KONSELING PANCAWASKITA KEL.11i
KONSELING PANCAWASKITA KEL.11i
KONSELING PANCAWASKITA KEL.11i
KONSELING PANCAWASKITA
Kelompok 11
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kami semua yang berupa ilmu dan amal. Dan berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya pula, penulis dapat menyelesaikan makalah Reality Therapy yang
Insya Allah tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas tanpa
adanya bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali
ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya kepada :
1. Neng Triyaningsih Suryaman M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Model-
Model Konseling
2. Teman Kelompok 11 selaku penulis dan pembuat makalah ini. Dan teman-teman yang
lain yang bergabung dalam kelas “Reguler 4 F”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, maka kritik, saran, dan
masukan yang membangun sangat kami harapkan untuk pembelajaran kedepannya agar lebih
baik lagi. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
I
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang..................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
A. Simpulan...........................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sosial budaya, kondisi individu akan dapat langsung menimbulkan
permasalahan pada diri individu. Perasaan yang terancam, kompetensi yang terus
bersaing, aspirasi yang terkungkung, semangat yang layu, dan kesempatan yang terbuang
sia – sia akan menimbulkan permasalahan dalam berkehidupan sehari – sehari. Masing –
masing permasalahan yang timbul itu merupakan gatra – gatra, baik besar maupun kecil,
masing – masing gatra permasalahan itu dapat dikaitkan pada masidu, likuladu, dan
pancadaya yang ada dan penuh diperoleh individu, serta terkait pada lirahid yang hidup
dilingkungan individu tersebut. Disamping itu perlu dipahami bahwa masing-masing
gatra permasalahan itu saling berinteraksi dan dinamis. Dengan demikian dapat
dimengerti bahwa suatu permasalahan yang dialami individu bersifat kompleks.
Kekompleksan permasalahan itu lebih lagi diwarnai oleh dinamika dan saling
berinteraksinya unsur pancadaya, likuladu, masidu, dan lirahid.
Pelayanan konseling yang semula dikenal di Indonesia dengan nama Bimbingan dan
Penyuluhan (disingkat BP) dan sekarang Bimbingan dan Konseling (disingkat BK),
terjemahan dari Guidance and Counseling, gerakanya dimulai di negara asalnya (yaitu
Amerika Serikat) sejak awal abad ke 20. Gerakan yang semula di negeri adidaya itu
terfokus pada bimbingan karir selanjutnya meluas ke berbagai bidang kehidupan. Selama
sekitar satu abad, gerakan BK di negara asalnya telah mengembangkan berbagai teori dan
pendekatan yang secara garis besar dalam sembilan kemasan, yaitu : (1) Konseling
Psikoanalisis Klasik(KOPSAK) yang berorientasi pada id, ego dan superego serta
kesadaran/ketidaksadaran individu; (2)Konseling Ego (KONEGO) beroriantasi pada
fungsi ego, (3) Konseling Psikologi Individual (KOPSIN) berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan dan hubungan sosial individu, (4) Konseling Analisis
Transaksional (KONSISTRAN) berorientasi pada peran ego state dalam komunikasi,
(5) Konseling Self (KONSELF) berorientasi pada pengembangan diri (self) yang positif
dan konstruktif, (6) Konseling Gestalt (KONGES) berorientasi pada perilaku gestalt,
(7) Konseling Behavioral (KONBE) berorientasi pada perilaku yang dipelajari,
(8) Konseling Realitas (KOREAL) berorientasi pada perilaku yang benar,
bertanggungjawab dan realistic, (9) Konseling Rasioanal Emotif (KOREM) berorientasi
pada perilaku rasional dan irasional.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagimana sejarah Konseling Pancawaskita?
2. Apa pandangan manusia terhadap Konseling Pancawaskita?
3. Bagaimana konsep dasar Konseling Pancawaskita?
4. Apa tujuan Konseling Pancawaskita?
5. Bagaimana peran dan fungsi konselor dalam Konseling Pancawaskita?
6. Apa saja teknik-teknik yg digunakan dalam Konseling Pancawaskita?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar dapat mengetahui sejarah Konseling Pancawaskita?
