Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland) pada tikus jantan untuk

menurunkan kadar glukosa darah. Pengamatan dilakukan dengan melihat

penurunan kadar glukosa darah pada tikus jantan yang diinduksi aloksan.
5

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Apakah ekstrak n-heksan buah terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum

Schrader&Wendland) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih

jantan yang di induksi aloksan ?

b. Dosis berapa yang memiliki aktivitas antidiabetes ekstrak N-heksan buah

terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland) pada tikus

jantan?

c. Apakah ekstrak N-heksan buah terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum

Schrader&Wendland) memiliki kemampuan memperbaiki histopatologi

pankreas tikus jantan?

1.3 Hipotesis

Adapun hipotesis penelitian ini adalah :

a. Ekstrak n-heksan buah terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum

Schrader&Wendland) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih

jantan yang di induksi aloksan.

b. Dosis efektif ekstrak N-heksan buah terung bulat hijau (Solanum

xanthocarpum Schrader&Wendland) pada tikus jantan memiliki aktivitas

antidiabetes dengan dosis 200 mg/kg BB pada tikus putih jantan.

c. Ekstrak N-heksan buah terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum Schrader

& Wendland) memiliki kemampuan memperbaiki histopatologi pankreas tikus

jantan.
6

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui aktivitas ekstrak n-heksan buah terung bulat hijau

(Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland) dalam menurunkan kadar

glukosa darah pada tikus putih jantan yang di induksi dengan aloksan.

b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa bioaktif buah terung bulat

hijau (Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland) yang memiliki aktivitas

antidiabetes.

c. Untuk mengetahui apakah ekstrak N-heksan buah terung bulat hijau

(Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland) memiliki kemampuan

memperbaiki histopatologi pankreas tikus jantan.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Adapun manfaat penelitian ini adalah menentukan bahwa jenis pelarut n-

heksan dapat digunakan untuk menarik senyawa metabolit sekunder dari

buah terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland).

b. Penulis juga berharap dengan adanya uji senyawa bioaktif dan uji aktivitas

yang terkandung pada buah terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum

Schrader&Wendland) dapat menambah wawasan nilai dan memperluas

pengetahuan masyarakat mengenai ekstrak n-heksan buah terung bulat

hijau (Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland) mempunyai efek

aktivitas terhadap tikus putih jantan.

c. Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti dan bahan

perbandingan maupun refrensi bagi peneliti tentang uji aktivitas


7

antidiabetes ekstrak n-heksan buah terung bulat hijau (Solanum

xanthocarpum Schrader&Wendland) terhadap tikus putih jantan yang di

induksi aloksan.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan hal-hal yang di paparkan di atas, maka kerangka pikir

penelitian pada (gambar 1.1)

Variabel Bebas Variabel Terikat Paramter

Ekstrak N-heksan buah Penurunan Kadar gula


terung bulat KGD darah
hijau(Solanum
xanthocarpum
Schrader&Wendland)
Dosis 50 mg/KgBB
Perubahan
100 mg/KgBB Histopatologi
Tikus struktur sel β
200 mg/KgBB
DM pankreas

Aloksan

Gambar 1.1. Kerangka Pikir


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Terung Bulat Hijau (Solanum xanthocarpum Schrader & Wendland)

II.1.1 Deskripsi

Tanaman terung yang telah memiliki fase reproduktif akan menghasilkan

buah. Buah terung akan terbentuk (tumbuh) setelah terjadinya penyerbukan. Buah

terung memiliki keanekaragaman bentuk, ukuran, dan warna kulit. Beberapa

diantaranya berbentuk bulat Panjang (silindris), lonjong (oval), bulat panjang

lonjong. Buah terung merupakan buah sejati dan banyak mengandung biji,

kulitnya tipis dan mengkilap, daging buah lunak dengan tekstur halus, berwarna

putih sampai hijau muda. Buah terung ini merupakan organ tanaman yang dapat

dimakan sebagai bahan pangan sayuran. Daging buahnya berasa agak manis, tidak

getir, dan agak getir, dan dimakan bersama-sama dengan bijinya yang berada

dalam daging buah (5).

Gambar 2.1. Terung bulat Hijau (Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland )

8
9

II.1.2 Morfologi

Batang berukuran pendek berbentuk bulat, berbulu, berdiri tegak dengan

tinggi 50-150 cm. Batangnya bercabang dan berkayu, tetapi tidak terlalu kokoh

sehingga saat berbuah lebat diperlukan ajir untuk menyangga tanaman. Batang

muda berwarna hijau dan tidak berbulu. Daun tanaman terung berbentuk bulat

panjang dan meruncing pada ujungnya.Tulang daun tampak jelas dan tepi daun

sedikit bergerigi. Warna daun muda coklat atau hijau muda dan akan menjadi

hijau berbulu setelah tua Panjang daun sekitar 12 cm dan lebar 8 cm. Letak daun

berselang-seling dan bertangkai pendek. Helai daun mudah robek, sedangkan

tangkainya tidak liat sehingga mudah di patahkan dari cabangnya. Bunga berdiri

tegak pada ketiak daun dan berwarna putih lembayung atau ungu,bentuknya

menyerupai bintang, terdiri atas 5-6 helai kelopak bunga. Pada setiap ketiak daun

umumnya tumbuh 2 tangkai bunga. Setelah mekar penuh, bunga berukuran lebar

sekitar 1,5 cm. Setelah terjadi pembuahan, mahkota bunga akan layus.

Kebanyakan hanya satu bunga terong yang menjadi bakal buah, 8 ditandai oleh

menggelembungnya pangkal bunga dan posisinya menunduk. Akan tetapi, ada

juga jenis terung yang berbuah 2-3 buah di setiap tanda. Buah muda bewarna

hijau keputih-putihan atau ungu, tergantung jenisnya.Semakin tua warnanya,

warna buah semakin cerah. Setelah tua benar, semua buah terung kulitnya berubah

warna menjadi kuning. Setiap buah terung dipadati dengan daging buah bewarna

putih dan berbiji banyak (6)


10

II.1.3 Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Solanum

Spesies : Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland

II.1.4 Kegunaan Tanaman Terung Bulat Hijau

Terung hijau bermanfaat untuk mengobati berbagai penyakit, seperti

kanker, hipertensi, hepatitis, diabetes, arthritis, asma dan bronkhitis (7).

II.1.5 Kandungan Buah Terung Bulat Hijau

Kandungan buah terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum Schrader &

Wendland) Alkaloid, Flavonoid, Saponin, Tanin, Steroid/Triterpenoid

II.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami proses apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang yang

telah dikeringkan.

Simplisia terbagi menjadi 3 jenis yaitu :

a. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan

atau zat yang dihasilkan hewan yang masih belum berupa zat kimia murni.

b. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman

dan eksudat tanaman.


11

c. Simplisia mineral adalah simplisia berasal dari bumi baik yang telah diolah

atau belum, tidak berupa zat kimia murni (8).

Pada umumnya jenis-jenis yang dapat dimanfaatkan sebagai simplisia

nabati dapat berasal dari dua sumber, yaitu :

a. Yang berasal dari alam dengan cara mengumpulkan jenis-jenis tumbuhan

obat dari hutan-hutan, tepi sungai, kebun, gunung atau ditempat terbuka

lainnya.

b. Yang berasal dari hasil penanaman atau budidaya baik secara kecil-kecilan

oleh petani ataupun besar-besaran oleh pekebunan (9).

Bagian-bagian tumbuhan tersebut diambil pada saat yang tepat, agar

kandungan zat berkhasiat dalam bahan tersebut terdapat dalam jumlah yang

maksimal, misalnya herba atau daun dipanen dari tumbuhan yang banyak

mendapat sinar matahari, pada saat tumbuhan tersebut berbunga dan di saat

asimilasi maksimal, yakni kurang lebih jam 09.00 (9).

Tahapan Pembuatan Simplisia

Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan seperti berikut:

pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan,

sortasi kering, pengepakan,penyimpanan dan pemeriksaan mutu.

a. Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain

tergantung pada:

1. Bagian tanaman yang digunakan

2. Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen


12

3. Waktu panen

4. Lingkungan tempat tumbuh

b. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan

asing lainnya dari bahan simplisia.

c. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang

melekat pada bahan simplisia. Cara pencucian sangat mempengaruhi jenis dan

jumlah mikroba awal simplisia.

d. Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan bahan

simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan

penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi

dijemur dalam keadaan utuh salama 1 hari.

e. Pengeringan

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah

rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan

mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah

penurunan mutu atau perusakan simplisia.

f. Sortasi kering

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan

simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-

bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang


13

masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum

simplisia dibungkus untuk kemudian dibungkus.

g. Pengepakan dan penyimpanan

Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor

luar dan dalam, antara lain:

1. Cahaya: sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan

perubahan kimia pada simplisia.

2. Oksigen udara: senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami

perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi dan

perubahan ini dapat berpengaruh pada bentuk simplisia.

3. Reaksi kimia intern: perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat

disebabkan oleh reaksi kimia intern.

4. Dehidrasi : apabila kelembapan luar lebih rendah dari simplisia, maka

simplisia secara perlahan-lahan akan kehilangan sebagian airnya sehingga

makin lama makin mengecil (kisut).

5. Penyerapan Air: simplisia yang higroskopis, misalnya agar-agar, bila

disimpan dalam wadah yang terbuka akan menyerap lengas udara sehingga

menjadi kempal, basah atau mencair.

6. Pengotoran : pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai

sumber, misalnya debu atau pasir, eksresi hewan, bahan-bahan asing, dan

fragmen wadah.

7. Serangga : serangga dapat menimbulkan kerusakan dan pengotoran pada

simplisia, baik oleh bentuk mudanya maupun oleh bentuk dewasanya.


14

8. Kapang : bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia dapat

berkapang. Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan

simplisia, tetapi juga akan merusak susunan kimia zat yang dikandung.

h. Pemeriksaan mutu

Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau

pembeliannya dari pengumpil atau pedagang simplisia (10).

II.3 Karakterisasi Simplisia

Karakterisasi suatu simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang

akan digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang

tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Media

Indonesia). Sedangkan sebagai produk yang langsung dikonsumsi (serbuk jamu

dsb). Masih harus memenuhi persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan

peraturan yang berlaku (11). Karakterisasi simplisia meliputi uji mikroskopik, uji

makroskopik, dan identifikasi simplisia (12).

II.3.1 Uji Makroskopik

Uji makroskopik bertujuan untuk menentukan ciri khas simplisia dengan

pengamatan secara langsung berdasarkan bentuk simplisia dan ciri-ciri

organoleptik simplisia (12).

II.3.2 Uji Mikroskopik

Uji makroskopik bertujuan untuk menentukan ciri khas simplisia dengan

pengamatan secara langsung berdasarkan bentuk simplisia dan ciri-ciri

organoleptik simplisia (12). Uji mikroskopik mencakup pengamatan terhadap


15

bagian simplisia dan fragmen dalam bentuk sel, isi sel atau jaringan tanaman

serbuk simplisia yang dilakukan pengamatan dibawah mikroskop (12).

II.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari

jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-

bahan dikeringkan terlebih dahulu dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu

(13). Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan

massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi

baku yang telah ditetapkan (13).

Metode Ekstraksi

Metode ekstraksi salah satu tahap awal yang penting dalam suatu proses

penarikan senyawa aktif dari tumbuhan dan biasanya dipilih dari beberapa faktor,

seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuain dengan macam-macam

metode ekstraksi dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati

sempurna dari obat (13).

Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu :

a. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi yang dilakukan dengan cara

merendam seluruh bagian serbuk simplisia di dalam wadah tertutup


16

dengan pelarut tertentu, kemudian didiamkan pada suhu kamar selama

minimal 3 hari dengan sering diaduk hingga simplisia terlarut (13).

2. Perkolasi

Perkolasi merupakan metode ekstraksi yang mirip dengan cara maserasi

namun maserasinya dilakukan secara bertahap dengan menggunakan alat

khusus berbentuk silindris atau kerucut (perkolator). Pelarut pada

perkolasi akan mengalir turun melintasi simplisia yang umumnya

berbentuk serbuk kasar. Perkolat yang diperoleh kemudian dikumpulkan

lalu dipekatkan (13). Metode ini memiliki kelebihan yaitu didapatkannya

ekstraksi total karena prinsipnya seperti maserasi berulang sedangkan

maserasi hanya dilakukan sekali sampai terjadi penjenuhan antara pelarut

dengan cairan di dalam sel.

b. Cara panas

1. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru dan

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

berlanjut dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik (13).

2. Refluks

Refluks adalah ekstrasi dengan pelarut pada temperatur titik didih, selama

waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya perbandingan balik. Umumnya dilakukan proses pengulangan pada


17

residu pertama sebanyak 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi

yang sempurna (13).

3. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air yang pada temperatur penangas

air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96o-98°C) selama waktu tertentu (15- 20 menit) (13).

4. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan adanya pengadukan berlanjut)

pada temperature yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar).

Biasanya pada suhu antara 40° – 50° C (13).

II.5 Metabolit Sekunder

a. Alkaloida

Alkaloid merupakan golongan senyawa yang mengandung nitrogen

aromatik dan paling banyak ditemukan di alam. Hampir semua alkaloid yang

ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat

beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Kandungan

alkaloid dalam setiap tumbuhan adalah 5-10% dan efek yang ditimbulkan hanya

dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan berbeda-beda sesuai kondisi

lingkungannya dan alkaloid umumnya tersebar di seluruh bagian tumbuhan.

