Makalah Kelompok 4 Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Pendidikan Islam

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan

Islam (Shidiq, Amanah, Fathanah, Tabligh)

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas kelompok dalam Mata


Kuliah Pengembangan konsep dan Teori Pendidikan Karakter

Oleh:

ECA PUTRI NINGSIH


RANGGA SEPTA
PENDRA M.ZHAHARIL
FIKRI

Dosen Pembimbing :
Dr. HADI CANDRA, S.Ag, M.Pd

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)


KERINCI PROGRAM PASCA SARJANA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjat kan kehadirat Allah Swt. Atas rahmatdan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Pendidikan Karakter dalam Persfektif Pendidikan Islam”.Shalawat serta

salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad

SAW.

Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah

“Pengembangan Konsep dan Teori Pendidikan Karakter”. Penulis

mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Hadi Candra,

S.Ag, M.Pd, selaku dosen mata kuliah yang telah memberikan penulis

kesempatan untuk menyelesaikan tugas ini sekaligus mempresentasikan dalam

kegiatan perkuliahan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak

kekurangan Oleh karena itu, penulis sangat menghargai saran dan kritik yang

bersifat membangun demi sempurnanya penyusunan makalah ini.

Sungai Penuh, 12 Oktober


2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL..................................................................................................................1

KATA PENGANTAR..........................................................................................2

DAFTAR IS......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah.........................................................................5

B. Rumusan Masalah....................................................................................5

C. Tujuan Pembahasan................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................6

A. Hakikat pendidikan karakter.................................................................6

B. Perspektif pendidikan Islam...................................................................8

1. Sidiq...................................................................................................10

2. Amanah.............................................................................................11

3. Tabliq................................................................................................11

4. Fathanah...........................................................................................12

C. Metodologi pendidikankarakter dalam Islam.....................................14

BAB III PENUTUP............................................................................................20

A. Kesimpulan.............................................................................................20

B. Saran........................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................21

3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Di antara isu penting yang sedang mencuat ke permukaan dalam


dunia pendidikan saat ini, khususnya di Indonesia adalah pendidikan
karakter. Program ini adalah bentuk respon terhadap dekadensi moral
dalam bangunan realitas sosial yang berkonsekuensi pada keterpurukan
bangsa di berbagai lini. Bahkan keruntuhan moral telah memaksa
bangsa ini untuk bertekuk lutut kepada nilai-nilai dehumanisasi dalam
lingkaran struktural maupun kultural.

Abuddin Nata menggambarkan bahwa gejala keruntuhan moral


dewasa ini sudah benar-benar mengkhawatirkan. Kejujuran, kebenaran,
keadilan, tolong menolong, dan kasih sayang sudah tertutup oleh
penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal, dan saling
merugikan. Banyak terjadi adu domba dan ftnah, menjilat, menipu,
mengambil hak orang lain sesuka hati, dan perbuatan perbuatan maksiat
lainnya.1 Semua itu menjadi alasan mengapa pendidikan karakter
penting diterapkan dalam dunia pendidikan.

Sebenarnya, wacana pengembangan pendidikan karakter dalam


sejarah pendidikan Indonesia bukanlah hal yang baru. Ideologi pancasila
telah berusaha keras mengusung misi mulia untuk pembentukan karakter
seperti tercermin dalam sila demi silanya. Dalam perkembangannya, di
sekolah-sekolah telah diajarkan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila
(PMP), pendidikan budi pekerti, pendidikan agama dan pendidikan
akhlak (pada lembaga pendidikan Islam). Semua pelajaran tersebut
merupakan penjelmaan dari pendidikan karakter.

Dalam Islam, pembangunan karakter merupakan masalah


fundamental untuk membentuk umat yang berkarakter. Pembangunan

1
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia,
Cet. Ke-III ( Jakarta: Prenada Media Group, 2003), 197

4
karakter dibentuk melalui pembinaan

akhlakul karimah (akhlak mulia); yakni upaya transformasi nilai-


nilai qur’ani kepada anak yang lebih menekankan aspek afektif atau
wujud nyata dalam amaliyah seseorang. Selain itu, Islam melihat bahwa
identitas dari manusia pada hakikatnya adalah akhlak yang merupakan
potret dari kondisi batin seseorang yang sebenarnya. Makanya dalam
hal ini Allah Swt, begitu tegas mengatakan bahwa manusia mulia itu
adalah manusia yang bertakwa (tunduk atas segala perintah-Nya).
Kemuliaan manusia di sisi-Nya bukan diukur dengan nasab, harta
maupun fsik, melainkan kemuliaan yang secara batin memiliki kualitas
keimanan dan mampu memancarkannya dalam bentuk sikap, perkataan
dan perbuatan.2

Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini memaparkan bagaimana


pendidikan karakter dalam perspektif pendidkan Islam. Untuk menjawab
masalah utama ini maka penulis akan membuat beberapa pokok bahasan
antara lain; hakekat pendidikan karakter, bagaimana pendidikan karakter
dalam Islam dan bagaimana metodologi pendidikan karakter

Rumusan Masalah

a. Apa yang di maksud dengan pendidikan karakter?

b. Bagaimana pendidikan karakter dalam pandangan Islam?

c. Bagaimana metodologi pendidikan karakter dalam islam?

Tujuan Pembahasan

a. Untuk mengetahui apa hakikat dari pendidikan karakter.

b. Untuk mengetahui pandangan pendidikan karakter dalam islam.

c. Untuk mengetahui metodologi karakter dalam islam.

2
QS. [49] al-Hujuraat: 13

5
PEMBAHASAN
Pendidikan Karakter Perspektif Pendidikan Islam

A. Hakikat Pendidikan Karakter

Istilah karakter, berasal dari bahasa Yunani ”charassein” yang


berarti mengukir. Karakter diibaratkan mengukir batu permata atau
permukaan besi yang keras. Selanjutnya berkembang pengertian karakter
yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku. 3 Donni Koesoema
A, menyebut karakter sama dengan kepribadian.4 Sementara menurut
Masnur Muslich, karakter berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi
positif, bukan netral. Orang yang berkarakter adalah orang yang
mempunyai kualitas moral (tertentu). 5 Menurut Berkowitz, dalam Damond
sebagaimana dikutip oleh Al Musanna bahwa karakter merupakan ciri atau
tanda yang melekat pada suatu benda atau seseorang. Karakter menjadi
penanda identifkasi.6

Adapun pendidikan karakter, menurut Thomas Licona adalah


pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan
budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu
tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab menghormati hak
orang lain, kerja keras, dan sebagainya. 7 Terkait dengan makna pendidikan
karakter, Raharjo sebagaimana dikutip oleh Nurchaili, bahwa pendidikan
karakter adalah suatu proses pendidikan secara holistik yang

3
Sri Judiani, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Melalui Pengamatan
Pelaksaan Kurikulum, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Volume 16 Edisi khusus III, Oktober
2010, Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional.
4
Donni Koesoema A, Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger, Mengembangkan Visi
Guru Sebagai Pelaku Perubahan dan Pendidikan Karakter ( Jakarta: Grasindo, 2009), 80.
5
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter, Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional (
Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 71.
6
Al Musanna, Revitalisasi Kurikulum Muatan Lokal Untuk Pendidikan Karakter Melalui
Evaluasi Responsif, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Volume 16 Edisi khusus III, Oktober
2010, Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional.
7
Bambang Q-Annes & Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Qur’ani
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), 99

6
menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan
peserta didik sebagai pondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas
yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip kebenaran yang dapat
dipertanggungjawabkan. Pendidikan karakter merupakan suatu proses
pembentukan perilaku atau watak seseorang, sehingga dapat membedakan
hal-hal yang baik dengan yang buruk dan mampu menerapkannya dalam
kehidupan. Pendidikan karakter pada hakikatnya merupaan konsekuensi
tanggung jawab seseorang untuk memenuhi suatu kewajiban.8

Pendidikan karakter pada hakikatnya merupakan pengintegrasian


antara kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia.9 Pendidikan karakter
menurut Thomas Lichona merupakan media pembantu bagi peserta didik
untuk memahami, peduli, dan berbuat atau bertindak berdasarkan nilai-
nilai etika. Sejalan dengan itu, Suyanto menegaskan bahwa pendidikan
karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling) dan tindakan (action).

