4 - Bab I

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dewasa ini semakin sering terdengar masalah-masalah kurang baik yang


timbul dari lingkungan sekolah. Hal ini menjadi pemberitaan dan perbincangan
hangat di media massa, surat kabar, social media dan lain sebagainya. Banyak
kasus kurang baik yang terjadi disekolah, baik dari pihak guru, murid ataupun
warga masyarakat sekolah lainnya. Sering terjadinya kasus kekerasan,
pembullyan dan kasus asusila lainnya yang dilakukan oleh murid terhadap guru,
guru kepada murid, ataupun murid kepada anggota masyarakat sekolah yang
didasari dari hal kecil dan berujung pada perilaku asusila tersebut. Fenomena
ini terjadi karena kurangnya pendidikan karakter yang disajikan disekolah juga
kurangnya keteladanan dari orang tua, guru dan orang-orang disekitar juga
minimnya lingkungan dan budaya sekolah yang baik yang menjadikannya
patokan dan contoh dalam berperilaku.

Pada periode pemerintahan Presiden Joko Widodo bersama Wakil


Presiden Jusuf Kalla (2014-2019), penguatan karakter menjadi salah satu
program prioritas Dalam nawa cita disebutkan bahwa pemerintah akan
melakukan revolusi karakter bangsa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
mengimplementasikan penguatan karakter penerus bangsa melalui gerakan
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016. Sesuai
arahan Presiden Joko Widodo, pendidikan karakter pada jenjang pendidikan
dasar mendapatkan porsi yang lebih besar dibandingkan pendidikan yang
mengajarkan pengetahuan. Untuk sekolah dasar sebesar 70%, sedangkan untuk
sekolah menengah pertama sebesar 60%. “Gerakan Penguatan Pendidikan
Karakter sebagai fondasi dan ruh utama pendidikan,” pesan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan 2014-2019 Muhadjir Effendy.
Penguatan pendidikan karakter tidak hanya berfokus pada olah pikir
(literasi), tetapi juga PPK (Penguatan pendidikan karakter) mendorong agar
pendidikan nasional kembali memperhatikan olah hati (etik dan spiritual) olah
rasa (estetik) juga olah raga (kinestetik). Keempat dimensi pendidikan ini
hendaknya dapat dilakukan secara utuh, menyeluruh dan serentak secara
bersamaan. Integrasi proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler di sekolah dapat dilaksanakan dengan berbasis pada
pengembangan budaya sekolah maupun melalui kolaborasi dengan komunitas-
komunitas di luar lingkungan pendidikan (Kemendikbud, 2017). Tetapi
pernyataan dan program pemerintah mengenai penguatan pendidikan karakter
dampaknya belum terlihat nyata dilapangan. KPAI mencatat ada banyak kasus
dilapangan, tiga kasus anak korban pengeroyokan, tiga kasus anak korban
kekerasan seksual, delapan kasus anak korban kekerasan fisik, 12 kasus anak
korban kekerasan psikis dan bullying serta empat kasus anak pelaku bullying
terhadap guru. Kata KAPI ekspos hasil pengawasan tersebut menjadi pengingat
semua pemangku kepentingan bahwa sekolah belum menjadi tempat yang aman
dan nyaman bagi peserta didik.
Anak sebagai pelaku bullying terhadap guru yang kemudian
divideokan dan viral juga meningkat drastis di tahun 2019, dengan
cakupan wilayah menyebar yaitu di Gersik, Jogjakarta dan Jakarta Utara.
Adapun pada tahun 2018 lalu, kasus seperti ini hanya satu dan terjadi di
Kendal. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat,
berdasarkan jenjang pendidikan, mayoritas kasus terjadi di jenjang
SD/sederajat yaitu sebanyak 25 kasus atau mencapai 67%, jenjang
SMP/sederajat sebanyak lima kasus, jenjang SMA/sederajat sebanyak
enam kasus dan Perguruan Tinggi (PT) sebanyak satu kasus ter sebar di
puluhan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia (Sulaiman & Halidi, 2019).
Penerapan pendidikan karakter tidak bisa sebatas pencanangan jenis
nilai pendidikan karakter, tetapi juga membutuhkan perencanaan yang
matang, pelibatan semua pihak (bahkan masyarakat di luar sekolah).
Untuk bersama-sama mengarahkan siswa menemukan kepribadiannya
tanpa harus kehilangan rasa keterlibatan sosialnya. Membiarkan siswa
mengembangkan karakternya sama dengan membiarkan masa depan tanpa
kejelasan. Sebaliknya memperjelas masa depan dengan membuat
kerangka yang kaku akan membuat masa depan terlalu dipaksakan
(Kurnia & Qomaruzzaan, 2012).
Sekolah merupakan sarana terjadinya proses pembelajaran atau dapat
dikatakan sebagai agen perubahan bagi masyarakat. Maka dari itu,
pengelolaan sekolah harus dilakukan dengan sebaik mungkin, terutama
sekolah yang dijadikan pondasi pembentukan karakter siswa yang lebih
baik (Bafadal, 2009). Karena sekolah sebagai tempat terjadinya proses
pendidikan, sekolah juga memiliki sistem yang kompleks, dinamis dalam
kegiatannya dan Karena sekolah sebagai tempat terjadinya proses
pendidikan, sekolah dikelola dengan baik sehingga menghasilkan output
berkualitas yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Sekolah
dengan budaya yang baik dapat membentuk karakter yang baik,
sebaliknya jika budaya sekolahnya buruk maka berdampak buruk pula
pada karakter siswa.
Budaya sekolah yang kondusif ditandai dengan terciptanya lingkungan
belajar yang aman, nyaman dan tertib sehingga pembelajaran dapat berlangsung
secara efektif. Budaya sekolah yang kondusif sangat penting agar siswa merasa
senang dan bersikap positif terhadap sekolahnya, agar guru merasa dihargai,
serta agar orang tua dan masyarakat merasa diterima dan dilibatkan budaya
sekolah yang kondusif mendorong setiap warga sekolah untuk bertindak dan
melakukan sesuatu yang terbaik yang mengarah pada prestasi siswa yang tinggi
(Zahroh, 2015).
Fungsi pendidikan nasional yang dijelaskan di dalam undang-undang No.
20 Tahun 2003 yaitu tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, telah
diuraikan nilai-nilai kebaikan dalam diri manusia, baik itu pengetahuan
(kognitif), keterampilan (psikomotor), spiritual (religius) maupun sosial. Oleh
karena itu, harus dilakukan suatu proses pendidikan agar nilai-nilai (karakter)
tersebut dapat tertanam dalam diri peserta didik. Dalam Islam, karakter yang
luhur dari seorang individu merupakan esensi dari tujuan diadakannya
pendidikan dalam Islam (Syah & Sartika, 2017).
Dari tujuan pendidikan nasional tersebut dapat dipahami bahwa melalui
pendidikan, bangsa Indonesia menginginkan terciptanya sumber daya yang
tidak hanya berilmu saja tetapi juga memiliki karakter yang sesuai dengan jati
diri bangsa Indonesia. Pembentukan watak atau karakter kebangsaan yang kuat
diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang berpegang teguh pada
budayanya sendiri tetapi mampu beradaptasi dengan perkembangan jaman.
Dalam mencapai tujuan pendidikan karakter dibutuhkannya suatu indikator
tertentu sebagai bahan acuan pendidikan tersebut yakni ada 18 indikator dan
salahsatunnya adalah karakter religius. Pendidikan karakter berbasis religi
memiliki tujuan yang sesuai dengan nilai keagamaan. Tujuan pendidikan
karakter berbasis religi yang dapat mewujudkan tujuan nasional tersebut
diantaranya adalah membentuk peserta didik yang mampu memahami ajaran-
ajaran agama dan berbagai ilmu yang dipelajari serta melaksanakannya dalam
kehidupan sehari hari, mempersiapkan peserta didik agar memiliki budi pekerti
atau akhlak mulia, dapat menguasai ilmu dengan baik dan bermanfaat untuk
orang lain.
Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman :

ُ‫َو الل َّه ُ أ َ ْخ َر َج ك ُ ْم ِم ْن ب ُ طُ و ِن أ ُ َّم هَ ا ت ِ كُ ْم ََل ت َعْ ل َ ُم و َن شَ يْ ئ ًا َو َج ع َ َل ل َ ك ُ م‬


‫اْل َفْ ئ ِ د َة َ ۙ ل َ ع َ ل َّ ك ُ ْم ت َشْ ك ُ ُر و َن‬
ْ ‫اْل َب ْ صَ ا َر َو‬
ْ ‫ال سَّ ْم َع َو‬
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Maksud ayat ini adalah Allah mengajari manusia apa yang sebelumnya
tidak diketahuinya, yaitu sesudah Allah mengeluarkan dari perut ibunya tanpa
memahami dan mengetahui sesuatu apa pun. Allah mengkaruniakan kepada
manusia akal untuk memahami dan membedakan antara yang baik dan yang
buruk (Al-Thabari, 2009).
Jadi meskipun kehidupan manusia memiliki dasar pembawaan atau bakat,
namun faktor lingkungan tidak dapat diabaikan pengaruhnya terhadap
perkembangan pribadi manusia umumnya dan anak khususnya, baik karena
disengaja maupun tidak disengaja tetapi memberikan pengaruh. Hal ini
didukung pendapat Sujanto yang menyatakan bahwa “Perkembangan pribadi
manusia dipengaruhi oleh diri manusia itu sendiri dan lingkungannya”
(Sujanto, 1986).
Lembaga pendidikan merupakan wadah yang secara terencana dipercaya
dapat menyiapkan peserta didik yang memiliki karakter dengan usaha seluruh
komponen mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik. Karakter yang
diharapkan dimiliki peserta didik sebagaimana yang diungkapkan dalam buku
pelatihan dan pengembangan pendidikan budaya karakter bangsa yang
diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan ada 18 karakter yang salah satunya
adalah karakter religius.
Faktor yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter
adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Pembentukan karakter di lingkungan sekolah sangat diperlukan, karena
seorang anak memiliki waktu yang cukup banyak untuk berada di lingkungan
sekolah atau berada di luar lingkungan sekolah bersama teman-teman satu
sekolah. Sebuah lingkungan sekolah harus mempunyai misi menciptakan
budaya sekolah yang menantang dan menyenangkan, adil, kreatif, inovatif,
terintegratif, dan dedikatif terhadap pencapaian visi, menghasilkan lulusan
yang berkualitas tinggi dan mempunyai karakter takwa, jujur, kreatif, mampu
menjadikan teladan, bekerja keras, toleran dan cakap dalam memimpin, serta
menjawab tantangan akan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia
yang dapat berperan dalam perkembangan iptek dan berlandaskan imtak.
Banyak sekali ragam bentuk budaya yang ditanamkan di setiap sekolah.
Budaya sekolah mencerminkan identitas sekolah itu sendiri. Beberapa contoh
bentu budaya sekolah diantaranya : sapa pagi, berdo’a sebelum belajar, shalat
berjamaah, berbaris sebelum masuk kelas, literasi, go green dan masih banyak
lagi. Bentuk-bentuk budaya sekolah tersebut memiliki tujuan sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh pihak sekolah, budaya sekolah tersebut yang
dilaksanakan terus menerus secara tidak langsung mengajarkan dan
menjadikan kebiasaan pada siswa. Sapa pagi mengajarkan bahwa beetpa siswa
harus hormat terhadap guru dan saling menyayangi sesama teman, berdo’a
sebelum belajar mengajarkan pada siswa bahwa tidak hanya berusaha untuk
mencapai sesuatu siswa juga harus berdoa kepada Tuhan, sholat berjamaah
mengajarkan siswa untuk disiplin dalam beribadah, berbaris sebelum masuk
kelas mengajarkan agar siswa untuk selalu bersabar dan menghargai orang lain,
literasi mengajarkan agar siswa untuk selalu tertarik dan mau membaca, go
green mengajarkan agar siswa peduli dan merawat lingkungannya.
Namun kenyataannya masih banyak lembaga pendidikan yang belum
berhasil dalam membentuk karakter siswa. Hal ini terbukti masih terdapat
siswa yang malas beribadah, berbohong, tidak disiplin, minat membacanya
kurang, tidak sopan, kurang peduli lingkungan dan sebagainya. Berdasarkan
hasil observasi awal yang peneliti lakukan di SMPN 1 Cileunyi melalui
pengamatan secara langsung di lingkungan sekolah. Peneliti
mendapatkan kasus yang terjadi yaitu adanya beberapa siswa laki -laki
yang kabur dari sekolah karena tidak mau mengikuti sholat Jum’at
bejama’ah di sekolah, ada juga dari siswa perempuan yang kabur karena
tidak mau mengikuti kegiatan keputrian, selain itu ada informasi dari
guru yang PAI yang menyatakan bahwa baru-baru ini ada 2 kasus dari
siswa Kelas VII yang menjaili temannya tetapi berlebihan sehingga
menimbulkan kecelakaan yang fatal dan ada anak yang menyakiti
temannya dengan sengaja sehingga anak tersebut harus ditangani oleh
dokter.
Merujuk dari deskripsi di atas, penulis tertarik untuk lebih mengetahui
bagaimana dampak budaya sekolah terhadap karakter siswa. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka peulis mengambil judul “Budaya Sekolah Dan
Pengaruhnya Terhadap Karakter Religius Siswa Penelitian di Kelas VIII
SMPN 1 Cileunyi Kabupaten Bandung”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana budaya sekolah di SMPN 1 Cileunyi?
2. Bagaimana karakter religius siswa di SMPN tersebut ?
3. Sejauh mana pengaruh budaya sekolah terhadap karakter religius siswa
di SMPN tersebut ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui budaya sekolah di SMPN 1 Cileunyi.
2. Untuk mengetahui karakter religius siswa di SMPN tersebut.
3. Untuk mengetahui pengaruh budaya sekolah terhadap karakter religius
siswa di SMPN tersebut.

D. Manfaat Hasil Penelitian


Berdasarkan rumusan penelitian dan tujuan penelitian yang telah
dikemukakan di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis

Menjadi bahan informasi dan rujukan untuk semua pihak mengenai


budaya sekolah dan pengaruhnya terhadap karakter religius siswa.
Menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang penelitian,
sehingga dapat menjadi acuan dalam membuat karya tulis ilmiah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Diharapkan memberikan informasi mengenai budaya sekolah dan
pengaruhnya terhadap karakter religius siswa, sehingga dapat
menjadi bahan untuk mengoptimalkan pembentukan krakter religius
di SMPN 1 Cileunyi. Sebagai acuan dan memberi kontribusi secara
praktis kepada sekolah-sekolah lain mengenai budaya sekolah dan
pengaruhnya terhadap karakter religius siswa.
b. Bagi Masyarakat Sekolah
Memberikan informasi dan pandangan, bahwasanya keterlibatan
masyarakat sekolah (kepala sekolah, guru, pegawai, dan siswa-siswi
SMPN 1 Cileunyi) dalam memberikan contoh teladan yang baik,
peembimbingan secara berkesinambungan sangat diperlukan dan
berpengaruh besar terhadap karakter religius siswa.
c. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
pengetahuan peneliti dalam metode kuantitatif dan memberikan
pemahaman tersendiri bahwa, pentingnya budaya sekolah yang
berpengaruhnya terhadap karakter religius siswa.

E. Kerangka Berpikir
Pada hakekatnya makna pendidikan secara umum merupakan upaya sadar
dan terencana untuk membentuk karakter manusia agar menjadi lebih baik.
Pendidikan bukan sekedar berkecimpung dalam ranah kognitif saja, lebih dari
itu pendidikan haruslah memperhatikan pada ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik. Lebih khusus lagi pendidikan Islam mengkaji dan bertujuan
menjadikan peserta didik memiliki akhlak yang mulia.
Pendidikan akhlak atau yang lebih dikenal dengan karakter adalah
serangkain prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak atau tabiat
yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa pemula
hingga menjadi mukallaf, yakni siap untuk memengarungi lautan kehidupan
(Busroli, 2019). Salah satu upaya pembentukan karakter dapat diciptakan dalam
lingkungan pendidikan itu sendiri. Lingkungan pendidikan sangat mendukung
dan berperan penting bagi karakter siswa. Lingkungan sekolah yang sehat
berdampak positf pada karakter siswa, sebaliknya lingkungan sekolah yang
tidak sehat berdampak buruk pula pada karakter siswa.
Karakter bukan hanya dibentuk oleh lingkungan sekolah saja, pendidikan
dan pengasuhan orangtua juga berperan penting dalam pembentukan karakter
siswa. Keluarga adalah fondasi pengembangan karakter (moral atau akhlak) dan
intelektual. Dengan demikian, baik atau tidaknya karakter anak-anak tergantung
pada seberapa baik karakter bagaimana upaya orang tua dalam membimbing
dan mengarahkan mereka. Orangtua yang memiliki karakter yang baik dan
mampu menerapkan pada anak-anaknya tentu akan membuat anak-anaknya
memiliki karakter yang baik. (Dedih, Zakiyah, & Melina, 2019). Akan tetapi
sekarang ini siswa setiap hari banyak menghabiskan waktunya di sekolah
dengan program full day school yang dicanagngakan pemerintah sekarang.
Maka lingkungan sekolah haruslah bisa menjadi pengaruh terbesar dalam
pembentukan karakter siswa.
Karakter religius adalah suatu sifat yang melekat pada diri seseorang atau
benda yang menunjukkan identitas, ciri, kepatuhan ataupun pesan keislaman
Karakter Islam yang melekat pada diri seseorang akan mempengaruhi orang
disekitarnya untuk berperilaku Islami juga. Karakter Islam yang melekat pada
diri seseorang akan terlihat dari cara berpikir dan bertindak, yang selalu dijiwai
dengan nilai-nilai Islam. Bila dilihat dari segi perilakunya, orang yang memiliki
karakter islami selalu menunjukkan keteguhannya dalam keyakinan,
kepatuhannya dalam beribadah, menjaga hubungan baik sesama manusia dan
alam sekitar (Kusno, 2014).
Lingkungan sekolah yang baik didukung dengan budaya sekolah yang baik
pula. Dengan adanya budaya sekolah yang baik maka keseharian dan aktivitas
siswa di sekolah dapat terpengaruhi oleh budaya sekolah yang ada. Seiring
berjalannya waktu, budaya sekolah dapat membentuk juga menjadikannya
karakter dan kepribadian siswa. Pembiasaan dan penerapan budaya sekolah
yang berulang-ulang dan terus menerus seriap harinya, diharapkan bisa
menjadikan karakter yang kuat bagi siswa dan berpengaruh terhadap
kepribadian baik mereka, ketika di dalam ataupun diluar sekolah, khususnya
karakter religius yang menjadi pondasi utama.
Berikut beberapa contoh budaya sekolah yang ada di SMPN 1 Cileunyi dan
akan peneliti analisis: sapa pagi, tadarus al-quran sebelum pembelajaran
dimuali, menyanyikan hymne SMPN 1 Cileunyi, pungut sampah, pemutaran
lagu “buanglah sampah pada tempatnya”, shalat duha & jum’at berjama’ah,
literasi, ekstra kurikuler, kencleng jum’at, pemutaran lagu “trimakasihku”.
Semua bentuk budaya sekolah tersebut memiliki tujuan tersendiri yang
diingankan oleh pihak sekolah, salahsatunya untuk menjadikannya kebiasaan
dan kepribadian dalam diri siswa (karakter) yang dapat dibawa dan melekat di
dalam maupun diluar sekolah. Adapun indikator budaya sekolah itu sendiri
adalah nilai yang dianut (aturan yang berlaku), sikap yang dimiliki (interaksi
sosial), kebiasaan yang ditampilkan, tindakan yang ditunjukkan (Komariah &
Triatna, 2010).
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif dan bisa mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (RI, 2003)
Tugas utama sekolah adalah membantu peserta didik untuk menemukan,
mengembangkan, dan membangun kemampuan yang akan menjadikannya
berkesanggupan secara efektif untuk menunaikan tugas-tugas individu dan
sosialnya pada saat sekarang serta mendatang (Margono, 1994). Peningkatan
kualitas pendidikan sangat menekankan pentingnya peranan sekolah sebagai
salah satu pelaku dasar utama yang otonom serta peranan orang tua dan
masyarakat dalam mengembangkan pendidikan. Sekolah perlu diberikan
kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri guna mencapai
tujuan-tujuan pendidikan, salah satunya dengan melaksanakan budaya sekolah
(Admodiworo, 2000).
Budaya sekolah merupakan nilai nilai yang melandasi perilaku, tradisi,
kebiasaan keseharian dan simbol simbol yang dipraktikan oleh semua warga
sekolah dan masyarakat sekitar sekolah. Melalui budaya sekolah dapat
membentuk karakter karena setiap siswa diharapkan untuk bisa mengikuti
kebiasaan yang dilaksanakan di sekolahan tersebut. Karakter peserta didik dapat
dibentuk melalui budaya sekolah yang kondusif. Pendidikan karakter dan
pendidikan kecakapan hidup akan efektif bilamana disemaikan dalam budaya
sekolah, bukan sekedar diinformasikan dan dilatihkan, karena melalui budaya
sekolah yang kondusif, sekolah akan mampu mendudukan dirinya sebagai
lembaga penyemaian bagi tumbuh dan berkembangnya kecakapaan pribadi,
kecakapan sosial, kecakapan akademik khususnya karakter religius pada diri
peserta didik.

Pengaruh

Budaya Sekolah Karakter Religius

1. Cara berpikir selalu dijiwai


dengan nilai-nilai Islam
1. Nilai yang dianut (aturan yang 2. Cara bertindak selalu dijiwai
berlaku). dengan nilai-nilai Islam
2. Sikap yang dimiliki (interaksi 3. Perilakunya menunjukkan
sosial). keteguhan terhadap
3. Kebiasaan yang ditampilkan. keyakinannya
4. Tindakan yang ditunjukkan 4. Patuh beribadah
5. Menjaga hubungan baik
sesama manusia dan alam
sekitar

Siswa

Gambar 1. Kerangka Berpikir


F. Hipotesis
Untuk menjawab sementara masalah penelitian ini, perlu dirumuskan
sebuah hipotesis penelitian. Hipotesis penelitian yang penulis tentukan adalah
“Terdapat pengaruh budaya sekolah (Variabel X) terhadap karakter religius
(Vaiabel Y) siswa di SMPN 1 Cileunyi”.
Hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah
penelitian yang kebenarannya masih lemah sehingga harus diuji secara empiris
(hipotesis berasal dari kata ”hypo” yang berarti di bawah dan “thesa” yang
berarti kebenaran). Hipotesis juga merupakan proposisi yang masih bersifat
sementara dan harus diuji kebenarannya (Mahmud, 2011).
Dari hipotesis yang telah dirumuskan, kemudian akan peneliti uji kembali
kebenarannya, bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh budaya
sekolah terhadap karakter religius siswa di SMPN 1 Cileunyi. Agar
memudahkan pengujian hipotesis tersebut digunakan teknik korelasi sebagai
analisisnya.

G. Hasil Penelitian Terdahulu


Guna menghindari terjadinya pengulangan kajian dalm hal-hal yang sama
dalam penelitian lain, maka peneliti akan memaparkan beberapa penelitian
sebelumnya sebagai perbandingan terhadap penelitian yang sedang dikerjakan,
antara lain :
1. Lis Andari. 2013. Pengaruh Budaya Sekolah Terhadap Karakter Siswa
(Studi di SDN Jumeneng Lor Mlati Sleman Yogyakarta). Skripsi. Prodi
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Jurusan Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara budaya
sekolah dengan karakter siswa. Dimana apabila budaya sekolah
meningkat 1% maka akan diikuti pula peningkatan karakter siswa
sebesar 0,384%, dimana semakin baik budaya sekolah semakin baik
juga karakter siswa. Karakter siswa dipengaruhi oleh budaya sekolah
sebesar 17,4%, sedangkan 82,6% dipengaruhi oleh faktor lain dari luar
variabel dalam penelitian yang digunakan. Pelaksanaan penanaman
karakter dilihat melalui proses kegiatan belajar mengajar, kurikulum
yang digunakan, pengembangan proses pembelajaran, pengembangan
budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar yang meliputi kegiatan rutin,
kegiatan spontan, keteladanan, pengkondisian.
2. Wildan Pratama Siahaan. 2017. Pengaruh Lingkungan Sekolah
Terhadap Pembentukan Karakter Siswa Di MAS Miftahussalam
Kecamatan Medan Petisah Tahun Ajaran 2016/2017. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Agama Islam. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa variabel lingkungan sekolah
yaitu 48,02, variabel pembentukan karakter yaitu 46,63, hubungan
lingkungan sekolah dengan pembentukan karakter siswa terdapat
hubungan yang signifikan yaitu 0,433, dan pengaruh lingkungan
sekolah dengan pembentuan karakter siswa di MAS Miftahussalam
Kecamatan Medan Petisah berada pada kategori sedang dengan
interpretasi korelasi 0,40-0,59. Hal ini ditandai dengan hasil perhitungan
product moment yaitu 0,433. Sedangkan pada taraf siginifikan 5%
= 0,297. Ini berarti > dengan nilai 0,433 > 0,297. Dengan demikian,
maka hasil penelitian adalah signifikan atau hipotesis yang telah
diajukan diterima. Artinya ada pengaruh yang signifikan antara
lingkungan sekolah dengan pembentukan karakter siswa di MAS
Miftahussalam Kecamatan Medan Petisah.
3. Dewi Junita Manurung. 2018. Pengaruh Budaya Sekolah Dan
Lingkungan Sekolah Terhadap Pembentukan Karakter Siswa Di Smp
Gajah Mada Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018. Skripsi.
Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaraan. Jurusan Ilmu
Pendidikan Sosial. Universitas Lampung Bandar Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa (1)
Terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya sekolah (X1) terhadap
pembentukan karakter siswa (Y) dengan koefisien determinasi sebesar
49,2%, (2) Terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan
sekolah (X2) terhadap pembentukan karakter siswa (Y) dengan
koefisien determinasi sebesar 65,1%, (3) Terdapat pengaruh signifikan
antara budaya sekolah (X1) dan Lingkungan Sekolah (X2) terhadap
pembentukan karakter siswa (Y) dengan koefisien determinasi sebesar
65,1%. Oleh karena itu diharapkan agar dapat menumbuhkan
kembangkan budaya sekolah dan lingkungan sekolah agar terbentuk
karakter siswa.
4. Novita Sari. 2017. Pengembangan Karakter Siswa Melalui Budaya
Sekolah Yang Religius Di SD Aisiyah Unggulan Gemolong Tahun 2017.
Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri
Surakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengembangan
Karakter Siswa Melalui Budaya Sekolah Yang Religius Di SD Aisyiyah
Unggulan Gemolong Tahun 2017 yaitu upaya sekolah dalam
mengembangkan karakter siswa baik didalam kelas, diluar kelas
maupun melalui keteladanan serta pembiasaan, dan program program
yang dirancang dalam membentuk karakter siswa. (1) Bentuk budaya
sekolah yang religius yaitu memungut sampah, berjabat tangan,
menaruh sepatu atau sendal pada tempatnya, opening, cloosing, shalat
duha dan shalat dhuhur berjamaah, pendampingan guru, tahajud call,
pesantren kilat, mabit, tanggap sedekah dan zakat fitrah, keputraan,
keputrian, learning motivation training. (2) metode atau langkah dalam
mengembangkan karakter melalui keteladanan dan pembiasaan. (3)
Karakter yang dikembangkan pada budaya sekolah yang religius
tersebut adalah peduli lingkungan, mempererat silaturahim,
menghargai, menghormati, disiplin, mandiri, tanggung jawab,
kejujuran, menambah rasa cintanya kepada Allah, membiasakan untuk
berdoa kepada Allah, memberi motivasi kepada anak,saleh, salihah,
lebih istiqomah, mendekatkan diri kepada Allah SWT, pasrah,
bersyukur, ikhlas, kerja keras. kepedulian dengan sesama orang yang
membutuhkan bantuan, dan menumbuhkan sikap empati.

Anda mungkin juga menyukai