HUKUM DAN KEBENARAN Versi Arafah Sinjar

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

HUKUM DAN KEBENARAN1

A. Apa Itu Kebenaran

Kata “kebenaran” itu sudah dipertanyakan dan diperdebatkan terutama oleh teologiwan, dan
ahli logika. Bahkan Plato seorang ahli pikir Yunani Kuno, beliau mempertanyakan apakah itu
kebenaran atau benar?, lalu pada waktu yang tidak sama, bahkan jauh di belakanngnya Bradly
menjawab” “Kebenaran itu adalah kenyataan” tetapi bukanlah (das sollen) itu tidak selalu
seharusnya (das sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidak benaran
(keburukan) jadi ada dua pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi di
satu pihak, dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan (ketidak benaran). Dalam bahasan ini
makna “kebenaran” dibatasi pada kekhususan makna “kebenaran keilmuan” (ilmiah). Kebenaran ini
tidak mutlak dan tidak sama ataupun langgeng, melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara
(tentatif) dan hanya merupakan pendekatan.(wilardo, Thn 1985, Halm. 233-239)

Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran, ada yang melalui empiris/pengalaman. Ada
struktur penegetahuan manusia, yaitu merupakan tingkatan-tingkatan hal menangkap kebenaran.
Tingkatan pengetahuan yang rendah adalah pengetahuan inderawi, kemudian di atasnya ada
pengetahuan rasional dan intuitif. Oleh karena itu pengetahuan rendah dari struktur pengetahuan
dengan pengetahuan rasional-ilmiah.

Pengertian kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dengan obyek . Kebenaran


adalah lawan dari kekeliruan yang merupakan obyek dan pengetahuan tidak sesuai, seperti halnya:
Roda mobil berbentuk segitiga, kenyataannya bentuk roda adalah bundar, karena pengetahuan
tidak sesuai dengan obyek maka dianggap keliru. Namun saat dinyatakan bentuk roda adalah bundar
dan terjadi kesesuaian, maka pernyataan dianggap benar. Pandangan Thomas Aquinas, bersama
dengan Skolastik pada umumnya mendefinisikan kebenaran sebagai adequatio rei et intellectus
(kesesuaian, kesamaan pikiran dengan hal, benda).

Kebenaran selalu menjadi sasaran penting yang diusahakan manusia untuk menemukannya,
karena manusia akan mendapatkan ketenangan dengan menemukannya kebenaran tersebut,
manusia akan mendapatkan ketenangan dalam dirinya. Manusia sebagai mahluk pencari dan
pemburu kebenaran dalam perenungannya akan menemukan tiga bentuk eksistensi, yaitu agama,
ilmu pengetahuan dan filsafat. Agama mengantarkan dalam kebenaran dan filsafat membuka jalan
untuk mencari kebenaran. Dalam ilmu pengetahuan, kebenaran diperoleh dengan cara metode
ilmiah. Untuk menemukan dan merumuskan sebuah teori atau rumus, harus sampai pada
kebenaran yang benar-benar valid. Permasalahannya adalah bahwa dalam menemukan kebenaran
tersebut ada perebedaan dari setiap individu baik cara maupun metode yang digunakan. Sehingga
muncul sebuah perbedaan pula mengenai kriteria kebenara. Fislafat dipahami sebagai suatu
kemampuan berfikir menggunakan rasio dalam menyelidiki suatu objek atau mencari kebenaran
yang ada dalam objek yang menjadi sasaran. Kebenaran itu sendiri belum pasti melekat dalam abjek.
Terkadang hanya dapat dibenarkan oleh persepsi-persepsi belaka, tanpa mempertimbangkan nilai-
nilai universal dalam filsafat.

B. Teori-Teori Kebenaran

Dari pembahasan di depan, dapat disimpulkan bahwa dalam menemukan kebenaran manusia
berbeda-beda dalam metode dan cara berfikirnya, sehingga muncullah teori-teori kebenaran yang
bermacam-macam. Walaupun teori kebenaran banyak ditemukan dari berbagai pandangan dan
1

M. Arafah Sinjar, Filsafat Hukum, Samudra Biru, Yogyakarta, thn 2012, dari Hlm 125 s/d 131
sumber, namun penulis hanya menampilkan lima (5) teori kebenaran, yaitu: teori
koherensi/konsistensi, korespondensi, pragmatik, struktural paradigmatik, dan Teori Kebenran
Berdasarkan Arti.

Kelima macam teori kebenaran di atas adalah berbagai cara manusia memperoleh kebenaran yang
sifatnya relatif atau nisbi. Kebenaran absolut atau kebenaran mutlak berasal dari Tuhan yang
disampaikan kepada manusia melalui wahyu. Alam dan kehidupan merupakan sumber kebenaran
yang tersirat dari Tuhan untuk dipelajari dan diobservasi guna kebaikan umat manusia.

1. Teori Kebenaran Koherensi atau Konsistensi (the consistence theory of truth atau the
coherence theory of truth)

Teori ini menyatakan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu pengetahuan, pendapat
kejadian, atau informasi) akan diakui sahih atau dianggap benar apabila memiliki hubungan dengan
gagasan-gagasan dari proposisi sebelumnya yang juga sahih dan dapat dibuktikan secara logis sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan logika. Teori ini mendasarkan diri pada kriteria suatu argumentasi
yang konsisten. Makin konsisten suatu ide atau pernyataan maka pengetahuan itu semakin kuat
kebenarannya. Oleh karena itu teori ini juga disebut teori konsistensi. Paham koherensi tentang
kebenaran biasanya dianut oleh para pendudkung idealisme, seperti filsuf Britania F.H. Bradley
(1846-1924).

