Makalah Mekepung Jembrana

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

Karya Tulis Ilmiah

BUDAYA MAKEPUNG DAN UNSUR PSIKOLOGIS

Disusun oleh :

I WAYAN SUDA

P07120016171

KELAS I.I

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

TAHUN 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan anugerah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul Budaya Mekepung Dan Unsur Psikologis tepat pada
waktunya tanpa ada hambatan yang berarti.
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga peyusunan
tugas ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Besar harapan kami, tugas ini nantinya dapat bermanfaat bagi para
pembaca, meskipun kami sadar bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna dan
segala keterbatasan yang ada. Oleh karena itu kami sangat menantikan kritik dan
saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas ini. Atas perhatian bantuan
dari semua pihak, kami mengucapkan terima kasih.

Denpasar, Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 2
1.3 Tujuan........................................................................................ 3
1.4 Manfaat ..................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 4
2.1 Sejarah Mekepung .................................................................... 4
2.2 Kaitan Mekepung dengan Psikologis ........................................ 8
BAB III PENUTUP............................................................................. 10
3.1 Kesimpulan................................................................................ 10
3.2 Saran........................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman yang
melimpah dalam hal suku, agama, budaya, serta bahasa yang tersebar
diberbagai daerah. Setiap daerah memiliki berbagai macam ciri khasnya
masing-masing, baik dari segi budaya, tradisi maupun tempat wisatanya.
Keindahan panorama alam dan budayanya yang kental akan tradisi
menjadikan Indonesia sebagai tempat wisata yang terkenal. Salah satu
tempat wisata yang paling dikenal oleh seluruh dunia ialah Bali. Objek-
objek wisata terkenal yang terdapat di Balipun beragam, misalnya Kuta,
Ubud, Jimbaran, dan Bedugul. Namun sebenarnya pulau Bali masih
memiliki keberagaman budaya lainnya masih banyak orang yang belum
mengenalnya.
Salah satunya adalah yang terdapat di Kabupaten Jembrana, yang
merupakan kabupaten yang terletak di bagian barat Pulau Bali yang
berbatasan langsung dengan Pulau Jawa lewat pelabuhan Gilimanuk dan
dikenal sebagai wilayah “Indonesia Kecil” di Bali. Jembrana sebagai
Wilayah agraris ternyata memiliki banyak potensi budaya yang masih
belum dikelola secara maksimal. Salah satunya berupa lomba pacuan
kerbau yang dikenal dengan nama Makepung yang dilaksanakan sebagai
event tetap yang selalu diadakan setiap tahun, namun makepung ini tidak
begitu populer bagi masyarakat di bagian Bali lainnya.
Tradisi Makepung merupakan sebuah kompetisi yang
menggunakan kerbau sebagai penarik kendaraan yang disebut dengan
Cikar. Kerbau tersebut dihiasi dengan hiasan kepala yang sangat menarik
dengan warna keemasan. Panjang lintasan yang dilalui sekitar 4 km.
Kompetisi Makepung ini merupakan kompetisi yang dilakukan dalam
grup, dimana peserta terbagi atas Grup Barat dan Grup Timur. Sebagai
pembatas antara Grup Barat dan Timur adalah sebuah sungai yang
melintang di tengah-tengah kota Negara yang bernama Sungai Ijo Gading.
Dalam kompetisi ini tidak ada Juara perorangan melainkan juara beregu.

1
Dalam pelaksanaan lomba ini selalu diiringan dengan musik Jegog
dan tari Makepung yang dibawakan oleh remaja putri Jembrana. Event ini
diselenggarakan sebagai upaya inventarisasi dan pengembangan seni
budaya asli Jembrana, dimana dalam pengembangan tersebut diharapkan
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan juga dalam
pelaksanaan kompetisi Makepung ini mampu mengangkat nilai-nilai
sportifitas dan rasa tanggung jawab yang terdapat didalamnya dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari serta diupayakan Makepung dapat
dikemas dan dikembangkan sebagai salah satu daya tarik wisata yang
mampu mengundang minat wisatawan untuk berkunjung ke Jembrana.
Oleh karena itu, maka dibutuhkan upaya untuk memperkenalkan
dan mempromosikan objek wisata tersebut dengan baik. Namun upaya
mempromosikan tempat kunjungan wisata di daerah tidak semudah
dengan kegiatan serupa yang dilakukan untuk produk-produk perusahaan
dikarenakan memiliki karakter yang berbeda apabila upaya promosi
tempat objek wisata yang dirancang dengan baik akan memberikan
tambahan bagi pemasukan asli daerah dan mendorong proses multiplier
perkembangan ekonomi lokalitas di sekitar daerah tujuan wisata.
Dengan jaman yang sudah modern ini, seringkali masyarakat
kurang mengenal kekayaan budaya yang terdapat di negaranya sendiri.
Apabila ditanyakan mengenai kekayaan budaya yang ada, mereka banyak
yang tidak mengetahui dan mengenal terlebih lagi peranan masyarakat
sudah sangat jarang dalam melestarikan budayanya sendiri.Oleh sebab itu,
penulis menjadikan topik “Tradisi Makepung di Jembrana” sebagai topik
dalam tugas psikologi lintas budaya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka masalah utama yang dirumuskan dalam makalah ini adalah
mengetahui budaya Makepung dan unsur Psikologis yang ada
didalammnya.

2
1.3 Tujuan
Makalah ini memiliki tujuan untuk mempelajari dan memahami
tradisi Makepung secara teoritis dan dikaji melalui beberapa sumber.

1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat membantu memberikan sumbangan
pengetahuan kepada pembaca mengenai tradisi Makepung yang ada di
Bali terutama di Jembrana pada mata kuliah psikologi lintas budaya dan
juga dapat memberikan penambahan informasi kepada pembaca untuk
dapat memahami tentang budaya-budaya yang ada di tanah air.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Makepung


Atraksi makepung merupakan tradisi turun-temurun yang merupakan
warisan budaya petani, sarat dengan nilai luhur yang perlu dilestarikan.
Atraksi ini sudah populer pada masyarakat petani di kabupaten Jembrana yang
berawal untuk kegiatan olahraga, yang lanjut juga berkembang kreativitas seni
di dalamnya. Makepung dimaksud pacuan kerbau yang menarik gelinding atau
sejenis alat pengangkut yang ditarik oleh sepasang kerbau.
Keberadaan Makepung erat kaitannya dengan struktur geografis dan mata
pencaharian sebagian besar masyarakat Jembrana di bidang pertanian.
Inspirasi Makepung berasal dari tahapan-tahapan pengolahan sawah. Sebelum
dapat ditanami, sawah harus melalui proses mengemburkan tanah untuk
menjadi lumpur yang dikenal dengan istilah membajak. Para petani di Bali,
khususnya Jembrana biasanya menggunakan sapi atau kerbau untuk
membantu melaksanakan tugas ini. Di Jembrana kegiatan membajak
umumnya menggunakan kerbau dan dilakukan secara bergotong-royong
sehingga satu petak sawah bisa dibajak oleh beberapa pasang kerbau. Dari
kegiatan inilah kemudian muncul ide para petani untuk mengadu kebolehan
kerbaunya dalam hal menarik lampit.
Makepung adalah atraksi balapan kerbau berasal dari Kabupaten
Jembrana, Bali. Kata Makepung berasal dari kata makepung-kepungan
(bahasa Bali) artinya berkejar-kejaran, inspirasinya muncul dari kegiatan
tahapan proses pengolahan tanah sawah yaitu tahap melumatkan tanah
menjadi lumpur dengan memakai lampit.
Lampit ditarik oleh dua ekor kerbau dan sebagai alat penghias kerbau,
maka pada leher kerbau tersebut dikalungi gerondongan (gongseng besar)
sehingga apabila kerbau tersebut berjalan menarik lampit maka akan
kedengaran bunyi seperti alunan musik. Karena bekerja gotong-royong maka
ada banyak lampit yang masing-masing ditarik oleh dua ekor kerbau yang

4
ditunggangi oleh seorang joki duduk di atas lampit. Atraksi ini dikenal
masyarakat sekitar tahun 1920-an.
Atraksi Makepung di sawah ini berkembang sekitar tahun 1930 dan ada di
masing-masing desa yang jokinya berpakaian seperti prajurit kerajaan di
Jembrana zaman dahulu, yaitu memakai destar, selendang, selempod, celana
panjang, saput poleng (warna hitam putih), tanpa alas kaki dan membawa
pecut.
Dalam perkembangannya, Makepung kemudian dilakukan di jalanan yang
ada di sekitar sawah. Jalan tanah berpasir merupakan lokasi favorit untuk
balapan. Lintasan seperti ini mengharuskan peserta makepung melakukan
beberapa perubahan agar balapan berlangsung lebih efektif. Perkembangan
selanjutnya kurang lebih tahun 1960. Organisasi makepung dibagi atas 2 (dua)
yaitu : blok Barat dari Ijogading ke Barat yang meliputi Banyu Biru, Kaliakah,
Tegal Badeng, Moding, Pola Sari, Melaya sampai dengan Gilimanuk; Loloan
Barat; Blok Timur termasuk di dalamnya Sebuah, Mendoyo, Poh Santen,
Tegal Cangkring, Penyaringan, Yeh Embang, Yeh Sumbul, Yeh Leh.
Pembagian ini untuk memudahkan mengurusnya.
Makepung yang dalam bahasa Indonesia berarti berkejar-kejaran, adalah
tradisi berupa lomba pacu kerbau yang telah lama melekat pada masyarakat
Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana. Tradisi ini awalnya hanyalah
permainan para petani yang dilakukan di sela-sela kegiatan membajak sawah
di musim panen. Kala itu, mereka saling beradu cepat dengan memacu kerbau
yang dikaitkan pada sebuah gerobak dan dikendalikan oleh seorang joki.
Makin lama, kegiatan yang semula iseng itu pun berkembang dan makin
diminati banyak kalangan. Kini, Makepung telah menjadi salah satu atraksi
budaya yang paling menarik dan banyak ditonton oleh wisatawan termasuk
para turis asing. Tak hanya itu, lomba pacu kerbau ini pun telah menjadi
agenda tahunan wisata di Bali dan dikelola secara professional.
Sekarang ini, Makepung tidak hanya diikuti oleh kalangan petani saja. Para
pegawai dan pengusaha dari kota pun banyak yang menjadi peserta maupun
supporter. Suasana pun menjadi sangat meriah dengan hadirnya para pemusik

5
jegog (gamelan khas Bali yang terbuat dari bambu) untuk menyemarakkan
suasana lomba.
Makepung adalah istilah dalam bahasa Bali yang artinya lomba balap
kerbau, sebuah tradisi kaum petani yang kini masih tetap hidup di daerah
Jembrana. Ketika mulai dilombakan pada tahun 1970-an, aturan dan
kelengkapan dalam Makepung ikut mengalami beberapa perubahan. Misalnya,
kerbau yang tadinya hanya seekor, sekarang menjadi sepasang. Kemudian,
cikar atau gerobak untuk joki yang dulunya berukuran besar, kini diganti
dengan yang lebih kecil.Kerbau peserta Makepung,sekarang juga lebih
‘modis’ dengan adanya berbagai macam hiasan berupa mahkota yang
dipasang di kepala kerbau dan bendera hijau atau merah di masing-masing
cikar. Sementara, arena Makepung berupa track tanah berbentuk ‘U’,
sepanjang 1 – 2 km.
Atraksi makepung bertempat di jalan sawah sepanjang 2 km, tempat
terbuka, untuk memudahkan penonton. Sarana terdiri dari : (1) sepasang
kerbau yang disebut kerbau paduan; (2) gelinding yang lazim disebut Cikar,
dibuat khusus untuk makepung; (3) uga, sepotong kayu untuk tempat Sarad
Cikar dan bergantungan pada leher kerbau sebagai penyanggah, berbentuk
ukiran naga memakai lis perak; (4) agak terletak di tengah-tengah berfungsi
memegang sarad, sebagai tiang umbul-umbul atau panji; (5) hiasan kerbau
pada kepala disebut Rubbung, berbentuk Rubbung tari Barong, dibuat dari
kulit sapi yang diukir; (6) hiasan leher kerbau disebut keroncongan, bentuknya
mirip genta dibuat dari gongsang; (7) hiasan tanduk kerbau dibungkus dengan
kantong kain merah; (8) pakaian yang digunakan oleh pengendara pacuan
kerbau (makepung), sesuai pakaian khas Jembrana. Perlu pula diketahui pada
saat lomba untuk pembentukan identitas masing-masing blok atraksi
makepung ditandai dengan; blok Barat menggunakan umbul-umbul warna
kehijau-hijauan dan blok Timur dengan umbul-umbul warna kemerah-
merahan dan seragam joki berbeda.

6
Makepung adalah sebuah kompetisi, yang menggunakan kerbau sebagai
penarik kendaraan yang disebut dengan cikar. Kerbau tersebut dihiasi dengan
hiasan kepala yang sangat menarik dengan warna keemasan. Panjang lintasan
yang dilalui sekitar 4 Km. Lomba Makepung ini adalah lomba bergrup,
dimana peserta terbagi atas Grup Barat dan Grup Timur. Sebagai pembatas
antara group Barat dan Timur adalah sebuah sungai yang melintang ditengah –
tengah kota Negara yang bernama Sungai Ijo Gading. Dalam lomba
Makepung ini tidak ada juara perorangan hanya juara beregu.
Suasana pun menjadi sangat meriah dengan hadirnya para pemusik jegog
(gamelan khas Bali yang terbuat dari bambu) untuk menyemarakkan suasana
lomba. Dibandingkan atraksi serupa di daerah lain, Makepung memiliki aturan
yang berbeda. Lintasannya berbentuk hurup U dengan garis start dan finish
yang berada pada satu tempat. Yang unik, pemenang Makepung tidak
didasarkan atas catatan waktu tetapi berdasarkan bagaimana dua pasang
kerbau yang berlomba tersebut dapat menjaga jarak satu sama lainnya.
Pemenang lomba ini bukan hanya ditentukan dari siapa atau pasangan
kerbau mana yang berhasil mencapai garis finish pertama kali saja, tetapi
ditentukan juga dari jarak antar peserta yang sedang bertanding. Artinya,
seorang peserta akan dianggap sebagai pemenang bila ia menjadi yang
terdepan saat mencapai finish dan mampu menjaga jarak dengan peserta di
belakangnya, sejauh 10 m.
Namun, bila pasangan kerbau yang berada di belakang bisa mempersempit
jarak dengan peserta di depannya, menjadi kurang dari 10 m (ditanyakan),
maka pasangan kerbau yang di belakang itulah yang akan keluar sebagai
pemenang. Perlombaan diselesaikan dalam hitungan delapan sampai sepuluh
menit dalam setiap race-nya.
Hal unik yang membuat Makepung menjadi sebuah tontonan yang seru
dan menarik, adalah ekspresi seorang joki yang berada di atas cikar dan
sedang memberi semangat pada kedua kerbaunya dengan meneriakkan yel-yel
daerahnya masing-masing. Sang joki memecut kerbau dengan sebuah tongkat
selama berpacu di atas trak selebar 2 m ini untuk bisa mencapai kecepatan
maksimal.

7
Beberapa joki juga menggunakan tongkat khusus di mana terdapat paku-
paku kecil yang menempel pada tongkat tersebut, maka tidak mengherankan
bila kerbau yang digunakan berdarah-darah setelah mengikuti lomba ini.
Yang menambah serunya Makepung, dalam setiap lomba hampir selalu
ada joki yang gagal mengendalikan kerbaunya. Hal ini kerap terjadi saat ada
peserta yang akan menyalip peserta lainnya dan saat kerbau lepas kendali, ia
pun akan keluar lintasan dan akhirnya terperosok ke petakan sawah ataupun
terbalik. Penonton pun bersorak-sorai.
Tradisi warisan budaya yang khas dan meriah di Kabupaten Jembrana
Provinsi Bali tetap dilestarikan sampai saat ini mempunyai fungsi sebagai
berikut:
1. Makepung sebagai salah satu tradisi khas dan kegemaran masyarakat
Kabupaten Jembrana sampai saat ini.
2. Aset pariwisata yang setrategis dan potensial untuk dilestarikan dan
dikembangkan, karena daya tarik dan keunikannya yang tiada duanya
di Bali dan bahkan di tingkat nasional dan internasional. serta sebagai
ajang promosi Pariwisata Kabupaten Jembrana pada khususnya dan
Bali pada umumnya.
3. Pelaksanaan lomba Makepung juga diharapkan dapat memberikan
dampak positif terhadap sektor lain seperti pertanian dan peternakan,
karena dengan adanya tradisi Makepung, terbukti mampu mencegah
terjadinya alih fungsi lahan pertanian, dan di sisi lain masyarakat
merasa terpacu untuk memelihara karbau secara intensif guna bisa
ikut berpartisipasi dalam lomba Makepung yang diselenggarakan
secara rutin setiap tahun.
4. Dilandasi semangat Makepung dengan nilai-nilai, sportifitas
kesungguhan dan tanggung jawab yang tinggi dapat melaksanakan
kewajiban dan melastarikan tradisi budaya Makepung.

2.2 Kaitan Makepung dengan Psikologi


Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia

8
menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua tindakan
manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya
naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian
presentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut
dibiasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar
kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
Selanjutnya hubungan antara manusia dengan kebudayaan juga dapat
dilihat dari kedudukan manusia tersebut terhadap kebudayaan. Manusia
mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu sebagai : (1)
penganut kebudayaan, (2) pembawa kebudayaan, (3) manipulator
kebudayaan, (4) pencipta kebudayaan.
Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan pada
persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian. Dalam rangka
survive maka manusia harus mampu memenuhi apa yang menjadi
kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai cara.
Hal yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan. Kebudayaan
yang digunakan manusia dalam menyelesaikan masalah-masalahnya bisa
kita sebut sebagai way of life, yang digunakan individu sebagai pedoman
dalam bertingkah laku.
Dalam tradisi makepung, manusia berada didalam kedudukan pencipta
kebudayaan, hal ini dikarenakan Makepung berasal dari suatu kebiasaan
pembajakan sawah yang pada akhirnya berubah menjadi tradisi balap
kerbau. Di dalam budaya Makepung menimbulkan sebuah perilaku
sportivitas. Secara umum sportivitas diidentifikasikan sebagai perilaku
yang menunjukkan sikap hormat dan adil terhadap orang lain serta sikap
menerima dengan baik apapun hasil dari suatu pertandingan (Beller&Stoll,
1993: 75).

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Di zaman yang sudah modern ini, sama sama kita ketahui masyarakat
kurang mengenal budaya yang terdapat dimana ia sendiri berada. Jika
ditanyakan mengenai budaya yang ada, banyak diantaranya yang tidak
mengetahui dan mengenal terlebih lagi peranan masyarakat sudah sangat
jarang dalam melestarikan budayanya sendiri.
Tradisi yang awalnya hanya permainan para petani yang dilakukan di
sela-sela kegiatan membajak sawah di musim panen yang kemudian lama
kelamaan bisa menjadi membudaya, mereka saling beradu cepat dengan
memacu kerbau yang dikaitkan pada sebuah gerobak dan dikendalikan
oleh seorang joki dan sekarang lebih dikenal dengan “Makepung”
Tradisi ini diselenggarakan sebagai upaya inventarisasi dan
pengembangan seni budaya asli Jembrana, dimana dalam pengembangan
tersebut diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan
juga dalam pelaksanaan kompetisi Makepung ini mampu mengangkat
nilai-nilai sportifitas dan rasa tanggung jawab yang terdapat didalamnya
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari serta diupayakan Makepung
dapat dikemas dan dikembangkan sebagai salah satu daya tarik wisata
yang mampu mengundang minat wisatawan untuk berkunjung ke
Jembrana.
3.2 Saran
Saran dari penulis adalah kita bisa berkaca pada budaya dan tradisi
asal Jembrana ini, disamping meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar, tradisi ini bisa memunculkan nilai nilai sportifitas dan rasa
tanggung jawab pada masyarakat yang ikut serta dalam menjaga dan
melestarikan budayanya. Tidak menutup kemungkinan bagi setiap daerah
di Indonesia melakukan pelestarian budayanya dengan tradisi dan gaya di
wilayahnya masing masing.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/mekepung di akses pada tanggal 04 Desember 2012

11
LAMPIRAN

12

Anda mungkin juga menyukai