Bab 1,2,3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL PENELIAN

TINGKAT STRES PADA ANAK SD DALAM MENJALANKAN PROSES


BELAJAR DI RUMAH SELAMA PANDEMI COVID-19

NAMA: LIYAN ANDRIYANI

NIM : 01017A050

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

TA 2019/2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pandemi COVID-19 di Indonesia merupakan bagian dari pandemi


penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) yang sedang berlangsung di
seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus sindrom
pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2). (Wikipedia.com, 2020).
Coronavirus disease (COVID-19) yang berasal dari Wuhan di Cina
diawali dengan temuan kasus pertama penderita penyakit positif di
Indonesia pada 2 Maret 2020 (Kompas, 2020). Sementara kasus korona di
indonesia masuk pada 20 Januari 2020 (Koreajoongangdaily, 2020).
Kemudian beberapa minggu kemudian terjadi infeksi kolektif oleh
heretical religious groupRepublik Indonesia (RI) menginformasikan
tentang pembatalan Ujian Nasional (UN) tahun pelajaran 2019/2020
(Kementerian & Kebudayaan, 2020) dan pemerintah Jakarta memutuskan
Large Scale Social Restrictions pada tanggal 10 bulan April (CNBC
Indonesia News, 2020; Government Indonesia, 2020)(Palupi, 2020).
Keadaan ini mengakibatkan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) merancang skenario untuk melaksanakan
pembelajaran dari rumah hingga akhir bulan desember. Situasi ini
mengantisipasi jika wabah virus corona (Covid-19) masih belum berakhir
di Indonesia hingga bulan desember. Hamid menyampaikan bahwa saat
hari ini tercatat sebanyak 97,6 persen sekolah sudah melakukan belajar
dirumah. Sisanya sebanyak 2,4 persen belum melaksanakan karena pada
tempatnya tidak terjangkit corona atau belum memiliki perangkat
pendukung. Total dari 97,6 %, sebanyak 54% sekolahan sudah
melaksanakan pembelajaran jarak jauh , yaitu anak dan guru mengajar dan
belajar dari rumah, 46% lainnya guru masih mengajar dari sekolah, tetapi
siswa melaksanakan pembelajaran di rumah. Dikarenakan masih ada
daerah yang mewajibkan guru untuk hadir ke sekolahan bsecara bergantian
untuk melaksanakan piket, “ucap Hamid dalam CNN Indonesia.com
(2020)(Palupi, 2020).
Pendidikan memiliki arti yang lebih penting untuk kehidupan dan
perkembangan anak. Pendidikan di sekolah dapat memenuhi beberapa
kebutuhan siswa dan menentukan kualitas kehidupan mereka dimasa
depan. Tetapi pada saat pelaksanaan pendidikan di sekolah anak tidak
sedikit mengalami stres disebabkan ketidakmampuannya menyesuikan
dengan program di sekolah. Stres yang timbul pada anak di lingkungan
sekolah akan terakumulasi pada gangguan psikologis dan penyakit fisik
(Santrock, J. W. 2007; Hidayat, B. U. A. 2012). Stres akademik ini
biadanya yang sering dialami oleh anak (Taufik, T., Ifdil, I., & Ardi, Z.
2013). Stres akademik adalah sumber stres yang terjadi pada lingkungan
sekolah (Calaguas, 2011; Azhar, A. 2015)
Stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan adanya
ketidaksesuaian (Garniwa, I. 2007) antara situasi yang diinginkan dengan
keadaan biologis, psikologis atau sistem sosial individu (Sarafino, 2006;
Wardi, R., & Ifdil, I. (2016). (Anggola & Ongori 2009; Pratama, M. R.,
2015; Siska, M., 2011) juga mendefinisikan stres sebagai persepsi dari
kesenjangan antara tuntutan lingkungan dan kemampuan individu untuk
memenuhinya. Stres merupakan respon individu terhadap keadaan atau
kejadian yang memicu stres (stresor), yang mengancam dan mengganggu
kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping) (Santrock, 2007;
Diponegoro, A. M., & Thalib, S. B. 2001; Dari, P. T. S. D., & Ibu, D. S.
2012).
Stres akademik adalah suatu keadaan atau kondisi berupa
gangguan fisik, mental atau emosional yang disebabkan ketidaksesuian
antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya aktual yang dimiliki siswa
sehingga mereka semakin terbebani dengan berbagai tekanan dan tuntutan
di sekolah. Stres rentan dialami oleh pelajar yang umumnya adalah anak
atau remaja yang berada dalam tahap perkembangan fisik maupun
psikologis yang masih labil. Stres akademik pada pelajar akan muncul
ketika harapan untuk pencapaian prestasi akademik meningkat, tugas yang
tidak sesuai dengan kapasitas siswa, bermasalah dengan teman dan bosan
dengan pelajaran Riyadi (2018)(Palupi, 2020).
Ada beberapa faktor penyebab stres pada siswa yaitu tuntutan
akademik yang dinilai terlampau berat, hasil ujian yang buruk, tugas yang
menumpuk, dan lingkungan pergaulan. Stres akademik merupakan stres
yang termasuk pada kategori distress (Rahmawati, W. K. 2017; Adawiyah,
R. 2017). Academic stressor yaitu stres yang berpangkal dari proses
pembelajaran seperti: tekanan untuk naik kelas, lamanya belajar,
mencontek, banyak tugas, rendahnyahnya prestasi yang diperoleh,
keputusan menentukan jurusan dan karir, serta kecemasan saat
menghadapi ujian (Rahmawati, W. K. 2017).
Dampak dari belum meredanya wabah covid 19 ini pembelajaran
masih akan terus dilakukan dari rumah masing-masing (study from home).
Salah satu alternatif agar pembelajaran tetap berjalan yaitu dengan
pembelajaran dalam jaringan secara daring. Moore et al (dalam Firman
dan Sari, 2020) menyebutkan bahwa pembelajaran online merupakan
suatu kegiatan belajar yang membutuhkan jaringan internet dengan
konektivitas, aksesibilitas, fleksibilitas, serta kemampuan untuk
memunculkan berbagai jenis interaksi pembelajaran. (Zhang et al., 2004)
menunjukkan bahwa penggunaan internet dan teknologi multimedia
mampu merombak cara penyampaian pengetahuan dan dapat menjadi
alternatif pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelas. Pelaksanaan
pembelajaran daring membutuhkan adanya fasilitas sebagai penunjang,
yaitu seperti smartphone, laptop, ataupun tablet yang dapat digunakan
untuk mengakses informasi dimanapun dan kapanpun (Gikas & Grant,
2013). Di Indonesia sendiri, ada beberapa aplikasi yang disediakan
pemerintah sebagai penunjang kegiatan belajar di rumah. Selain itu
seorang pendidik dapat melakukan tatap muka bersama peserta didiknya
melalui aplikasi yang dapat diakses dengan jaringan internet. Namun
beberapa kendala yang ada dalam pembelajaran daring membuat para
peserta didik kurang berminat terhadap pembelajaran daring
tersebut(Handarini & Wulandari, 2020). Hal lain yang harus diperhatikan
dalam penggunaan smartphone guna menunjang pembelajaran daring
