Panduan Pratikum Topik 10 EDNA
Panduan Pratikum Topik 10 EDNA
Panduan Pratikum Topik 10 EDNA
Pertemuan 10 :
Isolasi DNA dari Sumber Lingkungan dan Identifikasi
1
DAFTAR NAMA DOSEN DAN ANALIS
NO NAMA KETERANGAN
2
TATA TERTIB DALAM RUANGAN PRAKTIKUM
1. Dalam ruangan harus pakai baju jas praktikum dan dilarang makan/minum/merokok
dan HP harus dimatikan. Bila perlu HP dapat digunakan diluar ruangan atas
pembimbing
3. Setiap Group didampingi oleh pembimbing dan setiap mahasiswa akan ditanya tentang
praktikum / teori yang terkait dengan materi praktikum .
4. Kesulitan / ketidak pahaman penggunaan cara kerja alat-alat dsb. Dapat ditanyakan
pada analis . pembimbing
5. Dilarang mengisap cairan keras (Seperti as. Klorida, sulfat, nitrat, asetat, amoniak,
NaOH, dsb) dengan pipet. Gunakan pipet filter atau yangsejenis. Hati-hati dengan
bahan yang mudah terbakar
6. Buanglah sisa asam/basa keras kedalam westafel setelah diencerkan dengan air. Sisa
atau sampah buangan tidak boleh dibuang kedalam westafel, buanglah kedalam tempat
sampah yang telah disediakan.
7. Untuk menghindari bahan-bahan keras yang bersifat inhalasi, botol-botol harus dalam
keadaan tertutup kembali. Bila kontak dengan bahan-bahan racun/bahaya/korosif, bilas
saja dengan air sebanyak-banyaknya dan lapor pada pembimbing
S1 Biomedis
3
FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM
1. PRINSIP
2. TEORI
3. TUJUAN
6. HASIL
7. KESIMPULAN
4
Isolasi DNA dari Sumber Lingkungan dan Identifikasi
eDNA (environmental DNA) atau dikenal juga dengan DNA lingkungan merupakan
teknik atau analisis untuk mengisolasi DNA dari lingkungan untuk menentukan keberadaan
spesies pada lingkungan tersebut (KB Raja4 2013). Teknik eDNA didasarkan bahwa
organisme yang hidup di air pasti meninggalkan DNA pada kotoran, urin, dan kelupasan
kulit atau bahan biologis yang dikeluarkan oleh organisme tersebut (Herder et al. 2014
dalam Djalil et al. 2018).
Environmental DNA (eDNA) mengacu pada DNA yang dapat diekstrak dari sampel
lingkungan tanpa mengisolasi target organisme tersebut. Untuk melakukan analisis eDNA
tidak perlu mengambil langsung dari organisme, tapi bisa didapatkan dari kotoran, lendir,
kulit rambut, bangkai, air ataupun sedimen dari perairan itu sendiri. Hal ini dikarenakan
DNA bisa terencerkan atau terbawa arus maupun proses hidrologi lainnya. Maka dari itu,
semakin banyak lokasi sampling maka area cakupan menjadi lebih luas sehingga bisa jadi
variasi dari spesies yang dideteksi bisa lebih banyak.
Sampel yang bisa digunakan merupakan sampel dari lingkungan organisme target
biasanya berupa air, cairan tanah, feces, getah , sediment, tulang gigi , rambut, daun
segra/kering dan lain lain. Intinya adalah sampel biologis bukan bersumber dari organisme
itu sendiri namun dari bahan dilingkungan sekitar nya.
eDNA juga bisa diaplikasikan untuk melacak penyebab patologis yang terjadi pada
manusia yang biasanya berkaitan dengan organisme payologis yang bersumber dari sekitar
manusia. Jadi untuk aplikasi dari eDNA ini bisa variatif.
DNA yang diisolasi perlu diidetifikasi kelompok. Biasanya membedakan dua
kelompok utama makhluk hidup yaitu prokaryot atau eukaryot. Spesies bakteri telah
banyak dipelajari, gen 16SrRNA digunakan untuk mempelajari spesies bakteri, dengan
alasan bahwa: (1) gen 16SrRNA terdapat di dalam semua sel bakteri, sering sebagai
kelompok multigen atau operon (2) fungsi gen 16SrRNA dalam waktu yang lama tidak
5
berubah tergantung jarak evolusinya, dan (3) gen 16SrRNA cukup panjang yaitu 1500 bp
(Janda and Abbot, 2007). Data urutan basa gen penyandi 16SrRNA memungkinkan
digunakan untuk mengkonstruksi pohon filogenetik yang dapat menunjukkan nenek
moyang dan hubungan kekerabatan organisme. Organisme yang sekerabat atau identik
berdasarkan parameter ini belum tentu memiliki kesamaan secara fisiologi. Hal ini
disebabkan karena gen penyandi 16SrRNA bukan merupakan suatu gen fungsional untuk
kelangsungan hidup dan adaptasi prokariota pada lingkungan tertentu (Jill, 2004).