Alkaloid dipakai sebagai antitumor, antipiretik (penurun demam), anti nyeri

(analgesik), memacu sitem saraf, menaikkan dan menurunkan tekanan darah dan

melawaan infeksi mikrobia (14).


18

b. Flavonoida

Flavanoid mempunyai sifat yang khas yaitu bau yang sangat tajam,

Sebagian besar flavonoid merupakan pigmen berwana kuning, dapat larut dalam

air dan pelarut organik dan mudah terurai pada temperatur tinggi. flavanoid

mempunyai banyak manfaat, diantaranya sebagai antioksidan, antimutagenik,

antitumor, dan vasodilator. Antioksidan pada flvanoid berperan mencegah

kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh radikal bebas sehingga flavanoid dapat

digunakan untuk mengendalikan sejumlah penyakit pada manusia (14).

c. Glikosida

Glikosida adalah suatu senyawa bila di hidrolisis akan terurai menjadi gula

(glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Glikosida yang gulanya berupa

glukosa adalah glukosida. Glikosida di bedakan menjadi α-glikosida dan

βglikosida. Pada tanaman, glikosida biasanya terdapat dalam bentuk beta.

Pembagian glikosida paling banyak berdasarkan aglikonnya. Umumnya glikosida

mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam

memerlukan panas dan hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas (14).

d. Tanin

Tanin adalah zat-zat penciut (adstringensia) yang berfungsi menciutkan

selaput lendir usus dan mengecilkan pori sehingga akan menghambat sekresi

cairan dan elektrolit yang di perkirakan dapat menghalangi penyerapan kuman

dan toksin sekaligus mengurangi pengeluaran cairan berlebihan. Tanin terdapat

luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam

jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksidengan protein


19

membentuk kopolimer mantap yang larut dalam air. Golongan tanin dalam

makanan dan tanaman memberikan rasa kesat dan pahit. Golongan ini terdiri atas

senyawa polifenol larut-air, yang dapat memiliki bobot molekul berat (14).

e. Saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dapat menimbulkan

busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah, dapat

menyebabkan haemolisis sel darah merah. Beberapa saponin bekerja sebagai

antimikroba. Keberadaan saponin sangat mudah di tandai dengan pembentukan

larutan koloidal dengan air apabila di kocok menimbulkan buih yang stabil.

Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau pada

waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan terpercaya akan adanya saponin

(14).

f. Steroida/triterpenoida

Steroida adalah triterpenoida yang kerangka dasarnya cincin siklopentana

perhidrofenantren. Uji yang biasa di gunakan adalah reaksi Liebermann-Burchard

yang dengan kebanyakan steroida dan triterpenoida memberikan warna hijau-biru.

Saponin dan glikosida jantung merupakan triterpenoida dan steroida yang

terutama terdapat sebagai glikosida, terpenoid mengandung banyak komponen

aktif obat alami yang dapat digunakan sebagai penyembuh penyakit diabetes dan

malaria (14).
20

II.6 Pelarut

Pelarut pada umumnya adalah zat yang berada pada larutan dalam jumlah

yang besar, sedangkan zat lainnya dianggap sebagai zat terlarut. Pelarut

berdasarkan kepolaranya terdiri atas:

a. Pelarut polar

Pelarut polar adalah senyawa yang memiliki rumus umum ROH dan

menunjukkan adanya atom hidrogen yang menyerang atom elektronegatifan

(oksigen). Contoh dari pelarut polar adalah asam asetat, etanol, metanol, dan

air. Etanol dapat melarutkan zat-zat tertentu seperti alakoloida, glikosida,

damar-damar, minyak atsiri.Etanol dapat menghambat kerja enzim (15).

b. Pelarut Semi Polar

c. Pelarut semi polar adalah pelarut yang memiliki molekulyang tidak

mengandung ikatan O-H.Contoh pelarut semi polar adalah aseton, etil asetat,

DMSO dan dikloro metan (15).

d. Pelarut Non Polar

Pelarut non polar merupakan senyawa yang memiliki konstanta dielektrik

yang rendah dan tidak larut dalam air. Pelarut ini baik digunakan untuk

menarik senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam pelarut polar

seperti minyak. Contoh pelarut non polar adalah heksana, kloroform dan eter

(15).

Pemilihan pelarut organik yang akan digunakan dalam ekstraksi

komponen aktif merupakan faktor penting dan menentukan untuk mencapai

tujuan dan sasaran ekstraksi komponen. Tabel 2.1 menunjukkan sifat fisik
21

beberapa jenis pelarut organik yang dapat digunakan untuk ekstraksi. Semakin

tinggi nilai konstanta dielektrik, titik didih dan kelarutan dalam air, maka pelarut

akan bersifat makin polar (15).

Tabel 2.1 Sifat fisik pelarut

Konstanta
Pelarut Titik didih (⁰C) Titik beku (⁰C) dielektrik
(Dehye)
n-heksana 69 -94 1,89

Sumber: Nur dan Adijuwana tahun 1989 dan Sudarmadji, et al tahun 2007 (15).

Pelarut yang digunakan pada penelitian ini yaitu n-heksan.Pelarut tersebut

memiliki titik didih yang cukup rendah, pelarut dapat mudah diuapkan tanpa

menggunakan suhu yang tinggi, bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan

komponen lain, dapat melarutkan senyawa yang sesuai dengan cukup cepat serta

memiliki harga yang terjangkau, selektivitas, pelarut tidak larut dalam air (16).

II.7 Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab

kematian secara global. Indonesia menempati peringkat 10 besar Negara dengan

angka penderita diabetes terbanyak dengan jumlah 10,3 juta atau 8,9-11,1%

penduduk umur 20-79 tahun menderita diabetes. Jumlah tersebut diperkirakan

meningkat pada tahun 2045 menjadi 16,7 juta atau 14,6-18,2 penduduk umur 20-

79 tahun menderita diabetes (17).

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik yang ditandai dengan

peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia). Hal ini dihubungkan


22

dengan keadaan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin (sensitivitas) atau keduanya, dari

faktor genetik serta faktor lingkungan dan mengakibatkan komplikasi kronis

termasuk mikrovaskuler, makrovaskuler dan neuropati kronis (18).

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan

kadar glukosa darah dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein

yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan

atau sekresi insulin (17). Diabetes mellitus terbagi atas diabetes tipe 1, diabetes

tipe 2, diabetes gestational, diabetes tipe lain, dan pradiabetes (17). Diabetes

mellitus tipe2 merupakan tipe diabetes yang paling sering terjadi, dimana 87-91%

kasus diabetes merupakan diabetes mellitus tipe2 (17). Diabetes mellitus tipe 2

merupakan tipe diabetes yang terjadi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau

tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai

resistensi insulin, dimana resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas

(17 ). Obesitas merupakan salah satu faktor risiko penyakit Diabetes tipe 2 yang

disebabkan karena perubahan gaya hidup masyarakat yang suka mengkonsumsi

makanan tinggi lemak dan fruktosa yang tidak diimbangi dengan aktivitas fisik

yang cukup (17).

b.7.1 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes melitus meliputi :

a. Diabetes Melitus tipe 1

Biasa disebut juga Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) adalah

penyakit kelainan autoimun yang menyebabkan kerusakan pada sel β-pankreas,


23

selain itu kerusakan sel β-pankreas disebabkan karena proses idiopatik, namun hal

ini jarang terjadi. Proses autoimun diperantai oleh makrofag dan sel limfosit T

dengan autoantibodi yang bersirkulasi terhadap antigen sel β (18).

b. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2, yaitu Non Insulin Dependent Diabetes Melitus

(NIDDM) ditandai oleh resistensi insulin dan berkurangnya sekresi insulin, yang

akan semakin berkurang sekresinya dari waktu ke waktu. Sebagian besar pasien

Diabetes tipe 2 memperlihatkan obesitas abdomen, yang mana abesitas abdomen

itu sendiri mengakibatkan resistensi insulin (18).

c. Diabetes Melitus Gestasional (GDM)

Diabetes Melitus Gestasional digambarkan sebagai intoleransi glukosa

yang dikenali selama masa kehamilan.Diabetes gestasional berada ± 7% dari

keseluruhan kehamilan (18).

d. Diabetes tipe spesifik lain

Diabetes tipe lain yang terjadi yaitu diabetes melitus yang disebabkan

penyakit lain, seperti kelainan endokrin atau pancreas akibat penggunaan obat lain

(18).

b.7.2 Faktor Resiko Penyebab Diabetes Melitus:

a. Obesitas (kegemukan)

b. Hipertensi

c. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus Seorang yang menderita Diabetes

Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.


24

d. Umur Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes

Mellitus adalah > 45 tahun.

e. Alkohol dan Rokok Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan

dengan peningkatan frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan

peningkatan ini dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan

pengurangan ketidak aktifan fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan

dengan perubahan dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat-

baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan

rokok, juga berperan dalam peningkatan DM tipe 2. Alkohol akan

menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita DM,

sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan

darah (19).

b.7.3 Diagnosis

a. Diabetes Melitus

Diagnosis DM terbagi dalam 2 kategori. Pertama, apabila seseorang

mengalami gejala-gejala DM, maka diagnosis DM dapat dilakukan dengan

memeriksa kadar glukosa darah. Kedua, apabila tidak ditemukan gejala-gejala

DM, maka akan dilakukan pemeriksaan penyaring (20).

b. Diagnosis komplikasi DM

Komplikasi akut seperti hipoglikemika dan ketoasidosis merupakan

keadaan gawat darurat yang sering kali terjadi pada perjalanan penyakit

penyandang DM ( ). Oleh karena itu, pengenalan tanda-tandanya perlu dikaukan

dari dini. Kadar glukosa yang tetap tinggi, juga akan menjadi penyulit pada
25

berbagai organ tubuh pada penyandang DM, seperti: pembuluh darah otak, mata,

jantung, ginjal, kaki; stroke; jntung koroner; kebutaan; ginjal kronik; dan luka

yang sulit untuk disembuhkan (20).

b.7.4 Manajemen Pengobatan

a. Terapi Non-Farmakologi

1. Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai

bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting

dari pengelolaan DM secara holistik. Prinsip yang perlu diperhatikan pada

proses edukasi DM yaitu dengan memberikan dukungan dan nasehat yang

positif serta hindari terjadinya kecemasan. Memberikan informasi secara

bertahap dimulai dengan memberikan informasi yang sederhana dan

dengan cara yang mudah dimengerti, melakukan pendekatan untuk

mengatasi masalah dengan melalui simulasi, mendiskusikan program

pengobatan secara terbuka perhatikan keinginan pasien dan berikan

pejelasan sederhana dan lengkap. Serta dengan melakukan kompromi dan

negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima (21).

2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari penatalaksanaan

Diabetes Tipe 2 secara komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah

keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas

kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya) guna mencapa terapi
26

nutrisi medis sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap

penyandang (21).

3. Latihan jasmani

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM Tipe 2

apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegatan jasmani sehari-hari dan

latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali peminggu

selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Latihan

jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat

badan dan meningkatkan sensitifitas insulin (21).

b. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan

latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari bentuk

suntikan (insulin) dan obat oral.

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh

sel beta pancreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan

berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonylurea pada pasien dengan risiko

tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal) (21).

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonylurea, dengan

penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri

dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivate asam benzoat) dan Neteglinid

(derivate fenilanin) (21).


27

3. Metformin

Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati, dan

memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan

pilihan pertama pada sebagian kasus DM Tipe 2 (21).

4. Tiazolidindion (TZD)

Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated

Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain

di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan

resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,

sehinga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer (21).

5. Penghambat Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbs glukosa dalam usus halus,

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

Contoh obat pada golongan ini adalah Acarbose (22).

6. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan ini penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV

sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi

dalam bentuk aktif. Aktifitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan

menekan sekresi glucagon bergantung kadar glukosa darah (glucose

dependent). Contoh golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin (21).

7. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)


28

Obat golongan ini penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes jenis

baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal

dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang

termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapaglifozin,

Ipragliflozin (21).

8. Terapi dengan Insulin

Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam merespon

glukosa. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam

pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport

glukosa dari darah ke dalam sel. Macam-macam sediaan insulin, antara lain:

Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin), insulin kerja pendek (Short-acting

insulin), insulin kerja menengah (Intermeidate-acting insulin), insulin kerja

panjang (Long-acting insulin), insulin kerja Panjang (Ultra long-acting

insulin), insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja

cepat dengan menengah (Premixed insulin) (21).

II.8 Glibenklamid

II.8.1 Mekanisme Kerja Glibenklamid

Mekanisme kerja Obat glibenklamid merupakan OHO golongan

sulfonilurea yang hanya digunakan untuk mengobati penderita dengan DM tipe II

(23). Obat golongan ini menstimulasi sel β pankreas untuk melepaskan insulin

yang tersimpan. Mekanisme kerja obat golongan ini dengan cara menstimulasi

pelepasan insulin yang tersimpan dan meningkatkan sekresi insulin akibat


29

rangsangan glukosa (23). Obat ini cepat diserap dalam saluran pencernaan dan

memiliki waktu paruh sekitar 4 jam (23).

II.8.2 Efek Samping Glibenlamid

Efek samping dari obat glibenklamid adalah mual, diare, sakit perut,

hipersekrei asam lambung dan efek samping di daerah jantung, gejala di susunan

saraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia, gejala Hermatologi berupa

leukopenia dan agranulositosis, gejala hipertiroidisme dan gejala ikhterus

obstruktif. Hipoglikemia dapat terjadi bila dosis tidak tepat, dan terjadi gangguan

hati atau ginjal (23).

II.9 Aloksan

Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural adalah derivat

pirimidin sederhana. Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan pada larutan

encer.

Pengaruh aloksan terhadap kerusakan sel beta pankreas:

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi

diabetes pada binatang percobaan. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat

untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang

percobaan. Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal, atau

subkutan pada binatang percobaan. Aloksan dapat menyebabkan DM tergantung

insulin pada binatang tersebut (aloksan diabetes) dengan karakteristik mirip

dengan DM tipe 1 dan DM tipe 2 pada manusia. Aloksan bersifat toksik selektif

terhadap sel beta pankreas yang memproduksi insulin karena terakumulasinya


30

aloksan secara khusus melalui transporter glukosa yaitu GLUT2. Tingginya 23

konsentrasi aloksan tidak mempunyai pengaruh pada jaringan percobaan lainnya

(24).

II.10 Pankreas

Pankreas adalah organ majemuk, campuran kelenjar endokrin dan

eksokrin strukturnya mirip dengan kelenjar parotis. Namun berbeda dengan

kelenjar parotis yang saluran keluarnya menempel pada tepi asinus, pankreas

merupakan asinus serous murni dengan sel-sel sentro acinus pada tengah asinus,

karena duktus intralobularis mulainya ditangah-tengah asinus (25).

II.11 Insulin

Insulin merupakan hormon yang berperan penting dalam mekanisme

penyakit diabetes mellitus dan memiliki peran secara langsung maupun tidak

langsung dalam proses biokimia didalam tubuh.Insulin adalah hormon yang

dihasilkan oleh sel β pada pulau Langer hans di pankreas. Kerja utama dari

hormon ini adalah meningkatkan pengambilan glukosa darah ke dalam jaringan

dan disimpan sebagai glikogen atau lipid (25).

II.12 Hewan Uji

Percobaan ini menggunakan tikus putih jantan sebagai binatang

percobaan karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih

stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan

seperti pada tikus betina.Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan


31

metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil di

banding tikus betina (24).

II.12.1 Sistematika Hewan Percobaan

Tikus putih dalam sistematika hewan percobaan diklasifikasikan sebagai

berikut:

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Classis : Mammalia

Subclassis : Placentalia

Ordo : Rodentia

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

II.12.2 Karakteristik Utama Hewan Percobaan

Tikus putih merupakan salah satu hewan yang cerdas dan relatif resisten

terhadap infeksi. Sifatnya yang fotofobik dan cenderung berkumpul sama halnya

seperti mencit. Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya.

Tikus di pilih karena tidak dapat muntah karena struktur anatominya yang tidak

biasa di tempat esofagus bermuara kedalam lubang dan tikus tidak mempunyai

kandungan empedu (24).

II.12.3 Pengambilan Darah Hewan Percobaan


32

Pengambilan darah dengan volume yang sedikit dapat dilakukan dengan

memotong ujung ekor, namun cara ini tidak baik untuk pengambilan berulang.

Pengambilan dari vena lateralis ekor, namun cara ini sukar dilakukan karena

jarum intradermal kecil sekali. Seringkali dengan jarum sekecil ini darah dalam

jarum menjendal sebelum diperoleh banyak darah.Pengambilan darah dengan

volume yang cukup banyak dilakukan melalui sinus orbitalis. Cara lain adalah

dengan mengambil nya dari jantung, cara ini sukar, membutuhkan banyak waktu

dan membutuhkan anastesi. Pengambilan darah melalui vena saphena atau vena

jugelaris di leher, namun tidak lazim dipakai (24).


BAB III

METODE PENELITIAN

c.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini bersifat eksperimental. Dengan cara mengamati kadar

glukosa darah pada tikus putih jantan yang di induksi dengan aloksan sebelum dan

sesudah diberikan ekstrak n-heksan terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum

Schrader & Wendland). Pengamatan perubahan histopatologi pankreas.

c.2 Tempat dan Waktu Penelitian

c.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi

Fakultas Farmasi Universitas Sumatra Utara dan Laboratorium Fakultas Farmasi

Institut Kesehatan Helvetia.

c.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan mulai bulan November-Desember 2020.

c.2.3 Tempat Pengambilan Sampel

Tempat pengambilan sampel di Sidikalang Kabupaten Dairi, Kecamatan

Sitinjo. Diambil secara purposive sampling menggunakan teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan tertentu.

c.3 Alat dan Bahan

c.3.1 Alat

Gelas ukur (pyrex), tabung reaksi (pyrex), batang pengaduk, pipet tetes,

blender, kertas saring, rotary evaporator (Heidolp), timbangan analitik, alat

33
34

injeksi, sonde oral, siring 1 dan 2 ml, mortir, alu, glucometer (Easy Touch), stick

test glukosa darah(Auto check), objek glass, dek glass, oven, mikroskop,

timbangan tikus, toples, gunting, erlemeyer, kaca preparat.

c.3.2 Bahan

Buah terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland),

aloksan monohidrat (Sigma), glibenklamid, N-heksan, NaCl, Carbosi Metil

Cellulose (CMC) 0,5% , formalin 10%, xylene, hematoksilin dan eosin.

c.4 Sampel

Sampel penelitian ini adalah ekstrak n-heksan buah terung bulat hijau

(Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland). Banyak nya sampel tikus

ditentukan berdasarkan panduan penelitian WHO yaitu minimal 5 ekor tikus

perkelompok, dimana setiap kelompok digunakan 5 ekor tikus. Jadi jumlah tikus

yang diperlukan adalah 25 ekor tikus putih jantan.

c.5 Tahap Penelitian

c.5.1 Determinasi Tanaman Terung Hijau Bulat

Tahap awal pada penelitian ini adalah determinasi tanaman terong bulat

hijau. Tujuan determinasi ini adalah untuk menetapkan kebenaran sampel dalam

penelitian ini terhadap keputusan dengan cara mencocokkan ciri-ciri morfologis

tanaman pada pustaka dan dibuktikan di laboratorium Universitas Sumatra Utara.


35

c.6 Prosedur Kerja

c.6.1 Pembuatan Simplisia

Buah terong bulat hijau disortasi basah kemudian dicuci menggunakan air

bersih yang mengalir atau bak bertingkat kemudian ditiriskan, hal ini bertujuan

untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada buah terong bulat hijau,

kemudian ditimbang sebayak 15 kg untuk mengetahui berat basah. Buah terung

bulat hijau yang sudah dibersihkan dilakukan perajangan kemudian dikeringkan

dengan cara menggunakan oven pada suhu 40˚C selama 24 jam dengan tujuan

untuk mengurangi kadar air sehingga mencegah terjadinya pembusukan oleh

mikroorganisme seperti bakteri, selain itu bahan yang sudah dikeringkan

kemudian dihaluskan menggunakan belender sampai menjadi serbuk (26).

c.6.2 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik serbuk simplisia buah terung bulat hijau dengan

mengamati warna, bau, rasa, dan bentuk.

c.6.3 Pemeriksaan Mikroskopik

Serbuk simplisia ditaburkan di atas objek glass yang telah di tetesi dengan

larutan kloralhidrat dan tutup dengan kaca dek glass, kemudian di amati di bawah

c.6.4 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri. Masukkan

kurang dari 10 g zat dan timbang saksama dalam wadah yang ditara. Keringkan

pada suhu 105 ⁰C selama 5 jam dan timbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang

pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara dua penimbangan berturut-turut tidak

lebih dari 0,25% (27).


36

c.6.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 100 ml) dalam labu bersumbat

sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan 18 jam.

Disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang

berdasar rata kemudian sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap.

Kadar persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara (27).

c.6.6 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama

24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok

selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan 18 jam. Disaring, 20 ml filtrat

diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata kemudian sisa

dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar persen sari yang larut

dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (27).

c.6.7 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g sampai 5 g zat yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam kurs porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Kurs dipijar perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian didinginkan

dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap

bahan yang telah dikeringkan di udara (27).


37

c.6.8 Penetapan Abu Tidak Larut Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan

dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam

asam dikumpulkan, disaring melalui kertas, dipijar hingga bobot tetap kemudian

didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap

bahan yang telah dikeringkan di udara.

c.7 Pembuatan Ekstrak

Ekstraksi kulit buah terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum

Schrader&Wendland) dilakukan dengan menambahkan N-heksan. sebanyak 750

gram serbuk simplisia terung bulat (Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland)

dimasukkan ke dalam bejana kemudian ditambah 3750 ml etanol, ditutup dan

dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, dengan pengadukan sekali sehari.

setelah 5 hari kemudian disaring menggunakan kertas saring dan didapatkan

maserat pertama. Ampas ditambahkan dengan 2250 ml N-heksan dibiarkan

kedalam bejana yang tertutup dan terlindungi dari cahaya selama 2 hari kemudian

disaring kembali menggunakan keras saring dan menghasilkan maserat 2, maserat

1 dan 2 dicampurkan dan kemudian dievaporasi dengan alat rotary evaporator

(Heidolp) pada suhu 40 ⁰C, untuk menguapkan pelarut sehingga di peroleh

ekstrak kental buah terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum Schrader &

Wendland) (28).
38

c.8 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dari serbuk simplisia meliputi pemeriksaan kandungan

zat aktif senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, glikosida,

steroid/triterpenoid

c.8.1 Pemeriksaan Alkaloid

Ditimbang 0,5 gram sampel, di tambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml

air suling, di panaskan di atas penangas air selama 2 menit, di dinginkan dan di

saring. Filtrat di pakai untuk percobaan berikut :

1. Filtrat sebanyak 3 tetes, lalu di tambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan

terbentuk endapan berwarna putih/kuning.

2. Filtrat sebanyak 3 tetes, lalu di tambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan

terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman.

3. Filtrat sebanyak 3 tetes, lalu di tambahkan 2 tetes pereaksi Dragendrof

menghasilkan endapan merah bata.

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau ke keruhan paling sedikit 2 atau

3 percobaan di atas (29).

c.8.2 Pemeriksaan Flavonoid

Ditambahkan 10 gram serbuk simplisia, ditambahkan 100 ml air panas lalu

campurkan.Kemudian didihkan selama 5 menit, lalu di saring ketika panas. 5 ml

filtrat yang diperoleh di tambahkan 0,1 gram serbuk Mg, 1 ml HCL pekat dan 2

ml amil alkohol, dikocok dan di biarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi

warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alcohol (29).


39

c.8.3 Pemeriksaan Saponin

Dimasukkan 0,5 gram sampel ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml

air panas dan di saring. Larutan atau filtrat nya di ambil lalu masukkan ke dalam

tabung reaksi, kemudian di kocok kuat-kuat selam 10 detik, jika terbentuk buih

yang stabil pada tabung reaksi selama tidak kurang dari 10 menit dengan tinggi

buih yang stabil pada tabung reaksi selama tidak kurang dari 10 menit dengan

tinggi buih 1-10 cm serta dengan penambahan beberapa tetes asam klorida 2 N

buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (29).

c.8.4 Pemeriksaan Tannin

Ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 g, didihkan selama 3 menit dalam air

suling lalu didinginkan dan disaring. Filtrat kemudian ditambahkan 1-2 tetes

pereaksi FeCl3 1%. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya

tannin (29).

c.8.5 Pemeriksaan Glikosida

Pemeriksaan glikosida dilakukan dengan pereaksi Liberman-Burchard,

pereaksi Molish, periksa Fehling A dan Fehling B. Ekstrak dilarutkan dengan

pelarut methanol, diuapkan diatas penangas air selama 2 menit kemudian di

dinginkan. Lalu diambil tiga tabung reaksi yang akan digunakan sebagai sampel,

tabung pertama ditambahkan pereaksi Liberman-Burchard, terjadi warna biru atau

hijau yang menunjukkan adanya glikosida. Tabung kedua ditambahkan pereaksi

Molish. Ditambahkan dengan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat, terbentuk cincin

berwarna ungu pada batas cairan menunjukkan adanya ikatan gula. Tabung ketiga
40

ditambahkan larutan Fehling A dan Fehling B, kemudian dipanaskan terbentuk

endapan berwarna merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi (29).

c.8.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 g, ditambahkan kloroform, kemudian

dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, disaring kemudian ditetesi dengan

Liberman-Burchard, apabila terjadi warna hijau kebiruan maka positif (29).

c.9 Pengaplikasian Ekstrak Terung Bulat Hijau

Pengaplikasian ekstrak dengan cara sebagai berikut:

1. Ekstrak terung bulat hijau diberikan secara peroral satu kali sehari setelah 2

hari pemberian induksi aloksan.

2. Pada kelompok I diberikan Na CMC 0,5%

3. Pada kelompok II deiberikan glibenklamid 50mg/70 kg BB

4. Pada kelompok III diberikan ekstrak etanol terung bulat hijau 50 mg/kg BB

5. Pada kelompok IV diberikan ekstrak etanol terung bulat hijau 100 mg/kg BB

6. Pada kelompok V diberikan ekstrak etanol terung bulat hijau 200 mg/kg BB.

c.10 Penetapan Dosis

3.10.1 Dosis Glibenklamid

Dosis terapi glibenklamid pada manusia adalah 5mg/70 kgBB. Faktor

konverensi ke tikus untuk berat badan 200 g adalah 0,018. Jadi dosis yang

diberikan untuk tikus dengan berat badan 200 g bisa diketahui melalui

perhitungan konversi dosis.


41

3.10.2 Dosis Aloksan

Dosis aloksan yang diberikan secara injeksi intraperitoneal adalah

150mg/kg BB. Untuk berat badan tikus 200g adalah 27 mg (30).

c.11 Pembuatan Larutan Uji

c.11.1 Larutan CMC-Na 0,5%

Larutan CMC-Na konsentrasi 0,5% dibuat dengan cara melarutkan 0,5 g

CMC-Na sedikit demi sedikit dalam aquadest panas sambil diaduk pada volume

100 mL air suling.

c.11.2 Larutan Aloksan Monohidrat

Larutan aloksan monohidrat konsentrasi 5% dibuat dengan cara

melarutkan 5 g monohidrat dalam larutan NaCl pada volume 100 mL.

c.11.3 Pembuatan Suspensi Glibenklamid 0,01 %

Ditimbang 10 mg glibenklamid, dimasukkan ke dalam mortir yang berisi

mucilago CMC-Na. Selanjutnya, digerus sambil ditambahkan air aquadest sampai

volume 100 mL, sehingga diperoleh konsentrasi 0,1 mg/mL. Suspensi

glibenklamid digunakan sebagai kontrol positif.

c.11.4 Pembuatan Suspensi Ekstrak N-heksan Terung Bulat Hijau 1%

Ditimbang ekstrak etanol terung bulat hijau 1 gram, dimasukkan kedalam

mortir. Kemudian ditambahkan mucilago CMC-Na 0,5% ad 100 mL dan diaduk

sampai homogen (30).


42

c.12 Pembuatan Preparat Histologi Pankreas Tikus Uji

Pembuatan preparat histologi pankreas tikus dilakukan dengan langkah

sebagai berikut : tahap fiksasi yaitu pankreas difiksasi pada larutan formalin 10%

selama 1 jam, diulang sebanyak 2 kali pada larutan formalin 10% yang berbeda.

Pankreas yang telah difiksasi kemudian didehidrasi pada larutan etanol absolut

masing-masing selama 1 jam, sebanyak 2 kali. Pankreas yang telah didehidrasi

kemudian di clearing dengan larutan xylene. Selanjutnya pankreas diembedding

dan dilakukan pemotongan, kemudian diwarnai dengan hematoksilin eosin

(perwarnaan HE). Setelah pewarnaan, preparat ditutup cover glass yang

direkatkan dengan entelan. Selanjutnya preparat histologi diamati dengan

menggunakan mikroskop untuk menghitung tingkat kerusakan pankreas (31).

c.13 Kriteria Pengamatan Perubahan Histologi Pankreas

Pengamatan perubahan histologi struktur pulau langerhans (degenerasi dan

nekrosis) dilakukan secara deskriptif pada satu potongan jaringan dari setiap

pankreas tikus uji. Pengamatan dilakukan pada 5 lapang pandang yang dipilih

secara acak.

c.14 Pengelolaan dan Analisa Data

Analisa hasil kadar gula darah yang diperoleh dianalisis dengan

menggunakan uji ANOVA satu arah untuk mengetahui pemberian ekstrak etanol

terung bulat hijau (solanum xanthocarpum) terhadap tikus jantan yang diinduksi

aloksan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman terong bulat hijau dilakukan di Herbarium Medanese

(MEDA) Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara dan menunjukkan bahwa

tanaman yang digunakan sebagai objek penelitian adalah terong bulat hijau

(Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland) family Solanaceae. Hasil

determinasi dapat dilihat pada (lampiran 2) halaman.

4.1.2 Karakteristik

4.1.2.1 Pemeriksaan Makroskopik Buah Terung Bulat Hijau

Hasil pemeriksaan makroskopik buah terung hijau dapat dilihat pada tabel

4.1. berikut ini.

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Makroskopik Buah Terung Bulat Hijau

Pemeriksaan Buah Terung Bulat Hijau

Bentuk Bulat

Ukuran Panjang bervariasi ± 4 cm dan

Diameter ± 2 cm

Warna Hijaun dengan guratan putih kekuningan

Bau Bau khas terung bulat hijau

Rasa Manis

Serbuk simplisia Berwarna kuning kecoklatan

43
44

4.1.2.2 Pengamatan Mikroskop Buah Terung Bulat Hijau

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan menggunakan serbuk

simplisia terong bulat hijau yang diletakkan di atas objek glass dan ditambahkan

kloral hidrat untuk dilihat di bawah mikroskop. Hasil pemeriksaan mikroskopik

yang diperoleh yaitu terdapat jaringan parenkim, xylem bentuk tangga dan

sclereid atau sel batu. Hasil pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat pada (lampiran

10) halaman

4.1.2.3 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia terhadap buah terung bulat hijau,

diketahui dapat memenuhi syarat dan ketentuan seperti yang terlihat pada tabel

4.2 berikut :

Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Penetapan Buah Terung Bulat Hijau

Penetapan kadar air 7,61%

Penetapan kadar sari larut air 27,7 %

Penetapan kadar sari larut dalam etanol 25,4 %

Penetapan kadar abu total 8%

Penetapan kadar abu tidak larut asam 1,8 %

Perhitungan dari pemeriksaan karakteristik buah terong bulat hijau dapat

dilihat pada (lampiran 12) halaman

4.1.3 Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan secara maserasi dari simplisia kering sebanyak 750

gram dan esktrak yang dihasilkan sebanyak 19,8 gram dengan hasil randemen
45

sebesar 2,64%. Hasil randemen simplisia dan ekstrak dapat dilihat pada tabel 4.3

di bawah ini dan perhitungan randemen dapat dilihat pada (lampiran 13) halaman

Tabel 4.3. Hasil Randemen Simplisia dan Ekstrak

Berat Basah Berat Kering Susut Pengeringan Randemen

15 kg 750 gram 95 % 2,64 %

4.1.4 Skrining Fitokimia

Hasil pemeriksaan skrining fitokimia yang dilakukan terhadap buah terong

bulat hijau dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4. Hasil skrining fitokimia ekstrak n-heksan terong bulat hijau

Penetapan Hasil
Alkaloid -
Flavonoid -
Glikosida -
Saponin -
Tannin -
Steroid/Terpenoid +

Keterangan : (+) : Mengandung golongan senyawa


(-) : Tidak mengandung golongan senyawa

Dari tabel 4.4 di atas dapat dilihat ekstrak n-heksan terong bulat hijau

mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu steroid/terpenoid dan tidak

mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin dan tannin.

4.1.5 Hasil Pengukuran Kadar Gula Darah

4.1.5.1 Pengamatan penurunan kadar gula darah tikus setelah induksi.

Hasil pengamatan peningkatan kadar gula darah setelah induksi dapat

dilihat pada tabel 4.5 dan grafik 4.1 berikut.


46

Tabel 4.5 Kadar rata-rata KGD tikus setelah pemberian induksi.

Rata-Rata KGD (mg/dL) ± SD


KGD Setelah
No Kelompok KGD Puasa
Diinduksi
1 Kontrol (-) 87,6 ± 6,15 355,4 ± 31,01
2 Kontrol (+) 95,2 ± 9,01 363,8 ± 14,27
3 ENHTBH dosis 50 mg/kgBB 81,6 ± 8,65 337,2 ± 69,07
4 ENHTBH dosis 100 mg/kgBB 86,4 ± 11,15 377,6 ± 72,55
5 ENHTBH dosis 200 mg/kgBB 85,8 ± 9,63 393,2 ± 68,66

450
400
350
Rata-Rata KGD mg/dL

300
250
200
150 KGD Puasa
100 KGD Induksi
50
0
Negatif Positif 50 mg/kg 100 mg/kg 200 mg/kg
bb bb bb

Kelompok

Gambar 4.1. Grafik rata-rata KGD setelah pemberian induksi.

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat dilihat terjadi kenaikan kadar gula

darah pada tikus setelah diinduksi dengan aloksan. Pada kelompok kontrol negatif

terjadi peningkatan dengan nilai rata-rata KGD sebesar 355,4 mg/dL, kelompok

positif nilai rata-rata KGD sebesar 363,8 mg/dL, kelompok dosis 50 mg/kgBB

nilai rata-rata KGD sebesar 337,2 mg/dL, kelompok dosis 100 mg/kgBB nilai

rata-rata KGD sebesar 377,6 mg/dL, kelompok dosis 200 mg/kgBB nilai rata-rata

KGD sebesar 393,2 mg/dL. Dengan adanya peningkatan KGD pada masing-
47

masing kelompok menunjukan bahwa induksi yang dilakukan dengan

menggunakan aloksan telah berhasil membuat tikus mengalami DM.

4.1.5.2 Pengamatan KGD setelah pemberian ekstrak (Hari ke-7 dan ke-14)

Hasil pengamatan penurunan KGD setelah pemberian ekstrak pada hari

ke-7 dan ke-14 dapat dilihat pada tabel 4.6 dan grafik 4.2 berikut.

Tabel 4.6 Kadar rata-rata KGD setelah pemberian ekstrak.

Rata-Rata KGD (mg/dL) ± SD


KGD Setelah KGD Setelah
N Pemberian Pemberian
Kelompok
o Perlakuan Perlakuan
(Hari ke-7) (Hari ke-14)
1 Kontrol (-) 456,2 ± 21,53 530,2 ± 31,12
2 Kontrol (+) 238,8 ± 15,32 112,8 ± 16,95
3 ENHTBH dosis 50 mg/kgBB 304,6 ± 59,03 199,0 ± 41,76
4 ENHTBH dosis 100 323,2 ± 71,55 192,4 ± 55,61
mg/kgBB
5 ENHTBH dosis 200 330,2 ± 69,43 166,8 ± 38,91
mg/kgBB

600

500
Rata-Rata KGD mg/dL

400

300

200 KGD Hari ke-7


KGD Hari ke-14
100

0
Negatif Positif 50 mg/kg 100 mg/kg 200 mg/kg
bb bb bb

Kelompok

Gambar 4.2. Grafik rata-rata KGD setelah pemberian perlakuan


48

Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat dilihat terjadi penurunan kadar gula

darah tikus pada hari ke-7 dan ke-14 pada masing masing kelompok setelah

pemberian perlakuan. Pada hari ke-7 kelompok positif memiliki nilai rata-rata

KGD sebesar 238,8 mg/dL, kelompok dosis 50 mg/kgBB nilai rata-rata KGD

sebesar 304,6 mg/dL, kelompok dosis 100 mg/kgBB nilai rata-rata KGD sebesar

323,2 mg/dL, kelompok dosis 200 mg/kgBB nilai rata-rata KGD sebesar 330,2

mg/dL sedangkan nilai rata-rata KGD kelompok negatif adalah sebesar 456,2

mg/dL dimana tidak terjadi penurunan pada kadar gula darah kelompok tersebut.

Pada hari ke-14 setelah pemberian perlakuan terjadi penurunan pada

masing-masing kelompok perlakuan yaitu nilai rata-rata KGD kelompok positif

sebesar 112,8 mg/dL, kelompok dosis 50 mg/kgBB nilai rata-rata KGD sebesar

199,0 mg/dL, kelompok dosis 100 mg/kgBB nilai rata-rata KGD sebesar 192,4

mg/dL, kelompok dosis 200 mg/kgBB nilai rata-rata KGD sebesar 166,8 mg/dL

sedangkan pada kelompok negatif juga tidak mengalami penurunan dengan nilai

rata-rata KGD sebesar 530,2 mg/dL. Adanya kemampuan ekstrak n-heksan dalam

menurunkan kadar gula darah pada tikus kemungkinan disebabkan kandungan

metabolit sekundernya. Dari grafik juga terlihat dosis yang memiliki kemampuan

paling besar dalam menurunkan kadar gula darah adalah dosis 200 mg/kgBB dan

kemampuan ini meningkat seiring dengan meningkatna dosis yang diberikan.

4.1.6 Penurunan Kadar Gula Darah Tikus

Hasil persentase penurunan kadar gula darah tikus setelah pemberian

masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.7 dan grafik 4.3 di bawah ini.
49

Tabel 4.7. Persentase penurunan kadar glukosa darah tikus

Persen Penurunan (%) ± SD


N Kelompok Hari ke-7 Hari ke-14
o
1 Kontrol (-) 29,20 ± 13,38 50,54 ± 20,94
2 Kontrol (+) 34,41 ± 1,90 68,98 ± 4,57
3 ENHTBH dosis 50 mg/kgBB 9,52 ± 0,95 40,96 ± 2,67
4 ENHTBH dosis 100 14,79 ± 3,38 49,87 ± 5,84
mg/kgBB
5 ENHTBH dosis 200 16,49 ± 4,03 57,89 ± 3,58
mg/kgBB

80
70
60
Persentase Penurunan (%)

50
40
30
Hari ke-7
20 Hari ke-14
10
0
Negatif Positif 50 mg/kg 100 mg/kg 200 mg/kg
bb bb bb

Kelompok

Gambar 4.3. Grafik persen penurunan kadar gula darah tikus

Dari tabel 4.7 dan grafik 4.3 di atas dapat dilihat bahwa persen penurunan

kadar gula darah pada hari ke-7 dari setelah perlakuan paling tinggi terdapat pada

kelompok positif yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 34,41%, kelompok dosis 50

mg/kgBB nilai rata-rata sebesar 9,52%, kelompok dosis 100 mg/kgBB nilai rata-

rata sebesar 14,79%, kelompok dosis 200 mg/kgBB nilai rata-rata sebesar 16,49%

sedangkan pada kelompok negatif memiliki nilai rata-rata persentase peningkatan

sebesar 29,2%. Pada hari ke-14 persentase paling tinggi terdapat pada kelompok
50

positif yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 68,98%, kelompok dosis 50 mg/kgBB

nilai rata-rata sebesar 40,96%, kelompok dosis 100 mg/kgBB nilai rata-rata

sebesar 49,87%, kelompok dosis 200 mg/kgBB nilai rata-rata sebesar 57,89%

sedangkan pada kelompok negatif memiliki nilai rata-rata persentase peningkatan

sebesar 50,54%.

4.1.7 Data Anova

Hasil data anova penurunan kadar gula darah tikus pada hari ke 7 dan hari

ke 14 dapat dilihat pada table 4.8 berikut:

Tabel 4.8 Hasil data ANOVA hari ke 7 dan hari ke 14

ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Hari 7 Between Groups 10970.707 4 2742.677 64.935 .000
Within Groups 844.750 20 42.237
Total 11815.456 24
Hari 14 Between Groups 46199.213 4 11549.803 112.488 .000
Within Groups 2053.525 20 102.676
Total 2053.525 20 102.676

Dalam uji one way ANOVA diperlukan hipotesa data, dimana H0 tidak

ada perbedaan kadar gula darah antar tikus tiap kelompok dan H1 ada perbedaan

kadar gula darah antar tikus tiap kelompok.

Hasil uji ANOVA menunjukkan nilai signifikasi 0,000 < 0,05 berarti H0

ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan ada beda nyata penurunan

kadar gula darah pada kelompok setiap perlakuan.

4.1.8 Pengamatan Histologi Pankreas Tikus Uji

Pengamatan histologi dilakukan pada organ pankreas tikus dari masing-

masing kelompok setelah mendapatkan perlakuan. Hasil histologi pada kelompok


51

normal (P1) dapat dilihat tidak terjadi degenerasi, piknosis ataupun perdarahan.

Struktur pulau langerhans dapat terlihat dengan jelas dengan banyak sel di

dalamnya. Pada kelompok positif (P2) bentuk pulau langerhans sama seperti

dengan kelompok normal (P1). Kelompok kontrol negatif (P3) terlihat terjadi

perubahan struktur pada pulau langerhans yaitu mengecil dengan bentuk yang

tidak beraturan,sel yang tidak kelihatan karena terjadi perdarahan. Selain itu sel-

sel banyak mengalami piknosis dan terjadi degenerasi hidropik. Hal ini

disebabkan karena pemberian aloksan yang digunakan sebagai penginduksi

merusak pulau langerhans sehingga hewan uji mengalami hiperglikemia. Pada

kelompok perlakuan dengan pemberian ENHTBH dosis 50 mg/kgBB (P4)

menunjukkan bentuk pulau langerhans yang mengecil dengan struktur yang tidak

beraturan dan masih terjadi degenerasi hidrofik dan piknosis, akan tetapi tidak

terjadi perdarahan dan terdapat sel-sel di dalam pulau langerhans. Pada kelompok

dosis 100 mg/kgBB (P5) dan 200 mg/kgBB (P6) menunjukkan struktur pulau

langerhans yang sudah tampak jelas dengan massa sel yang lebih banyak.

Perbaikan semakin besar pada kelompok dosis 200 mg/kgBB dengan tidak adanya

sel-sel yang mengalami piknosis dan degenerasi hidrofik sedangkan pada

kelompok 100 mg/kgBB masih terjadi degerasi hidrofik meskipun sel-sel tidak

lagi mengalami piknosis. Hasil pengamatan histologi pankreas dapat dilihat pada

gambar 4.4 di bawah ini.


52

P1 P2
A

C PL

P3 P4

P5 P6

Gambar 4.4. Gambaran histopatologi pankreas tikus masing-masing perlakuan.

Keterangan:
P1 : Gambaran pankreas tikus normal
P2 : Gambaran pankreas tikus kontrol positif
P3 : Gambaran pankreas tikus kontrol negatif
P4 : Gambaran pankreas tikus dosis 50 mg/kgBB
P5 : Gambaran pankreas tikus dosis 100 mg/kgBB
P6 : Gambaran pankreas tikus dosis 200 mg/kgBB
PL : Pulau Langerhans
A : Perdarahan
B : Piknosis
C : Degenerasi Hidrofik
53

4.2 Pembahasan

d.2.1. Determinasi Tanaman

Pada penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas penurunan kadar glukosa

darah terhadap tikus putih jantan galur wistar yang diinduksi dengan senyawa

aloksan monohidrat. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah

terung bulat hijau yang di peroleh dari dumai, riau. Sebelum buah terung bulat

hijau digunakan sebagai bahan penelitian, terlebih dahulu dilakukan determinasi

di Herbarium Medanense (MEDA) Universitas Sumatera Utara. Hasil determinasi

menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman buah terung bulat hijau

(Solanum xanthocarpum Schrader&Wendland) dari family solanceae.

d.2.2. Karakteristik Simplisia

Penetapan kadar air simplisia merupakan standar mutu yang penting,

karena kadar air merupakan faktor yang menentukan ketahanan waktu

penyimpanan. Semakin tinggi kadar air yang terdapat pada simplisia akan

semakin rentan dan memiliki daya simpan yang relatif tidak lama. Tujuan dari

penetapan kadar air adalah untuk menentukan batas maksimal kandungan air yang

terdapat dalam simplisia, persyaratan batas kadar air yang ditetapkan untuk

simplisia adalah dibawah 10% (32).

Pengukuran kadar abu total bertujuan untuk mengetahui kandungan

mineral baik ekaternal maupun internal yang terdapat pada serbuk simplisia,

persyaratan pada MMI dimana nilai kadar abu total tidak melebihi dari 8% (32).
54

Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam bertujuan untuk

mengetahui jumlah pengotor yang berasal dari pasir atau tanah, persyaratan

standar MMI yaitu tidak lebih dari 8%. (33).

Penetapan kadar sari larut etanol bertujuan untuk mengetahui jumlah

senyawa yang dapat tersari dengan etanol dari simplisia, pada penetapan kadar

sari yang larut dalam etanol pelarut yang digunakan adalah etanol karena etanol

merupakan pelarut universal, yang dapat melarutkan hampir semua senyawa

organik yang terdapat pada simplisia, standar MMI yaitu tidak lebih dari 26%

(33).

Penetapan kadar sari yang larut dalam air dimaksudkan untuk mengetahui

jumlah senyawa yang dapat tersari dengan air dari simplisia, ketentuan yang

ditetapkan yaitu harus lebih besar dari 18% (33).

d.2.3. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia untuk memberikan gambaran tentang golongan

senyawa yang terkandung dalam terung hijau. Yang diperoleh dalam penelitian ini

menunjukan bahwa ekstrak buah terung bulat hijau mengandung senyawa-

senyawa seperti alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin yang diharapkan dapat

menyembuhkan diabetes.

Alkaloid dapat menurunkan glukoneogenesis sehingga kadar glukosa

dalam tubuh dan kebutuhan insulin menurun. Aktifitas antioksidan mampu

menangkap radikal bebas yang menyebabkan perbaikan pada sel beta pankreas,

dengan adanya perbaikan pada jaringan maka terjadi peningkatan jumlah insulin
55

didalam tubuh sehingga glukosa darah akan masuk kedalam sel sehingga terjadi

penurunan kadar glukosa darah dalam tubuh.

Flavonoid berperan sebagai antioksidan sehingga dapat menghambat

pembentukan radikal bebas dan mampu meregenerasi sel β pankreas yang rusak

sehingga defisiensi insulin dapat diatasi. Saponin dapat menurunkan kadar

glukosa darah dengan cara menghambat pengosongan lambung. Pengosongan

lambung yang melambat maka absorbsi makanan akan semakin lama dan kadar

glukosa darah mengalami perbaikan.

Tanin mempunyai aktivitas hipoglikemik yaitu meningkatkan glikogenesis

dan berfungsi sebagai antigent atau pengkelat yang dapat mengkerutkan membran

epitel usus halus sehingga mengurangi penyerapan sari makanan akibatnya

menghambat asupan glukosa dan laju peningkatan glukosa tidak terlalu tinggi.

Sedangkan polifenol memiliki aktifitas antioksidan yang mampu mengurangi

stress oksidatif (34).

d.2.4. Pembahasan Pengukuran Kadar Glukosa Darah Tikus

Sebelum dilakukannya penginduksian aloksan, terlebih dahulu semua

hewan uji diukur kadar gula darah untuk mengetahui peningkatan kadar gula

darah setelah diinduksi aloksan. Penggunaan aloksan monohidrat pada penelitian

ini karena aloksan merupakan salah satu senyawa kimia yang dimanfaatkan untuk

menginduksi hewan penelitian untuk menghasilkan keadaan diabetes

eksperimental (hiperglikemik) dengan cepat. Tikus hiperglikemik didapatkan

dengan cara menginjeksikan 120-150 mg/kgBB. Aloksan dapat dilakukan

pemberian secara interperitonial, intravena atau subkutan pada hewan percobaan.


56

Proses kerja dari aloksan diawali dengan ambilan aloksan yang masuk ke dalam

sel-sel β pankreas dan dari kecepatan ambilan ini akan menentukan dari sifat

diabetogenik aloksan. Ambilan ini dapat terjadi di hati dan jaringan lain (35).

Penginduksian senyawa alokan dilakukan secara intraperitoneal dengan

konsentrasi 50 mg/mL dalam larutan natrium chlorida 0,9%. Rute pemberian

secara intraperitoneal dipilih karena dapat mempercepat efek kerusakan sel β

pankreas, sedangkan untuk dosis yang digunakan adalah sebesar 50 mg/mL

karena berdasarkan perhitungan yaitu tikus seberat 200 g diberikan aloksan

sebanyak 50 mg dengan volume 1 mL.

Setelah 2 hari penginduksi aloksan, tikus dikatakan diabetes jika kadar

gula darah lebih dari 200 mg/dL. Semua tikus selanjutnya diberikan perlakuan

masing-masing yaitu kontrol positif, kontrol negatif dan ekstrak etanol buah

terung bulat hijau, dan setiap 7 hari selama 14 hari dilakukan pengecekan terhadap

kadar gula darah tikus.

d.2.5. Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak N-heksan Terung Bulat Hijau

Hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus dari masing-masing perlakuan

dapat dilihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.1. Dari tabel dan grafik dapat dilihat

pada masing-masing kelompok terjadi kenaikan kadar glukosa darah setelah

dilakukannya penginduksian dengan aloksan monohidrat. Pada kelompok negatif

terjadi kenaikan dengan nilai rata-rata sebesar 267,8 mg/dL, kelompok positif

mengalami kenaikan sebesar 268,6 mg/dL, kelompok ENHTBH dosis 50

mg/kgBB mengalami kenaikam sebesar 255,6 mg/dL, kelompok ENHTBH dosis


57

100 mg/kgBB mengalami kenaikan sebesar 291,2 mg/dL, dan untuk kelompok

ENHTBH dosis 200 mg/kgBB mengalami kenaikan sebesar 307,4 mg/dL.

Penurunan kadar gula darah terjadi setelah pemberian perlakuan pada

masing-masing kelompok. Pengukuran dilakukan pada hari ke-7 dengan nilai

penurunan paling besar terdapat pada kelompok positif yaitu dengan pemberian

glibenklamid yaitu sebesar 125 mg/dL dengan persen penurunan sebesar 34,41%

diikuti kelompok pemberian ENHTBH dosis 200 mg/kgBB dengan penurunan

sebesar 63 mg/dL dengan persen penurunan sebesar 16,49%. Kelompok dosis 100

mg/kgBB memiliki nilai penurunan sebesar 54,4 mg/dL dengan persen penurunan

sebesar 14,79% dan dosis 50 mg/dL memiliki nilai penurunan sebesar 32,6 mg/dL

dengan persen penurunan sebesar 9,52%. Pada kelompok negatif tidak terjadi

penurunan akan tetapi terjadi kenaikan pada nilai kadar gula darah yaitu sebesar

100,8 mg/dL dengan persen kenaikan sebesar 29,20%.

Pengukuran kembali dilakukan pada hari ke-14 setelah pemberian

perlakuan. Kelompok positif mengalami penurunan sebesar 251 mg/dL dengan

persen penurunan sebesar 68,98% diikuti kelompok pemberian ENHTBH dosis

200 mg/kgBB yang memiliki nilai penurunan sebesar 226,4 mg/dL dengan persen

penuruna sebesar 57,89%. Kelompok dosis 100 mg/kgBB memiliki nilai

penurunan sebesar 185,2 mg/dL dengan persen penurunan sebesar 49,87% dan

dosis 50 mg/kgBB memiliki nilai penurunan sebesar 138,2 mg/dL dengan persen

penurunan sebesar 40,96%. Pada kelompok negative yang diberikan CMC Na

tetap tidak mengalami penurunan, akan tetapi mengalami kenaikan yaitu sebesar

174,8 mg/dL dengan persen kenaikan sebesar 50,54%.


58

Data pengukuran yang diperoleh diolah secara statistik untuk melihat ada

tidaknya perbedaan yang terjadi antar kelompok perlakuan. Hasil statistik pada

hari ke-7 menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara kelompok positif

dengan semua kelompok perlakuan yaitu kelompok negatif, ENHTBH dosis 50

mg/BB, dosis 100 mg/kgBB dan dosis 200 mg/kgBB. Kelompok negatif memiliki

perbedaan yang signifikan dengan kelompok positif, ENHTBH dosis 50

mg/kgBB, dosis 100 mg/kgBB dan dosis 200 mg/kgBB. Ini menunjukkan bahwa

kelompok ENHTBH baik dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB

memiliki kemampuan dalam menurunkan kadar gula darah pada tikus dan

kemampuan ini lebih besar dibandingkan dengan kelompok negatif akan tetapi

kemampuan ini belum sebesar kemampuan glibenklamid dalam menurunkan

kadar gula darah tikus. Hasil statistik persen penurunan pada hari ke-14

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok positif dengan

kelompok negatif dan kelompok ENHTBH dosis 50 mg/kgBB akan tetapi tidak

memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok pemberian ENHTBH dosis

100 mg/kgBB dan dosis 200 mg/kgBB. Kelompok negatif memiliki perbedaan

yang signifikan dengan kelompok semua kelompok perlakuan yaitu kelompok

positif, ENHTBH dosis 50 mg/kgBB, dosis 100 mg/kgBB dan dosis 200

mg/kgBB. Persen penurunan pada hari ke-14 menunjukkan adanya peningkatan

kemampuan ENHTBH dosis 100 mg/kgBB dan dosis 200 mg/kgBB dalam

menurunkan kadar gula darah tikus dengan tidak terdapatnya perbedaan dengan

kelompok positif. Peningkatan yang terjadi seiring dengan adanya peningkatan

dosis yang diberikan pada tikus yang mengalami kondisi diabetik.


59

Penggunaan glibenklamid dan ekstrak N-heksan buah terung bulat hijau

dapat dikatakan efektif, hal ini dapat dilihat dari grafik penurunan kadar gula

darah tikus, dimana tikus yang menjadi kontrol negatif (CMC-Na) kadar gula

darah dari setelah diinduksi aloksan terjadi peningkatan kadar gula darah secara

terus menerus. Hal ini dikarenakan CMC-Na yang digunakan sebagai kontrol

negatif tidak memiliki aktivitas menurunkan kadar gula darah, sedangkan pada

glibenklamid dan ekstrak N-heksan buah terung bulat hijau memiliki aktivitas

menurunkan kadar gula darah.

Penurunan kadar gula darah disebabkan karena glibenklamid terjad

mekanisme kerja dari glibenklamid yang merupakan golongan sulfonilurea

bekerja dengan cara meningkatkan pelepasan insulin dari pankreas (36).

Berdasarkan hasil uji fitokimia buah terung bulat hijau (Solanum

xanthocarpum Schrader&Wendland) yang telah dilakukan, maka hasil fitokimia

menunjukkan adanya senyawa steroid/triterpenoid.

Mekanisme steroid/triterpenoid bekerja sebagai antioksidan didalam tubuh

sehingga mengikat radikal bebas yang dapat mengganggu kerja dari insulin.

Senyawa steroid/triterpenoid pada gambaran histopatologi yang terdapat pada

ekstrak N-heksan buah terung bulat hijau dapat berperan untuk meregenerasi sel-

sel beta pankreas yang rusak sehingga defisiensi insulin dapat diatasi.

d.2.6. Gambaran Histopatologi Pankreas

Hasil pengamatan histopatologi pada pankreas tikus dilakukan dengan

melihat kerusakan yang terjadi pada pulau langerhans. Hasil histologi pada

kelompok normal (P1) dapat dilihat tidak terjadi degenerasi, piknosis ataupun
60

perdarahan. Struktur pulau langerhans dapat terlihat dengan jelas dengan banyak

sel di dalamnya. Pada kelompok positif (P2) bentuk pulau langerhans sama seperti

dengan kelompok normal (P1). Kelompok kontrol negatif (P3) terlihat terjadi

perubahan struktur pada pulau langerhans yaitu mengecil dengan bentuk yang

tidak beraturan,sel yang tidak kelihatan karena terjadi perdarahan. Selain itu sel-

sel banyak mengalami piknosis dan terjadi degenerasi hidropik. Hal ini

disebabkan karena pemberian aloksan yang digunakan sebagai penginduksi

merusak pulau langerhans sehingga hewan uji mengalami hiperglikemia. Pada

kelompok perlakuan dengan pemberian ENHTBH dosis 50 mg/kgBB (P4)

menunjukkan bentuk pulau langerhans yang mengecil dengan struktur yang tidak

beraturan dan masih terjadi degenerasi hidrofik dan piknosis, akan tetapi tidak

terjadi perdarahan dan terdapat sel-sel di dalam pulau langerhans. Pada kelompok

dosis 100 mg/kgBB (P5) dan 200 mg/kgBB (P6) menunjukkan struktur pulau

langerhans yang sudah tampak jelas dengan massa sel yang lebih banyak.

Perbaikan semakin besar pada kelompok dosis 200 mg/kgBB dengan tidak adanya

sel-sel yang mengalami piknosis dan degenerasi hidrofik sedangkan pada

kelompok 100 mg/kgBB masih terjadi degerasi hidrofik meskipun sel-sel tidak

lagi mengalami piknosis.

Pemberian aloksan menyebabkan kerusakan pada sel β pankreas yang

membuat kadar glukosa darah meningkat dan terjadilah insulin dependent diabetes

mellitus pada hewan percobaan. Aloksan merusak sel β pankreas dengan cara

mengaktifkan oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species/ROS) yang diawali

dengan reaksi reduksi aloksan. Aloksan memiliki aktivitas yang tinggi terhadap
61

senyawa seluler yang mengandung gugus -SH, sistein dan senyawa sulfihidril

terikat protein. Hasil dari proses reduksi aloksan adalah asam dialurat, yang

direoksidasi menjadi aloksan kembali dan membentuk siklus reaksi redoks yang

menghasilkan radikal superoksida. Radikal superoksida akan mengalami

dismutasi menjadi hidrogen peroksida secara spontan. Salah satu target dari ROS

adalah DNA di sel-sel pulau Langerhans pankreas. Aloksan juga dapat

meningkatkan konsentrasi ion kalsium bebas sitosolik pada sel β pankreas yang

mengakibatkan depolarisasi sel β pankreas. Selain itu, aloksan juga diduga

berperan dalam penghambatan glukokinase yang berperan dalam proses glikolisis

dalam proses metabolisme energi. Nekrosis yang terjadi pada sel β pankreas

diduga terjadi karena adanya depolarisasi membran sel β pankreas akibat

pemberian aloksan. Kerusakan membran akan mempermudah terjadinya

kerusakan sel β pankreas sehingga produksi insulin menurun. Perusakan substansi

esensial di dalam sel β pankreas menyebabkan berkurangnya granula-granula

pembawa insulin yang menyebabkan metabolisme glukosa terganggu, sehingga

kadar glukosa darah akan meningkat (37).

d.2.7. Analisis Data

Hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus dianalisis secara statistik

dengan menggunakan program SPSS versi 16.0. Uji statistik yang pertama

dilakukan adalah uji normalitas, yang bertujuan untuk mengetahui persebaran data

setiap kelompok uji. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas yang bertujuan untuk

mengetahui adanya varian homogen pada data. Data terdistribusi normal dan

homogen apabila memiliki nilai p ≥ 0,05. Selanjutnya jika data terdistribusi


62

normal dan homogen, maka data dikatan lulus untuk diuji One-Way ANOVA. Hasil

uji homogenitas, terlihat bahwa data terdistribusi secara homogen dengan nilai

signifikannya yaitu KGD sebelum diinduksi sebesar 0.270, KGD setelah diinduksi

sebesar 0.791, KGD hari ke-7 sebesar 0.361 dan KGD hari ke-14 sebesar 0.236,

dan nilai tersebut lebih dari 0,05. Hasil uji normalitas, terlihat bahwa data

terdistribusi normal dengan nilai signifikansinya memenuhi syarat yaitu negatif p

≥ 0,05, Dapat dilihat pada (Lampiran 18) halaman.

Pemilihan pengujian dengan One-Way ANOVA karena pengujian ANOVA

digunakan untuk rancangan eksperimen lebih dari 2 yang datanya harus

terdistribusi normal dan homogen, dan juga diambil dari sampel yang acak.

Berdasarkan hasil analisis One-Way ANOVA untuk hari ke-14 memiliki Fhitung=

90.144> Ftabel= 2,87, jadi Ha diterima dimana Ha memiliki perbedaan yang

signifikan. Hal ini dapat dilihat pada, dapat dilihat pada ( lampiran 18) halaman .

Hasil uji Post Hoc Tukey dapat dilihat bahwa KGD hari ke-7 dan hari ke-

14 pada kelompok kontrol negatif memiliki perbedaan yang signifikan (p ≥ 0,05

sig. 0,000) dari kelompok lainnya. Sehingga dari perbandingan antara kontrol

negatif dengan kelompok lainnya dapat disimpulkan bahwa selain kontrol negatif,

semua kelompok perlakuan memiliki efek penurunan kadar gula darah pada tikus

uji, dapat dilihat pada (lampiran 18) halaman .

Hasil uji Post Hoc Tukey menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan terung

bulat hijau pada dosis 200 mg/kgBB memiliki kemampuan paling baik dalam

menurunkan kadar gula darah tikus dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini

dapat dilihat pada uji Tukey tabel KGD Hari ke-14 (Lampiran 18), nilai rata-rata
63

penurunan kadar gula darah tikus pada dosis 200 mg/kgBB sebesar 166,80 mg/dL

dan lebih besar dibandingkan dengan kontrol positif yaitu sebesar 112,80 mg/dL.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ekstrak etanol terung bulat hijau solanum xanthocarpum memiliki

aktivitas antidiabetes terhadap tikus jantan putih yang diinduksi aloksan.

2. Dosis efektif buah terung bulat hijau (Solanum xanthocarpum) dalam

penurunan kadar gula darah tikus uji adalah dosis 200 mg/kg BB dengan

persentase penurunan sebesar 16,49%.

3. Gambaran histologi pankreas tikus uji tidak terjadi degenerasi, piknosis

ataupun perdarahan. Struktur pulau langerhans dapat terlihat dengan jelas

dengan banyak sel di dalamnya.

5.2 Saran

1. Penggunaan metode lain yaitu resistensi insulin dengan mekanisme

disfungsi reseptor insulin dan abnormalitas transport atau metabolisme

glukosa.

2. Perlu dilakukan penelitian tentang toksisitas buah terong bulat hijau pada

hewan uji untuk mengevaluasi batas keamanannya jika digunakan dalam

jangka waktu panjang.

64
65

DAFTAR PUSTAKA

1. В, Т. Ф. et al. Ф.В. Тузиков2, Ю.И. Рагино1, Нл. Тузикова2, М.В.


Иванова1, Р.В. Талимов2, Ю.П. Никитин1. coustics, Speech, IEEE Int.
Conf. Asign. Process. 2017 41, 84–93 (2017).
2. Dianasari, D. & Fajrin, F. A. Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Air
Kelopak Bunga Rosella ( Hibiscus sabdariffa L .) pada Tikus dengan
Metode Induksi Aloksan. Farm. Sains dan Terap. 2, 0–4 (2015).
3. U. N. Afifah, “Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol 96% Buah Pare
( Momordica charantia L.) Terhadap Tikus Jantan Galur Wistar yang
Diinduksi Aloksan,” Progr. Stud. Farm. Fak. Farm. Univ. Muhammadiyah
Surakarta, pp. 1–13, 2017.
4. H. Studiawan and M. H. Santosa, “Uji Aktivitas Penurun Kadar Glukosa
Darah Ekstrak Daun Eugenia polyantha pada Mencit yang Diinduksi
Aloksan Metode Penelitian,” Media Kedokt. Hewan, vol. 21, no. 2, pp. 62–
65, 2005.
5. Cahyono, B. (2016). Untung Besar Dari Terung Hibrida. Jakarta: Pustaka
Mina.
6. Nuraini, Dini N. Aneka Manfaat Kulit Buah dan Sayuran. 2011.
7. B. A. B. Ii and T. Pustaka, “11 Universitas Sumatera Utara,” pp. 11–35,
1985.
8. Kandoliya, U.K., Bajaniya, V.K., Bhadja, N.K., Bodar, N.P., dan Golakiya,
B.A. (2015). Antioxidant and Nutritional Components of Eggplant
(Solanum melongena L.) Fruit Grown in Saurastra Region. International
Journal of Current Microbiology and Applied Sciences. 4(2): 806 - 813.
9. Hutapea, J.R. (2001). Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I). Jilid II.
Jakarta: Bakti Husada. Halaman 315 - 316.
10. Wijayakusuma, H. (2004). Penyembuhan dengan Terung. Jakarta: Penerbit
Pustaka Populer Obor. Halaman7.
11. PANITIA FARMAKOPE INDONESIA.DEPARTEMEN KESEHATAN
INDONESIA; Farmakope Indonesia, 1979.
12. Utami M, Widiawati Y HA. Keragaman dan Pemanfaatan Simplisia Nabati
yang Diperdagangkan di Purwokerto, 2013.
13. Anonim. 1985. Cara pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
14. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan dan
Makanan. Jakarta. Hal 5,7-12.
15. Sari,G., Wiwi. Karakterisasi dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antidiare
Ekstrak Daun Gambir.2014.
16. Marjoni, Riza, 2016. Dasar-dasar Fitokimia. Jakarta: CV. Trans Info Media.
17. T. Putih and D. Induksi, “Uji aktivitas antidiabetes ekstrak etanol kulit
batang kersen (,” 2015.
18. G. novia pegin Wardani, “Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Kering Biji
Mahoni Terstandar Pada Mencit Yang Diinduksi Aloksan,” 2016.
19. Bhatt, H., Saklani, S. & Upadhayay, K. Anti-oxidant and anti-diabetic
66

activities of ethanolic extract of Primula Denticulata Flowers. Indones. J.


Pharm. 27, 74–79 (2016).
20. Kusumadewi, S. Aplikasi Informatika Medis untuk Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Secara Terpadu. Semin. Nas. Apl. Teknol. Inf. 2009, C-22-
C-27 (2009).
21. Perkani. (2015). Konsesnsus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesisa. Jakarta: PB Perkani.
22. Sharma A., (2012). Transdermal Approach of Antidiabetic Drug
Glibenclamide: AReview. International Journal of Pharmaceutical
Research and Development, Vo 3 (11), p.25-32.
23. 刘海涛. No Title 高等学校跨学科专业设置:逻辑、困境与对策. 江苏
高教 2, 6–11 (2018).
24. Freeman. 済 無 No Title No Title. J. Chem. Inf. Model. 53, 1689–1699
(2013).
25. A. D. Uray, “Profil Sel β Pulau Langerhans Jaringan Pankreas Tikus
Diabetes Mellitus yang diberi Virgin Coconut Oil (VCO),” Pendidik. Dr.
Hewan, pp. 7–8, 2009.
26. Marzoni MR. Dasar-Dasar Fitokimia Untuk Diploma III. Jakarta: Cv. Trans
Info Media;2016. 5-12, 18-19, 33-34,39-42 p.
27. Ditjen POM. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 1995.
28. Anonim. Faarmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta; 1984. 33 p.
29. Departemen Kesehatan RI. Materia Medika Indonesia. Jilid V &, Jakarta;
Departemen Kesehatan; 536-552 p.
30. Poongothai K, Ponmurugan P, Ahmed KSZ, Kumar BS, Sheriff SA.
Antihyperglycemic and antioxidant effects of Solanum xanthocarpum
leaves ( field grown & in vitro raised ) extracts on alloxan induced diabetic
rats. 2011;778–85.
31. Widiaswari A. Uji Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Biji Okra
(abelmocus esculentus L) Terhadap Tikus Jantan galur wistar yang
Diinduksi Aloksan. Universitas Setia Budi; 2018.
32. Lissi, A. K. F., Runtuwene, M. R. J dan Wewengkang, D. S. (2017). Uji
Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Dari Ekstrak MEtanol BungaSoyogik
(Saurauia bracteosa DC.). Jurnal Ilmiah Farmasi, 6(1).
33. Fauzi, Ahmad. Pembuatan Simplisia. 2013.
https://sites.google.com/site/wwwi lmukitacom/system/app/pages/re
centChanges?offset=25, Diakses tanggal: 22 Oktober 2020.
34. Marpaung MP, Ahwizar A, Wulandari W. karakterisasi dan skrining
fitokimia ekstrak kering akar kuning (fibraurea chloroleuca miers). Pros
Semin Nas Kim UNY 2017. 2017;21(4):183–8.
35. Danthy R, Yasinta R, sri Mulyani. Uji Efek Ekstrak Etanol Kulit Terung
Ungu Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Hiperkolesterolemia-Diabetes.
Farmakol J Farm. 2019;XVI(Februari):103–15.
36. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Farmakologi Dasar & Klinik. 12th
ed. Jakarta: Buku Kedokteran; 2013. 837-855 p.
67

37. Madihah, Alfina F, Gani YY. Kadar Glukosa Darah Dan Gambaran
Histologi Pankreas Mencit (Mus musculus L.) Yang Diinduksi Aloksan
Setelah Perlakuan Ekstrak Rimpang Temu Mangga (Curcuma mangga
Val.). 2016;20(2):64–8.
68

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian


69

Lampiran 2. Surat Determinasi Tanaman


70

Lampiran 3. Surat Ethical Clearance


71

Lampiran 4. Surat Sertifikat Analisis Aloksan Monohidrat


72

Lampiran 5. Gambar Buah Terung Bulat Hijau


73

Lampiran 6. Pembuatan Simplisia, dan Ekstrak N-heksan Buah Terung Bulat


Hijau

No Keterangan Gambar
1. Buah Terung

2. Proses Pengeringan

3. Hasil pengeringan
74

4. Serbuk simplisia

5. Maserasi simplisia

6. Hasil Maserasi
75

7. Dipekatkan
Menggunakan Rotary
Evaporator

8. Ekstrak Kental
76

Lampiran 7. Gambar Alat Penelitian


No. Keterangan Gambar
1. Timbangan Analitik
77

2. Mikroskop

3. Rotary Evaporator

4. Timbangan Hewan Uji


78

Lampiran 8. Gambar Tikus Percobaan


No Keterangan Gambar
1. Tikus ditimbang
79

2. Pengelompokkan dan
penandaan

3. Pemberian kontrol (+) dan


(-)

4. Induksi aloksan
80

5. Pemberian larutan ekstrak

6. Pengengukuran KGD

Lampiran 9. Hasil Skrining Fitokimia


No. Keterangan Gambar
1. Identifikasi Alkaloid
81

2. Identiikasi Flavonoid

3. Identifikasi Saponin

4. Identifikasi Tanin
82

Lampiran 10. Hasil Pengamatan Mikroskopik Buah Terung Bulat Hijau


83

Lampiran 11. Proses Karakterisasi


84

Lampiran 12. Perhitungan Pemeriksaan Karakterisasi


85
86
87

Lampiran 13. Persen (%) Rendemen Simplisia


Perhitungan Susut Pengeringan Simplisia dan % Rendemen Ekstrak
Berat basah−Berat kering
Susut pengeringan simplisia = x 100 %
Berat Basah

15.000 gram−750 gram


= x 100 %
15.000

= 95 %

Berat ekstrak kental


% Rendemen ekstrak = x 100%
Berat simplisia kering
88

19,8 g
= x 100%
750 g
= 2,64%

Lampiran 14. Tabel Maksimum Larutan Sediaan Uji Untuk Hewan

Jenis Hewan Volume maksimum (ml) sesuai jalur pemberian


Uji i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit (20 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
Tikus (200 g) 1,0 0,1 2-5 2-5 5,0
Hamster (50 g) - 0,1 1-2 2,5 2,5
Marmut (250 - 0,25 2-5 5,0 10,0
g)
Kelinci (2,5 5-10 0,5 10-20 5-10 20,0
kg)
Kucing (3 kg) 5-10 1,0 10-20 5-10 50,0
89

Anjing (5 kg) 10-20 5,0 20-50 10,0 100,0


(Ritschel, 1974)

Lampiran 15. Tabel Konversi Dosis Hewan dengan Manusia

Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia


20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2 kg 4 kg 12 kg 70 kg
Mencit 1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 87,9
20 g
Tikus 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
200 g
Marmut 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
400 g
Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
90

1,5 kg
Kucing 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
2 kg
Kera 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
4 kg
Anjing 0,008 0,06 0,1 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
12 kg
Manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
70 kg

(Laurance and Bacharach, 1964)

Lampiran 16. Perhitungan Dosis

A. Aloksan Monohidrat

- Dosis induksi secara intraperitoneal = 150 mg/kgBB

- Syarat volume maksimum larutan sediaan uji yang diberikan pada hewan

uji tikus dengan berat 200 g secara intraperitoneal adalah 5,0 mL (lampiran

14)
91

- Konsentrasi larutan aloksan yang dibuat adalah 5%

Maka : konsentrasi larutan induksi aloksan = 5 g / 100 mL

= 5000 mg / 100 mL

= 50 mg / mL

- Volume larutan induksi aloksan

Jika misalnya berat badan tikus = 200 g

150
a. Jumlah aloksan yang diberikan = ×200 g 186 g x 200 g
1000
1000 g

= 30 mg

b. Volume larutan aloksan yang diberikan = 30 mg


30 mg
50 mg/mL
50 mg/mL
= 0,6 mL

Maka volume larutan aloksan yang diberikan pada tikus dengan berat

200 g adalah sebanyak 0,6 mL.

c. Sringe = 0,6 mL x 80 skala

= 48 skala

Lampiran 16. Lanjutan

B. Glibenklamid

Dosis terapi glibenklamid pada manusia 5 mg/ 70 kgBB


Dosis yang diberikan pada tikus = 5 mg x 0,018 = 0,09 mg /200 gram tikus
= 0,09 mg /200 gram x 1000 gram = 0,45
mg / kgBB
Konsentrasi yang digunakan 2%
92

0,01% = 0,01 gram / 100 ml CMC


= 10 mg / 100
= 0,1 mg/ml

BB tikus Dosis yang diberikan Volume pemberian oral


No
(gram) (mg) (ml)
202 0,09 mg
1 202 x 0,45 mg = 0,09 mg = 0,9 ml
1000 0,1 mg/ml

211 0,1mg
2 211 x 0,45 mg = 0,1 mg = 1 ml
1000 0,1 mg/ml

208 0,09 mg
3 208 x 0,45 mg = 0,09 mg = 0,9 ml
1000 0,1 mg/ml

196 0,09 mg
4 196 x 0,45 mg = 0,09 mg = 0,9 ml
1000 0,1 mg/ml

173 0,08 mg
5 173 x 0,45 mg = 0,08 mg = 0,8 ml
1000 0,1 mg/ml

Lampiran 16. Lanjutan

C. CMC Na

Konsentrasi yang digunakan 1%


1% = 1 gram / 100 ml CMC
= 1000 mg / 100 ml CMC
= 10 mg/ml
93

No BB tikus (gram) Volume pemberian oral (ml)


17,3 mg
1 173 = 1,73 ml
10 mg/ml
18,8 mg
2 188 = 1,88 ml
10 mg/ml
17,2 mg
3 172 = 1,72 ml
10 mg/ml
16,5 mg
4 165 = 1,65 ml
10 mg/ml
15,4 mg
5 154 = 1,54 ml
10 mg/ml

Lampiran 16. Lanjutan

D. Ekstrak N-heksan Terung Bulat Hijau 50 mg/kgBB


Konsentrasi yang digunakan 1%
1% = 1 gram / 100 ml CMC
= 1000 mg / 100 ml CMC
= 10 mg/ml
94

BB tikus Dosis yang diberikan


No Volume pemberian oral (ml)
(gram) (mg)
203 10,15 mg
1 203 x 50 mg = 10,15 mg = 1,015 ml
1000 10 mg/ml
181 9,05mg
2 181 x 50 mg = 9,05 mg = 0,905 ml
1000 10 mg/ml
194 9,7 mg
3 194 x 50 mg = 9,7 mg = 0,97 ml
1000 10 mg/ml
184 9,2mg
4 184 x 50 mg = 9,2 mg = 0,92 ml
1000 10 mg/ml
177 8,85 mg
5 177 x 50 mg = 8,85 mg = 0,885 ml
1000 10 mg/ml

Lampiran 16. Lanjutan

E. Ekstrak N-heksan Terung Bulat Hijau 100 mg/kgBB


Konsentrasi yang digunakan 1%
1% = 1 gram / 100 ml CMC
= 1000 mg / 100 ml CMC
= 10 mg/ml
95

BB tikus Dosis yang diberikan


No Volume pemberian oral (ml)
(gram) (mg)
228 22,8 mg
1 228 x 100 mg = 22,8 mg = 2,28 ml
1000 10 mg/ml
192 19,2 mg
2 192 x 100 mg = 19,2 mg = 1,92 ml
1000 10 mg/ml
186 18,6 mg
3 186 x 100 mg = 18,6 mg = 1,86 ml
1000 10 mg/ml
163 16,3 mg
4 163 x 100 mg = 16,3 mg = 1,63 ml
1000 10 mg/ml
199 19,9 mg
5 199 x 100 mg = 19,9 mg = 1,99 ml
1000 10 mg/ml

Lampiran 16. Lanjutan

F. Ekstrak N-heksan Terung Bulat Hijau 200 mg/kgBB


Konsentrasi yang digunakan 2%
2% = 2 gram / 100 ml CMC
= 2000 mg / 100
96

= 20 mg/ml
BB tikus Dosis yang diberikan Volume pemberian oral
No
(gram) (mg) (ml)
216 43,2mg
1 216 x 200 mg = 43,3 mg = 2,16 ml
1000 20 mg/ml
208 41,6 mg
2 208 x 200 mg = 41,6 mg = 2,08 ml
1000 20 mg/ml
186 37,2mg
3 186 x 200 mg = 37,2 mg = 1,86 ml
1000 20 mg/ml
169 33,8 mg
4 169 x 200 mg = 33,8 mg = 1,69 ml
1000 20 mg/ml
185 37 mg
5 185 x 200 mg = 37 mg = 1,85 ml
1000 20 mg/ml

Lampiran 17. Penurunan Kadar Gula Darah Tikus


Kontrol Positif

Sebelum Setelah
Tikus H7 H14 Penurunan
Diinduksi Diinduksi
1 86 369 255 131 238
2 107 345 248 125 220
3 87 362 246 149 213
4 111 384 231 145 239
5 95 359 239,6 129 230
MEAN 97,2 363,8 243,92 135,8 228
97

Kontrol Negatif

Setelah
Tikus Sebelum Diinduksi H7 H14 Penurunan
Diinduksi
1 83 354 435 491 -137
2 86 398 482 514 -116
3 81 312 471 575 -263
4 93 365 493 538 -173
5 95 348 479 533 -185
MEAN 87,6 355,4 472 530,2 -174,8

Dosis 50 mg/kgBB

Setelah
Tikus Sebelum Diinduksi H7 H14 Penurunan
Diinduksi
1 2.37 8.81 27.80 38.31 44.07
2 3.54 9.73 19.17 29.79 41.59
3 2.15 9.82 20.86 34.66 42.02
4 2.19 8.39 16.42 30.66 36.86
5 0.88 10.84 17.04 26.55 40.27
MEAN 2.23 9.52 20.26 31.99 40.96

Lampiran 17: lanjutan

Dosis 100 mg/KgBB

Setelah
Tikus Sebelum Diinduksi H7 H14 Penurunan
Diinduksi
1 6.34 16.80 23.97 38.57 54.27
2 4.60 17.62 28.35 41.76 57.09
3 3.10 10.62 15.49 31.64 43.81
4 5.76 17.29 25.56 35.84 49.62
5 3.87 11.62 21.31 33.66 44.55
98

MEAN 4.73 14.79 22.94 36.29 49.87

Dosis 200 mg/KgBB

Sebelum Setelah
Tikus H7 H14 Penurunan
Diinduksi Diinduksi
1 4.75 10.86 20.36 39.37 52.71
2 8.56 17.63 30.73 44.84 61.46
3 6.30 18.16 28.81 43.58 59.08
4 11.64 21.45 36.73 46.18 60.36
5 7.97 14.35 21.18 42.60 55.81
MEAN 7.84 16.49 27.56 43.31 57.89

Lampiran 18. Analisis Data


1. Uji Deskriptif

Descriptives
95%
Confidence
Interval for
Mean
Std. Std. Lower Upper
N Mean Deviation Error Bound Bound Min Max
Awal Negatif 5 87.60 6.148 2.750 79.97 95.23 81 95
Positif 5 95.20 9.011 4.030 84.01 106.39 86 107
99

Dosis
50
5 81.60 8.649 3.868 70.86 92.34 70 91
mg/kg
bb
Dosis
100
5 86.40 11.149 4.986 72.56 100.24 73 102
mg/kg
bb
Dosis
200
5 85.80 9.628 4.306 73.85 97.75 75 99
mg/kg
bb
Total 25 87.32 9.428 1.886 83.43 91.21 70 107
Naik Negatif 5 355.40 31.013 13.869 316.89 393.91 312 398
Positif 5 363.80 14.272 6.383 346.08 381.52 345 384
Dosis
50
5 337.20 69.070 30.889 251.44 422.96 274 452
mg/kg
bb
Dosis
100
5 377.60 72.552 32.446 287.51 467.69 261 452
mg/kg
bb
Dosis
200
5 393.20 68.660 30.706 307.95 478.45 275 442
mg/kg
bb
Total 25 365.44 55.058 11.012 342.71 388.17 261 452
Hari 7 Negatif 5 456.20 21.534 9.630 429.46 482.94 426 484
Positif 5 238.80 15.320 6.851 219.78 257.82 218 256
Dosis
50
5 304.60 59.028 26.398 231.31 377.89 251 403
mg/kg
bb
Dosis
100
5 323.20 71.552 31.999 234.36 412.04 215 404
mg/kg
bb
Dosis
200
5 330.20 69.428 31.049 243.99 416.41 216 394
mg/kg
bb
Total 25 330.60 86.881 17.376 294.74 366.46 215 484
Negatif 5 530.20 31.124 13.919 491.55 568.85 491 575
100

Hari Positif 5 112.80 16.947 7.579 91.76 133.84 94 135


14 Dosis
50
5 199.00 41.755 18.674 147.15 250.85 165 270
mg/kg
bb
Dosis
100
5 192.40 55.608 24.869 123.35 261.45 112 254
mg/kg
bb
Dosis
200
5 166.80 38.913 17.402 118.48 215.12 109 209
mg/kg
bb
Total 25 240.24 155.312 31.062 176.13 304.35 94 575

Lampiran 18. Lanjutan

2. Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Awal .422 4 20 .270
Naik 1.399 4 20 .791
Hari 7 1.514 4 20 .361
Hari 14 1.153 4 20 .236

3. Uji Normalitas
101

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Awal Negatif .210 5 .200* .908 5 .457
*
Positif .219 5 .200 .925 5 .565
Dosis 50 mg/kg bb .204 5 .200* .949 5 .733
*
Dosis 100 mg/kg bb .150 5 .200 .989 5 .975
*
Dosis 200 mg/kg bb .214 5 .200 .958 5 .794
Naik Negatif .206 5 .200* .976 5 .909
Positif .168 5 .200* .985 5 .961
Dosis 50 mg/kg bb .290 5 .198 .871 5 .271
Dosis 100 mg/kg bb .220 5 .200* .918 5 .516
Dosis 200 mg/kg bb .322 5 .098 .778 5 .053
Hari 7 Negatif .152 5 .200* .992 5 .986
Positif .187 5 .200* .964 5 .836
Dosis 50 mg/kg bb .291 5 .195 .867 5 .256
Dosis 100 mg/kg bb .184 5 .200* .968 5 .865
Dosis 200 mg/kg bb .282 5 .200* .878 5 .302
Hari 14 Negatif .201 5 .200* .980 5 .935
Positif .189 5 .200* .950 5 .740
Dosis 50 mg/kg bb .310 5 .132 .824 5 .126
*
Dosis 100 mg/kg bb .161 5 .200 .971 5 .881
*
Dosis 200 mg/kg bb .161 5 .200 .963 5 .827
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Lampiran 18. Lanjutan

4. Uji Anova
ANOVA
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Awal Between
490.240 4 122.560 1.492 .242
Groups
Within Groups 1643.200 20 82.160
Total 2133.440 24
Naik Between
9097.360 4 2274.340 .715 .592
Groups
102

Within Groups 63656.800 20 3182.840


Total 72754.160 24
Hari 7 Between
124667.600 4 31166.900 11.034 .000
Groups
Within Groups 56490.400 20 2824.520
Total 181158.000 24
Hari 14 Between
548502.960 4 137125.740 90.144 .000
Groups
Within Groups 30423.600 20 1521.180
Total 578926.560 24

5. Uji Tukey
Multiple Comparisons
Tukey HSD
95%
Confidence
(I) Mean Interval
Dependent Kelompo (J) Difference Std. Lower Upper
Variable k Kelompok (I-J) Error Sig. Bound Bound
Awal Negatif Positif -7.600 5.733 .679 -24.75 9.55
Dosis 50
6.000 5.733 .831 -11.15 23.15
mg/kg bb
Dosis 100
1.200 5.733 1.000 -15.95 18.35
mg/kg bb
Dosis 200
1.800 5.733 .998 -15.35 18.95
mg/kg bb
Positif Negatif 7.600 5.733 .679 -9.55 24.75
Dosis 50
13.600 5.733 .164 -3.55 30.75
mg/kg bb
Dosis 100
8.800 5.733 .553 -8.35 25.95
mg/kg bb
Dosis 200
9.400 5.733 .491 -7.75 26.55
mg/kg bb
Dosis 50 Negatif -6.000 5.733 .831 -23.15 11.15
mg/kg bb Positif -13.600 5.733 .164 -30.75 3.55
Dosis 100
-4.800 5.733 .916 -21.95 12.35
mg/kg bb
Dosis 200
-4.200 5.733 .946 -21.35 12.95
mg/kg bb
Dosis 100 Negatif -1.200 5.733 1.000 -18.35 15.95
mg/kg bb Positif -8.800 5.733 .553 -25.95 8.35
103

Dosis 50
4.800 5.733 .916 -12.35 21.95
mg/kg bb
Dosis 200
.600 5.733 1.000 -16.55 17.75
mg/kg bb
Dosis 200 Negatif -1.800 5.733 .998 -18.95 15.35
mg/kg bb Positif -9.400 5.733 .491 -26.55 7.75
Dosis 50
4.200 5.733 .946 -12.95 21.35
mg/kg bb
Dosis 100
-.600 5.733 1.000 -17.75 16.55
mg/kg bb
Naik Negatif Positif -
-8.400 35.681 .999 98.37
115.17
Dosis 50
18.200 35.681 .985 -88.57 124.97
mg/kg bb
Dosis 100 -
-22.200 35.681 .970 84.57
mg/kg bb 128.97
Dosis 200 -
-37.800 35.681 .825 68.97
mg/kg bb 144.57
Positif Negatif 8.400 35.681 .999 -98.37 115.17
Dosis 50
26.600 35.681 .943 -80.17 133.37
mg/kg bb
Dosis 100 -
-13.800 35.681 .995 92.97
mg/kg bb 120.57
Dosis 200 -
-29.400 35.681 .920 77.37
mg/kg bb 136.17
Dosis 50 Negatif -
-18.200 35.681 .985 88.57
mg/kg bb 124.97
Positif -
-26.600 35.681 .943 80.17
133.37
Dosis 100 -
-40.400 35.681 .788 66.37
mg/kg bb 147.17
Dosis 200 -
-56.000 35.681 .532 50.77
mg/kg bb 162.77
Dosis 100 Negatif 22.200 35.681 .970 -84.57 128.97
mg/kg bb Positif 13.800 35.681 .995 -92.97 120.57
Dosis 50
40.400 35.681 .788 -66.37 147.17
mg/kg bb
Dosis 200 -
-15.600 35.681 .992 91.17
mg/kg bb 122.37
Dosis 200 Negatif 37.800 35.681 .825 -68.97 144.57
mg/kg bb Positif 29.400 35.681 .920 -77.37 136.17
Dosis 50 56.000 35.681 .532 -50.77 162.77
mg/kg bb
104

Dosis 100
15.600 35.681 .992 -91.17 122.37
mg/kg bb
Hari 7 Negatif Positif 217.400* 33.613 .000 116.82 317.98
Dosis 50
151.600* 33.613 .002 51.02 252.18
mg/kg bb
Dosis 100
133.000* 33.613 .006 32.42 233.58
mg/kg bb
Dosis 200
126.000* 33.613 .010 25.42 226.58
mg/kg bb
Positif Negatif - -
-217.400* 33.613 .000
317.98 116.82
Dosis 50 -
-65.800 33.613 .321 34.78
mg/kg bb 166.38
Dosis 100 -
-84.400 33.613 .128 16.18
mg/kg bb 184.98
Dosis 200 -
-91.400 33.613 .086 9.18
mg/kg bb 191.98
Dosis 50 Negatif -
-151.600* 33.613 .002 -51.02
mg/kg bb 252.18
Positif 65.800 33.613 .321 -34.78 166.38
Dosis 100 -
-18.600 33.613 .980 81.98
mg/kg bb 119.18
Dosis 200 -
-25.600 33.613 .939 74.98
mg/kg bb 126.18
Dosis 100 Negatif -
-133.000* 33.613 .006 -32.42
mg/kg bb 233.58
Positif 84.400 33.613 .128 -16.18 184.98
Dosis 50
18.600 33.613 .980 -81.98 119.18
mg/kg bb
Dosis 200 -
-7.000 33.613 1.000 93.58
mg/kg bb 107.58
Dosis 200 Negatif -
-126.000* 33.613 .010 -25.42
mg/kg bb 226.58
Positif 91.400 33.613 .086 -9.18 191.98
Dosis 50
25.600 33.613 .939 -74.98 126.18
mg/kg bb
Dosis 100
7.000 33.613 1.000 -93.58 107.58
mg/kg bb
Hari 14 Negatif Positif 417.400* 24.667 .000 343.59 491.21
Dosis 50
331.200* 24.667 .000 257.39 405.01
mg/kg bb
Dosis 100 337.800* 24.667 .000 263.99 411.61
mg/kg bb
105

Dosis 200
363.400* 24.667 .000 289.59 437.21
mg/kg bb
Positif Negatif - -
-417.400* 24.667 .000
491.21 343.59
Dosis 50 -
-86.200* 24.667 .017 -12.39
mg/kg bb 160.01
Dosis 100 -
-79.600* 24.667 .031 -5.79
mg/kg bb 153.41
Dosis 200 -
-54.000 24.667 .224 19.81
mg/kg bb 127.81
Dosis 50 Negatif - -
-331.200* 24.667 .000
mg/kg bb 405.01 257.39
Positif 86.200* 24.667 .017 12.39 160.01
Dosis 100
6.600 24.667 .999 -67.21 80.41
mg/kg bb
Dosis 200
32.200 24.667 .691 -41.61 106.01
mg/kg bb
Dosis 100 Negatif - -
-337.800* 24.667 .000
mg/kg bb 411.61 263.99
Positif 79.600* 24.667 .031 5.79 153.41
Dosis 50
-6.600 24.667 .999 -80.41 67.21
mg/kg bb
Dosis 200
25.600 24.667 .835 -48.21 99.41
mg/kg bb
Dosis 200 Negatif - -
-363.400* 24.667 .000
mg/kg bb 437.21 289.59
Positif 54.000 24.667 .224 -19.81 127.81
Dosis 50 -
-32.200 24.667 .691 41.61
mg/kg bb 106.01
Dosis 100
-25.600 24.667 .835 -99.41 48.21
mg/kg bb
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
106

Lampiran 18. Lanjutan

Homogeneous Subsets
Awal
a
Tukey HSD
Subset for
alpha = 0.05
Kelompok N 1
Dosis 50 mg/kg bb 5 81.60
Dosis 200 mg/kg bb 5 85.80
Dosis 100 mg/kg bb 5 86.40
Negatif 5 87.60
Positif 5 95.20
Sig. .164
107

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Naik
a
Tukey HSD
Subset for
alpha = 0.05
Kelompok N 1
Dosis 50 mg/kg bb 5 337.20
Negatif 5 355.40
Positif 5 363.80
Dosis 100 mg/kg bb 5 377.60
Dosis 200 mg/kg bb 5 393.20
Sig. .532
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Lampiran 18. Lanjutan


Hari 7
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
Kelompok N 1 2
Positif 5 238.80
Dosis 50 mg/kg bb 5 304.60
Dosis 100 mg/kg bb 5 323.20
Dosis 200 mg/kg bb 5 330.20
Negatif 5 456.20
Sig. .086 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
108

Hari 14
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
Kelompok N 1 2 3
Positif 5 112.80
Dosis 200 mg/kg bb 5 166.80 166.80
Dosis 100 mg/kg bb 5 192.40
Dosis 50 mg/kg bb 5 199.00
Negatif 5 530.20
Sig. .224 .691 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Lampiran 19. Permohonan Pengajuan Judul Skripsi


109

Lampiran 20. Lembar Bimbingan Skripsi Pembimbing 1


110

Lampiran 21. Lembar Bimbingan Skripsi Pembimbing 2

Anda mungkin juga menyukai