adalah adanya kecanduan penggunaan smartphone. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya indikasi kecanduan gadget akibat penggunaan yang
berlebihan. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan kekhawatiran akan
efek negatif pada penggunaan gadget dan media sosial seperti
kemungkinan terpapar informasi yang salah dan tidak perhatian selama
belajar akibat bermain media sosial (Siddiqui & Singh, 2016). Selain itu,
orang yang kecanduan gadget cenderung memiliki masalah sosial dan
akademik (Kwon et al., 2013). Sehingga penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa lebih memilih untuk segera kembali
bersekolah(Handarini & Wulandari, 2020).
Model student facilitator and explaining merupakan model
pembelajaran dimana siswa/peserta didik belajar mempresentasikan ide/
pendapat pada rekan peserta didik lainnya. Model pembelajaran ini efektif
untuk melatih siswa berbicara untuk menyampaikan ide/gagasan
ataudisebut dengan media serba aneka. Model pembelajaran student
facilitator and explaining merupakan salah satu model pembelajaran
kooperatif yang melibatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-
kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 siswa secara
heterogen (Trianto, 2007:52). Menurut Aris Shoimin (2014:183)
mengemukakan bahwa model pembelajaran Student Facilitator And
Explaining merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola
intraksi peserta didik dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan
materi(Tarenda et al., 2018)
Hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran student
facillitator and explaining berbantu menjadi lebih baik karena siswa lebih
paham terhadap materi yang dipelajari karena terlibat langsung dalam
pembelajaran sehingga menciptakan pembelajaran bermakna karena
suasana belajar yang menyenangkan.Teknik pembelajaran ini memotivasi
semua siswa untuk aktif dan memberi kesempatan pada siswa untuk
mengajar temannya dan mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu
yang sama, serta dapat membuat pertanyaan dan mengemukakan
pendapat.Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Riyanto dalam
bukunya “Model pembelajaran student facilitator and explaining (murid
sebagai fasilitas dan penjelas) merupakan pembelajaran dengan maksud
siswa atau peserta didik belajar mempresentasikan ide atau pendapat pada
rekan peserta didik lainnya”(Tarenda et al., 2018).
Kendala pembelajaran secara online yaitu murid belum ada budaya
belajar jarak jauh karena selama ini sistem belajar dilaksanakan adalah
melalui tatap muka, murid terbiasa berada di sekolah untuk berinteraksi
dengan teman-temannya, bermain dan bercanda gurau dengan teman-
temannya serta bertatap muka dengan para gurunya, dengan adanya
metode pembelajaran jarah jauh membuat para murid perlu waktu untuk
beradaptasi dan mereka menghadapi perubahan baru yang secara tidak
langsung akan mempengaruhi daya serap belajar mereka. Timbulnya
kejenuhan akibat terlalu lamanya sekolah diliburkan yang menyebabkan
mereka tidak dapat berinteraksi dengan teman-temannya, bermain dan
bercanda gurau dengan teman-temannya, serta bertatap muka dengan para
gurunya. Akibatnya, murid dinilai dapat kehilangan jiwa sosialnya.Butler
(2012) Kebutuhan belajar siswa dan lingkungan belajar daring. (Rahmi,
2016) (Purwanto et al., 2020).
Sebelum melakukan penelitan mengenai tingkat stres pada anak
SD dalam menjalankan proses belajar di rumah selama pandemi covid-
19, peneliti melakukan studi pendahuluan terhadap 20 anak SD disekitar
rumah peneliti. Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan terdapat
9 anak yang mengalami stress berat hal ini ditandai dengan anak
mengatakan mengalami gugup dan stress setiap adanya tugas ataupun
ujian-ujian dadakan, anak merasa tidak yakin akan mendapatkan nilai yang
cukup memuaskan dengan sistem pembelajaran dirumah, anak merasakan
adanya kesulitan-kesulitan yang menumpuk, 5 anak yang mengalami
stress sedang ditandai dengan adanya pengakuan anak sering merasakan
gugup dan stress setiapo adanya tugas dan ujian yang mendadak serta anak
merasakan adanya kesulitan-kesulitan yang menumpuk, 4 anak mengalami
stress ringan ditandai dengan adanya anak merasakan adanya kesulitan-
0kesulitan yang menumpuk serta khawatir dengan nilai yang nantinya
kurang memuaskan dan 2 anak tidak mengalami stress dalam
menjalankan proses belajar di rumah ditandai dengan adanya anak tidak
memiliki kesulitan maupun kekhawatiran terhadap nilai yang akan
didapatnya.
Dari data diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti “Tingkat
Stres pada Anak SD dalam Menjalankan Proses Belajar di Rumah Selama
Pandemi Covid-19” dilihat dari sudut pandang (banyaknya tugas yang
diberikan selama dirumah, keterbatasan orang tua dalam mendampingi
anak dalam proses belajar di rumah, serta keterbatasan orang tua dalam
penggunaan gatget).
B. Rumusan Masalah
Pandemic covid 19 memaksa untuk ditiadakannya proses belajar
mengajar secara langsung (tatap muka di sekolah), hal tersebut berbeda
dengan proses belajar mengajar sebelumnya yang dilakukan secara
langsung dan dalam satu lingkungan atau ruangan. Karena adanya
pandemic covid 19 inilah yang mengharuskan anak-anak belajar di rumah
dengan panduan secara minimal yang dilakukan oleh guru melalui social
media. Dengan adanya proses pembelajaran yang berbeda serta
minimalnya bimbingan dan pendampingan guru, serta ditambah dengan
adanya banyak tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh anak secara
mandiri dengan minimnya bimbingan orang tua, maka dapat menimbulkan
adanya stress pada anak-anak dengan tingkatan yang berbeda-beda
tergantung dengan kesulitan dan kendala yang dialami anak tersebut. Oleh
karena itu dirumuskan masalah sebagai berikut “Apakah ada tingkat stres
pada anak SD dalam menjalankan proses belajar di rumah selama
pandemi covid-19?”
C. Tujuan Peneliti
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahu adanya
tingkat stres pada anak SD dalam menjalankan proses belajar di rumah
selama pandemi Covid-19.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat stress pada anak SD dalam menjalankan proses
belajar dirumah.
b. Mengetahui kendala yang dialami oleh anak SD dalam
menjalankan proses belajar di rumah
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ilmu
pendidikan mengenai tingkat stres pada anak sd selama belajar
dirumah.
2. Manfaat Praktisi

a. Orang Tua
Dapat menambah pengetahuan bagi orang tua dalam mendidik
anak selama menjalankan proses belajar.

b. Guru
Dari hasil penelitian dapat menjadi salah satu masukan yang
diterapkan oleh para guru dalam mendidik siswa selama belajar
dirumah.

c. Penelitian lain
Penelitian ini sebagai referensi bagi peneliti lain yang tertarik
untuk meneliti tentang tingkat stres anak selama belajar dirumah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. Tingkat stress selama menjalankan proses belajar
a. Definisi
Stes adalah reaksi psikologis manusia saat dihadapkan
pada hal-hal yang dirasa telah melampaui batas atau dianggap sulit
untuk dihadapi. Setiap manusia mempunyai pengalaman terhadap
stres bahkan sebelum manusia lahir (Bingku et al., 2014). Hasil
penelitian (Maia & Dias, 2020)menunjukkan bahwa para siswa
yang dievaluasi selama periode pandemi menunjukkan tingkat
kecemasan, depresi, dan stres yang jauh lebih tinggi, dibandingkan
dengan para siswa pada masa-masa normal. Hasil penelitian lain
didapatkan 55,8% merasa stress selama pandemic Covid-19
disebabkan proses pembelajaran daring yang mulai membosankan
(PH et al., 2020). Tuntutan untuk menguasai pengetahuan dan
keterampilan dalam waktu yang terbatas dapat menyebabkan stress
bagi siswa (Oktaria et al., 2019).
Menurut Kemenkes stres merupakan respon inividu secara
fisik maupun emosional jika ada perubahan pada diri baik situasi
yang mengharuskan individu menyesuaikan diri. Stress diakibatkan
karena ketidaksesuaian persepsi antara tekanan lingkungan dan
keahlian. Pada stress akademik, kegawatan perasaan emosional
yang dirasakan pada anak untuk mengatasi paksaan akademik dan
berakibat pada kesehatan fisik maupun mentalnya (Mahmudah &
Rusmawati, 2018).
Tetapi pada pendidikan di sekolah anak tidak sedikit
mengalami stres karena ketidakmampuannya penyesuian dengan
program-program yang ada di sekolah. Stres yang sering terjadi
pada anak yaitu lingkungan sekolah yang terakumulasi terhadap
gangguan psikologis dan penyakit fisik. Stress Pendidikan selalu
berkaitan dengan bagaimana peserta didik itu belajar dan
berkembang dan kadang-kadang kajiannya terfokus pada anak-
anak berbakat dan yang mengalami hambatan(Rifai & Anni, 2012).
Stres yang sering terjadi pada anak-anak yaitu stres
akademik(Taufik et al., 2013).Stres akademik adalah stres yang
terjadi pada lingkungan disekolah. Beberapa dampak stres pada
anak biasanya yaitu tekanan akademik yang dinilai sangat tinggi,
nilai ujian yang jelek, tugas yang banyak, dan lingkungan
pergaulan. Stres akademik adalah stres yang termasuk dalam
kategori distress (Rahmawati, 2015). Stres akademik adalah
keadaan dimana siswa tidak dapat menghadapi tuntutan akademik
dan mempersepsi tuntutan-tuntutan akademik yang diterima
sebagai gangguan. Stres akademik diakibatkan oleh academic
stressor (Enggar, 2017). Academik stressor yaitu stres yang berasal
dari cara pembelajaran seperti: mengharuskan untuk naik kelas,
belajar yang terlalu lama, meniru pekerjaan orang lain, tugas yang
menumpuk, prestasi yang menurun, menentukan jurusan dan karir,
dan kawatir saat mengerjakan ujian (Rahmawati, 2015).
Berdarkan uraian beberapa definisi di atas stres merupakan
reaksi terhadap diri yang tidak mampu menyesuaikan diri dan
mengharuskan seseorang menyesuaikan diri dalam perubahan
tersebut dalam menghadapi tuntutan.
b. Gejala
Gejala – gejala stres menurut Sarafino dan Smith (2011), yaitu:
1) Gejala fisiologis, seperti gangguan sistem kekebalan tubuh,
jantung berdebar cepat dan kuat, kelelahan, gangguan pada
tekanan darah, gangguan tidur.
2) Gejala psikis/emosi, seperti cemas, takut, perasaan sedih,
marah.
3) Gejala perilaku, seperti agresif, gangguan konsentrasi,
impulsif, jarang bersosialisasi, tidak peka terhadap kondisi
orang lain, sikap bermusuhan dengan orang lain.
4) Gejala kognisi, seperti kesulitan konsentrasi, gangguan
pada ingatan, kesulitan dalam menghadapi masalah, kontrol
diri rendah.
c. Faktor penyebab
Stres disebabkan persepsi terhadap stres, strategi koping,
kemampuan menguasai situasi, dan kepribadian (Ogden, 2004).
1) Faktor Kognisi Lazarus dan Folkman (Ogden, 2004)
menyebutkan bahwa stres disebabkan persepsi (appraisal).
Stres terjadi saat individu menilai (primary appraisal)
bahwa lingkungan menjadi potensi besar sebagai stresor
dan kemampuan dirinya dalam berhadapan dengan stres
(secondary appraisal). Kondisi lingkungan yang dinilai
memunculkan membuat kondisi stres, yaitu pekerjaan,
keluarga, tuntutan atau beban berlebih, kejadian dengan
banyak makna, dan peristiwa di luar kendali (Ogden, 2004).
Strategi koping menjadi faktor penentu individu mengalami
stres atau tidak. Koping sebagai cara individu berhadapan
dengan stresor yang dinilai telah melampaui kemampuan
dan usahanya dengan harapan dirinya tetap dalam kondisi
seimbang/normal. Koping dapat dilakukan dengan merubah
cara berpikir seseorang tentang masalahnya atau beragam
cara untuk menyelesaikan permasalahannya.
2) Faktor Psikologis
Faktor psikologis memengaruhi sistem kekebalan tubuh
seseorang. Penelitian menunjukkan peranan mood, nilai-
nilai kepercayaan (beliefs), ekspresi emosi, stres, kontrol
diri (self-control), efikasi diri, ketahanan (hardiness),
tingkat penguasaan diri.
3) Faktor Dukungan Sosial
Wills (Ogden, 2004) menyebutkan beberapa tipe dukungan
sosial, seperti meningkatkan harga diri (self-estem) dari
sosial, dukungan informasi, kebersamaan, dan dukungan
instrumental.
4) Faktor kepribadian
Kepribadian tipe A (terburu-buru, kompetitif, selalu
bersemangat, bermusuhan, berkata “harus”) yang
cenderung berkaitan dengankondisi stres dibandingkan tipe
B (santai, cenderung diam, dan tidak mendominasi).
d. Tingkat Stres
Stres adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena
tekanan yang didapat secara mental maupun fisik. Tingkat stres
yaitu hasil penilaian derajat stres yang dialami individu. Tingkat
stres dapat digolongkan menjadi stres normal, stres ringan, stres
sedang dan stres berat (Mardiana & Zelfino, 2014):
1. Stres Normal
Stres normal yang dihadapi secara teratur dan merupakan
bagian alamiah dari kehidupan. Seperti dalam situasi: kelelahan
setelah mengerjakan tugas, takut tidak lulus ujian, merasakan
detak jantung berdetak lebih keras ketika melakukan
bimbingan skipsi maupun ketika akan melakukan persentasi.
Stres normal alamiah dan menjadi penting, karena setiap
mahasiswa pasti pernah mengalami stres bahkan, sejak dalam
kandungan (Rosyidah et al., 2020).
2. Stres Ringan
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara
teratur, umumnya dirasakan oleh setiapanak misalnya: lupa,
kebanyakan tidur, kemacetan, dikritik atau tugasyang
menumpuk. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam
beberapa menit atau beberapa jam dan biasanya tidak akan
menimbulkan bahaya(Sari et al., 2020).
3. Stres Sedang
Stres sedang berlangsung lebih lama dari beberapa jam sampai
beberapa hari. Misalnya masalah perselisihan yang tidak dapat
diselesaikan dengan teman atau pacar (Potter & Perry, 2010).
Fase ini ditandai dengan kewaspadaan, fokus pada indera
penglihatan dan pendengaran, peningkatan ketegangan dalam
batas toleransi, dan tidak mampu mengatasi situasi yang dapat
mempengaruhi dirinya (Afryan et al., 2019)
4. Stres Berat
Situasi Stres yang terjadi beberapa minggu sampai tahun.
Semakin sering dan lama situasi stress, semakin tinggi resiko
kesehatan yang ditimbulkan (Mardiana & Zelfino, 2014). Stres
berat seperti perselisihan dengan dosen atau teman secara terus-
menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan, dan
penyakit fisik jangka panjang. Makin sering dan lama situasi
stres, makin tinggi risiko stres yang ditimbulkan. Stressor ini
dapat menimbulkan gejala, antara lain merasa tidak dapat
merasakan perasaan positif, merasa tidak kuat lagi untuk
melakukan suatu kegiatan, merasa tidak ada hal yang dapat
diharapkan di masa depan, sedih dan tertekan, putus asa,
kehilangan minat akan segala hal, merasa tidak berharga
sebagai seorang manusia, berpikir bahwa hidup tidak
bermanfaat. Semakin meningkat stres yang dialami anak secara
bertahap maka akan menurunkan energi dan respon adaptif
(Rosyidah et al., 2020).
e. Jenis Stres
a) Distress
Distress (stres negatif) yaitu stres individu yang tidak
mampu mengatasi keadaan emosinya sehingga akan mudah
tersearah distress. Distress memiliki arti rusak dan merugikan.
Ciri-ciri individu yang mengalami distress adalah mudah
marah, sulit berkonsentrasi, cepat tersinggung, bingung,
pelupa, pemurung, penurunan akademik dan kesulitan
mengambil keputusan (Rachmadi, 2014).
Terjadinya gangguan penyesuaian (distress) dapat
menimbulkan gejala-gejala gangguan psikis dan fisik
(psikosomatik) sehingga seseorang tidak lagi mampu
menjalankan fungsinya secara optimal secara psikis dan fisik.
Gangguan tersebut dapat berupa gangguan tidur, gangguan
konsentrasi, gangguan pola makan dan gangguan emosi. Jika
kondisi ini terjadi pada mahasiswa tentu akan menghambat
proses pendidikannya. Selain itu, secara timbal balik, proses
pendidikan juga merupakan salah satu penyebab stres
(stressor) bagi mahasiswa tingkat akhir karena proses
pendidikan merupakan stresor yang lebih bagi individu.
b) Eustress
Eustress (stres positif) yaitu stres baik atau stres yang tidak
mengganggu individu dan memberikan perasaan senang dan
bersemangat. Eustress adalah respon terhadap stres yang
bersifat positif, sehat dan konstruktif (membangun) (Rachmadi,
2014). Eustress merupakan energi motivasi, seperi kesenangan,
pengharapan, dan gerakan yang bertujuan. Eustress dikatakan
juga sebagai stres yang membangun kesehatan namun, ide
srtres yang sehat bersifat kontroversial karena sulit untuk
dikatakan apakah individu telah diuntungkan karena stres atau
beradaptasi dengan penyangkalan stres (Potter & Perry, 2010).
f. Dampak stres
Stres tidak hanya berpengaruh terhadap kondisi kesehatan
tetapi juga terhadap prestasi. Goff.A.M. (2011) jur
4970menyatakan tingkat stres berpengaruh terhadap kemampuan
akademik. Tingkat stres seseorang lebih dipengaruhi oleh tingkat
kedewasaan dilihat dari usia dan pengalaman hidup. Kegagalan
menyelesaikan tuntutan akademik, penundaan dalam penyelesaian
tugas, prestasi akademik yang rendah dan masalah kesehatan
merupakan indikator bahwa stress akademik (Rosyidah et al.,
2020)
Seiring berjalannya waktu, jika stres akademik yang dihadapi,
terjadi akumulasi stressor yang dapat menyebabkan penurunan
adaptasi, gagal bertahan, dan akhirnya menyebabkan kematian.
Siswa mengasumsikan kesehatan diri mereka sendiri berdasarkan
perasaan sejahtera, kemampuan berfungsi secara normal, dan tidak
adanya gejala penyakit (Potter & Perry, 2010).
Dampak psikologis termasuk depresi, kecemasan yang terus
menerus, pesimis, dan kebencian, selain itu adanya semangat kerja
yang rendah, menurunnya produktivitas dan konflik interpersonal,
sedangkan dari hasil penelitian (Eckstein, 2013) menunjukan
bahwa adanya hubungan antara stres yang berdampak negatif
terhadap kualitas tidur yang buruk, jadi stres bukan hanya
mempengaruhi kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam
lingkungan, namun secara jelas juga akan mempengaruhi kesehatan
apabila dilihat dari sumbersumber psikologi dari stres. Jika dilihat
dari aspek-aspek stres, maka 19 menurut Sarafino (1998) dalam
Rosanty (2014) ada empat pola gangguan yang merupakan respon
terhadap stres, yaitu:
1) Emosi, merupakan gangguan perasaan yang muncul antara
lain cemas, mudah tersinggung, marah, gelisah, depresi,
sensitif, gugup, sedih, dan perasaan bersalah yang
berlebihan.
2) Kognisi, merupakan gangguan pada fungsi pikir, antara
lain mudah lupa, tidak mampu membuat keputusan, kurang
konsentrasi. Dengan pembelajaran jarak jauh ini sering kali
anak mengabaikan sarapan dan lebih berfokus pada
pembelajaran jarak jauh yang mengakibatkan anak menjadi
kurang konsentrasi. Berdasarkan penelitian (Cahyani et al.,
2019) hasil penelitian tersebut bahwa 58 responden
(60,4%) melakukan sarapan pagi dan 38 responden
(39,6%) yang tidak melakukan sarapan pagi tingkat
konsentrasi anak yang kurang sebanyak (16,7%) bahkan
sangat kurang (15,6%).
3) Perilaku, merupakan pola gangguan perilaku yang mungkin
timbul akibat stres misalnya ketidakmampuan untuk
bersosialisasi, gangguan dalam hubungan interpersonal dan
peran sosial.
4) Fisiologis, merupakan gangguan kesehatan seperti tegang,
gemetar, mudah lelah, sakit kepala, jantung berdebar-
debar, sakit perut, sulit tidur, dan sebagainya.
g. Stres pada anak
Stresor anak beragam, seperti persaingan prestasi, ujian, tugas,
tekanan untuk mencapai prestasi akademik, adaptasi dengan
lingkungan , ketidakpahaman terhadap pemicu stres (Kholidah,
2009; Nurhidayati, 2011; Supradewi, 2006; Triaswari, 2014) 6243.
Stres mengakibatkan efek negatif pada kondisi fisik (fisiologis),
perilaku, dan kehidupan sosial individu (Ogden, 2004; Sarafino &
Smith, 2011). Pada aspek fisiologis, seseorang dengan kondisi stres
terus menerus mengalami penurunan fungsi imun tubuh, penyakit
jantung, dan sistem endokrin. Pada aspek sosial dan perilaku,
kondisi stres yang terus menerus mengakibatkan seseorang
menarik diri dari pergaulan sosial, kurang peka terhadap kondisi
orang lain, gampang marah sehingga lingkungan sosial melakukan
penolakan (Sarafino & Smith, 2011).

2. Pembelajaran jarak jauh


a. Pembelajaran Daring
Perkembangan teknologi informasi memiliki pengaruh
besar terhadap perubahan dalam setiap bidang. Salah satunya ialah
perubahan pada bidang pendidikan. Teknologi dapat dimanfaatkan
dalam kegiatan proses belajar mengajar, yang dapat dikatakan
merupakan pergantian dari cara konvensional menjadi ke modern.
(Khusniyah & Hakim, 2019) menyebutkan bahwa beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya teknologi
memberikan banyak pengaruh positif terhadap pembelajaran.
Internet telah dipadukan menjadi sebuah alat yang digunakan untuk
melengkapi aktivitas pembelajaran (Martins, 2015). Pembelajaran
daring merupakan sistem pembelajaran yang dilakukan dengan
tidak bertatap muka langsung, tetapi menggunakan platform yang
dapat membantu proses belajar mengajar yang dilakukan meskipun
jarak jauh. Tujuan dari adanya pembelajaran daring ialah
memberikan layanan pembelajaran bermutu dalam jaringan yang
bersifat masif dan terbuka untuk menjangkau peminat ruang belajar
agar lebih banyak dan lebih luas (Sofyana & Rozaq, 2019).
b. Tantangan pembelajaran daring
Tantangan dari adanya pembelajaran daring salah satunya adalah
keahlian dalam penggunaan teknologi dari pihak pendidik maupun
peserta didik. Dabbagh (Hasanah et al., 2020). menyebutkan bahwa
ciri-ciri peserta didik dalam aktivitas belajar daring atau secara
online yaitu :
1) Semangat belajar: semangat pelajar pada saat proses
pembelajaran kuat atau tinggi guna pembelajaran mandiri.
Ketika pembelajaran daring kriteria ketuntasan pemahaman
materi dalam pembelaran ditentukan oleh pelajar itu
sendiri. Pengetahuan akan ditemukan sendiri serta
mahasiswa harus mandiri. Sehingga kemandirian belajar
tiap mahasiswa menjadikan pebedaan keberhasilan belajar
yang berbeda-beda.
2) Literacy terhadap teknologi : selain kemandirian terhadap
kegiatan belajar, tingkat pemahaman pelajar terhadap
pemakaian teknologi. Ketika pembelajaran online/daring
merupakan salah satu keberhasilan dari dilakukannya
pembelajaran daring. Sebelum pembelajaran daring/online
siswa harus melakukan penguasaan terhadap teknolologi
yang akan digunakan. Alat yang biasa digunakan sebagai
sarana pembelajaran online/ daring ialah komputer,
smartphone, maupun laptop. Dari pembelajaran jarak jauh
ini didapatkan dampak positif yaitu perkembangan
teknologi di era 4.0 ini menciptakan bayak aplikasi atau
fitur–fitur yang digunakan sebagai sarana pembelajaran
daring/online sedangkan dampak negative mengharuskan
anak-anak usia sekolah menggunakan smarthphone saat
melaksanakan pembelajaran daring. Berdasarkan hasil
penelitian dari (Ashshidiq et al., 2020) menunjukan bahwa
penggunaan smartphone anak usia sekolah kategori tinggi
memiliki presentase (50%) sehingga peranan orang tua
sangat penting untuk mengontrol anak dalam penggunaan
smarthphone.
3) Kemampuan berkomunikasi interpersonal : Dalam ciri-ciri
ini pelajar harus menguasai kemampuan berkomunikasi dan
kemampuan interpersonal sebagai salah satu syarat untuk
keberhasilan dalam pembelajaran daring. Kemampuan
interpersonal dibutuhkan guna menjalin hubungan serta
interaksi antar pelajar lainnya. Sebagai makhluk sosial tetap
membutuhkan interaksi dengan orang lain meskipun
pembelajaran online dilaksanakan secara mandiri. Maka
dari itu kemampuan interpersonal dan kemampuan dalam
komunikasi harus tetap dilatih dalam kehidupan
bermasyarakat.
4) Berkolaborasi : memahami dan memakai pembelajaran
interaksi dan kolaborasi. Pelajar harus mampu berinteraksi
antar pelajar lainnya ataupun dengan dosen pada sebuah
forum yang telah disediakan, karena dalam pembelajaran
daring yang melaksanakan adalah pelajar itu sendiri.
Interaksi tersebut diperlukan terutama ketika pelajar
mengalami kesulitan dalam memahami materi. Selain hal
tersebut, interaksi juga perlu dijaga guna untuk melatih jiwa
sosial mereka. Supaya jiwa individualisme dan anti sosial
tidak terbentuk didalam diri pelajar. Dengan adanya
pembelajaran daring juga pelajar mampu memahami
pembelajaran dengan kolaborasi. Pelajar juga akan dilatih
supaya mampu berkolaborasi baik dengan lingkungan
sekitar atau dengan bermacam sistem yang mendukung
pembelajaran daring.
5) Keterampilan untuk belajar mandiri: salah satu karakteristik
pembelajaran daring adalah kemampuan dalam belajar
mandiri. Belajar yang dilakukan secara mandiri sangat
diperlukan dalam pembelajaran daring. Karena ketika
proses pembelajaran, Pelajar akan mencari, menemukan
sampai dengan menyimpulkan sendiri yang telah ia pelajari.
“Pembelajaran mandiri merupakan proses dimana siswa
dilibatkan secara langsung dalam mengidentifikasi apa
yang perlu untuk dipelajari menjadi pemegang kendali
dalam proses pembelajaran” (Kirkman dalam
Hasanah,2020). Ketika belajar secara mandiri, dibutuhkan
motivasi sebagai penunjang keberhasilan proses
pembelajaran secara daring.
c. Kebijakan Pemerintah Daerah Pada Sektor Pendidikan Pasca
Pandemi Covid 19
Pasca pandemi covid 19 masuk ke Indonesia dengan jumlah
yang terdampak positif penderita covid 19 semakin bertambah,
maka kemudian pertengahan Maret 2020 untuk menekan angka
penderita covid 19, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah
menghasilkan kebijakan dalam dunia pendidikan yaitu meniadakan
sementara pembelajaran tatap muka diganti dengan pembelajaran
online (Fey dalam CNNIndonesia, 2020). Kebijakan dari
pemerintah yang mengatur hal tersebut ialah Surat Edaran
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
Direktorat Pendidikan Tinggi No. 1 Tahun 2020 mengenai
pencegahan penyebaran covid 19 di dunia Pendidikan. Dalam surat
edaran tersebut Kemendikbud menginstruksikan untuk
menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh dan menyarankan para
peserta didik untuk belajar dari rumah masing-masing. Penyediaan
materi kuliah yang dilakukan secara online serta materi tersebut
dapat diakses oleh siapapun yang membutuhkan dapat menjadi
salah satu pelayanan pendidikan lain yang dapat diakses melalui
sarana internet.
Study From Home Status kedaruratan kesehatan dan
penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah
ditetapkan pemerintah. Dengan keluarnya aturan tersebut, diminta
kepada seluruh kepala daerah tidak membuat kebijakan sendiri
yang tidak terkoordinir. Pembatasan sosial ini merupakan salah
satu upaya untuk menghadapi wabah covid 19 dalam memutus
mata rantai penyebarannya. Pembatasan sosial berskala besar
tersebut tertuang dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan
Pasal 59 Ayat 2 pada tahun 2020 yang menyebutkan tujuan dari
peraturan ini adalah untuk mencegah meluasnya penyebaran
penyakit, kedaruratan kesehatan masyarakat yang sedang terjadi
antar orang di suatu wilayah tertentu. Selanjutnya Undang-Undang
Kekarantinaan Kesehatan Pasal 59 Ayat 3 tahun 2020 menjelaskan
bahwa “pembatasan sosial berskala besar ini paling sedikit meliputi
peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan
keagamaan, dan atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas
umum.”
B. Kerangka Teori

Faktor- faktor penyebab stress Tingkatan Stres


a. Faktor Kognisi Lazarus dan Folkman a. Stress Normal
(pekerjaan, keluarga, tuntutan atau b. Stres Ringan
beban berlebih, kejadian dengan c. Stres Sedang
banyak makna, dan peristiwa di luar d. Stres Berat
kendali seperti pembelajaran di
rumah melalui daring akibat
pandemic Covid-19) Tingkat Stres
b. Faktor Psikologis
c. Faktor dukungan social
d. Faktor kepribadian

Dampak Stress dapat terjadi


pada :
Kualitas tidur yang buruk, jadi stres a. Anak-anak
bukan hanya mempengaruhi b. Remaja
kemampuan untuk menyesuaikan diri c. Orang tua
dalam lingkungan

Dampak psikologis termasuk depresi,


kecemasan yang terus menerus, pesimis,
dan kebencian, selain itu adanya
semangat kerja yang rendah,
menurunnya produktivitas dan konflik
interpersonal.
Keterangan :

: Variabel yang tidak diteliti

: Variabel yang diteliti

: Dihubungkan

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Proses Belajar di Rumah Tingkat Stres

D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu masalah yang
dihadapi dan perlu diuji kebenarannya dengan data yang lebih lengkap dan
menunjang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat stres pada
anak SD dalam menjalankan proses belajar di rumah selama pandemi
covid-19. Berikut ini perumusan hipotesis dari penelitian ini:
Ho: Tidak ada tingkat stress yang signifikan pada anak SD dalam
menjalankan proses belajar di rumah selama pandemic Covid-19.
H1 : Ada tingkat stress yang signifikan pada anak SD dalam menjalankan
proses belajar di rumah selama pandemic Covid-19.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif

yang dimaksudkan untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel, dan

fenomena-fenomena yang terjadi saat sekarang dan menyajikan apa adanya

mengenai tingkat stres pada anak SD dalam menjalankan proses belajar di

rumah selama masa pandemic Covid-19 di SD N 2 Kalimanggis Kecamatan

Kaloran Kabupaten Temanggung.

Penelitian deskriptif menjelaskan dan menafsirkan data yang

berkenaan dengan situasi yang terjadi dan dialami sekarang, sikap dan

pandangan yang menggejala saat sekarang. Hubungan antar variabel,

pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-lain (Subana, 2001).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SD N 2 Kalimanggis Kecamatan

Kaloran Kabupaten Temanggung pada Januari 2021.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terditi atas obyek/

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan

(Sugiyono, 2009). Sedangkan menurut Notoatmodjo (2012) populasi

merupakan keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti, dimana

obyek tersebut gejala yang ada di masyarakat. Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh siswa kelas 1 sampai kelas 6 di SD N 2 Kalimanggis

Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung yang berjumlah 60 siswa.

Tabel 3.1. Daftar Peserta Didik SD N 2 Kalimanggis Kecamatan


Kaloran Kabupaten Temanggung Tahun Ajaran 2019/2020
No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
1. I 7 5 12
2. II 7 5 12
3. III 2 5 7
4. IV 7 4 11
5. V 4 5 9
6. VI 2 7 9
Jumlah 29 31 60

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2010).

adalah siswa kelas 1 sampai kelas 6 SD N 2 Kalimanggis Kecamatan

Kaloran Kabupaten Temanggung.

3. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel adalah cara yang ditempuh dengan

pengambilan sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan objek

penelitian (Nursalam, 2008). Metode pengambilan sampel dalam


penelitian ini adalah total sampling. Dimana total sampling merupakan

suatu teknik sampling dimana jumlah sampel sama dengan jumlah

populasi (sugiyono, 2007). Alasan menggunakan total sampling karena

menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100, maka

seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.

D. Variabel Penelitian

Penelitian ini hanya menggunakan satu variabel saja. Variabel utama

dalam penelitian ini adalah tingkat stress.

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
Variabel stres sebagai Menggunakan Hasil ukur Ordinal
utama: kondisi individu Perceived Stress Scale dikelompokkan
Tingkat yang dipengaruhi (PSS) dengan 10 menjadi 3
Stres oleh lingkungan. pertanyaan pilihan kategori
Kondisi stres jawaban pertanyaan 1. Stres ringan
terjadi karena menggunakan skala dengan skor
ketidakseimbanga likert, yaitu : X<
n antara tekanan 1. Tidak Pernah: skor 0 13,33Stress
yang dihadapi 2. Hampir tidak sedang
individu dan pernah : skor 1 dengan skor
kemampuan untuk 3. Kadang-kadang : 13,33 ≤ X <
menghadapi skor 2 26,67
tekanan tersebut. 4. Cukup Sering : skor 2. Stress berat
Stress diukur 3 dengan skor
dengan beberapa 5. Terlalu Sering : skor 26,67 ≤ X
penilaian yaitu 4
meliputi kuantitas
stress yang dialami
pada 1 bulan
terakhir, kuantitas
stressor yang dapat
dihadapi pada
bulan lalu,
kuantitas kesulitan
yang dihadapi
pada 1 bulan
terakhir

F. Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Perceived


Stress Scale (PSS) yang dikombinasi dengan skala likert untuk mengukur
tingkat stress pada anak SD dalam menjalankan proses belajar di rumah
selama pandemic Covid-19 di SD N 2 Kalimanggis Kecamatan Kaloran
Kabupaten Temanggung.

PSS merupakan instrument yang telah baku dan memiliki nilai


validitas dan reliabilitas yang baik. Skor total PSS yang menggambarkan
tingkat stress kemudian akan dikategorisasikan berdasarkan Model Distribusi
Normal dengan mengasumsikan bahwa skor subjek dalam populasi
terdistribusi secara normal (Azwar, 2005). PSS dihadirkan dalam bentuk 10
pertanyaan yang dapat memiliki pertanyaan tertutup dengan menggunakan
skala likert dengan jawaban tidak pernah skor 0, hampir tidak pernah skor 1,
kadang-kadang skor 2, cukup sering skor 3, Terlalu Sering skor 4 untuk
pernyataan favorable (pernyataan posritif), bila pernyataan unfavorable
(pernyataan negative) maka jawaban tidak pernah skor 4, hampir tidak
pernah skor 3, kadang-kadang skor 2, cukup sering skor 1, Terlalu Sering
skor 0.

G. Langkah Atau Prosedur Pengambilan Data

Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Proses perizinan

a. Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta surat persetujuan

penelitian dari Universitas Ngudi Waluyo.


b. Kemudian mengajukan surat permohonan izin dari institusi kepada

Kepala Kesbangpolinmas Kabupaten Temanggung.

c. Menyerahkan surat permohonan yang telah disetujui Kepala

Kesbangpolinmas Kabupaten Temanggung ke Dinas Penelitian dan

Pengembangan Kabupaten Temanggung.

d. Kemudian mengajukan surat permohonan dari Kepala

Kesbangpolinmas Kabupaten Temanggung kepada Dinas Pendidikan

Kebudayaan dan Pemuda Olahraga Kabupaten Temanggung.

e. Menyerahkan surat ijin melakuakn studi pendahuluan dari Dinas

Pendidikan Kebudayaan dan Pemuda Olahraga Kabupaten

Temanggung kepada Kepala Sekolah Dasar Negri 2 Kalimanggis

Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung.

f. Setelah mendapatkan izin dari Kepala Sekolah Dasar Negri 2

Kalimanggis Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung, peneliti

melakukan pengambilan data.

2. Pemilihan asisten penelitian

Peneliti dibantu oleh dua orang asisten peneliti dengan ketentuan

sebagai berikut :

a. Mahasiswa fakultas keperawatan atau yang mempunyai tingkat

pendidikan sederajat dengan peneliti di fakultas Keperawatan

b. Asisten peneliti melakukan persamaan persepsi tentang penelitian

c. Asisten peneliti membantu peneliti dalam penyebaran kuesioner

d. Membantu melakukan wawancara dan pengambilan dokumentasi


3. Proses Pengumpulan Data

a. Setelah menyelesaikan administrasi perijinan dan mendapatkan ijin


untuk melakukan penelitian, peneliti mendatangi rumah masing-
masing siswa yang terdaftar sebagai siswa didik di SD N 2
kalimanggis Kecamatan Kaloran Kabupaten Temangggung.

b. Selanjutnya peneliti meminta ijin kepada responden untuk


melakukan penelitian.

c. Sebelum menyebarkan kuesioner peneliti menjelaskan kepada


responden cara mengisi kuesioner dengan cara mencentang salah
satu jawaban sesuai dengan apa yang dialami oleh responden bila
responden tersebut kelas 4, 5 dan 6, namun bila responden kelas 1, 2
dan 3 maka dilakukan wawancara sesuai dengan isi kuesioner dan
jawaban diisikan oleh peneliti atau asisten peneliti.

d. Peneliti dan asisten peneliti menyebarkan kuesioner kepada


responden.

Cara mengisi kuesioner yaitu :

1) Responden mengisi lembar persetujuan terlebih yang sudah


disediakan

2) Terdapat 1 bagian yang berisi kuesioner Perceived Stress Scale


(PSS) yang harus di isi oleh responden

3) Reponden diberikan waktu 15 menit untuk mengisi kuesioner

e. Jika prosedur pengumpulan data selesai maka hasil pengumpulan


data akan dikelola dan dianalisis menggunakan program komputer.

H. Etika Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini memperhatikan prinsip etik dalam penelitian

yang meliputi :
1. Informedconsent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan penelitian yang diberikan kepada responden

bertuuan untuk mengetahui maksud, tujuan, manfaat penelitian serta

dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Responden yang

menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap

menghormati haknya.

2. Confidentiality (Kerahasiaan)

Semua informasi dan data yang diperoleh dari subyek penelitian

dijamin kerahasiaan oleh peneliti.

3. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak

mencantumkan nama responden dalam pengolahan data penelitian tetapi

menggunakan insial sebagai penggantinya.

4. Nonmaleficense

Peneliti menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan tidak

membahayakan bagi status kesehatan klien karena penelitian yang

dilakukan bukan dengan perlakuan yang berakibat fatal, serta peneliti

bertanggung jawab apabila ada resiko yang terjadi pada responden dan

penelitian harus dihentikan jika responden merasa tidak nyaman atau

merasa penelitian membahayakan responden.

5. Veracity
Peneliti terlebih dahulu meminta persetuuan responden. Peneliti

memberikan penjelasan secara lengkap tentang penelitian terkait tujuan,

prosedur dan manfaat peneliti yang dilakukan.

I. Pengolahan Data

Data data diperoleh kemudian diolah melalui tahap-tahap pengolahan

data adalah sebagai berikut :

1. Editing

Peneliti dalam tahapan ini melakukan pemeriksaan data seperti

kelengkapan pengisisan, kesalahan dan konsistensi dari setiap jawaban.

Editing dilakukan ditempat pengumpulan data sehingga jika ada

kekurangan data bisa segera dilengkapi yaitu apabila ada jawaban yang

belum di isi maka akan diberikan kepada responden lagi untuk di isi

kembali.

2. Scoring

Scoring merupakan tahap pemberian skor pada semua variabel

untuk klasifikasi data, klasifikasi data dilakukan dengan cara memberi

skor pada pernyataan. Penilaian jawaban dari koesioner Perceived Stress

Scale (PSS) tidak pernah skor 0, hampir tidak pernah skor 1, kadang-

kadang skor 2, cukup sering skor 3, Terlalu Sering skor 4 untuk

pernyataan favorable (pernyataan posritif), bila pernyataan unfavorable

(pernyataan negative) maka jawaban tidak pernah skor 4, hampir tidak


pernah skor 3, kadang-kadang skor 2, cukup sering skor 1, Terlalu

Sering skor 0. Dengan hasil ukur dikatakan stres ringan dengan skor X <

13,33, stress sedang dengan skor 13,33 ≤ X < 26,67, stress berat dengan

skor 26,67 ≤ X.

3. Pemberian Kode (Coding)

Peneliti melakuakn coding untuk mempermudah proses pengolahan

data. Peneliti memberikan kode pada data yang diperoleh untuk

mempermudah dalam pengelompokan data klasifikasi data. Setiap item

pada lembar koesioner diberi kode sesuai dengan karakter masing-

masing.

a. Pemberian kode untuk variabel tingkat stres yakni :

Kategori stress ringan Diberi kode 1

Kategori stress sedang Diberi kode 2

Kategori stes berat Diberi kose 3

4. Tabulasi atau memasukkan data (Entry)

Peneliti melakukan tabulating atau penyusunan data setelah

menyelesaikan pemberian nilai dan pemberian kode dari masing-masing

jawaban responden atas pertanyaan yang diajukan agar dengan mudah

dijumlahkan, disusun dan ditata untuk dianalisis. Selain hasil skoring dan

koding peneliti juga melakukan proses tabulasi terhadap data

karakteristik dari responden sebagai landasan untuk penyusunan

pembahasan.
5. Entering

Peneliti melakukan proses pemasukan data hasil scoring, koding

dan data karakteristik responden ke dalam komputer setelah tabel tabulasi

selesai untuk selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan

program microsoft excel.

6. Transfering (Pemindahan)

Peneliti melakukan pemindahan kode-kode yang telah di tabulasi

ke dalam komputer suatu program atau sistem tertentu, dalam hal ini

peneliti memindahkan data dari program microsoft excel ke dalam

program SPSS versi 26.0 untuk mempercepat proses analisis data.

7. Cleaning

Setelah data yang dimasukkan ke dalam program SPSS selesai,

peneliti memastikan bahwa seluruh data yang dimasukkan ke dalam

mesin pengolah data sudah sesuai dengan sebenarnya atau untuk mencari

ada kesalahan atau tidak pada data yang sudah di entry.

J. Analisa Data

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, olehkarena itu data-

data dalam penelitian ini berupa angka. Statistic deskriptif berusaha

menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik data sepserti mean,

modus, median, variasi kelompok melalui rentang data dan standar deviasi.

Penilaian ini menggunakan karakteristik data dalam bentuk mean,

median, dan modus. Mean adalah jumlah dari semua data dibagi dengan

banyaknya data. Modus adalah penjelasan kelompok yang berdasarkan atas


nilai yang sering muncul dalam kelompok, sedangkan median adalah teknik

penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai tengah kelompok data yang

telah disusun urutannya dari yang terkecil sampai besar atau sebaliknya, dari

yang terbesar sampai yang terkecil.

Keadaan kelompok dijelaskan berdasarkan mean, median, modus dan

tingkat variasi data yang terjadi pada kelompok tersebut. Tingkat variasi data

dapat dilakukan dengan melihat rentang data dan standar deviasi atau

simpangan baku dari kelompok data.

Penentuan karegori tingkat stress pada kategori jenjang. Tujuannya

adalah untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok terpisah

secara berjenjang menurut kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar,

2001).

X minimum teoritik : skor yang paling rendah diperoleh subyek pada

skala yaitu : 0

X maksimum teoritik : skor yang paling tinggi yang diperoleh subyek

pada skala yaitu : 4

Range : luas jarak sebaran antara nilai maksimum dan

nilai minimum

Standar Deviasi (σ) : luas jarak sebaran yang dibagi ke dalam 6 satuan

deviasi standar

Mean (μ) : mean teoritis yaitu rata-rata teoritis dari skor

maksimum dan minimum

Bila dimasukkan dalam hitungan angka adalah sebagai berikut :


X minimum : 10 x 0 = 0

X maksimum : 10 x 4 = 40

Range : 40-0= 40

40
Standar Deviasi (σ) : =6,67
6

40+0
Mean (μ) : =20
2

Karena penggolongan akan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu ringan,

sedang dan berat maka ditetapkan luas interval yang mencakup setiap

kategori sebagai berikut:

X < μ – 1,0 σ Kategori stress ringan

μ – 1,0 σ ≤ X < μ + 1,0 σ Kategori stress sedang

μ + 1,0 σ ≤ X Kategori stress berat

Dengan (σ) SD= 6,67 dan (μ) mean = 20, maka akan diperoleh

kategori sebagai berikut :

X < 20 – (1,0 x 6,67) Kategori stress ringan

20 – (1,0 x 6,67) ≤ X < 20 + (1,0 x 6,67) Kategori stress sedang

20 + (1,0 x 6,67) ≤ X Kategori stress berat

Sehingga kategorinya adalah :

Tabel 3.1. Kategori Skala Stres

Skor Kategori
X < 13,33 Stres Ringan
13,33 ≤ X < 26,67 Stress Sedang
26,67 ≤ X Stres Berat

Anda mungkin juga menyukai