2. Agar dapat mengetahui pandangan manusia terhadap Konseling Pancawaskita?
3. Agar dapat mengetahui konsep dasar Konseling Pancawaskita?
4. Agar dapat mengetahui tujuan Konseling Pancawaskita?
5. Agar dapat mengetahui peran dan fungsi konselor dalam Konseling Pancawaskita?
6. Agar dapat mengetahui teknik-teknik yg digunakan dalam Konseling Pancawaskita?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
merupakan proses membangun pribadi yang mandiri. Sebelum seorang konselor
membangun hal itu, terlebih dahulu ia perlu membangun pribadinya yang mandiri
terlebih dahulu. Konselor yang mandiri itu akan mampu dari segi teknis dan
psikologisnya menyelenggarakan konseling eklektik dengan wawasan pancawaskita.
Waskita merupakan sifat yang terpancar dari kiat dan kinerja yang penuh dengan
keunggulan semangat disertai dengan :
1. Kecerdasan, bahwa konseling adalah pekerjaan yang diselenggarakan atas dasar teori
dan teknologi yang tinggi serta pertimbangan akal yang jernih, matang dan kreatif.
2. Kekuatan, bahwa konselor adalah pribadi yang tangguh baik dalam keluasan dan
kedalaman wawasan berfikirnya, pengetahuan serta keterampilannya, maupun dalam
kemauan dan ketekunannya dalam melayani kliennya.
3. Keterarahan, bahwa kegiatan konseling berorientasi kepada keberhasilan klien
mengoptimalkan perkembangan dirinya dan mengatasi permasalahanya.
4. Ketelitian, bahwa konselor bekerja dengan cermat dan hati-hati serta berdasarkan
data dalam memilih dan menerapkan teori dan teknologi konseling.
5. Kearif bijaksanaan, bahwa konselor dalam menyikapi dan bertindak didasarkan pada
peninjauan dan pertimbangan yang matang, kelembutan dan kesantunan terhadap
klien dan orang lain pada umumnya sesuai dengan nilai moral dan norma-norma
yang berlaku serta kode etik konseling.
Itulah panca waskita , kewaskitaan yang didalamnya terkandung lima faktor yang akan
menjadi andalan bagi keberhasilan seorang konselor.
4
a. Hakekat Keberadaan
Dunia dan alam semesta dipenuhi oleh serba keberadaan. Sebutlah sesuatu,
maka sesuatu itu adalah sebuah keberadaan. Keberadaan terbentang dari yang paling
kasat mata dan teraba (konkrit) sampai yang paling khayal dan termaya (abstrak) serta
gaib; dari yang paling besar sampai yang paling kecil, dari yang paling sederhana
sampai yang tak terhingga, dan dari yang ada sampai tidak ada.
Dalam kedinamisan keberadaan sepanjang zaman, dua jenis keberadaan amatlah
penting, yaitu keberadaan yang sedang ada (KSA) dan keberadaan yang mungkin
mengada (KMA). KSA terwujud dalam kesadaran seseorang, sedangkan KMA
merupakan dunia kemungkinan. Jika KSA merupakan suatu titik yang sedang
dijangkau oleh seseorang pada suatu saat, maka KMA merupakan daerah yang masih
berada di luar jangkauannya, tetapi ada kemungkinan untuk dijangkaunya.
Sesuatu yang berasal dari KMA dapat menjelma menjadi KSA, dan KSA
dapat surut ke daerah keberadaan yang pernah ada (KPA). Adalah sangat
dimungkinkan KPA muncul kembali ke dalam KSA. Untuk itu KPA terlebih dahulu
masuk ke daerah KMA. Baik KSA maupun KMA mempunyai peluang dan
keterbatasan. Didalam kekuasaan Tuhan Yang Maha Mencipta kesadaran manusia
tentang peluang dan keterbatasan KSA bersifat manusiawi yang ditentukan oleh unsur
– unsur ruang dan waktu serta unsur – unsur kondisional. Sedangkan peluang dan
keterbatasan KMA bersifat “abadi”. Peluang dan keterbatasan KMA berada diluar
jangkauan dan kemampuan manusia; semuanya itu sepenuhnya berada di tangan
Tuhan Yang Maha Kuasa.
b. Gatra
Keberadaan merupakan sesuatu yang penuh arti. Sesuatu yang penuh arti
disebut gatra. Dalam dirinya sendiri gatra itu mengandung arti tertentu. Disamping
itu, arti suatu gatra dapat pula diberikan dari luar, yaitu yang diberikan atau dibentuk
oleh orang – orang yang berusaha menghayati dan / atau mendayagunakan gatra itu.
Arti dari dalam (ADD) suatu gatra bersifat amung dan demikianlah adanya (unik dan
objektif), sedangkan arti yang diberikan dari luar (ADL) bersifat lentur.
Meskipun ADD sudah ada dengan sendirinya di dalam gatra, namun ADD itu
tidak selalu dengan sendirinya tampak atau menampilkan diri. Bahkan seringkali
terjadi ADD justru tersembunyi dan menunggu pengungkapan itu memerlukan usaha
dan amat tergantung pada pengetahuan, kemampuan, dan kemauan orang yang
bersangkutan. Berbeda dengan ADD yang bersifat menetap itu, ADL dapat “dibawa”
ke mana saja oleh si pemberi arti, sehingga terkesan bahwa ADL bersifat seperti
karet, direntang bisa panjang, disingkat bisa pendek; diangkat bisa tinggi, dibatasi bisa
rendah; digali bisa dalam, ditimbun bisa dangkal; dibelok-belokkan ke mana pun bisa.
Seperti pengungkapan ADD, ADL pun amat tergantung pada pengetahuan,
kemampuan dan kemauan orang yang member arti terhadap gatra yang dimaksudkan.
Sifat keberadaan gatra adalah seperti sifat – sifat keberadaan benda pada
umumnya. Ada yang “padat”, artinya bentuk dan isinya lebih pasti dan tidak mudah
diubah; ada yang “cair”, artinya bentuk dan isinya mudah berubah; ada pula yang
5
ibarat “gas” artinya bentuk, isi, dan kepadatannya amat mudah berubah, mengembang
dan menguap. Demikian juga “warna” gatra. Ia dapat berwarna tunggal ataupun
berwarna – warni bagai pelangi, ataupun kabur, buram, atau tanpa warna sama sekali.
ADD dan ADL suatu gatra tidak selalu sama, melainkan justru seringkali tidak
bersesuaian, bahkan bertentangan. Keserasian antara ADD dan ADL suatu gatra akan
mewujudkan kesatuan, kebulatan dan kemantapan arti dari gatra yang dimaksudkan.
Sebaliknya, jika keserasian antara ADD dan ADL timpang, atau bahkan bertentangan,
maka akan terjadi kesalahartian dengan berbagai akibatnya.
KSA (keberadaan yang sedang ada dalam sebuah gatra) yang ada pada diri
klien dianalisis serta diberi suasana dan perlakuan – perlakuan khusus sehingga KMA
(keberadaan yang mungkin ada dalam sebuah gatra) yang menguntungkan dan
membahagiakan klien menjadi terwujud. Dengan penggatraan gatra dalam proses
konseling itu klien dimungkinkan untuk berkembang menuju kemandiriannya.
c. Hakekat Manusia
Manusia adalah suatu keberadaan dalam alam semesta ini; sebuah gatra. Berbeda dari
gatra – gatra lain yang bukan manusia, ADD dan ADL pada manusia dapat diberi ciri
berikut:
1. ADD sangat bervariasi antara individu yang satu dengan individu lainnya;
individu dapat memahami ADD-nya sendiri.
2. Selain dapat memberikan ADL kepada gatra – gatra di luar dirinya, manusia pun
dapat memberikan ADL kepada dirinya sendiri.
3. Antar sesama individu atau sekelompok manusia dapat saling memberikanADL.
4. ADD dan ADL terhadap diri sendiri serta ADL dari luar diri sendiri terus menerus
berinteraksi yang menghasilkan perkembangan pada diri individu.
Ciri-ciri ADD dan ADL seperti itulah kiranya yang membedakan secara amat tajam
antara manusia dan bukan manusia sebagai makhluk Tuhan. Lebih dari makhluk –
makhluk lainnya, manusia adalah makhluk yang tertinggi derajatnya. Ketertinggian
derajat ini diperlengkapi dengan lima dimensi kemanusiaan yang melekat pada diri
setiap insan, yaitu:
1. Dimensi fitrah (dimfit).
2. Dimensi keindividualan (dimin).
3. Dimensi kesosialan (dimsos).
4. Dimesi kesusilaan (dimsus).
5. Dimensi keberagaman (dimag).
6
Setiap individu menjalani kehidupan sehari-harinya dalam lima ranah
kehidupan (lirahid) yaitu ranah jasmaniah-rohaniah, individual-sosial, material-
spritual, lokal-global, dunia-akhirat. Individu yang mampu menjalani kehidupan
kemanusiaannya secara lengkap adalah mereka yang mampu menyemibangkan
masing-masing sisi dari kelima ranah tersebut. Keketidakseimbangan yang terjadi
akan menghasilkan individu-individu dengan label seperti hedonis,
egois/indivisualis, materialis, sekuler, dan berwawasan sempit ibarat katak di
bawa tempurung.
2. Likuladu
Individu yang diharapkan hidup dengan mantap pada lima ranah kehidupan di
atas dikembangkan sejak kelahirannya atas pengaruh lima kekuatan di luar dirinya
(likuladu), yaitu :
Gizi, merupakan faktor utama bagi pertumbuhan fisik dan kesehatan individu.
Tanpa gizi yang baik pertumbuhan jasmaniah dan kesehatan akan terganggu yang
mana hal ini akan dapat berdampak serius terhadap perkembangan pribadi
individu.Pendidikan, merupakan sarana dasar pengembangan pancadaya yang
berorientasi hakikat manusia dalam bingkai dimensi kemanusiaan. Pendidikan
inilah yang akan membawa individu menjadi manusia seutuhnya.
Adat dan budaya, membangun individu sebagai “anak negeri” yang
bersosial-budaya di kampung halaman, daerah dan tanah airnya, sehingga mampu
“duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi” dengan anak negeri di wilayah
sendiri dan wilayah lainnya. Perlakuan orang lain, merupakan pengaruh yang
sangat signifikan dalam pembentukan kepribadian individu. Sikap dan perlakuan
yang aman, nyaman, dan penuh kasih sayang akan membangun pribadi berbudi da
baik hati, sedangkan sikap dan perlakuan yang beringas, kasar dan antagonistik
akan membentuk pribadi yang ganas, panas dan intoleran.
Kondisi insidental,yaitu peristiwa atau keadaan yang tidak direncanakan atau
tidak terduga, bersifat positif atau negatif, membawa keberuntungan dan/atau
kerugian, terjadi “dengan sendirinya”, melalui kodrat Illahi. Manusia (individu)
mau tidak mau menerimanay/menhadapinya; yang baik disyukuri, yang tidak baik
disikapi dengan ikhlas dan diambil hikmahnya.Melalui pengaruh likuladu individu
tumbuh berkembang dan maju, menjalani kehidupannya sehari-hari, sampai akhir
hayatnya.
3. Masidu
Berpangkal dari kesejatian manusia (HMM) dengan intisari lima-i melalui
energisasi pancadaya (dalam dinamika BMB3) individu berkembang dengan
pengaruh likuladu menjadi pribadi sebagaimana adanya. Pribadi ini mewujud dan
berkiprah sehari-hari dengan lima kondisi individu (masidu), yaitu rasa aman,
kompetensi, aspirasi, semangat, dan pemanfaatan kesempatan yang ada.
Makin positif masidu makin efektiflah kehidupan sehari-hari individu.
Aktualisasi kehidupan individu dengan masidunya itu sejalan dengan dinamika
7
BMB3 (Berpikir, Merasa, Belajar, Bertindak, Bertanggung jawab) pada diri
individu yang bersangkutan.
8
12. Penafsiran (afsir).
13. Konfrontasi (fron).
14. Ajakan untuk memikirkan sesuatu yang lain (kirlan).
15. Peneguhan hasrat (husrat).
16. “penfrustasian” klien (frus).
17. Strategi “tidak memanfaatkan” klien (tmaf).
18. Suasana diam (sudim).
19. Tranferensi dan kontra-tranferensi (trans dan konstran).
20. Teknik eksperimental (eksper).
21. Interpretasi pengalaman masa lampau (imaslam).
22. Asosiasi bebas (asbas).
23. Sentuhan jasmaniah (senjas).
24. Penilaian (lai).
25. Penyusunan laporan (lap).
Teknik – teknik tersebut dipilih dan ditetapkan sesuai dengan keunikan klien dengan
masalah dan perkembangannya, sejak awal sampai diakhrinya proses konseling.
Meskipun teknik – teknik tersebut pada umumnya dipergunakan dalam konseling
perorangan namun banyak diantaranya yang cukup efektif bila dimanfaatkan dalam
konseling kelompok. Dalam konseling eklektik konselor mengarahkan usahanya kepada
berbagai aspek pada diri klien yang menjadi fokus penggarapan oleh pendekatan –
pendekatan konseling yang berbeda seperti:
1. Mengangkat materi ketidak sadaran yang menyebabkan tingkah laku salah suai ke
kesadaran (konseling psikoanalitik klasik).
2. Memperkuat fungsi ego (konseling ego).
3. Mengatasi inferioritas menuju superioritas (konseling psikologi individual).
9
4. Mengembangkan transaksi yang sejajar, positif, dan produktif (konseling analisis
transaksional).
5. Memperkuat dan mengembangkan self (konseling self).
6. Membangun integrasi kepribadian (konseling gestalt).
7. Mengubah tingkah laku salah suai (konseling behavioral).
8. Mengembangkan tingkah laku yang benar, bertanggung jawab, dan sesuai dengan
kenyataan (konseling realitas).
9. Mengganti belief irrational menjadi belief rational (konseling rasional – emotif).
10
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Konselor profesional dituntut mengintegrasikan lima faktor yang
mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu yaitu pancasila, pancadaya
(Takwa, Cipta, Rasa, Karsa, Karya), lirahid/ lima ranah kehidupan (Jasmanah-rohaniah,
social-material, Spiritual dunia, akherat, lokal-global/universal), lika lidu/ lima kekuatan
di luar individu( gizi, pendidikan, sikap, perlakuan orang lain, budaya dan kondisi
insidensial), dan masidu/lima kondisi yang ada pada diri individu (rasa aman, kompetensi,
aspirasi, semangat, pengunaan kesempatan).
Teknik – teknik dalam kegiatan konseling yang digunakan adalah teknik secara umum
dan secara khusus. Sedangkan proses dalam kegiatan konseling antara lain proses
pengantaraan, proses penjajagan, proses penafsiran, proses pembinaan, dan proses
penilaian. Tujuan pancawaskita yaitu terbangunnya gatra baru melalui pengungkapan,
analisis, pemaknaan secara tepat dan positif terhadap Arti Dari Dalam (ADD), Arti Dari
Luar (ADL), Keberadaan yang Sedang Ada (KSA), serta pembinaan Keberadaan yang
Sedang Ada (KSA) baru dengan memperhatikan Keberadaan yang Mungkin Ada (KMA)
positif yang ada pada diri klien.
B. Saran
Dalam konsep konseling pancawaskita ini terlalu banyak teknik yang digunakan
sehingga cenderung membingungkan. Selain itu belum adanya orang lain yang
mengembangkan teori ini sehingga hanya terbatas referensinya yaitu pada Prof. Prayitno
saja.
Saran kami Dalam proses pembuatan makalah ini diharapkan para guru pembimbing
(konselor) mampu memahami tentang pendekatan konseling Pancawaskita sehingga
mampu menjadi alternatif dalam konseling nantinya. Dalam hal ini, konselor profesional
dituntut mengintegrasikan lima faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan
individu, yaitu Pancasila, Pancadaya, Lirahid, Likuladu, dan Masidu.
Selain itu, konselor juga harus memahami tentang hakekat kepribadian dari
pancawaskita, arti dari gatra, macam – macam proses dalam kegiatan konseling,asumsi
perilaku dan teknik – teknik yang digunakan dalam kegiatan konseling.
11
DAFTAR PUSTAKA
12