Tujuan :
6
I. Prosedur Isolasi DNA
1. Persiapkan sampel yang akan diisolasi
2. Campurkan 200 μL dengan 400 μl lysis solution dan incubasi pada 65°C selama 5
menit. Jika sampel berupa sampel frozeen, maka lysis solution ditambahkan
sebelum sampel tersebut di thawing. Kemudian sample diincubasi pada 65°C
selama 10 menit diselingi dengan membolak balik tabung.
3. Tambahkan segera 600 μL chloroform, dan homogenkan dengan membolak balik
tube 4-7 kali secara perlahan dan sentrifus pada 10,000 rpm selama 2 menit
4. Persiapkan precipitation solution dengan mencampur 720 μl dH2O steril dengan
80 μl dengan 10X concentrat Precipitation Solution.
5. Pindahkan bagian atas cairan (fraksi yang mengandung DNA) ke dalam tube baru
dan tambahkan 800 μl precipitation solution yang disiapkan dalam keadaan fresh
6. Mis perlahan dengan membolak balik tube pada RT selama 1-2 menit dan
Sentrifuge pada 10,000 rpm (~9400 x g) selama 2 min.
7. Buang supernatant (namun jangan sampai kering) dan larutkan DNA pellet dalam
100 μL larutan NaCl (vortex perlahan) . Pastikan bahwa semua pellet terlarut.
8. Tambahkan 300 μl ethanol dingin, biarkan DNA terprecipitasi (selama 10 min at -
20°C) dan spin down (10,000 rpm (~9400 x g), 3-4 min). Buang ethanol.
9. Cusi pellet sekali dengan 70% ethanol dingin (option) dan larutkan DNA in 100
μl dengan dH2O dan vortex perlahan
Sebagai pilihan ditambahkan bisa ditambahkan RNase A (0.2 mg/mL setelah step
7 agar RNA-free genomic DNA. Kocok perlahan dengan vortex dan inkubasi
selama 10 menit pada 37°C.
10. DNA isolat bisa disimpan dalam -20 atau langsung digunakan untuk analisa
selanjutnya.
11. Lakukan identifikasi kemurnian dan konsentrasi DNA hasil isolasi
7
3. Masukan tube PCr yang berisi sampel ke plate template di mesin
thermalcycler PCR
4. Sementara itu dilakukan Pengaturan program Thermal Cycling (sebaiknya
sebelum melakukan mix)
5. Tekan tmbol run / On, maka Proses PCR akan berjalan dan
berlangsung lebih kurang 1,5 – 2 jam.
Pertanyaan
Referensi
Djalil VN, Farajallah A, Wardiatno Y. 2018. Aplikasi teknik environmental DNA (eDNA) untuk
deteksi spesies Cherax quadricarinatus (Von Martens 1868) menggunakan sampel air. J Biologi
Tropis. 18(2):134-140.
Herder, Valentini JEA, Bellemain E, Dejean T, Van Delft JJCW, Thomsen PF, Taberlet P. 2014.
Environmental DNA – A review of the possible applications for the detection of (invasive) species.
Stichting RAVON, Nijmegen. 104.
KB Raja4. 2013. Inventarisasi dan monitoring spesies perairan melalui DNA lingkungan.
Konservasi Biodiversitas Raja4. 2(12):1.
Marfuah S, Kolondom BJ, Tallei TE. 2019. Potensi environmental DNA (eDNA) untuk pemantauan
dan konservasi keanekaragaman hayati. J Bios Logos. 11(1):75-81.
Ruppert KM, Kline RJ, Rahman MS. 2019. Past, present, and future perspectives of environmental
DNA (eDNA) metabarcoding: A systematic review in methods, monitoring, and applications of
global eDNA. Global Ecology and Conservation. 17:1-29.
J Michael Janda , Sharon L Abbott . 2007. 16S rRNA gene sequencing for bacterial identification
in the diagnostic laboratory: pluses, perils, and pitfalls . J Clin Microbiol . 2007 Sep;45(9):2761-4.
doi: 10.1128/JCM.01228-07. Epub 2007 Jul 11
Schallenberg L, Wood SA, Pochon X, Pearman JK. 2020. What Can DNA in the Environment Tell
Us About an Ecosystem?. Frontiers for Young Minds (frontiersin.org).
https://kids.frontiersin.org/article/10.338.
8
9