Laporan Tekno Pemisahan Destruksi
Laporan Tekno Pemisahan Destruksi
Laporan Tekno Pemisahan Destruksi
OLEH :
ANJANI AWIJAYANTI (1948201008)
5B FARMASI
DOSEN PENGAMPU :
LOVERA ANGGRAINI, M. Si.
DESTRUKSI
A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami teknik pemisahan destruksi.
2. Mengetahui prinsip dasar destruksi.
3. Menentukan kadar nitrogen dan posforus yang terkandung
dalam lamun Enhalus Acoroides.
B. PRINSIP PERCOBAAN
Pada percobaan ini dilakukan teknik pemisahan destruksi basah.
Prinsip destruksi basah adalah sampel ditambahkan larutan pengoksidasi,
lalu dipanaskan pada temperature yang cukup tinggi dan jika pemanasan
dilakukan secara kontinu pada waktu yang cukup lama, maka sampel akan
teroksidasi sempurna sehingga meninggalkan berbagai elemen - elemen
pada larutan asam dalam bentuk senyawa anorganik yang sesuai untuk
dianalisis.
C. DASAR TEORI
Wilayah pesisir Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati yang
cukup tinggi seperti hutan bakau (mangrove), padang lamun, terumbu
karang, ikan, mamalia, reptilian dan berbagai jenis moluska. Secara
berurutan, kita dapat menemui tanaman bakau, padang lamun, dan
terumbu karang di wilayah pesisir pantai. Interaksi ketiga ekosistem ini
sangat erat. Struktur komunitas dan sifat fsik ketiga ekosistem ini saling
mendukung, sehingga bila salah satu ekosistem terganggu, ekosistem yang
lain akan terpengaruh (Tahril, dkk., 2011).
Lamun (Seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang
hidup dan tumbuh di laut dangkal, mempunyai akar, rimpang (rhizome),
daun, bunga dan buah serta berkembang biak secara generatif
(penyerbukan bunga) dan vegetatif (Kementerian Negeri Lingkungan
Hidup, 2004) Pentingnya kehadiran padang lamun di sepanjang pantai dan
disekitar pulau pulau kecil terlihat dari banyaknya aktivitas nelayan yang
menjadikan padang lamun sebagai daerah pemukiman, pengoperasian alat
tangkap ikan, jalur transportasi laut. Kondisi ini menunjukkan bahwa
padang lamun dapat mendukung produktivitas perairan pesisir tersebut.
Namun perlu disadari bahwa pemanfaatan habitat lamun sebagai aktivitas
kegiatan manusia tersebut akan memberikan tekanan ekologis terhadap
pertumbuhan dan perkembangan padang lamun dalam melaksanakan
fungsi ekologisnya (Kementerian Negeri Lingkungan Hidup, 2004)
Keberadaan lamun masih belum banyak dikenal baik pada kalangan
akademisi maupun masyarakat umum, jika dibandingkan dengan terumbu
karang maupun bakau (mangrove). Padahal ketiganya merupakan kesatuan
yang tak terpisahkan dari wilayah pesisir. Permasalahan yang mendasar
dalam pengelolaan ekosistem padang lamun adalah masih kurangnya
pemahaman masyarakat dan pemerintah daerah mengenai pentingnya
peranan ekosistem padang lamun. Kepedulian masyarakat dan pemerintah
daerah terhadap pelestarian ekosistem padang lamun belum terbangun
secara memadai seperti halnya terhadap ekosistem terumbu karang dan
hutan bakau . Hal ini disebabkan karena padanglamun masih dipandang
terbatas dari segi fsiknya semata sebagai ”rerumputan yang tidak
berguna”. Banyak kegiatan pembangunan di wilayah pesisir telah
mengorbankan ekosistem padang lamun, seperti kegiatan pembangunan
kawasan industri, rekreasi atau pelabuhan ternyata terjadi pengurangan
terhadap luasan kawasan padang lamun, sehingga pertumbuhan, produksi
ataupun biomasanya akan mengalami penyusutan (Sudiarta & Sudiarta,
2011).
Ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang
kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal. Lamun
mempunyai tingkat produktiftas primer tertinggi bila dibandingkan dengan
ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu
karang. Lamun juga mempunyai hubungan ekologis dengan ikan melalui
rantai makanan dari produksi biomasanya (Usman, 2012).
Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel
berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga) (Umar, 2010).
Padang lamun juga dapat ditemukan hewan jenis ekhinodermata yang
menghuni seluruh padang lamun seperti pada perairan Darunu, Sulawesi
Utara telah ditemukan 21 jenis ekhinodermata, keseluruhan jenis terdapat
dalam 4 kelas yakni kelas holothuroidea (teripang) diwakili 5 jenis, kelas
echinoidea (bulu babi) diwakili 7 jenis, kelas asteroidea (bintang laut)
diwakili 5 jenis dan kelas Ophiuroidea (bintang mengular) diwakili 4 jenis
(Yusron, 2012).
Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh
arus dan ombak sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Rimpang
dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat
menguatkan dan menstabilkan permukaan substrat sesuai pada Gambar 1.
Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat
mencegah erosi (Miller & Sluka, 1999).
Jumlah dari sinar matahari yang dapat diserap oleh daun kebanyakan
bergantung pada pigmennya. Peran dari lingkungan dapat mempengaruhi
pigmen daun dan penyerapan sinar matahari (Silva & Santos, 2003).
Dimana:
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara
kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko
100 = faktor konversi ke %
1000 = faktor konversi ke ppm (mg/kg)
fp = factor pengenceran (10)
fk = faktor koreksi kadar air
F. HASIL PENGAMATAN
1. Hasil Penelitian Lamun
G. PEMBAHASAN
Pada penelitian ini sampel lamun Enhalus acoroides yang telah
diperoleh harus dicuci bersih dengan air untuk menghilangkan pasir dan
zat zat lain yang mungkin melekat pada lamun, setelah itu lamun di
keringkan dengan cara di angin anginkan pada suhu ruangan lalu
dikeringkan dalam oven dengan suhu 40oC hingga kering dan dihaluskan
dengan menggunakan mill grinder hingga halus lalu diayak dengan ayakan
80 mess untuk memisahkan sampel yang halus. Sampel yang halus
kemudian digunakan untuk analisis selanjutnya. Setelah dilakukan
penelitian diperoleh data seperti pada tabel.
Analisis kadar air dilakukan dengan menimbang 1 g sampel yang telah
halus ke dalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya. Cawan yang
berisi sampel kemudian dimasukkan ke dalam oven yang diset 105oC
selama 4 jam. Pemanasan ini bertujuan untuk menguapkan air yang terikat
pada jaringan lamun. Air akan mendidih dan mulai menguap pada suhu
100oC. Setelah pemanasan cawan penguap yang berisi sampel terlebih
dahulu dimasuk,kan dalam desikator lalu ditimbang hingga diperoleh hasil
yang konstan. Analisa ini dilakukan sebanyak 2 kali dan diperoleh hasil
berturut turut 15,657 g dan 15,648 g. Setelah itu dilakukan perhitungan
sehingga diperoleh hasil pada tabel. Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh kadar air rata-rata 10.15%. Kadar air akan digunakan untuk
menghitung factor koreksi, dan diperoleh faktor koreksi kadar air sebesar
1.11. Faktor koreksi kadar air akan digunakan untuk menganalisis kadar
Nitrogen dan posforus.
Analisis N total didasari dengan mengubah N-organik menjadi N-
ammonium oleh asam sulfat yang dipanaskan sekitar 380oC dan dengan
menggunakan katalis. Prinsip, metode kjeldhal yaitu penetapan jumLah
secara empiris berdasarkan jumlah N dalam bahan. Setelah bahan
dioksidasi, ammonia (hasil konversi senyawa yang mengandung N)
bereaksi dengan asam membentuk amonium sulfat. Dalam kondisi basa,
ammonia diuapkan kemudian ditangkap dengan larutan asam. Jumlah N
ditentukan dengan titrasi HCl. Metode kjeldhal pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap
titrasi (Legowo & Nurwantoro, 2004) Pada tahap destruksi sampel lamun
dipanaskan, dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi
unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2,
dan H2O. Sedangkan nitrogennya akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Asam sulfat yang dipergunakan untuk destruksi diperhitungkan adanya
bahan protein lemak dan karbohidrat.
Untuk mempercepat destruksi perlu ditambah katalisator berupa
campuran Na2SO4 & HgO (20:1), atau campuran K2SO4 CuSO4 dan
Selenium. Reaksi pada saat destruksi adalah sebagai berikut :
H. KESIMPULAN
Kadar nitrogen dalam lamun Enhalus acoroides yang terdapat di
perairan pesisir Kabonga Besar, kecamatan Banawa, kabupatens Donggala
ialah 1,89% dan kadar Posforusnya (P) sebanyak 0,413%.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M. & Flowers, T. H. (2004). Evaluation of kjeldahl digestion
method Journal of Research (Science) Bahauddin Zakariya
University, Pakistan, 15(2), 159-179.
Kementerian Negeri Lingkungan Hidup, K. (2004). no. 200 tentang
Kriteria baku kerusakan dan pedoman pnentuan status padang lamun.
Kiswara, W. (2010). Potensi padang lamun sebagai karbon rosot dan
peyerap karbon di pulau pari, Teluk Jakarta. Oseanologi dan
Limnologi di Indonesia, 36(3), 361-376.
Kristianingrum, S. (2012). Kajian berbagai proses destruksi sampel dan
efeknya. Paper presented at the Seminar Nasional MIPA UNY,
Yogjakarta.
Legowo, A. M. & Nurwantoro. (2004). Analisis pangan. Semarang:
UNDIP Press.
Marliani, V. P. (2011). Analisis kandungan hara N dan P serta klorofl
tebu transgenic IPB 1 yang ditanam di kebun percobaan Pg Djatirojo,
Jawa Timur. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Miller, M. W. & Sluka, R. D. (1999). Patterns of seagrass and sediment
nutrient distribution suggest Antrhopogenic enrichment in Laamu
Atollm Republic of Maldives. Marine Pollution bulletin, 38(12),
1152- 1156.
Rollon, N. R., Steveninck, E. R. & Vierssen, W. (1999). Spatio-temporal
variation in sexual reproduction of the tropical seagrass enhalus
acoroides (L.f) royle in Cape Bolinao, NM Philippines. Aquatic
Botany, 76, 339-354.
Sambara, Z. R. (2014). Laju penjalaran rhizome lamun yang
ditransplantasi secara multispesies di pulau Barang Lompo.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Silva, J. & Santos, R. (2003). Daily variation pattern in seagrass
photosynthesis along a vertical gradient S. Marine Ecologi Progress
Series, 257, 37-44.
Sudiarta, I. K. & Sudiarta, I. G. (2011). Status kondisi dan identifkasi
permasalahan kerusakan padang lamun di Bali. Jurnal Mitra Bahari,
5(2), 104-126.
Sulaeman, Suparto & Eviati. (2005). Analisis kimia tanah, tanaman, air
dan pupuk. Bogor: Balai penilitian tanah dan pengembangan
penelitian, Departemen Pertanian.
Tahril, Taba, P., Nafe, N. L. & Noor, A. (2011). Analisis besi dalam
ekosistem lamun dan
hubungannya dengan sifat fsikokimia perairaan pantai Kabupaten
Donggala.
Jurnal Natur Indonesia, 13(2), 105-111.
Tangaradjou, T. & Kannan, L. (2007). Nutrient characteristics and
sediment texture of the seabeds of the Gulf of Mannar. Journal of
Environment Bbiology, 28(1), 29- 33.
Umar, T. (2010). Ekosistem padang lamun. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan
Perikanan (Agrikan UMMU-ternate), 3(1), 9-29.
Usman. (2012). Teknik penetapan nitrogen total pada contoh tanah secara
destilasi titrasi dan kolorimetri menggunakan autoanalyzer. Buletin
Teknik Pertanian, 17(1), 41-44.
Yamamuro, M., Kayanne, H. & Yamho, H. (2003). 15 N of seagrass
leaves for monitoring antrogenic nutrient increase in coral reef
ecosystems. Marine Pollution bulletin, 46, 452-458.
Yusron, E. (2012). Ekhinodermata di padang lamun perairan Darunu,
Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia, 38(2), 181-188. .