Makalah Luka Bakar&Skin Graft - Klp.4 - 4A-1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH DAN ANALISA JURNAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LUKA BAKAR

DAN SKIN GRAFT

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis

Dosen pengampu: Hana Ariyani, M.Kep.,Ns.

Disusun oleh:

Rundy Budiana (NIM C1814201061)


Intan Karmila (NIM C1814201064)
Risna Siti Nuramanah (NIM C1814201066)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memeberikan
rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Makalah Dan Analisa Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar Dan Skin Graft.”

Makalah ini kami susun dalam rangka untuk memenuhi salah satu matakuliah
keperawatan kritis. Selain untuk memenuhi tugas kami juga menjadikan bahan ajar
tentang bagaimana perawatan pasien dengan luka bakar dan skin graft. Dalam
penyususnan makalah ini tentunya tidak lepas dari bimbingan, arahan, koreksi, saran dan
dukungan dari berbagai pihak.

Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi penulis dan dapat
bermanfaat juga bagi pembaca serta dapat memberi informasi mengenai masalah
perawatan pasien dengan luka bakar. Kami menyadari makalah yang kami buat masih
kurang sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami perlukan dari bapak/ibu
dosen serta dari pembaca untuk menjadikan makalah ini lebih baik.

Tasikmalaya, Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..............................................................................................................................1


B. Rumusan Masalah........................................................................................................................2
C. Tujuan...............................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LUKA BAKAR


I. Konsep Penyakit..............................................................................................................................3
A. Definsi Combustio / Luka Bakar....................................................................................3
B. Klasifikasi Combustio / Luka Bakar .............................................................................3
C. Fase Combustio / Luka Bakar .........................................................................................6
D. Etiologi Combustio / Luka Bakar ..................................................................................7
E. Patofisiologi Combustio / Luka Bakar.........................................................................10
F. Manifestasi Klinis ................................................................................................................11
G. Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................12
H. Penatalaksanaan Luka Bakar ..........................................................................................13
I. Komplikasi Luka Bakar......................................................................................................16

II. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar ...................................................................16

A. Pengkajian ...............................................................................................................................16
B. Diagnosa Keperawatan ......................................................................................................23
C. Perencanaan Keperawatan ..............................................................................................23

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SKIN GRAFT

A. Pengertian Skin Graft ........................................................................................................30


B. Indikasi Skin Graft ..............................................................................................................30
C. Klasifikasi Skin Graft ..........................................................................................................31
D. Daerah Donor Skin Graft ..................................................................................................33
E. Daerah Resipien Skin Graft .............................................................................................34

ii
F. Prosedur Operasi Skin Graft ..........................................................................................34
G. Proses Penyembuhan Skin Graft ...................................................................................41
H. Komplikasi Skin Graft ........................................................................................................42
I. Asuhan Keperawatan .......................................................................................................44

BAB IV ANALISA JURNAL

A. Hasil Analisis Jurnal ............................................................................................................51

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................................56

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar adalah cedera terhadap jaringan yang disebabkan oleh kontak
terhadap panas kering (api), panas lembab (uap atau cairan panas), kimiawi
(seperti bahan-bahan korosif), bahan-bahan elektrik (arus listrik atau lampu),
friksi, atau energi elektromagnetik dan radian. Luka bakar menjadi masalah oleh
karena angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Penanganan dan perawatan
luka bakar (khususnya luka bakar berat) memerlukan perawatan yang kompleks
dan masih merupakan tantangan tersendiri karena angka morbiditas dan
mortalitas yang cukup tinggi. Di Indonesia sampai saat ini belum ada laporan
tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang
diakibatkannya.
Di unit luka bakar RSCM Jakarta, pada tahun 1998 dilaporkan sebanyak
107 kasus luka bakar yang dirawat, 62 % dari jumlah tersebut merupakan luka
bakar derajat II – III (> 40 %) dengan angka kematian 37,38%. Angka ini lebih
kurang sama dengan tahun berikutnnya, di tahun 1999 jumlah kasus yang
dirawat adalah 88 kasus, 75 % dari jumlah tersebut merupakan luka bakar derajat
II – III dan dengan angka kematian >40 %dengan masa rawat terpanjang antara 32
– 38 hari.
Pada umumnya pasien luka bakar datang akan mengalami ancaman
gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme bernapas), dan gangguan
circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terjadi trauma, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
napas akibat cedera inhalasi dalam 48 – 72 jam pascatrauma. Cedera inhalasi
merupakan penyebab kematian utama penderita pada fase akut.
Pada fase ini dapat terjadi pula gangguan keseimbangan sirkulasi cairan
dan elektrolit akibat cedera termal/panas yang berdampak sistemik. Pada luka
bakar berat atau mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti
dengan ekstravasasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskular ke
jaringan interstisial dan mengakibatkan terjadinya hipovolemik intravaskular dan
edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu
sehingga sirkulasi ke bagian distal terhambat yang akhirnya menyebabkan
gangguan perfusi sel atau jaringan atau organ (syok). Syok yang timbul harus

1
segera diatasi dengan melakukan resusitasi cairan. Adanya syok yang bersifat hipodinamik dapat
berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih berkaitan dengan instabilitas sirkulasi.

B. Rumusan masalah
1. Pengertian Combustio / Luka Bakar ?
2. Klasifikasi Combustio / Luka Bakar ?
3. Fase Combustio / Luka Bakar ?
4. Etiologi Combustio / Luka Bakar ?
5. Patofisiologi Combustio / Luka Bakar ?
6. Manifestasi Klinis Combustio / Luka Bakar ?
7. Pemeriksaan Penunjang Combustio / Luka Bakar ?
8. Penatalaksanaan Luka Bakar ?
9. Komplikasi Luka Bakar ?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Combustio / Luka Bakar.
2. Untuk Mengetahui Klasifikasi Combustio / Luka Bakar.
3. Untuk Mengetahui Fase Combustio / Luka Bakar.
4. Untuk Mengetahui Etiologi Combustio / Luka Bakar.
5. Untuk Mengetahui Patofisiologi Combustio / Luka Bakar.
6. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Combustio / Luka Bakar.
7. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Combustio / Luka Bakar.
8. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Luka Bakar.
9. Untuk Mengetahui Komplikasi Luka Bakar.
10. Untuk Mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LUKA BAKAR


I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Definisi Combustio/ Luka Bakar
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontrak dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi (Moenajar, 2002).
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan
banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang
mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap,
listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya
berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam
nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011).
Ada empat tujan utama yang berhubungan dengan luka bakar :
1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk menyelamatkan jiwa pasien – pasien luka
bakar
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini ,
spesialistik serta individual
4. Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekontruksi dan
program rehabilitasi (brunner & suddarth vol 3:1912).

B. Klasifikasi Combustio/ Luka Bakar


1. Berdasarkan penyebab :
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi

3
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
a. Luka bakar derajat I (super ficial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam
proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar
derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan,
terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis
yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang
berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan
biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak
sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat.
Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
b. Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna
merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri
karena ujungujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua:
1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih
utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit
yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan.
c. Luka bakar derajat III ( Full Thickness)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam,
apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering,
letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein
pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan
lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.

4
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
a. Luka bakar ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka
bakar derajat III kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa
> 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas
usia 50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi)
tanpa memperhitungkan luas luka bakar
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi
6) Disertai trauma lainnya
7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
4. Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh yang Terbakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa
metode yaitu :
a. Rule of Nine
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
i. Total : 100%

5
b. Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram
Lund dan Browder sebagai berikut :

C. Fase Combustio/Luka Bakar


1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut
sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal
yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang

6
terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur

D. Etiologi Combustio/ Luka Bakar


Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara
garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi :
1. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian
terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk
terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan
menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka
bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder
besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan,
yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.