Teori ini merupakan teori kebenaran yang paling awal atau yang paling tua. Teori ini berangkat
dari pengetahuan Aristoteles yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang diketahui adalah sesuatu
yang dapat dikemablikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek , teori ini berpandangan bahwa
suatu proposisi bernilai benar apabila saling berkesesuaian dengan dunia kenyataan.

2. Teori Kebenaran Korespondensi (the correspondence theory of truth atau the accodance of
truth)

Kebenaran korespondensi memiliki pertalian yang erat dengan kebenaran dan kepastian
dengan realitas objeknya dan pengetahuan itu melalui indrawi atau pengalaman. Sesuatu dianggap
benar apabila yang diungkapkan (pendapat, kejadian, informasi) sesuai dengan fakta (kesan,ide-ide)
di lapangan. Jadi kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian (correspondence) antara
arti yang diamaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh
pernyataan atu pendapat tersebut. Dengan kebenaran epistemologi adalah kemanunggalan antara
subjek dan objek. Dalam kenyataan teori korespondensi ini umumnya dianut oleh para pengikut
realism yang dipelopori di antaranya aleh Plato, Aristoteles, Moore, Russel, Tarski. Dalam
perkembangannya K. Roders, seorang penganut realism kritis Amerika berpendapat bahwa
keadaan benar itu terletak dalam kesesuaian antara “esensi atau arti yang kita berikan” dengan
“esensi yang terdapat di dalam objeknya.” Contoh: Kita mempunyai pengetahuan bahwa Republik
Indonesia merdeka pada tanggal. 17 Agustus Tahun 1945 Dalam hal ini kita dapat membuktikan
secara langsung dari isi pengetahuan itu, melalui hubungan proposisi terdahulu, baik ungkapan-
ungkapan secara lisan dari para pejuang revolusioner yang masih hidup, bahkan dari sumber buku-
buku sejarah atau peninggalan sejarah yang mengungkapkan kejadian itu.

3. Teori Kebenaran Pragmatik/Pragmatisme


Teori ini agak unik karena menentang segala otoritanianisme, intelektualisme dan
rasionalisme, bahkan justru menerima pengalaman pribadi termasuk kebenaran mistis. Bagi mereka
ujian kebenaran adalah manfaat (utility) kemungkinan dikerjakan (workability) atau akibat yang
memuaskan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah salah satu aliran yang
mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan
perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan pragmatisme adalah
logika pengamatan dimana kebenaran itu membawa manfaat bagi hidup praktis dalam kehidupan
manusia. Jadi teori ini bersedia menerima pengalaman pribadi, bahkan kebenaran yang biasanya
dianggap tidak masuk akal atau sering disebut mistis, yang penting dari semua itu membawa akibat
praktis yang bermanfaat. Menurut teori ini, suatu kebenaran dari suatu pernyataan diukur dengan
kriteria, apabila ia berlaku dalam praktek, dan mempunyai nilai praktis yang memiliki kegunaan.
Jadi kebenaran ialah apa saja dapat memuaskan yang berlaku atau works. Benar bilamana ia
memiliki hasil yang memuaskan (satisfactory result), benar bila memuaskan keinginan dan tujuan
manusia, dapat diuji dengan eksperimen.

Sebagaimana teori kebenaran yang dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914)


menyatakan bahwa pernyataan itu benar bilamana pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis
dalam kehidupan manusia. Karena ukuran benarnya adalah tergantung puas atau tidak puas,
bermanfaat atau tidak bermanfaat, maka kebenaran pragmatisme itu hanya tergantung pada
masing-masing orang atau kebenaran ini selalu berubah tergantung situasi dan kegunaannya,
sehingga teori ini sifatnya relatif.

4. Teori Kebenaran Struktural Paradigmatik

Suatu teori itu dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu
dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut. Paradigma ialah
apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain
masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama. Masyarakat sains
bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma.

Dengan kekuatan paradigma dan masyarakat sains pendukungnya, diharapkan kebenaran struktural
paradigmatik dapat menjawab berbagai problema kehidupan manusia di masa depan. Krisis global
berupa krisis lingkungan dan krisis kemanusiaan yang selama ini telah dialami oleh manusia karena
Sains Modern, cepat atau lambat akan dijawab oleh konsensus baru dengan paradigma yang
menghasilkan metode yang lebih tepat dalam mengantisipasi krisis global tersebut.

5. Teori Kebenran Berdasarkan Arti ( semantic theory of truth)

Teori ini menegaskan bahwa pengetahuan yang benar bila ada refrensi benar. Jika tidak
mempunyai referensi yang benar maka pengetahuan tersebut dinyatakan salah. Teori ini
menekankan pada tinjauan arti dan makna dari suatu proposisi. Karena teori ini bertugas untuk
menguak kesahan dari proposisi dan referensinya. Teoiri ini dianut oleh paham aliran filsafat
analitik bahasa yang dikembangkan pasca filsafat Bettrand Russel sebagai tokoh pemula dari filsafat
analitik bahasa.

Anda mungkin juga menyukai