Dalam rangka memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah


teridentifkasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan
tujuan pendidikan nasional, yaitu:
(1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6)
Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat
Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13)
Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca,
(16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab.
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun
satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan
cara melanjutkan nilai pra kondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai

8
Nurchaili, Membangun Karakter Siswa Melalui Keteladanan Guru, Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan Volume 16 Edisi khusus III, Oktober 2010, Balitbang Kementerian Pendidikan
Nasional.
9
Oos M. Anwas, Televisi Mendidik Karakter Bangsa: Harapan dan Tantangan, Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Volume 16 Edisi khusus III, Oktober 2010, Balitbang Kementerian
Pendidikan Nasional

7
yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah
dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah
atau sekolah yang satu dengan yang lain.10

Berdasarkan uraian di atas yang menjelaskan tentang pendidikan


karakter, dapat dipahami bahwa pendidkan karakter adalah upaya
kolaborasi edukatif dari tiga aspek yaitu pengetahuan, perasaan dan
perbuatan. Goal akhir dari pendidikan karakter adalah realisasi pengetahuan
yang diperoleh seseorang yang diwujudkan dengan perasaan dan muatan
moralitas sehingga mampu melahirkan perbuatan yang bernilai positif baik
secara individu maupun kolektif. Pendidikan karakter dapat juga dipahami
sebagai upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis dan
terencana untuk membantu peserta didik memahami nilai nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

B. Perspektif Pendidikan Islam

Perspektif adalah sudut pandang manusia dalam memilih opini,


kepercayaan dan lain- lain11, sedangkan Islam adalah agama yang
diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan
rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir
zaman.

Karakter dalam Islam lebih akrab disapa dengan akhlak,


kepribadian serta watak sesorang yang dapat di lihat dari sikap, cara bicara
dan berbuatnya yang kesemuanya melekat dalam dirinya menjadi sebuah
identitas dan karakter sehingga sulit bagi seseorang untuk
memanipulasinya. Manusia akan tampil sebagaimana kebiasaan, budaya
10
Kementerian, Pedoman…, 8
11
Perspektif (on-line) tersedia di, www. wikipedia.co.id (12 Oktober 2017).

8
dan adat istiadat kesehariannya, sebab manusia merupakan anak kandung
budaya, baik keluarga maupun masyarakatnya di samping anak kandung
dari agama yang dipeluknya.

Untuk lebih mengenal istilah karakter dalam Islam, maka perlu


disajikan aspek ontologis akhlak sehingga dapat memberi khazanah
pemahaman yang lebih jelas. M. Amin Syukur mengutip beberapa pendapat
tokoh flsafat akhlak, di antaranya; menurut Moh. Abdul Aziz Kully, akhlak
adalah sifat jiwa yang sudah terlatih sedemikian kuat sehingga
memudahkan bagi yang melakukan suatu tindakan tanpa pikir dan
direnungkan lagi. Menurut Ibn Maskawaih, akhlak adalah ‘khuluk
(akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong (mengajak) untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa pikir dan dipertimbangkan lebih
dahulu. Menurut Ibn Qayyim, akhlak adalah perangai atau tabi’at yaitu
ibarat dari suatu sifat batin dan perangai jiwa yang dimiliki oleh semua
manusia. Sedangkan menurut al-Ghazali, akhlak adalah sifat atau bentuk
keadaan yang tertanam dalam jiwa, yang dari padanya lahir perbuatan-
perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu dipikirkan dan
dipertimbangkan lagi.12

Mohammad Daud Ali menuturkan bahwa akhlak mengandung


makna yang ideal, tergantung pada pelaksanaan dan penerapan melalui
tingkah laku yang mungkin positif dan mungkin negatif, mungkin baik dan
mungkin buruk, yang temasuk dalam pengertian positif (baik) adalah segala
tingkah laku, tabiat, watak dan perangai yang sifatnya benar,amanah, sabar,
pemaaf, pemurah rendah hati dan lain-lain. Sedang yang termasuk ke dalam
pengertian akhlak negatif (buruk) adalah semua tingkah laku, tabiat, watak,
perangai sombong, dendam, dengki, khianat dan lain-lain yang merupakan
sifat buruk.13
12
Amin Syukur, Studi…, 5. Lihat juga Endang Saifudin Ansari, Wawasan Islam, Cet. III
(Bandung: Pelajar, 1982), 26, dan Adib Bisri dan KH Munawir A. Fatah, Kamus Al- Bisri
(Surabaya,Pustaka Progressif, 1999), 162.
13
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam ( Jakarta: Raja Grafndo, 1998),
h.137

