Laporan Kerja Praktik - NItya Ayu S
Laporan Kerja Praktik - NItya Ayu S
Laporan Kerja Praktik - NItya Ayu S
Disusun oleh:
NIM : 15317080
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTIK
(TL-4098)
Oleh
NIM : 15317080
Disusun sebagai salah satu syarat untuk lulus mata kuliah Kerja Praktik (TL-4098)
pada Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,
Institut Teknologi Bandung.
i
ABSTRAK
PT X sebagai produsen makanan dan minuman meliputi proses pemilihan bahan baku,
proses pengolahan dan minuman, pengujian kualitas makanan dan minuman,
pengemasan hingga proses distribusi makanan dan minuman serta kegiatan
administrasi perkantoran menghasilkan limbah padat yang perlu dikelola agar tidak
memberi dampak terhadap lingkungan. Permasalahan yang terjadi di PT X Pabrik
Cibitung adalah tingginya limbah yang dihasilkan di hulu menyebabkan peningkatan
biaya operasional pengelolaan dan pengolahan limbah padat eksisting serta akan
memberikan dampak terhadap lingkungan. Sehingga diperlukan analisis dan evaluasi
pengelolaan dan pengolahan limbah padat. Berdasarkan kondisi aktual lapangan,
Limbah padat di PT X Pabrik Cibitung diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu klasifikasi
waste, jenis limbah padat hasil produksi yang tidak memiliki nilai ekonomi; klasifikasi
scrap, jenis limbah padat hasil produksi yang masih memiliki nilai ekonomi; dan
klasifikasi limbah padat domestik, yang berasal dari kegiatan sehari-hari perusahaan.
Dari evaluasi yang dilakukan, untuk klasifikasi waste direncanakan reduksi limbah dari
sumber menggunakan prinsip efisiensi sumber dan produksi bersih. Untuk klasifikasi
scrap, dilakukan perhitungan nilai BEP atau kalkulasi titik imbas usaha penjualan scrap
untuk menentukan nilai keuntungannya. Untuk klasifikasi limbah padat domestik,
dilakukan pengolahan dengan windrow composting dan internal recycling. Sehingga
dari evaluasi yang dilakukan dapat mereduksi dan memanfaatkan limbah padat yang
dihasilkan sesuai dengan UU No 18 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup No. 75 Tahun 2019.
Kata kunci: Limbah padat, RECP, PT X Pabrik Cibitung, UU No. 18 Tahun 2008,
pengelolaan
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukut kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena-Nya telah melimpahkan hidayah-
Nya dan memberi penulis kesempatan dalam menyelesaikan laporan kerja praktik
dengan judul “Strategi Tata Kelola Limbah Domestik Industri dengan Penerapan
Produksi Bersih di PT X Pabrik Cibitung”. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah
satu mata kuliah TL-4098 Kerja Praktik bagi para Mahasiswa dari Jurusan Teknik
Lingkungan ITB Bandung melalui observasi dan pengambilan data dalam periode 1
Juli 2020 sampai dengan 1 Agustus 2020.
Laporan ini merupakan salah satu upaya dalam menganalisis dan mengevaluasi tata
kelola limbah padat domestik dan sejenis domestik menggunakan penerapan produksi
bersih. Penulis harap hasil laporan ini akan memberi banyak manfaat bagi para
pembaca. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
terkait dalam penulisan laporan ini, sehingga laporan ini dapat selesai tepat pada
waktunya. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada.
1. Bapak Dr. Benno Rahardyan, S. T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik
Lingkungan ITB.
2. Bapak Dr. Qomarudin Helmy, S. Si., M.T., selaku Koordinator mata kuliah Kerja
Praktik.
3. Ibu Mayrina Firdayati S.Si, M.T., selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah
Kerja Praktik
4. Pak Priarso Sukaton dan Mba Christiani Yusmisar, selaku manager bidang HSE PT.
PerusahaanIndonesia yang sudah membantu dalam pelaksanaan kerja praktik.
5. Orang tua penulis, yang selalu memberikan doa, semangat, nasihat, dan dukungan,
baik dukungan moril maupun materiil kepada penulis.
6. Randra Muhammad R. Iqbal selaku teman seperjuangan mencari tempat Kerja
Praktik.
7. Kak Arlen, Kak Nabil Fadel, Kak Ariq, Kak Muna, dan Kak Ica yang sudah
membantu dalam proses penyusunan laporan ini.
8. Teman-teman seangkatan Teknik Lingkungan 2017, yang telah memberikan
semangat dan mendengarkan keluh kesah penulis.
iii
Susunan laporan penelitian ini sudah dibuat dengan sebaik-baiknya, tetapi tentu masih
banyak kekurangannya. Oleh karena itu, mohon maklum dan terima kasih atas kritik
dan sarannya.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL....................................................................................................... xi
v
II.3.4 Susu Suplemen Pria............................................................................... 10
III.4 Pelaksanaan Efisiensi Sumber Daya dan Produksi Bersih dalam Industri ... 19
III.10.1 Pewadahan............................................................................................. 35
vi
III.10.2 Pengumpulan ......................................................................................... 38
vii
V.1.1 Klasifikasi Waste ................................................................................... 75
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1. Gudang Bahan Baku dan Kemas ........................................................... 10
Gambar II.2. Laboratorium Kimia dan Mikro ............................................................ 11
Gambar II.3. Quality Control PT X ............................................................................ 12
Gambar II.4. Struktur Organisasi Departemen HSE ................................................... 13
Gambar II.5. Aktivitas pada Bidang HSE ................................................................... 14
Gambar III.1. Definisi dan Ruang Lingkup Produksi Bersih...................................... 17
Gambar III.2. Teknik-teknik Produksi Bersih............................................................. 19
Gambar III.3. Proses Penyeleksian pada Minimasi Limbah ....................................... 22
Gambar III.4. Proses Pembentukan Limbah ............................................................... 27
Gambar III.5. Diagram Teknik Pengelolaan Limbah Padat ........................................ 35
Gambar III.6. Pewadahan sampah sesuai jenisnya ..................................................... 36
Gambar III.7. CTQ kemasan rusak ............................................................................. 48
Gambar III.8. Diagram Pareto Jenis Reject................................................................. 48
Gambar III.9 Ringkasan percobaan fortifikasi kompos limbah kebun dengan limbah
susu bubuk dan menggunakan sludge cair (IPAL) sebagai dekomposer .................... 51
Gambar III.10. Pengaruh konsentrasi sludge IPAL dan dosis fortifikasi limbah susu
bubuk terhadap kualitas hasil kompos ........................................................................ 52
Gambar III.11. Pengaruh konsentrasi sludge IPAL dan dosis fortifikasi limbah susu
bubuk terhadap pertumbuhan dan hasil panen sayur pakchoy (Brasica rapa L) ........ 53
Gambar III.12. Pengaruh konsentrasi sludge IPAL dan dosis fortifikasi limbah susu
bubuk terhadap kandungan C-organik aktif, C organik total, N, P dan K tanah setelah
panen sayur pakchoi .................................................................................................... 54
Gambar IV.1. Proses di Gudang Baku ........................................................................ 56
Gambar IV.2. Proses Produksi Susu Bubuk Non-Lemak ........................................... 58
Gambar IV.3 : Proses Produksi Sari Buah .................................................................. 60
Gambar IV.4. Komposisi Timbulan Sampah Non Produksi yang Dijual Tahun 2020
..................................................................................................................................... 59
Gambar IV.5. Pewadahan dan Pemilahan Limbah B3 ................................................ 61
Gambar IV.6. Pewadahan dan Pemilahan Limbah Medis ......................................... 62
ix
Gambar IV.7. Pewadahan dan Pemilahan Limbah Padat Sejenis Domestik ............. 63
Gambar IV.8. TPS di PT X Indonesia (Pabrik Cibitung) ........................................... 64
Gambar V.1. Diagram Pareto Timbulan Limbah Padat Produk Klasifikasi Waste .... 76
Gambar V.2. Diagram Pareto Alasan Klasifikasi Produk ........................................... 77
Gambar V.3. Fishbone Diagram Limbah Sisa Vakum ............................................... 78
Gambar V.4. Fishbone Diagram Limbah Sisa Analisa .............................................. 82
Gambar V.5. Fishbone Diagram Limbah Kemasan Bekas......................................... 85
Gambar V.6. Diagram Pareto Timbulan Limbah Padat Produk Klasifikasi Scrap..... 99
Gambar V.7 Aerated Static Pile Composting ........................................................... 115
x
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Timbulan sampah berdasarkan sumber ..................................................... 30
Tabel III.2. Komposisi Sampah .................................................................................. 31
Tabel III.3. Contoh Komposisi Sampah di Berbagai Kota di Dunia .......................... 32
Tabel III.4. Pola dan Karakteristik Pewadahan Sampah ............................................. 37
Tabel III.5. Contoh Wadah dan Penggunaannya ........................................................ 37
Tabel III.6. Persyaratan Pola Pengumpulan Sampah .................................................. 39
Tabel III.7. Tipe Pemindahan Sampah ........................................................................ 42
Tabel IV.1. Tahapan Proses dan Uraian dari Produksi Susu Bubuk Non Lemak di
Gudang Baku ............................................................................................................... 57
Tabel IV.2. Tahapan Proses dan Uraian dari Produksi Susu Bubuk Non Lemak di
Produksi....................................................................................................................... 58
Tabel IV.3. Tahapan Proses dan Uraian dari Produksi Sari Buah .............................. 60
Tabel IV.4. Alasan Sumber Penghasil Limbah Padat Produk .................................... 62
Tabel IV.5. Data Timbulan Sampah Produk Tahun 2019 ........................................... 62
Tabel IV.6. Data Timbulan Sampah Non Produk Tahun 2019 ................................... 57
Tabel IV.7. Data Timbulan Sampah Non Produk Tiap Bulan Tahun 2019 ................ 58
Tabel IV.8. Data Timbulan Sampah Non Produk Tiap Bulan Tahun 2020 ................ 59
Tabel IV.9. Komposisi Limbah Padat Domestik ........................................................ 60
Tabel IV.10. Data Kelompok Barang Limbah Padat Produk OF Ciawi Tahun 2019 . 64
Tabel IV.11. Data Kuantitas Limbah Produk OF ke Ciawi Tahun 2019 (Jan-Jul) ..... 65
Tabel IV.12. Data Kuantitas Limbah Produk OF ke Ciawi Tahun 2020 (Jan-Jul) ..... 65
Tabel IV.13. Data Kelompok Barang Limbah Padat Produk Penjualan ke PT PDS
Tahun 2019.................................................................................................................. 67
Tabel IV.14. Data Kuantitas Limbah Produk Penjualan ke PT PDS 2019 ................. 67
Tabel IV.15. Data Kelompok Barang Limbah Padat Produk Pengangkutan ke PT PDS
Tahun 2020.................................................................................................................. 68
Tabel IV.16. Data Kuantitas Limbah Produk Pengangkutan ke PT PDS Tahun
2020 ............................................................................................................................. 68
Tabel IV.17. Data Kuantitas Limbah Produk PT PDS Tahun 2020 (Januari-Juli) ..... 70
xi
Tabel IV.18. Data Jumlah Ritasi dan Biaya yang Dikeluarkan Tahun 2019 .............. 71
Tabel IV.19. Data Jumlah Ritasi Tahun 2020 (Januari-Juli) ...................................... 71
Tabel IV.20. Lembaga Pengelolaan Limbah Padat ..................................................... 73
Tabel V.1. Data Timbulan Limbah Padat Produk Klasifikasi Waste .......................... 75
Tabel V.2. Data Pembuangan Limbah Padat Produk Tahun 2020 ............................. 76
Tabel V.3. Penjelasan Penyebab Ketidak efektifan Hasil Limbah Sisa Vakum ......... 79
Tabel V.4. Penjelasan Penyebab Ketidakefektifan Hasil Limbah Sisa Analisa ......... 82
Tabel V.5 Penjelasan Penyebab Ketidakefektifan Hasil Limbah Kemasan Bekas ..... 85
Tabel V.6. Penerapan RECP pada Produk Sisa Vakum.............................................. 89
Tabel V.7. Penerapan RECP pada Produk Sisa Analisa ............................................. 94
Tabel V.8. Penerapan RECP pada Kemasan Produk .................................................. 95
Tabel V.9. Penjualan scrap Tahun 2019 ..................................................................... 99
Tabel V.10 Penjualan scrap Tahun 2020 .................................................................. 100
Tabel V.11 Rata-rata Penjualan Tiap Bulan ............................................................. 103
Tabel V.12 Harga Satuan Jenis Barang yang Dijual ................................................. 104
Tabel V.13 Metode Penelitian Analisi Data Keuntungan ......................................... 104
Tabel V.14. Rata-rata Kegiatan Setiap Produk (Rata-rata Sebulan) ......................... 105
Tabel V.15. Tingkat Keuntungan Setiap Jenis Barang (1 Bulan) ............................. 106
Tabel V.16. Penerapan Pengolahan Limbah Padat Doemstik................................... 112
Tabel V.17. Keuntungan dan kerugian penggunaan aerated static pile. .................. 116
Tabel V.18. Parameter Penentuan Teknologi Pengolahan Terpilih .......................... 117
Tabel V.19. Pembobotan Tiap Alternatif Teknologi Pengolahan (1) ....................... 120
Tabel V.20 Pembobotan Tiap Alternatif Teknologi Pengolahan (2) ........................ 121
Tabel V.21 Pemilihan Alternatif Teknologi Pengolahan .......................................... 121
Tabel V.22 Kebutuhan Luas Lahan Composting ...................................................... 125
Tabel V.23 Data Perusahaan Pengolahan Limbah Padat .......................................... 126
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. 1 : SSA Factory Perusahaan Bidang HSE .......................................... 135
Lampiran A. 2 : Dokumentasi Perusahaan (Pengelolaan Limbah B3) ..................... 137
Lampiran A. 3 : Layout Tempat Sampah PT X Pabrik Cibitung .............................. 138
Lampiran A. 4 : Data Timbulan Limbah Padat Produk 2019 ................................... 139
Lampiran A. 5 : Data Timbulan Limbah Padat Non Produk 2019 ........................... 140
Lampiran A. 6 : Data Timbulan Limbah Produk Tahun 2020 .................................. 142
Lampiran A. 7 : Jumlah Tempat Sampah di PT X .................................................... 143
Lampiran B. 1 : Checklist RECP…………………………………………………...146
Lampiran C. 1 :Kuesioner Nordic Body Map……………………………………...156
Lampiran C. 2 : Lembar RULA ................................................................................ 157
Lampiran C. 3 : Checksheet untuk Identifikasi Loss di Unit Produksi .................... 158
Lampiran C. 4 : Contoh Frekuensi Kejadian Identifikasi Losses ............................ 159
Lampiran D. 1 : Surat Perjanjian Praktek Lapang/Penelitian………………………161
Lampiran D. 2 : Surat Telah Menyelesaikan Kerja Praktik ...................................... 163
Lampiran E. 1 : Asistensi Bimbingan Kerja Praktik Lapangan…………………….165
Lampiran E. 2 : Video Conference dengan Pihak Perusahaan.................................. 172
Lampiran F. 1 : KSM Semester 1 Tahun 2020/2021……………………………….174
Lampiran F. 2 : Surat Tugas Kerja Praktik ............................................................... 175
Lampiran F. 3 : Form Kesediaan Menjadi Pembimbing KP ..................................... 176
Lampiran F. 4 : Catatan Asistensi Kerja Praktek ...................................................... 177
Lampiran F. 5 : Penilaian dari Perusahaan................................................................ 181
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1
kualitas buangan atau limbah (effluent). Dari peraturan tersebut, dalam pengelolaan
sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan
Pemerintah, pemerintah daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga
pengelolaan sampah dapat berjalan efektif dan efisien. Selain itu terdapat himbauan
dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 75 Tahun 2019 mengenai pelaksanaan
peta jalan pengurangan sampah periode tahun 2020 sampai dengan tahun 2029 untuk
mencapai target penurunan sampah oleh Produsen masing-masing bidang usaha
sebesar 30%.
Permasalahan yang terjadi di PT X adalah tingginya limbah padat domestik yang
dihasilkan di hulu menyebabkan peningkatan biaya operasional pengelolaan dan
pengolahan limbah padat eksisting serta akan memberikan dampak terhadap
lingkungan. Sehingga diperlukan perbaikan untuk mereduksi limbah padat. Untuk
memahami lebih dalam mengenai limbah padat yang dihasilkan di PT X, diperlukan
evaluasi dan penelitian mengenai kuantitas dan besar potensi limbah padat yang dapat
direduksi dengan menggunakan penerapan produksi bersih pada industri. Lalu dapat
dianjurkan evaluasi atau referensi ke depan terhadap sistem pengelolaan dan
pengolahan yang tersedia dengan perbaikan rencana teknis operasional pengolahan
limbah padat sesuai hierarki pengelolaan sampah.
2
1. Sebagai pembelajaran dan pengalaman dalam hal engineering practice sebagai
seorang mahasiswa yang kelak akan menjadi seorang sarjana teknik.
2. Sebagai dasar dalam pelatihan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan
kerja.
3. Sebagai wawasan teknik lingkungan mengenai penerapan produksi bersih dalam
tata kelola limbah padat.
4. Perusahaan juga dapat mengevaluasi tata kelola limbah padat yang tersedia.
I.5 Metodologi
Metode yang digunakan penulis dalam penyusun laporan kerja praktik ini adalah
sebagai berikut.
1. Metode kepustakaan
3
Metode kepustakaan adalah metode dengan cara pengumpulan data bermacam-
macam material yang terdapat diruang kepustakaan yang relevan.
2. Metode deskriptif
Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk mencari unsur-unsur, ciri-
ciri, sifat-sifat suatu fenomena. Metode ini dimulai dengan mengumpulkan data,
menganalisis data dan menginterpetasikannya. Metode ini dalam pelaksanaannya
dilakukan dengan cara :
a. Survey, yaitu metode penelitian yang menggunakan data dan informasi, baik
kualitatif maupun kuantitatif, dari sumber dengan wawancara yang terarah.
b. Data sekunder, yaitu metode penelitian yang menggunakan data dan informasi
yang berasal dari pengamatan sebelumnya atau dari laporan lembaga yang
menerbitkan hasil penelitian yang dibutuhkan oleh penulis.
3. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan dalam laporan kerja praktik ini merupakan evaluasi
eksternal. Evaluasi eksternal dapat dilakukan pada fase pengembangan ide dan
dokumen yang tesedia bahkan dapat melakukan pengembangan pada tahap
implementasi. Dari hasil observasi, wawancara, dan studi literatur, maka dapat
dilaksanakan evaluasi terhadap beberapa cakupan pembahasan dalam pelaksanaan
kerja praktik ini.
4. Analisis dan diskusi
Hasil evaluasi digunakan untuk menyusun analisis agar dapat menghasilkan saran
yang bertujuan untuk memperbaiki tata kelola limbah padat domestik dan sejenis
domestik. Proses ini dibantu dengan diskusi dengan pembimbing, baik pembimbing
perusahaan di maupun dosen pembimbing.
4
Pada bab ini akan menguraikan tentang berbagai hal yang melatar belakangi
pelaksanaan kerja praktik, tujuan dan manfaat kerja praktik, ruang lingkup
pembahasan, waktu dan tempat pelaksanaan, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Pada bab ini akan menguraikan sejarah singkat perusahaan, organisasi perusahaan
meliputi visi misi perusahaan, logo perusahaan dan budaya perusahaan serta produk
yang dihasilkan oleh perusahaan.
BAB III : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan menjelaskan tentang definisi dan ruang lingkup produksi bersih,
prinsip penerapan produksi bersih, pelaksanaan produksi bersih, serta definisi limbah
padat, peraturan yang mengatur limbah padat, karakteristik limbah padat dan teknik
pengelolaan dan pengolahan limbah padat.
BAB IV : KONDISI AKTUAL
Pada bab ini akan menjelaskan tentang kondisi sebenarnya di lapangan seperti
perencanaan dan struktur organisasi; proses produksi penghasil limbah padat di titik
tertentu meliputi input, proses dan output serta penggambaran neraca massanya;
identifikasi limbah yang dihasilkan meliputi sumber, timbulan, dan teknik pengelolaan
dan pengolahan yang tersedia; dan analisis ekonomi dan lingkungan yang sudah
dilakukan oleh perusahaan berkaitan terhadap identifikasi limbah yang dihasilkan.
BAB V : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menguraikan pembahasan serta analisis tentang tata kelola limbah
padat dengan penerapan produksi bersih, dengan dua hal yang ingin dicapai yaitu
peningkatan reduksi dari sumber penghasil limbah padat dengan mengidentifikasi
peluang reduksi limbah dari data audit limbah, evaluasi pendahuluan terhadap potensi
reduksi serta pembuatan prioritas pilihan untuk penerapan produksi bersih. Lalu teknis
pengolahan pasca reduksi dari sumber penghasil limbah padat.
BAB VI : PENUTUP
Pada bab ini akan menjelaskan tentang kesimpulan dan saran berdasarkan pengolahan
data (kondisi eksisting dan evaluasi) yang dilakukan selama kerja praktik di PT X.
5
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
II.1 Sejarah PT X
PT X merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak di industri makanan dan
minuman kesehatan. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 2 Februari 1979 di Semarang
atas prakarsa Bapak Hari Budiarto, M.Sc, kemudian disahkan pada tanggal 2 November
1980. Pada awalnya kantor pusat PT X berlokasi di Jalan Tanah Abang III No.31 Jakarta,
sedangkan pabriknya berlokasi di Semarang, hasil produksinya berupa sirup, minuman
serbuk instan dan produk susu. Saat ini PT X memiliki empat lokasi sebagai berikut.
1. Lokasi I : Kantor pusat PT X Jl. Rawabali II/No.3, Kawasan Industri Pulo Gadung,
Jakarta Timur. Lokasi ini merupakan lokasi yang diperuntukkan untuk kegiatan
perkantoran yaitu tempat dari kantor PT X.
2. Lokasi II : Jl. Raya Ciawi No.280 A, Ciawi, Bogor sejak bulan April 1980.
3. Lokasi III : Kawasan Industri MM2100 Cibitung Jl. Selayar Blok H7-H8 Cikarang
Barat 17520, Indonesia.
4. Lokasi IV : Jl. Alternatif Sentul Sirkuit No. 09 Babakan Cikeas RT 06/03, Desa
Sentul, Kec. Babakan Madang Kab Bogor 16810, Indonesia.
Perpindahan dan penambahan lokasi tersebut bertujuan untuk mengembangkan
perusahaan dan mempermudah pelayanan terhadap konsumen. PT X menerapkan
sistem mutu untuk memperoleh produk yang konsisten dan sesuai standar, serta untuk
mendapatkan pengakuan internasional. Sebagai buktinya pada tahun 1994, PT X
memperoleh sertifikat standar sistem mutu internasional yakni ISO 9002:1987, dan
dalam hal ini PT X merupakan produsen makanan kesehatan pertama di Indonesia yang
memperoleh sertifikat ISO 9002 untuk aktivitas manufaktur pabrik. Pada tahun 1997
National Sales PT X mendapatkan sertifikat ISO 9002:1994, tahun 2001 Laboratorium
PT X mendapatkan sertifikat ISO 17025:2000, tahun 2005 National Sales PT X
mendapatkan kembali sertifikat ISO 9001:2000 dan Holding Company mendapatkan
sertifikat ISO 9001:2000. Pada tahun 2008, Manufaktur perusahaan mendapat sertifikat
ISO 22000:2005 dan Laboratorium mendapatkan kembali sertifikat ISO IEC
17025:2005. Lalu pada tahun 2009, Manufaktur non produksi mendapatkan sertifikat
6
ISO 9001 : 2008, dan pada tahun 2010 mendapat sertifikasi sistem jaminan halal dari
LP-POM MUI, sedangkan sertifikat halal bagi semua produk didapatkan sesuai tahun
launching nya.
“Helping our customer to achieve a longer healthy life through our reputable a
leading brands.”
Misi :
“Inspiring a nutritious life”
Untuk mewujudkan misi tersebut, PT X berusaha memahami pelanggan dalam setiap
fase kehidupan yang dialaminya, mengidentifikasi kebutuhan unik mereka, dan
memberikan solusi; terutama melalui produk dan pelayanan bernutrisi untuk meraih
kehidupan yang lebih sehat dan berkualitas. Nilai-nilai bisnis utama dari PT X adalah
sebagai berikut.
1. Perusahaan menekankan pada integritas dan keberlangsungan bisnis jangka
panjang. Nutrifood berusaha mempertimbangkan dampak jangka panjang dalam
setiap pengambilan keputusan, berkomitmen dalam memberikan solusi yang telah
teruji efektif.
2. Perusahaan bergerak sebagai boutique company yang memiliki karakter, unik,
inovatif, dan premium.
3. Perusahaan percaya bahwa pencegahan lebih baik daripada mengobati. Oleh karena
itu, Perusahaan memberikan produk dan jasa yang bersifat preventif untuk
dimanfaatkan oleh pelanggan.
7
4. Perusahaan percaya bahwa kesehatan dan kenikmatan dapat berjalan selaras.
Berbagai produk dan jasa yang diberikan merupakan kombinasi dari sesuatu yang
sehat, nikmat dan mudah untuk dikonsumsi.
II.3.1 Pemanis
Pemanis merupakan serangkaian produk sehat dan bercitarasa tinggi yang
menginspirasi konsumen untuk hidup sehat lebih lama. Maka dari itu, untuk
memprioritaskan kesehatan dan memberikan manfaat-manfaat kesehatan, pemanis
yang diproduksi adalah produk bebas gula dan rendah kalori.
1. Produk bebas gula : gula rendah kalori, zero calories, gula jawa rendah kalori, madu
rendah kalori, café latte, syrup, dan jam.
2. Susu non fat : fitosterol, omega-fiber, dan soy ginger;
3. Pelengkap masakan : corn oil, kecap manis dan gula tebu rendah kalori;
4. Healthy Meal : susu Healthy Meal, Healthy Meal cookies, dan Healthy Meal variasi
gold.
8
II.3.2 Produk Susu Bubuk Non Lemak
Produk susu bubuk non lemak merupakan salah satu produk susu alami yang rendah
lemak dan tinggi protein. Terdapat beberapa jenis produk susu bubuk non lemak yang
diproduksi oleh Nutrofood menyesuaikan rentang umur konsumen.
1. Susu bubuk untuk manula, merupakan susu mineral alami dengan Glucosamine dan
Chondroitin untuk usia 50 tahun ke atas;
2. Susu bubuk untuk dewasa, merupakan susu mineral alami untuk kesehatan tulang
dan sendi cocok untuk usia antara 19 – 50 tahun;
3. Susu bubuk untuk remaja, merupakan susu mineral alami yang baik untuk
pertumbuhan tulang dan sendi yang tinggi kalsium dan rendah lemak, cocok untuk
usia di bawah 19 tahun;
4. Susu bubuk untuk anak-anak, kebutuhan susu ini dipengaruhi oleh masa kanak-
kanak yang merupakan fase penting dalam pertumbuhan yaitu kebutuhan nutrisi
yang tepat.
5. Susu bubuk rasa kacang hijau, merupakan susu mineral alami rasa kacang hijau.
Produk susu ini selain tinggi kalsium dan rendah lemak, memiliki kandungan
laktosa yang rendah;
6. Susu bubuk Soleha, merupakan susu mineral alami untuk orang yang kurang
mendapatkan sinar matahari. Dalam susu bubuk Soleha, terkandung vitamin D
tinggi yang dapat membantu penyerapan kalsium dalam tubuh;
7. Susu bubuk rasa javacinno latte, merupakan susu mineral alami untuk stamina
tinggi karena terkandung vitamin B yang lebih lengkap;
9
pomegranate, sari buah jelly kiwi. Terakhir adalah sari buah serbuk dengan rasa jeruk
manis, jeruk mandarin, jeruk nipis, leci, jambu, dan frut’en veg.
10
II.4.1.2 Departemen Produksi
Departemen produksi bertanggung jawab untuk menghasilkan produk dari material
mentah menjadi barang jadi yang dapat dipasarkan kepada konsumen.
11
memperoleh kualitas dan kuantitas produksi. Quality control sangat dibutuhkan dalam
perusahaan karena mampu menekan jumlah kerusakan produk. PT X adalah salah satu
perusahaan yang menerapkan quality control pada proses produksinya.
II.4.1.6 Klinik
PT X menyediakan sarana klinik sebagai pusat pelayanan kesehatan kerja bagi seluruh
tenaga kerja yang berada pada perusahaan tersebut.
12
HSE
Manager
Priarso Sukaton
WWTP
HSE spv engineer
Ari Ayu
Op WWTP Op WWTP
Ciawi Cibitung
Agi – Nurdin - Hamid Naufal - Sofi
13
•Menetapkan Identifikasi Bahaya, Pengendalian
Risiko (IBPR) dan Identifikasi Dampak Lingkungan
Namun terdapat aktivitas tidak rutin yang dilakukan di bidang HSE sebagai berikut.
1. Konsultasi dan kolaborasi dengan Kementrian Ketenagakerjaan, Lingkungan dan
Energi;
2. Bertindak sebagai auditor untuk mendukung peningkatan berkelanjutan dalam
efisiensi energy dan air (kolaborasi dengan departemen engineering);
3. Pelaporan untuk mendapat proper hijau;
4. Evaluasi compliance terhadap standar ISO dan standar lain yang relevan;
14
5. Migrasi dan adopsi sistem manajemen standar baru yang terkait dengan aspek
lingkungan;
6. Proyek utama WWTP, baik perbaikan atau proyek baru.
15
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
16
Terdapat beberapa aspek yang ada pada kegiatan di proses produksi bersih ini, meliputi
polusi lingkungan, energi dan isu perubahan iklim. Saat ini kegiatan produksi bersih
berfokus untuk penanganan, pembangunan dan penerapan mengatasi masalah
lingkungan (Thrane, 2009).
Teknologi yang digunakan dalam konsep produksi bersih ini menggunakan beberapa
modifikasi dalam setiap tahapan proses produksi, sehingga mendapatkan keuntungan
dalam hal pengurangan jumlah bahan baku, pengurangan energi dan pengurangan
limbah sesuai dengan Gambar III.1 (UNIDO, 2002).
17
1. Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki pada
saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi :
- Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada proses
maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami dengan baik
analisis daur hidup produk.
- Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya
perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait
pemerintah, masyarakat maupunn kalangan usaha.
2. Re-use (penggunaan kembali), adalah upaya untuk memungkinkan suatu limbah
dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi.
3. Reduce (pengurangan), adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi
timbulan limbah pada sumbernya.
4. Recycle (daur ulang), adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan
limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuan fisika,
kimia dan biologi.
5. Recovery (pungut ulang, ambil ulang) adalah upaya mengambil bahan-bahan yang
masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah kemudian dikembalikan
ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika, kimia dan biologi.
Dari kelima prinsip tersebut, yang perlu diperhatikan untuk mencapai
keberhasilan program produksi bersih adalah mengurangi penyebab timbulnya
limbah menurut Gambar III.2 (USAID, 1997).
18
Gambar III.2. Teknik-teknik Produksi Bersih
III.4 Pelaksanaan Efisiensi Sumber Daya dan Produksi Bersih dalam Industri
Dalam RECP, limbah yang dihasilkan dalam keseluruhan proses produksi merupakan
indikator ketidakefeksienan proses produksi. RECP menerapkan teknik preventif dan
manajemen total untuk mencapai hal-hal sebagai berikut (UNIDO, 2002).
a. Penggunaan sumber daya alam secara efisien, dengan mengurangi penggunaan
bahan baku, air dan energi;
b. Penerapan minimasi limbah dalam industri untuk minimasi dampak terhadap
lingkungan;
c. Meningkatkan dan melindungi kesehatan manusia melalui peningkatan kesehatan
dan keselamatan kerja.
19
III.4.1 Penggunaan Sumber Daya Alam Secara Efisien
Secara garis besarnya, pemilihan penerapan efisiensi sumber daya dan produksi bersih
dapat dikelompokkan menjadi lima bagian sebagai berikut (Indrasti, N.S & Fauzi,
A.M, 2009).
1. Good house-keeping
Dalam pelaksanaan good house-keeping mencakup tindakan prosedural,
administratif maupun institusional yang dapat digunakan perusahaan untuk
mengurangi terbentuknya limbah dan emisi. Konsep ini telah banyak diterapkan
oleh kalangan industri agar dapat meningkatkan efisiensi dengan cara good
operating practice yang mencakup :
a. Pengembangan program cleaner production (CP);
b. Pengembangan sumber daya manusia;
c. Tata cara penanganan dan investasi bahan;
d. Pencegahan kehilangan bahan atau material;
e. Pemisahan limbah menurut jenisnya;
f. Tata cara perhitungan biaya;
g. Penjadwalan produksi.
2. Perubahan material input
Pada proses ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
bahan berbahaya dan beracun yang masuk atau yang digunakan dalam proses
produksi, sehingga dapat juga menghindari terbentuknya limbah B3 dalam proses
produksi. Perubahan material input termasuk permunian bahan dan substitusi
bahan.
3. Perubahan teknologi
Pada proses ini mencakup modifikasi proses dan peralatan yang dilakukan untuk
mengurangi limbah dan emisi, perubahan teknologi dapat dimulai dari yang
sederhana dalam waktu yang singkat dan biaya murah sampai dengan perubahan
yang memerlukan investasi tinggi, seperti perubahan peralatan, tata letak pabrik,
penggunaan peralatan otomatis dan perubahan kondisi proses.
20
4. Perubahan produk
Perubahan produk meliputi substitusi produk, konservasi produk dan perubahan
komposisi produk.
5. On-site reuse
Upaya ini merupakan penggunaan kembali bahan-bahan yang terkandung dalam
limbah, baik untuk digunakan kembali pada proses awal atau sebagai material input
dalam ptoses yang lain.
21
dan penggunaan teknologi informasi untuk pengontrolan persediaan. Ada tiga tahapan
utama dalam penerapan minimasi limbah pada perusahaan sebagai berikut (UNEP &
ISWA, 2002).
1. Perencanaan dan struktur organisasi
Hal-hal yang dilakukan pada tahap perencanaan dan struktur organisasi adalah
membentuk kesepakatan manajemen, membuat program perencanaan, menentukan
tujuan dan prioritas serta membentuk tim audit.
2. Mengidentifikasi limbah
Pada tahap ini terdapat enam tahap yang akan dilakukan yaitu sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi proses produksi
Tahap pertama adalah memeriksa tempat produksi, kedua mengidentifikasi
perbedaan proses pada tempat produksi, dan ketiga membuat daftar proses.
Terakhir adalah mencari informasi sebanyak mungkin mengenai proses
tersebut. Diagram yang terdapat pada Gambar III.3 menggambarkan diagram
proses produksi yang mendukung minimasi limbah.
22
b. Menetapkan input proses
Tahapan dam menetapkan input proses adalah menghitung semua bahan masuk
menjadi proses masing-masing seperti bahan baku, energi, dan air dalam
satuan detail dan memastikan semua data tercatat dengan baik dengan jangka
waktu tahunan, bulanan maupun dalam bentuk mingguan. Dalam menetapkan
input dilakukan identifikasi bahan dengan melakukan pengelompokan
berdasarkan sumber. Misalnya sumber, sifat fisik, sifat kimia dan tingkat
toksisitasnya.
c. Menetapkan output proses
Dalam menetapkan output proses, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Proses identifikasi dan pengukuran semua proses serta output seperti hasil
utama, hasil samping dan limbah untuk digunakan kembali atau daur ulang,
serta limbah yang benar-benar siap untuk dibuang.
d. Membuat neraca massa
Pembuatan neraca massa memiliki tujuan untuk meyakinkan, bahwa semua
bahan telah terhitung sebagai berikut.
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 + 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
e. Mengidentifikasi peluang
Pada tahap identifikasi peluang minimasi limbah dapat digunakan dengan data
yang diperoleh dari audit limbah, membuat evaluasi pendahuluan terhadap
potensi minimasi limbah dan membuat prioritas pilihan untuk penerapan.
f. Membuat studi kelayakan
Dalam membuat analisis kelayakan ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan yaitu pertimbangan teknologi dan pertimbangan ekonomi.
Pertimbangan teknologi diantaranya ketersediaan teknologi yang dimiliki,
keterbatasan fasilitas termasuk kesesuaian operasi yang ada, syarat untuk
membuat suatu produk, keamanan operator dan pelatihan, potensi terhadap
kesehatan dan dampak lingkungan. Sedangkan pertimbangan ekonomi yaitu
modal dan biaya operasi.
3. Penerapan, pengawasan dan pengontrolan
23
Pada tahap akhir ini, ada beberapa hal yang dilakukan pada penerapan, pengawasan
dan pengontrolan diantaranya adalah menyiapkan rencana pelaksanaan,
mengidentifikasi sumber, melaksanakan pengukuran, dan mengevaluasi kinerja
yang telah dilakukan.
24
tetapi bahan tersebut kadang-kadang masih dapat dimanfaatkan kembali dijadikan
bahan baku (Damanhuri, 2010). Sedangkan definisi dari limbah padat berdasarkan
istilah lingkungan untuk manajemen, limbah padat merupakan suatu bahan yang
terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang
belum memiliki nilai ekonomis. Pengertian limbah padat disesuaikan dengan
sumbernya baik itu domestik atau industri (Ecolink, 1996).
25
III.7 Jenis Limbah Padat
Limbah padat atau sampah yang diatur dalam UU No 18 Tahun 2018 dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu.
1. Sampah rumah tangga atau domestik, merupakan sampah yang berasal dari
kegiatan sehari-hari rumah tangga.
2. Sampah sejenis rumah tangga, merupakan sampah yang berasal dari kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial dan fasilitas umum
lain.
3. Sampah spesifik, merupakan sampah yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun, sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun,
dan/atau sampah yang timbul secara tidak periodik. Sampah secara sederhana
dikelompokkan menjadi sampah organik (sampah basah, biasanya dari kegiatan
dapur) dan sampah anorganik (sampah kering seperti botol, kertas dan plastik).
Kemudian pembagian sampah ini dibagi menjadi :
a. Mudah membusuk (putrescible) dan tidak mudah membusuk;
b. Mudah terurai (biodegradable) dan tidak mudah terurai;
c. Mudah terbakar (combustible) dan tidak mudah terbakar;
d. Dapat didaur-ulang (recycleable) dan tidak dapat didaur-ulang;
e. Berbahaya (hazardous) dan tidak berbahaya.
a. Sampah dari rumah tinggal, merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan
atau lingkungan rumah tangga yang sering disebut dengan istilah sampah
domestik. Dari kelompok sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa
makanan, plastik, kertas, karton, kayu dan terkadang dahan pohon.
26
b. Sampah dari daerah komersial, sampah ini bersumber dari pertokoan, pusat
perdagangan, pasar, hotel dan lain-lain.
c. Sampah dari perkantoran atau institusi, sumber sampah dari kelompok ini
meliputi perkantoran, rumah sakit, lembaga perpegawaian, dan lain-lain. Dari
sumber ini potensial dihasilkan sampah seperti halnya dari daerah komersial non-
pasar.
d. Sampah dari tempat umum, sumber sampah dari kelompok ini dapat berupa jalan
kota, taman, tempat parkir, tempat rekreasi, saluran darinase kota, dan lain-lain.
Dari daerah ini umumnya dihasilkan sampah berupa daun/dahan pohon,
pasir/lumpur, sampah umum seperti plastik, kertas, dan lain-lain.
e. Sampah dari industri, biasanya tetap menghasilkan sampah sejenis domestik,
seperti sisa makanan, kertas, plastik, dan lain-lain.
Berdasarkan pembentukan limbah secara umum, ada keterkaitan antara bahan baku,
energi, produl yang dihasilkan dan limbah dari sebuah proses industri, maupun
aktivitas manusia sehari-hari. Bahan terbuang dapat berasal dari proses produksi atau
dari pemakaian barang-barang yang dikonsumsi sesuai Gambar III.4.
Terdapat lima kelompok proses limbah terbentuk sesuai dengan Gambar III.4.
1. Limbah yang berasal dari bahan baku yang tidak mengalami perubahan komposisi
baik secara kimia dan biologis. Mekanisme transformasi yang terjadi hanya bersifat
fisik, misalnya pemotongan atau penggergajian. Limbah kategori ini biasanya
27
digunakan kembali sebagai bahan baku. Sampah perkotaan banyak termasuk dalam
kategori ini.
2. Limbah yang terbentuk akibat hasil sampling dari sebuah proses kimia, fisika dan
biologis atau karena kesalahan dari proses yang berlangsung. Limbah yang
dihasilkan mempunyai sifat yang berbeda dari bahan baku semula. Limbah ini ada
yang dapat menjadi bahan baku industri lain atau tidak dapat dimanfaatkan sama
sekali.
3. Limbah yang terbentuk akibat penggunaan bahan baku sekunder, misalnya pelarut
atau pelumas. Bahan baku sekunder ini tidak ikut dalam reaksi proses
pembentukkan produk.
4. Limbah yang berasal dari hasil sampling pengolahan limbah. Pada dasarnya semua
pengolah limbah tidak dapat mentransfer limbah menjadi 100% non limbah. Ada
produk samping yang harus ditangani lebih lanjut.
5. Limbah yang berasal dari bahan samping pemasaran produk industri, misalnya
kertas, plastik, kayu, logam, drum, kontainer, tabung kosong, dan sebagainya.
Limbah jenis ini dapat dimanfaatkan kembali sesuai fungsinya semula atau diolah
terlebih dahulu agar menjadi produk baru. Sampah kota banyak terdapat dalam
kategori ini.
28
Dalam pengukuran timbulan limbah padat, terdapat empat metode pengukuran yang
diatur dalam SNI 19-3964-1994.
a. Mengukur langsung satuan timbulan sampah dari sejumlah sampel baik rumah
tangga dan non rumah tangga yang ditentukan secara random proporsional di
sumber selama 8 hari berturut-turut.
b. Load-count analysis, perhitungan ini didasarkan dengan pengukuran jumlah
(berat dan/atau volume) sampah yang masuk ke TPS, misalnya diangkut dengan
gerobak selama delapan hari berturut-turut dengan melacak jumlah dan jenis
penghasil sampah yang dilayani oleh gerobak yang mengumpulkan sampah
tersebut. Kemudian diperoleh satuan timbulan sampah per-ekivalensi penduduk.
c. Weight-volume analysis, jumlah sampah yang masuk ke fasilitas penerima
sampah dapat diketahui melalui jembatan timbang. Jumlah sampah-sampah
harian kemudian digabung dengan perkiraan area layanan. Satuan timbulan
sampah per-ekivalensi penduduk diperoleh berdasarkan data penduduk dan sarana
umum terlayani.
d. Material balance analysis, merupakan analisis yang lebih mendasar dengan
menganalisis aliran bahan masuk, aliran bahan yang hilang dalam sistem dan
aliran bahan yang menjadi sampah dari sebuah sistem yang ditentukan batas-
batasnya.
Di Indonesia umumnya menerapkan satuan volume. Penggunaan satuan volume dapat
menimbulkan kesalahan dalam interpretasi karena terdapat faktor kompaksi yang harus
diperhitungkan.
Prakiraan timbulan sampah baik untuk saat sekarang maupun di masa mendatang
merupakan dasar dari perencanaan, perancangan, dan pengkajian sistem pengelolaan
persampahan. Prakiraan rerata timbulan sampah akan merupakan langkah awal yang
biasa dilakukan dalam pengelolaan persampahan. Satuan timbulan sampah ini biasanya
dinyatakan sebagai satuan skala kuantitas per orang atau per unit bangunan dan
sebagainya. Rata-rata timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari hari ke hari,
29
antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan antara satu negara dengan negara
lainnya. Variasi ini terutama disebabkan oleh perbedaan, antara lain :
30
III.8.3 Komposisi Limbah Padat
Komposisi sampah dinyatakan sebagai % berat (biasanya berat basah) atau % volume
(basah) dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan dan lain-lain.
Berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya, sampah dapat digolongkan sebagai
berikut.
a. Sampah yang dapat membusuk (garbage), seperti sisa makanan, daun, sampah
kebun, sampah pasar, sampah pertanian, dan lain-lain;
b. Sampah yang tidak membusuk (refuse), seperti plastik, kertas, karet, gelas, logam,
kaca, dan sebagainya;
c. Sampah yang berupa debu dan abu.
Berdasarkan Tabel III.2, ditunjukan komposisi sampah yang ada di negara maju.
Sedangkan Tabel III.3 menggambarkan contoh komposisi sampah kota di beberapa
tempat di dunia. Komposisi dan sifat sampah menggambarkan keanekaragaman
aktivitas manusia (Damanhuri, 2010).
31
Tabel III.3. Contoh Komposisi Sampah di Berbagai Kota di Dunia
Komposisi sampah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut.
a. Cuaca, di daerah yang kandungan airnya tinggi, kelembaban sampah juga akan
cukup tinggi
b. Frekuensi pengumpulan, semakin sering sampah dikumpulkan maka semakin
tinggi tumpukan sampah terbentuk. Tetapi sampah 32lterna akan berkurang karena
membusuk, dan yang akan terus bertambah adalah kertas dan dan sampah kering
lainnya yang sulit terdegradasi
c. Musim, jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang sedang
berlangsung
d. Tingkat pendapatan ekonomi, daerah ekonomi tinggi pada umumnya
menghasilkan sampah yang terdiri atas bahan kaleng, kertas, dan sebagainya
e. Pendapatan per kapita, masyarakat dari tingkat ekonomi rendah akan menghasilkan
total sampah yang lebih sedikit dan homogen alternativ tingkat ekonomi lebih
tinggi.
f. Kemasan produk, kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan
mempengaruhi. Negara maju cenderung tambah banyak yang menggunakan kertas
sebagai pengemas, sedangkan negara berkembang seperti Indonesia banyak
menggunakan plastik sebagai pengemas.
32
III.8.4 Karakteristik Limbah Padat
Karakteristik lain yang biasa ditampilkan dalam penanganan sampah adalah
karakteritik fisika dan kimia. Karakteristik tersebut sangat bervariasi, tergantung pada
komponenkomponen sampah. Kekhasan sampah dari berbagai tempat/daerah serta
jenisnya yang berbeda-beda memungkinkan sifat-sifat yang berbeda pula. Sampah kota
di negara-negara yang sedang berkembang akan berbeda susunannya dengan sampah
kota di negara-negara maju.
Karakteristik sampah dapat dikelompokkan menurut sifat-sifatnya, seperti :
a. Karakteristik fisika, meliputi :
Densitas sampah, merupakan kepadatan sampah yang menyatakan berat
sampah per satuan volume;
Kadar air, sejumlah air yang terkandung di dalam suatu sampah. Kadar air
dengan rentang 60 – 70% akan membuat aktivitas mikroba menjadi maksimum
(Liang et. al, 2003). Bila terlalu kering, proses dekomposisi akan terganggu,
namun bila terlalu basah, maka pori-pori timbunan akan terisi air;
Kadar volatil, persen kehilangan berat (setelah dikoreksi terhadap kadar air
sampah) apabila sampah dipanaskan pada suhu 550OC. Kadar volatile
menunjukkan kandungan organik yang hilang pada saat pemanasan. Hal ini
bertujuan untuk memperkirakan seberapa efektif pengurangan sampah
menggunakan metode pembakaran;
Kadar abu, merupakan sisa proses pembakaran pada suhu tinggi;
Nilai kalor, adalah jumlah panas yang dilepaskan ketika satu satuan massa
bahan dibakar secara. Penentuan kandungan energi sampah diperlukan dalam
proses pengolahan sampah secara termal yaitu memanfaatkan energi panas.
b. Karakteristik kimia, menggambarkan susunan kimia sampah yang terdiri dari unsur
C, N, O, P, H, S dan sebagainya.
Informasi mengenai komposisi dan karakteristik sampah diperlukan untuk memilih dan
menentukan cara pengoperasian setiap peralatan dan fasilitas-fasilitas lainnya dan
untuk memperkirakan kelayakan pemanfaatan kembali sumberdaya dan energi dalam
sampah, serta untuk perencanaan fasilitas pembuangan akhir (Damanhuri, 2010).
33
III.9 Reduksi Limbah Padat
Konsep utama pengelolaan sampah bertumpu pada pengurangan (minimasi) sejak
sebelum sampah itu terbentuk. Dilihat dari keterkaitan terbentuknya limbah, khususnya
limbah padat, ada dua pendekatan yang dilakukan untuk mengendalikan akibat adanya
limbah, yaitu (Damanhuri, 2010).
1) Pendekatan proaktif, yaitu upaya agar dalam proses penggunaan bahan akan
dihasilkan limbah yang seminimal mungkin, dengan tingkat bahaya serendah
mungkin. Pendekatan proaktif merupakan strategi yang diperkenalkan pada akhir
tahun 1970-an dalam dunia industri, dikenal sebagi teknologi bersih yang
bersasaran pada pengendalian atau reduksi terjadinya limbah melalui penggunaan
teknologi yang lebih bersih dan akrab terhadap lingkungan. Konsep ini meliputi :
- Tata letak atau good house keeping, baik manajemen penggunaan bahan serta
limbah yang dihasilkan;
- Penghematan bahan baku yang digunakan;
- Pemakaian kembali bahan baku tercecer yang masih bisa dimanfaatkan;
- Pemodifikasian proses dan penggantian teknologi jika diperlukan agar emisi
atau limbah yang dihasilkan seminimal mungkin;
- Pemisahan limbah yang terbentuk berdasarkan jenisnya agar lebih mudah
penanganannya.
2) Pendekatan reaktif, yaitu penanganan limbah yang dilakukan setelah limbah
tersebut terbentuk. Konsep ini mengandalkan pada teknologi pengolahan dan
pengurugan limbah, agar emisi dan residu yang dihasilkan aman dilepas kembali
ke lingkungan. Konsep pengendalian limbah secara reaktif tersebut kemudian
diperbaiki melalui kegiatan pemanfaatan kembali residu atau limbah secara
langsung (reuse), dan/atau melalui sebuah proses terlebih dahulu sebelum
dilakukan pemanfaatan (recycle) terhadap limbah tersebut.
34
III.10 Teknik Pengelolaan Limbah Padat
Berdasarkan Permen PU No. 3/PRT/M 2003 tentang penyelenggaraan prasarana dan
sarana persampahan dalam penanganan sampah rumah tangga dan sejenis sampah
rumah tangga mengatur teknik pengelolaan limbah padat meliputi teknik pewadahan,
pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan pengolahan. Dari gambar III.5,
digambarkan skema teknik operasional pengelolaan persampahan.
(Sumber : SNI-2454-2002)
III.10.1 Pewadahan
Pewadahan adalah kegiatan menampung sampah sementara dalam suatu wadah
individual atau komunal di tempat sumber sampah dengan mempertimbangkan jenis-
jenis sampah. Wadah sampah hendaknya mendorong terjadinya upaya daur-ulang,
yaitu disesuaikan dengan jenis sampah yang telah terpilah. Di negara maju adalah hal
yang umum dijumpai wadah sampah yang terdiri dari dari beragam jenis sesuai jenis
sampahnya. Namun di Indonesia, yang sampai saat ini masih belum berhasil
menerapkan konsep pemilahan, maka paling tidak hendaknya wadah tersebut
menampung secara terpisah.
35
Berdasarkan pedoman dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Permen
PU No. 3/PRT/M 2003, persyaratan sarana pemilahan dan pewidahan didasarkan pada
volume sampah, jenis sampah, penempatan, jadwal pengumpulan dan jenis sarana
pengumpulan dan pegangkutan. Lalu sarana pemilahan dan pewadahan harus diberi
label atau tanda, dibedakan bahan, bentuk dan/atau warna wadah dan menggunakan
wadah yang tertutup.
1) Sampah organik seperti daun sisa, sayuran, kulit buah lunak, sisa makanan dengan
wadah warna gelap;
2) Sampah anorganik seperti gelas, plastik, logam dan lainnya, dengan wadah terang;
3) Sampah bahan berbahaya beracun rumah tangga dengan warna merah yang diberi
lambang khusus atau semua ketentuan yang berlaku.
(Sumber : Kampoengilmu)
Kemudian jenis sarana pewadahan dibagi menjadi pewadahan individual dan
pewadahan komunal. Pola pewadahan individual diperuntukkan bagi daerah
pemukiman berpenghasilan tinggi dan daerah komersial. Sedangkan pola pewadahan
36
komunal diperuntukkan bagi daerah pemukiman sedang/kumuh, taman kota, jalan,
pasar.
Pola dan karakteristik dari perwadahan sampah terdiri dari bentuk atau jenis, sifat,
bahan, volume, dan pengadaan wadah. Pola dan karakteristik pewadahan sampah dapat
dilihat pada Tabel III.4. Sedangkan contoh wadah dan penggunaanya berdasarkan SNI
19-2454-2002 dapat dilihat pada Tabel III.5.
37
No Wadah Kapasitas Pelayanan Umur Keterangan
2 Bin 40 L 1 KK 2-3 Individu
tahun
3 Kontainer C-90 90 L 1 KK 2-3 Individu
tahun
4 Kontainer C- 120 L 2-3 KK 2-3 Toko
120 tahun
5 Kontainer C- 240 L 4-6 KK 2-3 Perseroan, pasar,
240 tahun dsb
6 Kontainer 1 m3 80 K 2-3 Komunal
tahun
7 Kontainer 500 L 40 KK 2-3 Komunal
tahun
8 Bin 30-40 L Pelajan 2-3 Komunal
kaki, taman tahun
(Sumber : SNI 19-2454-2002)
III.10.2 Pengumpulan
Pengumpulan adalah kegiatan mengambil dan memindahkan sampah dari sumber
sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah dengan
prinsip 3R. Operasional pengumpulan dan pengangkutan sampah mulai dari sumber
sampah hingga ke lokasi pemrosesan akhir atau ke lokasi pembuangan akhir, dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung (door to door) atau secara tidak
langsung (dengan menggunakan Transfer Depo/Container) sebagai Tempat
Penampungan Sementara (TPS).
a. Secara langsung (door to door), pada sistem ini proses pengumpulan dan
pengangkutan sampah dilakukan bersamaan. Sampah dari tiap-tiap sumber
diambil, kemudian dikumpulkan dan langsung diangkut ke tempat pembuangan
akhir;
38
b. Secara tidak langsung (communal), sebelum sampah diangkut ke tempat
pemrosesan, sampah dari masing-masing sumber akan dikumpulkan dahulu oleh
sarana pengumpul seperti dalam gerobak tangan (hand cart) dan diangkut ke TPS.
Berdasarkan SNI-19-2454-2002, terdapat teknis pengumpulan sampah yang meliputi
pola pengumpulan sampah, perencanaan operasional pengumpulan dan pelaksana
pengumpulan sampah. Namun dalam pengumpulan sampah ada beberapa yang perlu
diperhatikan yaitu keseimbangan pembebanan tugas, optimasi penggunaan alat, waktu
dan petugas serta minimasi jarak operasi. Lalu dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi pola pengumpulan sampah yaitu jumlah sampah terangkut, jumlah
penduduk, luas daerah operasi, kepadatan penduduk, panjang dan lebar jalan, kondisi
sarana penghubung, dan jarak titik pengumpulan dengan lokasi.
Pola pengumpulan sampah terdiri dari pola individual dan pola komunal baik secara
langung atau secara tidak langsung dengan syarat-syarat terdapat pada tabel III.6.
39
Jenis pola Metode operasional Persyaratan
3) Bagi kondisi topografi relatif datar (rata-
rata <5%) dapat menggunakan alat
pengumpul non mesin;
4) Alat pengumpul masih dapat menjangkau
secara langsung;
5) Kondisi lebar gang dapat dilalui alat
pengumpul tanpa mengganngu pemakai
jalan lainnya;
6) Harus ada organisasi pengelola
pengumpul sampah.
Komunal Langsung 1) Bila alat angkut terbatas;
2) Bila kemampuan pengendalian personil
dan peralatan relatif rendah;
3) Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-
sumber sampah individual (kondisi
daerah, berbukit, gang/jalan sempit);
4) Peran serta masyarakat tinggi;
5) Wadah komunal ditempatkan sesuai
dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah
dijangkau oleh alat pengangkut;
6) Untuk pemukiman tidak teratur.
Komunal Tidak langsung 1) Peran serta masyarakat tinggi;
2) Wadah komunal ditempatkan sesuai
dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah
dijangkau alat pengumpul;
3) Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia;
4) Bagi kondisi topografi relatif datar (rata-
rata <5%), dapat menggunakan alat
40
Jenis pola Metode operasional Persyaratan
pengumpul non mesin (gerobak, becak)
bagi kondisi topografi >5% dapat
menggunakan cara lain seperti pikulan,
kontainer kecil beroda dan karung;
5) Lebar jalan atau gang dapat dilalui alat
pengumpul tanpa mengganggu pemakai
jalan lainnya;
6) Harus ada organisasi pengelola
pengumpulan sampah.
(Sumber : SNI 19-2454-2002)
41
III.10.3 Pemindahan
Pemindahan sampah merupakan tahapan untuk memindahkan sampah hasil
pengumpulan ke dalam alat penangkut untuk dibawa ke tempat pemrosesan atau ke
pembuangan akhir. Lokasi pemindahan sampah hendaknya memudahkan bagi sarana
pengumpul dan pengangkut sampah untuk masuk dan keluar dari lokasi pemindahan
dan tidak jauh dari sumber sampah. Pemindahan sampah dilakukan oleh petugas
kebersihan, yang dapat dilakukan secara manual atau mekanik, atau kombinasi
misalnya pengisian kontainer dilakukan secara manual oleh petugas pengumpul,
sedangkan pengangkutan kontainer ke atas truk dilakukan secara mekanis (load haul).
Tipe pemindahan (transfer) sampah berdasarkan SNI 19 2454-2002 dapat dilihat pada
Tabel III.7.
42
No Uraian Transfer Tipe I (Transfer Transfer Tipe II Transfer Tipe III
Depo)
2 Fungsi 1) Tempat pertemuan 1) Tempat pertemuan 1) Tempat
peralatan pengumpul peralatan pertemuan alat
dan pengangkutan pengumpul dan kumpul dan
sebelum pemindahan pengangkutan kontainer (6-10
2) Tempat penyimpanan sebelum m3 )
atau kebersihan pemindahan 2) Lokasi
3) Kantor 2) Tempat parkir penempatan
wilayah/pengendali gerobak kontainer
4) Tempat pemilahan 3) Tempat pemilahan komunal (1-10
5) Tempat pengomposan m3 )
3) Tempat
pemilahan
III.10.4 Pengangkutan
Pengangkutan sampah dimaksudkan sebagai kegiatan operasi dimulai dari titik
pengumpulan terakhir dari suatu siklus pengumpulan sampah ke TPA atau TPST pada
pengumpulan dengan pola individual langsung atau dari tempat pemindahan (transfer
depo, transfer station), penampungan sementara (TPS<LPS, TPS 3R) atau tempat
penampungan komunal sampai ke tempat pengolahan/pembuangan akhir
(TPA/TPST). Pengangkutan sampah merupakan salah satu komponen penting dan
membutuhkan perhitungan yang cukup teliti dengan sasaran optimalisasi waktu
angkut yang diperlukan dalam sistem tersebut, khususnya jika terjadi kondisi terdapat
43
sarana pemindahan dalam skala cukup besar yang harus menangani sampah, lokasi
titik tujuan sampah relatif jauh, sarana pemindahan merupakan titik pertemuan
masuknya sampah dari berbagai area, dan ritasi perlu diperhitungkan secara teliti
karena terdapat masalah lalu lintas jalur menuju titik sasaran tujuan sampah. Maka
dari itu, ada beberapa persyaratan alat pengangkut sampah antara lain adalah sebagai
berikut.
44
III.10.5 Pengolahan
Pengolahan sampah merupakan bagian dari penanganan sampah dan menurut UU No.
18 Tahun 2018 didefinisikan sebagai proses perubahan bentuk sampah dengan
mengubah karakteristik, komposisi dan jumlah sampah. Pengolahan sampah
merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi sampah dengan cara
memanfaatkan nilai yang masih terkandung dalam sampah itu sendiri (bahan daur
ulang dan energi). Pengolahan sampah disesuaikan dengan komposisi dan
karakteristiknya. Untuk timbulan sampah organik yang tinggi, dilakukan pengomposan
atau pemrosesan sampah sebagai sumber gas bio. Untuk sampah yang masih memiliki
nilai ekonomi, dilakukan daur ulang. Untuk sampah yang memiliki nilai kalor yang
tinggi dapat dijadikan sumber energi melalui proses pembakaran. Pembangunan sistem
persampahan yang lengkap dan dikelola secara terpadu, selain memerlukan modal
investasi awal yang cukup besar, juga memerlukan kemampuan manajemen
operasional yang baik. Untuk mewujudkan maksud tersebut dapat dijalin hubungan
kerjasama antar daerah dan atau bermitra usaha dengan sektor swasta yang berpotensi
dan berpengalaman.
45
Beberapa hal yang menyebabkan terjadi kerusakan atau kegagalan dalam proses
produksi adalah kegagalan mesin, perubahan proses, kegagalan mutu serta variasi
sumber daya (Hidayah, 2010). Kerusakan pada produk dapat menyebabkan berbagai
kerugian pada perusahaan seperti kerugian waktu, biaya, sumber daya dan reputasi.
Kerusakan pada produk dapat dikurangi dengan melakukan perbaikan mutu dan
mengendalikan kualitas (Deviyanti, 2008).
Beberapa faktor utama yang berpengaruh terhadap kerusakan kemasan dibagi menjadi
faktor mesin, manusia, material dan metode. Faktor mesin yang mempengaruhi antar
lain spare pasrts, posisi dan ketajaman slitter, suhu sealer, dan posisi nozzle.
Sedangkan faktor manusia yang mempengaruhi adalah motivasi, kedisiplinan, dan
keahlian. Faktor material adalah kualitas bahan pengemas dan jenis bahan baku. Faktor
metode yang mempengaruhi adalah jumlah dan frekuensi sampling, maintenance dan
standarisasi (Hidayah, 2010).
Tipe kerusakan yang biasa terjadi dalam proses pengemasan adalah berat kurang, pecah
vertical, rembes horizontal, pecah horizontal, alufo melintir, dan kemasan kosong
(Hidayah, 2010).
Untuk mengetahui penyebab permasalahan, terdapat beberapa tahap dalam
menentukannya. Setelah didapatkan data timbulan, dibuat diagram pareto untuk
mengetahui mesin mana saja yang menghasilkan kerusakan kemasan dari dalam
terbanyak dan yang menghasilkan kerusakan kemasan. Kemudian diidentifikasi
penyebab dan evaluasi tipe-tipe kerusakan kemasan yang terjadi, kemudian dianalisis
dengan 5 why analysis dan fishbone diagram.
Berikut ini adalah tipe-tipe kerusakan kemasan yang biasanya terjadi.
a. Cacat kemasan yang terlihat alufo pada salah satu sisi depan atau belakang kemasan.
Tipe kerusakan kemasan ini disebabkan oleh pergerakan alufo pada mesin yang
tidak stabil bergeser ke kanan dan ke kiri.
b. Cacat kemasan dengan bagian kanan, kiri, depan dan belakang tidak simetris. Tipe
kerusakan kemasan ini disebabkan oleh posisi slitter yang tidak simetris dan
pergerakan mesin tidak kontinyu.
46
c. Cacat kemasan dimana ukuran sachet tidak sesuai dengan standar, yaitu lebih
panjang atau lebih pendek. Kerusakan disebabkan oleh baglenght error, viscodoos
error, kopling error dan sensor eyemark error. Baglenght, viscodoos dan kopling
yang error ini menyebabkan alufo terpotong tidak sesuai dengan ukuran yang
diharapkan.
d. Cacat kemasan berupa satu renceng terdapat satu atau lebih pcs yang kosong. Hal
ini disebabkan oleh operator yang tidak tepat menekan tombol auto filling pada
mesin filling, sehingga terdapat sachet yang kosong dalam satu renceng.
Faktor-faktor yang mempengaruhi juga dipengaruhi oleh manusia, mesin, material dan
metode. Untuk mesin, pisau end cut tidak memotong dapat disebabkan oleh pisau kotor
atau pisau tumpul sehingga tidak memotong pada sachet keenam. Alufo melintir dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain tarikan alufo yang tidak kontinyu, pengaturan
manual kurang tepat dan sensor eyemark error. Pergerakan magazine alufo tidak
kontinyu dapat menyebabkan terjadinya alufo melintir. Untuk manusia, penyebab
terlewatnya sambungan alufo adalah operator kurang fokus pada saat memantau
mesinnya atau operator sedang tidak berada di dekat mesin. Alufo putus biasanya
disebabkan oleh alufo yang tersangkut di slitter atau lengket pada bagian sealer
horisontal dan sobek. Untuk metode, Standar metode penanganan permasalahan mesin,
seperti pengaturan temperatur, penggantian bearing, rubber roll dan lain sebagainya
belum ada. Standar kerusakan kemasan sudah ada, tetapi kurang disosialisasikan
kepada operator, sehingga operator belum sepenuhnya mengetahui batasan kerusakan
kemasan dan batasan tipenya yang masih diizinkan untuk dijual (Tantya, 2013).
Selain itu terdapat jurnal berjudul “Upaya Untuk Menurunkan Defect pada Kemasan
Sachet Minuman Berenergi dengan Metode Six Sigma di PT BTJ” mengenai potensi
penyebab produk reject dan evaluasinya dengan tahapan sebagai berikut.
1. Define, pada tahapan ini merupakan tahapan pertama pada metode Six Sigma.
Tahapan ini melakukan identifikasi masalah dan menentukan tujuan proses yang
jelas.pada tahap ini Critical To Quality (CTQ) ditentukan dan pembuatan supplier-
input-process-output-costumer. Berdasarkan penentuan CTQ, berikut ini adalah
penyebabnya.
47
Gambar III.7. CTQ kemasan rusak
48
(Dewiyani, Rani, & Angga, 2010)
Berdasarkan data yang telah diolah oleh diagram pareto menunjukkan bahwa
sachet rusak memiliki prosentase terbesar dengan nilai 45,1% sedangkan sealing
halus menempati urutan kedua dengan 25.7% dan jika kedua jenis reject ini
digabungkan akan mempunyai nilai sebesar 70,8% yang dimana jenis reject ini
menjadi kunci utama dalam terjadinya kecacatan pada sachet (Dewiyani, Rani, &
Angga, 2010). Kemudian dilanjutkan dengan pengujian diagram dan kapabilitas
proses. Sehingga dapat diketahui nilai kapabilitas proses dari sachet rusak yaitu
0.63 dimana berdasrkan nilai kapabilitas proses tersebut memerlukan perbaikan
karena dibawah standar cp yaitu 1.33.
3. Analyze, tahap ini menganalisis faktor faktor kegagalan produk dengan
menggunakan diagram sebab akibat dan berdasarkan faktor mesin dan metode.
a. Mesin, faktor yang terjadi pada mesin adalah saat mendorong sachet untuk
dimasukan kedalam pack. Pusher (Pendorong) pada mesin packing menabrak
tumpukan sachet yang miring tersebut. Akibatnya sachet terjepit sehingga
mesin mati dan sachet pun rusak. Kondisi ini disebabkan karena tidak adanya
jig atau alat pembantu untuk merapikan tumpukan sachet yang miring di
conveyor. Dari faktor mesin adalah bantalan sealing kotor. Jadwal
pembersihan bantalan sealer hanya dilakukan saat pembersihan mesin satu
bulan sekali.
b. Metode, sachet di rapikan dengan mengumpulkan hingga 12 kemudian
diletakan pada conveyor. Proses mengumpulkan sachet sebanyak 12 itu butuh
dirapikan terlebih dahulu sebelum diletakan pada conveyor namun dari survey
lapangan bahwa ujung sachet mempunyai sisi yang tajam sehingga proses
perapihan kurang maksimal.
Lalu dilakukan tahap FMEA yaitu suatu prosedur terstruktur untuk
mengidentifikasi dan mencegah Failure Mode Effect Analysis yaitu untuk
mengidentifikasi sebab akibat dari permasalahan.
49
4. Improve, memberikan penyelesaian terhadap permasalahan defct pengemasan
sachet. Untuk sachet rusak akibat tidak ada pengatur posisi sachet pada conveyor
adalah melakukan pembuatan alat untuk mengatur posisi sachet.
5. Control, membuat standarisasi serta mengontrol dan continous improvement terus
menerus. Hal ini dilakukan dengan membandingkan sachet rusak sebelum
perbaikan dan setelah perbaikan.
50
Gambar III.9 Ringkasan percobaan fortifikasi kompos limbah kebun dengan limbah
susu bubuk dan menggunakan sludge cair (IPAL) sebagai dekomposer
(Sumber : Harjo et al, 2014)
Sludge IPAL dan dosis fortifikasi limbah susu berpengaruh terhadap kualitas kompos
(Gambar III.10)
51
Gambar III.10. Pengaruh konsentrasi sludge IPAL dan dosis fortifikasi limbah susu
bubuk terhadap kualitas hasil kompos
(Sumber : Harjo et al, 2014)
52
Gambar III.11. Pengaruh konsentrasi sludge IPAL dan dosis fortifikasi limbah susu
bubuk terhadap pertumbuhan dan hasil panen sayur pakchoy (Brasica rapa L)
(Sumber : Harjo et al, 2014)
Kandungan kandungan C organik aktif tanah awal dan C organik tanah setelah panen
sayur pakchoi berbeda sangat nyata. Aplikasi kompos yang difortifikasi meningkatkan
53
kandungan C organik aktif tanah sebesar 157.4 mg/kg. Hal ini mengindikasikan
peningkatan kualitas kesuburan tanah dalam jangka pendek.
Gambar III.12. Pengaruh konsentrasi sludge IPAL dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk
terhadap kandungan C-organik aktif, C organik total, N, P dan K tanah setelah panen sayur
pakchoi
Interaksi A dan B berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan N total (%) dari
kompos. Sludge cair IPAL dari industri susu ini mengandung mikroba pengurai yang
cocok untuk menyempurnakan proses dekomposisi kompos yang mengandung limbah
susu bubuk yang kaya akan unsur nitrogen, phospat dan kalium. Protein dan komponen
lain dalam susu bubuk akan terurai menjadi komponen yang lebih sederhana yaitu N,
P, K dan unsur lainnya (Prasad, 2004). Interaksi faktor A dan B lebih berperan nyata
dalam hal mendekomposisi protein susu bubuk. Hal ini terlihat dengan nilai N total (%)
54
kompos yang lebih tinggi. Suhu pengomposan yang tinggi sebesar 55 oC selama 2
minggu pengomposan bisa membunuh mikroba pathogen (Miller, 1991) . Limbah susu
yang terdekomposisi merupakan sumber nitrogen tanaman. Nitrogen berperan penting
dalam pembentukan protein tanaman yang salah satu fungsinya adalah sebagai
penyusun klorofil daun. Kekurangan N akan menyebabkan daun tanaman mengecil,
pucat dan kekuningan (Munawar, 2011). Uji kualitas kompos terhadap kandungan hara
sekunder tanah setelah panen sayur pakchoi menunjukkan bahwa keseluruhan
perlakuan baik faktor A, B maupun interaksi faktor A dan B tidak berpengaruh nyata
terhadap kandungan hara sekunder tanah (Tabel 11) Kombinasi perlakuan terbaik dari
keseluruhan percobaan di atas adalah A3B4 yaitu kompos menggunakan sludge ipal
konsentrasi 20% (v/v) dan limbah susu bubuk dengan dosis 30%. (w/w) basis kering
(Harjo, Amin, & Anwar, 2014).
55
BAB IV KONDISI EKSISTING
56
Penjelasan mengenai tahapan di Gudang Baku terdapat pada Tabel IV.1
Tabel IV.1. Tahapan Proses dan Uraian dari Produksi Susu Bubuk Non Lemak di
Gudang Baku
57
petugas gudang mengenai kelengkapan jenis dan
jumlah bahan.
IV.1.1.2 Produksi
Secara diagram alir, proses produksi susu bubuk non lemak digambarkan pada Gambar
IV.2.
Dihasilkan limbah
padat berupa limbah
kemasan dan
ceceran bahan baku
58
Tahapan Produksi Uraian
Terdapat dua proses yang terjadi yaitu penuangan dan
pengayakan. Pada proses penuangan, bahan dituang ke
dalam mixer sesuai dengan urutan dan jumlah bahan
yang telah ditentukan. Selanjutnya diayak untuk
memperoleh ukuran partikel bubuk yang seragam.
59
Gambar IV.3 : Proses Produksi Sari Buah
Tabel IV.3. Tahapan Proses dan Uraian dari Produksi Sari Buah
60
Tahapan Produksi Uraian
Packing Ada beberapa proses yang terjadi pada tahap packing,
pertama dilakukan pelabelan dan pemberian kode
produksi. Lalu kemasan dimasukkan dan disusun ke
dalam box.
a. Limbah padat domestik atau sampah rumah tangga adalah limbah padat yang
berbentuk padatan yang tidak memiliki efek berbahaya dan beracun. Limbah padat
domestik tersebut biasanya dihasilkan dari aktivitas perkantoran, fasilitas umum,
dan tempat makan. Contoh limbah domestik di PT X Indonesia adalah plastik,
kardus dan karung, ATK, sisa makanan dan daun kering.
b. Limbah padat sejenis domestik memiliki karakteristik yang sama seperti limbah
padat domestik, tetapi dihasilkan dari aktivitas yang berhubungan dengan produksi,
contohnya adalah kemasan produk, LBD, produk dan scrap akibat kadaluwarsa,
sisa kegiatan analisa, trial dan vakum, tahan serta sisa tumpahan saat produksi.
Terdapat dua klasifikasi yaitu waste dan scrap.
c. Limbah B3 berdasarkan Peraturan di Indonesia No. 18 Tahun 1999 tentang
Penanganan dan Pengelolaan Limbah B3 menjelaskan bahwa limbah B3 sebagai
residu dari usaha dan/atau kegiatan yang mengandung material berbahaya dan/atau
material beracun yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkunan, dan/atau berbahaya bagi lingkungan,
kesehatan, atau kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain karena
61
karakteristik dan/atau konsentrasinya. Contoh limbah B3 di PT X Indonesia adalah
sisa tinta pencetakan kemasan.
62
Klasifikasi Bulan Satuan (Kg) Rol (Kg) Grand Total
Februari 9.474,31 9.474,31
Maret 12.236,27 12.236,27
April 8.610,60 8.610,60
Mei 12.400,40 6,10 12.406,50
Juni 7.777,77 9,11 7.786,88
Juli 14.322,96 6,43 14.329,39
Agustus 15.426,58 15.426,58
September 11.549,74 1,00 11.550,74
Oktober 13.283,89 1,21 13.285,09
November 12.067,88 12.067,88
Desember 3.048,19 3.048,19
Grand total 130.914,50 23,85 130.938,35
(Sumber : Data Internal PT X Indonesia)
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel IV.5, timbulan sampah yang berhubungan
dengan produk pada tahun 2019 tertinggi adalah pada bulan Agustus yaitu 15.426,58 kg
(15,426 ton) dan terendah adalah pada bulan Desember yaitu 3.048,19 kg. Pada Bulan
Agustus 2019, limbah padat produk yang dihasilkan berupa produk dengan jumlah 15
botol, 2 gusset, 1746,6 karung, 1,6 kg, 774 pack, 786 pcs, 171 plastik gentong, 31 pouch
dan 40 sachet yang berasal dari sisa analisa dan vakum. Lalu kemasan produk dengan
jumlah 673 plastik gentong yang berasal dari kemasan rusak dan sisa analisa. Terakhir
adalah LBD dengan jumlah 12455 sachet dan 2356,2 kg yang berasal dari kelebihan bahan
baku. Timbulan limbah padat terbanyak pada Bulan Agustus 2019 berasal dari kemasan
produk. Pada Bulan Desember 2019, limbah padat yang dihasilkan berupa produk sangat
menurun dibandingkan pada bulan Agustus 2019, yaitu 8 karung dan 89 plastik gentong.
Lalu terdapat kemasan produk dengan jumlah 177 plastik gentong dan LBD sebesar
321,91 kg.
63
Tabel IV.6. Data Timbulan Sampah Non Produk Tahun 2019
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel IV.6, timbulan sampah non produk pada
tahun 2019 tertinggi adalah jenis cones dengan kuantitas sebesar 58.415 kg. Selain itu
jenis scrap berupa duplek, kardus, karung, karung gula balki, plastik dan sak susu
memiliki kuantitas yang tinggi mencapai rata-rata 28.951 kg. Sedangkan jika dilihat
dari data timbulan tiap bulan, kuantitas tertinggi terjadi pada Bulan Juli 2019 dan
kuantitas terendah adalah pada bulan Juni 2019.
57
Tabel IV.7. Data Timbulan Sampah Non Produk Tiap Bulan Tahun 2019
Nama
Sat. Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Total
Barang
AC Unit 4 4
Cones Kg 4034 4644 4212,5 3552 5006,5 2443,5 6269 6437,5 4994 5552 5794 5476 58415
Duplek Kg 2100,3 1381,2 2142,6 2090,3 2173,7 2859,1 3065,1 2839,9 2042,6 1795,2 1193,2 1527,2 25210,4
Kardus Kg 2984,8 3487,9 3127,7 2710,4 3251,6 2184,2 4231 3873 2710 4140,7 4334,1 2950 39985,4
Karung Kg 763,6 378,2 970,7 408,9 1125,1 858,8 1049,3 1841,8 518,1 444,1 717,8 1351,9 10428,3
Karung gula Pcs 272 516 274 452 320 186 642 477 515 654 404 126 4838
balki
Palet Plastik Pcs 175 175
Sak Susu Kg 3631,8 3169,8 3744,4 3649,6 4167,6 2833,5 4548,4 4349,7 3423,6 4101,7 3710,4 3385,9 44716,4
Grand Total 16452,4 17055,5 17802, 16003, 19661, 13282, 24127, 23692, 17125,9 21082,6 18824,2 19273 224383,
9 2 5 3 1 7 3
58
Tabel IV.8. Data Timbulan Sampah Non Produk Tiap Bulan Tahun 2020
Nama Barang Satuan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Total
Besi Campuran Kg 120 188 0 3083 0 0 3.391,00
Cones Kg 6890,5 6383 5426 4110,5 3332 6258 32.400,00
Duplek Kg 1313,9 2192,1 2358,6 3094,9 1586,4 2215,8 12.761,70
Kardus Kg 3809,1 4509,3 5249,8 4036,1 3110,7 3549,7 24.264,70
Karung Kg 895,7 1121,9 2155,7 838,3 341,2 1718 7.070,80
Karung Gula Kg 1568 1795,5 427 1323 1176 1169 7.458,50
Plastik Kg 3697,6 3748,1 4832,6 3911,3 3025 3456,3 22.670,90
Sak Susu Kg 3526,7 3588,3 3654,8 3911 2925,4 3936,44 21.542,64
Seng Kg 0 0 0 0 0 0 -
(Sumber : Data Internal PT X Indonesia)
Cones
25%
Plastik
17%
Kardus Duplek
Karung Gula 18% 10%
Balki Karung
6% 5%
Gambar IV.4. Komposisi Timbulan Sampah Non Produksi yang Dijual Tahun 2020
(Sumber : Data Internal PT X Indonesia)
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel IV.8, timbulan sampah non produk pada
tahun 2020 (sampai Bulan Juli) tertinggi adalah jenis cones dengan kuantitas sebesar
32.400 kg. Selain itu jenis scrap berupa besi campuran, duplek, kardus, karung, karung
gula balki, plastik dan sak susu memiliki kuantitas yang tinggi juga. Sedangkan jika
dilihat dari data timbulan tiap bulan, kuantitas tertinggi terjadi pada Bulan April 2020.
59
Sedangkan data timbulan limbah padat domestik dari perkantoran tidak ada, tetapi
perhitungan timbulan limbah padat domestik menggunakan satuan ritasi yaitu
perhitungan berapa kali pengangkutan oleh truk ke TPA selama satu bulan.
Sedangkan komposisi limbah padat untuk produksi sudah terlampir pada data timbulan
baik limbah padat produk dan non produk.
60
yang ada. Berikut ini adalah jenis pewadahan dan pemilahan yang dilakukan di
beberapa departemen.
a. Departemen Engineering
Jenis sampah yang dihasilkan oleh departemen ini adalah limbah B3, sehingga
pewadahan dan pemilahan disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 yang
dihasilkan. Terdapat 5 kelompok pewadahan yaitu limbah B3 solven, limbah B3
oli, limbah B3 accu, limbah B3 grease, limbah B3 padat dan limbah B3 elektronik.
Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses pengangkutan dan pengolahan
lanjutan.
61
Gambar IV.6. Pewadahan dan Pemilahan Limbah Medis
(Sumber : Data Internal PT X Indonesia)
c. Perkantoran dan gedung
Limbah padat yang dihasilkan adalah limbah padat domestik. PT X Indonesia sudah
menerapkan pemilahan menjadi tiga pemilahan yaitu sampah plastik, kertas dan
organik. Wadah yang digunakan merupakan tempat sampah level 1 yang
menampung langsung dari sumbernya.
d. Departemen Produksi
Limbah padat yang dihasilkan adalah limbah padat sejenis domestik. Bentuk
pewadahan yang tersedia berukuran 120 Liter. Namun di Departemen Produksi,
limbah padat sejenis domestik yang dibuang adalah yang berukuran kecil atau
residu. Sedangkan limbah padat sejenis domestik yang berukuran besar seperti
kardus dan karung dipisahkan.
62
Gambar IV.7. Pewadahan dan Pemilahan Limbah Padat Sejenis Domestik
63
Gambar IV.8. TPS di PT X Indonesia (Pabrik Cibitung)
(Sumber : Data Internal PT X Indonesia)
IV.2.7 Pengangkutan
Pengangkutan sampah dimaksudkan sebagai kegiatan operasi dimulai dari titik
pengumpulan terakhir dari suatu siklus pengumpulan sampah ke TPA atau TPST atau
ke tempat pengolahan hasil kerja sama antara PT X Indonesia (Pabrik Cibitung) dengan
pihak ketiga. Berikut ini adalah data jumlah dan tujuan pengangkutan limbah padat
khusus yang berhubungan dengan produk dan ritasinya pada tahun 2019 dan tahun
2020.
a. Pengiriman ke Ciawi
Pada tahun 2019, limbah padat produk yang dikirimkan ke Ciawi memiliki
klasifikasi waste atau sisa limbah yang tidak memiliki nilai ekonomi dengan jenis
kelompok barang yang dihasilkan adalah kemasan produk, LBD, produk, scrap
atau sisa yang hanya memiliki nilai dari konten dasar material yang dapat
dipulihkan melalui daur ulang dan chemical berasal dari NaCl. Pada Tabel IV.9,
terdapat penjelasan lebih lanjut mengenai jenis kelompok barang yang dihasilkan
pada tahun 2019.
Tabel IV.10. Data Kelompok Barang Limbah Padat Produk OF Ciawi Tahun 2019
64
Kelompok Barang Klasifikasi Alasan penghasil limbah padat
Kemasan Produk Waste Kemasan rusak dan sisa analisa
LBD Waste Kegagalan produksi, kelebihan BB
dan BK, dan pruning
Scrap Waste Bekas kemasan
Produk Waste Sisa analisa dan sisa vakum
Chemical Waste Kadaluwarsa
(Sumber : Data Internal PT. PT X Indonesia)
Pada Tabel IV.11 terdapat kuantitas limbah padat produk yang dikirim ke Ciawi pada
Tahun 2019.
Tabel IV.11. Data Kuantitas Limbah Produk OF ke Ciawi Tahun 2019 (Jan-Jul)
Tabel IV.12. Data Kuantitas Limbah Produk OF ke Ciawi Tahun 2020 (Jan-Jul)
65
Klasifikasi Barang Satuan Keluar Grand Total
Produk Kg 44.220,51
Liter 964,25
Waste LBD Kemasan Kg 7.607,80
LBD Produk Kg 1.469,39
Kemasan 28.465,20
Grand Total 84.030,79
(Sumber : Data Internal PT. PT X Indonesia)
b. Pengangkutan ke PT ARAH
Pada tahun 2019, jenis limbah padat yang diangkut ke PT ARAH adalah limbah
medis B3 dengan kuantitas sebesar 19 kg. Sedangkan pada tahun 2020, jenis
limbahnya sama yaitu limbah medis B3 dengan kuantitas sebesar 23,40 kg.
c. Pengangkutan dan penjualan ke PT PDS
Pada tahun 2019, data pengakutan ke PT PDS tidak tersedia. Namun tersedia data
penjualan limbah padat produk yang dijual ke PT PDS yang memiliki klasifikasi
scrap atau sisa yang hanya memiliki nilai dari konten dasar material yang dapat
dipulihkan melalui daur ulang, karena klasifikasi limbah padat produk masih
memiliki sedikit nilai ekonomi, maka dapat dijual ke PT PDS. Jenis kelompok
barang yang dihasilkan adalah aset seperti mesin grinda, kompresor, AC dan
timbangan, lalu jenis kemasan produk, LBD, sanitasi, scrap dan spare part
engineering dengan alasan rusak. Pada Tabel IV.13, terdapat penjelasan lebih lanjut
mengenai jenis kelompok barang yang dihasilkan pada tahun 2019 yang diangkut
dan dijual ke PT PDS.
66
Tabel IV.13. Data Kelompok Barang Limbah Padat Produk Penjualan ke PT PDS
Tahun 2019
Pada Tabel IV.14. terdapat kuantitas limbah padat produk yang dikirim dan dijual ke
PT PDS pada Tahun 2019.
Tabel IV.14. Data Kuantitas Limbah Produk Penjualan ke PT PDS 2019
Kelompok Barang Kg Pcs Grand Total
Aset 35 21 56
Kemasan Produk 614 614
LBD 1.190 35.152 36.342
Sanitasi 13 13
Scrap 160.837 3.259 164.096
Spare Part Engeneering 504 1 505
Grand Total 163.178 38.446 201.624
Sedangkan pada tahun 2020, limbah padat produk yang diangkut ke PT PDS adalah
kelompok baeang APD, sampah rumah tangga, peralatan kantor dan spare part
engineering. Pada Tabel 1V.15. terdapat penjelasan lebih lanjut mengenai jenis
kelompok barang yang dihasilkan pada tahun 2020 yang diangkut ke PT PDS.
67
Tabel IV.15. Data Kelompok Barang Limbah Padat Produk Pengangkutan ke PT PDS
Tahun 2020
Pada Tabel IV.16. terdapat data kuantitas limbah padat produk pada tahun 2020
(Januari-Juli) yang diangkut ke PT PDS.
Tabel IV.16. Data Kuantitas Limbah Produk Pengangkutan ke PT PDS Tahun 2020
Kelompok Satuan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Grand
Barang Keluar Total
APD Pasang 23,00 11,00 5,00 6,00 36,00 12,00 93,00
Pcs 7,00 3,00 4,00 8,00 3,00 25,00
Sampah RT Kg 12,00 12,00
Rits 18,00 13,00 8,00 11,00 9,00 10,00 8,00 77,00
LOT 1,00 1,00
68
Kelompok Satuan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Grand
Barang Keluar Total
Peralatan Pcs 1,00 10,00 41,00 52,00
Office
Spare Part Pcs 176,00 74,00 35,00 47,00 332,00
Engeneering
Plastik 5,00 3,00 4,00 12,00
Rits 53,00 53,00
Set 1,00 1,00
Box 4,00 1,00 5,00
UNIT 2,00 3,00 5,00
LOT 2,00 6,00 8,00
Dus 3,00 3,00
Gulung 9,00 9,00
ROLL 3,00 3,00
Meter 5,00 5,00
Kemasan Kg 10,70 16,30 9,50 11,20 7,70 10,70 8,80 74,90
Box 1,00 1,00
LOT 1,00 1,00
Aset Pcs 1,00 1,00
ATK Pcs 347,00 347,00
59,70 237,30 28,50 125,20 114,70 452,70 102,80 1.120,90
(Sumber : Data Internal PT. PT X Indonesia)
Sedangkan limbah padat yang dijual ke PT PDS adalah kelompok barang dokumen,
scrap, LBD kemasan dan kemasan. Pada Tabel IV.17 terdapat data kuantitas limbah
padat produk pada tahun 2020 (Januari-Juli) yang dijual ke PT PDS
69
Tabel IV.17. Data Kuantitas Limbah Produk PT PDS Tahun 2020 (Januari-Juli)
d. Pengangkutan ke PT PPLI
Pada tahun 2019, jenis limbah padat yang diangkut ke PT PPLI adalah limbah B3
seperti media serbuk, media cair sebanyak 7 botol dan COD disgestion sebanyak
Sedangkan pada tahun 2020 (data Januari sampai dengan Juli), jenis limbahnya
sama yaitu limbah B3 dengan kuantitas sebesar 2.570 kg dan 2.287 kg.
e. PBR
PBR merupakan jenis barang sisa yang diberikan langsung tanpa biaya dari suatu
perseorangan atau lembaga yang mengajukan permintaan barang sisa.
f. Pengembalian kepada supplier
Pada tahun 2019, jenis limbah padat yang dikembalikan ke supplier berupa limbah
B3 berbentuk jerigen bekas dengan jumlah 1 pcs. Sedangkan pada tahun 2020 tidak
ada data pengembalian kepada supplier.
g. Bank Sampah
Pada tahun 2019, jenis sampah yang dikirim ke Bank Sampah adalah seragam
dengan kuantitas sebesar 232 kg. Sedangkan pada tahun 2020 tidak ada data
pengangkutan sampah yang dikirim ke Bank Sampah.
70
Kendaraan yang digunakan adalah jenis double engkel truck untuk ritasi limbah padat
domestik. Berikut ini adalah jumlah ritasi khusus untuk limbah padat domestik selama
1 tahun pada tahun 2019 dan jumlah total biaya yang dikeluarkan.
Tabel IV.18. Data Jumlah Ritasi dan Biaya yang Dikeluarkan Tahun 2019
Sedangkan jumlah ritasi pada tahun 2020 (bulan Januari sampai dengan Juli) adalah
sebagai berikut.
71
Bulan Satuan Sum of Netto Sum of Total Harga
May Rits 9 2.250.000
Jun Rits 10 2.500.000
Jul Rits 8 2.000.000
Grand Total 77 19.250.000
(Sumber : Data Internal PT. PT X Indonesia)
IV.2.8 Pengolahan
Sampah yang dihasilkan dikumpulkan ke tempat pengumpul dan tidak ada pengolahan
secara on site disana. Limbah padat produk dan non produk yang masih memiliki nilai
ekonomi diangkut ke pihak ketiga. Sedangkan pengolahan yang dilakukan di PT X
Indonesia adalah composting untuk jenis sampah organik khusus kebun dan taman
seperti daun kering dengan campuran sludge IPAL yang sudah terakreditasi aman
untuk dikelola. Kompos tersebut digunakan untuk area taman pabrik dan diberikan
kepada para karyawan. Pada tahun 2019, sludge IPAL yang dikelola sebanyak 6.591
kg. Sedangkan pada tahun 2020, sampai bulan Mei sudah mengelola 1.991 kg sludge
IPAL menjadi kompos. Untuk sampah organik sejenis sisa makanan belum dilakukan
pengolahan. Lalu limbah padat yang tidak diangkut ke pihak ketiga, diberikan kepada
karyawan. Jenis limbah padat yang diberikan adalah barang reject produk PT X
Indonesia sebesar 1.940 sachet pada tahun 2019. Sedangkan pada tahun 2020, limbah
padat yang diberikan kepada karyawan berupa barang reject produk sebesar 206,32 kg.
Beberapa barang lain seperti asset (AC) dan kemasan ada yang dijual kepada karyawan.
IV.2.9 Penyingkiran/Pengurukan
Limbah padat yang dihasilkan, dipilah dan diolah, kemudian dikumpulkan di double
engkel truck untuk diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Burangkeng.
72
adalah salah satu bagian dari landasan hukum lainnya dalam penerapan program K3L
(Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan).
IV.3.1.2 Kelembagaan
Dalam pengelolaan dan pengolahan limbah padat, PT X Indonesia (Pabrik Cibitung)
mengolah limbah padatnya sendiri dan bekerja sama dengan pihak ketiga. Pengelolaan
sampah yang dimaksud adalah pengumpulan sampah, pemindahan sampah, dan
pengangkutan sampah. Jika ada sampah yang dihasilkan memiliki nilai jual ekonomi,
vendor tersebut membeli sampah yang dihasilkan. Berikut merupakan nama-nama
lembaga yang terlibat di Tabel IV.20..
73
74
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data klasifikasi waste tahun 2019 dan 2020, terjadi peningkatan timbulan
khusus untuk jenis kelompok barang yang sama yaitu produk, LBD dan kemasan
75
produk. Sehingga diperlukan evaluasi untuk minimasi dan peningkatan nilai
ekonominya. Diagram Pareto untuk klasifikasi waste dalam satuan kg digambarkan
pada Gambar V.1, dengan data waste adalah sebagai berikut.
50000 100%
45000 90%
40000 80%
35000 70%
30000 60%
25000 50%
20000 40% Total sampah
15000 30% Kumulatif
10000 20%
5000 10%
0 0%
LBD
Produk Kemasan LBD Produk
Kemasan
Total sampah 44220,508 28465,2 7.607,80 1.469,39
Kumulatif 54% 89% 98% 100%
Gambar V.1. Diagram Pareto Timbulan Limbah Padat Produk Klasifikasi Waste
Berdasarkan Gambar V.1, lebih efisien jika menurunkan limbah padat jenis produk dan
kemasan dengan kumulatif sebesar 54% dan 89%. Pada titik ini upaya harus difokuskan
untuk mencapai peningkatan terbesar. Pertama akan dilakukan analisis untuk produk.
Kemudian dikelompokan jenis-jenis produk berdasarkan alasan pembuangannya.
76
Alasan pembuangan Total Persentase kumulatif
Prunning 1 100,00%
30000 100,00%
90,00%
25000 80,00%
20000 70,00%
60,00%
15000 50,00%
40,00%
10000 30,00%
5000 20,00%
10,00%
0 0,00%
Tidak
Sisa Sisa Kemasan Kegagalan
Expire Teridentifi Prunning
vakum Analisa bekas Produksi
kasi
Total sampah 24699,8 10805,8 6916,6 597,008 187,5 14 1
Kumulatif 57,15% 82,15% 98,15% 99,53% 99,97% 100,00% 100%
Berdasarkan Gambar V.2, terdapat diagram pareto klasifikasi produk. Dari diagram
tersebut, dapat difokuskan untuk mereduksi produk akibat sisa vakum dan sisa analisa.
Sisa vakum merupakan hasil vakum ceceran yang ada di bagian produksi baik saat
pemindahan atau ceceran bahan baku kering yang terdapat di mesin. Sedangkan sisa
analisis merupakan hasil dari laboratorium kimia dan quality control untuk analisis
kualitas produk.
77
alternatif pilihan yang diterapkan. Secara umum, PT X telah melakukan beberapa
tindakan untuk menunjang penerapan produksi bersih, yaitu pelaksanaan Good
Housekeeping perusahaan yang terstruktur, penanganan loss, modifikasi proses
sehingga didapatkan hasil yang efektif dan efisien, dan modifikasi prosedur operasi.
Namun dalam keberjalanannya diperlukan evaluasi khususnya untuk mereduksi
timbulan limbah padat.
Penjelasan mengenai penyebab ketidakefektifan hasil limbah sisa vakum terdapat pada
Tabel V.3.
78
Tabel V.3. Penjelasan Penyebab Ketidak efektifan Hasil Limbah Sisa Vakum
79
ada pembersihan, warmup,
maintenance dan inspeksi yang
menghasilkan ceceran bahan
baku yang harus divakum.
3. Idling and minor stoppage
losses, terjadi ketika produksi
diinterupsi oleh temporary
malfunction atau mesin sedang
berhenti, contohnya kesalahan
saat menuangkan bahan baku
karena manual, kemacetan
aliran produk atau desain
peralatan.
4. Reduced speed losses¸terjadi
karena perbedaan kecepatan
desain dan kecepatan aktual,
ketika kecepatan aktual
melebihi kecepatan desain,
bubuk bahan baku akan akan
menimbulkan cipratan keluar.
5. Process defects, bagian rusak
selama produksi dan
disebabkan oleh peralatan
produksi yang mengalami
malfunction. Contoh kerusakan
adalah pengaturan peralatan
yang salah dan kesalahan
operator dalam penanganan.
80
6. Start-up losses, waste
disebabkan oleh proses startup
hingga produksi stabil tercapai
atau pemanasan.
Man Kelalaian saat penuangan Proses pemindahan dari storage ke
bahan baku ke mesin mesin otomatis, karena prosesnya
ptoduksi manual, pada saat proses
pemindahan ini peluang
tumpahnya bahan baku akan
tinggi. Sehingga bahan baku yang
tumpah tidak bisa digunakan lagi
dan harus dibuang.
Penyelesaian Pekerja kurang dalam menentukan
permasalahan solusi dalam permasalahan dalam
maintenance proses. Misalnya maintanance alat
yang rusak tidak langsung
diperbaiki sehingga lama kelamaan
akan rusak dan mempengaruhi
keseluruhan proses.
81
tetapi frekuensi penuangannya
sering. Lalu jarak dari Gudang
Baku ke Produksi yang jauh bisa
meningkatkan potensi tumpahan
bahan baku.
Sisa analisa pada proses ini berupa limbah susu bubuk, limbah serbuk sari buah baik
dari ceceran di Gudang Baku sampai ke proses mixing dan granulasi. Berdasarkan
analisis kondisi yang sudah dilakukan dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi,
penyebab ketidakefektifan digambarkan oleh fishbone diagram pada Gambar V.4.
Penjelasan mengenai penyebab ketidakefektifan hasil limbah sisa analisa terdapat pada
Tabel V.4
82
timbulnya waste, karena di sekitar
area laboratorium sudah
menerapkan Good Housekeeping
dengan baik
Material Jumlah sampel yang Jumlah sampel yang tidak tersedia
bervariasi tidak terlalu mempengaruhi kebutuhan bahan
banyak baku yang akan diteliti. Terjadi
kebutuhan bahan baku yang lebih
banyak jika sampel tidak tersedia
atau terjadi pengulangan prosedur
Machine Kerusakan alat Maintanace alat laboratorium yang
laboratorium rusak misalnya spektrofotometer,
timbangan, kromamater, distilasi,
mikroskop atau alat-alat
laboratorium yang berkaitan dalam
uji kualitas dan mutu.
Man Kelalaian saat Proses pemindahan dari Gudang
pemindahan bahan baku Baku ke laboraorium karena
ke laboratorium prosesnya manual, pada saat proses
pemindahan ini peluang
tumpahnya bahan baku akan
tinggi. Sehingga bahan baku yang
tumpah tidak bisa digunakan lagi
dan harus dibuang.
Penyelesaian Pekerja kurang dalam menentukan
permasalahan solusi dalam permasalahan dalam
maintanance proses. Misalnya maintanance alat
yang rusak tidak langsung
diperbaiki sehingga lama kelamaan
83
akan rusak dan mempengaruhi
keseluruhan proses.
Method Kesalahan dalam Kesalahan saat proses kontrol
estimasi jumlah sumber jumlah sumber daya sehingga
bahan baku terjadi penambahan volume limbah
yg dihasilkan. Misalnya saat
estimasi jumlah sumber daya yang
diperlukan tidak sebanding, bisa
saja bahan yang digunakan lebih
banyak digunakan sehingga
menimbulkan waste lebih tinggi.
Pencatatan dan Sistem penjaminan kualitas dan
pengolahan hasil mutu produk menggunakan cara
pengujian bahan baku manual pada saat pencatatan dan
manual pengolahan hasil pengujian.
84
Selanjutnya dilakukan analisis limbah padat kemasan produk dan dikelompokan
berdasarkan alasan pembuangannya. Jumlah kemasan bekas sebagai alasan
pembuangan menghasilkan kuantitas terbesar dibanding dengan sisa analisa yaitu
kemasan bekas sebesar 28.396,5 kg dan sisa analisa 76,3 kg. Maka dari itu, diperlukan
upaya yang fokus ke reduksi limbah padat dengan alasan pembuangan kemasan bekas.
Berdasarkan analisis kondisi yang sudah dilakukan dan kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi, penyebab ketidakefektifan digambarkan oleh fishbone diagram pada
Gambar V. 5
85
Faktor penyebab Penyebab spesifik Penjelasan
menyebabkan timbulnya waste,
karena di sekitar area produksi
sudah menerapkan Good
Housekeeping dengan baik
Material Kondisi kemasan alufo dan 1. Alufo terkadang sobek di
sachet bagian tengah, sehingga
dapat terjadi kebocoran atau
tersangkut di mesin.
2. Sachet rusak secara fisik,
terlipat atau berkerut dari
supplier atau saat loading
dan unloading
Machine Setting printing pada proses Sebelum dilakukan printing,
sachet yang akan di-print diuji
coba terlebih dahulu. Ada
beberapa kegagalan saat setting
printing sehingga sachet
dibuang.
Teknologi pengontrolan pra Kebocoran bisa disebabkan
produksi tidak ada oleh tidak adanya teknologi
pengontrolan sebelum produksi
atau saat kemasan sampai ke
gudang baku.
Posisi dan ketajaman slitting Posisi slitter (mesin potong)
tidak simetris dan pergerakan
mesin tidak kontinyu
menyebabkan alufo bergeser
dan menyebabkan miring.
86
Faktor penyebab Penyebab spesifik Penjelasan
Slitter tumpul bisa disebabkan
oleh umur pakai slitter yang
telah lama digunakan.
Bearing yang telah aus dan Bearing yang telah aus
kotor mempengaruhi putaran mesin
sealaer atau mesin pada proses
packaging. Putaran yang tidak
sinkron antara sealer
menyebabkan tekanan sealer
tidak stabil
Sachet terjepit pada bagian Posisi slitter yang miring dapat
pendorong mesin packing menyebabkan sachet tersebut
menabrak tumpukan sachet di
depannya.
Sensor eyemark error Sensor eyemark mempengaruhi
kerja dari cutter, jika sensor
kurang sensitif maka akan
melakukan kesalahan dalam
pemotongan
Jumlah arus listrik yang Apabila terjadi arus listrik tidak
mengalir stabil, stabilitas kinerja mesin
akan berpengaruh.
Man Faktor ergonomis Pekerja dapat mengalami
kelelahan selama produksi, di
tempat tidak tersedia tempat
duduk, mengangkat dan
mengangkut mempengaruhi
efektifitas mesin dan metode.
87
Faktor penyebab Penyebab spesifik Penjelasan
Pemantauan SOP Manajemen pengawasan
terhadap keseluruhan proses
khususnya penyediaan bahan
baku kemasan kurang baik,
sehingga gejala penyimpanan
yang terjadi dapat
menimbulkan limbah yang
lebih banyak. Dalam prosesnya,
penyediaan alufo tidak
dilengkapi alat pengontrolan
sehingga pekerja harus
melakukan pengawasan
pengontrolan agar tidak
overload. Pekerja tidak
memenuhi SOP yang
disediakan. SOP merupakan
dasar yang memuat standar dan
deskripsi pekerjaan yang harus
dilakukan. Sehingga dalam
bekerja, arus kerja akan teratur
dan efektif. Bisa saja para
pekerja belum mengerti dan
memahami SOP yang
ditetapkan. SOP harus
diterapkan kepada seluruh
pekerja bukan hanya dari
bidangnya saja.
88
Faktor penyebab Penyebab spesifik Penjelasan
Method Penerapan corrective Penerapan corrective
maintenance maintenance merupakan
kegiatan perawatan saat mesin
mengalami kerusakan
Proses pengangkutan dan Proses pengangkutan dan
pengangkatan pengangkatan yang tidak tepat
menyebabkan potensi
kerusakan kemasan tinggi.
89
RECP Practices Pilihan spesifik: Bagaimana limbah dapat diminimasi
dengan pengaplikasian RECP Practices
1. Melakukan observasi dan dokumentasi kegiatan setup
sekarang
2. Klasifikasi, pada tahap ini dilakukan mengidentifikasi
aktivitas internal (aktivitas yang dilakukan saat mesin mati
atau tidak berproduksi) dan aktivitas eksternal (aktivitas yang
bisa dilakukan saat mesin memproduksi)
3. Konversi permasalahan internal yang memungkinkan
dikonversi menjadi eksternal.
4. Even setup yang tersisa adalah aktivitas internal yang tidak
dapat dihilangkan atau dirubah menjadi aktivitas eksternal
namun dapat dikurangi dengan menerapkan parallel setup
(aktivitas yang tidak menunggu aktivitas lain selesai dapat
dikerjakan secara paralel)
90
RECP Practices Pilihan spesifik: Bagaimana limbah dapat diminimasi
dengan pengaplikasian RECP Practices
Pabrik Kontrol proses Penerapan preventive maintanace secara berkala. Kelebihannya
adalah biaya maintenance akan menjadi mahal seiring kerusakan
mesin. Lalu kerusakan produksi bisa setiap saat ini karena
produksi yang dilakuakan tidak stabil (berfluktuasi tergantung
dengan kebutuhan dan pasar). Ruang lingkup pekerjaan preventif
termasuk: inspeksi, perbaikan kecil, penyetelan, sehingga
peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari
kerusakan.
91
RECP Practices Pilihan spesifik: Bagaimana limbah dapat diminimasi
dengan pengaplikasian RECP Practices
yang akan dialami oleh seorang pekerja dalam melakukan
aktivitas kerja yang memanfaatkan anggota tubuh bagian atas
c. RWL (Recommended Weight Limit) adalah metode yang
merekomendasikan batas beban yang diangkat oleh manusia
tanpa menimbulkan cedera meskipun pekerjaan tersebut
dilakukan secara repetitive dalam jangka waktu yang lama.
Teknis analisis manual material handling terdapat pada
Lampiran C.1 dan Lampiran C.2
Untuk angkut mengangkut, perlu diperhatikan :
a. Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas
pembebanan.
b. Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin,
kasar, naik turun, dll.
c. Ketrampilan bekerja.
d. Peralatan kerja.
e. Ukuran beban yang akan diangkut.
f. Metode mengangkut yang benar.
92
RECP Practices Pilihan spesifik: Bagaimana limbah dapat diminimasi
dengan pengaplikasian RECP Practices
6. Hindarkan lantai kerja dari sesuatu yang dapat membuat licin
sehingga akan membahayakan operator pada saat perjalanan
memindahkan material.
7. Tempatkan semua material sedekat mungkin terhadap
operator.
Pengendalian secara administratif, memberikan pelatihan kerja
secara terstruktur dan terarah, melakukan rotasi pekerjaan,
pengaturan shift kerja dan terdapat tempat duduk atau istirahat.
93
RECP Practices Pilihan spesifik: Bagaimana limbah dapat diminimasi
dengan pengaplikasian RECP Practices
kompos yang dihasilkan memiliki kualitas kompos yang lebih
baik yaitu kandungan C organik total, N total (%), P2O5 (%) dan
K2O (%) yang lebih tinggi lalu memenuhi baku mutu mikroba
pathogen dan logam berat. Namun perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai potensi limbah susu, pengaruh konsentrasi
sludge dan konsentrasi fortifikasi limbah susu bubuk dalam
proses pengomposan terhadap kualitas kompos.
Pabrik Kontrol proses Penerapan preventive maintanace secara berkala. Lalu kerusakan
alat laboratorium bisa kapan saja karena produksi yang
dilakukan tidak stabil (berfluktuasi tergantung dengan kebutuhan
dan pasar). Ruang lingkup pekerjaan preventif termasuk:
inspeksi, perbaikan kecil, penyetelan, sehingga peralatan atau
selama beroperasi terhindar dari kerusakan.
94
RECP Practices Pilihan spesifik: Bagaimana limbah dapat diminimasi
dengan pengaplikasian RECP Practices
Modifikasi Tidak ada
peralatan
Modifikasi produk Ada penetapan kebutuhan untuk analisa, sehingga bahan baku
yang tidak digunakan dalam keperluan analisa masih digunakan
dalam proses produksinya
Limbah On-site reuse Bahan baku yang masih terjaga kualitasnya dan tidak digunakan
sebagai analisa dapat digunakan kembali.
Useful by product Limbah susu bubuk bisa dimanfaatkan sebagai bahan pemerkaya
kompos, sedangkan sludge IPAL bisa dimanfaatkan sebagai
dekomposer. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan,
kompos yang dihasilkan memiliki kualitas kompos yang lebih
baik yaitu kandungan C organik total, N total (%), P2O5 (%) dan
K2O (%) yang lebih tinggi lalu memenuhi baku mutu mikroba
pathogen dan logam berat. Namun perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai potensi limbah susu, pengaruh konsentrasi
sludge dan konsentrasi fortifikasi limbah susu bubuk dalam
proses pengomposan terhadap kualitas kompos.
c. Kemasan
Tabel V.8. Penerapan RECP pada Kemasan Produk
95
RECP Practices Pilihan spesifik: Bagaimana limbah dapat diminimasi
dengan pengaplikasian RECP Practices
memastikan jika bahan baku utama pembuatan produk
merupakan bahan terbaik dan terpilih. Hindari penggunaan
bahan yang kurang baik agar produksi menjadi lebih maksimal.
Good Housekeeping Penanganan loss dan kerusakan diperlukan penyajian informasi
dan check sheet untuk menentukan hal-hal berikut : frekuensi
kejadian, permasalahan, cacat, penyebab permasalahan dan
lokasi cacat secara akurat, rapi dan user-interface friendly agar
mudah dipahami saat pengecekan. PT X sudah memiliki data
tersebut berupa data stok bahan baku yang didalamnya terdapat
penjelasan mulai dari pengiriman pabrik bahan baku serta
laporan potongan atau penggunaan stok bahan baku yang diolah
atau diproduksi apakah sudah sesuai dengan permintaan
produksi. Dalam mempermudah pendataan, dianjurkan membuat
sistem informasi terintegrasi berbasis web, karena cukup mudah
digunakan dan tidak perlu install ke setiap komputer, cukup
menggunakan web browser dan jaringan. PT X perlu
mempertahankan sistem ini dan lebih ditingkatkan kembali dari
segi pengawasan pencatatan, agar laporan persediaan bahan baku
selalu up to date dan tidak terjadi selisih atau kesalahan pada saat
proses perencanaan pembelian bahan baku.
Meningkatkan kejelian operator (biasanya operator
menonaktifkan tombol slitter) atau pengecekan berkala. Cara
operator dalam menangani mesinnya sangat sulit untuk
diseragamkan, oleh karena itu monitoring dari foreman dan
supervisor sangat dibutuhkan.
96
RECP Practices Pilihan spesifik: Bagaimana limbah dapat diminimasi
dengan pengaplikasian RECP Practices
mesin. Lalu kerusakan produksi bisa kapan saja karena produksi
yang dilakuakan tidak stabil (berfluktuasi tergantung dengan
kebutuhan dan pasar). Ruang lingkup pekerjaan preventif
termasuk: inspeksi, perbaikan kecil, penyetelan, sehingga
peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari
kerusakan.
Modifikasi Untuk mengatasi permasalahan penumpukan sachet di bagian
peralatan packing diperlukan jig atau alat pembantu untuk merapikan
tumpukan sachet yang miring di conveyor.
97
RECP Practices Pilihan spesifik: Bagaimana limbah dapat diminimasi
dengan pengaplikasian RECP Practices
2. Meningkatkan umur simpan produk dengan memberlakukan
metode khusus untuk menjaga kualitas kemasan (faktor
penyimpanan dan faktor penanganan distribusi)
Limbah On-site reuse Alufo yang rusak dapat digunakan untuk kegiatan perusahaan
seperti menghilangkan karat dari logam atau perlindungan dari
electrical shock yang disebabkan kabel rusak. Penggunaan
kembali alufo yang cacat sebelum produksi untuk setting
printing sehingga alufo yang masih baik tidak terbuang karena
proses kalibrasi printing.
Useful by product Kemasan alufo yang rusak atau tidak dapat digunakan lagi bisa
diolah menjadi bahan baku kemasan alufo yang baru, hal tersebut
juga dapat menjadi branding perusahaan sebagai green industry.
Kerja sama ini bisa dilakukan bersama PRAISE (Packaging and
Recycling Alliance for Indonesia Sustainable Environment atau
Aliansi Untuk Kemasan dan Daur Ulang Bagi Indonesia yang
Berkelanjutan)
98
160000 100,00
140000 99,00
98,00
120000
97,00
100000 96,00
80000 95,00
60000 94,00
93,00 Total sampah
40000
92,00
20000 91,00 kumulatif
0 90,00
LBD
Dokume Kemasa
Scrap Kemasa Aset
n n
n
Total sampah 136115,24 8100,2 415,60 407,1 24,5
kumulatif 93,83 99,42 99,70 99,98 100,00
Gambar V.6. Diagram Pareto Timbulan Limbah Padat Produk Klasifikasi Scrap
Berdasarkan Gambar V.6, lebih efisien jika menurunkan limbah padat jenis scrap
dengan kumulatif sebesar 93,83%. Pada titik ini upaya harus difokuskan untuk
mencapai peningkatan terbesar. Kemudian dikelompokan jenis-jenis scrap
berdasarkan alasan pembuangannya dan didapatkan nilai kemasan bekas paling tinggi
dibandingkan kerusakan, sehingga difokuskan untuk kemasan bekas. Untuk
meningkatkan nilai ekonomi scrap, diperlukan perbandingan data tahun 2019 dan
tahun 2020 mengenai jumlah timbulan dan nilai ekonomi yang didapatkan.
Pada Tabel V.9 terdapat kuantitas scrap yang dijual pada tahun 2019.
99
Nama Barang Grand Total Total Harga
Karung Gula Balki 2662 Rp 26.620.000
Kursi Chairman 0 Rp -
Plastik 21707,8 Rp 39.074.040
Sak Susu 25621,5 Rp 33.307.950
Sak Susu (Noblem) 0 Rp -
Seng 764 Rp 1.146.000
(Sumber : Data Internal PT X)
Sedangkan pada Tabel V.10 merupakan data kuantitas penjualan scrap pada tahun
2020.
100
Dari data penjualan scrap pada tahun 2019 dan 2020 terdapat penambahan jenis barang
yang dijual yaitu AC indoor, AC outdoor dan kursi chairman. Jenis barang selain AC
indoor, AC outdoor dan kursi chairman, dihasilkan akibat proses produksi sehingga
jenisnya sama tiap tahun. Namun hal yang membedakan adalah jumlah dan pendapatan
yang sudah terjual. PT X sudah menjual scrap hasil produksinya sebagai strategi
pengelolaan sampah dan lingkungan. Selain itu, usaha penjualan scrap menjadi
peluang bisnis yang cukup menjanjikan karena semakin lama akan semakin banyak
sampah yang dihasilkan. Di dalam sebuah usaha, tentunya ada hasil yang diperoleh,
baik itu untung atau rugi. Maka dari itu perlu dianalisis keuntungan atau kerugian yang
didapat dari pendapatan dan biaya yang dikeluarkan selama operasional. Sehingga
dapat ditentukan ketepatan strategi dalam peningkatan ekonomi suatu scrap. Pertama
dilakukan kalkulasi perolehan pendapatan, mengevaluasi komponen biaya yang timbul
dari penjualan scrap, dan terakhir adalah dilakukan kalkulasi titik imbas usaha
penjualan scrap.
Untuk menentukan nilai titik impas dari usaha penjualan scrap selama sebulan,
dilakukan alat analisis secara matematis dengan menggunakan data melalui benchmark
ke usaha terkait sebagai berikut.
1. Biaya tetap, biaya dalam usaha penjualan yang tetap, terlepas dari volume yang
dihasilkan. Biaya ini merupakan biaya yang pasti terlepas adanya unit yang
produksi atau tidak.
a. Biaya pajak yang timbul sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
dengan luas area sebesar ±250 m2 dan luas area bangunan adalah ±200 m 2.
Dengan harga tanah per meter di Kawasan M2100 berdasarkan Dinas
Pekerjaan Umum dan Cipta Karya adalah Rp 2.500.000/m 2 dan harga
bangunan tidak bertingkat per meter adalah Rp 1.833.000/m2 (PU PR, 2008).
Sehingga PBB adalah sebagai berikut.
NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan = (luas tanah x harga tanah)+(luas
bangunan x harga bangunan)
NJOP = (250 X 2.500.000) + (200 x 1.833.000) = Rp 991.600.000,00
NJKP = 20% x Rp 991.600.000 = Rp 198.832.000,00
101
PBB = 0,5% x Rp 198.832.000= Rp 991.600,00/tahun
PBB = Rp 82.633/bulan
b. Biaya kebersihan gedung, meliputi harga alat-alat kebersihan berdasarkan
Tokopedia.com yaitu ±Rp 150.000,00.
c. Biaya pemeliharaan dan perawatan berdasarkan Standar Biaya Masukan
(SBM) Tahun 2020 merupakan satuan biaya yang digunakan untuk
perencanaan kebutuhan biaya pemeliharaan rutin gedung/bangunan di dalam
negeri dengan maksud menjaga/mempertahankan gedung dan bangunan
kantor di dalam negeri agar tetap dalam kondisi semula atau perbaikan dengan
tingkat kerusakan kurang dari atau sama dengan 2% (dua persen). Berdasarkan
SBM 2020 L2-15 satuan biaya pemeliharaan bangunan di Jawa Barat untuk
gedung tidak bertingkat adalah Rp 102.000/m 2/tahun. Sehingga setiap
bulannya biaya pemeliharaan dan perawatan adalah Rp 816.000/tahun atau Rp
68.000/bulan.
d. Asuransi pegawai dialokasikan sebesar Rp 15.000/bulan. Sehingga untuk 8
pegawai biaya yang dikeluarkan untuk asuransi pegawai adalah Rp 120.000.
e. Biaya Alat Pengaman Diri (APD) berupa rompi safety dan masker berdasarkan
Bukalapak.com adalah Rp 50.000/rompi dan Rp 30.000/50 pcs. Sehingga
biaya APD per bulan dengan jumlah pekerja 8 orang adalah sekitar Rp
450.000,00.
Total biaya tetap yang dikeluarkan khusus untuk pengelolaan TPS scrap adalah
Rp 870.633,00.
2. Biaya variabel, biaya yang berubah sejalan dengan perubahan dalam ouput. Biaya
ini tetap sama dalam produksi per-unit.
a. Biaya listrik untuk penerangan diasumsikan menggunakan lampu khusus
gudang 100 watt sebanyak 6 buah dipasang parallel menjadi 600 watt,
penggunaan selama 8 jam/hari.
Pemakaian listrik sehari = 600 watt x 8 jam = 4800 watt
Pemakaian listrik sebulan = 4800 watt x 30 hari = 144000 watt = 144 kWh
102
Tarif pemakaian listrik = jumlah pemakaian kwh x harga per kWh, dengan
harga per kWh disesuaikan dengan golongan tarif listrik B-2/TR yaitu Rp
1.467,28/kWh. Sehingga tariff pemakaian listriknya adalah Rp 211.288,32 ≈
Rp 215.000,00
b. Biaya perawatan misal bahan bakar, mobil pick up digunakan untuk
mengangkut scrap ke TPS scrap memerlukan bahan bakar solar setiap harinya.
Asumsi kebutuhan solar perhari adalah 2 liter/hari. Harga per liter solar
berdasarkan website Pertamina untuk wilayah Jawa Barat adalah Rp 9.400,00.
Sehingga selama sebulan biaya yang keluar untuk bahan bakar adalah sebgai
berikut.
Biaya bahan bakar = 2 x Rp 9.400,00 x 30 hari = Rp 564.000,00
Total biaya variabel yang dikeluarkan khusus untuk pengelolaan TPS scrap adalah Rp
779.000,00/ bulan yang dialokasikan ke 9 jenis barang scrap, maka biaya variabel
sebesar Rp 86.555
Pada Tabel V.9 dan Tabel V.10 terdapat jenis barang dan jumlah yang dihasilkan tiap
bulan dengan menggunakan data tahun 2019 dan 2020 (17 bulan). Serta Tabel V.11
dan Tabel V.12 mengenai jenis barang dan harga satuannya untuk dianalisis
peningkatan nilai ekonominya.
103
Jenis Barang 2020 2019 Total (kg) Rata-rata/bulan (kg)
Sak Susu 43.027 89.432,8 132.460 7.792
Seng 216 1.949,8 2.166 127
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif dengan teknik analisis
data disajikan dalam Tabel V. 13
104
Tujuan Penelitian Teknik Analisis
Dalam satuan unit produksi, BEP dapat
dicari dengan
𝐹
BEP (x) = 𝑃−𝑉
Ket : I = income, TR = total revenue, TC = total cost, P = harga, Q = produk, TFC = total biaya tetap, TVC = total biaya variabel
Karung
820 Rp870.633 Rp 86.555 106 Rp 10.000
Gula Balki
Sak Susu
3 Rp870.633 Rp 86.555 682 Rp 900
(Noblem)
Dari data yang sudah diperoleh, dapat dihitung tingkat keuntungan setiap jenis scrap
sebagai berikut.
105
Tabel V.15. Tingkat Keuntungan Setiap Jenis Barang (1 Bulan)
Dapat dilihat, nilai BEP merupakan suatu kondisi ketika jumlah pengeluaran yang
diperlukan untuk biaya produksi sama dengan jumlah pendapatan yang diterima dari
hasil penjualannya. Sehingga pada titik ini, usaha penjualan scrap tidak mendapatkan
laba tetapi juga tidak mengalami kerugian. Nilai BEP terendah adalah dari penjualan
plastik. Sehingga dari hasil penjualan yang telah dilakukan, setiap jenis barang bekas
mendapat keuntungan, untuk seng harganya masih bisa ditingkatkan dengan dijual ke
pihak pengumpul scrap. Namun dalam perhitungan ini perlu ditindaklanjuti karena
biaya yang digunakan merupakan biaya asumsi, sehingga hasilnya akan berbeda
dengan kondisi aktualnya.
106
V.1.3 Klasifikasi Limbah Padat Domestik
V.1.3.1 Timbulan Limbah Padat Domestik
Berdasarkan data yang diberikan, tidak ada data timbulan spesifik dalam satuan kg atau
volume sampah rumah tangga dari perkantoran atau perusahaan. Namun terdapat data
jumlah ritasi yang dilakukan PT X selama sebulan sepanjang tahun dan biaya yang
diperlukan dalam pengangkutan. Maka dari itu, laju timbulan sampah khusus sampah
rumah tangga diperlukan dalam satuan berat yaitu kg per orang per hari atau satuan
volume yaitu liter per orang per hari. Pengaruh penting timbulan dalam sistem
pengelolaan sampah adalah dalam hal pemanfaatan personil dan truk pengangkut
sampah serta biaya operasional. Kemudian sebagai monitoring sistem misalnya
penilaian dampak dari kegiatan pencegahan limbah dan aktivitas daur ulang sampah.
Untuk pengukuran sampah industri atau kantor yang jumlah timbulannya besar, dapat
dilakukan dengan mengukur volume dan mengambil sejumlah sampel untuk diukur
nilai berat jenisnya. Kemudian dilakukan pengolahan data sehingga diperoleh berat
timbulan yang dihasilkan setiap harinya. Berdasarkan SNI 19-3964-1994, pengambilan
contoh dilakukan dalam 8 hari berturut-turut pada lokasi yang sama dan dilaksanakan
dalam 2 pertengahan musim tahun pengambilan contoh, paling lama dilakukan 5 tahun
sekali bergantung pada proyeksi peningkatan jumlah orang atau pekerja dengan
ketentuan cara pengerjaan pengambilan dan contoh sesuai dengan SNI 19-3964-1994.
Kemudian setelah mendapatkan volume sampah yang diukur, berat sampah yang
diukur dan jumlah unit penghasil sampah, dapat diukur volume contoh timbulan
sampah per-pekerja rata-rata sebagai berikut.
𝑉𝑠1 𝑉𝑠2 𝑉
+ 𝑢 + ⋯ + 𝑢𝑠𝑛
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ = ( 𝑢 )
𝑛
𝐵𝑠1 𝐵𝑠2 𝐵
+ 𝑢 + ⋯ + 𝑢𝑠𝑛
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ = ( 𝑢 )
𝑛
107
Bw : Berat sampah (kg)
u : Unit (orang)
n : Jumlah sampel
Jadi perhitungan timbulan limbah padat domestik diketahui menggunakan perhitungan
ritasi, dengan melihat penggunaan truk double engkel truck, truk tersebut memiliki
kapasitas truk sebesar 4000 kg, memiliki panjang 4,2 meter, lebar 2 meter dan tinggi
1,7 m. sehingga timbulan limbah padat domestik misalnya pada jumlah ritasi rata-rata
selama satu tahun mengacu pada data tahun 2019 yaitu sebanyak 18 ritasi, volume
sampah adalah sebagai berikut.
𝑉𝑑
18 =
(4,2 𝑥 2 𝑥 1,7 𝑥 0,8)
𝑉𝑑
18 =
(4,2 𝑥 2 𝑥 1,7 𝑥 0,8)
Vd ≈ 205,632 m3
108
V.1.3.3 Pewadahan dan Pemilahan Limbah Padat Domestik
Pewadahan yang sudah dilakukan oleh PT X sudah baik. Perwadahan sampah level 1
ditempatkan di berbagai ruangan yang ada di perkantoran tersebut sudah memudahkan
akses pegawai dalam membuang sampah. Lalu untuk mengevaluasi dan memperoleh
kebutuhan sampah level 1, digunakan dengan metode perhitungan menggunakan data
timbulan sampah harian, disebabkan pola pemindahan dan pengumpulan dilakukan
secara harian. Data dibawah merupakan data asumsi yang digunakan.
a. Untuk perkantoran, digunakan timbulan sampah pada range teratas yaitu 0,75
L/orang/hari (Damanhuri & Tripadmi, 2010).
b. Ukuran tempat sampah level 1 menggunakan ukuran sebesar 12 cm x 15 cm x 25
cm
Dari data yang diperoleh diatas, dapat dihitung bahwa volume tempat sampah adalah
sebagai berikut.
4,5 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑤𝑎𝑑𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 1 =
𝐿
0,75 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 /ℎ𝑎𝑟𝑖
Dari contoh perhitungan diatas, dengan ukuran wadah sampah level 1 sebesar 12 cm x
15 cm x 25 cm yang terletak di perkantoran dapat menampung sampah yang
ditimbulkan oleh pegawai sebesar 6 orang dan memberikan sisa ruang. Berdasarkan
literatur, untuk tempat sampah level 2 seharusnya disediakan untuk setiap gedung yang
masing-masing 1 tempat sampah level 2. Tempat sampah level 2 tersebut terdiri dari
109
warna hijau dan warna kuning. Untuk memperoleh kebutuhan wadah sampah level 2
dengan menggunakan metode perhitungan yaitu data timbulan sampah harian,
disebabkan pola pemindahan dan pengumpulan juga dilakukan secara harian. Data
dibawah merupakan data asumsi yang digunakan)
a. Untuk perkantoran, digunakan timbulan sampah pada range teratas yaitu 0,75
L/orang/hari (Damanhuri & Tripadmi, 2010).
b. Ukuran wadah sampah level 2 yaitu 80 cm x 45 cm x 76 cm
Dari data yang diperoleh diatas, dapat dihitung bahwa volume tempat sampah adalah
sebagai berikut.
Sedangkan dalam pemilahannya sudah baik, karena PT X sudah memiliki kode warna
dan keterangan untuk pemilahan. Sehingga wadah level 1 dilakukan pemilahan agar
sampah tidak tercampur begitu saja. Namun dalam penanganan pembuangan sampah
masih bisa dilakukan perbaikan. Pertama ada penambahan tempat sampah untuk residu
atau bisa dilakukan pembaharuan tiga jenis tempat sampah yaitu sampah organik,
sampah anorganik (botol dan plastik) dan sampah residu. Sehingga diprioritaskan
seminimal mungkin sampah yang dibuang adalah jenis residu saja misalnya tisu basah,
110
karton/kertas dari kemasan makanan yang basah dan kotor, plastik yang dikotori
minyak. Untuk sampah jenis lain misalnya anorganik sejenis kertas dan botol masih
bisa dipilah dengan baik dan dapat meningkatkan kerja sama dengan bank sampah
untuk dikelola.
111
V.1.3.5 Pengangkutan Limbah Padat Domestik
Pengangkutan sampah adalah penanganan sampah dengan membawa sampah yang
berasal dari sumber ke tempat pemrosesan akhir (TPA). Pengangkutan sampah harus
dilakukan secara akurat dan teliti karena optimasi pengangkutan dapat berjalan dengan
cepat mudah, dan biaya yang murah. Jika terdapat data timbulan limbah padat domestik
di PT X, dapat dilakukan perhitungan banyaknya ritasi yang diperlukan dan bisa
dilakukan reduksi ritasi kondisi eksisting. Truk yang digunakan sudah sesuai karena
ditutupi terpal untuk menghindari bau dan petugas sudah menggunakan APD standar.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengoperasian sarana angkutan sampah
kemungkinan penggunaan stasiun atau depo container layak diterapkan. Dari pusat
kontainer ini, truk kapasitas besar dapat mengangkut kontainer ke lokasi pemrosesan,
sedangkan truk sampah kota (kapasitas kecil) tidak semunya perlu sampai ke lokasi
pemrosesan atau ke TPA. Maka dari itu, jumlah ritasi truk sampah kota dapat
ditingkatkan. Untuk usia pakai minimal 5 – 7 tahun dapat memuat 3 – 5 tahun, dan
dapat ditingkatkan untuk ritasi truk angkutan per hari mencapai 4 – 5 kali untuk jarak
tempuh di bawah 20 km, dan 2 – 4 rit untuk jarak tempuh 20 – 30 km (Damanhuri,
2010).
112
Karakteristik Jenis Limbah Pengolahan
Padat Domestik
kering dilakukan pencacahan terlebih
dahulu lalu diberikan larutan EM4
sebagai aktivator untuk mempercepat
kematangan kompos dan secara rutin
dilakukan pembalikan. Namun
diperlukan pengecekan secara berkala
faktor-faktor yang mempengaruhi
proses pengomposan yaitu kandungan
karbon, nitrogen dan fosfor,
temperature, kadar air dan kondisi pH.
Sisa makanan Sisa makanan dapat dikomposkan,
tetapi sebaiknya dipisah dengan
pengomposan sampah daun. Sisa
makanan bisa dijadikan bahan makan
perkembangbiakan BSF atau maggot.
Hal ini dapat meningkatkan kerja sama
antara PT X dengan peternak BSF.
Dapat didaur ulang Botol plastik Untuk menurunkan densitas limbah
padat dan tidak disalahgunakan, tutup
botol dan botolnya dipisah terlebih
dahulu. Kemudian botol plastik
diremukan. Botol plastik ini masih
memiliki nilai ekonomi dan dapat
didaur ulang menjadi botol plastik
kembali. Sehingga untuk mengurangi
sampah yang masuk ke TPA, PT X
113
Karakteristik Jenis Limbah Pengolahan
Padat Domestik
dapat bekerja sama dengan bank
sampah setempat.
Kertas Untuk pengurangan, menghibau
pegawai agar membatasi penggunaan
kertas. Lalu menggunakan kembali
kertas bekas. Kertas yang sudah tidak
digunakan kembali dihancurkan
dengan mengunakan mesin
penghancur kertas untuk mengurangi
densitas timbulan dan mempermudah
distribusi.
Kantong plastik Untuk pengurangan, menghimbau
pegawai agar membatasi penggunaan
kantong plastik dan memasukan dalam
agenda general meeting yang
terdokumentasi. Lalu untuk
pengolahannya dapat bekerja sama
dengan bank sampah sekitar.
Sampah yang tidak Sampah residu Pengelolaan dapat dilakukan dengan
bisa diolah cara yang umum, yaitu pengangkutan
oleh mobil truk sampah.
114
diusulkan oleh penulis sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
PT X, windrow composting, aerated static pile composting dan in-vessel composting.
115
Terdapat beberapa tahap kerja pada metode ini yaitu pengomposan dengan lumpur
dan jerami, analisis kualitas bahan baku dan kualitas kompos, serta analisis potensi
kompos. Pengomposan dimulai dengan melakukan pengeringan lumpur sampai
kadar tertentu, lalu dilakukan penumpukan dan pencampuran dengan bahan lainnya
setelah dilakukan analisis laboratorium yang ditentukan. Lumpur dicampur dengan
jerami dan pupuk kandang, lalu ditumpuk ke dalam wadah kompos dengan rasio
1:1:1. Proses homogenisasi sampah ini dilakukan karena dalam proses ini tidak
dilakukan pembalikan. Maka dalam proses pencampuran harus terdapat rongga
udara yang memadai. Proses ini berlangsung selama dua bulan, setelah itu
dilakukan analisis mutu kompos. Berikut ini adalah keuntungan dan kerugian
penggunaan aerated static pile.
Tabel V.17. Keuntungan dan kerugian penggunaan aerated static pile.
Keuntungan Kerugian
Kebutuhan pekerja yang sedikit Material perlu dihomogenisasikan
Dapat mengurangi bau dari limbah yang Memerlukan listrik
dihasilkan
Retensi senyawa volatil yang lebih baik Keperluan oksigen yang tinggi
Membutuhkan area yang tidak terlalu Membutuhkan kompos yang sudah jadi
luas sebagai cover setiap satu fase pile
Dapat mereduksi patogen selama 3 hari Input lebih basah dibandingkan teknologi
konvensional lain
(Sumber : Anonim, 2013)
3. In-vessel composting
In-vessel composting dilakukan di wadah atau vessel tertutup. Dalam proses ini,
sistem dibagi menjadi dua yaitu plug flow dan agitated bed. Pada sistem plug flow,
hubungan antara partikel dalam massa kompos akan tetap sama selama proses
berlangsung. Sedangkan pada proses agitated bed, material kompos akan dicampur
secara mekanik selama proses berlangsung. Sistem mekanik ini didesain untuk
mengurangi bau dan mengurangi waktu pengolahan dengan cara mengontrol
116
kondisi lingkungan seperti aliran udara, temperatur, dan konsentrasi oksigen.
Teknologi in-vessel composting ini dapat mengontrol bau lebih baik, cepat, biaya
yang rendah untuk pekerja, dan membutuhkan area yang tidak terlalu luas. Waktu
detensi dalam proses ini bervariasi dari empat sampai dua belas minggu.
Proses pengomposan berlangsung di ruang terbatas dan sangat terkontrol di dalam
bangunan atau ruangan. Semua sistem in vessel melibatkan teknologi yang relatif
mahal dibandingkan dengan teknologi komposting lainnya. Biasanya sistem in-
vessel digunakan di tempat yang memiliki volume sampah organik yang sangat
tinggi khususnya untuk kepadatan penduduk yang tinggi. Walaupun pada sistem ini
dapat memproses sampah organik sampah 365 ton/hari, sistem ini tidak feasible
secara ekonomi untuk laju proses yang rendah dan volume sampah organik yang
sedikit.
Tahap ini dilakukan melalui studi literatur dari jurnal penelitian terdahulu. Menurut
Rangkuti (2011), pembuatan keputusan menggunakan parameter dapat dinyatakan
dengan suatu bilangan antara 0 dan 1 atau dalam bentuk persen, dan penentuan
parameter berdasarkan pada tingkat keyakinan, kepercayaan, pengalaman dan latar
belakang pengambil keputusan atau penulis. Metode penilaian yang digunakan adalah
skala ordinal yaitu skala 1 untuk penilaian sangat kurang sampai pada skala 3 untuk
penilaian sangat bagus. Pengambilan keputusan untuk memilih alternatif terbaik
penerapan teknologi dilakukan dengan menggunakan empat aspek kriteria, yang
dijabarkan menjadi beberapa sub kriteria. Pada Tabel V.18. dilampirkan parameter
dalam menentukan teknologi terpilih pengolahan limbah padat organik dengan metode
pembobotan simple additive weight (SAW).
117
Kriteria Sub-kriteria Uraian % Total (%)
dapat mengundang
hewan pengerat. Bau
yang buruk dapat
disebabkan oleh
tingkat keasaman yang
tinggi, temperatur yang
tidak terkontrol.
Aerasi, kelembaban
dan densitas bulk.
Patogen Sangat mudah untuk
patogen atau sumber
penyakit tumbuh di
9%
dalam sampah organik
yang tidak dikelola
dengan benar.
Pencemaran Air lindi dihasilkan
air dari proses kompos
ketika komponen
humid larut dengan
kompos. Air lindi
memiliki nutrien yang 8%
kaya, tetapi dapat
mencemari tanah atau
sumber air terdekat
sehingga menurunkan
kualitas lingkungan.
118
Kriteria Sub-kriteria Uraian % Total (%)
Ekonomi, Modal Biaya dasar dalam
biaya yang membangun fasilitas 11%
dikeluarkan teknologi
dan Biaya operasi Biaya yang digunakan
keuntungan saat proses 11% 30%
yang pengomposan
diperoleh Biaya Biaya yang dihasilkan
marketing kepada konsumen 8%
end-product
Sosial, untuk Kesiapan Kesiapan sumber daya
meningkatkan SDM dalam manusia dalam
6%
kinerja penerapan menerapkan teknologi
perusahaan teknologi
dalam Keberlanjutan Pekerja yang dapat
pelayanan mengoperasikan
9% 20%
social proses on site secara
berkelanjutan
Kesadaran Tanggung jawab dan
masyarakat partisipasi program
5%
pengolahan limbah
padat organic
Teknis, Mesin dan Fasilitas yang
kemampuan perlengkapan digunakan dalam 10%
teknologi proses pengolahan
25%
untuk Waktu yang Durasi dalam
diaplikasikan dibutuhkan menyelesaikan proses 8%
dalam proses pengoalahan
119
Kriteria Sub-kriteria Uraian % Total (%)
Kebutuhan Lahan yang
lahan dibutuhkan untuk 7%
pengolahan
Bobot kriteria
Kriteria Sub-kriteria
Alt.1 Alt.2 Alt.3
Bau 2 3 3
Lingkungan Patogen 3 3 3
Pencemaran air 3 2 3
Modal 3 2 1
Biaya operasi 3 1 1
Ekonomi
Biaya marketing end-
3 3 3
product
Kesiapan SDM dalam
3 1 1
penerapan teknologi
Sosial
Aspek Keberlanjutan 3 2 2
Kesadaran masyarakat 3 3 3
Mesin dan perlengkapan 3 1 1
Waktu yang dibutuhkan
Teknis 3 2 2
dalam proses
Kebutuhan lahan 3 1 1
120
Total nilai didapat dari formula berikut.
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚
∑ 𝑥 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑎𝑟𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚
Berdasarkan tabel di atas, didapat total nilai masing-masing teknologi sebagai
berikut.
Tabel V.20 Pembobotan Tiap Alternatif Teknologi Pengolahan (2)
Bobot kriteria
Kriteria Sub-kriteria
Alt.1 Alt.2 Alt.3
Bau 0,16 0,24 0,24
Lingkungan Patogen 0,27 0,27 0,27
Pencemaran air 0,24 0,16 0,24
Modal 0,33 0,22 0,11
Ekonomi Biaya operasi 0,33 0,11 0,11
Biaya marketing end-product 0,24 0,24 0,24
Kesiapan SDM dalam penerapan
0,18 0,06 0,06
teknologi
Sosial
Aspek Keberlanjutan 0,27 0,18 0,18
Kesadaran masyarakat 0,15 0,15 0,15
Mesin dan perlengkapan 0,3 0,1 0,1
Waktu yang dibutuhkan dalam
Teknis 0,25 0,17 0,17
proses
Kebutuhan lahan 0,21 0,07 0,07
121
Ekonomi 0,9 0,57 0,46
Sosial 0,60 0,39 0,39
Dari hasil SAW tersebut didapatkan bahwa alternatif teknologi yang dapat digunakan
untuk pengolahan sampah organik yaitu alternatif 1, aerobic windrow composting
dengan bobot nilai total adalah 2,93.
122
karakteristik sampah daun organik yang akan diolah. Biasanya dosis yang
digunakan adalah 1 ml/kg dengan memantau peningkatan kelembaban sampai 50 –
60%. Untuk memanfaatkan daun kering dan ranting sebagai kompos, perlu diatur
standar kualitas kompos sesuai dengan SNI 19-7030-2004. Untuk menurunkan C/N
rasio diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme
selulotik atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan
mengandung banyak senyawa nitrogen. Selain itu, agar sesuai dengan standar
kualitas kompos, dilakukan penyiraman dengan menggunakan sprayer, dan
pembalikan atau pengguliran windrow. Setelah tumpukan windrow berusia 1
minggu, tumpukan sampah digulirkan (revolved) ke petak disebelahnya (petak
kedua), sedangkan petak pertama kembali diisi oleh sampah baru. Satu minggu
kemudian, tumpukan dari petak kedua digulirkan ke petak ketiga, tumpukan dari
petak pertama digulirkan ke petak kedua, dan petak pertama kembali diisi oleh
sampah baru. Hal tersebut terus dilakukan selama 4 minggu, hingga diperoleh
kompos matang dan siap panen. Pengguliran windrow dilakukan di area
composting secara manual menggunakan garpu dan skop.
4. Fasilitas pengayakan dan pengemasan kompos
Kompos yang sudah matang kemudian digelar untuk kemudian diayak dan
dikemas, sehingga menghasilkan kompos dalam kemasan yang siap dijual. Kedua
proses ini dilakukan di area pengayakan dengan menggunakan mesin sortir sampah
yang berdasarkan Tokopedia.com, harganya berkisar Rp8,000,000.
5. Fasilitas penyimpanan kompos
Kompos yang sudah dikemas kemudian disimpan di dalam ruang penyimpanan
kompos, sebelum akhirnya dijual dan didistribusikan. Ruang penyimpanan ini
harus berada dalam kondisi kering agar tidak mengubah kondisi dan kualitas
kompos
Kemudian dilakukan perhitungan luas lahan aerobic windrow composting sesuai
dengan Peraturan PU No.3 Tahun 2013. Luas lahan composting dihitung dengan
kebutuhan lahan yang diperlukan untuk pemilahan, pencacahan dan areal pematangan.
1. Lahan pemilahan
123
Volume sampah organik (daun kering) input dihitung dengan cara volume total rata-
rata dalam 1 bulan dan dikalikan dengan komposisi sampah organik yang
dihasilkan sebagai berikut.
205,632 𝑚3 ×45%
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 (𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 ) = ≈ 3 m3/hari
30 ℎ𝑎𝑟𝑖
124
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 = 36 𝑚 × 1,75 𝑚 = 63 𝑚2
Kebutuhan luas lahan untuk composting dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel V.22 Kebutuhan Luas Lahan Composting
Parameter Kuantitas
Sampah input 3 m3/hari
Sampah hasil pemilahan 2,4 m3/hari
Bak pemilahan Panjang = 3 meter
Lebar = 2 meter
Timbulan = 0,5 m
Luas total = 16 m2
Pencacahan Kapasitas = 200 kg/jam
Dimensi = 130 x 60 x 87 cm
Penampung = 1 x 1,5 x 1 m
Luas total = 12,28 m2
Area pematangan Volume timbulan windrow = 72 m3
Luas penampang windrow = 2 m2
Lebar tumpukan = 1,75 m
Area tumpukan = 63 m2
Area pengayakan Dimensi = 300 x 80 x 120 cm
Luas total = 12,4 m2
Gudang penyimpanan Luas = 24 m2
Total luas area composting 127,68 m2
125
mikroorganisme. Dengan fasilitas tersebut juga dapat melindungi tumpukan dari hujan
yang mampu menyebabkan tumpukan menjadi jenuh (kondisi saturated), dan
memenuhi ruang rongga udara dengan air.
126
No Nama Perusahaan Bidang Lokasi
6. CV Metal Recycling Pengumpul scrap alufo Jakarta Utara
Indonesia
7. PT Sinar Alindo Metal Pengumpul scrap alufo Jakarta Barat
8. PT Setia Teknik Jaya Pengumpul scrap alufo Bekasi
9. CV Global Gemilang Pengumpul scrap alufo Jakarta Barat
10. PT Anna Mandiri Kreatif Pengumpul scrap alufo Bekasi
11. PT Arina Limbah Mandiri Pengumpul scrap alufo Bekasi
12. PD Nina Logam Pengumpul scrap alufo Jakarta Barat
13. CV Adma Pengumpul scrap alufo Cikarang
14. PT Jacra Pengumpul scrap alufo Jakarta
15. INDS Business Pengumpul scrap alufo Jakarta
16. Waste4Change Pengumpul Sampah Bekasi
17. PT Inocycle Technology Daur Ulang Plastik Tangerang
Group
18. PT Tirta Investama Daur Ulang Plastik Jakarta
(Danone-AQUA)
19. PT Fajar Surya Wisesa Daur ulang karton, box, Jakarta Pusat
Tbk. paperboard
20. PT Indocement Tunggal Pemanfaatan kertas dan Jakarta
Prakarsa karton sebagai energi
Berdasarkan data komposisi sampah, dengan kuantitas sampah anorganik yaitu plastik
sebesar 14% dan kertas sebesar 12 %, maka diperlukan pengelolaan yang tepat untuk
mengurangi ritasi ke TPA. Dengan mempertimbangkan dampak lingkungan,
penerapan teknologi dan kebutuhan biaya, pengolahan yang tepat adalah internal
recycle dengan manajemen seperti kerja sama dengan Bank Sampah dan usaha
pengepul setempat atau peningkatan sistem TPS scrap di PT X melalui sistem Bank
Sampah. Hal ini dapat menguntungkan beberapa pihak, perusahaan akan diuntungkan
127
karena pelaksanaan Bank Sampah ini merupakan salah satu bentuk entitas bisnis,
penerapan program CSR dan EPR serta memberikan dampak yang baik bagi
lingkungan. Lalu untuk masyarakat sekitar dapat membentuk kebiasaan baik dalam
memilah, mendaur ulang dan memanfaatkan sampah serta dapat memanfaatkan nilai
ekonomi dari sampah. Sedangkan untuk usaha pengepul setempat, dapat meningkatkan
income karena adanya peningkatan jumlah input limbah yang dihasilkan dan yang
dijual. Berikut ini adalah tahapan pendirian dan pengembangan Bank Sampah di sekitar
PT X.
1. Sosialisasi awal, sosialisasi bertujuan untuk memberikan pengenalan dan
pengetahuan dasar mengenai bank sampah kepada masyarakat khususnya kepada
pegawai Nutrifood serta masyarajat sekitar dan juga kepada usaha pengepul
setempat untuk kerja sama dalam pengelolaan limbah padatnya. Beberapa hal yang
bisa disampaikan adalah pemahaman mengenai bank sampah sebagai program
nasional bahwa pemerintah mengajak masyarakat menerapkan strategi penerapan
3R sesuai dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah. Lalu penjelasan mengenai alur pengelolaan sampah dari mulai pemilahan,
penyetoran, pencatatan, pengangkutan dan pengangkutan ke usaha pengepul
terkait. Terakhir adalah pembagian hasil pengelolaan sampah untuk operasional
bank sampah, nasabah dan pengembangan lembaga.
2. Pelatihan teknis, bertujuan untuk memberikan penjelasan detail mengenai tata cara
pelaksanaan sistem bank sampah. Pertama pelatihan teknis mengenai bank sampah
yang dijalankan berupa sarana pengumpulan sampah, pengurus Bank Sampah,
jadwal pengumpulan yang disepakati, kerja sama dengan pengepul, dam penentuan
pendapatan. Kedua adalah pembentukan pengurus Bank Sampah.
3. Pelaksanaan sistem Bank Sampah, dilakukan setelah mendapat kesepakatan antara
perusahaan, masyarakat dan usaha pengepul sekitar. Nasabah Bank Sampah akan
mendapat uang yang disimpan dalam bentuk tabungan sesuai dengan nilai sampah
yang disetor.
4. Pendampingan dan evaluasi, agar berjalan dengan baik perlu dilakukan evaluasi
rutin untuk mengukur jumlah nasabah, reduksi sampah dan omset.
128
5. Pengembangan, semakin lama potensi ekonomi yang dimiliki Bank Sampah akan
semakin besar. Sehingga Bank Sampah memiliki potensi pengembangan secara
meluas misalnya menjadi unit usaha simpan pinjam dan koperasi.
V.2.2 Regulasi
PT X sudah membuat beberapa peraturan mengenai pengelolaan limbah padat. Banyak
dari beberapa karyawan sudah mengerti pentingnya untuk melakukan pengelolaannya.
Untuk memantau pegawai dalam mentaati peraturan, PT X sudah melakukan sosialisasi
serta monitoring secara bulanan mengenai pengelolaan limbah padat. Namun ada
kendala salah satunya adalah inkonsistensi pegawai dalam melakukan pemilahan.
Untuk menanggulangi hal ini, sistem insentif dan disinsentif dapat diterapkan kepada
departemen terkait. Insentif yang dimaksuda dapat berupa penghargaan, publikasi
penilaian kinerja baik atau bentuk lainnya. Sedangkan disinsentif dapat berupa
publikasi penilaian kinerja tidak baik.
129
BAB VI PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
1. Limbah padat di PT X diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu klasifikasi waste, jenis
limbah padat hasil produksi yang tidak memiliki nilai ekonomi; klasifikasi scrap,
jenis limbah padat hasil produksi yang masih memiliki nilai ekonomi; dan
klasifikasi limbah padat domestik, yang berasal dari kegiatan sehari-hari
perusahaan.
2. Untuk klasifikasi waste, dilakukan rencana reduksi limbah dari sumber
menggunakan prinsip efisiensi sumber dan produksi bersih. Berdasarkan diagram
pareto, untuk klasifikasi waste diprioritaskan mengatasi permasalahan jenis produk
yang berasal dari sisa vakum dan analisis serta jenis kemasan produk yang berasal
dari kemasan produk bekas. Penerapan RECP yang dilakukan berdasarkan
benchmark perusahaan yang setipe dengan PT X.
3. Untuk klasifikasi scrap, pengelolaannya sudah baik dan tertata serta sudah
dilakukan penjualan scrap ke usaha pengepul sekitar. Dalam hal ini dilakukan
perhitungan nilai BEP atau kalkulasi titik imbas usaha penjualan scrap untuk
menentukan nilai keuntungannya. Dari hasil perhitungan BEP, diketahui bahwa
perusahaan sudah mendapatkan keuntungan. Namun masih bisa ditingkatkan lagi
sesuai dengan harga pasar yang lain.
4. Untuk klasifikasi limbah padat domestik, pengelolaan teknisnya sudah baik.
Namun masih ada beberapa evaluasi dalam pengolahan. Untuk jenis organik,
karena kuantitasnya cukup tinggi, dilakukan pengolahan dengan windrow
composting. Sedangkan untuk jenis anorganik, dilakukan pengolahan internal
recycling dengan memanfaatkan TPS scrap menjadi manajemen Bank Sampah
dengan kerja sama usaha pengepul sekitar.
5. Secara keseluruhan, PT X dapat memperluas jaringan kerja sama dengan
perusahaan terkait untuk mengelola limbah padatnya. Lalu dapat menerapkan
regulasi internal untuk meningkatkan konsistensi pegawai dalam pengelolaan
limbah padat. Selain itu, PT X dapat melakukan peta jalan pengurangan sampah
dengan target tahun 2030 sesuai dengan PermenLH No 75 Tahun 2019.
130
VI.2 Saran
1. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai penyebab penghasil klasifikasi
waste di unit produksi dengan cara penentuan jumlah limbah yang dihasilkan di
setiap mesin produksi dan diketahui permasalahannya. Untuk itu perlu ditelusuri
produksi sumber limbah berdasarkan faktor fishbone diagram (lingkungan,
manusia, mesin, metode dan material) untuk mengevaluasi perhitungan dan
prosedur yang dapat diterapkan untuk mereduksi limbah padat yang dihasilkan
dengan mengimplementasikan produksi bersih.
2. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai penyebab penghasil limbah
klasifikasi waste yang disebabkan oleh sisa analisis dari laboratorium kimia dan
quality control untuk dicari saran pengendalian dan pencegahan penghasil limbah.
3. Perhitungan BEP dapat dihitung ulang menggunakan data eksisting yang ada di
perusahaan untuk menentukan nilai keuntungan secara akurat dan signifikan.
4. Sebaiknya dilakukan sistem pengolahan yang disarankan yakni, teknik pengolahan
yakni windrow composting atau pengomposan dipercepat sistem windrow bergulir
karena teknik ini memiliki keunggulan composting yang cepat dibandingkan
dengan composting konvensional lainnya.
131
DAFTAR PUSTAKA
Berkel, V. R. (2014). Cleaner Production Opportunities for Small to Medium Sized
Enterprises Cleaner Production Opportunities for Small to Medium Sized.
Brierley, S. (2002). The Advertizing Handbook by Sean Brierley. New York:
Routledge.
Damanhuri, E. (2010). Diktat Kuliah TL 3104 - Pengelolaan Sampah. Bandung: ITB.
Deviyanti, C. (2008). Penerapan teknik perbaikan mutu dalam mengatasi defect pada
pengemasan susu kental manis dan krimer kental manis kaleng di PT
Indolakto, Jakarta. Bogor: Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Dewiyani, L., Rani, A. M., & Angga, D. (2010). Upaya Untuk Menurunkan Defect
pada Kemasan Sachet Minuman Berenergi dengan Metode Six Sigma di PT
BTJ. Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek.
Ecolink. (1996). Kamus Istilah Lingkungan untuk Manajemen. Jakarta.
Fischer-Kowalski. (2001). Methodology and indicators of economy wide material
flow accounting. State of the art and reliability across sources. Journal of
Industrial Ecology, 855-876./
Harjo, S., Amin, A. A., & Anwar, S. (2014). Potensi dan Pemanfaatan Limbah Susu
Bubuk untuk Fortifikasi Kompos pada Pertanian Sayur Organik. Bogor: IPB
Press.
Hidayah, N. (2010). Teknik perbaikan mutu dalam mengatasi defect pada
pengemasan susu kental manis sachet di PT Frisian Flag Indonesia,. Bogor:
Skripsi Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Ibrahim, B. (2004). Pendekatan Penerapan Produksi Bersih pada Industri Pengolahan
Hasil Perikanan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan.
Indrasti, N.S & Fauzi, A.M. (2009). Produksi Bersih. Bogor: IPB Press.
KLH. (2003). Kebijakan Nasional Produksi Bersih. Jakarta: Kementrian Lingkungan
Hidup.
Liang et. al. (2003). The Influence Temperature and Moisture Contents Regimes On
The Aerobic Microbial Activity of a Biosolids Composting Blend. USA:
Bioresource Technology.
Mahida, U. (1984). Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta:
Rajawali.
132
Miller, F. (1991). Biodegradation Of Soild Wastes By Composting. London: Elsavier.
Munawar, A. (2011). Kesuburan Tanah dan Nutrisi Pemupukan. Bogor: IPB Press.
Nelwan, F. (2013). Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.10, September 2013 (678-684) ISSN:
2337-6732. PERENCANAAN JARINGAN AIR BERSIH DESA KIMA BAJO,
679.
PR, P. (2008 ). Standar harga bangunan per meter persegi kawasan kota Bandung
tahun 2008. Bandung: Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya.
Prasad. (2004). Phytoremediation of Metals and Radionuclides in the Environment:
The Case for Natural Hyperaccumulators, Metal Transporters, Soil-
Amending Chelators and Transgenic Plants. Berlin: Springer-Verlag.
Sundari, C. (2015). Konsumen umumnya tidak berpikir lama dalam menentukan
pilihan. Retrieved from http://www.kompasiana.com/cindysundari/mengenal-
fast-moving-consumer-goods_54f70194a33311d6218b4583
Tantya, A. T. (2013). Evaluasi Proses Pengemasan untuk Mengurangi Persentase
Kerusakan Kemasan Dari Susu Kental Manis Sachet di PT Frisian Flag
Indonesia Jakarta. Bogor: Skripsi Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor.
Tchobanoglous. (1993). Intregrated Solid Waste Management : Engineering
Principes and Management Issues. Singapura: McGraw-Hill Co.
Thrane, M. (2009). Cleaner production in Danish Fish Processing – Experiences,
Status and Possible Future Strategies. Journal of Cleaner Production, 380-
390.
UNEP & ISWA. (2002). Training Resource Pack for Hazardous Waste Management
in Developing Economies. Paris: UNEP ISBN : 90-807-2235-2.
UNEP. (2003). Cleaner Production Assesment in Industries. Retrieved from UNEP:
http://www.uneptie.ora/pc/cp
UNIDO. (2002). Industrial Development Report 2002/2003. Retrieved from UNIDO:
www.shwebizonline.com/c/eucall/profiles/212-unido-united-nations-
industrialdevelopment-organization.htm.
USAID. (1997). Panduan Pengintegrasian Produksi Bersih ke Dalam Penyusunan
Program Kegiatan Pembangunan Depperindag Jakarta. USA: USAID.
133
LAMPIRAN A :
Data-data Perusahaan
134
Lampiran A. 1 : SSA Factory Perusahaan Bidang HSE
135
136
Lampiran A. 2 : Dokumentasi Perusahaan (Pengelolaan Limbha B3)
137
Lampiran A. 3 : Layout Tempat Sampah PT X Pabrik Cibitung
138
Lampiran A. 4 : Data Timbulan Limbah Padat Produk 2019
139
Lampiran A. 5 : Data Timbulan Limbah Padat Non Produk 2019
140
141
Lampiran A. 6 : Data Timbulan Limbah Produk Tahun 2020
142
Lampiran A. 7 : Jumlah Tempat Sampah di PT X
143
No Lokasi Organik Plastik kertas Keterangan
25 G baku Ns 1 1 Office baku Ns
1 Qc Ns
2 1 Gd Baku Ns Lt 2
1 1 Qc baku Ns
26 Gudang Gula ns 1 1
27 Toilet Ns 1
1 Loker ns
1 1 1 Loker Produksi Ns
Jumlah 25 53 51 129
144
LAMPIRAN B :
Checklist RECP
145
Lampiran B 1 : Checklist RECP
✓ Sisa vakum
3. Sapu lantai dan timbang bahan total yang sangat tinggi,
telah disapu perlu dicek
146
RAW MATERIALS Yes No N/A Action to be
taken
✓ Prinsip pareto
(tiap
klasifikasi)
1. Melakukan keseimbangan bahan untuk untuk
memeriksa hasil akhir dari bahan baku yang pengelolaan
digunakan limbah
✓ Prinsip pareto
2. Apakah ada perbedaan antara input bahan bahan baku,
baku dan ouput produk? untuk reduksi
✓ Analisis data
timbulan dan
3. Sudahkah melakukan pemeriksaan semua sumber
langkah proses dan identifikasi di mana berdasarkan
bahan baku terbuang? prinsip pareto
147
PROCESS CHANGE Yes No N/A Action to be
taken
✓ Bisa evaluasi
4. Bisakah Anda menghilangkan satu langkah operation and
proses? maintenance
✓ Pemindahan
1. Mendesain ulang ruang kerja dan proses posisi bahan
untuk meningkatkan efisiensi dengan baku di
menyimpan bahan yang paling dekat dengan Gudang Baku
tempat mereka digunakan dan meminimalkan untuk lebih
jumlah penanganan atau penambatan antar dekat ke
proses. Produksi
148
RE-THINK THE PRODUCTION PROCESS Yes No N/A Action to be
FOR IMPROVED EFFICIENCY taken
✓ Untuk sistem
informasi,
1. Gunakan sistem otomatis untuk mengurangi disarankan
pemborosan bentuk web
149
HUMAN SKILLS Yes No N/A Action to be
taken
150
YOUR SUPPLIERS Yes No N/A Action to be
taken
151
YOUR PRODUCTS Yes No N/A Action to be
taken
152
SOLID WASTE Yes No N/A Action to be
taken
153
RECORDS AND INDICATORS Yes No N/A Action to be
taken
154
LAMPIRAN C :
Teknis Control Process Untuk Penelitian Selanjutnya
155
Lampiran C. 1 : Kuesioner Nordic Body Map
156
Lampiran C. 2 : Lembar RULA
157
Lampiran C. 3 : Checksheet untuk Identifikasi Loss di Unit Produksi
158
Lampiran C. 4 : Contoh Frekuensi Kejadian Identifikasi Losses
159
LAMPIRAN D :
Administrasi Perusahaan
160
Lampiran D. 1 : Surat Perjanjian Praktek Lapang/Penelitian
161
162
Lampiran D. 2 : Surat Telah Menyelesaikan Kerja Praktik
163
LAMPIRAN E :
Dokumentasi Kegiatan Perusahaan
164
Lampiran E. 1 : Asistensi Bimbingan Kerja Praktik di Lapangan
165
No Tanggal Catatan bimbingan
berikut, minggu pertama – studi literature;
minggu kedua – metode yang dapat
digunakan; minggu ketiga – pembahasan
dan minggu keempat – final report.
5. Jadwal diskusi rutin pembahasan project
adalah setiap hari Jumat, pukul 13.00 WIB.
2. Kamis, 18 Juni 2020 Bimbingan kedua : video conference
Pertemuan kedua membahas tentang
pemberitahuan informasi untuk membuat
presentasi kepada head of integration division
dan pemahaman mengenai materi project.
Isi project :
Mencari opportunity improvement untuk
mereduksi limbah domestik di titik timbulan
signifikan melalui pendekatan produksi bersih
terhadap desain tata kelola eksisting. Nutrifood
sudah membuat neraca limbah domestik dr
pabrik s.d titik penghasil.
3. Rabu, 8 Juli 2020 Bimbingan ketiga : video conference
Kebutuhan data untuk project :
1. Perencanaan dan struktur organisasi
(khusus untuk departemen HSE saja)
2. Identifikasi proses produksi dan
identifikasi limbah yang dihasilkan
(data limbah cibitung dalam excel)
166
No Tanggal Catatan bimbingan
4. Kamis, 9 Juli 2020 Bimbingan keempat : video conference
Evaluasi BAB II : penambahan regulasi agar
compliance.
Kebutuhan data lain mencakup tentang proses
produksi, neraca limbah yang dihasilkan, kerja
sama pihak ketiga, jenis sampah yang masih
belum bisa terolah dan penjelasan alur proses
produksi.
5. Senin, 20 Juli 2020 Bimbingan kelima : video conference
Evaluasi BAB III dan BAB IV : identifikasi
proses disesuaikan dengan kondisi eksisting,
pengolahan lanjutan yang akan dilakukan
khususnya sampah organik.
6. Senin, 27 Juli 2020 Cek progress yang sudah dikerjakan dan tanya
jawab mengenai beberapa hal yang masih
bingung seperti istilah-istilah yang ada di
klasifikasi limbah padat seperti LBD dan
sebagainya.
7. Rabu, 29 Juli 2020 Video conference dengan mba chris untuk
mengetahui proses produksi yang dilakukan dan
kunjungan ke TPS scrap
167
No Tanggal Catatan bimbingan
bidang sanitasi, menanyakan apa yang harus
dilakukan dengan data dari klasifikasi scrap
9. Rabu, 12 Agustus 2020 Pertemuan dengan mba fafa dari bidang sanitasi
untuk memastikan timbulan sampah yang
dihasilkan, jumlah pekerja, menanyakan
mengenai kendala saat pewadahan yaitu :
Penyortiran dibebankan di departemen
masing-masing belum maksimal, karena
dari tim scrap menyortit lagi
Terkendala kepentingan politik kalau
keluar dari pengepul yang sekarang.
Saran memberikan alternatif solusi secara
interna dan pengolahan yang tepat untuk
sampah rumah tangga yang masih dibuang ke
TPA
Penambahan target :
Klasifikasi waste : backup plan selain PT
Holcim
Klasifikasi scrap : evaluasi ekonomi
untuk negosiasi pengepul wilayah
Klasifikasi RT : pemanfaatan daun
kering seperti apa
168
No Tanggal Catatan bimbingan
10. Senin, 8 September 2020 Presentasi ke perusahaan dengan rincian revisi
dan hasil revisi adalah sebagai berikut
169
teknologinya dengan membandingkan tetapi belum sesuai dengan proses
proses transfer material existing. transfer material (hanya secara umum
saja)
RECP implementation terkait Equipment Tidak terlalu banyak modifikasi
modification perlu ditambahkan juga peralatan yang digunakan, karena lebih
contoh2 rekomendasi yang bisa kearah pencegahan terjadinya ceceran
diimplementasikan. atau kerusakan.
Untuk waste sisa Analisa QC dan lab bisa Sudah dimasukkan ke saran penelitian
lebih didalamkan lagi penyebab timbulan selanjutnya dan sudah dilampirkan
waste nya dan saran pengendaliannya. .-- pada BAB IV mengenai kemungkinan
> masukan di saran untuk penelitian yang terjadi.
selanjutnya.
Di data waste packaging tambahkan Sudah ditambahkan periode waktunya,
rentang waktu datanya. Dan ditambah namun belum dikalkulasikan dengan
total data kemasan yang digunakan di total data kemasan yang digunakan
semester 1 dari PPIC.--> nitya ft chris.
Tambahin data pareto dari seluruh jenis Dari waste kemasan berdasarkan data
waste kemasan timbulan jenisnya sama yaitu alufo
sehingga tidak dilakukan data pareto
RECP implementation untuk packaging Sudah dilampirkan dalam laporan
perlu dispesifikan contoh2 control
prosesnya.
Klasifikasi scrap perlu di review lagi Masih belum paham mengenai
terkait dengn LBD kemasan. perbedaan LBD dan scrap, sehingga
data tetap
Perlu share file excel untuk perhitungan Sudah ada
BEP scrap.
170
Di kesimpulan dan saran, perlu rekap Sudah ditambahkan
saran dan kesimpuan dari masing2
kategori baik waste, scrap, dan domestic
waste.
171
Lampiran E. 2 : Video Conference dengan Pihak Perusahaan
172
LAMPIRAN F :
Administrasi Kampus
173
Lampiran F. 1 : KSM Semester 1 Tahun 2020/2021
174
Lampiran F. 2 : Surat Tugas Kerja Praktik
175
Lampiran F. 3 : Form Kesediaan Menjadi Pembimbing KP
176
Lampiran F. 4 : Catatan Asistensi Kerja Praktek
177
2. Rabu, 8 Juli Bimbingan kedua : video conference
2020
Revisi BAB 1-BAB 3, penamabahan latar
belakang pada BAB 1, melengkapi BAB 2
dengan kegiatan yang ada di pabrik, revisi BAB
3 dengan konsep baru yaitu RECP, data-data
yang dibutuhkan selain identifikasi limbah
adalah biaya pengolahan dan pihak ketiga
yang mengolah sampahnya.
178
4. Senin, 27 Juli Bimbingan keempat : video conference
2020
Revisi BAB 4, follow up data apa saja yang
ingin diperoleh dari perusahaan dilist
masalahnya apa saja. Misalnya mesin produksi
rusak, atau kondisi lapangan sebelum
melakukan virtual lapangan. Kalau tidak dapat
data eksisting bisa dilakukan benchmark ke
perusahaan yang sama dengan produksi di PT
Nutrifood Indonesia,
179
diupdate metode yang lebih hemat mungkin
atau mengurangi pemakaian bahan
berbahaya..
Catatan Asistensi berlaku selama 6 (enam) bulan, terhitung sejak tanggal Surat Tugas Berlaku
dengan jumlah minimal 4 (empat) kali asistensi untuk Presentasi KP dan minimal 6 (enam) kali
untuk menyelesaikan Laporan KP.
180
Lampiran F. 5 : Penilaian dari Perusahaan
181