7
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.
Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap
serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan
percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

8
Pathway
1
.Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/petir

Masalah Keperawatan:
Biologis LUKA BAKAR Psikologis
Gangguan Citra Tubuh
Defisiensi pengetahuan
Anxietas

Pada Wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit

Kerusakan mukosa Keracunan gas CO Penguapan meningkat Masalah Keperawatan:


Resiko infeksi
Nyeri akut
Peningkatan pembuluh darah kapiler
Oedema laring CO mengikat Hb Kerusakan integritas kulit

Obstruksi jalan nafasHb tidak mampu mengikat O2


Ektravasasi cairan (H2O, Elektrolit, protein)
Masalah Keperawatan:
Gagal nafas Hambatan mobilitas fisik
Hipoxia otak
MK: ketidak efektifan pola nafas Tekanan onkotik menurun.
Tekanan meningkat hidrostatik

Cairan intravaskuler menurun

Hipovolemia dan hemokonsentrasi Masalah Keperawatan:

Kekurangan volume cairan

Gangguan sirkulasi makro

Gangguan perfusi organ penting Gangguan sirkulasi seluler

Otak Kardiovaskuler Ginjal Hepar GI Neurologi Imun Gangguan perfusi


Traktus
Daya tahan tubuh menurun
Hipoxia Kebocoran kapiler HipoxiaPelepasan Gangguan Neurologi
Dilatasi lambung
sel ginjalkatekolamin Laju metabolisme meningkat

Sel otak mati


Penurunan curah jantung
Fungsi ginjal Hipoxia hepatik Hambahan pertumbuhan

Glukoneogenesis
Gagal jantung Gagal ginjal GagalGagalglukogenolisis
hepar
fungsi sentral

MK:
Ketidakseimbanga n njutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

MULTI SISTEM ORGAN FAILURE

9
E. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein
atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi
destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami
kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning
agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar
yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas
kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang
intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam
pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam.
Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang
dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat
terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam
sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon

10
kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia
terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai
akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan
berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi
anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit
meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup
trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga
ditemui pada kasus luka bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada
luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai
akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai
akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi
cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat
tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus
renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka
bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan
ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan
hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.

F. Manifestasi Klinis
Kedalaman dan Bagian Kulit Gejala Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Bakar Yang terkena Luka Kesembuhan

Derajat Satu Epidermis Kesemuta Memerah;menjadi Kesembuhan


Tersengat matahari Hiperestesia putih jika ditekan lengkap dalam
Terkena Api dengan (super Minimal atau waktu satu minggu
intensitas rendah sensitive) tanpa edema Pengelupasan kulit
Rasa nyeri
mereda jika
didinginkan
Derajat Dua Epidermis dan Nyeri Melepuh, dasar Kesembuhan luka
Tersiram air mendidih Bagian Dermis Hiperestesia luka berbintik – dalam waktu 2 – 3

11
Terbakar oleh nyala api Sensitif bintik minggu
terhadap merah,epidermis Pembentukan
udara yang retak, permukaan parutdan
dingin luka basah depigmentasi
Edema Infeksi dapat
mengubahnya
menjadi derajat tiga

Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering ;luka Pembentukan eskar


Terbakar nyala api Keseluruhan nyeri bakarberwarna Diperlukan
Terkena cairan Dermis dan Syok putih seperti pencangkokan
mendidihdalam waktu kadang – Hematuri dan badan kulit atau Pembentukan parut
yang lama kadang kemungkinan berwarna gosong. dan hilangnya
Tersengat arus listrik jaringan hemolisis Kulit retak dengan kountur serta fungsi
subkutan Kemungkin bagian kulit yang kulit.
terdapat luka tampak Hilangnya jari
masuk dan edema tangan atau
keluar (pada ekstermitas dapat
luka bakar terjadi
listrik)a

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
a. Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak
sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera
b. Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
c. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi
d. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
e. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin

12
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
f. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
g. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
h. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
i. Ureum
j. Protein
k. Hapusan Luka
l. Urine Lengkap, dllRontgen : Foto Thorax, dll
2. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
3. CVP : Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar lebih
dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak

H. Penatalaksanaan Luka Bakar


Pengobatan luka bakar diberikan berdasarkan luas dan beratnya luka
bakar serta pertimbangan penyebabnya. Resusitasi cairan penting dalam
menangani kehilangan cairan intravascular. Oksigen diberikan melalui masker
atau ventilasi buatan.Luka bakarnya sendiri dapat di tutupi balutan steril basah
atau kering.Penambahan obat topkal dapat juga diindikasikan.Luka baka berat
memerlukan debridement luka dan transpalasi.
Menurut R. Sjamsuhidajat, (2010) Penatalaksanaan medis pada penderita
luka bakar sebagai berikut:
1. Mematikan sumber api
2. Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada seluruh tubuh
(menyelimuti, menutup bagian yang terbakar, berguling, menjatuhkan diri ke air).
3. Merendam atau mengaliri luka
4. Setelah sumber panas hilang adalah dengan merendam luka bakar dalam air atau
menyiram dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit. Pada luka bakar
ringan tujuan ini adalah untuk menghentikan proses koagulasi protein sel jaringan
dan menurunkan suhu jaringan agar memperkecil derajat luka dan mencegah
infeksi sehingga sel-sel epitel mampu berfoliferasi.
5. Rujuk ke Rumah Sakit

13
6. Pada luka bakar dalam pasien harus segera di bawa ker Rumah Sakit yang
memiliki unit luka bakar dan selama perjalanan pasien sudah terpasang infus.
7. Resusitasi
8. Pada luka bakar berat penanganannya sama seperti diatas. Namun bila terjadi
syok segera di lakukan resusitasi ABC.
a) Pernafasan:
1) Udara panas, mukosa rusak, oedem, obstruksi.
2) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin, iritasi, Bronkhokontriksi,
obstruksi, gagal nafas.
b) Sirkulasi
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra
vaskuler, hipovolemi relatif, syok, ATN, gagal ginjal.
a. Airway Management
1) Bersihkan jalan napas dengan tangan dan mengangkat dagu pada pasien
tidak sadar.
2) Lindungi jalan napas dengan nasofarigeal.
3) Pembedahan (krikotiroldotomi) bila indikasi trauma silafasial/gagal
intubasi.
b. Breathing/Pernapasan
1) Berikan supplement O2.
2) Nilai frekuensi napas dan pergerakkan dinding toraks.
3) Pantau oksimetri nadi dan observasi.
c. Circulation
1) Nilai frekuensi nadi dan karakternya
2) Ambil darah untuk cross match, DPL, ureum dan elektrolit.
3) Perawatan local
Untuk luka bakar derajat I dan II biasa dilakukan perawatan lokal yaitu
dengan pemberian obat topical seperti salep antiseptic contoh golongan:
silver sulfadiazine, moist exposure burn ointment, ataupun yodium
providon.
9. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
10. Resusitasi cairan Baxter.
Untuk pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar bias menggunakan
rumus yang di rekomendasikan oleh Envans, yaitu:

14
Luas luka dalam persen x BB(kg) = mL NaCl /24 jam
Luas luka dalam persen x BB (kg) = mL Plasma/24 jam
2000 cc gluksosa 5%/24 jam

Dewasa : Baxter. ( RL 4 cc x BB x % LB/24 jam. )


Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal ( RL : Dextran = 17 : 3 )
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ diberikan 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua :
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
11. Monitor urine dan CVP.
12. Topikal dan tutup luka
a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
b. Tulle.
c. Silver sulfa diazin tebal.
d. Tutup kassa tebal.
e. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
13. Obat – obatan:
a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine)
d. Antasida : kalau perlu

15
I. Komplikasi Combustio/ Luka Bakar
1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2. Sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya
pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome. Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat
gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling. Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus
merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan
nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat
stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh
darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini
merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik
yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya
pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan
haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena
sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6. Gagal ginjal akut. Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan
resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin
terdektis dalam urine.

II. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN LUKA BAKAR


A. PENGKAJIAN
1. Data Biografi
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal
MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian kita perlu informasi
selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar
akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatas 80 tahun memiliki
penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data
pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar
agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan

16
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri,
sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan kerena iritasi terhadap saraf. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality
(p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami
luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul
penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada
penurunan ekspansi paru.
3. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyebab lamanya kontak,
pertolongan pertama yang dilakukan serta keluhan klien selama menjalan
perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase :
fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam
pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
4. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum
mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai
riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat
dan alkohol
5. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
6. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang
disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan.
Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga
mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa
cemas, dan takut.
a. Bernafas
Pada klien yang terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi). Yang dikaji adalah serak; batuk mengii; partikel karbon
dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi
cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka

17
bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan
dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema
paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
b. Makan dan Minum
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi
perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan
kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah.
c. Eliminasi:
haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam;
diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi);
penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih
besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
d. Gerak dan Aktifitas :
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
e. Istirahat dan Tidur
Pola tidur akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh kondisi klien
ddan akan mempengaruhi proses penyembuhan
f. Pengaturan Suhu
Klien dengan luka bakar mengalami penurunan suhu pada beberapa jam
pertama pasca luka bakar, kemudian sebagian besar periode luka bakar akan
mengalami hipertermia karena hipermetabolisme meskipun tanpa adanya
infeksi
g. Kebersihan diri
Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien
tidak dapat melakukan sendiri.
h. Rasa Aman
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area
kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok.
1) Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung

18
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
2) Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus;
lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih
dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat
berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
3) Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian
terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor,
kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
i. Rasa Nyaman
Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar
ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka
bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka
bakar derajat tiga tidak nyeri.
j. Sosial
masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Sehingga klien
mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
k. Rekreasi
Mengetahui cara klien untuk mengatasi stress yang dialami
l. Prestasi
Mempengaruhi pemahaman klien terhadap sakitnya
m. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh klien akan mempengaruhi respon klien
terhadap penyakitnya
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan
gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar
mencapai derajat cukup berat

19
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga
tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut
setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas
luka bakar
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata
yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena
intake cairan kurang
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan
dan serumen
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
d. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru,
auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada
area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber
infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.

20
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan otot menurun karena nyeri
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun
bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat
(syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit
1) Luas luka bakar
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode
yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder”
2) Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka
bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah
diuraikan dimuka.
3) Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan
perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan
berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah, leher
dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang
diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan jika
mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke
daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh
karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan pernafasan
(breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka bakar
yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea,
kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan.

Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa

Kepala leher 18% 14% 9%

Ekstrimitas atas
18% 18% 18 %
(kanan dan kiri)

21
Badan depan 18% 18% 18%

Badan belakang 18% 18% 18%

Ektrimitas bawah
27% 31% 30%
(kanan dan kiri)

Genetalia 1% 1% 1%

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute
abnormal luka.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya
respons imun.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka.
4. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan
penanganan luka bakar.
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding dada,
keletihan otot-otot pernafasan, hiperventilasi.

C. Perencanaan Keperawatan
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kekurangan NOC NIC


volume cairan  Fluid balance Fluid Management
 Hydration  Timbang popok/pembalut jika
 Nutritional Status: Food diperlukan
and Fluid Intake  Pertahankan catatan intake
Kriteria Hasil : dan output yang akurat
 Mempertahankan urine  Monitor status hidrasi
output sesuai dengan usia (kelembaban membran
dan BB, BJ urine normal,

22
HT normal mukosa, nadi adekuat,
 Tekanan darah, nadi, suhu tekanan darah ortostatik), jika
tubuh dalam batas normal diperlukan
 Tidak ada tanda-tanda  Monitor vital sign
dehidrasi, elastisitas turgor  Monitor masukan
kulit baik, membran makanan/cairan dan hitung
mukosa lembab, tidak ada intake kalori harian
rasa haus yang berlebihan  Kolaborasikan pemberian
cairan IV
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
 Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
 Tawarkan snack (jus buah,
buah segar)
 Kolaborasi dengan dokter
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi

Hypovolemia Management

 Monitor status cairan


termasuk intake dan output
cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan

23
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk
menambah intake oral
 Pemberian cairan IV monitor
adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
 Monitor adanya tanda gagal
ginjal

Resiko infeksi NOC NIC


berhubungan  Immune Status Infection Control (Kontrol Infeksi)
dengan hilangnya  Knowledge : Infection  Bersihkan lingkungan setelah
barier kulit dan control dipakai pasien lain
terganggunya  Risk control  Pertahankan teknik isolasi
respons imun.  Batasi pengunjung bila perlu
Kriteria Hasil :  Instruksikan pada pengunjung
 Klien bebas dari tanda dan untuk mencuci tangan saat
gejala infeksi berkunjung dan setelah
 Mendeskripsikan proses berkunjung meninggalkan
penularan penyakit, faktor pasien
yang mempengaruhi  Gunakan sabun antimikrobia
penularan serta untuk cuci tangan
penatalaksanaannya  Cuci tangan setiap sebelum
 Menunjukkan kemampuan dan sesudah tindakan
untuk mencegah timbulnya keperawatan
infeksi  Gunakan baju, sarung tangan
 Jumlah leukosit dalam sebagai alat pelindung
batas normal  Pertahankan lingkungan
 Menunjukkan perilaku aseptik selama pemasangan
hidup sehat alat
 Ganti letak IV perifer dan line

24
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingkatkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila
perlu infection protection
(proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit,
WBC
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi
 Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kulit pada
area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka/insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
 Dorong masukkan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindar

25
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan
 Pain Level,  Paint management
dengan inflamasi
 pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
dan kerusakan
 comfort level komprehensif termasuk lokasi,
jaringan
Setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi, frekuensi,
keperawatan selama …. Pasien kualitas dan faktor presipitasi.
tidak mengalami nyeri, dengan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
kriteria hasil: ketidaknyamanan.
3. Bantu pasien dan keluarga untuk
1. Mampu mengontrol nyeri
mencari dan menemukan
(tahu penyebab nyeri,
dukungan.
mampu menggunakan
4. Kontrol lingkungan yang dapat
tehnik nonfarmakologi
mempengaruhi nyeri seperti
untuk mengurangi nyeri,
suhu ruangan, pencahayaan dan
mencari bantuan).
kebisingan.
2. Melaporkan bahwa nyeri
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
berkurang dengan
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menggunakan manajemen
menentukan intervensi.
nyeri.
7. Ajarkan tentang teknik non
3. Mampu mengenali nyeri
farmakologi: napas dala,
(skala, intensitas,
relaksasi, distraksi, kompres
frekuensi dan tanda
hangat/ dingin.
nyeri).
8. Berikan analgetik untuk
4. Menyatakan rasa nyaman
mengurangi nyeri: ……...
setelah nyeri berkurang.
9. Tingkatkan istirahat.
5. Tanda vital dalam rentang
10. Berikan informasi tentang
normal.
nyeri seperti penyebab nyeri,

26
6. Tidak mengalami berapa lama nyeri akan
gangguan tidur berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur.
11. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

Kerusakan NOC : NIC :


integritas kulit
 Tissue Integrity : Skin and  Pressure Management
berhubungan
Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
dengan lesi pada
Setelah dilakukan tindakan menggunakan pakaian yang
kulit
keperawatan selama….. longgar.
kerusakan integritas kulit 2. Hindari kerutan pada
pasien teratasi dengan kriteria tempat tidur.
hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering.
1. Integritas kulit yang
4. Mobilisasi pasien (ubah
baik bisa dipertahankan
posisi pasien) setiap dua
(sensasi, elastisitas,
jam sekali.
temperatur, hidrasi,
5. Monitor kulit akan adanya
pigmentasi)
kemerahan .
2. Tidak ada luka/lesi
6. Oleskan lotion atau
pada kulit.
minyak/baby oil pada derah
3. Perfusi jaringan baik.
yang tertekan .
4. Menunjukkan
7. Monitor aktivitas dan
pemahaman dalam
mobilisasi pasien.
proses perbaikan kulit
8. Monitor status nutrisi
dan mencegah
pasien.
terjadinya sedera
9. Memandikan pasien dengan
berulang.
sabun dan air hangat.
5. Mampu melindungi
10. Kaji lingkungan dan
kulit dan
peralatan yang

27
mempertahankan menyebabkan tekanan.
kelembaban kulit dan
perawatan alami

Ketidakefektifan NOC : NIC :


pola nafas
 Respiratory status : Airway Management
berhubungan
Ventilation
dengan 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
 Respiratory status :
deformitas chin lift atau jaw thrust bila perlu
Airway patency
dinding dada, 2. Posisikan pasien untuk
 Vital sign Status
keletihan otot- memaksimalkan ventilasi
Setelah dilakukan tindakan
otot pernafasan, 3. Identifikasi pasien perlunya
keperawatan
hiperventilasi pemasangan alat jalan nafas
selama….ketidakefektifan pola
buatan
nafas pasien teratasi dengan
4. Pasang mayo bila perlu
kriteria hasil :
5. Lakukan fisioterapi dada jika
1. Mendemonstrasikan perlu
batuk efektif dan suara 6. Keluarkan sekret dengan batuk
nafas yang bersih, tidak atau suction
ada sianosis dan 7. Auskultasi suara nafas, catat
dyspneu ( mampu adanya suara tambahan
mengeluarkan sputum, 8. Lakukan suction pada mayo
mampu bernafas 9. Berikan bronkodilator bila perlu
dengan mudah, tidak 10. Berikan pelembab udara kassa
ada pursed lips ) basah NACl Lembab
2. Menunjukkan jalan 11. Atur intake untuk cairan
nafas yang paten ( klien mengoptimalkan keseimbangan
tidak merasa tercekik, 12. Monitor respirasi dan status O2
irama nafas, frekuensi Oxygen Therapy
pernafasan dalam
1. Bersihkan mulut, hidung dan
rentang normal , tidak
sekret trakea
da suara nafas abnormal
)

28
3. Tanda Tanda vital 2. Pertahankan jalan nafas yang
dalam rentang normal ( paten
tekanan darah, nadi, 3. Atur peralatan oksigenasi
pernafasan ) 4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fuktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (
tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik
)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

29
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKIN GRAFT

A. Pengertian Skin Graft

Graft adalah jaringan hidup yang dicangkokkan, misalnya kulit, tulang,


sumsum tulang, kornea dan organ-organ lain seperti ginjal, jantung, paru-paru,
pankreas serta hepar (Brooker, 2001:184).

Menurut Heriady (2005), skin graft adalah menanam kulit dengan


ketebalan tertentu baik sebagian maupun seluruh kulit yang diambil atau
dilepaskan dari satu bagian tubuh yang sehat (disebut daerah donor) kemudian
dipindahkan atau ditanamkan ke daerah tubuh lain yang membutuhkannya
(disebut daerah resipien). Skin graft adalah penempatan lapisan kulit baru yang
sehat pada daerah luka (Blanchard, 2006:1). Diantara donor dan resipien tidak
mempunyai hubungan pembuluh darah lagi sehingga memerlukan suplai darah
baru untuk menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan tersebut (Heriady,
2001:1).

Skin graft adalah Tindakan transplantasi kulit dengan melepaskan


sebagian atau seluruh tebal kulit dari daerah donor ke daerah yang
membutuhkan (resipien=host), dimana dibutuhkan suplai darah baru untuk
menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan.

B. Indikasi Skin Graft

Skin graft dilakukan pada pasien yang mengalami kerusakan kulit yang
hehat sehingga terjadi gangguan pada fungsi kulit itu sendiri, misalnya pada luka
bakar yang hebat, ulserasi, biopsi, luka karena trauma atau area yang terinfeksi
dengan kehilangan kulit yang luas. Penempatan graft pada luka bertujuan untuk
mencegah infeksi, melindungi jaringan yang ada di bawahnya serta
mempercepat proses penyembuhan. Dokter akan mempertimbangkan
pelaksanaan prosedur skin graft berdasarkan pada beberapa faktor yaitu:ukuran
luka, tempat luka dan kemampuan kulit sehat yang ada pada tubuh (Blanchard,
2006:2).

30
Daerah resipien diantaranya adalah luka-luka bekas operasi yang luas
sehingga tidak dapat ditutup secara langsung dengan kulit yang adadisekitarnya
dan memerlukan tambahan kulit agar daerah bekas operasi dapat tertutup
sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung secara optimal (Heriady,
2005:2).

C. Klasifikasi Skin Graft

Beberapa perbedaan jenis skin graft menurut Blanchard (2006) adalah :

1. Autograft

Pemindahan atau pemotongan kulit dari satu lokasi ke lokasi lain pada
orang yang sama.

2. Allograft

Kulit berasal dari individu lain atau dari kulit pengganti.

3. Xenograft

Pencangkokkan dibuat dari kulit binatang atau pencangkokkan antara


dua spesies yang berbeda. Biasanya yang digunakan adalah kulit babi.

Klasifikasi skin graft berdasarkan ketebalan kulit yang diambil dibagi menjadi 2,
yaitu ( Heriady, 2005:2 ) :

1. Split Thicknes Skin Graft (STSG)

STSG mengambil epidermis dan sebagian dermis berdasarkan


ketebalan kulit yang dipotong, Revis (2006) membagi STSG sendiri
menjadi 3 kategori yaitu :

a. Tipis (0,005 - 0,012 inci)

b. Menengah (0,012 - 0,018 inci)

c. Tebal (0,018 - 0,030 inci)

31
STSG dapat bertahan pada kondisi yang kurang bagus
mempunyai tingkat aplikasi yang lebih luas. STSG digunakan untuk
melapisi luka yang luas, garis rongga, kekurangan lapisan mukosa,
menutup flap pada daerah donor dan melapisi flap pada otot. STSG juga
dapat digunakan untuk mencapai penutupan yang menetap pada luka
tetapi sebelumnya harus didahului dengan pemeriksaan patologi untuk
menentukan rekonstruksi yang akan dilakukan.

Daerah donor STSG dapat sembuh secara spontan dengan sel


yang disediakan oleh sisa epidermis yang ada pada tubuh dan juga dapat
sembuh secara total. STSG juga mempunyai beberapa dampak negatif
bagi tubuh yang perlu dipertimbangkan. Aliran pembuluh darah serta
jaringan pada STSG mempunyai sifat mudah rusak atau pecah terutama
bila ditempatkan pada area yang luas dan hanya ditunjang atau didasari
dengan jaringan lunak serta biasanya STSG tidak tahan dengan terapi
radiasi (Revis, 2006:3). STSG akan menutup selama penyembuhan, tidak
tumbuh dengan sendirinya dan harus dirawat agar dapat menjadi lebih
lembut, dan tampak lebih mengkilat daripada kulit normal. STSG akan
mempunyai pigmen yang tidak normal salah satunya adalah berwarna
putih atau pucatatau kadang hiperpigmentasi, terutama bila pasien
mempunyai warna kulit yang lebih gelap. Efek dari penggunaan STSG
adalah kehilangan ketebalan kulit, tekstur lembut yang abnormal,
kehilangan pertumbuhan rambut dan pigmentasi yang tidak normal
sehingga kurang sesuai dari segi kosmetik atau keindahan. Jika
digunakan pada luka bakar yang luas pada daerah wajah, STSG mungkin
akan menghasilkan penampilan yang tidak diinginkan. Terakhir, luka
yang dibuat pada daerah donor dimana graft tersebut dipotong selalu
akan lebih nyeri daripada daerah resipien.

2. Full Thickness Skin Graft (FTSG)

FTSG lebih sesuai pada area yang tampak pada wajah bila flap
(potongan kulit yang disayat dan dilipat) pada daerah setempat tidak
diperoleh atau bila flap dari daerah setempat tidak dianjurkan. FTSG

32
lebih menjaga karakteristik dari kulit normal termasuk dari segi warna,
tekstur/susunan, dan ketebalan bila dibandingkan dengan STSG. FTSG
juga mengalami lebih sedikit pengerutan selama penyembuhan. Ini
adalah sama pentingnya pada wajah serta tangan dan juga daerah
pergerakan tulangsendi. FTSG pada anak umumnya lebih disukai karena
dapat tubuh dengan sendirinya. Prosedur FTSG memiliki beberapa
keuntungan antara lain :relatif sederhan, tidak terkontaminasi / bersih,
pada daerah luka memiliki vaskularisasi yang baik dan tidak mempunyai
tingkat aplikasi yang luas seperti STSG.

D. Daerah Donor Skin Graft

Pilihan daerah donor biasanya berdasarkan pada penampilan yang


diinginkan pada daerah resipien. Hal ini lebih penting pada FTSG karena
karakteristik kulit pada daerah donor akan lebih terpelihara oleh bahan yang
dipindahkan pada tempat yang baru. Ketebalan, tektur, pigmentasi, ada atau
tidaknya rambut harus sangat diperhatikan (Revis, 2006:4). Menurut Heriady
(2005), daerah donor untuk FTSG dapat diambil dari kulit dibelakang
telinga,dibawah atau diatas tulang selangka (klavikula), kelopak mata, perut,
lipat paha dan lipat siku. Sebagian besar daerah donor ini sering dipakai untuk
menutup luka pada daerah wajah atau leher. Pemotongan yang dilakukan pada
daerah wajah sebaiknya harus berhati-hati untuk mempertahankan kesimetrisan
wajah dari segi estetik. Bagian kulit yang tidak ditumbuhi oleh rambut dan
berfungsi untuk melapisi tangan dapat diambil dari batas tulang hasta dan
telapak kaki dengan penyesuaian warna, tekstur dan ketebalan yang tepat. Graft
dengan pigmen yang lebih gelap diperoleh dari preposium (kulup), scrotum, dan
labia minora (Rives, 2006:5).

Daerah donor untuk STSG dapat diambil dari daerah mana saja di tubuh
seperti perut, dada, punggung, pantat, anggota gerak lainnya. Namun, umumnya
yang sering dilakukan diambil dari kulit daerah paha (Heriady,2005:2). Daerah
donor dari paha lebih disukai karena daerah ini lebih lebar dan lebih mudah
sembuh (Bakar, 2003:1). Daerah pantat juga dapat digunakan sebagai daerah
donor, tetapi biasanya pasien akan mengeluh nyeri setelah operasi dan akan

33
memerlukan bantuan untuk merawat luka. Menurut Rives (2006), kulit kepala
dapat digunakan pada prosedur FTSG untuk melapisi daerah wajah yang luas
dan terutama berguna untuk luka bakar yang hebat dengan ketersediaan daerah
donor yang terbatas. Untuk luka pada tangan,daerah lengan atas bagian dalam
dapat dipertimbangkan untuk dijadikan daerah donor.

E. Daerah Resipien Skin Graft

Komponen penting yang menjamin suksesnya skin graft adalah


persiapan pada daerah resipien. Kondisi fisiologis pada daerah resipien harus
mampu menerima serta memelihara graft itu sendiri. Skin graft tidak akan dapat
bertahan hidup pada jaringan yang tidak dialiri darah. Skin graft akan dapat
bertahan hidup pada periosteum, perikondrium, dermis, fasia, otot, dan jaringan
granulasi.

Pasien dengan luka akibat aliran vena yang lamban (stasis vena) atau
ketidakcukupan arteri perlu untuk diobati terlebih dahulu sebelum melakukan
pemindahan kulit. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan graf
tedapat bertahan hidup (Rives, 2006:5). Luka juga harus bebas dari jaringanyang
mati dan bersih dari bakteri. Bakteri yang berjumlah lebih dari 100.000/cm² akan
berkumpul sehingga dapat menyebabkan graft gagal.

F. Prosedur Operasi

Teknik operasi yang hati-hati adalah syarat penting agar graft dapat
hidup. Setelah melakukan prosedur anestesi dengan tepat baik menggunakan
lokal, regional atau general anestesi, tindakan selanjutnya adalah
mempersiapkan luka untuk pemindahan kulit. Ini termasuk membersihkan luka
dengan larutan garam atau betadine yang diencerkan, kemudian membersihkan
luka dengan pengeluaran benda asing dan membuang jaringan yang rusak atau
yang terinfeksi atau biasa disebut debridement serta mencapai hemostasis
dengan cermat (Brooker, 2001:122). Kontrol hemostatik yang baik dapat
diperoleh dengan pengikatan, tekanan yang lembut, pemberian substansi topikal
sebagai vasokonstriksi, misalnya epinefrin atau alat bedah pembakar dengan
tenagalistrik (electrocautery). Penggunaan alat ini harus diminimalkan karena

34
dapat mengganggu kehidupan jaringan. Penggunaan obat topikal atau epinefrin
yang disuntikkan pada daerah donor atau resipien tidak akan membahayakan
kelangsungan hidup graft (Rives, 2006:6). Teknik operasi yang dilakukan pada
tiap jenis skin graft tentunya akan berbeda-beda, tergantung pada jenis yang
akan digunakan. Menurut Rives (2006), teknik operasi yang dilakukan antara
lain sebagai berikut :

a. Full Thickness Skin Graft (FTSG)

FTSG dipotong menggunakan pisau bedah. Pada awalnya


dilakukan pengukuran pada luka, pembuatan pola serta pola garis yang
dibuat lebih besar pada daerah donor. Pola sebaiknya diperluas atau
diperbesar kurang lebih 3-5% untuk mengganti kerusakan dengan segera
terutama terjadinya penyusutan atau pengerutan akibat kandungan serat
elastik yang terdapat pada graft dermis. Kemudian daerah donor
mungkin akan diinfiltrasi menggunakan anestesi local dengan atau tanpa
epinefrin. Infiltrasi sebaiknya dilakukan setelah sketsa graft dilukis pada
kulit untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Setelah pola di insisi,
kulit diangkat pada sisi epidermis dengan tangan yang tidak dominan
menggunakan penjepit kulit. Tindakan ini akan memberikan ketegangan
dan rasa pada ketebalan graft ketika tangan memotong graft hingga ke
dasar lemak subcutan (Rives, 2006:7). Beberapa sisa jaringan lemak
harusdipotong dari sisi bawah graft, karena lemak ini tidak mengandung
pembuluh darah dan akan mencegah hubungan langsung antaradermis
graft dan dasar luka. Pemotongan sisa lemak subcutan secara profesional
menggunakan alat yang runcing, gunting bengkok, dansisa-sisa dermis
yang berkilau pada bagian dalam.

b. Split Thickness Skin Graft (STSG)

Ada beberapa tahap pelaksanaan prosedur skin graft dengan jenis


STSG, antara lain: proses pemotongan, pemasukan graft, dan proses
pembalutan.

35
a) Pemotongan

Untuk memperoleh hasil pemotongan terbaik pada graft tentunya


harus ditunjang dengan teknik pemotongan yang benar.

Pemotongan pada STSG dapat ditempuh dengan beberapa


carayaitu (Rives, 2006:7) :

1) Mata pisau dermatom

Biasanya teknik ini menggunakan mata pisau


dermatom, yangmampu memotong pada graft yang luas
dengan ketebalan yang sama. Dermatom dapat
dioperasikan dengan tenaga udara atau manual.
Dermatom yang biasa digunakan termasuk Castroviejo,
Reese, Padgett-Hood, Brown, Davol-Simon, dan Zimmer.
Tanpa memperhatikan alat yang digunakan, anestesi yang
cukup harus segera ditentukan karena pemotongan pada
skin graft merupakan prosedur yang dapat menyebabkan
nyeri. Lidocain dengan epinefrin disuntikkan ke daerah
donor untuk mengurangi hilangnya darah dan
memberikan turgor kulit yang bagus sehingga dapat
membantu dalam pemotongan.

2) Drum Dermatom

Drum dermatom (Reese, Padgett-Hood) akhir-


akhir ini jarang digunakan tetapi masih tersedia untuk
keperluan pemindahan kulit tertentu. Alat ini memiliki
mata pisau yang bergerak dengan tenaga manual seperti
drum yang berputar diatas permukaan kulit. Alat ini dapat
digunakan lembaran kulit yang luas dengan ketebalan
yang tidak teratur. Ini sangat berguna pada daerah donor
dengan kecembungan, kecekungan atau keadaan tulang
yang menonjol (leher, panggul, pantat), karena potongan

36
kulityang pertama menempel pada drum dengan
menggunakan lem khusus atau plester pelekat. Alat ini
juga dapat mengikuti polayang tidak teratur dengan tepat
untuk dipotong dengan perubahan pola yang diinginkan
dengan direkatkan pada kulit dan drum. Kerugian dari
penggunaan alat ini adalah kemungkinan terjadinya
cedera pada operator sendiri akibat ayunan mata pisau,
penggunaan agen yang mudah terbakar seperti eter atau
aseton untuk membersihkan daerah donor dan
memindahkan permukaan minyak untuk memastikan
terjaminnya perlekatan yang kuatantara kulit dan drum
dermatom serta diperlukannya teknik keahlian yang tinggi
agar dapat menggunakan peralatan operasi dengan aman
dan efektif (River, 2006:8).

3) Free-Hand

Metode pemotongan lain untuk jenis STSG adalah


free hand dengan pisau. Meskipun ini metode ini dapat
dilakukan dengan pisau bedah, alat yang lain seperti pisau
Humby, mata pisau Weck dan pisau Blair. Kelemahan
dari metode ini adalah tepi graft menjadi tidak rata dan
perubahan ketebalan. Sama seperti drum dermatom,
keahlian teknik sangat diperlukan dan perawatan kualitas
graft lebih bergantung pada operator daripada
menggunakan dermatom yang menggunakan tenaga listrik
atau udara.

4) Dermatom dengan tenaga udara dan listrik

Bila menggunakan dermatom jenis ini, ahli bedah


harus terbiasa dengan pemasangan mata pisau dan
bagaimana mengatur ketebalan graft serta memeriksa
peralatan sebelum operasi dimulai. Terdapat dua

37
pemahaman yang tepat dan kurang tepat mengenai mata
pisau. Hal ini akan membingungkan bagi anggota ruang
operasi yang kurang berpengalaman. Penempatan mata
pisau bedah nomor 15 digunakan pada ketebalan 0,015
inci dan dapat digunakan untuk memeriksa penempatan
ketebalan yangsama dan tepat.

Langkah awal pada proses pemotongan adalah


dengan mensterilisasi daerah donor menggunakan
betadine atau larutan garam yang lain. Kemudian daerah
donor diberi minyak mineraluntuk melicinkan kulit dan
dermatom sehingga dermatom akan mudah bergerak
diatas kulit. Dermatom dipegang dengan tangan dominan
dengan membentuk sudut 30-45º dari permukaan daerah
donor. Tangan yang tidak dominan berfungsi sebagai
penahan dan diletakkan di belakang dermatom. Asisten
operasi bertugas sebagai penahan pada bagian depan
dermatom, memajukan dan mengaktifkan dermatom
dengan lembut serta melanjutkan gerakan pada seluruh
permukaan kulit dengan tekanan yang menurun dengan
lembut. Setelah ukuran yang sesuai dipotong, dermatom
dimiringkan menjauhi kulit dan diangkat dari kulit untuk
memotong tepi distal graft dan tahap pemotongan selesai.
Bila pada proses pemotongan terjadi pembukaan pada
lapisan lemak, ini mengindikasikan bahwa insisi yang
dilakukan terlalu ke dalam atau mungkin karena teknik
yang salah dalam pemasangan dermatom.

b) Pelubangan

Teknik ini berguna untuk memperluas permukaan area


graft hingga 9 kali permukaan area donor. Teknik ini juga sangat
berguna jika kulit donor tida cukup untuk menutup area luka
yang luas, misalnya pada luka bakar mayor atau ketika daerah

38
resipien memiliki garis yang tidak teratur. Bagian graft dilubangi
agar cairan pada lukadapat keluar melalui graft daripada
berakumulasi dibawah graft. Perluasan bagian graft ini tidak akan
dapat mengatasi adanya hematom pada dasar graft. Bila telah
mengalami proses penyembuhan, graft akan tampak seperti kulit
buaya. Karena teknik ini kurang baik dari segi estetika dan
terjadinya pengerutan yang lebih lanjut, maka penggunaan teknik
ini harus dihindari pada daerah pergerakan dan wajah, tangan dan
area lain yang terlihat.

c) Pemasukan graft

Setelah graft dipotong, tindakan selanjutnya adalah


mengamati hemostasis. Setelah semuanya sempurna, kemudian
graft ditempatkan pada dasar luka. Pada tahap ini perhatian harus
difokuskan pada sisi bawah kulit. Meskipun terlihat sederhana
dan nyata, dermis dan epidermis kadang tampak serupa bila tidak
dilakukan inspeksi dengan sangat dekat dan teliti pada kulit
individu yang berwarna terang. Perawatan juga harus dilakukan
untuk mencegah pengkerutan atau peregangan yang berlebihan
pada graft. Graft harus benar-benar diletakkan dengan benar pada
daerah resipien untuk menjamin perlekatan dasar serta proses
penyembuhan. Tahap ini diakhiri dengan penjahitan atau
penggunaan staples untuk menjaga agar graft menempel kuat
pada kulit disekitar dasar luka. Staples sangat berguna untuk luka
yang lebih dalam daripada permukaan kulit sekitarnya. Efek dari
penggunaan staples adalah rasa nyeri yang hebat dan dapat
mengganggu perlekatan graft pada luka ketika dilakukan
pengambilan kira-kira 7 – 10 hari setelah operasi.

Kemampuan penyerapan benang juga perlu diperhatikan.


Biasanya benang dengan empat sudut digunakan untuk menahan
graft dengan beberapa pertimbangan, kemudian penjahitan
dilakukan disekitar perifer. Ini membantu sebagai jalan keluar

39
pertama jarummelewati graft kemudian melalui margin disekitar
luka untuk mencegah pengangkatan graft dari dasar luka.

d) Pembalutan

Pembalutan dilakukan untuk memberikan tekanan yang


sama pada seluruh area graft tanpa adanya perlekatan.
Pembalutan juga bertujuan untuk mengimobilisasikan area graft
dan mencegah pembentukan hematom pada bagian bawah graft.
Menurut Blanchard (2006), pembalutan awal dilakukan pada
daerah resipien segera setelah pemindahan kulit dilakukan dan
baru diganti setelah 3 hingga 7 hari berikutnya. Pembalutan yang
baru dapat dilakukan pada seluruh daerah graft hingga skin graft
benar-benar sembuh. Biasanya pada lokasi donor ditempatkan
langsung lembaran kasa yang halus dan tidak melekat. Kemudian
diatasnya dipasang kasa absorben untuk menyerap darah atau
serum dari luka. Kasa selaput (seperti Op-Side) dapat digunakan
untuk memberikan manfaat tertentu, yaitu kasa ini bersifat
transparan dan memungkinkan pemeriksa untuk melihat luka
tanpa menggangu kasa pembalutnya semantara pasien tidak perlu
khawatir ketika mandi karena kasa pembalut tersebut tidak
menyerap air (Smeltzer & Bare, 2002:1899).

Setelah skin graft dilakukan, proses yang terjadi


selanjutnyaadalah regenerasi termasuk pertumbuhan kembali
rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Pada prosedur
STSG, kelenjar keringat tidak akan dapat sembuh secara total
sehingga akan berdampak pada masalah pengaturan panas. Tidak
adanya kelenjar sebasea pada kulit dapat menyebabkan kulit
menjadi kering, gatal dan bersisik. Untuk mengatasi masalah ini,
biasanya dilakukan pemberian lotion dengan frekuensi sering.

40
G. Proses Penyembuhan

Menurut Rives (2006), masa penyembuhan dan kelangsungan hidup graft


terdiri dari beberapa tahap yaitu :

1. Perlekatan dasar

Setelah graft ditempatkan, perlekatan dasar luka melalui


jaringanfibrin yang tipis merupakan proses sementara hingga sikulasi
danhubungan antar jaringan telah benar-benar terjadi.

2. Penyerapan Plasma

Periode waktu antara pemindahan kulit dengan revaskularisasi


pada graft merupakan fase penyerapan plasma. Graft akan menyerap
eksudat pada luka dengan aksi kapiler melalui struktur seperti spon pada
graft dermis dan melalui pembuluh darah dermis. Ini berfungsi untuk
mencegah pengeringan terutama pada pembuluh darah graft dan
menyediakan makanan bagi graft. Keseluruhan proses ini merupakan
respon terhadap kelangsungan hidup graft selama 2–3 hari hingga
sirkulasi benar-benar adekuat. Selama tahap ini berlangsung, graft akan
mengalami edema dan beratnya akan meningkat hingga 30-50%.

3. Revaskularisasi

Revaskularisasi pada graft dimulai pada hari ke 2-3 post skin


graft dengan mekanisme yang belum diketahui. Tanpa memperhatikan
mekanisme, sirkulasi pada graft akan benar-benar diperbaiki pada hari ke
6 – 7 setelah operasi. Tanpa adanya perlekatan dasar, imbibisi plasma
dan revaskularisasi, graft tidak akan mampu bertahan hidup.

4. Pengerutan luka

Pengerutan pada luka merupakan hal yang serius dan merupakan


masalah yang berhubungan dengan segi kosmetik tergantung pada lokasi
dan tingkat keparahan pada luka. Pengerutan pada wajah mungkin dapat
menyebabkan terjadinya ektropion, serta retraksi pada hidung.

41
Kemampuan skin graft untuk melawan terjadinya pengerutan
berhubungan dengan komponen ketebalan kulit yang digunakan sebagai
graft.

5. Regenerasi

Epitel tubuh perlu untuk beregenerasi setelah proses


pencangkokkan kulit berlangsung. Pada STSG, rambut akan tumbuh
lebih jarang atau lebih sedikit pada daerah graft yang sangat tipis. Graft
mungkin akan kering dan sangat gatal pada tahap ini. Pasien sering
mengeluhkan kulit yang tampak kemerahan. Salep yang lembut mungkin
akan diberikan pada pasien untuk membantu dalam menjaga kelembaban
pada daerah graft dan mengurangi gatal.

6. Reinnervasi

Reinnervasi pada graft terjadi dari dasar resipien dan sepanjang


perifer. Kembalinya sensibilitas pada graft juga merupakan proses
sentral. Proses ini biasanya akan dimulai pada satu bulan pertamatetapi
belum akan sempurna hingga beberapa tahun.

7. Pigmentasi

Pigmentasi pada FTSG akan berlangsung lebih cepat dengan


pigmentasi yang hampir serupa dengan daerah donor. Pigmentasi pada
STSG akan terlihat lebih pucat atau putih dan akan terjadi
hiperpigmentasi dengan kulit tampak bercahaya atau mengkilat. Untuk
mengatasi hal ini biasanya akan dianjurkan untuk melindungi daerah
graft dari sinar matahari secara langsung selama 6 bulan atau lebih.

H. Komplikasi

Skin graft banyak membawa resiko dan potensial komplikasi yang


beragam tergantung dari jenis luka dan tempat skin graft pada tubuh.
Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain (Blanchard, 2006:2) :

42
1. Kegagalan graft

Menurut Revis (2006), skin graft dapat mengalami kegagalan


karena sejumlah alasan. Alasan yang paling sering terjadi adalah adanya
hubungan yang kurang baik pada graft atau kurangnya perlekatan pada
dasar daerah resipien. Timbulnya hematom dan seroma dibawah graft
akan mencegah hubungan dan perlekatan pada graft dengan lapisan dasar
luka. Pergerakan pada graft atau pemberian suhu yang tinggi pada graft
juga dapat menjadi penyebab kegagalan graft.

Sumber kegagalan yang lain diantaranya adalah daerah


resipienyang buruk. Luka dengan vaskularisasi yang kurang atau
permukaan luka yang terkontaminasi merupakan alasan terbesar bagi
kegagalan graft. Bakteri dan respon terhadap bakteri akan merangsang
dikeluarkannya enzim proteolitik dan terjadinya proses inflamasi pada
luka sehingga akan mengacaukan perlekatan fibrin pada graft. Teknik
yang salah juga dapat menyebabkan kegagalan graft. Memberikan
penekanan yang terlalu kuat, peregangan yang terlalu ketat atau trauma
pada saat melakukan penanganan dapat menyebabkan graft gagal baik
sebagian ataupun seluruhnya.

2. Reaksi penolakan terhadap skin graft

3. Infeksi pada daerah donor atau daerah resipien.

4. Cairan yang mengalir keluar dari daerah graft.

5. Munculnya jaringan parut

6. Hiperpigmentasi

7. Nyeri

Nyeri dapat terjadi karena penggunaan staples pada proses


perlekatan graft atau juga karena adanya torehan, tarikan atau manipulasi
jaringan atau organ (Long, 1996:60). Hal ini diduga bahwa ujung-ujung
saraf normal yang tidak menstransmisikan sensasi nyeri (Smeltzer,

43
2002:214). Reseptor nyeri yang merupakan serabut saraf mengirimkan
cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel mast, folikel rambut, kelenjar
keringat dan melepaskan histamin, bradikinin, prostaglandin, dan
macam-macam asam yang tergolong stimuli kimiawi terhadap nyeri.
Nosiseptor berespon mengantar impuls ke batang otak untuk merespon
rasa nyeri.

8. Hematom

Hematom atau timbunan darah dapat membuat kulit donor mati.


Hematom biasanya dapat diketahui lima hari setelah operasi. Jika hal ini
terjadi maka kulit donor harus diambil dan diganti dengan yang baru
(Perdanakusuma, 2006:1). Hematom juga menjadi komplikasi tersering
dari pemasangan graft.

9. Kulit berwarna kemerahan pada sekitar daerah graft.

I. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian yang akan dilakukan lebih berfokus pada keadaan


kulit pasien antara lain (Smeltzer & Bare, 2002:1831) : mengkaji
keadaan umum kulit meliputi warna, suhu, kelembaban, kekeringan,
tekstur kulit, lesi, vaskularitas, mobilitas dan kondisi rambut serta kuku
Turgor kulit, edema yang mungkin terjadi dan elastisitas kulit dinilai
dengan palpasi. Pengkajian sirkulasi pada kulit sangat penting
diperhatikan dengan tujuan untuk memperoleh data apakah telah terjadi
komplikasi akibat pemasangan graft dan untuk memantau kelangsungan
hidup graft pada daerah resipien. Bila graft berwarna merah muda, hal ini
menunjukkan terjadinya proses vaskularisasi. Warna kebiruan pada
sianosis menunjukkan terjadinya hipoksia seluler atau sel kekurangan
oksigen dan mudah terlihat pada ekstremitas, dasar kuku, bibir serta
membran mukosa (Smeltzer & Bare, 2002:1831).

b. Diagnosa Keperawatan

44
1) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan trauma jaringan.

2) Gangguan integritas jaringan kulit dan jaringan berhubungan


dengan adanya tindakan invasif, bedah perbaikan, traksi pen.
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera
pada jaringansekitar area luka.
4) Defisit perawatan diri: bersihan diri berhubungan dengan
kehilanganmobilitas, ketidakmampuan dalam pemenuhan ADL.
5) Perubahan pola eliminasi bowel: konstipasi berhubungan
dengan perubahan pada tingkat aktifitas, penurunan peristaltik
usus.
6) Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan primer, trauma jaringan, tindakan invasif.
c. Intervensi Keperawatan

1) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan trauma


jaringan

Tujuan :

Klien melaporkan nyeri hilang, berkurang atau terkontrol

Kriteria hasil :

a) Ekspresi wajah rileks

b) Skala nyeri 0 – 4

c) Klien dapat beristirahat

d) Klien tidak mengeluh kesakitan

Intervensi :

1. Kaji lokasi dan karakteristik nyeri

2. Lakukan tindakan manajemen nyeri relaksasi dan distraksi

3. Beri aktifitas yang tepat untuk klien

4. Berikan lingkungan yang aman dan nyaman


45
5. Berikan posisi senyaman mungkin.

6. Berikan analgetika (kolaborasi medik).

2) Gangguan integritas jaringan kulit dan jaringan berhubungan


dengan adanya tindakan invasif, bedah perbaikan, traksi pen.

Tujuan :

Tidak terjadi kerusakan integritas kulit dan jaringan yang lebih


parah.

Kriteria hasil :

a) Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang.

b) Pasien menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan


kulit/memudahkan penyembuhan kulit.

c) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.

Intervensi :

1. Kaji integritas kulit pasien.

2. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan,


perubahan warna.

3. Ubah posisi dengan sering.

4. Tempatkan balutan pada area fraktur.

5. Kaji posisi pada alat traksi.

6. Observasi untuk potensial area yang tertekan.

7. Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.

8. Lakukan perawatan luka.

3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera pada


jaringansekitar area luka.

46
Tujuan :

Klien dapat melakukan mobilitas fisik sesuai dengan toleransi.

Kriteria hasil :

a) Klien aktif dalam dalam rencana keperawatan.

b) Klien dapat melakukan aktifitas fisik dan pemenuhan ADL.

Intervensi :

1. Kaji kemampuan mobilitas.

2. Atur alih baring tiap 2 jam.

3. Bantu klien melakukan gerakan sendi secara aktif dan pasif.

4. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktifitas


dalamlingkup terbatas.

5. Bantu pasien dalam melakukan aktifitas yang dirasakan berat pada


pasien.

6. Libatkan keluarga klien selama perawatan.

4) Defisit perawatan diri: bersihan diri berhubungan dengan


kehilanganmobilitas, ketidakmampuan dalam pemenuhan
ADL.

Tujuan:

Tidak terjadi defisit perawatan diri : bersihan diri.

Kriteria hasil :

Klien menunjukkan aktifitas perawatan diri dalam tingkat


kemampuan pribadi.

Intervensi :

47
1. Tentukan kemampuan saat ini dan hambatan untuk
berpartisipasidalam perawatan.

2. Ikutsertakan klien dalam formulasi rencana perawatan pada


tingkatkemampuan.

3. Dorong perawatan diri.

4. Berikan dan tingkatkan keleluasaan pribadi.

5. Berikan keramas dan gaya rambut sesuai kebutuhan.

5) Perubahan pola eliminasi bowel : konstipasi berhubungan


dengan perubahan pada tingkat aktifitas, penurunan
peristaltik usus.

Tujuan:

Mempertahankan pola normal defekasi/fungsi usus.

Kriteria hasil :

a) Klien mendemonstrasikan perubahan pada gaya hidup.

b) Konstipasi tidak terjadi.

c) Ikut serta dalam pola defekasi sesuai petunjuk.

Intervensi :

1. Pastikan pola defekasi yang biasa (misal : penggunaan laksatif


jangka panjang sebelumnya). Bandingkan dengan rutinitas saat ini.

2. Kaji rasional masalah, singkirkan penyebab medis.

3. Berikan diet dengan kadar serat tinggi.

4. Dorong peningkatan masukan cairan (meningkatkan


konsistensifeses nomal).

48
6) Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan primer, trauma jaringan, tindakan invasif.

Tujuan :

Tidak terjadi infeksi.

Kriteria hasil :

a) Luka sembuh sesuai waktu.

b) Bebas drainase purulen.

c) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi.

Intervensi :

1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi.

2. Monitor tanda-tanda vital.

3. Lakukan perawatan luka dengan prinsip steril.

4. Kolaborasi pemberian antibiotik.

5. Kolaborasi pengecekan darah rutin.

d. Implementasi / Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang
meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat.
Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerja sama
dengan tim kesehatan-kesehatan yang lain, keluarga klien, dan dengan
klien sendiri, yang meliputi 3 hal :
1. Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode
etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada.
2. Mengidentifikasi respon klien.

49
3. Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan
keperawatan dan respon pasien.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
1. Kebutuhan klien
2. Dasar dari tindakan
3. Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat.
4. Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri.
5. Sumber-sumber dari instansi.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana
keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi
merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan.
Adapun evaluasi klien dengan post skin graft dilakukan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan keperawatan
dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria
tujuan perencanaan yang diberikan pada klien dengan post skin graft.

50
BAB IV
ANALISA JURNAL

A. Hasil Analisis Jurnal


Jurnal 1 : Manfaat Suplememntasi Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kadar Albumin ,Mda
Pada Luka Bakar Derajat II

No Kriteria Jawab Pembenaran & Critical thinking

1. P Ya  Masalah klinik dari jurnal ini


adalah manfaat suplementasi
(Patient/Clinical problem)
ekstrak ikan gabus terhadap
kadar albumin,MDA pada luka
bakar derajat II .
 Populasi /patient pada jurnal ini
adalah semua pasien luka bakar
rawat inap di RSUP Wahidin
sudirohusodo dan jejaringnya
sebanyak 32 orang dan di bagi
menjadi 2 kelompok.
2. I Ya  Tehnik Pengambilan sample
dengan menggunakan tehnik
(Intervention)
concecutive random sampling.
 Jenis penelitian yang dilakukan
adalah quasi eksperimental
dengan pretest-posttest group
design dan matching ages
dengan memberikan perlakuan
pada subjek penelitian kemudian
efek perlakuan diukur dan
dianalisis.
3. C Ya  Rancangan ini dimaksudkan
untuk menilai pengaruh
(Comparasion)
suplementasi ekstrak ikan gabus
terhadap kadar albumin,MDA

51
pada luka bakar derajat II .
 a) Kadar albumin kelompok A
2,87 +- 0,50 menjadi 3,40 +- 0,33
(p= 0,000) dan kelompok C 3,04
+- 0,33 menjadi 2,88 +- 0,21
(p=0,000).
b) kadar MDA kelompok A 3,97
+- 0,52 menjadi 3,64 +- 0,49
(p=0,000) kelompok C 4,01 +-
1,02 menjadi 5,16 +- 1,27
(p=0,001) .

4. O Ya  Hasil penelitian menunjukan


bahwa pemberian suplementasi
(Outcome)
ekstrak ikan gabus tinggi
albumin 2,25 g/hari dengan diet
standard dan edukasi selama 14
hari pada pasien luka bakar
grade II mampu meningkatkan
kadar albumin lebih tinggi
disbanding yang tidak
mendapatkan suplementasi
ekstrak ikan gabus tinggi
albumin sedangkan kadar MDA
lebih rendah Kadar albumin
kelompok A 2,87 +- 0,50 menjadi
3,40 +- 0,33 (p= 0,000) dan
kelompok C 3,04 +- 0,33 menjadi
2,88 +- 0,21 (p=0,000).
kadar MDA kelompok A 3,97 +-
0,52 menjadi 3,64 +- 0,49
(p=0,000) kelompok C 4,01 +-
1,02 menjadi 5,16 +- 1,27

52
(p=0,001) .

Jurnal II : Efek Madu dalam proses epitalisasi luka bakar Derajat II Dangkal

No Kriteria Jawab Pembenaran & Critical thinking

1. P Ya  Masalah klinik dari jurnal ini


adalah efek madu dalam proses
(Patient/Clinical problem)
epitalisasi luka bakar Derajat II
Dangkal.
 Populasi /patient pada jurnal ini
adalah pasien lukabakar yang
dirawat di Bangsal Bedah RSUP
Dr. Kariadi Semarang.
2. I Ya  Tehnik Pengambilan sample
dengan menggunakan penelitian
(Intervention)
eksperimental pada pasien yang
telah lolos kaji etik penelitian.
Sampel yang digunakan adalah
luka bakar derajat dua dangkal
yang dialami oleh pasien dan
memenuhi syarat kriteria
penelitian.
 Jenis penelitian yang dilakukan
adalah Analisis data percepatan
proses epitelisasi dan penurunan
luas luka bakar dilakukan dengan
uji Mann-Whitney. Untuk semua
tes statistik signifikansi
ditetapkan pada p<0,05

53
3. C Ya  Rancangan ini dimaksudkan
untuk mengetahui efek madu
(Comparasion)
dalam proses epitalisasi luka
bakar Derajat II Dangkal.
4. O Ya  Hasil penelitian menunjukan
secara klinis proses epitelisasi
(Outcome)
luka bakar balut madu lebih
cepat dibandingkan dengan
balut kasa tulle. Namun secara
staistik tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna pada
proses epitelisasi luka bakar
derajat duadangkal yang dibalut
madu dan kasa tulle.
 Penyembuhan luka bakar
derajat dua dangkal yang diberi
madu secara klinis berlangsung
lebih cepat dari yang diberi
kasa tulle. Namun secara
statistik, tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna pada
proses epitelisasi luka bakar
yang diberimadu dan kasa tulle
5. T Ya 16April 2011 – 6 Mei 2011
(Time)

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat trauma
panas, elektrik, kimia dan radiasi (Smith, 1998). Penyebab luka bakar yang paling
sering disebabkan karena api. Luka bakar perlu mendapatkan perhatian karena
angka kejadiannya terus meningkat dan memerlukan perawatan di rumah sakit.
Skin graft adalah Tindakan transplantasi kulit dengan melepaskan
sebagian atau seluruh tebal kulit dari daerah donor ke daerah yang
54
membutuhkan (resipien=host), dimana dibutuhkan suplai darah baru untuk
menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan.

55
DAFTAR PUSTAKA

Eka Yani. 2015. Laporan Pendahuluan Luka Bakar 3. Available.on


http://www.academia.edu/7710988/LAPORAN_PENDAHULUAN_LUKA_BAKAR_3
https://www.academia.edu/8542579/Askep_Luka_Bakar_Combustio_,

Nanda International. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa Medis


& NANDA NIC- NOC Jilid 1 & 2. Jakarta
Awan, A. S., Astuti, N., Bukhari, A., Mahendradatta, M., Tawali. A. W.(2014).
Manfaatsuplementasi Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kadaralbumin,Mdapadaluka Bakar
Derajat II. JST Kesehatan,Oktober2014, Vol.4 No.4:385–393. ISSN 2252-5416

http://eprints.ums.ac.id/16543/3/BAB_I.pdf

56

Anda mungkin juga menyukai