9
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa
karakter merupakan bentuk lain dari akhlak yang secara teoritis merupakan
akumulasi pengetahuan dan pengalaman langsung yang membentuk watak
dan sifat seseorang yang bersifat melekat dan secara praktis berimplikasi
pada perilaku nyata seseorang yang menjadi kebiasaan. Watak manusia dan
perbuatannya merupakan entitas yang tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya, dan terdapat jalinan yang sangat erat. Jika watak
seseorang dibentuk oleh pengalaman dan pengetahuan buruk, maka
perbuatannya juga akan cenderung mengarah ke sana. Demikian
sebaliknya jika baik, maka perbuatannya akan baik. Orang yang watak
dan perbuatannya terbiasa dengan hal-hal yang baik maka akan tidak
nyaman jika diperintahkan untuk melakukan kejahatan, dia akan merasa
bersalah, gelisah dan terus diliputi suasana hati yang tidak tenteram.
Penyebabnya adalah karena kebiasaan yang sudah terbentuk menjadi
wataknya.

Menurut Prof. Dr. Azhar Arsyad, M.A., pendidikan karakter


memuat empat nilai, yakni siddieq, amanah, tabligh, fathanah. Jika
seseorang berpegang teguh pada nilai-nilai tersebut maka ia akan mampu
menjadi manusia yang berkarakter. Untuk itu, nilai-nilai tersebut harus
ditanamkan sejak dini bahkan sampai ke perguruan tinggi.14

1. Siddiq (benar).

Seorang mukmin harus memiliki sifat benar, tidak ada sepatahpun


perkataannya yang mengandung kebatilan, dalam segala keadaan dan
suasana. Sifat siddiq adalah asas kemuliaan, lambang ketinggian, tanda
kesempurnaan dan gambaran dari tingkah laku yang bersih dan suci.
Sifat ini juga yang menjamin dapat mengembalikan hak-hak kepada
yang berhak, memperkokoh ikatan antara anggota masyarakat, baik dia
itu seorang alim, atau seorang yang berkuasa atau seorang saudagar,
14
Azhar Arsyad, Pendidikan Karakter; Menuu Kampus Progresif, Inovatif, dan
Bermartabat. Disampaikan pada Kuliah Umum 14 Mei 2013 di Kampus 1 IAIN Sultan Amai
Gorontalo.

10
baik laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun kanak-kanak, selama
mereka hidup dalam satu masyarakat yang saling memerlukan antara
seorang dengan yang lain. Sifat siddiq (benar) adalah inti sari daripada
kebaikan. Sifat inilah yang dimiliki sahabat yang paling disayangi
Rasulullah saw. yaitu Abu Bakar as -Siddiq.15

2. Amanah (terpercaya).

Amanah ialah sifat mulia yang pasti dipunyai oleh setiap orang
dalam menghadapi perjuangan hidup demi untuk mencapai cita citanya.
Suatu masyarakat itu tidak akan dapat dibina dengan harmoni melainkan
hanya di atas asas yang kukuh dan tetap, salah satu diantaranya adalah
amanah. Dengan jelas kita dapat menyaksikan perbedaan antara dua
jenis manusia, pertama yang amanah atau al amin dan kedua yang
khianat atau alKhain. Orang yang amanah akan menjadi tempat
kepercayaan dan penghormatan orang banyak, sebaliknya orang khianat
itu pula menjadi tumpuan kemarahan dan kehinaan.

3. Tabligh (Menyampaikan perintah).

Tabligh atau menyampaikan dakwah dan Islam kepada masyarakat


adalah satu sifat atau tugas yang diamanahkan oleh Allah swt. Firman
Allah dalam surah al-Maidah ayat 67 yang bermaksud: ”Wahai
Rasulullah, Sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu dan jika engkau tidak melakukannya (dengan menyampaikan
kesemuanya) maka bermakna tiadalah engkau menyampaikan
perutusanNya.” Walaupun ayat ini arahan Allah swt. kepada Rasulullah
saw. sebagai Rasul pilihan-Nya untuk menyampaikan apa yang
diturunkan oleh Allah swt, tetapi sebagai hamba Allah swt. dan umat
Nabi saw. kita juga berkewajiban untuk menyambung perjuangan Nabi
saw. yaitu berdakwah dan menyampaikan risalah Allah swt. yang
dilaksanakan oleh baginda kepada umat manusia seluruhnya. Firman

15
Abu Basyer, Empat Sifat Orang Mukmin, Sidiq, Amanah, Tabliq, dan Fatanah. Sumber
data http://www.idhamlim.com/2011/03/empat-sifat-orangmukmin-sidiq- amanah.html. Diakses
tanggal 21 Mei 2013

11
Allah yang bermaksud: “Dan hendaklah ada di antara kamu satu pihak
yang menyeru (berdakwah) kepada kebajikan (mengem-bangkan Islam),
dan menyuruh berbuat segala perkara yang baik, serta melarang
daripada segala yang salah (buruk dan keji). Dan mereka yang bersifat
demikian ialah orang yang berjaya.” (Surah Ali- Imran ayat 104).

