Kti Putri Rahmadhani D-III Kep Padang 2019
Kti Putri Rahmadhani D-III Kep Padang 2019
Kti Putri Rahmadhani D-III Kep Padang 2019
PUTRI RAHMADHANI
163110257
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
PUTRI RAHMADHANI
163110257
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
ii Poltekkes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
Hidrosefalus di Ruangan Akut Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
Dr.M.Djamil Padang”.
Peneliti menyadari dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini terdapat banyak
kesulitan, dengan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, peneliti bisa
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Ns. Zolla Amely Ilda, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing 1 dan Ibu
Delima S. Pd, M. Kes selaku pembimbing II, yang telah mengarahkan,
membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan
perhatian dalam pembuatan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM,M.Si selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
3. Ibu Ns.Hj. Sila Dewi Anggreni, S.Pd,M.Kep,Sp.KMB selaku ketua
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Padang.
4. Ibu Heppi Sasmita, M.Kep,Sp.Jiwa selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Padang.
5. Bapak/ibu dosen serta staf Program Studi Keperawatan Padang
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Padang yang telah
memberikan bekal ilmu untuk penelitian Proposal Karya Tulis Ilmiah
ini.
6. Bapak Dr.dr.H.Yusirman Yusuf, Sp.B,Sp.BA(K)MARS selaku
Direktur RSUP DR. M Djamil Padang dan staf Rumah Sakit yang
telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang
diperlukan oleh peneliti.
Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi
peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan
semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga
nantinya dapat membawa manfaat bagi penegmbangan ilmu keperawatan.Amin.
Peneliti
Agama : Islam
Ayah : Gusrial
Ibu : Risildani
Riwayat Pendidikan
Putri Rahmadhani
ABSTRAK
Hidrosefalus dapat terjadi secara kongenital atau yang didapat. Dampaknya bisa
berupa peningkatan tekanan intrakranial, gangguan penglihatan, peningkatan suhu
tubuh dan berujung akan terjadi gangguan tumbuh kembang. Tahun 2018 di
RSUP Dr. M. Djamil Padang 2018 44 anak yang dirawat dengan hidrosefalus.
Tujuan penelitian adalah untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
dengan hidrosefalus.
Jenis penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang bersifat
deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Ruang Akut Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang dengan jumlah sampel 1 anak, dimulai pada tanggal 19 Februari 2019
sampai 23 Februari 2019. Instrumen pengumpulan data berupa format pengkajian
sampai evaluasi. Pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi. Analisis dilakukan pada semua temuan ditahapan proses
keperawatan dengan membandingkan dengan teori dan penelitian sebelumnya.
Hasil penelitian didapatkan keluhan utama pada partisipan adanya demam tinggi
disertai kejang, spastik, malas minum susu dan muntah. Diagnosis keperawatan
yang diangkat ada empat, diagnosis utama adalah risiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak. Dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari, beberapa masalah
keperawatan dapat diatasi sesuai dengan kriteria hasil namun intervensi masih
dilakukan dengan memonitor tekanan intra kranial (TIK) dan memonitor status
neurologis dan dilanjutkan ke perawat ruangan.
Diharapkan perawat di ruang Akut Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk
dapat memantau status neurologis dan TIK pasien secara berkala untuk
menghindari resiko kejang berulang.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Hidrosefalus
1. Pengertian ...................................................................................... 7
2. Anatomi dan Fisiologi Cairan Serebrospinal ................................. 8
3. Etiologi ........................................................................................... 10
4. Klasifikasi....................................................................................... 11
5. Patofisiologi ................................................................................... 14
6. WOC............................................................................................... 16
7. Manifestasi Klinis .......................................................................... 17
8. Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 19
9. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis .............................. 19
10. Penatalaksanaan ............................................................................. 20
B. Konsep Asuhan Keperawatan Hidrosefalus
1. Pengkajian ...................................................................................... 22
2. Kemungkinan Diagnosis Keperawatan .......................................... 24
3. Perencanaan Keperawatan.............................................................. 25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian .................................................................................. 34
B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 34
C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 34
D. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ............................................... 34
E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data ............................................. 35
F. Jenis-Jenis Data .................................................................................... 37
G. Analisa Data ......................................................................................... 37
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. DESKRIPSI KASUS
1. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 38
2. Diagnosis Keperawatan ................................................................... 40
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jumlah cairan serebrospinal (CSS) dalam rongga serebrospinal yang berlebihan
dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf. Keadaan ini
disebut dengan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan keadaan yang disebabkan
gangguan keseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan serebrospinal dalam
ventrikel otak. Jika sistem produksi cairan serebrospinal lebih besar dari pada
absorpsi, cairan serebrospinal akan terakumulasi dalam system ventrikel, dan
biasanya peningkatan tekanan akan menghasilkan dilatasi pasif ventrikel (Wong,
2008). Hidrosefalus dapat terjadi sejak lahir (congenital hydrocephalus) dan dapat
juga terjadi karena didapat di kemudian hari (acquired hydrocephalus) ( Espay,
2010 ).
Menurut penelitian Bott (2014) jumlah kasus hidrosefalus di dunia cukup tinggi.
Amerika kejadian hidrosefalus dijumpai sekitar 0,5 per 1000 kelahiran hidup.
Jepang kejadian hidrosefalus 0,2 per 1000 kelahiran. Hidrosefalus dapat terjadi
pada semua umur. Hidrosefalus infantil; 46% diantaranya adalah akibat
1
1
Poltekkes Kemenkes Padang
2
Penelitian Rahmayani (2017) tentang Profil klinis dan faktor risiko hidrosefalus
komunikans dan non komunikans pada anak di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
diperoleh 80 data pasien yang menderita hidrosefalus dengan 33 orang menderita
hidrosefalus komunikans dan 47 orang menderita hidrosefalus non komunikans.
Hasil penelitian Fitriyah (2013) hidrosefalus menjadi kasus yang banyak terjadi di
perkotaan. Angka kejadian kasus hidrosefalus di RSUP Fatmawati di ruang rawat
bedah anak lantai III utara selama 3 bulan dari bulan Januari-Maret 2013 adalah
sebanyak 22 kasus. Hasil penelitian Neila (2013) di ruang anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang, kepala ruang anak menyatakan rata-rata pasien yang di rawat pada
tahun 2013 terdapat 1.200 orang pasien. Pada ruang bedah anak kasus yang sering
muncul dengan kelainan bawaan seperti, labioskhizis, hipospadia, dan
hidrosefalus. Data dari rekam medik RSUP Dr.M.Djamil pada tahun 2017 didapat
50 anak yang mengalami hidrosefalus, sedangkan pada tahun 2018 didapat 45
anak yang mengalami hidrosefalus.
Banyak nya angka kejadian hidrosefalus pada anak akan berdampak pada
keberlangsungan hidup mereka. Penelitian Riris (2014) anak yang mengalami
hidrosefalus umumnya tampak pembesaran di kepala (makrosefali). Perkusi pada
kepala anak memberi sensasi yang khas. Hal ini menggambarkan adanya
pelebaran sutura. Vena-vena di kulit kepala sangat menonjol, terutama bila anak
Hidrosefalus banyak terjadi pada bayi tetapi tidak menutup kemungkinan untuk
terjadi pada orang dewasa. Pada bayi gejala klinis hidrosefalus lebih terlihat
dikarenakan ubun-ubun bayi yang masih terbuka sehingga terlihat pembesaran
pada lingkar kepala bayi yang masih dalam masa pertumbuhan. Penumpukan CSS
pada rongga kepala dapat menyebabkan meningkatnya tekanan pada intrakranial
dalam tengkorak serta menyebabkan kepala menjadi membesar dan cacat mental,
dalam kasus yang berat dapat menyebabkan kematian (Marmi, 2015).
Belleza (2017) mengatakan peran perawat dalam kasus ini, memberikan asuhan
keperawatan dengan penanganan yang cepat pada anak yang mengalami
hidrosefalus, dan berkolaborasi dengan semua tim layanan kesehatan,
memberikan informasi yang akurat dalam melakukan penilaian terhadap penyakit
anak, melakukan pemeriksaan fisik seperti lingkar kepala, neurologi, tanda vital
yang akurat, dan memantau peningkatan tekanan intrakranial. Selanjutnya
memberikan informasi yang jelas dan sesuai dengan yang ditemukan, menjelaskan
jenis, etiologi penyakit, dan penanganan yang akan dilakukan kepada anak,
sehingga keluarga dapat menerima dan siap dengan asuhan yang diberikan seperti
pemasangan shunt . Peran perawat setelah dilakukan prosedur pemasangan shunt
adalah untuk menjaga kepala bayi agar tidak mudah bertukar posisi, memeriksa
pembalut atau perban yang membalut kepala bayi, mencegah infeksi dengan
perawatan luka secara menyeluruh. Perawat juga berperan memberikan pelayanan
dalam meningkatkan dan merangsang stimulasi anak dengan melakukan
permainan, menyediakan permainan yang sesuai dengan anak.
Pengamatan awal yang dilakukan peneliti di RSUP Dr.M. Djamil Padang tanggal
13 Desember 2018, berdasarkan data dari tiga bulan terakhir terdapat 44 orang
anak yang mengalami penyakit hidrosefalus di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Saat
peneliti melakukan survei awal tanggal 18 Desember 2018 di dapatkan anak yang
mengalami penyakit hidrosefalus nonkomunikans sebanyak 1 orang anak,
diagnosa yang di dapat adalah risiko infeksi, tindakan yang dilakukan monitor
TTV, teknik isolasi dan pemberian antibiotik sesuai terapi. Evaluasi yang di dapat
anak tampak lemah, kepala membesar, sutura cekung, sunset phenomena pada
mata dan papilla edema, adanya bekas luka operasi pada area kepala.
Pendokumentasian tindakan keperawatan yang dilakukan perawat diruangan
ditemukan bahwa pendokumentasian mengacu pada shift sebelumnya. Padahal
pendokumentasian merupakan salah satu komponen penting yang dapat
memberikan sumber kesaksian bagi perawat dalam pertanggung jawab dan
pertanggung gugat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan
judul “Asuhan keperawatan pada anak dengan hidrosefalus di RSUP Dr.M.
Djamil Padang tahun 2019”.
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Penerapan Asuhan
Keperawatan Anak dengan Hidrosefalus di RSUP Dr.M. Djamil Padang tahun
2019”.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus
hidrosefalus di RSUP Dr.M. Djamil Padang.
2. Tujuan khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kasus
hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil
Padang
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada anak
dengan kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
Dr.M. Djamil Padang
c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anak dengan
kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil
Padang
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan
kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil
Padang
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi tindakan keperawatan pada anak
dengan kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
Dr.M. Djamil Padang.
D. Manfaat penelitian
1. Aplikasi
a. Bagi peneliti
Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan peneliti dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada anak dengan kasus hidrosefalus.
b. Bagi rumah sakit
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
tenaga kesehatan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak
dengan kasus hidrosefalus.
c. Institusi pendidikan
2. Pengembangan keilmuan
a. Bagi institusi
Dapat digunakan sebagai referensi sehingga dapat meningkatkan keilmuan
dalam bidang keperawatan anak khususnya pada klien dengan hidrosefalus
b. Bagi mahasiswa
Dapat menjadi referensi dan rujukan dalam pembuatan ataupun
pengaplikasian asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
6
7
Poltekkes Kemenkes Padang
8
Sebagian besar CSS yang dihasilkan oleh pleksus koroidalis akan mengalir ke
foramen monro dan ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus sylvius ke
ventrikel IV. Setelah itu, CSS mengalir melalui foramen magendi dan foramen
luschka menuju sisterna magna dan rongga subarakhnoid di bagian kranial
maupun spinal.
Setelah mencapai ruang subarakhnoid, CSS keluar melalui sistem vaskular karena
sistem saraf pusat tak mengandung sistem getah bening. Sebagian besar cairan
serebrospinal di reabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang
Bagi anak-anak usia 4-13 tahun rata-rata volume cairan liqour adalah 90 mlRata-
rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari,
sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu.
Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan
absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam
sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
3. Etiologi
Marmi (2015) menyebutkan beberapa dari etiologi penyakit hidrosefalus adalah:
1. faktor keturunan
2. Gangguan tumbuh kembang janin seperti spina bifida, atau enchefalokel
(hernia jaringan saraf karena cacat tempurung kepala).
3. Komplikasi persalinan prematur (perdarahan intaventrikular, meningitis,
tumor, cidera kepala traumatis, atau perdarahan sub arachnoid)
4. Tidak lancarnya aliran serebrospinalis atau berlebihnya produksi cairan
serebrospinalis.
Hidrosefalus dapat terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah
satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan
tempat absorbsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan, terjadi
dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering terdapat
pada bayi dan anak ialah:
1) Kelainan bawaan atau kongenital
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan
ventrikel IV/aquaduktus sylfii bagian terakhir biasanya suatu glioma
yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kranio faringioma.
4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
4. Klasifikasi
Menurut Ayu (2016) hidrosefalus dapat diklasifikasikan atas beberapa hal, antara
lain:
1) Berdasarkan anatomi / tempat obstruksi CSS
1) Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikans
Terjadi bila CSS otak terganggu (gangguan di dalam atau pada sistem
ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem
ventrikel otak), yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital: stenosis
akuaduktus sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan ventrikel
III. Ventrikel IV biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya). Jatang
ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker,
atresia foramen, Monro, malformasi vaskuler atau tumor bawaan. Radang
(eksudat, infeksi meningeal). Perdarahan / trauma (hematoma subdural).
Tumor dalam sistem ventrikel (tumor intraventrikuler, tumor parasellar,
tumor fossa posterior).
2) Hidrosefalus tipe komunikans
Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan
penyerapan (gangguan di luar sistem ventrikel).
3) Perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu
menimbulkan blokade villi arachnoid.
4) Radang meningeal
5) Kongenital:
1)) Perlekatan arachnoid / sisterna karena gangguan pembentukan
2)) Gangguan pembentukan vili arachnoid
3)) Papilloma plexus choroideus.
2) Berdasarkan etiologi
Tipe obstruksi
1) Kongenital
5. Patofisiologi
Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu;
produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor, peningkatan
tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah
peningkatan tekanan intracranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan
sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masib belum
dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana
akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbs.
Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda
beda tiap saat tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi
sebagai akibat dari :
a. Kompensasi sistem serebrovascular
Produksi liquor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus
khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan
menyebabkan tekanan intracranial meningkat dalam mempertahankan
keseimbangan antara sekresi dan absorbs liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan
membesar. Adapula beberapa laporan mengenai produksi liquor yang berlebihan
tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat
hipervitaminosis.
Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan liquor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang
seimbang. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan liquor adan kecepatan
perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis
(Khalilullah, 2011).
6. WOC
l i i l
i l
Hidrosepalus i j l l i l
nonkomunikas i i l i
l i l i Ti
li
i
i
Pembuluh darah tertekan kejang Mual muntah Saraf pusat semakin tertekan
Aliran darah menurun Risiko cedera Penurunan BB Kesadaran menurun Sakit kepala
i Nyeri akut
l i i
Bagan 2.1
7. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang disusul oleh
gangguan neorologik akibat tekanan likuor yang menngkat yang menyebabkan
hipotrofi otak.
Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada umur kurang dari 1 tahun)
didaptkan gambaran :
a. Kepala membesar
b. Sutura melebar
c. Fontanella anterior makin menonjo, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak
d. Mata kearah bawah (sunset phenomena)
e. Nistagmus horizontal
f. Perkusi kepala: “cracked pot sign” atau seperti semangka masak
g. Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas saat bayi menangis
h. Terdapat cracked pot sign
i. Mudah terstimulasi
j. Rewel
k. Lemah
l. Kemampuan makan kurang
m. Perubahan kesadaran
n. Opisthonus
o. Spastik pada ekstremitas bawah
p. Pada masa bayi, dengan malformasi Arnold-Chiari, bayi mengalami kesulitan
menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, apnea, aspirasi, dan tidak
ada reflek muntah.
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Cecilly (2009) pemriksaan penunjang antara lain:
1 CT-scan
2 Tap ventrikuler
3 Magnetic resonance imaging (MRI)
10. Penatalaksanaan
Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus menurut Nurarif (2015):
a. Dengan mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus
koroidalis, dengan tindakan reseksi atau koagulasi, akan tetapi hasilnya tidak
memuaskan.
b. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subarachnoid. Misalnya,
3. Terapi operasi
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada
penderita gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan: mannito per
infus 0,5-2g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.
a. Third ventrikulostomi / ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum,
dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga Cdari
ventrikel III dapat mengalami keluar.
b. Operasi pintas / Shunting
Ada 2 macam :
1) Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus
tekanan normal.
2) Internal
c. Lumbo peritoneal shunt
CSS dialirkan dari resessus spinalis lumbalis ke rongga peritoneum dengan
operasi terbuka atau dengan jarum touhy secara perkutan
Komplikasi shunting;
a. Infeksi
b. Hematoma subdural
c. Obstruksi
d. Keadaan CSS yang rendah
e. Asites
f. Kraniosinostosi.
b. Keluhan utama
1) Pada bayi kepala lebih besar dari pada bayi seusia.
2) Anak mual dan muntah
3) Nyeri
4) Kesadaran menurun
5) Menangis
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat infeksi meningen, riwayat terjadi trauma saat hamil,
penggunaan obat, radiasi, penyakit infeksi, kurang gizi, kelainan bawaan,
neoplasma, dan trauma.
6) Riwayat kesehatan sekarang
Pembesaran tengkorak, adanya keluhan neurologi seperti mata yang
mengarah ke bawah, gangguan perkembangan motorik, gangguan
penglihatan, kejang, mual dan muntah, menangis, serta penurunan
kesadaran.
7) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat ibu infeksi intrauterus: virus atau bakteri, seperti TORCH.
Keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama yaitu hidrosefalus.
d. Data psikologi
1) Ibu
Orang tua bayi biasanya mengalami:
a) Depresi
b) Merasa bersalah
c) Menarik diri
d) Perselisihan keluarga
e. Tumbuh kembang
1. Tumbuh kembang lebih rendah dari bayi atau anak yang seusianya
2. Tidak dapat berbicara
3. Tidak mampu berjalan, IQ di bawah normal: khususnya bagi bayi yang
terlambat memperoleh pertolongan
f. Pemeriksaan fisik
1. Kedaan umum
a) Terjadinya penurunan kesadaran
b) Perubahan tanda-tanda vital (TTV)
2. Kepala
a) Adanya pembesaran tengkorak
Tabel 2.1
Ukuran rata-rata lingkar kepala
Lahir 35 cm
Umur 3 bulan 41 cm
Umur 6 bulan 44 cm
Umur 9 bulan 46 cm
Umur 12 bulan 47 cm
b) Sutura yang masih terbuka terlihat lingkar kepala yang fronto oksipital
yang makin membesar
c) Sutura yang makin merenggang dengan fontanel cembung dan tegang
d) Vena kulit kepala sering terlihat menonjol
e) Sunset Phenomena
f) Pada perkusi kepala, bunyi seperti pot kembang yang retak (cracked pot
sign).
3. Mata
a) Terdapat papila edema
b) Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan penipisan tulang supraorbital
c) Skelera tampak diatas iris
d) Pergerakan bola mata tidak teratur
4. Sistem gastrointestinal
5. Mual dan muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
6. Ekstremitas
Gangguan perkembangan motorik, seperti kelumpuhan.
berubah pasien
d. Anoreksia 2. Cek perintah
e. Fokus menyempit pengobatan meliputi
Berfokus pada diri obat, dosis, dan
sendiri frekuensi obat
analgesik yang
diresepkan
3. Cek adanya riwayat
alergi obat
4. Tentukan pilihan obat
analgesik berdasarkan
tipe dan keparahan
nyeri
5. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah memberikan
analgesik
6. Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktifitas lain yang dapat
membantu relaksasi
untuk memfasilitasi
nyeri
7. Berikan analgesik
sesuai waktunya,
terutama pada nyeri
yang berat
Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping.
5. Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan Perlindungan infeksi
kulit berhubungan keperawatan diharapkan gangguan 1. Monitor adanya tanda
dengan imobilisasi integritas kulit pada pasien teratasi dan gejala infeksi
dengan kriteria hasil : sistemik dan lokal
Definisi: Kerusakan 2. Monitor kerentanan
kulit (dermis dan/atau a. Integritas jaringan: kulit terhadap infeksi
epidermis) atau Kriteria hasil: 3. Batasi jumlah
jaringan (membran a. Lesi pada kulit tidak ada pengunjung
mukosa, kornea, b. Suhu kulit tidak terganggu 4. Pertahankan asepsi
fasia, otot, tendon, c. Integritas kulit tidak terganggu untuk pasien berisiko
tulang, kartilago, d. Perfusi jaringan tidak terganggu 5. Berikan perawatan
kapsul sendi dan/atau e. Pengelupasan tidak ada. kulit yang tepat
ligamen). 6. Tingkatkan asupan
Batasan b. Keparahan infesi nutrisi yang cukup
karakteristik: Kriteria hasil: 7. Ajarkan anggota
a. Kerusakan integritas a. Kemerahan tidak keluarga bagaimana
kulit b. Demam tidak ada cara menghindari
terganggu.
Pengaturan suhu
1. Monitor suhu paling
tidak tiap 2 jam, sesuai
kebutuhan
2. Monitor tekanan darah,
nadi dan respirasi,
sesuai kebutuhan
3. Monitor dan laporkan
jika ada tanda dan
gejala hipertermi
4. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi yang
adekuat
5. Berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.
8. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan gangguan 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh nutrisi kurang dari kebutuhan makanan
berhubungan dengan tubuh pada pasien teratasi dengan 2. Kolaborasi dengan ahli
anoreksia kriteria hasil: gizi untuk menetukan
jumlah kalori dan
a. Status nutrisi nutrisi yang dibutuhkan
Kriteria hasil: pasien
a. Asupan gizi dalam batas 3. Berikan makanan yang
memanipulasi bentuk
9. Ceritakan atau bacakan
cerita bagi anak
10. Bantu untuk mengenal
bentuk dan ruang
11. Berikan kesempatan
dan mendukung
aktifitas motorik
12. Sediakan kesempatan
untuk bermain di area
bermain
13. Berjalan-jalan bersama
anak
14. Yakinkan bahwa tes
medis dan perawatan
dilakukan pada waktu
yang tepat sesuai
dengan aktifitas anak.
Manajemen nutrisi
1. Tentukan status gizi
anak dan kemampuan
anak untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
2. Identifikasi adanya
alergi atau intoleransi
makanan yang dimiliki
pasien
3. Tentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
4. Ciptakan lingkungan
yang optimal saat
mengkonsumsi
makanan (misalnya
bersantai)
5. Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Jenis penelitian ini adalah
deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk
membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif.
Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana Penerapan asuhan keperawatan pada
anak dengan Hidrosefalus di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2019
(Nursalam, 2015).
34
34
Poltekkes Kemenkes Padang
35
F. Jenis-jenis Data
a. Jenis Data
1) Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden,
meliputi: identitas pasien dan keluarga, riwayat kesehatan pasien, pola
aktifitas sehari-hari dirumah, data psikososial pasien, dan data
pemeriksaan fisik.
2) Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung
dari rekan medis di RSUP dr.M. Djamil Padang. Data sekunder umumnya
berupa hasil data pengkajian, diagnosa yang telah dirumuskan, intervensi
yang telah di tetapkan, implementasi yang telah dilakukan, evaluasi yang
telah dibuat, hasil pemeriksaan laboratorium seperti: pemeriksaan lumbal
punksi (cairan serebrospinal), eritrosit, jenis bakteri atau virus), dan
pemeriksaan diagnostik yang terkait dengan penyakit pasien (CT scan
kepala, X foto kepala, dan USG).
G. Analisis Data
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua temuan
pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori
keperawatan pada pasien hidrosefalus. Data yang didapat dari hasil melakukan
asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, penegakan diagnosa, merencanakan
tindakan, melakukan tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan
dinarasikan. Analisa yang dilakukan adalah untuk menentukan apakah ada
kesesuaian antara data yang ditemukan pasien kelolaan dengan teori dan
penelitian terdahulu.
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi Kasus
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada 1 orang partisipan yaitu An.M berumur 11 bulan
(Perempuan) dengan hidrosefalus komunikans. Pengkajian keperawatan
dilakukan pada tanggal 19 sampai 25 Februari 2019 di ruang akut anak,
IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 26 Januari
2019 melalui rujukan RS Adnan WD Payakumbuh. Pasien masuk dengan
keluhan demam tinggi, kejang 5-7x/hari, spastik atau tegang otot, ibu juga
mengatakan anak malas menyusu, muntah 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Selama dirawat di RS Adnan Payakumbuh anak telah diberikan terapi IVFD
kaen IB 30 tetes/i, paracetamol infus 4x100 mg, ceftriaxone 2x400 mg iv,
Hasil wawancara yang didapatkan pada Selasa, 19 Februari 2019 pukul 13.00
wib didapatkan Ibu mengatakan An. M sebelumnya dirawat di RS Adnan WD
Payakumbuh, karena demam disertai kejang. Setelah 3 hari dirawat di
Payakumbuh An. M Ibu mengatakan An. M demam tidak turun-turun dan
masih kejang lalu di rujuk ke RS M.Djamil Padang. Ibu mengatakan An. M
telah dilakukan pemasangan VP shunting pada tanggal 2 Februari pada jam
12.00 sampai 13.30, ibu mengatakan anak masih demam, kejang sudah tidak
ada, spastik masih ada, terkadang muntah saat diberikan susu, bibir pucat dan
kering, terdapat luka dimata kaki karena terkena cairan KCL, luka menghitam
belum dilakukan pembersihan luka, dibagian ketika juga terdapat bekas
jahitan bekas longline yang belum mengering.
An.M merupakan anak keempat dari 4 bersaudara, tidak ada anggota keluarga
yang mememiliki penyakit yang sama seperti An. M dan tidak ada juga
riwayat penyakit keturunan di keluarga.An.M sebelumnya sudah melakukan
41
operasi untung pemasangan VP shunting pada tanggal di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Ibu pasien mengatakan anak lahir normal di rumah bidan
38
38
Poltekkes Kemenkes Padang
39
dengan usia kehamilan 9 bulan. Ibu mengatakan sejak dilahirkan sampai usia
7 bulan anak sehat tidak pernah sakit.
Ibu mengatakan anak nya sudah 2 kali masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang,
masuk pertama pada bulan Desember 2018 saat usia 8 bulan, anak mengalami
demam tinggi disertai kejang, dan anak didiagnosa meningitis. Anak
menderita penyakit hidrosefalus sejak usia 10 bulan. Ibu mengatakan
imunisasi anak lengkap, imunisasi campak tidak didaptkan karena anak sakit.
Sebelum sakit anak sudah bisa bediri dan berjalan dengan memegang dinding
atau dibantu, saat sakit anak hanya bisa terbaring di kasur dan menangis.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik keadaan umum pasien nampak lemah, berat
badan 8.5 kg dengan tinggi badan 75 cm. Hasil pengukuran tekanan darah:
90/60 mmHg, suhu 38,3 ºc, nadi 98 x/menit.Hasil pemeriksaan fisik
ditemukan kepala membesar, lingkar kepala 60 cm, dahi menonjol, saat
diperkusi terdengar bunyi cracked pt sign, sutura melebar dan mencekung.
Konjungtiva tidak anemis, skelera tidak ikterik, pupil isokor, iris mata
normal, mata Cortical Visual Impairment (CVI). Tidak ada pernapasan
cuping hidung, mukosa bibir lembab, tidak ada sianosis disekitar mulut, tidak
ada pembengkakan dan pembesaran kelenjer getah bening di leher.
Pemeriksaan thoraks simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi dinding dada,
pergerakan dinding dada saat inspirasi dan ekspirasi sama, fremitus teraba
sama kiri dan kanan, saat diauskultasi suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada,
wheezing tidak ada. Pemeriksaan jantung iktus kordis tidak terlihat, iktus
kordis teraba 2 jari mid clavicula RIC IV sinistra, suara jantung terdengar
reguler, irama jantung teratur. Pemeriksaan abdomen tidak tampak distensi
abdomen, bising usus normal, hepar dan ginjal tidak teraba, saat diperkusi
terdengar timpani. Pemeriksaan kulit turgor kembali cepat, teraba hangat,
warna kulit putih, tidak ada sianosis dan tidak ada perdarahan dibawah kulit.
Pemeriksaan ekstremitas atas, akral teraba hangat, CRT kecil dari 2 detik.
Pada ekstremitas bagian bawah akral teraba hangat, terdapat luka di mata kaki
sbelah kanan terkena cairan KCL.
An.M memiliki kebiasaan minum susu formula jenis soya 3 kali sehari,
sebanyak 450 cc pertiap pemberian. Susu dimasukkan melalui OGT. Ibu
mengatakan jika dimasukkan kedalam OGT susu yang diberikan habis.
Pola tidur siang anak teratur dengan jam tidur lebih kurang 3 atau 4 jam.
Sedangkan pola tidur malam anak juga teratur dengan jam tidur lebih kurang
8-12 jam, kadang anak terbangun saat tidur malam karena menangis.
hemtokrit 33%, ureum darah 11 mg/dl, kreatinin darah 0.3 mg/dl, kalsium 9,3
mg/dl, natrium 134 Mmol/L, kalium 4.4 Mmol/L, total protein 6.1 g/dl.
2. Diagnosis Keperawatan
Hasil pengkajian diatas, didapatkan diagnosis keperawatan yang bisa
ditegakkan, yaitu:
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor risiko
embolisme yang ditandai dengan data subjektif ibu mengatakan anak
pernah kejang, ibu mengatakan anak demam, sedangkan data objektif
akral anak teraba dingin, GCS 11, anak mengalami spastik atau kejang
otot.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (Hidrosefalus) yang
disebabkan oleh kejang, dengan data subjektif didapatkan Ibu
mengatakan sudah 3 hari anak demam, kulit anak teraba panas,
sedangkan data objektif didapatkan suhu: 38,3ºc, kulit teraba panas, anak
tampak rewel dan malas menyusui. Klien mendapatkan obat paracetamol
3 x 150 mg.
3. Perencanaan Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan selama 5 hari yaitu:
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang
didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak, ibu mengatakan pda hari pertama
anak masih mengalami kejang, hari kedua sampai hari kelima anak sudah
tidak mengalami kejang, demam masih ada, anak tampak masih
mengalami spastik, anak sudah mau minum susu dan dihari kelima susu
yang diberikan habis diminum,dan terlihat lemah, nadi 90x/m. Masalah
belum teratasi intervensi masih dilanjutkan yaitu dengan memonitor
tanda-tanda vital dan melakukan pemebrian obat cefotaxim 2x4 mg dan
dexametason 4x0,75 mg, melakukan pemeriksaan rangsangan meningeal.
b. Hipertermi
Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang
didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit (hidrosefalus) pada hari pertama
ibu mengatakan badan anak masih teraba panas, anak tidak mau minum
susu, saat dilakukan pengukuran suhu yang dilakukan setiap 2 jam, jam
09.00 suhu anak 38,3 ºc dan pada jam 11.00 suhu anak turun menjadi
38,0 ºc, anak juga diberikan obat demam paracetamol 3x150 mg, dan
obat anti kejang diazepam 3x0,5 mg, pada hari pertama, kedua, dan
ketiga masalah ini belum teratasi. Saat hari keempat ibu mengatakan
badan anak sudah tidak teraba panas, anak sudah mau minum susu, saat
diukur suhu anak sudah turun menjadi 36,7 ºc dan pemberian obat
dihentikan.
c. Kerusakan integritas kulit
Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang
didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit pada hari pertama ibu
mengatakan luka dimata kaki masih menghitam dan belum dibersihkan.
Hanya diberi obat cream yaitu fusilex. Saat hari kedua luka sudah
dibersihkan dan dibalut dengan kassa. Dihari ketiga, keempat dan kelima
luka masih basah, masalah belum teratasi , intervensi dilanjutkan yaitu
dilakukan perawatan luka dan diberi obat fusilex
d. Risiko keterlambatan perkembangan
Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang
didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis risiko
keterlambatan perkembangan yaitu ibu mengatakan anak hanya bisa
berbaring, anak tampak lemah, tidak berespon saat diajak tertawa.
Masalah belum teratasi, intervensi masih dilanjutkan dengan
menyarankan keluarga untuk bermain terapeutik dengan merangsang
motorik halus dan kasar anak.
B. Pembahasan Kasus
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian asuhan keperawatan yang dilakukan pada An. M (10 bulan 27
hari) didapatkan keluhan demam tinggi disertai kejang, spastik atau tegang
otot, malas untuk minum susu dan muntah 2 hari sebelum masuk rumah
sakit.
Menurut analisa peneliti keluhan yang terjadi pada anak sesuai denga teori
yang ada, umumnya anak yang menderita hidrosefalus mengalami kejang
dan disertai demam tinggi. Adanya penyumbatan aliran cairan
serebrospinal sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial sehingga
menekan saraf diotak. Sehingga anak muntah dan malas untuk minum
susu.
sehingga membuat anak menjadi muntah dan malas untuk minum susu,
sehingga anak tampak pucat dan lemah.
Menurut analisa peneliti gejala yang terjadi pada anak sesuai dengan teori
yang ada, pembesaran pada kepala anak disebabkan oleh penyumbatan
cairan serebrospnial yang menyebabkan pembesaran ventrikel sehingga
tulang tengkorak tampak membesar. Keluhan lain yang sering muncul
yaitu sutura melebar, terjadinya peningkatan intrakranial, kejang, muntah,
dan strabismus. Peningkatan tekanan intrakranial mengakibatkan
kerusakan pada nervus yang menyebabkan mata anak mengalami
gangguan yaitu cortical visuual impairment.
2. Diagnosis Keperawatan
Hasil pemgakajian menunjukkan bahwa diagnosis yang muncul pada An.
M adalah risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit, kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan cedera kimiawi kulit dan risiko keterlambatan
perkembangan.
3. Perencanaan keperawatan
Intervensi keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis keperawatan
yang muncul pada An. M, berdasarkan kasus tindakan yang dilakukan
selama 5 hari seusuai dengan intervensi yang telah peneliti susun.
Menurut analisa peneliti memonitor TIK perlu juga dilakukan pada anak
yang mengalami risiko ketidakefektifan perfusi otak. Memantau tanda
gejala kaku kuduk merupakan salah satu tindakan untuk memantau TIK,
terjadi nya kaku kuduk menadakan adanya hambatan aliran darah akibat
tekanan di ventrikel otak. Kolaborasi pemberian antibiotik juga dilakukan
untuk menekan jumlah bakteri yang menyerang otak.
Memonitor suhu setiap 2 jam dilakukan untuk memantau suhu apakah ada
kenaikan atau penurunan suhu setiap 2 jam sekali. Rencanan
meningkatkan intake cairan dan nutrisi sangat perlu agar ank tidak
mengalami dehidrasi akibat kehilangan cairan tubuh. rencan kolaborasi
pemberian obat antipiretik juga sangat perlu, karean suhu tubuh yang
tinggi tidak dapat diturunkan hanya dengan mengompres saja, tetapi juga
diperlukan bantuan dari obat-obatan.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dengan diagnosis keperawatan risiko
ketidakefektifan perfusi otak yaitu melakukan pemeriksaan pupil mata,
GCS, melakuakan pemeriksaan rangsangan meningeal dan TIK,
melakukan pengukuran lingkar kepala, memberikan obat cefotaxim 2 x 4
mg dan dexametason 4 x 0,75 mg
tindakan untuk memeriksa apakah ada tanda peningkatan TIK seperti kaku
kuduk dan muntah yang menyemprot.
karena saat anak demam anak banyak kehilangan cairan tubuh karena
tubuh mengeluarkan panas melalui keringat dan air kencing anak.
Mengompres juga bertujuan untuk mengalihkan suhu tubuh ke benda.
Pemberian obat juga dilakukan agar suhu anak kembali normal.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dilakukan dari tanggal 19 Februari sampai 23 Februari 2019
dengan metode penilaian subjektif, objektif, assasement, planing (SOAP)
untuk mengetahui keefektifan dari tindakan yang telah dilakukan.
kriteria hasil yang telah dicapai adalah data subyektif : ibu mengatakan
anaknya sudah tidak panas, obyektif: suhu 36,5oC, akral teraba hangat.
Masalah teratasi sehingga dipertahankan lingkungan yang nyaman
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian yang dilakukan pada An. M (10 bulan) didapatkan anak
mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 11, demam tinggi sihu
38,3oc kadang terjadi kejang, spastik, anak malas untuk minum susu,
muntah, terdapat luka terkena cairan KCL di mata kaki sebelah kanan, saat
dilakukan penilaian perkembangan menggunakan denver II anak
mengalami keterlambatan di 4 sektor.
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan pada An. M yaitu risiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak, hipertermi berhubungan dengan proses penyakit, kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit dan risiko
keterlambatan perkembangan.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan yang disusun tergantung pada masalah
keperawatan yang ditemukan. Intervensi untuk diagnosis utama yaitu
monitor tanda-tanda vital, monitor TIK dan monitor neurologis.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan selama lima hari. Implementasi
keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah disusun.
Implementasi keperawatan pada risiko ketidakefektifan perfusi jaringan
otak yaitu melakukan pemeriksan pupil mata, melakukan pemeriksaan
GCS, melakukan pemeriksaan rangsangan meningeal dan TIK, pantau
keaktifan bayi dalam meminum susu, mengukur lingkar kepala, memonitor
tanda-tanda vital, memberikan obat cefotaxim dan dexametason.
5. Evaluasi keperawatan
Hasil evaluasi keperawatan yang dilakukan selam limahri pada An. M
untuk diagnosis risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak teratasi
sebagian pada hari kelima, hipertermi pada hari keempat sudah teratasi,
59
Poltekkes Kemenkes Padang
60
B. Saran
1. Bagi Perawat
Studi kasus yang peneliti lakukan dapat menjadi masukan bagi perawat di
ruang IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan hidrosefalus dan dapat
melanjutkan intervensi yaitu memantau status neurologis anak dan monitor
TIK pada diagnosis keperawatan yang belum teratasi dan memberikan
discharge planning jika pasien diperbolehkan pulang.
2. Peneliti Selanjutnya
a. Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan pengkajian komprehensif
pada pasien dengan penyakit hidrosefalus dan mengambil diagnosis
keperawatan yang tepat menurut pengkajian yang didapatkan,
melaksanakan tindakan keperawatan dengan lebih dahulu memahami
masalah dengan baik, dan mendokumentasikan hasil penelitian yang
dilakukan.
b. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menggunakan atau
memanfaatkan waktu seefetif mungkin, sehingga dapat memebrikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan hidrosefalus.
c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data pembanding dalam
menerapkan asuhan keperawatan yang lainnya.
Apriyanto, Agung, R. P., & Sari, F. (2013). Hidrosefalus Pada Anak. Jmj, 1,
61,67.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Barat. 2015 . Profil Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatra Barat Tahun 2015. Padang
Khalilullah, S. A., Ass, C.-, Syiah, U., & Banda, K. (2011). Review Article
Hidrosefalus, c, 1–9.
Marmi dan Raharjo,kukuh. 2015. Asuhan nonatus, bayi, balita dan anak
prasekolah. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Maxwell, J. & Sinclair, D. (2012). Treatment of moisture related lesions in
children. Presented at EWMA 2012. Vienna. Austria.
Mohamad, F. (2012). Efektifitas Kompres Hangat Dalam Menurunkan Demam
Di Ruang GI Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Moorhead.dkk. 2016. Nursing out comes Classification (NOC).
Singapore:Elseiver Inc
Rahmayanti dkk. 2017. Profil klinis dan faktor risiko hidrosefalus komunikans
dan non komunikans di RSUP dr. Soetomo.jurnal sari pediatri. Di akses dalam
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1085. Tanggal 12
Desember 2018
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 19 Februari 2019 jam 13.00 WIB, Ibu
mengatakan An. M sebelumnya dirawat di RS Adnan WD Payakumbuh, karena
demam disertai kejang. Setelah 3 hari dirawat di Payakumbuh An. M Ibu
mengatakan An. M demam tidak turun-turun dan masih kejang lalu di rusujuk ke
RS M.Djamil Padang. Ibu mengatakan An. M telah dilakukan pemasangan VP
shunting pada tanggal 2 Februari pada jam 12.00 sampai 13.30, ibu mengatakan
anak masih demam, kejang sudah tidak ada, spastik masih ada, terkadang muntah
saat diberikan susu, bibir pucat dan kering, terdapat luka di mata kaki karena
terkena cairan KCL saat dirawat diruangan HCU, luka menghitam belum
dilakukan pembersihan luka, dibagian ketika juga terdapat bekas jahitan bekas
longline yang belum mengering.
2. Riwayat kesehatan dahulu
a. Prenatal
Ny.A mengatakan sewaktu hamil tidak pernah sakit dan merasa badannya
sehat-sehat saja. Ny.A juga mengatakan nutrisinya baik saat hamil.
Riwayat gestasi P4 A0 H4
HPHT -
Frekuensi 2x / bulan
Imunisasi HB 0 Ada
Emosi ibu sewaktu hamil Ny.O mengatakan emosinya stabil saat hamil
Obat- obat yang digunakan Obat vitamin untuk kehamilan dari bidan
Perokok Tidak
Alkohol Tidak
b. Intranatal
Tanggal persalinan 17 Maret 2018
Kelainan kongenital -
Saat berusia 9 bulan yaitu pada bulan Desember 2018 ibu mengatakan An.M
pernah dirawat di RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan keluhan demam tinggi
disertai kejang, dan anak tidak mau menyusu. Anak dirawat selama 1 bulan dan
didiagnosa meningitis. Infeksi dari meningitis tersebut menyerang otak dan
membuat aliran cairan serebrospinal terhambat sehingga anak juga didiagnosa
hidrosefalus dan membuat tekanan didalam otak semakin meningkat, sehingga
tampak pembesaran di kepala.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga pernah sakit Ny.O mengatakan tidak ada anggota keluarga
yang memiliki penyakit yang sama dengan
An.M
Riwayat penyakit keturunan Ny.O mengatakan tidak ada keluarga yang
mempunyai penyakit keturunan seperti DM,
hipertensi dan lain-lain
Genogram Ayah Ibu
Ket:
: laki- laki : perempuan
: klien : tinggal
serumah
a. motorik halus
a) Anak belum bisa membenturkan 2 kubus
b. motorik kasar
a) Anak belum mampu berdiri sendiri
b) Anak belum mampu berdiri selama 2 detik
c. bahasa
a) Anak belum mampu mengoceh
b) Anak belum mampu kombinasi silabel
c) Anak belum mampu mengucapkan mama/papa
d. personal sosial
a) Anak tidak bisa daag-daag dengan tangan
b) Anak tidak bisa tepuk tangan
V. LINGKUNGAN
Rumah: Permanen dan bersih
Halaman pekarangan: Ny.O mengatakan perkarangan nya banyak ditumbuhi
pohon dan selau dibersihkan
Jamban/ WC: Ny.O mengatakan menggunakan WC
Sumber air minum: Air galon
Sampah: Ny.O mengatakan sampah dibuang ke tempat sampah
VI. PENGKAJIAN KHUSUS
A. ANAK
1. Pemeriksaan fisik
a. kesadaran Compos mentis
GCS: E: 3 M : 4 V: 4 jumlah: 11
b. tanda vital Suhu: 38,3 c RR: 26 x/m HR: 98 x/m TD: mmHg
c. posture BB: 8500 Gr PB/TB: 75Cm
d. kepala Bentuk : Bulat dan membesar
Kebersihan : Bersih
Lingkar kepala : 60 cm
Benjolan: Tidak ada teraba benjolan
Data lain: Sutura melebar, dahi menonjol, perkusi di
dahi : Cracked-pot sign
Trombosit : 537.000/mm3(150.000-400.000/mm3)
Hemtokrit : 33% (37-43%)
Ureum darah : 11 mg/dl (10,0-15,0 mg/dl)
Kreatinin darah : 0.3 mg/dl (0,6-1,2 mg/dl)
Kalsium : 9,3 mg/dl (8,1-10,4 mg/dl)
Natrium : 134 Mmol/L(136-145 Mmol/L)
Kalium : 4.4 Mmol/L (35-5,1 Mmol/L)
Total protein : 6.1 g/dl (6,6-8,7 g/dl)
Terapi medis Luminal 2 x 18 mg
Diazepam 3 x 0.5 mg
Cefotaxime 2 x 4 mg
Fusilex(cream)
Paracetamol 3 x 150mg
Dexametason 4 x 0,75mg
Putri Rahmadhani
163110257
ANALISA DATA
DO:
a. Akral teraba dingin
b. GCS 11
c. Anak tampak mengalami
spastik atau kejang otot
2 DS: Proses penyakit Hipertermi
a. Ibu mengatakan sudah 3 (hidrosefalus)
hari anak demam
b. Ibu mengatakan kulit
anak teraba panas
DO:
e. Suhu: 38,3 ºc
f. Leukosit 10.650/mm3
g. Kulit teraba panas
h. Anak tampak rewel dan
malas untuk minum susu
3 DS: Cedera kimiawi Kerusakan
a. Ibu mengatakan terdapat kulit integritas kulit
luka akibat terkena air
KCL
b. Ibu mengatakan bekas
luka jahitan longline
belum mengering
DO:
a. Luka menghitam di mata
kaki sebelah kanan
b. Luka bekas jahitan
longline tampak belum
mengering diketiak
sebelah kanan
4 DS: Infeksi Resiko
a. Ibu mengatakan pada keterlambatan
usia 7 bulan anak sudah perkembangan
bisa berdiri dengan
memegang dinding atau
bantuan lainnya,
semenjak sakit anak
tidak bisa apa-apa
b. Ibu mengatakan anak nya
mengalami kejang
otot/spastik
DO:
a. Kepala anak tambak
membesar
b. Lingkar kepala 60 cm
c. Anak hanya bisa
berbaring di tempat tidur
d. Anak mengalami
keterlambatan di 4 sektor
yaitu, motorik halus,
motorik kasar, bahasa
dan personal sosial saat
dilakukan pengukuran
perkembangan melalui
denver II
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
Monitor neurologi
7. Monitor refleks
kornea
8. Monitor tingkat
kesadaran
9. Monitor kekuatan
pegangan
10. Hindari kegiatan
yang bisa
meningkatkan TIK
11. Monitor tanda-
tanda vital : suhu,
tekanan darah,
denyut nadi dan
respirasi
2 Hipertermi Setelah dilakukan asuhan Pengaturan Suhu
berhubungan dengan keperawatan diharapkan 4) Monitor suhu paling
proses penyakit hipertermi teratasi dengan tidak setiap 2 jam,
(hidrosefalus) kriteria hasil: sesuai kebutuhan
a. Termoregulasi 5) Monitor suhu dan
Kriteria hasil: warna kulit
a. Tidak ada peningkatan 6) Sesuaikan suhu
suhu kulit lingkungan untuk
b. Tidak terjadi dehidrasi kebutuhan pasien
c. Tidak tejadi 7) Tingkatkan intake
hipertermi cairan dan nutrisi
d. Tidak berkeringat saat adekuat
panas 8) Berikan
pengobatann
b. Status kenyamanan: antipiretik, sesuai
fisik kebutuhan
Kriteria hasil:
a. Intake makanan tidak Perawatan Demam
terganggu 1. Pantau suhu dan
b. Intake cairan tidak tanda tanda-tanda
terganggu vital lainnya
c. Suhu tubuh normal 2. Monitor asupan dan
keluaran, sadari
perubahan
kehilangan cairan
yang tak dirasakan
3. Dorong konsumsi
cairan
4. Pantau komplikasi-
komplikasi yang
berhubungan dengan
demam serta tanda
dan gejala kondisi
penyebab demam
(misalnya: kejang,
penurunan tingkat
kesadaran)
Manajemen Kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan
klien kesatu sisi
3. Pandu gerakan klien
untuk mencegah
terjadinya cedera
4. Monitor arah kepala
dan mata selama
kejang
5. Longgarkan pakaian
6. Monitor status
neurologis
7. Monitor tanda-tanda
vital
8. Catat lama kejang
9. Berikan obat anti
kejang dengan benar
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan Luka
kulit berhubungan keperawatan diharapkan 1. Monitor
dengan cedera kerusakan integritas kulit karakteristik luka,
kimiawi kulit teratasi dengan kriteria warna, ukuran, dan
hasil: bau
a. integritas jaringan : 2. Bersihkan luka
kulit dan membrane dengan normal
mukosa saline atau
Kriteria hasil: pembersih yang
a. Integritas kulit yang tidak beracun,
baik bisa dengan tepat
dipertahankan 3. Oleskan salep yang
( sensasi, elastisitas, sesuai dengan kulit
hidrasi). 4. Berikan balutan
b. Perfusi jaringan baik. yang sesuai dengan
jenis luka
b. kontrol resiko 5. Periksa luka setiap
kriteria hasil : kali perubahan
a. Faktor resiko balutan
teridentifikasi 6. Dorong cairan yang
b. Faktor resiko personal sesuai
termonitor 7. Pertahankan teknik
c. Faktor resiko balutan steril ketika
lingkungan termonitor melakukan
perawatan luka
dengan tepat
Manajemen Tekanan
1. Anjurkan untuk
menggunakan
pakaian yang
longgar
2. Hindari kerutan
pada tempat tidur
3. Jaga kebersihab
kulit agar tetap
bersih dan kering
4. Mobilisasi ( ubah
posisi pasien ) setiap
dua jam sekali.
5. Monitor akan
adanya kemerahan
6. Monitor aktivitas
dan mobilisasi
pasien.
7. Memandikan pasien
dengan sabun dan
air hangat
Manajemen nutrisi
1. Tentukan status gizi
anak dan
kemampuan anak
untuk memnuhi
kebutuhan gizi
2. Identifikasi adanya
alergi atau
intoleransi makanan
yang dimiliki pasien
3. Ciptakan lingkungan
yang optimal saat
mengkonsumsi
makanan (misalnya:
bersih, dan bebas
bau)
4. Monitor kalori dan
asupan makanan
Manajemen Cairan
1. Monitor berat badan
2. Pertahankan catatan
intake dan output
yang akurat
3. Dorong masukan
oral
4. Monitor status
hidrasi ( kelembapan
membrane mukosa,
nadi adekuat).
5. Berikan cairan
sesuai dengan
kebutuhan
4 Resiko Setelah dilakukan asuhan Peningkatan
keterlamabatan keperawatan diharapkan perkembangan anak
perkembangan gangguan tumbuh 1. Bangun hubungan
kembang teratasi dengan saling percaya
kriteria hasil: dengan orang tua
a. Pertumbuhan dan 2. Ajarkan orang tua
perkembangan yang mengenal tingkat
tertunda perkembangan
Kriteria hasil: normal dari anak
a. Anak berfungsi dan perilaku yang
optimal sesuai berhubungan
tingkatannya 3. Bangun suasana
b. Keluarga dan anak yang nyaman bagi
melakukan koping anak
terhadap tantangb 4. Berikan kesempatan
karena adanya dan mendukung
ketidakmampuan aktifitas motorik
c. Keluarga mampu 5. Sediakan
mendapatkan sumber- kesempatan untuk
sumber sarana bermain terapeutik.
komunitas
d. Kematangan fisik:
wanita: perubahn fisik
normal yang terjadi
transisi dari masa
kanak-kanak ke
dewasa
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI