2015-Skripsi-Ulat Grayak-Abamektin
2015-Skripsi-Ulat Grayak-Abamektin
2015-Skripsi-Ulat Grayak-Abamektin
SKRIPSI
Oleh
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S1)
pada Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh
PERSEMBAHAN
Segala puji syukur dan sembah sujud kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya kupersembahkan skripsi ini untuk:
1. Ayahanda Suharmono, Ibunda Hasanah, dan adikku Ilham Yoga Alfanda, yang
telah mendoakan, memberikan semangat dan kasih sayang serta pengorbanannya
selama ini.
2. Bapak dan Ibu Dosen pengajar dan pembimbing, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, pengalaman serta membeimbing dengan penuh keikhlasan dan
kesabaran.
3. Almamater Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, khususnya Program Studi
Pendidikan Biologi, Universitas Jember.
ii
Digital Repository Universitas Jember
MOTTO
Satu-satunya cara untuk melakukan pekerjaan hebat adalah cintai apa yang
Anda lakukan.
(Steave Jobs)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai
(dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
(Terjemahan QS. Al-Insyirah 6-7)*)
*)Departemen Agama Republik Indonesia. 1999. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: CV Asy
Syifa’
iii
Digital Repository Universitas Jember
PERNYATAAN
iv
Digital Repository Universitas Jember
SKRIPSI
Oleh
v
Digital Repository Universitas Jember
PERSETUJUAN
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S1)
pada Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh
Disetujui oleh
Dosen Pembimbing Utama, Dosen Pembimbing Anggota,
vi
Digital Repository Universitas Jember
PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Status Resistensi Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Asal
Karangploso Malang terhadap Insektisida Sintetis Abamektin” telah diuji dan
disahkan pada:
hari, tanggal : Rabu, 19 Agustus 2015
tempat : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.
Tim Penguji:
Ketua, Sekretaris,
Mengesahkan
Dekan FKIP Universitas Jember
vii
Digital Repository Universitas Jember
RINGKASAN
Status Resistensi Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Asal Karangploso
Malang terhadap Insektisida Sintetis Abamektin; Rahma Greta Oktarina;
110210103027; 2015; 55 halaman; Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan
Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.
Ulat grayak adalah salah satu jenis hama penting yang menyerang tanaman
palawija dan sayuran di Indonesia. Selain di Indonesia, ulat grayak juga merupakan
hama yang banyak ditemukan di India, Jepang, Cina, dan negara-negara lain di Asia
Tenggara. Ulat grayak bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang luas
sehingga berpotensi menjadi hama pada berbagai jenis tanaman pangan, sayuran,
buah dan perkebunan.
Umumnya dalam mengendalikan hama ulat grayak, petani menggunakan
insektisida sintetis. Hal yang sama juga dilakukan oleh petani di daerah Karangploso,
Malang. Petani di daerah tersebut sebagian besar memilih menggunakan insektisida
sintetis untuk mengendalikan hama, khususnya hama ulat grayak yang banyak
menyerang sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi
abamektin 18 EC terhadap berat larva dan lama perkembangan S. litura F. serta
mengetahui status resistensi S. litura F. asal Karangploso, Malang, terhadap
insektisida abamektin 18 EC berdasarkan nilai nisbah resistensi (NR).
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi, Program Studi
Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember.
Waktu penelitian pada bulan Mei sampai Juni 2015. Penelitian ini menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 taraf perlakuan, 1 kontrol tetapi setiap
perlakuan terdiri dari 4 kali ulangan dengan konsentrasi 0 ml/L (kontrol), 0,05 ml/L,
0,125 ml/L, 0,2 ml/L, 0,275 ml/L, dan 0,35 ml/L.
viii
Digital Repository Universitas Jember
ix
Digital Repository Universitas Jember
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya skripsi yang
berjudul “Status Resistensi Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Asal
Karangploso Malang terhadap Insektisida Sintetis Abamektin” dapat terselesaikan
dengan baik. Skripsi ini digunakan untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian
pendidikan S1 pada Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Sunardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember;
2. Dr. Dwi Wahyuni, M.Kes., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Jember;
3. Prof. Dr. Suratno, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember dan selaku
dosen penguji sidang skripsi;
4. Drs. Wachju Subchan, M.S., Ph.D., selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktu dan pikiran dalam penulisan skripsi ini;
5. Dr. Jekti Prihatin, M.Si., selaku dosen pembimbing II dan selaku dosen
pembimbing akademik;
6. Prof. Dr. H. Joko Waluyo, M.Si. selaku dosen penguji sidang skripsi;
7. Bapak, Ibu, Adik, dan segenap keluarga yang selalu memberikan doa dan
dukungan;
8. Sahabatku Hindun Dwi Purnamasari yang selalu setia menemaniku dan saling
memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini;
x
Digital Repository Universitas Jember
9. Sahabatku Nuraini, Auliya, Cicik, dan Ninik yang telah menjadi sahabat-sahabat
terbaik yang selalu memberikan motivasi;
10. Teman-teman “BIONIC” angkatan 2011 Program studi Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Jember;
11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
terselesaikannya skripsi ini.
xi
Digital Repository Universitas Jember
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... ii
HALAMAN MOTTO ........................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... iv
HALAMAN PEMBIMBINGAN .......................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. vi
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... vii
RINGKASAN ........................................................................................................ viii
PRAKATA ............................................................................................................. x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xvi
xiii
Digital Repository Universitas Jember
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Telur Spodoptera litura F.................................................................... 8
Gambar 2.2 Larva Spodoptera litura F. .................................................................. 9
Gambar 2.3 Pupa Spodoptera litura F. ................................................................... 10
Gambar 2.4 Ngengat Spodoptera litura F. betina (kanan) dan jantan (kiri) ........... 10
Gambar 2.5 Serangan Larva Spodoptera litura F. pada Tanaman Tomat .............. 11
Gambar 2.6 Morfologi Solanum lycopersicum L., Bunga, Daun, dan
Buah ..................................................................................................... 14
Gambar 2.7 Struktur Kimia Avermektin B1a .......................................................... 17
Gambar 2.8 Struktur Kimia Avermektin B1b .......................................................... 18
Gambar 2.9 Diagram Kerangka Teoritis ................................................................. 23
Gambar 3.1 Desain Tempat Penelitian.................................................................... 33
Gambar 3.2 Desain Penelitian ................................................................................. 32
Gambar 3.3 Diagram Alur Penelitian...................................................................... 35
Gambar 4.1 Skema Mekanisme Terjadinya Resistensi S. litura F.......................... 48
xv
Digital Repository Universitas Jember
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Macam Perlakuan Uji Pendahuluan ........................................................ 27
Tabel 3.2 Tabel Parameter Pengamatan .................................................................. 33
Tabel 4.1 Rerata Berat Larva pada Tiap Perlakuan Insektisida Abamektin
18 EC.. .................................................................................................... 36
Tabel 4.2 Hasil Uji Anova Pengaruh Insektisida Abamektin 18 EC terhadap
Berat Larva S. litura F ............................................................................ 37
Tabel 4.3 Rerata Lama Fase Larva S. litura F. Instar ............................................. 37
Tabel 4.4 Hasil Uji Anova Pengaruh Abamektin 18 EC terhadap Lama Fase
Instar 3 .................................................................................................... 38
Tabel 4.5 Rerata Lama Fase Larva S. litura F. Instar ............................................. 38
Tabel 4.6 Hasil Uji Anova Pengaruh Perlakuan Insektisida Abamektin 18 EC
terhadap Lama Fase Instar 4 ................................................................... 39
Tabel 4.7 Rerata Lama Fase Larva S. litura F. Instar ............................................. 39
Tabel 4.8 Hasil Uji Anova Pengaruh Konsentrasi terhadap Lama Fase Instar 5 .... 40
Tabel 4.9 Rerata Lama Fase Pupa ........................................................................... 40
Tabel 4.10 Hasil Uji Anova Pengaruh Konsentrasi terhadap Lama Fase Pupa ...... 40
Tabel 4.11 Keberhasilan Bertelur ........................................................................... 41
Tabel 4.12 Nilai Nisbah Resistensi dan Status Resistensi S. litura F. Lapang ....... 41
xvi
Digital Repository Universitas Jember
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Matriks Penelitian .............................................................................................. 56
B. Tabel Hasil Pengamatan ..................................................................................... 58
C. Lama Fase Perkembangan S. litura F. ................................................................ 63
D. Analisis Data ...................................................................................................... 64
D1. Hasil Uji Anova dan Uji Lanjut Duncan terhadap Berat Larva .................. 64
D2. Hasil Uji Anova dan Uji Lanjut Duncan terhadap Lama Fase Instar 3 ....... 65
D3. Hasil Uji Anova dan Uji Lanjut Duncan terhadap Lama Fase Instar 4 ....... 66
D4. Hasil Uji Anova dan Uji Lanjut Duncan terhadap Lama Fase Instar 5 ....... 67
D5. Hasil Uji Anova dan Uji Lanjut Duncan terhadap Lama Fase Pupa ........... 68
E. Analisis Hasil Uji Pendahuluan .......................................................................... 69
E1. Mortalitas Larva S. litura F. ......................................................................... 69
E2. Analisis LC50 S. litura F. Standar ................................................................ 69
F. Analisis LC50 S. litura F. Lapang ....................................................................... 72
G. Perhitungan Nisbah Resistensi (NR) S. litura F................................................. 73
H. Dokumentasi ...................................................................................................... 74
xvii
Digital Repository Universitas Jember
BAB 1. PENDAHULUAN
1
Digital Repository Universitas Jember
2
S. litura dapat mencapai 80%, bahkan petani tidak mendapatkan hasil panen sama
sekali jika tidak dikendalikan (Marwoto dan Suharsono, 2008:133).
Umumnya dalam mengendalikan hama ulat grayak, petani menggunakan
insektisida sintetis (Inayati dan Marwoto, 2011:104). Hal yang sama juga dilakukan
oleh petani di daerah Karangploso, Malang. Petani di daerah tersebut sebagian besar
memilih menggunakan insektisida sintetis untuk mengendalikan hama, khususnya
hama ulat grayak yang banyak menyerang sayuran. Penggunaan insektisida sintetis
jauh lebih efektif, cepat diketahui hasilnya, dan penerapannya relatif mudah (Tohir,
2010:37). Insektisida sintetik yang banyak digunakan petani yaitu dengan bahan aktif
profenofos, lamdasihalotrin, monokrofos dan abamektin yang telah terbukti ampuh
untuk mengendalikan serangan ulat grayak (Inayati dan Marwoto, 2011:104).
Kebanyakan petani menggunakan insektisida sintetis tanpa
memperhitungkan dampak yang ditimbulkan (Arobi et al., 2013:297). Hal ini
bertentangan dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) yang bertumpu pada
pengendalian yang memperhatikan kelestarian lingkungan (Dono et al., 2010:10).
Tindakan pengendalian hama menggunakan bahan kimia yang berlebihan dan
terus menerus dapat menimbulkan berbagai efek samping yang merugikan, yaitu
resistensi dan resurjensi (peningkatan populasi hama) serangga hama sasaran,
terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan, dan masalah residu pada hasil
panen. Salah satu efek samping yang menjadi pusat perhatian adalah resistensi hama
sasaran terhadap insektisida yang digunakan. Oleh karena itu, perlu dipantau dan
dikaji tingkat resistensi serangga hama tersebut terhadap insektisida yang umum
digunakan oleh petani tomat (Dono et al., 2010:10).
Menurut Indiati et al. (2013:43), ulat grayak di Kabupaten Jombang,
Ponorogo, Pasuruan, dan Banyuwangi dilaporkan tahan terhadap insektisida. Hal
tersebut merupakan akibat dari penggunaan insektisida sejenis (monokrotofos).
Penggunaan insektisida dengan konsentrasi tinggi atau konsentrasi bahan aktif yang
Digital Repository Universitas Jember
4
rendah secara terus menerus dapat mendorong terbentuknya strain-strain baru yang
mampu berkembang lebih cepat (gejala resurjensi) (Indiati et al., 2013:44).
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh oleh Udiarto (2007:281)
mengenai dampak penggunaan beberapa jenis insektisida terhadap resistensi hama,
dengan menggunakan serangga uji Plutella xylostella strain Pengalengan, Garut, dan
Lembang pada tanaman kubis menyatakan bahwa hama tersebut telah resisten
terhadap fipronil, abamektin, dan B. thuringiensis (Udiarto, 2007:281). Penelitian
mengenai resistensi hama juga dilakukan oleh Widyawati (2012:22), terhadap
resistensi hama Crocidolomia pavonana pada tanaman brokoli menyatakan bahwa
hama tersebut telah resisten terhadap insektisida dengan bahan aktif abamektin
(Widyawati, 2012:22). Penelitian lain adalah mengenai resistensi ulat bawang
(Spodoptera exigua), hama ini juga resisten terhadap abamektin (Moekasan dan
Basuki, 2007:350).
Serangga sasaran dapat menjadi resisten karena populasi serangga yang
memiliki mekanisme detoksifikasi efektif terhadap zat toksik terseleksi. Hal ini
menyebabkan populasi serangga resisten pada generasi berikutnya akan berkembang
lebih banyak dan tidak dapat dikendalikan dengan insektisida yang awalnya efektif
(Dono et al., 2010:10). Serangga yang sudah resisten terhadap satu atau lebih jenis
pestisida biasanya mampu mengembangkan sifat resistensi terhadap senyawa lain
secara lebih cepat, khususnya bila senyawa baru itu mempunyai mekanisme resistensi
yang sama atau berdekatan dengan senyawa-senyawa sebelumnya (Hudayya dan
Hadis, 2013:4-5).
Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengetahui tingkat resistensi yang
terjadi pada S. litura F. terhadap aplikasi insektisida sintetis abamektin. Selain itu
juga mengetahui konsentrasi dan pengaruh aplikasi variasi konsentrasi insektisida
abamektin terhadap tingkat resistensi S. litura F. Penelitian mengenai resistensi hama
terhadap insektisida menurut peneliti dirasakan perlu dikarenakan banyak jenis
Digital Repository Universitas Jember
5
insektisida yang telah digunakan petani tidak mampu mengendalikan serangan hama.
Petani akan cenderung menaikkan konsentrasi dan frekuensi aplikasi insektisida
tersebut apabila konsentrasi dan frekuensi yang sama tidak mampu mengendalikan
hama. Bamex 18 EC merupakan salah satu jenis insektisida berbahan aktif abamektin.
Insektisida ini memiliki daya kerja luas dan diketahui efektif terhadap hama berupa
kutu daun Aphis pomi, ulat grayak (S. litura), penggerek daun (Phylocnistis citrella,
Liriomyza huidobrensis), thrips (Thrips palmi) (Prabaningrum, 2012:2).
e. Pengamatan hasil perlakuan meliputi jumlah S. litura F. yang masih hidup pada
setiap perlakuan dan lama fase perkembangan.
1.4 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang akan diteliti, tujuan yang ingin dicapai
diantaranya sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui pengaruh aplikasi abamektin 18 EC terhadap berat larva dan
lama perkembangan S. litura F.
b. Untuk mendeteksi status resistensi S. litura F. asal Karangploso, Malang,
terhadap insektisida abamektin 18 EC berdasarkan nilai nisbah resistensi (NR).
1.5 Manfaat
Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat,
diantaranya sebagai berikut.
a. Bagi peneliti, dapat membuktikan tingkat resistensi yang terjadi pada S. litura F.
terhadap jenis insektisida sintetis Bamex 18 EC dengan bahan aktif abamektin.
b. Bagi masyarakat, dapat memberikan pengetahuan dan referensi dampak negatif
yang ditimbulkan dari penggunaan insektisida sintetis terutama terhadap
resistensi hama S. litura F.
c. Bagi lembaga, dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai dampak
buruk penggunaan insektisida sintetis dan memberikan saran untuk mencari
alternatif pengendalian hama dengan menggunakan insektisida yang lebih ramah
lingkungan.
Digital Repository Universitas Jember
B 2. TINJAUAN PUSTAKA
7
Digital Repository Universitas Jember
8
a. Fase Telur
Lestari et al. (2013:167) menyebutkan bahwa imago betina dapat
menghasilkan telur antara 1000-2000 butir. S. litura F. betina meletakkan telur
secara berkelompok pada permukaan daun muda, tiap kelompok telur terdiri atas
lebih kurang 350 butir (Noma et al., 2010:1). Kelompok telur tersebut tertutup bulu
seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung imago betina (Lestari
et al., 2013:167). Telur berbentuk hampir bulat dengan warna coklat kekuningan
(Marwoto dan Suharsono, 2008:132). Lama penetasan telur-telur tersebut sekitar 2-4
hari dan setelah menetas akan muncul ulat atau fase larva yang masih tetap
berkumpul (Sudarmo, 1991:10).
b. Fase Larva
Larva yang baru menetas akan tinggal sementara di tempat telur diletakkan,
beberapa hari setelah itu larva akan mulai berpencar (Lestari et al., 2013:167). Larva
mempunyai warna yang bervariasi, memiliki kalung (bulan sabit) berwarna hitam
pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dorsal terdapat garis
kuning (Marwoto dan Suharsono, 2008:132). Noviana (2011:4) menyebutkan bahwa
larva instar I ditandai dengan tubuh larva yang berwarna kuning dengan bulu-bulu
halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm. Larva instar I ini sekitar 2-3
hari. Kemudian dilanjutkan pada fase larva instar II yang ditandai dengan tubuh
Digital Repository Universitas Jember
9
berwarna hijau dengan panjang 3,75-10 mm, tidak nampak lagi bulu-bulu dan pada
ruas abdomen pertama terdapat garis hitam serta pada bagian dorsal terdapat garis
putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen. Selain itu pada toraks terdapat
empat buah titik yang berbaris dua-dua. Lama tahap larva instar II adalah 2-3 hari
(Umiati et al., 2012:3). Larva instar III memiliki panjang tubuh 8-15 mm dengan
lebar kepala 0,5-0,6 mm. Bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig-zag
berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Lama tahap instar III adalah 4
hari. Selanjutnya adalah fase larva instar IV. Larva instar IV memiliki warna yang
bervariasi yaitu hitam, hijau keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan,
panjang tubuh 13-20 mm. Lama instar IV ini adalah 4 hari (Umiati et al., 2012:3).
Biasanya larva berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.
Larva instar akhir (35-50 mm) akan bergerak dan menjatuhkan diri ke tanah. Setelah
berada di dalam tanah larva tersebut memasuki pra pupa dan selanjutnya berubah
menjadi pupa (Umiati et al., 2012:3).
Gambar 2.2 Larva Spodoptera litura F. Instar 4 (Sumber: Noma et al., 2010:2)
c. Fase Pupa
Fase pupa terjadi di dalam tanah dengan kedalaman beberapa sentimeter
tanpa memiliki kokon (Noma et al., 2010:1). Pupa S. litura F. berwarna coklat
kemerahan dan panjangnya 18-20 mm (Lestari et at., 2013:167). Warna pupa
tersebut akan berubah menjadi kehitaman ketika akan memasuki fase imago. Lama
Digital Repository Universitas Jember
10
fase pupa berkisar 5-8 hari tergantung pada ketinggian tempat di atas permukaan laut
(Noviana, 2011:5).
d. Fase Imago
Fase dewasa S. litura F. biasa disebut dengan ngengat. Ngengat memiliki
panjang 10-14 mm dengan jarak rentangan sayap 24-30 mm. (Noma et al., 2010:1).
Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap belakang
berwarna keputih-putihan dengan bercak hitam (Sudarmo, 1991:10). Umur ngengat S.
litura F. pendek, dan hewan tersebut bertelur dalam 2-6 hari (Pracaya, 2004:167).
Kemampuan terbang ngengat pada malam hari dapat mencapai 5 km (Pracaya,
2004:168).
Tomat merupakan komoditi hortikultura yang saat ini banyak ditanam oleh
petani dan salah satu yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan.
Dalam mengembangkan produksi tomat petani juga dihadapkan pada beberapa
kendala. Salah satu kendala dalam peningkatan produksi tomat di Indonesia adalah
pengendalian OPT (Yasa, 2012:155). Salah satu OPT penting yang sering
mengganggu tanaman tomat adalah ulat grayak (Spodoptera litura Fabricius)
(Setiawati et al., 2001:2).
2. 3 Insektisida
Menurut Djojosumarto (2008), insektisida merupakan jenis pestisida untuk
mengendalikan hama berupa serangga. Insektisida dibedakan menjadi dua kelompok
yaitu ovisida yang berfungsi untuk mengendalikan telur serangga dan larvasida yang
berfungsi untuk mengendalikan larva serangga. Pengendalian hama serangga
menggunakan insektisida diperbolehkan hanya apabila pengendalian alami gagal dan
harus diintegrasikan dengan cara lain seperti penggunaan varietas resisten (Triharso,
2010:259). Ketika insektisida disemprotkan, bukan hanya hama sasaran yang terpapar
maka dari itu dilakukan pengklasifikasian berdasarkan sifat insektisida dan sebaiknya
para petani harus memahami berbagai sifat yang dimiliki insektisida (Djojosumarto,
2008:203).
Digital Repository Universitas Jember
15
diperlukan insektisida yang mampu menyebabkan kematian 50% populasi hewan uji
disebut dengan Lethal Time (LT50). Semakin kecil LC50, semakin beracun insektisida
tersebut (Suroso, 2012:5). LC50 dapat ditentukan untuk setiap waktu paparan, waktu
paparan yang paling umum adalah paparan dalam jangka waktu 96 jam. Namun juga
terdapat jangka waktu lain yaitu 24, 48, dan 72 jam (Boyd, 2005:2).
LC50 berhubungan dengan waktu paparan (Walker, 2012:113). Nilai ambang
atau batas LC50 bisa dicapai dengan cara meningkatkan waktu paparan yang
menyebabkan LC50 menurun. Ketika mencapai titik tersebut, apabila waktu paparan
terus ditingkatkan menyebabkan tidak ada perubahan terhadap mortalitas (Walker,
2012:113). Paparan terhadap suatu zat beracun dalam waktu yang cukup lama bisa
didapatkan nilai LC50 asimtotik dan nilai tersebut tidak tergantung pada waktu (Boyd,
2005:2).
Penentuan nilai LC50 menggunakan analisis probabilitas (probit) dan nilai
yang didasarkan pada skala logaritmik (log), dimana skala logaritmik (log)
merupakan hasil log setiap konsentrasi dan persentase respon hewan uji (contohnya
kematian) diungkapkan dalam skala probit (McQueen, 2010:191). Namun apabila
pada kontrol terdapat kematian, maka perlu dikoreksi dengan menggunakan formula
Abbot (1925), sebagai berikut.
Apabila kematian pada kontrol lebih dari 20% maka penelitian harus diulang (Wright,
2002:39).
2.3.3 Abamektin
Menurut Ishaaya (2001) dalam Widyawati (2012:6), abamektin merupakan
insektisida kelompok avermektin yang termasuk golongan senyawa laktona
makrosiklik. Abamektin memiliki sifat racun kontak dan racun perut (Djojosumarto,
2008:82). Insektisida yang bersifat racun kontak masuk ke dalam tubuh serangga
Digital Repository Universitas Jember
17
sasaran lewat kulit (kutikula) dan ditranslokasikan ke bagian tubuh serangga tempat
insektisida aktif bekerja. Serangga akan mati jika bersinggungan langsung dengan
insektisida tersebut. Insektisida umumnya memasuki tubuh serangga melalui bagian
yang dilapisi oleh kutikula yang tipis, seperti selaput antar ruas, selaput persendian
pada pangkal embelan dan kemoreseptor pada tarsus (Dono et al., 2010:19).
Insektisida yang bersifat racun perut (stomach poison) adalah insektisida yang
membunuh serangga sasaran jika termakan dan masuk ke dalam organ pencernaan.
Selanjutnya insektisida tersebut diserap dinding saluran pencernaan makanan.
Kemudian dibawa oleh cairan tubuh serangga ke tempat aktifnya insektisida tersebut.
Oleh karena itu, serangga harus memakan tanaman yang sudah disemprot dengan
insektisida dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya (Dono et al., 2010:20).
Abamektin terdiri dari avermektin B1a dan avermektin B1b. Avermektin
bekerja dengan cara mengganggu fungsi reseptor asam γ-amino butirat (GABA)
yang menyebabkan terjadi peningkatan pemasukan ion klorida ke dalam sel saraf
(Widyawati, 2012:6). Menurut Djojosumarto (2008:82), abamektin cepat terdegradasi
secara fotokimia di lingkungan. Selain itu abamektin terikat kuat di dalam tanah.
Gejala pada serangga akibat aplikasi insektisida abamektin yaitu paralisis, berhenti
makan, dan akhirnya menyebabkan kematian (Widyawati, 2012:6).
Abamektin diketahui efektif terhadap hama berupa kutu daun Aphis pomi,
ulat grayak (S. litura F.), penggerek daun (Phylocnistis citrella, Liriomyza
huidobrensis), thrips (Thrips palmi) (Prabaningrum, 2012:2). Contoh insektisida yang
memiliki kandungan abamektin adalah Bamex 18 EC. Bamex 18 EC merupakan jenis
insektisida berbahan aktif abamektin sebanyak 18 g/L. Insektisida ini memiliki daya
kerja luas dan hanya dengan dosis rendah tetapi berdaya kerja cepat dalam
mengendalikan hama. Mempunyai daya berantas tinggi dan konsisten terhadap hama
sasaran (Prabaningrum, 2012:2).
maupun kronis (Suryaningsih dan Widjaja, 2004:2). Dampak yang perlu diperhatikan
adalah timbulnya resurjensi dan resistensi pada hama. Hama yang awalnya peka
terhadap suatu jenis insektisida justru menjadi resisten sehingga menyebabkan
insektisida tersebut tidak efektif lagi untuk mengendalikan hama.
tersebut. Faktor genetik lainnya adalah bagaimana interaksi antar gen atau gen-gen
pembawa sifat tersebut (Djojosumarto, 2008:269).
b. Faktor Biologi dan Ekologi Serangga
Faktor bioekologi yang berpengaruh jumlah keturunan per generasi, siklus
hidup satu generasi, monogami/poligami atau partenogenesis, isolasi, mobilitas,
migrasi, monofag/polifag, dan adanya “refugia” (Widyawati, 2012:4). Semakin cepat
hama tersebut berkembangbiak, proses resistensinya lebih cepat terjadi. Pada
serangga yang bersifat polifag, resistensiya akan berkembang lebih lambat
dibandingkan serangga yang bersifat monofag. Hal ini dikarenakan jumlah serangga
yang terpapar insektisida lebih sedikit dibandingkan serangga monofag. Mobilitas
serangga juga mempengaruhi proses terjadinya resistensi. Dengan demikian, di
kawasan yang terisolasi, proses terjadinya resistensi akan lebih cepat, dibandingkan
kawasan yang terbuka (Djojosumarto, 2008:269).
c. Faktor Operasional
Faktor operasional yang menyebabkan resistensi hama ada dua yaitu faktor
jenis pestisida dan faktor teknik aplikasi. Penggunaan insektisida secara bergantian
dengan insektisida dari kelompok kimia yang berbeda akan menekan terjadinya
resistensi. Selain itu petani juga harus memperhitungkan takaran, waktu, dan cara.
Dalam pengaplikasian insektisida dianjurkan untuk tidak menggunakan takaran yang
tinggi karena hal tersebut dapat menyebabkan semakin besarnya tekanan seleksi
(Djojosumarto, 2008:269). Apabila petani terus menerus menggunakan insektisida
yang sama, masalah resistensi suatu hama terhadap insektisida tertentu dapat terjadi
yang mengakibatkan dosis dan frekuensinya semakin meningkat (Udiarto, 2007:277).
Digital Repository Universitas Jember
21
NR =
Serangga yang berasal dari populasi lapangan dikatakan telah resisten jika
memiliki NR ≥ 4. Indikasi resistensi telah terjadi jika NR > 1 (Dono et al.,
2010:13).
b. Menggunakan standar pengukuran resisten dari WHO (1998) yaitu dengan
menggunakan kriteria untuk menginterpretasikan klasifikasi respon dari serangga.
Adapun kriteria tersebut yaitu 1) serangga rentan apabila mortalitas 98%-100%,
2) serangga toleran apabila mortalitas 80%-97% , dan 3) serangga resisten apabila
mortalitas kurang dari 80% (Macoris, 2005:176-177).
Digital Repository Universitas Jember
23
2.5 Hipotesis
a. Kerangka Teoritis yang Mendasari Hipotesis
pengendalian
Resistensi S. litura F.
(Dono et al., 2010:11; Moekasan dan
Basuki, 2007:344)
ciri
Perkembangan larva yang lambat, viabilitas telur yang
lebih panjang, periode oviposisi lebih pendek (Istianto,
2007:182)
Berat yang lebih ringan dan ukuran tubuh lebih kecil
(Udiarto dan Setiawati, 2007:278)
b. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut.
1) Aplikasi dengan insektisida berbahan aktif abamektin 18 EC berpengaruh terhadap
berat larva dan lama perkembangan S. litura F.
2) Besarnya nilai nisbah resistensi S. litura F. terhadap insektisida abamektin 18 EC
sekitar ≥ 4.
Digital Repository Universitas Jember
25
Digital Repository Universitas Jember
26
untuk uji lanjut dan untuk menetukan larva standar yang digunakan. Pada uji
pendahuluan menggunakan 5 taraf perlakuan dan 1 kontrol. Tiap pengulangan terdiri
dari 10 ekor larva S. litura F. instar III, sehingga jumlah larva yang diperlukan untuk
uji pendahuluan adalah 60 ekor. Perlakuan tersebut sebagai berikut.
1) Kontrol, dengan menggunakan aquades (K)
2) Perlakuan dengan menggunakan insektisida abamektin 18 EC 0,15 ml/L (P1)
3) Perlakuan dengan menggunakan insektisida abamektin 18 EC 0,25 ml/L (P2)
4) Perlakuan dengan menggunakan insektisida abamektin 18 EC 0,35 ml/L (P3)
5) Perlakuan dengan menggunakan insektisida abamektin 18 EC 0,45 ml/L (P4)
6) Perlakuan dengan menggunakan insektisida abamektin 18 EC 0,55 ml/L (P5)
Penentuan konsentrasi yang digunakan berdasarkan konsentrasi anjuran yang tertera
pada label kemasan insektisida. Kemudian pengamatan terhadap mortalitas S. litura
F. dilakukan pada 24 jam dan 48 jam setelah perlakuan. Berikut ini merupakan tabel
rancangan pada uji pendahuluan.
Tabel 3.1 Macam Perlakuan Uji Pendahuluan
Perlakuan Serial Konsentrasi (ml/L)
K 0
P1 0,15
P2 0,25
P3 0,35
P4 0,45
P5 0,55
Keterangan:
K : kontrol dengan menggunakan aquades
P1 : perlakuan 1 dengan menggunakan insektisida abamektin 18 EC 0,15 ml/L
P2 : perlakuan 2 dengan menggunakan insektisida abamektin 18 EC 0,25 ml/L
P3 : perlakuan 3 dengan menggunakan insektisida abamektin 18 EC 0,35 ml/L
P4 : perlakuan 4 dengan menggunakan insektisida abamektin 18 EC 0,45 ml/L
P5 : perlakuan 5 dengan menggunakan insektisida abamektin 18 EC 0,55 ml/L
Digital Repository Universitas Jember
28
Jember. Media tanam yang digunakan adalah kompos, pasir, dan tanah dengan
perbadingan 1:1:1. Media tersebut dimasukkan ke dalam polibag sampai ¾ bagian.
Kemudian setiap polibag ditanami 1 bibit tomat. Tanaman tomat dipelihara sampai
usia 1,5 bulan. Daun tomat yang digunakan sebagai pakan adalah daun tomat yang
berwarna hijau segar dan berkedudukan mulai daun ketiga dari pucuk.
karet
kain sifon
gelas plastik 20 cm
daun tomat
larva S. litura
8 cm
Gambar 3.1 Desain Botol Pemeliharan
5 perlakuan + 1 kontrol
10 larva setiap
Peletakan larva S. litura F.
perlakuan
Parameter yang diamati
Analisis Data
Kesimpulan
Hasil analisis uji Duncan yang diikuti oleh notasi di belakang rerata dan
standar deviasi sebagaimana pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi insektisida, berat larva S. litura F. semakin menurun. Berat tertinggi dan
terendah berturut-turut yaitu 0,5479 ± 0,0344 gram dan 0,4678 ± 0,0241 gram.
36
Digital Repository Universitas Jember
37
Hasil analisis uji Duncan yang diikuti oleh notasi di belakang rerata dan
standar deviasi sebagaimana pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi insektisida, berat larva S. litura F. semakin menurun. Fase instar 3
tercepat yaitu pada kontrol dengan lama fase 3 hari. Fase instar 3 terlama adalah pada
P4 dan P5 dengan lama fase 3,5 ± 0,5063 hari.
Digital Repository Universitas Jember
38
Hasil analisis uji Duncan yang diikuti oleh notasi di belakang rerata dan
standar deviasi sebagaimana pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi insektisida, lama fase instar 4 S. litura F. semakin lambat. Fase instar 4
tercepat dan terlama berturut-turut yaitu 2 hari dan 2,5 ± 0,5063 hari.
Hasil uji Anova menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh
sangat signifikan terhadap lama fase instar 4 S. litura F. (p=0,000). Adapun hasilnya
dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Digital Repository Universitas Jember
39
Tabel 4.6 Hasil uji Anova pengaruh perlakuan insektisida abamektin 18 EC terhadap
lama fase instar 4
Hasil analisis uji Duncan yang diikuti oleh notasi di belakang rerata dan
standar deviasi sebagaimana pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi insektisida, lama fase instar 5 S. litura F. semakin lambat. Fase instar 5
tercepat yaitu 3,25 ± 0,4385 hari atau pada kontrol, P1 (0,05 ml/L), P2 (0,125 ml/L),
dan P3 (0,2 ml/L). Fase terlama yaitu pada P4 (0,275 ml/L) dan P5 (0,35 ml/L)
dengan lama fase 3,50 ± 0,5063 hari.
Hasil uji Anova menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh
sangat signifikan terhadap lama fase instar 5 S. litura F. (p=0,010). Adapun hasilnya
dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Digital Repository Universitas Jember
40
Tabel 4.8 Hasil uji Anova pengaruh konsentrasi terhadap lama fase instar 5
5) Keberhasilan Bertelur
Pengamatan dilanjutkan sampai pada fase imago dan bertelur. Hasil yang
didapatkan menunjukkan bahwa imago pada setiap perlakuan mampu kawin dan
menghasilkan telur seperti yang tertera pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Keberhasilan bertelur S. litura F.
4.2 Pembahasan
Serangan S. litura F. menjadi suatu pembatas produksi sayuran. Gangguan
yang disebabkan oleh S. litura F. tersebut sangat merugikan. Kerusakan yan terjadi
bisa dalam skala yang tergolong ringan hingga berat. Kerusakan ringan berakibat
pada menurunnya kualitas sayur sedangkan kerusakan berat dapat menyebabkan
Digital Repository Universitas Jember
42
gagal panen. Oleh sebab itu berbagai cara dilakukan oleh petani untuk mengendalikan
serangan hama tersebut, salah satunya dengan menggunakan insektisida sintetis.
Penggunaan insektisida sintetis untuk mengendalikan hama yang menyerang
tanaman dapat diketahui hasilnya dengan cepat. Oleh sebab itu petani lebih memilih
untuk menggunakan insektisida sintetis seperti yang dilakukan oleh petani sayuran
yang ada di daerah Karangploso, Malang. Berbagai jenis insektisida dengan beragam
bahan aktif digunakan oleh petani di daerah itu. Petani menggunakan insektisida
tersebut tidak sesuai dengan konsentrasi anjuran. Bahkan apabila telah diketahui
insektisida dengan konsentrasi yang digunakan sudah tidak dapat mengendalikan
hama, petani akan menaikkan takarannya atau konsentrasinya. Penggunaan
insektisida yang tidak bijak akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya
adalah resistensi.
Penelitian ini bertujuan untuk megetahui status resistensi salah satu hama
yang menyerang tanaman sayuran yaitu S. litura F. Sampel S. litura F. yang
digunakan didapatkan dari perkebunan yang ada di Karangploso. Sampel ini diuji
ketahanannya terhadap jenis insektisida dengan bahan aktif abamektin untuk
mengetahui status resistensinya. Perlakuan variasi konsentrasi insentisisda diberikan
pada larva yang telah memasuki fase instar III. Pada penelitian ini terdapat beberapa
parameter yang diamati yaitu lama perkembangan setiap fase larva hingga mencapai
imago, berat larva setelah perlakuan, dan mortalitas larva. Mortalitas larva digunakan
untuk menetukan besarnya LC50 larva standar (laboratorium) dan larva dari lapang.
Berdasarkan hasil yang didapatkan, variasi konsentrasi berpengaruh terhadap berat
dan lama fase perkembangan S. litura F. selain itu dari hasil penelitian dapat
diketahui bahwa S. litura F. yang berasal dari lapang telah resisten yang dibuktikan
dengan nilai nisbah resistensi (NR) ≥ 4.
Digital Repository Universitas Jember
43
perut bekerja jika termakan dan masuk ke dalam organ pencernaan. Kemudian pada
bagian midgut terjadi proses pencernaan dan penyerapan. Zat racun pada insektisida
dapat merusak membran yang melapisi. Insektisida tersebut akan diserap dinding
saluran pencernaan dan dibawa ke tempat aktifnya insektisida tersebut dan dapat
menyebabkan kematian pada larva. Perubahan kepekaan larva terhadap isektisida
yang bersifat racun perut dapat disebabkan oleh peningkatan ketahanan dinding
saluran pencernaan terhadap penetrasi insektisida, peningkatan kadar enzim dan
aktivitas enzim-enzim yang dapat mendetoksifikasi insektisida (Dono et al.,
2010:18).
Salah satu cara serangga menetralkan racun yaitu dengan menggunakan
polisubstrat monooksigenase (PSMOs) atau disebut sistem mikrosomal mixed-funtion
oxidase (MFO) yang secara genetik sudah ada pada tubuh serangga. MFO terletak
pada retikulum endoplasma sel beberapa jaringan organisme eukariot. MFO diketahui
memiliki peran dalam degradasi dan deaktivasi primer insektisida. Pada serangga
aktivitas MFO terjadi dalam saluran pencernaaan, lemak tubuh dan tubulus
Malpighian. Saluran pencernaan merupakan organ pertama yang mendetoksifikasi
allelokimia, sehingga aktivitas MFO tinggi dalam jaringan organ pencernaan ini.
Detoksifikasi pada tempat ini sangat penting sebagai lini pertahan pertama sebelum
masuk ke hemolimfe. Selain itu terdapat lini pertahanan kedua yaitu pada lemak
tubuh. Selanjutnya senyawa reaktif dimetabolisme oleh enzim sekunder contohnya
Cytochrome P450, esterase, GS-transferase, β-glycosidase (Riyanto, 2010:2-3).
Digital Repository Universitas Jember
48
S. litura F.
Aplikasi insektisida
S. litura F. hidup
Parameter
disebabkan
Detoksifikasi internal
Terjadi karena
Sistem Mixed-Function Oxidase (MFO)
(Riyanto, 2010:2)
Terjadi di
Survive/ Resisten
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian status resistensi hama ulat grayak (S. litura F.),
maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
a. Perlakuan insektisida abamektin 18 EC berpengaruh secara signifikan terhadap
berat larva S. litura F. dan lama fase perkembangan. Semakin tinggi konsentrasi,
berat larva S. litura F. semakin menurun. Nilai rerata berat tertinggi yaitu 0,5479
gram pada kontrol dan rerata berat terendah yaitu 0,4678 gram pada perlakuan ke-
5 (0,35 ml/L). Semakin tinggi konsentrasi, lama fase perkembangan larva S. litura
F. semakin lambat. Nilai rerata lama fase tercepat dari instar III, IV, V, dan pupa
yaitu 3 hari, 2 hari, 3,25 hari, dan 7,5 hari. Nilai rerata lama fase perkembangan
terlama dari instar III, IV, V, dan pupa yaitu 3,5 hari, 2,5 hari, 3,5 hari, dan 8,5
hari.
b. Status resistensi S. litura F. asal Karangploso, Malang, adalah telah resisten
terhadap abamektin 18 EC dengan nilai nisbah resistensi 4,02.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini adalah:
a. Hendaknya petani menggunakan insektisida dengan lebih bijak. Sebaiknya
dilakukan pergiliran insektisida dengan insektisida lain atau bahkan pemberhertian
penggunaan insektisida dengan bahan aktif yang telah diketahui tidak mampu
mengendalikan hama.
b. Seharusnya dilakukan pengawasan terhadap resistensi hama yang ada di lapang
dan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai resistensi hama.
c. Sebaiknya petani menggunakan insektisida lain yang lebih ramah lingkungan yaitu
menggunakan insektisida nabati.
49
Digital Repository Universitas Jember
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Juliana, Nurhayati, dan Thalib. 2013. Bioesai Bioinsektisida Berbahan Aktif
Bacillus thuringiensis Asal Tanah Lebak terhadap Larva Spodoptera litura.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014 ISBN : 979-587-529-9.
Arobi, Yasir, Oemry, dan Zahara. 2013. Daya Predasi Cecopet (Forficula
auricularia) (Dermaptera: Nisolabididae) pada Berbagai Instar Larva Ulat
Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae) di Laboratorium.
Jurnal Online Agroekoteknologi, 1 (2): 296-303.
Dono, Ismayana, Idar, Prijono, dan Muslika. 2010. Status dan Mekanisme Resistensi
Biokimia Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) terhadap
Insektisida Organofosfat serta Kepekaannya terhadap Insektisida Botani
50
Digital Repository Universitas Jember
51
Hudayya, A., dan Hadis J. 2013. Pengelompokan Pestisida Berdasarkan Cara Kerja
(Mode of Action). Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Inayati, A., & Marwoto. 2011. Efikasi Kombinasi Pestisida Nabati Serbuk Biji
Mimba dan Agens Hayati SLNPV terhadap Hama Ulat Grayak Spodoptera
litura pada Tanaman Kedelai. Semnas Pesnab IV.
Indiati, S. W., Suharsono, dan Bedjo. 2013. Pengaruh Aplikasi Serbuk Biji Mimba
Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus dan Varietas Tahan terhadap
Perkembangan Ulat Grayak pada Kedelai. Penelitian Pertanian Tanaman
Pangan, 32 (1): 43-49.
Leovini, H. 2012. Pemanfaatan Pupuk Organik Cair pada Budidaya Tanaman Tomat
(Solanum lycopersicum L.). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Lestari, S., Ambarningrum, dan Pratiknyo. 2013. Tabel Hidup Spodoptera litura
Fabr. dengan Pemberian Pakan Buatan yang Berbeda. Jurnal Sain Veteriner, 31
(2): 166-179.
Macoris, M. L. G., Maria T. M. A., Karina C. R. N., Vanessa C. G., dan Antonio L.
C. J. 2005. Standardization of Bioassays for Monitoring Resistance to
Insecticides in Aedes aegypti. Dengue Bulletin, 29
Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian Ulat
Grayak (Spodoptera litura Fabricus) pada Tanaman Kedelai. Jurnal Litbang
Pertanian, 27 (4): 131-136.
Meidalima. 2014. Perkembangan Populasi Ulat Grayak (Spodoptera litura (F.)) pada
Tanaman Kedelai di Laboratorium. Jurnal Ilmiah AgrIBA, 2: 12-16.
Moekasan, T. K., dan R. S. Basuki. 2007. Status Resistensi Spodoptera exigua Hubn.
pada Tanaman Bawang Merah Asal Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal
terhadap Insektisida yang Umum Digunakan Petani di Daerah Tersebut. Jurnal
Hortikultura, 17 (4): 343-354.
Noviana, E. 2011. Uji Potensi Ekstrak Daun Suren (Toona sureni Blume) sebagai
Insektisida Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) pada Tanaman Kedelai (Glycine
max L.) [skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Putra, Sudiarta, Dharma, Sumiartha, & Srinivasan. 2013. Pemantauan Populasi Imago
Spodoptera litura dan Helicoverpa armigera Menggunakan Perangkap Seks
Feromon. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 2 (1): 56-61.
Sa’diyah, N. A., Kristanti, I. P., ucky, W. 2013. Pengaruh Ekstrak Daun Bintaro
(Cerbera odollam) terhadap Perkembangan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.).
Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2 (2): 111-115.
Sari, Mutiah, Lubis, dan Pangestiningsih. 2013. Uji Efektivitas Beberapa Insektisida
Nabati untuk Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera :
Noctuidae) di Laboratorium. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1 (3): 560-569.
Setiawati, Wiwin, Ineu, Onni, dan Neni. 2001. Penerapan Teknologi PHT pada
Tanaman Tomat. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Digital Repository Universitas Jember
54
Sintim, H. O., Tashiro, T., dan Motoyama, N. 2009. Response of the Cutworm
Spodoptera litura to Sesame Leaves or Crude Extracts in Diet. J. Insect Sci, 9:
52-61.
Suryaningsih, E., dan Widjaja, W.H. 2004. Pestisida Botani untuk Mengendalikan
Hama dan Penyakit pada Tanaman Sayuran. Bandung: PT. Mitra Buana
Pasundan.
Syakur, A. 2012. Pendekatan Satuan Panas (Heat Unit) untuk Penentuan Fase
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tomat di dalam Rumah Tanaman
(Greenhouse). J. Agroland, 19 (2): 96-101.
Tohir, A. M. 2010. Teknik Ekstraksi dan Aplikasi Beberapa Pestisida Nabati untuk
Menurunkan Palatabilitas Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabr.) di
Laboratorium. Buletin Teknik Pertanian, 15 (1): 37-40.
Umiati dan Nuryanti. 2012. Beberapa Pestisida Nabati yang Dapat Digunakan untuk
Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura) pada Tanaman Tembakau.
Surabaya: Ditjenbun.
Digital Repository Universitas Jember
55
Wijayanti dan Anas D. S. 2013. Pertumuhan dan Produksi Dua Varietas Tomat
(Lycopersicon esculentum Mill.) secara Hidroponik dengan Beberapa
Komposisi Media Tanam. Agrohorti, 1 (1): 104-112.
Wright, David A., dan Pamela W. 2002. Environmental Toxicology. Cambridge: The
Press Syndicate of The University of Cambridge.
Yasa, Sudiarta, Wirya, Sumiartha, Utama, Luther, dan Mariyono. 2012. Kajian
Ketahanan terhadap Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestan) pada
Beberapa Galur Tomat. E-Jurnal Agroteknologi Tropika, 1 (2): 154-161.
Digital Repository Universitas Jember
56
Digital Repository Universitas Jember
57
Digital Repository Universitas Jember
Konsentrasi Jumlah Jumlah Larva Berat Larva Sebelum Berat Larva Setelah
Ulangan Mortalitas
(ml/L) Larva Hidup (48 Jam) Perlakuan (gram) Perlakuan (gram)
0 ml/L 1 10 10 0 a. 0,092 f. 0,09 a. 0,541 f. 0,57
(0%) b. 0,102 g. 0,1 b. 0,56 g. 0,59
c. 0,083 h. 0,095 c. 0,5 h. 0,55
d. 0,1 i. 0,105 d. 0,574 i. 0,567
e. 0,1 j. 0,082 e. 0,55 j. 0,512
2 10 10 0 a. 0,1 f. 0,079 a. 0,553 f. 0,571
(0%) b. 0,079 g. 0,087 b. 0,487 g. 0,562
c. 0,081 h. 0,102 c. 0,523 h. 0,54
d. 0,101 i. 0,1 d. 0,562 i. 0,553
e. 0,09 j. 0,1 e. 0,58 j. 0,552
3 10 10 0 a. 0,087 f. 0,1 a. 0,579 f. 0,583
(0%) b. 0,078 g. 0,084 b. 0,48 g. 0,5
c. 0,101 h. 0,083 c. 0,589 h. 0,519
d. 0,101 i. 0,1 d. 0,59 i. 0, 568
e. 0,092 j.0,077 e. 0,564 j. 0,487
4 10 10 0 a. 0,09 f. 0,1 a. 0,579 f. 0,587
(0%) b.0,087 g. 0,1 b. 0,58 g. 0,588
c. 0,1 h. 0,096 c. 0,563 h. 0,504
d. 0,082 i. 0,097 d. 0,49 i. 0,509
e. 0,083 j. 0,104 e. 0,5 j. 0,588
0,05 1 10 10 0 a. 0,1 f. 0,1 a. 0,592 f. 0,59
(0%) b. 0,102 g. 0,09 b. 0,589 g. 0,582
c. 0,081 h. 0,1 c. 0,51 h. 0,592
d. 0,093 i. 0,086 d. 0,576 i. 0,509
58
Digital Repository Universitas Jember
59
Digital Repository Universitas Jember
60
Digital Repository Universitas Jember
61
Digital Repository Universitas Jember
62
Digital Repository Universitas Jember
63
D2. Hasil Uji Anova dan Uji Lanjut Duncan terhadap Lama Fase Instar 3
Rerata Fase Instar 3
Konsentrasi N Mean Std. Deviation
.000 40 3.0000 .00000
.050 40 3.2500 .43853
.125 38 3.2500 .43853
.200 36 3.2500 .43853
.275 33 3.5000 .50637
.350 30 3.5000 .50637
Total 217 3.2917 .45548
D3. Hasil Uji Anova dan Uji Lanjut Duncan terhadap Lama Fase Instar 4
Rerata Lama Fase Instar 4
Konsentrasi N Mean Std. Deviation
.000 40 2.0000 .00000
.050 40 2.0000 .00000
.125 38 2.2500 .43853
.200 36 2.2500 .43853
.275 33 2.2500 .43853
.350 30 2.5000 .50637
Total 218 2.2083 .40697
D4. Hasil Uji Anova dan Uji Lanjut Duncan terhadap Lama Fase Instar 5
Rerata Lama Fase Instar 5
Konsentrasi N Mean Std. Deviation
.000 21 3.2500 .43853
.050 15 3.2500 .43853
.125 13 3.2500 .43853
.200 8 3.2500 .43853
.275 7 3.5000 .50637
.350 6 3.5000 .50637
Total 70 3.3333 .47239
D5. Hasil Uji Anova dan Uji Lanjut Duncan terhadap Lama Fase Pupa
Rerata Lama Fase Pupa
Konsentrasi N Mean Std. Deviation
.000 21 7.5000 .50637
.050 15 7.7500 .83972
.125 13 7.7500 .43853
.200 8 8.2500 .83972
.275 7 8.5000 .50637
.350 6 8.5000 .50637
Total 70 8.0417 .73634
2,5
y = 8x - 0,45
2 R² = 0,973
1,5
mortalitas
1 mor
Linear (mor)
0,5
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4
-0,5
konsentrasi (ml/L)
y = 8x - 0,45
5 = 8x – 0,45
8x = 5,45 x = 0,68
Digital Repository Universitas Jember
73
0,6
=
0,16
= 4,02
Ketentuan:
Nilai NR > 1 indikasi resisten
Nilai NR ≥ 4 resisten
Jadi dapat disimpulkan bahwa S. litura F asal Karangploso, Malang telah resisten
terhadap insektisida abamektin 18 EC
Digital Repository Universitas Jember
74
Lampiran H. Dokumentasi