Jurnal Kelompk 6 KaranPEMANFAATAN TERUMBU KARANG SEBAGAI ADSORBEN DENGAN PERBEDAAN AKTIVASIg Laut Gabungan Fix

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 29

PEMANFAATAN TERUMBU KARANG SEBAGAI ADSORBEN

DENGAN PERBEDAAN AKTIVASI


Ika Restu Purwanti
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412
Email : [email protected]

Abstrak
Indonesia adalah negara yang sangat kaya dan memiliki berbagai macam kekayaan alam yang sangat
berlimpah. Dengan luas lautan hampir 70% dari total keseluruhan luas negara Indonesia, Sebesar 14
persen dari terumbu karang dunia ada di Indonesia. Namun untuk batu karang sendiri belum banyak
dipahami manfaatnya terutama dalam hal ilmiah. Terumbu karang merupakan pusat keanekaragaman
hayati laut terkaya di dunia, selain sebagai lingkungan yang alami, terumbu karang juga mempunyai
banyak manfaat bagi manusia dalam berbagai aspek ekonomi, sosial dan budaya.Tetapi pada
kenyataannya banyak terumbu karang yang dirusak demi kepentingan pribadi. Untuk penelitian kali ini
terumbu karang yang digunakan adalah terumbu karang yang sudah rusak, ini dilakukan untuk
mengurangi limbah terumbu karang yang telah rusak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui daya serap terumbu karang terhadap CuSO4 dengan perbedaan aktivasi. Alat yang
digunakan dalam penelitian kali ini adalah pipet, gelas ukur, beacker glass, pemanas listrik,batang
pengaduk, seperangkat alat tanur, dan cawan porselen. Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini
adalah terumbu karang 20 gram, NaOH 1 M, CuSO4 1M dan H2SO4 1M. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa daya serap terumbu karang aktif terhadap sampel sangat efektif dengan menggunakan aktivasi
kimia dan fisika dalam larutan basa.
Kata kunci : Terumbu karang, NaOH 1M, H2SO4 1M, CuSO4, aktivasi kimia, aktivasi fisika

Abstrack
Indonesia is a country that is very rich and has a wide range of natural resources were abundant. With
an area of ocean nearly 70% of the total area of Indonesia, Amounting to 14 percent of the world's coral
reefs in Indonesia. However, for the rock itself has not been understood primarily in terms of the
scientific benefits. Coral reefs are the richest marine biodiversity hotspots in the world, as well as the
natural environment, coral reefs also have many benefits for humans in many aspects of economic,
social and budaya.Tetapi in fact many coral reefs are destroyed for the sake of personal interest. For the
present study is the use of a reef coral reefs that have been damaged, this is done to reduce the waste of
coral reefs have been damaged. The purpose of this study was to determine absorption of coral reefs to
CuSO4 with the activation difference. The tools used in this research is the pipette, measuring cups,
beacker glass, electric heaters, rod stirrer, a set of tools furnace, and a porcelain cup. Materials used in
this study is a coral reef 20 grams, 1 M NaOH,1 M CuSO4 and H2SO4 1M. The results showed that the
absorption of active coral reefs are very effective against the samples using chemical and physical
activation in an alkaline solution.
Keywords : coral reefs, 1M NaOH, H2SO4 1M, activation of chemical, physical

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

I.

PENDAHULUAN

Terumbu karang adalah ekosistem di laut


tropis yang dibangun oleh biota laut penghasil
kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan
alga berkapur, bersama sama dengan biota yang
hidup di dasar yaitu jenis molusca, crustasea,
echinodermata, polychaeta, porifera dan
tunicata serta biota lain yang hidup bebas di
perairan sekitarnya. Dalam kerangka ekologis,
terumbu karang sebagai tempat mencari makan
dan tempat hidup berbagai organisme hewan
maupun tumbuhan laut seperti : ikan, penyu,
udang, kerang dan rumput laut (Supriharyono,
2000). Secara fisik terumbu karang juga
menjadi pelindung pantai dan kehidupan
ekosistem perairan dangkal lainnya dari abrasi
oleh ombak dan badai (Supriharyono, 2000).
Ekosistem terumbu karang ini umumnya
terdapat pada perairan yang relatif dangkal dan
jernih serta suhunya hangat ( lebih dari 22 derjat
celcius) dan memiliki kadar karbonat yang
tinggi. Binatang karang hidup dengan baik pada
perairan tropis dan sub tropis serta jernih karena
cahaya matahari harus dapat menembus hingga
dasar perairan. Sinar matahari diperlukan untuk
proses fotosintesis, sedangkan kadar kapur
yang tinggi diperlukan untuk membentuk
kerangka hewan penyusun karang dan biota
lainnya. Banyaknya karang yang di rusak oleh
orang yang tidak bertanggung jawab inilah
akhirnya mendorong penilitian ini untuk
menggunakan terumbu karang yang rusak
sebagai adsorben dalam penjernihan.
Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan
suatu zat pada permukaan zat lain yang terjadi
karena adanya ketidakseimbangan gaya tarik
pada permukaan zat tersebut (Siaka, 2002). Zat
yang menyerap disebut adsorben. Adsorben
adalah zat padat yang dapat menyerap partikel
fluida dalam suatu proses Adsorpsi. Adsorben
bersifat spesifik dan terbuat dari bahan-bahan
yang berpori. Pemilihan jenis adsorben dalam
proses adsorpsi harus disesuaikan dengan sifat

dan keadaan zat yang akan diadsorpsi. Menurut


jenisnya adsorben dibedakan menjadi 2, yaitu
adsorben polar dan adsorben non polar.
Adsorben polar disebut juga hydrophilic. Jenis
adsorben yang termasuk kedalam kelompok ini
adalah silika gel, alumina aktif, dan
zeolit. Sedangkan adsorben non polar disebut
juga hydrophobic. Jenis adsorben yang
termasuk kedalam kelompok ini adalah polimer
adsorben dan karbon aktif. Beberapa kegunaan
adsorben
diantaranya
adalah
untuk
memurnikan udara dan gas, memurnikan
pelarut, penghilangan bau dalam pemurnian
minyak nabati dan gula, penghilangan warna
produk -produk alam dan larutan (Lynch,
1990).
Adsorben dari bahan alam, diaktivasi
terlebih dahulu untuk meningkatkan kualitas
dan efisiensi adsorbsi dari adsorben. Aktivasi
ini biasanya dilakukan dengan cara kimia dan
fisika. Ada pun dengan cara kimia direaksikan
dengan asam atau basa, ada pun dengan
perlakuan fisika dengan cara pemanasan atau
pencucian. Dalam penilitian ini dilakukan
perlakuan secara kimia dengan mengguanakan
NaOH dan HCL, sedangkan pada perlakuan
fisik karang tersebut di tanur dengan suhu
700C.

II.

METODE PERCOBAAN

a. Waktu dan Tempat percobaan


Percobaan ini diliakukan di Pusat
Laboratorium Terpadu (PLT) lantai 3, Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 14 mei 11 juni 2015
b. Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian kali
ini adalah tabung reaksi, beacker glass, batang
pengaduk, labu ukur, cawan porselen, gelas
ukur dan alat tanur.
Bahan

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

Bahan yang digunakan dalam penelitian


kali ini adalah terumbu karang 20 gram, NaOH
1M, CuSO4 1M dan H2SO4 1M
c. Prosedur kerja
Perlakuan fisika
Karang yang di dapat selanjutnya dipisahkan
sesuai dengan jenisnya, yaitu karang kropos,
karang halus dan karang kasar. Setelah
dipisahkan, masing-masing karang di taruh di
cawan porselen kemudian dimasukkan kedalam
tanur selama 3 jam dengan suhu 700C. Setelah
di tanur karang tersebut di aktivasi dengan
menggunakan NaOH 1M dan H2SO4 1M yang
dilanjutkan dengan pengujian CuSO4
Perlakuan kimia
Karang yang sudah ditanur tersebut selanjutnya
di letakkan pada tabung reaksi kemudian
diaktivasi dengan NaOH dan HCL dan diuji
dengan CuSO4 Maka akan terlihat hasil
serapannya.
III.

HASIL PENGAMATAN

Struktur fisik dari ekosistem terumbu


karang adalah kerangka kalsium karbonat yang
senantiasa bertumbuh dan membentuk platform
yang keras dalam jangka waktu ratusan hingga
ribuan tahun. Kerangka ini atau yang disebut
sebagai terumbu dibentuk terutama oleh koloni
polip karang yang bersimbiose dengan
zooxantella yang hidup dalam jaringan karang.
Pori-pori pada terumbu karang yang ditandai
dengan warna hitam (gelap) dan tidak
terdistribusi merata. Jika di analisis dengan XRay Diffraction (XRD), ada 56 kandungan
unsur yang diperoleh. Dari 56 unsur yang
diperoleh ada 10 unsur yang dominan
berdasarkan dari persenan tertinggi meliputi
Nickel oxide (NiO) 0,816%, Manganese oxyde
(MnO2) 0.806%, Iron carbide (Fe-C) 0.773%,
Molybdenum
boride
(MoB)
0.712%,
magnesium oxyde (MgO2) 0.709%, Sodium
aluminium
silicate
hydrate
[Na(Si2Al)O6.H2O] 0.612%, Chromium

oxyde (Cr2O3) 0.604%, Lead (Pb) 0.570%,


Zinc manganese oxyde (ZnMnO3) 0.495%, dan
Copper zinc (CuZn) 0.474% dan memiliki
kandungan CaCO3. CaCO3 merupakan
senyawa yang baik untuk dijadikan sebagai
adsorben.
Dalam pembuatan adsorben dapat
diaktivasi dengan 2 cara, yaitu aktivasi secara
fisika dan kimia. Pada saat fisika terumbu
karang ditanur selama 3 jam dengan suhu
700C. Pemanasan dengan suhu tinggi ini
disebut aktifasi fisika, yaitu aktifasi yang
bertujuan untuk merubah bentuk fisik dari
terumbu karang. Menurut Humaedi (2012),
terumbu karang yang tidak diaktifasi memiliki
kemampuan menyerap ion-ion logam sebesar
(55-89)% sedangkan terumbu karang yang
diaktifasi mampu menyerap ion-ion logam
sebesar (76-99,5%). Hal ini lah yang
menyebabkan terumbu karang diaktifasi
terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian
terhadap CuSO4
Dalam aktivasi kimia dilakukan dengan
menggunakan NaOH 1M dan H2SO4 1M.
Ketika dilakukan pengujian larutan, larutan
yang lebih baik dalam melakukan penyerapan
adalah larutan basa, hal ini dikarenakan ketika
melakukan percobaan dalam waktu 24 jam ionion pada logam Cu terserap lebih cepat dengan
larutan basa. Larutan asam membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk menyerap ion -ion
logam Cu secara optimum
Tabel 1. Proses penyerapan CuSO4 oleh terumbu
karang

Proses Pengaktifasi

Daya serap terhadap


CuSO4 0,1 M

NaOH 1 M

+++++

H2SO4 1M

+++

Tanur 700 oC

+++++

Keterangan + = tingkat kejernihan larutan uji

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

IV.

KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan


bahwa terumbu karang dapat dijadikan sebagai
adsorben dengan pengaktivasian fisika dan
kimia dalam suasana basa.
V.

DAFTAR PUSTAKA

Humaedi, A., 2012, Pemanfaata Batu


Terumbu Karang Sebagai Media
Adsorpsi Limbah Cair, Makalah
Ilmiah, Jurusan Kimia Universitas
Mathlaul Anwar, Banten.
Lynch CT. 1990. Practical Handbook of
Material science. Ed ke-2. New York:
CRC Pr.

Siaka M, Sukadana IM, Rahayu KS. 2002.


Arang kulit kacang tanah sebagai
adsorben alternatif untuk adsorpsi
larutan nitrat. Chemical review: 6773 Vol V. Universitas Udayana.
Supriharyono.
2000.
Pengelolaan
Ekosistem
Terumbu
Karang.
Djambatan.Jakarta. 108 hlm
http://citraardianti.blogspot.com/2012/03/
laut-terumbu-karang-sebagianbesar.html
http://artikel.okeschool.com/artikel/kelaut
an-dan-perikanan/877/ekosistemterumbu-karang.html

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

ADSORPSI LARUTAN METILEN BLUE DENGAN LIMBAH


TERUMBU KARANG (Stony Coral) MENGGUNAKAN
AKTIVASI KIMIA
Ade Irma Rahmawati
Adi Riyadhi
Program Studi Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jl.Ir.H.Juanda No.95 Ciputat 15412 Indonesia
Email: [email protected]

Abstrak
Telah dilakukan penelitian mengenai adsorpsi larutan metilen blue menggunakan limbah terumbu
karang (Stony coral) menggunakan aktivasi kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan limbah terumbu karang dalam mengadsorpsi metilen blue. Hasil penelitian
menunjukan bahwa limbah terumbu karang dapat dijadikan adsorben yang dapat mengadsorpsi
metilen blue. Perlakuan limbah terumbu karang yang paling baik dan efektif dalam
mengadsorpsi metilen blue adalah pada limbah terumbu karang yang dilakukan aktivasi kimia
yang menggunakan NaOH 1M dengan ukuran partikel adsorben besar sedangkan limbah terumbu
karang yang kurang baik mengadsorpsi metilen blue adalah pada ukuran partikel adsorben sedang dan
kecil.
Kata Kunci: adsorben; adsorpsi; metilen blue, limbah terumbu karang

PENDAHULUAN
Metilen blue merupakan
senyawa yang memiliki rumus kimia
C16H18C1N3S.3H2O dengan bobot
molekul 373,91 gram/mol, berwarna
hijau tua, tidak berbau dan stabil
dalam udara serta mudah larut dalam
air (larutannya berwarna biru tua),
kloroform dan alkohol. (Prawira,
2008)

Gambar 1: Struktur Metilen Blue

Zat
warna metilen
biru ini
digunakan secara luas pada industri
tekstil dan menjadi perhatian besar
dalam proses pengolahan limbah
karena komponen warnanya yang
nondegradable (sulit diuraikan).
Senyawa
ini
bersifat
toksik,
menyebabkan mutasi genetik dan
berpengaruh pada reproduksi. Salah
satu cara yang dapat digunakan untuk
mengurai limbah cair zat warna
adalah dengan metode adsorbsi.
Adsorbsi merupakan suatu teknik

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

yang dapat menghilangkan bau serta


menurunkan kadar zat warna dari
larutan dengan sempurna tanpa
mengubahnya menjadi senyawa yang
lebih berbahaya dengan bantuan
adsorben. Hal ini disebabkan karena
adsorben memiliki pori- pori yang
luas,
hidrofob,
stabil
dalam
temperatur tinggi, tidak memiliki
aktivitas katalitik dan mudah
diregenerasi (Saragih, 2008). Dalam
pengertian lain, adsorbsi adalah suatu
proses pemisahan dimana komponen
dari suatu fase fluida berpindah ke
permukaan zat padat yang menyerap
(adsorben). Perpindahan terjadi
karena perbedaan bobot molekul atau
karena perbedaan polaritas yang
menyebabkan sebagian atau seluruh
molekul melekat pada permukaan
tersebut lebih erat daripada molekul
lainnya. (Prawira, 2008)
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi proses adsorbsi :
(Saragih, 2008)
-

Karakteristik
Adsorben
(Karbon
aktif).
Ukuran
partikel dan luas permukaan
merupakan karakteristik yang
penting,
karena
mempengaruhi
tingkat
adsorbsi. Tingkat adsorbsi
naik
dengan
adanya
penurunan ukuran partikel.
Ukuran molekul adsorbat.
Tingkat adsorbsi pada alifatik,
aldehid atau alkohol biasanya
naik diikuti dengan kenaikan
ukuran molekul. Hal ini dapat

dijelaskan dengan kenyataan


bahwa gaya tarik menarik
antara adsorben dan molekul
akan semakin besar ketika
ukuran molekul semakin
mendekati
ukuran
pori
adsorben.
pH. Asam organik akan lebih
mudah teradsorbsi pada pH
rendah, sedangkan adsorbsi
basa akan lebih efektif pada
pH tinggi.
Temperatur. Tingkat adsorbsi
naik diikuti dengan kenaikan
temperatur dan turun diikuti
dengan
penurunan
temperatur.

Dari proses adsorpsi ini,


dikenal istilah adsorben dan adsorbat.
Adsorbat untuk zat yang diadsorpsi
dan adsorben untuk zat yang
mengadsorpsi. Bahan adsorben yang
sering digunakan antara lain karbon
aktif, silika gel, zeolit, tanah diatome
dan abu layang, tetapi bahan tersebut
relatif mahal dan sukar diperoleh
(Nurhasni, 2012). Selama beberapa
dekade penelitian telah dilakukan
secara
mendalam
untuk
mengembangkan material adsorben
yang inovatif dan menjanjikan untuk
memecahkan masalah kontaminan
limbah cair industri. Hal tersebut
mendorong para peneliti untuk
mencari bahan yang lebih efisien,
ekonomis
dan
praktis,
salah
satunya adalah limbah terumbu
karang.
Terumbu karang biasa juga
disebut sebagai karang hermatipik

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

(hermatypic coral) atau karang yang


menghasilkan kapur. Terumbu karang
berbeda dengan batu cadas dan batu
vulkanik yang tidak menghasilkan
kapur.
Limbah terumbu karang ini
berpotensi
digunakan
sebagai
adsorben
disebabkan
karena
mempunyai
material
anorganik
keramik hidroksiapatit Ca(PO4)3(OH)
jika di panakan pada suhu 600oC,
dimana material ini merupakan
matrial biokeramik yang secara fisik
memiliki pori-pori. Adanya gaya
adhesi dalam pori ini dan gugus OHyang terdapat dalam hidroksiapatit ini
mengakibatkan material ini memiliki
kemampuan mengadsorpsi zat-zat lain
ke pori-pori permukaanya. (David,
2011)
Berdasarkan
penguraian
masalah diatas penelitian tentang
adsorpsi metilen blue dengan limbah
terumbu karang belum banyak
dilakukan. Oleh karena itu, pada
penelitian ini akan dilaporkan tentang
limbah terumbu karang dengan
perbedaan luas permukaan dalam
menyerap metilen blue. Pemilihan
metilen blue sebagai
adsorbat
didasarkan pada sifat toksisitasnya
terutama di lingkungan perairan yang
merusak ekosistem perairan serta
membahayakan kesehatan manusia.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Pusat
Laboratorium Terpadu (PLT) Uin
Syarif Hidayatullah Jakarta pada

bulan Juni 2014, yang beralamat di Jl.


Ir.H Juanda 95,Ciputat, Tangerang
Selatan, Banten 15412.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan
terdiri dari oven listrik Mammert,
neraca analitik Mettler AE 100, alatalat gelas, kertas saring, alu dan
mortar, indikator universal vortex
serta pipet tetes.
Bahan-bahan yang digunakan
adalah limbah terumbu karang yang
didapat dari pantai Untung Jawa,
Kepulauan Seribu, metilen blue 3
ppm, NaOH 1M dan aquades.
Prosedur
Preparasi
Limbah
Terumbu Karang
a. Tahap degradasi ukuran
Limbah
terumbu
karang
diambil
dan
ditumbuk
menggunakan mortar dan alu
dengan variasi ukuran partikel
besar, sedang dan kecil.
b. Tahap Aktivasi Kimia
Limbah terumbu karang yang
telah ditumbuk, diaktivasi secara
kimia, direndam di dalam larutan
aktivator
basa,
dengan
menggunakan larutan NaOH 1M
dengan waktu rendaman 2 jam.
Sampel disaring dengan kertas
saring, kemudian dicuci dengan
aquadest sampai pH netral (6.5-7).
Sampel dikeringkan dalam oven
pada suhu 150oC selama 1 jam.
Prosedur Analisa Uji Adsorpsi
terhadap Metilen Blue
a. Dengan limbah terumbu karang

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

ukuran besar
Limbah terumbu karang yang
telah diaktivasi secara kimia
dengan NaOH 1 M, dimasukkan
ke-dalam
desikator,
setelah
dingin ditimbang sebesar 6 gram
(kira-kira 3 bonggol terumbu
karang), dimasukkan kedalam
tabung
reaksi,
kemudian
ditambah 7 ml larutan metilen
blue 3 ppm, lalu
dikocok
menggunakan vortex,
setelah
itu didiamkan selama 24 jam.
b. Dengan limbah terumbu karang
ukuran sedang dan kecil
Limbah terumbu karang yang
telah diaktifkan secara kimia
dengan NaOH 1M ditimbang
dengan massa 2 gram, lalu
dimasukkan
tabung
reaksi,
kemudian ditambah 7 ml larutan
metilen blue 3 ppm, lalu dikocok
menggunakan vortex, setelah itu
didiamkan selama 24 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adsorpsi metilen blue dengan
limbah terumbu karang ini dilakukan
untuk
mengetahui
kemampuan
adsorpsi limbah terumbu karang
dalam mengadsorpsi metilen biru.
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan
metode aktivasi kimia. Sampel yang
digunakan sebagai absorben dalam
penelitian ini adalah limbah terumbu
karang yang didapatkan dari pantai
Pulau Untung Jawa, Kepulauan
Seribu dan metilen blue digunakan
sebagai adsorbatnya. Prinsip dasar

penelitian ini adalah jika suatu


adsorben berada dalam suatu larutan
atau cairan murni, maka terdapat
kecenderungan
molekul-molekul
pelarut atau zat terlarut berinteraksi
dengan adsorben tersebut. Jika
adsorben tersebut permukaannya luas
atau berpori-pori, maka akan terjadi
peristiwa adsorpsi yang lebih besar,
dimana dalam hal ini terjadi
peristiwa pengambilan zat yang
berbentuk cairan oleh permukaan
atau antarmuka tanpa penetrasi.
(Saragih, 2008)
Proses adsorpsi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah adsorpsi
kimia (kemisorpsi) karena proses
ini melibatkan terbentuknya ikatan
secara kimia yang diikuti dengan
reaksi kimia, ikatan kimia yang
terjadi pada kemisorpsi sangat kuat
mengikat molekul cairan (metilen
blue) dengan permukaan padatan
(terumbu karang) sehingga sangat
sulit untuk dilepaskan kembali
(irreversibel). Dengan demikian
pelepasan kembali molekul yang
terikat di adsorben pada kemisorpsi
sangat kecil.
Pada penelitian ini limbah
terumbu karang diberi beberapa
perlakukan, yaitu variasi ukuran
partikel, yaitu partikel besar, sedang
dan kecil. Partikel sedang dan kecil
didapakan dengan cara digerus
terlebih dahulu, hal ini dilakukan
untuk
memperluas
permukaan
Variasi ukuran ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh luas permukaan
terumbu karang terhadap efektifitas

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

adsorpsi karena luas permukaan


merupakan karakter fisik yang
berhubungan dengan kemampuan
adsorpsi terhadap zat-zat yang akan
diserap, dimana bila luas permukaan
besar akan memberikan bidang
kontak yang lebih besar antara
adsorben dan adsorbatnya sehingga
adsorbat dapat terserap lebih banyak.
Sampel yang digunakan sebagai
adsorben nya diaktivasi kimia dengan
menggunakan larutan NaOH 1 M. Hal
ini disebabkan karena NaOH
memiliki
kemampuan
untuk
melarutkan pengotor sehingga banyak
pori- pori yang terbentuk dan proses
penyerapan adsorbat oleh karbon
aktif lebih maksimal. (David, 2011)
Langkah
awal
yang

dilakukan adalah memasukkan


sampel ke dalam tiap-tiap tabung
reaksi,
kemudian metilen blue
dimasukkan ke dalam masingmasing tabung selanjutnya dilakukan
pengocokan. Pengocokan dilakukan
agar partikel karbon aktif dapat
bersinggungan homogen dengan
senyawa
metilennya
sehingga
larutan dapat terserap dengan
sempurna.
Larutan
kemudian
didiamkan selama 24 jam. Hal ini
dilakukan karena karbon aktif yang
ditambahkan dalam metilen tersebut
membutuhkan waktu bersinggungan
untuk mencapai kesetimbangan
dalam menyerap larutan adorbat
metilen blue.

Gambar 2. Limbah terumbu karang ukuran besar yang belum ditumbuk

Gambar 3. Metilen blue yang teradsorbsi limbah terumbu karang ukuran


besar

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

Gambar 4. Metilen blue yang teradsorbsi limbah terumbu karang ukuran


kecil (tabung 1) dan sedang (tabung 2 dan 3)
Berdasarkan gambar hasil
pengamatan, dapat dilihat bahwa
limbah terumbu karang dapat
menyerap larutan metilen blue , hal
ini mengindikasikan bahwa limbah
terumbu karang dapat dijadikan
adsorben untuk menyerap metilen
blue. Kemampuan penyerapan itu
disebabkan karena pada limbah
terumbu karang terdapat senyawa
hidroksipatit
yang
memilki
kemampuan tinggi sebagai ion exchange yang mampu menyerap zat
warna sehingga molekul antarmuka
pada limbah terumbu karang akan
mengalami ketidakseimbangan gaya.
Akibatnya, molekul-molekul pada
permukaan ini mudah sekali menarik
molekul lain, sehingga keseimbangan
gaya akan tercapai, selain itu karena
limbah terumbu karang ini banyak
mengandung
kadar hidrat arang
atau karbon dan terdapat suatu
molekul yang me- miliki sistem
pori
serta situs-situs aktif pada
permukaannya. Situs-situs
aktif

tersebut akan ber- interaksi dengan


molekul metilen blue maka akan
terjadi proses adsorpsi.
Berdasarkan pada perbedaan
gambar 3 dan gambar 4 dapat dilihat
bahwa, limbah terumbu karang
dengan ukuran partikel besar
mempunyai daya adsorbsi lebih baik
dibandingkan dengan limbah terumbu
karang ukuran sedang dan kecil. Hasil
percobaan ini bertentangan dengan
teori dasar bahwa semakin kecil
ukuran partikel adsorben, maka luas
permukaannya
semakin
besar,
sehingga akan menghasilkan daya
adsorbsi yang lebih baik.
Pada percobaan ini, sampel
yang digunakan yaitu limbah terumbu
karang sebagai adsorben. Terumbu
karang
mempunyai
material
anorganik keramik hidroksiapatit
Ca(PO4)3(OH) yang secara fisik
memiliki pori-pori. Adanya gaya
adhesi dalam pori ini dan gugus OHyang terdapat dalam hidroksiapatit ini
mengakibatkan material ini memiliki

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

10

kemampuan mengadsorpsi zat-zat lain


ke pori-pori permukaanya. (David,
2011)
Proses adsorbsi yang baik
dapat dijelaskan dengan kenyataan
bahwa gaya tarik menarik antara
adsorben dan molekul akan semakin
besar ketika ukuran molekul semakin
mendekati ukuran pori adsorben. Saat
limbah terumbu karang diberi
perlakukan degradasi pengurangan
ukuran partikel, maka pori-pori
terumbu karang akan menjadi kecil.
Oleh karena itu molekul adsorbat tidak
bisa terserap oleh adsorben karena
besarnya pori adsorben tidak sesuai
dengan besarnya molekul adsorbat.
Akibatnya terjadi penurunan kapasitas
adsorpsi.
KESIMPULAN
Limbah terumbu karang dapat
dijadikan adsorben yang dapat
mengadsorpsi
metilen
blue.
Perlakuan limbah terumbu karang
yang paling baik dan efektif dalam
mengadsorpsi metilen blue adalah
pada limbah terumbu karang yang
dilakukan aktivasi kimia yang
menggunakan aktivator NaOH 1 M,
pada ukuran partikel adsorben besar.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar,Muchlas. 2012. Pengaruh
Waktu Kontak Terhadap Daya
Adsorpsi Tanah Lempung Pada
Ion Timbal (Pb2+). Jurusan
Kimia Universitas Negeri
Makassar .

David. 2011. Penurunan warna


dengan karbon aktif pada air
gambut
sungai
kota
Palangkaraya. Diponegoro :
Universitas Diponegoro.
Lokapuspita,Gita.Hayati,Mirza.A,Pu
rwantoDE.2012. Pemanfaatan
Limbah Ikan Nila Sebagai
Fishbone Hidroxypatite pada
Proses Adsorpsi Logam Berat
Krom pada Limbah Cair. Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri,
vol.1,No 1, Tahun 2012.
Halaman
379-388.Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik
Universitas
Diponegoro,
Jln.Prof.Soedarto, Tembalang:
Semarang.
Maftuhin,TA dan Hanifah, S. Anita.
Potensi Pemanfaatan Tanah
Bentonit Sebagai Adsorben
Kation Timbal dalam Larutan.
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas
Riau. Kampus
Binawidya
Pekanbaru, 28293, Indonesia.
Nurhasni, Firdiyono, Florentinus.
Syaban,
Qosim.
2012.
Penyerapan Ion Alumunium
dan Bei dalam Larutan Sodium
Silikat Menggunakan Karbon
Aktif. Valensi Vol 2. No.4, Mei
2012 (516-525) ISSN:19788193. Program Studi Kimia
FST UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta ,Puslit Metalurgi,LIPI
Prawira. 2008. Studi Pemanfaatan
Batu Bata sebagai karbon aktif
untuk menurunkan konsentrasi

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

11

fenol. Surabaya : Jurusan


Tekhnik Lingkungan FTSP ITS
Ringo,BerlianaSiringo.Liani. Sinaga,
Goldberd.Maisyaroh,Siti.Tambunan, Jelita. 2013. Arang
Aktif.
Saragih.
2008.
Arang
aktif
(pengenalan
dan
proses

pembuatannya).
Medan
:Fakultas Tekhnik Universitas
Sumatra Utara.

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

12

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN PADA TERUMBU KARANG


(Corral Reef) TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT
Meilia Puspita Sari
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412
E-mail: [email protected]

Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi larutan pada terumbu karang (corral reef)
terhadap efisiensi penjerapan logam berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
terumbu karang terhadap pengaruh konsentrasi larutan dalam menyerap zat warna dengan
menggunakan larutan Tembaga (II) Sulfat (CuSO4), Kobalt (II) Klorida Heksahidrat (CoCl2.6H2O) dan
Nikel (II) Sulfat Heksahidrat (NiSO4.6H2O). Metode Penelitian ini dengan melakukan pengaktivasian
terumbu karang menggunakan asam sulfat (H2SO4) 2M dan natrium hidroksida (NaOH) 2M serta
pengujian daya serap adsorben menggunakan konsentrasi larutan Tembaga (II) Sulfat (CuSO4) 0,5M,
Kobalt (II) Klorida Heksahidrat (CoCl2.6H2O) 0,5M dan Nikel (II) Sulfat Heksahidrat (NiSO4.6H2O)
0,5M. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, hanya larutan tembaga (II) sulfat (CuSO4) 0,5M yang
dapat diserap oleh terumbu karang yang telah diaktivasi dengan asam sulfat (H2SO4) dan natrium
hidroksida (NaOH). Kemampuan penyerapan yang lebih baik dan sangat cepat dalam terumbu karang
terhadap efisiensi penjerapan logam berat terletak pada perlakuan yang telah diaktivasi dengan natrium
hidroksida (NaOH).
Kata kunci : adsorben, logam berat, terumbu karang

I. PENDAHULUAN
Terumbu Karang (Coral Reef) di
Indonesia merupakan yang terkaya di dunia.
Diperkirakan dari total luas terumbu karang
di dunia yang mencapai 284.300 km2, 18 %
(85.200 km2) diantaranya berada di wilayah
Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan
Indonesia sebagai negara maritim terbesar di
dunia yang memiliki perairan seluas 93 ribu
km2.
Terumbu Karang atau biasa disebut Koral
merupakan sekelompok hewan dari ordo
Scleractinia yang dapat menghasilkan kapur
(CaCO3) sebagai pembentuk utama terumbu.
Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut
yang meliputi karang hidup dan karang mati
yang menempel pada batuan kapur

tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat


berasal
dari
karang
maupun
dari alga. Terumbu karang pada umumnya
hidup dipinggir pantai atau daerah yang
masih terkena cahaya matahari kurang lebih
50 meter di bawah permukaan laut.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar
terdapat di perairan tropis, sangat sensitif
terhadap perubahan lingkungan hidupnya
terutama suhu, salinitas, sedimentasi,
eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan
alami (pristine).
Logam berat dengan konsentrasi tertentu
dalam perairan dapat menjadi sumber racun
bagi kehidupan perairan. Berbagai usaha
untuk mengurangi kadar logam berat di
perairan telah banyak dilakukan. Metode
yang paling sering digunakan adalah

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

13

adsorpsi.
Teknik
tersebut
lebih
menguntungkan daripada teknik yang lain
dilihat dari segi biaya yang tidak begitu besar
serta tidak adanya efek samping zat beracun
(Blais dkk., 2000).
Adsorpsi atau penjerapan merupakan
proses penyerapan suatu zat pada permukaan
zat lain yang terjadi karena adanya ketidak
seimbangan gaya tarik pada permukaan zat
tersebut. Zat yang menjerap disebut
adsorben, sedangkan zat yang tejerap disebut
adsorbat. Adsorben dapat berupa zat padat
maupun zat cair. Adsorben padat diantaranya
adalah silika gel, alumina, platina halus,
selulosa dan arang atau arang aktif. Adsorbat
dapat berupa gas dan zat cair. Penelitian ini
menggunakan larutan zat warna sebagai
adsorbat. Adsorben dapat digunakan di
bidang industri pangan maupun non pangan.
Beberapa kegunaan adsorben diantaranya
adalah untuk memurnikan udara dan gas,
memurnikan pelarut, penghilangan bau
dalam pemurnian minyak nabati dan gula,
penghilangan warna produk-produk alam dan
larutan (Lynch, 1990). Berkembangnya
industri, diikuti dengan makin tingginya
kebutuhan terhadap adsorben, untuk
mengatasi hal tersebut perlu diupayakan
keragaman sumber bahan baku adsorben
sehingga dapat mengimbangi kebutuhan
industri-industri terhadap adsorben.
Umumnya adsorben dari bahan alam
diaktivasi
terlebih
dahulu
untuk
meningkatkan kinerjanya. Aktivasi adsorben
bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan
efisiensi adsorpsi dari adsorben. Aktivasi
dapat dilakukan dengan memberi perlakuan
kimia seperti direaksikan dengan asam dan
basa juga dengan perlakuan fisika seperi
pemanasan dan pencucian. Adsorpsi
merupakan
peristiwa
terakumulaisnya
partikel pada permukaan (Atkins, 1994).
Partikel yang terakumulasi dan diserap oleh
permukaan disebut adsorbat dan material
tempat terjadinya adsorpsi disebut adsorben

(Satake, 1990). Ukuran pori dan luas


permukaan adsorben merupakan hal yang
sangat penting dalam adsorpsi (Lynch, 1990).
Perbesaran luas permukaan adsorben dapat
dilakukan dengan pengecilan partikelnya.
Adsorben polar cenderung mengadsorpsi
adsorbat polar secara kuat dan mengadsorpsi
adsorbat non polar secara lemah. Sebaliknya,
adsorben non polar cenderung untuk
mengadsorpsi secara kuat adsorbat non polar
dan mengadsorpsi adsorbat polar secara
lemah (Bird, 1993).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan terumbu karang terhadap
pengaruh konsentrasi larutan dalam
menyerap zat warna dengan menggunakan
larutan Tembaga (II) Sulfat (CuSO4), Kobalt
(II) Klorida Heksahidrat (CoCl2.6H2O) dan
Nikel (II) Sulfat Heksahidrat (NiSO4.6H2O).

II. METODOLOGI PENELITIAN


Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei
2015 di Laboratorium Kimia, Pusat
Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Alat dan Bahan
Alat-alat
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah gelas beker, gelas ukur,
labu ukur, erlenmeyer, sechi disk, batang
pengaduk, tabung reaksi, rak tabung reaksi,
pipet tetes, kertas saring, corong, vortex, alu,
lumpang, timbangan analitik, spatula,
hotplate dan label.
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah terumbu karang yang
diperoleh dari pantai untung jawa kepulauan
seribu, H2SO4 2M, NaOH 2M, CuSO4 0,5M,
CoCl2.6H2O 0,5M, NiSO4.6H2O 0,5M dan
aquadest.
Pengaktivasian Terumbu Karang

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

14

Terumbu Karang dengan bentuk pori-pori


berbeda yang sudah bersih diaktivasi dengan
menggunakan H2SO4 2M dan NaOH 2M.
Disiapkan 2 buah erlenmeyer dan dipipet 50
ml H2SO4 2M dan NaOH 2M dimasukkan
kedalam erlenmeyer masing-masing yang
sudah berisi terumbu karang. Kemudian,
dipanaskan diatas hotplate sambil diaduk
selama setengah jam. Setelah itu, disaring
untuk memisahkan terumbu karang dengan
larutan tersebut. Selanjutnya, terumbu karang
tersebut dicuci dengan aquadest panas hingga
netral (pH 7) dan dikeringkan selama 1 hari.

Diaktivasi
(H2SO4 2M)
CuSO4 0,5M
CoCl2.6H2O 0,5M
NiSO4.6H2O 0,5M
Diaktivasi
(NaOH 2M)
CuSO4 0,5M
CoCl2.6H2O 0,5M
NiSO4.6H2O 0,5M

Kasar

Halus

Kropos

++++
-

+++

++

++++
-

(++++) : sangat cepat terserap

Terumbu Karang dengan bentuk poripori berbeda-beda (pori-pori kasar, halus


dan kropos) yang telah diaktivasi
dimasukkan kedalam 6 buah tabung
reaksi yang berbeda (3 buah tabung
reaksi yang diaktivasi dengan H2SO4 2M dan
3 buah tabung reaksi lainnya yang
diaktivasi dengan NaOH 2M) dan masingmasing tabung diisi dengan larutan CuSO4
0,5M. Kemudian dikocok menggunakan
vortex dan didiamkan selama 1 hari serta
diamati perubahan yang terjadi. Langkah
selanjutnya dapat diuji dengan cara yang
sama mengunakan konsentrasi larutan

(+++) : cepat terserap

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, data yang diperoleh dari
penelitian pengaruh konsentrasi larutan pada
terumbu karang terhadap efisiensi penjerapan
logam berat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh Konsentrasi Larutan Pada
Terumbu Karang Terhadap Efisiensi Penjerapan
Logam Berat
Perlakuan

Penjerapan Logam Berat


(selama1 hari)
Terumbu Karang (Pori-Pori)

++++
-

Keterangan:

Pengujian Daya Serap Adsorben

CoCl2.6H2O 0,5M, dan NiSO4.6H2O 0,5M.

++++
-

(++)

: lambat terserap

(-)

: tidak terserap

Berdasarkan Tabel 1, memperlihatkan


adanya zona daya serap terhadap terumbu
karang.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa,
hanya larutan tembaga (II) sulfat (CuSO4)
0,5M yang dapat diserap oleh terumbu
karang yang telah diaktivasi dengan asam
sulfat (H2SO4) dan natrium hidroksida
(NaOH). Ditinjau dari segi ukuran poriporinya, terumbu karang yang berpori-pori
kasar sangat cepat menyerap dibandingkan
dengan terumbu karang yang berpori-pori
halus dan kropos pada perlakuan diaktivasi
asam sulfat (H2SO4) serta larutan berubah
dari biru menjadi bening dan terumbu karang
menjadi berwarna biru. Sedangkan ditinjau
dari segi ukuran pori-porinya, terumbu
karang yang berpori-pori kasar, halus dan
kropos sangat cepat menyerap
pada
perlakuan diaktivasi natrium hidroksida
(NaOH) serta larutan berubah dari biru
menjadi bening dan terumbu karang menjadi
berwarna biru.
Larutan kobalt (II) klorida heksahidrat
(CoCl2.6H2O) dan nikel (II) sulfat
heksahidrat (NiSO4.6H2O) berdasarkan

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

15

Tabel 1, tidak mampu atau tidak dapat


diserap oleh terumbu karang yang telah
diaktivasi dengan asam sulfat (H2SO4) dan
natrium hidroksida (NaOH). Hal tersebut
menunjukkan adsorben terumbu karang lebih
baik digunakan sebagai penyerap larutan
tembaga (II) sulfat (CuSO4). Artinya,
adsorben terumbu karang lebih selektif
terhadap larutan tembaga (II) sulfat (CuSO4)
dibandingkan dengan larutan kobalt (II)
klorida heksahidrat (CoCl2.6H2O) dan nikel
(II) sulfat heksahidrat (NiSO4.6H2O), yang
mana tidak mampu menyerap ligan-ligan
pada senyawa kompleks tersebut.
Terumbu Karang diketahui memiliki
kandungan senyawa kimia yakni kalsium
karbonat (CaCO3) sebagai pembentuk utama
terumbu.
Terumbu
karang
mampu
mengakumulasi logam Cu paling tinggi dan
menyaring air dalam jumlah yang besar
serta mengakumulasikan logam berat.
Akumulasi tergantung pada logam dan
spesies yang bersangkutan. Konsentrasi
logam Cu banyak yang terakumulasi dalam
pori-pori terumbu karang. Logam Cu
secara alamiah dapat masuk ke badan
perairan melalui pengompleksan partikel
logam di udara karena hujan dan peristiwa
erosi batuan mineral yang ada di sekitar
badan perairan. Sumber Cu dari aktivitas
manusia berasal dari buangan industri
listrik dan galangan kapal.
Semakin banyak jumlah adsorben maka
ketersediaan pori-pri dan luas permukaan
aktif dari adsorben juga meningkat.
Bertambahnya pori dan sisi-sisi aktif dari
permukaan memungkinkan adsorpsi terjadi
dibanyak tempat dari permukaan adsorben.

sulfat (H2SO4) dan natrium hidroksida


(NaOH). Kemampuan penyerapan yang lebih
baik dan sangat cepat dalam terumbu karang
terhadap efisiensi penjerapan logam berat
terletak pada perlakuan yang telah diaktivasi
dengan natrium hidroksida (NaOH).

V. DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 1994. Kimia Fisika. Edisi ke-5.
Jakarta: Erlangga.
Bird T. 1993. Kimia Fisik untuk Universitas.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Blais, J.F, Dufresne, B, dan Mercier, G. 2000.
State of The Art of Technologies for
Metal Removal from Industrial Effluents.
Rev, Sci Eau 12 (4),687-711.
Connell, D. W. 1990. Bioakumulasi
Senyawaan Xenobiotik. Terjemahan
oleh Yanti R. H. Koestoer. Jakarta: UIPress.

Connell, D.W. dan Miller, G.J. 1995. Kimia


dan Ekotoksikologi Pencemaran. Terjemahan
oleh Yanti
R. H. Koestoer. Jakarta: UI-Press.
Lynch CT. 1990. Practical Handbook of
Material science. Ed ke-2. New York:
CRC Pr.
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi
Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.
Satake M, Nagahiro T. 1990. Modern
Dictionary Physical Chemistry. New
Delhi: Discovering.

LAMPIRAN

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan dapat diambil kesimpulan yakni
hanya larutan tembaga (II) sulfat (CuSO4)
0,5M yang dapat diserap oleh terumbu
karang yang telah diaktivasi dengan asam

Gambar-1. Bentuk Karakteristik Terumbu


Karang

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

16

Gambar-2.
Hasil Penyerapan Terumbu Karang pada
Konsentrasi Larutan Tembaga (II) Sulfat
(CuSO4) 0,5M yang Diaktivasi NaOH

Gambar-3
Hasil Penyerapan Terumbu Karang pada
Konsentrasi Larutan Tembaga (II) Sulfat
(CuSO4) 0,5M yang Diaktivasi H2SO4

Kiri: Terumbu Karang Pori-Pori Kasar


Tengah: Terumbu Karang Pori-Pori Kropos
Kanan: Terumbu Karang Pori-Pori Halus

Kiri: Terumbu Karang Pori-Pori Kasar


Tengah: Terumbu Karang Pori-Pori Kropos
Kanan: Terumbu Karang Pori-Pori Halus

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

17

PEMANFAATAN TERUMBU KARANG SEBAGAI BIOSORBEN


DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI WAKTU AKTIVASI DAN
PENYERAPAN PADA PROSES PENJERNIHAN
Dini Choirunnisa
Dosen Pembimbing : Adi Riyadhi, M.Si. dan Nurlela, S.Si.
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Jalan Ir.H. Juanda No.95, Ciputat 15412 Indonesia. Telp. (62-21) 7493606
Email : [email protected]

Abstrak
Peningkatan jumlah industri selalu diikuti oleh pertambahan jumlah limbah cair yang menjadi masalah
utama dalam pengendalian dampak lingkungan industri karena memungkinkan adanya kontaminasi pada
perairan disekitar daerah industri. Dengan demikian dibutuhkan alternatif untuk memulihkan kembali
perairan agar tidak mengganggu aktifitas biota di dalam air. Metode yang digunakan untuk mengurangi
ion logam berat dalam limbah cair sudah banyak dilakukan, salah satu diantaranya adalah adsorpsi, yaitu
memisahkan komponen tertentu dari fluida ke permukaan zat padat. Penelitian ini memanfaatkan Karbon
aktif dari mineral berpori yaitu berupa terumbu karang yang diambil dari pantai Pulau Untung Jawa,
Kepulauan Seribu. Terumbu karang merupakan salah satu mineral yang sangat potensial dimanfaatkan
untuk pembuatan karbon aktif, karena selain bahan ini mudah didapat dengan jumlah yang berlimpah
juga mengandung kadar unsur karbon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lamanya
waktu aktivasi terumbu karang yang telah diaktivasi dengan menggunakan NaOH 1 M serta lamanya
waktu penyerapan terhadap proses penjernihan CuSO4 0,1 M. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya
serap terumbu karang aktif terhadap sampel sangat efektif dengan menggunakan waktu aktivasi selama
90 menit dan menghasilkan waktu penyerapan lebih cepat yaitu 24 jam.
Kata Kunci : Karbon Aktif , Industri, Terumbu Karang, Mineral, Adsorben.

Abstract
An increasing number of industries are always followed by increase the amount of liquid waste that a
major problem in controlling the environmental impact of the industry as it allows contamination in the
waters surrounding industrial area. Thus an alternative is needed to restore water so as not to disrupt the
activities of biota in the water. The method used to reduce heavy metal ions in wastewater has been done,
one of them is adsorption, which is separating certain components of the fluid to the surface of solids.
This study utilizes activated carbon in the form of mineral porous coral taken from the coast of the island
of Java Fortunately, the Thousand Islands. Coral reefs are one of the potential mineral used for the
manufacture of activated carbon, because in addition to these materials easily obtained with an abundant
amount also contains high levels of carbon element. This study aims to determine the effect of duration
of activation of the coral reefs that have been activated using 1 M NaOH as well as the length of time the
absorption of the purification process CuSO4 0.1 M. The results showed that the absorption of active
coral reefs are very effective against the samples using the activation time for 90 minutes and resulted in
faster absorption time is 24 hours.
Keywords : Activated Carbon , Industry , Coral Reef , Mineral , Adsorbent

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

18

VI.

PENDAHULUAN

Wilayah pesisir dan lautan


merupakan kawasan yang menyimpan
kekayaan sumber daya alam yang sangat
berguna bagi kepentingan manusia.
Secara mikro sumber daya kawasan ini
dipergunakan
untuk
memenuhi
kebutuhan hidup esensial penduduk
sekitarnya sedangkan secara makro,
merupakan potensi yang sangat
diperlukan dalam rangka menunjang
kegiatan
pembangunan
nasional
disegala bidang (Hutomo,1987). Untuk
itu keberadaan potensi sumberdaya alam
hayati dan non hayati di wilayah ini,
perlu dikelola dan dimanfaatkan secara
bijaksana sehingga dapat lestari dan
berkesinambungan. Ekosistem terumbu
karang merupakan bagian dari ekosistem
laut yang menjadi tempat kehidupan
bagi beraneka ragam biota laut. Di
dalam ekosistem terumbu karang dapat
hidup lebih dari 300 jenis karang, 2000
jenis ikan dan berpuluh puluh jenis
molluska,crustacea, sponge, algae,
lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2003).
Adsorpsi merupakan peristiwa
penyerapan suatu zat pada permukaan
zat lain yang terjadi karena adanya
ketidakseimbangan gaya tarik pada
permukaan zat tersebut (Siaka, 2002).
Zat yang menjerap disebut adsorben,
sedangkan zat yang terserap disebut
adsorbat. Adsorben dapat digunakan di
bidang industri pangan maupun non
pangan. Beberapa kegunaan adsorben
diantaranya adalah untuk memurnikan
udara dan gas, memurnikan pelarut,
penghilangan bau dalam pemurnian
minyak nabati dan gula, penghilangan

warna produk -produk alam dan larutan


(Lynch, 1990).
Berkembangnya industri, diikuti
dengan makin tingginya kebutuhan
terhadap adsorben. Demikian pula
kebutuhan terhadap arang aktif sebagai
salah satu jenis adsorben juga akan terus
meningkat dan belum bisa terpenuhi
secara maksimum. Untuk mengatasi hal
tersebut perlu diupayakan keragaman
sumber bahan baku adsorben sehingga
dapat mengimbangi kebutuhan industriindustri terhadap adsorben.
Limbah cair industri merupakan
buangan yang dihasilkan dari berbagai
proses produksi di industri (Quek dkk.,
1998). Umumnya limbah cair industri
mengandung logam berat seperti Cd, Fe,
Cu, Cr, Zn, Ni dan lain sebagainya
(Xirokostas dkk., 2003). Limbah cair
tersebut jika dibuang ke lingkungan
secara langsung dapat merusak
ekosistem yang ada bahkan bisa beracun
bagi manusia karena di dalam limbah
cair bisa mengandung logam berat yang
berbahaya dengan konsentrasi tinggi, di
atas 500 mg/l (Hui dkk., 2005).
Keberadaan logam berat tersebut di
perairan sangat
berbahaya bagi
kehidupan manusia dan mahluk hidup
lainnya, karena sangat beracun dan tidak
dapat mengalami biodegradasi, sehingga
sangat perlu untuk dihilangkan dari
limbah industri untuk memperoleh
perairan yang memenuhi standar
kualitas lingkungan. Dengan demikian,
sangat perlu dikembangkan teknologi
untuk mengontrol konsentrasi logam ini
dalam
perairan
limbah
industri
(Sardjono, 2007).

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

19

Umumnya adsorben dari bahan


alam diaktivasi terlebih dahulu untuk
meningkatkan kinerjanya. Aktivasi
adsorben bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas dan efisiensi adsorpsi dari
adsorben. Aktivasi dapat dilakukan
dengan memberi perlakuan kimia seperti
direaksikan dengan asam dan basa juga
dengan
perlakuan
fisika
seperi
pemanasan dan pencucian. Adsorpsi
merupakan peristiwa terakumulaisnya
partikel pada permukaan (Atkins, 1994).
Adsorpsi atau penyerapan adalah
suatu proses yang terjadi ketika suatu
fluida, cairan maupun gas, terikat
kepada suatu padatan atau cairan (zat
penyerap, adsorben) dan akhirnya
membentuk suatu lapisan tipis atau film
(zat
terjerap,
adsorbat)
pada
permukaannya.
Berbeda
dengan
absorpsi yang merupakan penyerapan
fluida oleh fluida lainnya dengan
membentuk suatu larutan. Adsorpsi
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
adsorpsi fisika (disebabkan oleh gaya
Van Der Waals, penyebab terjadinya
kondensasi gas untuk membentuk
cairan, yang ada pada permukaan
adsorben) dan adsorpsi kimia (terjadi
reaksi antara zat yang diserap dengan
adsorben,
banyaknya
zat
yang
teradsorbsi tergantung pada sifat khas
zat padatnya yang merupakan fungsi
tekanan dan suhu). (Dainith, J., 1994).
Partikel yang terakumulasi dan
diserap oleh permukaan disebut adsorbat
dan material tempat terjadinya adsorpsi
disebut adsorben (Satake, 1990). Ukuran
pori dan luas permukaan adsorben
merupakan hal yang sangat penting

dalam
adsorpsi
(Lynch,
1990).
Perbesaran luas permukaan adsorben
dapat dilakukan dengan pengecilan
partikelnya. Adsorben polar cenderung
mengadsorpsi adsorbat polar secara
kuat, dan mengadsorpsi adsorbat non
polar secara lemah. Sebaliknya,
adsorben non polar cenderung untuk
mengadsorpsi secara kuat adsorbat non
polar dan mengadsorpsi adsorbat polar
secara lemah (Bird, 1993).
Faktor yang mempengaruhi kinetika
adsorpsi atau cepat atau lambatnya
penyerapan terjadi, kecepatan atau besar
kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya :
1. Jenis adsorben :
Contoh adsorben yang paling sering
digunakan adalah karbon aktif.
2. Jenis zat yang diadsorpsi (adsorbat) :
Jenis zat yang diadsopsi juga sangat
berpengaruh karena semakin banyak
zat-zat impuritis (zat pengotor) pada
suatu fluida atau larutan maka
semakin lambat kinetika atau
kecepatan penyerapannya (adsorpsi).
3. Luas permukaan adsorben :
Semakin luas permukaan adsorben
maka
semakin
cepat
efektif
kemampuan
menyerap
zat-zat
impuritis sehingga larutan menjadi
lebih murni dan cenderung lebih
bersih dari zat-zat impuritis atau zatzat pengotor tersebut.
4. Konsentrasi zat yang diadsorpsi
(adsorbate) :
Semakin tinggi konsentrasi maka ion
yang dihasilkan juga semakin banyak
sehingga mempengaruhi adsorpsi
atau penyerapan larutan tersebut.
5. Temperatur :

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

20

Semakin tinggi temperatur semakin


sulit untuk menyerap zat (efektif di
suhu kamar). (Pujiarti dan gentur.
200).
Terumbu karang adalah ekosistem
di laut tropis yang dibangun oleh biota
laut penghasil kapur khususnya jenisjenis karang batu dan alga berkapur,
bersama sama dengan biota yang hidup
di dasar yaitu jenis molusca, crustasea,
echinodermata, polychaeta, porifera dan
tunicata serta biota lain yang hidup
bebas di perairan sekitarnya. Dalam
kerangka ekologis, terumbu karang
sebagai tempat mencari makan dan
tempat hidup berbagai organisme hewan
maupun tumbuhan laut seperti : ikan,
penyu, udang, kerang dan rumput laut
(Supriharyono, 2000). Secara fisik
terumbu karang juga menjadi pelindung
pantai dan kehidupan ekosistem perairan
dangkal lainnya dari abrasi oleh ombak
dan badai (Supriharyono, 2000).
Banyak metode
yang telah
dikembangkan
untuk
menangani
masalah limbah di perairan, termasuk
presipitasi, ekstraksi, separasi dengan
membran (Jain dkk., 2005), pertukaran
ion (Sivaiah dkk., 2004), dan adsorpsi
(Ahmet dan Mustafa, 2007). Metode
adsorpsi adalah salah satu metode
alternatif yang potensial karena
prosesnya yang relatif sederhana, dapat
bekerja pada konsentrasi rendah, dapat
di daur ulang, dan biaya yang
dibutuhkan relatif murah (Sardjono,
2007).
Seperti organisme laut alga dan
lamun
yang berpotensi
sebagai
biosorben, terumbu karang memiliki
potensi sebagai biosorben logam berat.

Karena pada keadaan tidak hidup,


biomassa karang masih mengandung
matriks organik dari daging dan skelaton
yang merupakan mineral karbonat
(argonite). Keberadaan matriks organik
dengan gugus fungsi seperti karbonil,
hidroksil, sulfuhidril atau amina, dan
struktur
skeleton
yang
khas
memungkinkan karang mengakumulasi
dan mengadsorpsi logam berat (Shah,
2008).
Terumbu karang merupakan bahan
mineral alami yang aman bagi
lingkungan, dan terdapat di alam secara
bebas. Percobaan ini bertujuan mengkaji
kemampuan terumbu karang sebagai
penyerap
zat
warna
dengan
menggunakan larutan CuSO4 sebagai
larutan ujinya serta melihat pengaruh
waktu aktivasi dan penyerapan yang
berbeda terhadap daya adsorpsinya.
VII. METODE PERCOBAAN
a. Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini diliakukan di Pusat
Laboratorium Terpadu (PLT) lantai 3,
Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
14 Mei 11 Juni 2015.
b. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada
percobaan ini adalah mortar, beaker
glass, crystalisasi disk, kaca arloji,
corong, erlenmeyer, gelas ukur, pipet
tetes, lumpang dan alu, tabung reaksi,
penangas air, oven, kertas saring dan pH
indkator.
Bahan-bahan
yang digunakan
adalah terumbu karang yang diambil

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

21

dari pantai Pulau Untung Jawa,


Kepulauan Seribu dan beberapa larutan
seperti NaOH 1 M, CuSO4 0,1 M, dan
aquades.

c. Prosedur Kerja
Persiapan dan penggunaan adsorben
terumbu karang
Terumbu karang yang dikumpulkan
dari pinggir pantai Pulau Untung Jawa,
Kepulauan Seribu, dihaluskan dan
diubah bentuknya menjadi partikel yang
lebih. Setelah itu ditimbang terumbu
karang yang telah diperkecil ukurannya
tersebut sebanyak 20 gram. Lalu sampel
diaktivasi dengan menggunakan larutan
NaOH 1M dengan berbagai variasi
waktu yaitu 30 menit, 60 menit, dan 90
menit. Aktivasi pada penelitian ini hanya
dengan
cara
didiamkan
tanpa
pemanasan. Setelah masa aktivasi
selesai kemudian sampel dicuci dengan
menggunakan
aquadest
hingga
mencapai pH netral. Selanjutnya ketika
pH telah netral sampel dioven pada suhu
800C
selama 1,5 jam untuk
menghilangkan kandungan airnya.
Setelah proses pengeringan selesai,
sampel dibiarkan dingin dan disimpan
dalam desikator.

Kemudian dikocok dengan kecepatan


120 130 rpm. Pada pengujian
penyerapan karbon aktif ini tidak
dilakukan berbagai variasi waktu namun
hanya dilakukan uji penyerapan paling
baik dan cepat.
VIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
Terumbu karang merupakan batuan
yang
memiliki
pori-pori
yang
berukuran mikro yang sangat baik
dalam proses penyerapan limbah cair
yang banyak mengandung unsur-unsur
logam didalamnya. Terumbu karang
yang digunakan dalam percobaan ini
diperoleh dari pantai Pulau Untung
Jawa, Kepulauan Seribu. Penentuan
bentuk terumbu karang terbaik adalah
terumbu karang dengan rongga yang
besar dan aktivator kimia terbaik yaitu
dengan menggunakan larutan NaOH
yang telah dilakukan pada praktikum
sebelumnya.

Pengujian Biosorben
Untuk mengetahui kemampuan
adsorpsi karbon aktif maka dilakukan uji
adsorpsi terhadap CuSO4 0,1 M .
Penentuan daya adsorpsi karbon aktif
dengan memasukkan beberapa buah
terumbu karang ke dalam dalam tabung
reaksi. yang telah diberikan label sesuai
dengan sampel yang akan diuji.

Proses aktivasi terumbu karang


dilakukan dengan metode kimia.
Metode
ini
berfungsi
untuk
mendegradasi molekul organik selama
proses
karbonisasi,
membatasi
pembentukan
tar,
membantu
dekomposisi
senyawa
organik,
dehidrasi air yang terjebak dalam
rongga-rongga karbon, membantu
menghilangkan endapan hidrokarbon
yang dihasilkan serta melindungi
permukaan karbon.
Sebelum terumbu karang diaktifasi
menjadi adsorben, terumbu karang
terlebih dahulu dicuci dengan aquades.
Hal ini bertujuan untuk menghilangkan
pengotor yang melekat pada terumbu
karang
kemudian
dilakukan

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

22

pengeringan
pada
suhu
80C
menggunakan oven selama 1,5 jam.
Hal ini bertujuan untuk menghilangkan
kadar air pada batu apung. Setelah
terumbu karang bersih kemudian
diubah bentuknya menjadi partikel
yang lebih kecil menggunakan mortar.
Lalu terumbu karang diaktivasi dengan
larutan NaOH 1M. Terumbu karang
yang telah teraktivasi selanjutnya
dicuci dengan aquadest untuk
menghilangkan sisa NaOH yang masih
terdapat dalamnya. Pencucian dengan

aquadest ini dilakukan dengan berkalikali sampai pH netral yang diuji


dengan menggunakan kertas pH.
Karbon aktif tersebut selanjutnya
dikeringkan kembali dalam oven
dengan suhu 80C selama 1,5 jam.
Karbon aktif yang didapatkan
kemudian disimpan di dalam desikator
untuk menjaga agar karbon aktif tetap
dalam kondisi kering. Berikut
merupakan hasil dari pengaruh waktu
aktivasi terhadap adsorpsi

Tabel 1.1 Pengaruh waktu aktivasi terhadap larutan CuSO4 5 ppm


Waktu Aktivasi

Hasil Pengamatan

Waktu
Penyerapan

Terumbu Karang

30 menit

+++++

48 jam

2.

Terumbu Karang

60 menit

+++++

30 jam

3.

Terumbu Karang

90 menit

++++

24 jam

No.

Adsorben

1.

Keterangan : (+) = tingkat kejernihan larutan uji

Pada pengujian daya adsorbansi dengan


larutan CuSO4 tersebut menunjukkan
bahwa secara keseluruhan, masing masing
adsorben memberikan hasil yang maksimal.
Karena, warna CuSO4 yang biru pada
awalnya, setelah ditambahkan adsorben dari
terumbu karang dan didiamkan, zat warna
pembentuk warna biru yang terkandung
dalam CuSO4 terserap oleh adsorben
sehingga warna larutan berubah menjadi
jernih. Tingkat kejernihan maksimal
dihasilkan oleh terumbu karang dengan
waktu aktivasi 90 menit yang menghasilkan
kejernihan lebih cepat dari pada terumbu

karang dengan waktu aktivasi 30 menit dan


60 menit. Pada waktu 30 menit , ion logam
Cu yang terserap lebih lama yaitu 48 jam,
sedangkan pada waktu aktivasi 60 menit ion
logam Cu yang terserap lebih cepat dari
pada yang diaktivasi selama
30 menit. Dari hasil pengamatan
dapat diketahui bahwa semakin lama
waktu aktivasi yang dilakukan, maka
semakin cepat pula larutan uji menjadi
jernih secara optimum.
Berdasarkan data diatas terlihat
bahwa daya serap yang paling baik

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

23

karbon aktif pada penelitian ini yaitu


dengan menggunakan waktu aktivasi
selama 90 menit dan menghasilkan
waktu penyerapan optimum selama 24
jam. Pada waktu inilah terjadi interaksi
yang optimal antara adsorben dan
adsorbatnya. Pada waktu kontak ini
dalam larutan.

semua situs aktif dari karbon aktif telah


mengikat semua larutan yang diuji.
Pada waktu ini terjadi kesetimbangan
antara jumlah ion logam yang
teradsorpsi dengan jumlah ion yang
terdapat

IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Terumbu Karang sangat potensial
dijadikan sebagai karbon aktif
karena mudah didapat dan memiliki
pori-pori yang cukup besar.
2. Adsorben mineral dari bahan baku
terumbu karang terbukti memiliki
efektifitas yang tinggi untuk dapat
menyerap ion logam atau zat warna
yang terdapat dalam larutan uji
CuSO4.
3. Waktu aktivasi karbon aktif terbaik
yaitu pada 90 menit dan
memperoleh waktu penyerapan
optimal yaitu 24 jam.

Dainith, J., 1994, Kamus Lengkap Kimia,


Erlangga, Jakarta.
Dahuri,R. 2003. Keanekaragaman
Hayati Laut, Aset Pembangunan
Berkelanjutan
Indonesia.
PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hui, K.S., Chao, C.Y.H., and Kot, S.C.,
(2005), Removal of Mixed Heavy
Metal Ions in Wastewater by Zeolite
4A and Residual Products from
Recycled Coal Fly Ash, Journal of
Hazardous Materials, B127, pp. 89101.
Hutomo, M. dan M.H. Azkab. 1987.
Peranan lamun di lingkungan laut
dangkal. Oseana 12 (1) : 13 23.
Jain, V. K., Pillai, S. G., Pandya, R. A.,
Agrawal, Y. K. dan Shrivastav, P.S.,
2005,
Selective
Extraction,
Preconcentration,
and
Transport
Studies of Thorium(IV) Using OctaFunctionalized Calix[4]resorcinareneHydroxamic Acid, Anal. Sci., 21,129135.
Lynch CT. 1990. Practical Handbook of
Material science. Ed ke-2. New York:
CRC Pr.
Satake M, Nagahiro T. 1990. Modern
Dictionary Physical Chemistry. New
Delhi: Discovering.
Shah, B.S., 2008, Study of Heavy Metal
Accumulation in Scleratinian Coral of

X. DAFTAR PUSTAKA
Ahmet. S, Tuzen Mustafa ,2007
Biosorption of Pb (II) and Cd(II) from
aqueos solution using green
alga (ulva Lactuca ) biomass, J.
Hazardous Materials, 152, 302-308.
Atkins, P.W. 1994. Kimia Fisika. Edisi ke5. Jakarta : Erlangga.
Bird T. 1993. Kimia Fisik untuk
Universitas. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

24

Viti Levu, Fiji Islands, School of


Biological,
Chemical
and
Environmental Sciences Faculty of
Science and Technology, Fiji Island,
Noumea Cedex New Caledonia.
Siaka M, Sukadana IM, Rahayu KS. 2002.
Arang kulit kacang tanah sebagai
adsorben alternatif untuk adsorpsi
larutan nitrat. Chemical review: 67-73
Vol V. Universitas Udayana.
Sivaiah, M.V., Venkatesan, K. A.,
Sasidhar, P., Krishna, R. M. dan
Murthy, G. S., 2004, Ion Exchange
Studies of Cerium(III) on Uranium
antimonate, J. Nucl. Radiochem. Sci.,
5(1), 7-10.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam di
Wilayah Pesisir Tropis. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.

Pujiarti dan gentur.2005. Pembuatan


karbon aktif dari ampas kopi dengan
aktivasi kimia menggunakan ZnCl2,
H3PO4 dan KOH. ETD UNSYIAH.
Quek, S.Y, Wase, D.A.J., and Forster,
C.F., (1998), The use of sago waste for
the sorption of lead and copper, Water
SA, 24 (3), pp. 251-256.
Xirokostas,
N.,
Korkolis,
A.,
Diamantopoulou, L., Zarkathoula, Th.,
and
Moutsatsou,
A.,
(2003),
Characterisation of metal retention
agents and study of their application in
liquid wastes, Global Nest: the Int. J.,
Vol 5, No 1, pp. 29-37.

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

25

PENGARUH KONSENTRASI PH LARUTAN PADA TERUMBU


KARANG (Corral Reef) TERHADAP EFISIENSI PENYERAPAN
LOGAM CuSO4
Wawan Setiyawan (1113096000017)
Program studi Kimia, FST, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jl.Ir Juanda no.95 Ciputat Tangerang Selatan, 15412, Indonesia
Email: [email protected]

Abstrak
Telah dilakukan percobaan tentang pengujian penyerapan logam CuSO4 0,1 M menggunakan adsorben
dari terumbu karang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH aktifasi pada kemampuan
penyerapan warna pada logam CuSO4 0,1 M oleh terumbu karang. Metode yang digunakan yaitu
aktifasi kimia dengan mengguanakan basa NaOH pH 13 dan basa NaOH pH 10. Pengujian karang
menggunakan logam CuSO4 0,1 M sebanyak 10 ml yang di masukkan kedalam 2 gram karang,
menghasilkan warna larutan CuSO4 yang jernih setelah didiamkan selama 24 jam. Hasil penelitian
menunjukan, aktifasi menggunakan NaOH pH 13 dan NaOH pH 10, menghasilkan perbedaan yang
tidak signifikan, akan tetapi bila diperhatikan lebih detail maka penyerapan logam CuSO4 0,1 M dengan
karang yang diaktifasi menggunakan basa NaOH pH 13 lebih jernih dibandingkan dengan pH 10. Hal
ini karena, basa pH 13 mempunyai ikatan molekulnya yang lebih tinggi, sehingga molekul NaOH pada
pH 13 lebih baik membersihkan pori-pori karang dari zat pengotor dibandingkan basa dengan pH 10
yang mempunyai ikatan molekulnya lebih renggang.
Kata kunci : adsorben, terumbu karang, aktifasi, logam CuSO4

I. PENDAHULUAN
Kandungan logam dalam sungai
berasal dari berbagai sumber, seperti batuan
dan tanah; serta dari aktivitas manusia termasuk
pembuangan limbah cair baik yang telah diolah
maupun belum diolah ke badan air kemudian
secara langsung dapat memapari air permukaan
(Akoto dkk., 2008). Logam berat memasuki air
alami dan menjadi bagian dari sistem suspensi
air dan sedimen melalui proses absorpsi,
presipitasi, dan pertukaran ion (Liu dkk., 2006).
Logam dalam sistem perairan menjadi bagian
dari sistem air-sedimen dan distribusinya
dikendalikan oleh kesetimbangan dinamik dan
interaksi fisika-kimia, yang umumnya

dipengaruhi oleh parameter pH, konsentrasi dan


tipe senyawa, kondisi reduksi-oksidasi, dan
bilangan oksidasi dari logam tersebut (Singh
dkk., 2005). Meskipun diketahui bahwa
keberadaan logam berat di perairan merupakan
hal alamiah yang terbatas dalam jumlah tertentu
dalam kolom air, sedimen, dan lemak biota,
tetapi keberadaan logam berat ini akan
meningkat akibat masuknya limbah yang
dihasilkan oleh industri-industri serta limbah
yang berasal dari aktivitas lainnya (Lin, dkk.,
2006). Dalam hubungannya dengan kondisi
morfologi dan hidrologi, materi terlarut seperti
logam dapat terakumulasi sepanjang perairan,
bahkan dapat terjadi beberapa kilometer setelah

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

26

sumber polusi (Obolewski, dkk., 2006).


Khususnya, dalam penelitian ini adalah limbah
cair industri tekstil yang dapat meningkatkan
konsentrasi logam berat dalam air dan sedimen
pada badan air penerima. Apabila terpapar pada
organisme, konsentrasi logam berat yang tinggi
dapat bersifat toksik dan cenderung
terakumulasi di organ vital (Akoto, dkk., 2008).
Akumulasi tersebut dapat berdampak pada
rantai makanan sehingga mempengaruhi
kesehatan manusia (El-Kammar, 2009). Oleh
karena itu limbah harus dinetralkan dengan
menggunakan aplikasi dari adsorpsi.
Dewasa
ini
telah
banyak
dikembangkan teknologi aplikasi adsorpsi
menggunakan berbagai material seperti lumut,
sekam padi, eceng gondok, lumut dan alga.
Metode adsorpsi merupakan salah satu metoda
yang sangat efisien untuk menurunkan
kandungan logam berat. Proses penyerapan ion
logam oleh organisme hidup dipercayai terjadi
melalui proses metabolisme dalam proses
penyerapan unsur hara untuk tanaman.
Sementara penyerapan ion logam oleh
organisme mati dipercayai terjadi melalui
proses sorpsi yang melibatkan gugus fungsi
yang
berhubungan
dengan
protein,
polisakarida, karboksilat, hidroksil, gugus
sulfhidril dan biopolimer lain yang terdapat
pada sel atau dinding sel (Drake dan Rayson,
1996). Seperti organisme laut alga dan lamun
yang berpotensi sebagai biosorben, terumbu
karang memiliki potensi sebagai biosorben
logam berat. Karena pada keadaan tidak hidup,
biomassa karang masih mengandung matriks
organik dari daging dan skelaton yang
merupakan mineral karbonat (argonite).
Keberadaan matriks organik dengan gugus
fungsi seperti karbonil, hidroksil, sulfuhidril
atau amina, dan struktur skeleton yang khas
memungkinkan karang mengakumulasi dan
mengadsorpsi logam berat (Shah, 2008).
Terumbu
karang
adalah
sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis
dengan sejenis tumbuhan alga yang

disebut zooxanhellae. Hewan karang bentuknya


aneh, menyerupai batu dan mempunyai warna
dan bentuk beraneka rupa. Hewan ini disebut
polip, merupakan hewan pembentuk utama
terumbu karang yang menghasilkan zat kapur.
Polip-polip ini selama ribuan tahun membentuk
terumbu karang. Terumbu karang terbentuk
dari kalsium karbonat koloni kerang laut yang
bernama polip yang bersimbiosis dengan
organisme
miskroskopis
yang
bernamazooxanthellae. Terumbu karang bisa
dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem laut.
Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang
hangat dan bersih dan merupakan ekosistem
yang
sangat
penting
dan
memiliki
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Biasanya tumbuh di dekat pantai di daerah
tropis dengan temperatur sekitar 21-30C.

II. METODE PERCOBAAN


a. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei
2015 di Laboratorium Kimia, Pusat
Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

b. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam percobaan
adalah erlenmeyer 250 ml, beaker glass
250 ml, pemanas listrik ohaus, Ph
indikator, termometer 2000C, vortex, pipet
ukur, pipet tetes, gelas ukur, dan batang
pengaduk sedangkan
bahan
yang
digunakan yaitu terumbu karang 20 gram,
NaOH 1 M berph 13 dan berPh 10.

c. Cara kerja
Pengaktifasi terumbu karang
Terumbu karang di ambil di pulau Untung
Jawa, Kepulauan Seribu. Karang laut di
timbang sebanyak 20 gram, kemudian di
aktifasi dengan menggunkan NaOH 1 M
dengan Ph 13 dan NaOH 1 M yang berph
10. Ph basa dinetralkan dengan

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

27

penambahan asam hingga Ph berkurang.


Kemuadian di panaskan hingga 1 jam
dengan suhu 100 o C pada termometer.
Setelah itu tahap selajutnya yaitu poses
pencucian. Karang yang udah di aktifasi
dicuci dengan menggunakan aquadest
hingga Ph netral, pengujian Ph
menggunakan Ph indikator. Setelah itu
karang di keringka didalam oven selama 3
jam dengan suhu 1200C.

Pengujian terumbu karang


Karang aktif di timbang sebanyak 2 gram,
kemudian di masukkan CuSO4 0,1 M
sebanyak 10 ml ketabung reaksi dan
divortex selama 1 menit. Setelah itu di
diamkan selama 24 jam dan diamati yang
terjadi pada larutan CuSO4.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Terumbu karang merupakan biota laut
yang mempunyai nama latin zooxanhellae.
Terumbu karang termasuk dalam jenis filum
Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki
tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari
dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau
Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya
dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan
Fisiologi. Karang laut disusun oleh penyusun
yang terdiri dari CaCO3. Kalsium karbonat
merupakan senyawa yang dapat menjadi
adsorben. Kalsium Karbonat diketahui
merupakan adsorben polar, sehingga kian
mendukung fungsi cangkang telur sebagai
adsorben yang baik. Dengan menggunakan
proses kalsinasi, CaCO akan terdekomposisi
menjadi CaO dan CO. Adanya kalsit (CaO)
yang dihasilkan dapat digunakan sebagai
adsorben untuk menyerap logam-logam berat.
Proses adsorpsi, seperti yang kita tau
merupakan proses dimana terjerapnya suatu zat

pada permukaan adsorben. Adsorben itu sendiri


ialah zat yang dapat menyerap suatu material
dalam proses adsorpsi, umumnya adsorben
terbuat dari bahan-bahan yang berpori.
Adsorpsi bisa dilakukan untuk membersihkan
suatu larutan dari pengotornya dimana zat
pengotor akan terjerap pada adsorben sehingga
dapat terpisah dari air.
Logam Tembaga dengan nama kimia
cupprum dilambangkan dengan Cu. Logam ini
berbentuk kristal dengan warna kemerahan.
Bila manusia keracunan logam Cu akan
mengakibatkan mengakibatkan muntah, diare,
kram perut dan mual. Bila konsentrasi sangat
tinggi dapat mengakibatkan kerusakan liver dan
ginjal, bahkan sampai kematian. Pengendalian
logam Cu dapat di lakukan dengan
menggunakan adsorben karang aktif. Karang
aktif merupakan mineral laut yang memilki
pori-pori pada permukaanya, sehingga sangat
bagus untuk menyerap logam. Pori-pori pada
karang aktif harus dibersihkan dari zat
pengotornya menggunakan basa NaOH 1 M.
Pada percobaan kali ini digunakan pengaruh Ph
pada kualitas penyerapan karang aktif terhadap
logam CuSO4 0,1 M, hasil yang ditunjukan
adalah Ph 13 lebih baik dalam menyerap
dibandingkan Ph 10 karena, pada Ph yang lebih
tinggi tingkat kebasaannya semakin besar yang
mengakibatkan daya ikat molekulnya lebih
besar, sehingga proses penbersihan kotoran
pada pori-pori karang semakin baik pada ikatan
molekulnya yang lebih besar. Namun pada
percobaan antara Ph 13 dan Ph 10 tidak terlalu
menghasilkan perbedaan yang signifikan, tetapi
jika di amati lebih detail maka Ph 13 akan
terlihat lebih jernih dibandingkan Ph 10. Pada
proses pengaktifasian dilakukan pemanasan,
hal ini bertujuan untuk mempercepat
pengaktifasian, karena ketika suhu panas

pergerakan molekul aka lebih


dibandingkan saat keadaan dingin.

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

cepat

28

Tabel 1.1 Pengaruh waktu aktivasi terhadap larutan CuSO4 5 ppm


No

Jenis terumbu karang

Kejernihan

Waktu Penyerapan

Terumbu karang NaOH pH


13

+++++

24 jam

Terumbu karang NaOH pH


10

++++

24 jam

Keterangan + = tingkat kejernihan larutan uji


Science and Technology, Vol. 2, No.
11, pp. 354359.
Drake, L. R., Rayson, G. D. (1996) Plantderived
material for metal ion selective binding and
preconcentration, Analytical Chemistry, 2227.

Gambar 1. Hasil Penyerapan Terumbu


Karang pada Konsentrasi Larutan Tembaga
(II) Sulfat (CuSO4) 0,1M yang Diaktivasi
NaOH pH 10 3 tabung dari kiri dan pH 13 3
tabung dari kanan.

Lin, C., He, M., Zhou, Y., Guo, W., Yang, Z.,
2008, Distribution and contamination
assessment of heavy metals in sediment
of the Second Songhua River, China,
Environ Monit Assess (Springer), Vol.
137, pp. 329342.

IV. KESIMPULAN

Liu, L., Fasheng, L., Xiong, D., 2006, Heavy


metal contamination and their
distribution in different size fractions
of the surficial sediment of Haihe
River, China, Environ Geol, Vol 50,
pp.431-438.

Dari percobaan ini disimpulkan bahwa,


pengaruh pengaktifasian menggunakan Ph
Tinggi lebih baik dibandingkan Ph rendah
dalam menyerap logam Cu, karena ikatan
molekul pada Ph 13 lebih tinggi dibandingkan
Ph 10, yang berpengaruh pada proses
pembersihan pori-pori karang.

Shah, B.S., 2008, Study of Heavy Metal


Accumulation in Scleratinian Coral of
Viti Levu, Fiji Islands, School of
Biological, Chemical and
Environmental Sciences Faculty of
Science and Technology, Fiji Island,
Noumea Cedex New Caledonia

V. DAFAR PUSTAKA
Akoto, O., Bruce, T. N., Darkol, G. 2008,
Heavy metals pollution profiles in
streams serving the Owabi reservoir,
African Journal of Environmental

Singh, K. P., Malik, A., Sinha, S., Singh, K.,


Murthy, R. C., 2005, Estimation of
Source of Heavy Metal Contamination
in Sediments of Gomti River (India)
Using Principal Component Analysis,
Water, Air, and Soil Polution
(Springer), Vol 166, pp. 321-341.

JURNAL ANORGANIK KELOMPOK VI KIMIA 2014 A

Ika Restu Purwanti, Meilia Puspita Sari, Dini Choirunnisa, Wawan Setiyawan, Ade Irma Rahmawati

29

Anda mungkin juga menyukai