4. Fathanah (Kebijaksanaan dan cerdas).

Sifat ini adalah sifat penting yang perlu ada pada seorang mukmin
yang bertugas menyampaikan dakwah kepada masyarakat. Sifat
fathanah akan menyempurnakan sifat tabligh. Seseorang pendakwah
yang terlibat secara langsung akan selalu terlibat dalam perbincangan
dengan mad’u, menghadapi pertanyaan daripada ahli jemaah, serangan
serta kritikan orang yang masih meragukan. Seorang yang memiliki sifat
fathanah ini cukup paham keadaan mereka yang ingin didakwahkan dan
mengambil pendekatan lemah lembut dan penuh hikmah. Dia juga
memiliki kemampuan untuk memahami isu-isu kontekstual, memahami
kekuatan, dan kelemahan orang yang ingin di dakwahkan dan
mengambil pendekatan yang bijak supaya dapat mengelakkan fitnah dan
penghinaan kepada Islam.

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa


yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran,
bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Pendidikan
karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun
perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa
yang kompetitif dalam pergaulan dunia.16

Menurut Nurchaili, bahwa pendidikan karakter sangat penting

16
Kementerian, Pedoman…, 2.

12
ditanam sedini mungkin. Karena dengan karakter yang baik, maka kita
dapat melakukan hal-hal yang patut, baik dan benar sehingga kita bisa
berkiprah menuju kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada
dalam koridor perilaku yang baik. Sebaliknya, kalau kita melanggar
maka akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya
ringan, seperti tidak disenangi, tidak dihormati orang lain, sampai yang
berat seperti melakukan pelanggaran hukum.17

Secara riil, tantangan yang paling berat dalam dunia pendidikan


saat ini dan ke depan adalah semakin banyaknya muncul nilai-nilai
dengan menawarkan berbagai kesenangan dan kebahagiaan sesaat,
seperti narkoba, pergaulan bebas, tauran, games, dan interpretasi
ekspresi kebebasan tanpa muatan nilai yang jelas sebagaimana yang
dikembangkan oleh komunitas Punk. Semua itu jika tidak dikendalikan
dan diredam maka akan tumbuh menjadi muatan nilai generasi muda.
Ketika mereka menganggap nilai tersebut wajar dan menjadi rutinitas,
maka besar kemungkinan mereka akan membela muatan nilai tersebut
karena menganggapnya baik.

Pendapat lain mengatakan bahwa pentingnya pendidikan karakter


dapat juga di lihat dari fungsinya yaitu: 1) pengembangan, 2) perbaikan;
dan 3) penyaring. Pengembangan yakni pengembangan potensi peserta
didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik terutama bagi peserta didik
yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan arakter
bangsa. Perbaikan yakni memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk
bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang
lebih bermartabat. Penyaring, yaitu untuk menyeleksi budaya bangsa
sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai- nilai
karakter yang bermartabat.18

Dalam Islam, pentingnya pendidikan karakter dapat di lihat dari


17
Nurchaili, Pendidikan karakter…, 236.
18
Sri Judiani, Implementasi Pendidikan Karakter…, 282.

13
penekanan pendidikan akhlak yang secara teoritis berpedoman kepada
Alquran dan secara praktis mengacu kepada kepribadian Nabi
Muhammad saw. Profl beliau tidak mungkin diragukan lagi bagi setiap
muslim, bahwa beliau merupakan role model (tauladan) sepanjang
zaman. Keteladanannya telah diakui oleh Alquran yang mengatakan;
‘Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung’.
(QS al Qalam [68]: 4)19 Dalam sebuah hadits Nabi saw, bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus ke muka bumi ini adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia.“ (HR Ahmad).

Dengan demikian, core dari fungsi dan tujuan pendidikan karakter


adalah membangun jiwa manusiawi yang kokoh. Bahwa pendidikan
karakter memiliki misi pengembangan potensi peserta didik berdasarkan
muatan-muatan nilai kesalehan. Di sisi lain pendidikan karakter
berfungsi sebagai “bengkel” batin manusia dan upaya sterilisasi dari
pengetahuan, pengalaman serta perilaku penyimpangan dan kejahatan
dengan standar moral humanitas universal. Fungsi dan tujuan lain dari
pendidikan karakter adalah flter yang memilih dan memilah mana nilai-
nilai yang pantas diserap oleh peserta didik sehingga mereka tidak
terjebak dalam nilai-nilai yang negatif.

C. Metodologi Pendidikan Karakter dalam Islam

Dalam al-Qur’an terdapat multi pendekatan yang dapat diidentifkasi


terkait pendidikan karakter atau pendidikan akhlak. Beberapa pendekatan
dalam pendidikan karakter adalah: pertama, pendektan teosentris (Q.S. 1: 1-
7, Q.S. 96: 1-5) dan beberapa ayat lainnya. Kedua, pendekatan antropologis,
ketiga, pendekatan historis, seperti cerita para Nabi, cerita Fir’aun, Namruj
dan lainlainnya. Keempat,pendekatan personality (kepribadian), cerita Nabi
Muhammad, Lukmanul Hakim dan lain-lainnya. Kelima, pendekatan flsafat,

19
Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Jilid II (Beirut: Dar al-
Fikr, 1991), 381.

14
di mana Allah Swt memotivasi manusia untuk memperhatikan, memikirkan
ciptaan-Nya. Dan keenam, pendekatan psikologis, serta pendekatan-
pendekatan lainnya.

Lebih spesifk, Masnur menguraikan dalam bukunya Pendidikan


Karakter, bahwa ada lima pendekatan dalam pendidikan karakter yaitu;
pendekatan penanaman nilai, pendekatan perkembangan kognitif,
perkembangan analisis nilai, pendekatan klarifkasi nilai, dan pendekatan
pembelajaran berbuat.20 Uraian dari pendekatan tersebut.

Pertama, pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah


suatu pendekatan yang memberikan penekanan pada penanaman nilainilai
sosial dalam diri siswa. Menurut pendekatan ini tujuan pendidikan nilai
adalah diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa dan berubahnya
nilai-nilai yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan.
Menurut pendekatan ini metode yang digunakan dalam proses pembelajaran
antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan
peranan, dan lain-lain.

Kedua, pendekatan perkembangan kognitif yaitu pendekatan yang


memiliki karakteristik memberikan penekanan pada aspek kognitif dan
perkembangannya. Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif
tentang masalah moral dan membuat keputusankeputusan moral. Menurut
pendekatan ini, moral dipandang sebagai perkembangan tingkat berpikir
dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah
kepada tingkat yang lebih tinggi.

Ketiga, pendekatan analisis nilai (value analysis approach)


memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk
berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan
dengan nilai-nilai sosial.

Keempat, pendekatan klarifkasi nilai (value clarifcation approach)


memberikan penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji

20
Masnur, Pendidikan Karakter…, 106-118.

15
perasaan dan perbuatan sendiri.

Kelima, pendekatan pembelajaran berbuat (action learning


approach) menekankan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perorangan
maupun secara kolektif.

Dari lima pendekatan pendidikan karakter di atas, ada satu poros


utama yang ingin dicapai oleh kelima pendekatan ini yaitu upaya
menumbuhkan kesadaran siswa terhadap setiap perilaku dan perbuatan
yang dilakukan. Kesadaran ini tumbuh dan berkembang dalam hati,
dibalut oleh kapasitas pengetahuan moral yang kokoh, pengalaman moral
(positif) yang memadai, dan tercermin dalam perbuatan secara
spontanitas. Artinya tujuan pendekatan pendidikan karakter ini semua
menginginkan kesadaran yang imanent dalam berbuat, kapan, dengan
siapa, untuk apa, dan di manapun.

Pendekatan apapun yang digunakan dalam pendidikan karakter,


menurut penulis tidak ada masalah. Namun yang harus diingat bahwa
kondisi sosial, baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat
sangat berperan dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang.
Boleh jadi dari aspek kognitif siswa kuat, sementara dari aspek moral
lemah, akan tetapi ini akan sulit terwujud bila kondisi sosial tidak
mendukungnya. Harus diakui, banyak orang yang tergelincir karena tidak
mampu mempertahankan nilai ideal moral yang telah didapatkan karena
cermin sosialnya jelek.
Metode Pendidikan Karakter

Berkaitan dengan metode, Abdurrahman an-Nahlawi mengatakan


metode pendidikan Islam sangat efektif dalam membina akhlak anak
didik, bahkan tidak sekedar itu, metode pendidikan Islam memberikan
motivasi sehingga memungkinkan umat Islam mampu menerima petunjuk
Allah Swt. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi metode pendidikan Islam

16
adalah metode dialog, metode kisah Qurani dan Nabawi, metode
perumpamaan Qur’ani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi
dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode targhib dan
tarhib.21

Mengenai metodologi pendidikan karakter, Jika kembali kepada


konsep Islam, untuk membentuk karakter dari aspek kognitif, metode
yang dapat digunakan adalah nasehat, cerita, ceramah dan metode
dialog. Untuk membentuk aspek perasan dalam pendidikan karakter,
metode yang dapat digunakan adalah metode perumpamaan (amtsal) dan
metode tarhib dan targhib. Adapun pendidikan karakter dalam aspek
perbuatan dapat digunakan metode pembiasaan (habituasi) dan
ketauladan (uswah/qudwah).

Sementara itu, Ratna Megawangi (dalam Masnur Muslich),


menguraikan bahwa perlunya menerapkan metode 4 M dalam
pendidikan Karakter, yaitu mengetahui, mencintai, menginginkan, dan
mengerjakan (knowing the good, loving the good, desiring the good, and
acting the good) kebaikan secara simultan dan berkesinambungan. Lebih
lanjut Masnur mengungkapkan bahwa metode ini menunjukkan bahwa
karakter adalah sesuatu yang dikerjakan berdasarkan kesadaran yang
utuh. Sedangkan kesadaran utuh itu adalah sesuatu yang diketahui
secara sadar, dicintai, dan diinginkan. Dari kesadaran utuh ini barulah
tindakan dapat dihasilkan secara utuh.22

Donni A. Koesoema, sebagaimana dalam Masnur, mengajukan


lima metode pendidikan karakter (dalam penerapan di lembaga
pendidikan), yaitu mengajarkan, keteladanan, menentukan prioritas,
praksis prioritas, dan refleksi.

Pengembangan pendidikan karakter secara lebih spesifk harus

21
Abdurrahman An-Nahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah Wa Asalibiha fi Baiti wal
Madrasati wal Mujtama’ Penerjemah. Shihabuddin ( Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 204.
22
Masnur, Pendidikan Karakter…, 107.

17
juga memperhatikan lingkungan pendidikannya. Artinya konteks
pendidikan formal dan informal sudah jelas berbeda. Lebih spesifk,
Nurul Zuriah mencoba memformulasi pengembangan pendidikan budi
pekerti di pendidikan formal. Dia mengatakan bahwa nilai yang dapat
dikembangkan di sekolah adalah religious, sosialitas, gender, keadilan,
demokrasi, kemandirian, daya juang, tanggung jawab dan penghargaan
terhadap lingkungan alam.23

Untuk menyatukan nilai-nilai tersebut dengan jiwa anak didik,


maka tidak ada cara lain yang lebih tepat yaitu pembudayaan (habituasi)
dan pentauladanan. Sekolah harus membuat program yang jelas dan
terencana dalam proses pembudayaan. Lebih penting lagi, bahwa guru
sebagai pendidik harus memiliki kepribadian yang tinggi sehingga
pantas ditauladani. Langkah lain yang dapat dilakukan adalah
memperbanyak program yang bernuansa keagamaan di sekolah, di
mana hal ini tidak harus dimasukkan ke dalam kurikulum.24

Aspek penting yang perlu diketahui adalah indikator


keberhasilannya pendidikan karakter, menurut Umar Sulaiman al-
Ashqar, sebagaimana dikutip Jalaluddin dapat di lihat dari ciri-ciri
sebagai berikut:

1. Selalu menempuh jalan hidup yang didasarkan didikan


ketuhanan dengan melaksanakan ibadah dalam arti luas.

2. Senantiasa berpedoman kepada petunjuk Allah untuk


memperoleh bashirah (pemahaman batin) dan furqan
(kemampuan membedakan yang baik dan yang beruk)

3. Mereka memperoleh kekuatan untuk menyerukan dan berbuat


benar, dan selalu menyampaikan kebenaran kepada orang lain.

23
Nurul Zuriah, Pendidikan Budi Pekerti…, 39-62.
24
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengurai Benang Kusut Dunia
Pendidikan ( Jakarta: Raja Grafndo Persada, 2006), 123-154.

18
4. Memiliki keteguhan hati untuk berpegang kepada agamanya.

5. Memiliki kemampuan yang kuat dan tegas dalam menghadapi


kebatilan.

6. Tetap tabah dalam kebenaran dalam segala kondisi.

7. Memiliki kelapangan dan ketenteraman hati serta kepuasan


batin, hingga sabar menerima cobaan.

8. Mengetahui tujuan hidup dan menjadikan akhirat sebagai tujuan


akhir yang lebih baik.

9. Kembali kepada kebenaran dengan melakukan tobat dari segala


kesalahan yang pernah diperbuat sebelumnya.25

Untuk mengukur keberhasilan pendidikan karakter adalah


dengan melihat sejauh mana aksi dan perbuatan seseorang dapat
melahirkan dan mendatangkan manfaat bagi dirinya dan juga bagi
orang lain. Sebagaimana hadis Nabi saw “sebaik-baik manusia
adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain”. Ketika seseorang
mampu mendatangkan manfaat berarti dia sudah memiliki karakter
muslim yang ideal sesuai dengan tuntutan Islam. Kelompok yang
berpotensi besar untuk dapat menebarkan kebaikan dan manfaat
untuk orang lain adalah mereka orang-orang yang beriman dan
bertaqwa.

25
Jalaluddin, Teologi…, 201.

19
PENUTUP
Kesimpulan:

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dipahami bahwa pendidikan


karakter merupakan upaya kolaborasi edukatif dari tiga aspek yaitu pengetahuan,
perasaan dan perbuatan. Dalam Islam pendidikan karakter merupakan pendidikan
Akhlak atau budi pekerti yang pada hakekatnya merupakan jiwa dari pendidikan
Islam itu sendiri. Tujuan pendidikan karakter dalam Islam adalah untuk
membentuk karakter muslim sejati yang dinginkan oleh Alquran dan
sebagaimana dicontohkan nabi muhammad shiddiq, amanah, fatonah, dan
tabliqh .

Metode pendidikan karakter dari aspek kognitif meliputi nasehat, cerita,


ceramah dan metode dialog. Untuk membentuk aspek perasan dalam pendidikan
karakter, metode yang dapat digunakan adalah metode perumpamaan (amtsal)
dan metode tarhib dan targhib. Adapun pendidikan karakter dalam aspek
perbuatan dapat digunakan metode pembiasaan (habituasi) dan ketauladan
(uswah/qudwah). Lebih spesifk, metode yang dapat digunakan dalam pendidikan
karakter adalah metode 4 M dalam pendidikan Karakter, yaitu mengetahui,
mencintai, menginginkan, dan mengerjakan (knowing the good, loving the good,
desiring the good, and acting the good) kebaikan secara simultan dan
berkesinambungan.
Saran :
Makalah ini tidaklah sempurna maka dari itu perlu perbaikan dengan cara
masukan dan saran dari kita semua agar menjadi makalah yang sempurna. Semoga
bagi pemakalah selanjutnya bisa membuat yang lebuh baik lagi dan bisa
menjadikan makalah ini sebagai patokan untuk kedepannya, cukup sekian
terimakasih..

2
Daftar Pustaka

Adib Bisri dan KH Munawir A. Fatah. Kamus Al-Bisri. Surabaya: Pustaka


Progressif, 1999.

Al Musanna. Revitalisasi Kurikulum Muatan Lokal Untuk Pendidikan Karakter


Melalui Evaluasi Responsif. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Volume 16
Edisi khusus III, Oktober 2010, Balitbang Kementerian Pendidikan
Nasional.

Al-Abrasyi, Muhammad Athiyyah. Dasar-Dasar Pendidikan Islam, terj, Bustami


Abdul Ghani. Cet III. Jakarta: Bulan Bintang, 1994.

Ali, Mohammad Daud Ali. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafndo, 1998.

An-Nahlawi, Abdurrahman An-Nahlawi. Ushulut Tarbiyah Islamiyah Wa


Asalibiha fi Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ Penerjemah. Shihabuddin,
Jakarta: Gema Insani Press,1996.

Ansari, Endang Saifudin. Wawasan Islam. Cet III. Bandung: Pelajar,1982.

Anwas, Oos M. Televisi Mendidik Karakter Bangsa: Harapan dan Tantangan,


Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Volume 16 Edisi khusus III. Oktober
2010. Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai