Turniting Nurmia Wulandari
Turniting Nurmia Wulandari
Turniting Nurmia Wulandari
Hasil Penelitian
Oleh:
NURMIA WULANDARI
216 160 021
HUJAN
1 2
Nurmia wulandari , Iradhatullah rahim , Muh.ikbal putera 3
ABSTRAK
Nurmia Wulandari (216 160 021) Analisis Sifat Kimia Dan Sifat Fisik Tanah Pada Sawah Irigasi Dan Sawah Tadah Hujan,
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun
maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Perubahan fisik dan kimia tanah sawah ini yang berkaitan dengan proses
oksidasi- reduksi yang menentukan tingkat ketersediaan hara dan produktivitas tanah sawah. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perbedaan sifat fisik dan sifat kimia yang terdapat pada sawah irigasi dan sawah tadah hujan.
Penelitian ini menggunakan metode eksperiment dengan pengambilan sampel tanah pada dua jenis penggunaan lahan.
Sampel kemudian dikelompokkan menurut perlakuan di lahan yaitu SI1 : sawah irigasi sebelum pemupukan, SI2: sawah
irigasi setelah pemupukan, ST1 : sawah tadah hujan musim hujan dan ST2: sawah tadah hujan musim kemarau. Pada
lahan sawah tadah hujan kadar N, P, dan K meningkat pada musim kemarau, Sedangkan kadar C-Organik meningkat
pada saat musim hujan. Ratio C/N pada sawah tadah hujan terbaik pada saat musim kemarau. Pada lahan sawah irigasi
kadar N, P, K, dan C-Organik mengalami peningkatan setelan dilakukan pemupukan, sedangkan kadar ratio C/N
tertinggi pada saat sebelum pemupukan dibandingkan setelah pemupukan. Pada analisis sifat fisik tanah sawah tadah
hujan nilai Bulk Density, Particle density, dan kadar air tanah mengalami peningkatan pada musim hujan, Sedangkan nilai
Permeabilitas tanah dan porositas tanah mengalami peningkatan pada musim kemarau. Adapun analisis sifat fisik tanah
sawah irigasi nilai Bulk Density, dan Particle Density mengalamii peningkatan setelah pemupukan, Sedangkan
permeabilitas tanah, porositas tanah dan kadar air tanah memiliki nilai tertinggi sebelum pemupukan.
Kata kunci: Sawah irigasi, Sawah tadah hujan, Sifat kimia, dan Sifat fisik
BAB I. PENDAHULUAN
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui sifat
fisik, dan sifat kimia pada sawah irigasi dan sawah tadah hujan.
Apakah ada perbedaan sifat fisik, dan sifat kimia pada lahan sawah
sifat kimia yang terdapat pada sawah irigasi dan sawah tadah hujan.
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi petani
dan masyarakat untuk mengetahui sifat fisik dan sifat kimia yang terdapat
2.1. Tanah
selain sebagai media tumbuh tanaman, menahan dan menyediakan air bagi
tanaman, tanah juga berfungsi untuk menyediakan unsur hara yang
selain itu juga dapat berfungsi sebagai habitat organisme yang berpartisipasi
aktif dalam penyediaan hara bagi tanaman serta sebagai penyuplai air dan
hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur unsur
(Hanafiah, 2012).
2.2. Sawah
dari irigasi disebut sawah irigasi sedang yang menerima langsung dari air
hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah
tergenang ( wetland soil), namun agak berbeda dari tanah rawa (marsh soils)
digenangi, disebut juga sebagai wetland rice soils (Musa dan Mukhlis,
2006).
bergantung pada hujan. Saat musim hujan, penanaman padi di sawah tadah
sangat terbatasnya air pada saat musim kemarau. Lahan sawah tadah hujan
petaninya tidak memiliki modal yang cukup, sehingga agro ekosistem ini
disebut juga sebagai daerah miskin sumber daya (Toha dan Juanda, 1991).
Potensi sawah tadah hujan di Indonesia cukup besar yaitu 2,1 juta ha
Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (Balitsereal 2002). Namun lahan
sawah tadah hujan umumnya memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah,
produktivitas tanaman dengan agihan curah hujan yang tidak menentu. Hasil
padi sawah tadah hujan rata-rata 2-3 ton per hektar . Menurut Swain et al.
(2005) kendala umum yang dihadapi dalam bertani pada lahan sawah tadah
hujan di Asia adalah lahan tidak subur, dan kurangnya varietas yang dapat
terdapat kurang lebih 5 juta hektar sawah beirigasi. Sebagai pengguna air
primer dan sekunder sebesar 70-87%, saluran tersier antara 77-81% dan apabila
2001).
penanaman padi tidak bergantung pada air hujan, selama air di waduk
atau bendungan masih ada, maka budidaya beragam jenis padi bisa
2. Pada sawah irigasi petani bisa panen 2-3 kali tanaman padi. Pada
yang dapat mengakibatkan perubahan baik sifat mineral, kimia, fisika, dan
biologi tanah (Prasetyo et al. 2004). Perubahan sifat fisik tanah juga banyak
dipengaruhi oleh terjadinya iluviasi dan atau eluviasi bahan kimia atau
(Hardjowigeno et al. 2004). Sifat fisika tanah adalah sifat-sifat yang berkaitan
mendukung pertumbuhan tanaman. Sifat fisik tanah, seperti kerapatan isi dan
kekuatan tanah sudah lama dikenal sebagai parameter utama dalam menilai
serta aliran energi dalam tanah. Sifat fisika tanah dibentuk oleh empat
komponen utama tanah yaitu: partikel-partikel mineral, bahan organik, air dan
berdasarkan jenis tanah, lokasi, dan kedalaman. Sifat fisik tanah terbentuk
karena terjadi penyingkiran mineral batuan oleh proses fisika, kimia, dan
biologi. Proses ini termasuk dalam proses eksogenik yang terdiri dari
pelapukan dan erosi. Mineral yang paling banyak menyusun batuan di kerak
bentuk pupuk ataupun pembenah tanah dan bahan yang ditambahkan dalam
bentuk reaksi kimia yang berlangsung dalam tanah mempunyai kisaran agak
lebar, yakni sangat singkat dan luar biasa lamanya. Pada umumnya, reaksi-
reaksi yang terjadi didalam tanah diimbas oleh tindakan dan faktor
menjadi lebih baik atau berada dalam kategori sedang. Keadaan ini
jenis dan dosis pupuk yang diberikan dapat menjamin pasokan dan
Komponen kimia tanah berperan besar dalam menentukan sifat dan ciri
tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari
yang beradadalam bentuk koloidal, yaitu liat dan bahan organik. Kedua
oleh macam-macam faktorantara lain : sinar matahari, suhu, udara, air dan
Pengambilan Sampel
Kecamatan Kulo Kabupaten Sidrap dan lawan sawah tadah hujan di desa
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik rekat, kertas
erlenmeyer, pipet tetes, ayakan, ring, kamera, dan alat tulis menulis.
pemupukan, SI2: sawah irigasi setelah pemupukan, ST1 : sawah tadah hujan
melihat kondisi lahan pada berbagai sistem penggunaan lahan yang sesuai
sistem penggunaan lahan yaitu lahan sawah irigasi dan lahan sawah tadah
hujan. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada top soil tanah yaitu pada
irigasi dan sawah tadah hujan dilakukan dengan cara menggali tanah
sawah tadah hujan dilakukan dua kali pengambilan sampel yaitu pada saat
setelah tanam. Adapun pupuk yang digunakan pada lahan sawah irigasi
Adapun pengambilan sampel fisik tanah pada sawah irigasi dan sawah
tadah hujan yaitu dengan cara menggali tanah ( pada bagian top soil )
kemudian mengambil sampel tanah dengan cara menggunakan ring sampel.
Pada saat pengambilan sampel harus dengan cara hati-hati karena tanah
rata.
sampel tanah.
(bulk dencity), Particle Dencity, porositas, penetapan kadar air tanah, dan
tekstur tanah.
(kalium) dan Ratio C/N. Metode analisis sifat kimia diatas adalah sebagai
berikut :
kerja yaitu destruksi, destilasi dan titrasi asam basa. Cara kerjanya yaitu
menimbang 1 gr tanah kering angin dengan gelas arloji bersih dan kering,
dan suhu dinaikkan sedikit demi sedikit, destruksi selesai apabila asap
telah ilang dan warna larutan menjadi jernih. Biarkan dingin lalu lanjutkan
dengan borat indikator warna larutan menjadi hijau muda. Larutan ini
akan dititrasi dengan HCl 0,1 N dan titik akhir akan berubah dari warna
cara titrasi dengan ferro sulfat. Cara kerjanya yaitu menimbang 0,5 gr
contoh tanah lolos ayakan 0,5 mm, lalu dimasukkan kedalam labu ukur
250 ml. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N dan 10 ml H2SO4 pekat
aquades serta 2 tetes H3BO3. Larutan yang ada dalam labu Kjeldahl kita
dan Nitrogen total yang diperoleh dari data hasil analisis (Thom dan
Utomo, 1991).
1) Permeabilitas tanah
sampel tanah yang telah di ambil dari lahan sawah tadah hujan dan sawah
irigasi, kemudian sampel tanah dengan ring nya direndam dengan air sampai
volume air yang mengalir melalui alat penetapan permeabilitas tanah tersebut
tanah kemudian timbang sampel tanah utuh dengan ring . kemudian timbang
berat tabung dan juga timbang berat tanah. Kemudian hitung berat jenis
tanah .
berikut :
baik untuk menghilangkan udaranya. Setelah itu bilas gelas pengaduk dan
dinding slinder dengan sejumlah volume air (10 ml), Selanjutnya diankan
perhitungan Bulk Density dan Particle Density kemudian hitung nilai porositas
6) Tekstur
tanah, kemudian timbang sampel tanah dengan berat 10 gr, setelah itu
tabung reaksi lalu tambahkan air, setelah itu tabung reaksi dikocok selama
beberapa menit sampai sampel tanah dan air tercampur rata. Apabila sampel
tanah dan air sudah tercampur, diamkan selama 1 x 24 jam sehingga tanah
mengendap. Ukur fraksi liat, debu, dan pasir menggunakan rumus (LPT,
1979) :
P L D
Pasir= X 100 % Liat= X 100 % Pasir= X 100 %
X X X
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
Hasil analisis sifat fisik tanah pada sawah irigasi dan sawah tadah
Tabel 1. Sifat Fisik tanah pada sawah irigasi sebelum dan setelah
pemupukan.
Bulk Density, Partikel Density, porositas tanah, dan kadar air tanah pada
Bulk Density 0,9 gr/cm3 , Partikel Density 0,30 gr/cm3 , porositas tanah 0,39
%, dan kadar air tanah 0,2 5%. Adapun tekstur tanah pada sawah irigasi
Tabel 2. Sifat Fisik tanah pada sawah tadah hujan pada musim hujan dan
musim kemarau .
Tadah hujan musim kemarau 2,05 gr/cm 3 , sawah tadah hujan musim hujan
2,85 gr/cm3 . Sedangkan pada Partikel Density sawah tadah hujan musim
kemarau sebesar 2,37 gr/cm3 , sawah tadah hujan musim hujan 4,6 gr/cm 3 .
39%, sawah tadah hujan musim hujan 14%, dan Penetapan Kadar Air Tanah
sawah tadah hujan musim kemarau memiliki kandungan air sebesar 1,4%
sedangkan pada sawah tadah hujan musim hujan memiliki nilai kadar air
sebesar 3,1%. Tekstur tanah pada sawah tadah hujan musim hujan dan
6.2
6.08
6
5.85
5.8
5.6
5.4
SI 1 SI 2 ST 1 ST 2
Perlakuan
lahan yang berbeda (Gambar 2), menunjukkan bahwa nilai pH H2O tertinggi
diperoleh dari sawah irigasi sebelum pemupukan (SI2) yaitu 6,62, sedangkan
nilai pH H2O terendah diperoleh dari lahan sawah tadah hujan musim
kemarau (ST2) yaitu 5,85. Adapun nilai pH H2O pada tipe penggunaan
Tabel 3. Hasil analisis hara tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan.
Sistem
Penggunaan N P K C-Organik
Perlakuan
Lahan
(%)
Sebelum Pemupukan 0,20 14,26 0,26 2,40
Sawah Irigasi
Setelah Pemupukan 0,25 17,58 0,41 2,66
sistem penggunaan lahan yang berbeda (Tabel 3), menunjukkan bahwa nilai
nitrogen (N) tertinggi diperoleh dari lahan sawah irigasi setelah pemupukan
(SI1) yaitu 0,25%, sedangkan nilai nitrogen (N) terendah diperoleh dari lahan
sawah tadah hujan musim hujan (ST1) yaitu 0,11%. Adapun nilai nitrogen
Hasil analisis Posfor (P) dari berbagai sistem penggunaan lahan yang
berbeda (Tabel 3), menunjukkan bahwa nilai Posfor (P) tertinggi diperoleh
dari lahan sawah irigasi setelah pemupukan (SI1) yaitu 17,58 sedangkan nilai
Posfor (P) terendah diperoleh dari lahan sawah tadah hujan musim hujan
(ST1) yaitu 12,18. Adapun nilai Posfor (P) pada tipe penggunaan
Hasil analisis Kalium (K) dari berbagai sistem penggunaan lahan yang
berbeda (Tabel 3), menunjukkan bahwa nilai Kalium (K) tertinggi diperoleh
dari lahan sawah irigasi setelah pemupukan (SI1) yaitu 0,41 sedangkan nilai
Kalium (K) terendah diperoleh dari lahan sawah tadah hujan musim hujan
lahan yang berbeda (Tabel 3), menunjukkan bahwa nilai C-Organik tertinggi
diperoleh dari lahan sawah irigasi setelah pemupukan (SI1) yaitu 2,66%
sedangkan nilai C-Organik terendah diperoleh dari lahan sawah tadah hujan
musim kemarau (ST2) yaitu 1,16%. Adapun nilai C-Organik pada tipe
(SI2) 2,40%, lahan sawah tadah hujan musim hujan (ST1) 1,40%.
c) Ratio C/N
Perlakuan
penggunaan lahan yang berbeda (Gambar 3), menunjukkan bahwa nilai ratio
C/N tertinggi diperoleh dari lahan sawah sawah tadah hujan musim hujan
musim hujan (ST1) yaitu 13, sedangkan nilai ratio C/N terendah diperoleh
dari lahan sawah tadah hujan musim kemarau (ST2) yaitu 9. Adapun nilai
ratio C/N pada tipe penggunaan lahan lainnya lahan sawah irigasi seblum
5.2. PEMBAHASAN
Adapun hasil pengamatan sifat fisik tanah pada tabel 2 memperoleh nilai
permeabilitas tertinggi pada sawah tadah hujan musim kemarau 6,71 cm/jam
sedangkan musim hujan yaitu 4,83 cm/jam. Seperti yang dikatakan Dariah
dkk, (2006) ukuran pori pada tanah bertekstur liat memiliki ruang pori yang
kecil, ukuran pori dan adanya hubungan antar pori-pori sangat menentukan apakah
mungkin mendekati nol apabila pori-pori tanah sangat kecil, seperti pada tanah liat.
b. Bulk Density
pada sawah irigasi setelah pemupukan yaitu 2,01 g/cm 3 sedangkan sebelum
pemupukan yaitu 1,82 g/cm3. Adapun hasil pengamatan sifat fisik tanah pada
tabel 2 memperoleh nilai Bulk Density tertinggi pada sawah tadah hujan
musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau. Nilai Bulk Density pada
sawah tadah hujan musim hujan adalah 2,85 g/cm 3 sedangkan musim
kemarau yaitu 2,05 g/cm3. Seperti yang dikatakan oleh Hakim, dkk (1986)
bahwa tanah yang padat mempunyai nilai Bulk Density yang lebih besar dari
Banyak hal yang dapat mempengaruhi bilai Bulk Density yang rendah
termasuk padatan dan porositas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pairunan,
dkk (1997) bahwa berat isi ditentukan oleh padatan tanah dan porositas.
mempunyai nilai Bulk Density yang lebih besar daripada tanah yang kurang
padat.
c. Particle Density
pengamatan sifat fisik tanah pada tabel 2 memperoleh nilai Particle Density
tertinggi pada sawah tadah hujan musim hujan dibandingkan dengan musim
kemarau. Nilai Particle Density pada sawah tadah hujan musim hujan adalah
4,6 gr/cm3 sedangkan musim kemarau yaitu 2,37 gr/cm 3 . Seperti yang
semakin tinggi Bulk Density tanah dan bahan organik tanah makah Particle
d. Porositas Tanah
setelah pemupukan yaitu 37%. Adapun hasil pengamatan sifat fisik tanah
pada tabel 2 memperoleh nilai Porositas Tanah tertinggi pada sawah tadah
tanah pada sawah tadah hujan musim kemarau adalah 39% ml sedangkan
musim hujan yaitu 14%. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno, S.
organiknya tinggi pula, tanah dengan struktur yang berisi butiran-butiran dan
dengan struktur pasir mempunyai pori-pori mikro sehingga sulit menahan air.
Berdasarkan hasil pengamatan sifat fisik tanah pada tabel 1, Kadar Air
setelah pemupukan yaitu 9%. Adapun hasil pengamatan sifat fisik tanah pada
tabel 2 memperoleh nilai kadar air tanah tertinggi pada sawah tadah hujan
musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau. Nilai kadar air tanah
pada sawah tadah hujan musim hujan adalah 3,1% sedangkan musim
nisbi, seperti basah dan kering, dan istilah jenuh atau tidak jenuh. Seperti
yang dikemukakan oleh Madi, (2012) bahwa jumlah air yang ditahan oleh
tanah dapat dinyatakan atas dasar berat atau isi. Hal ini menunjukkan bahwa
ke lapisan bawah profil. Struktur dan tekstur serta unsur organik lainnya
tanaman atau lewat melalui suatu massa tanah atau lapisan tanah.
f. Tekstur
Adapun tektur tanah pada sawah tadah hujan musim hujan dan musim
kemarau sama-sama memiliki tekstur tanah liat. Hal ini sejalan dengan pendapat
(Hakim, dkk. 1986) yang menjelaskan bahwa luas permukaan debu jauh lebih besar
dari permukaan pasir per gram, tingkat pelapukan debu dan pemesaran unsur hara
lebih besar dripada pasir yang sangat berpengaruh terhadap tekstur tanah.
a. pH Tanah
lahan yang berbeda (Gambar 2), menunjukkan bahwa nilai pH H2O tertinggi
diperoleh dari sawah irigasi sebelum pemupukan (SI2) yaitu 6,62 (Netral),
sedangkan nilai pH H2O terendah diperoleh dari lahan sawah tadah hujan
musim kemarau (ST2) yaitu 5,85 (Agak masam). Adapun nilai pH H2O pada
dan setelah pemupukan adalah berkisar antara 6,08 sampai 6,62. sedangkan
nilai pH H2O yang terdapat pada sawah tadah hujan musim kemarau dan
musim hujan adalah berkisar antara 5,85 sampai 6,38. Menurut Pairunan dkk,
(1985) bahwa naik turunnya pH tanah merupakan fungsi ion H+ dan OH-. Jika
konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah naik, maka pH akan turun dan jika
konsentrasi ion OH- naik, maka pH akan naik. Selanjutnya Tan (1998)
b. Nitrogen (N)
sistem penggunaan lahan yang berbeda (Tabel 3), menunjukkan bahwa nilai
nitrogen (N) tertinggi diperoleh dari lahan sawah irigasi setelah pemupukan
(SI1) yaitu 0,25% (Sedang), sedangkan nilai nitrogen (N) terendah diperoleh
dari lahan sawah tadah hujan musim hujan (ST1) yaitu 0,11% (Rendah).
0,14% (Rendah).
yang terdapat pada sawah tadah hujan musim kemarau dan musim hujan
adalah berkisar antara 0,14 sampai 0,11. Umumnya tanah yang dialiri air
mengalami pencucian dan mengalir bersama air. Hal ini sesuai dengan
c. Fosfor (P)
hasil analisis Fosfor (P) dari berbagai sistem penggunaan lahan yang
berbeda (Tabel 3), menunjukkan bahwa nilai Fosfor (P) tertinggi diperoleh
dari lahan sawah irigasi setelah pemupukan (SI1) yaitu 17,58 (Tinggi)
sedangkan nilai Fosfor (P) terendah diperoleh dari lahan sawah tadah hujan
musim hujan (ST1) yaitu 12,18 (Sedang). Adapun nilai Fosfor (P) pada tipe
(SI2) yaitu 14,26 (Sedang) lahan sawah tadah hujan musim kemarau (ST2)
sebesar 12,87 (Sedang). Dari tabel 3 dapat dilihat peningkatan nilai P terjadi
pada sawah irigasi setelah Pemupukan, nilai N yang terdapat pada sawah
irigasi sebelum dan setelah pemupukan adalah berkisar antara 14,26 sampai
petani. Seperti yang dikatakan oleh Ismunadji, dkk (1991) dalam Kaya (2012)
adsorpsi (Chien, dkk 1996 dalam Kaya, 2012). Pemberian pupuk fosfor juga
oleh fosfat sehingga ketersediaan unsur fosfor meningkat (Fox dan Searle,
Nilai P yang terdapat pada sawah tadah hujan musim kemarau dan
air.
d. Kalium (K)
Hasil analisis Kalium (K) dari berbagai sistem penggunaan lahan yang
berbeda (Tabel 3), menunjukkan bahwa nilai Kalium (K) tertinggi diperoleh
dari lahan sawah irigasi setelah pemupukan (SI1) yaitu 0,41 (Sedang)
sedangkan nilai Kalium (K) terendah diperoleh dari lahan sawah tadah hujan
musim hujan (ST1) yaitu 0,19 (Rendah). Adapun nilai Kalium (K) pada tipe
(SI2) yaitu 0,26 (Rendah) lahan sawah tadah hujan musim kemarau (ST2)
pemupukan adalah berkisar antara 0,26 sampai 0,41. Kenaikan yang terjadi
pada sawah irigasi setelah pemupukan disebabkan oleh pemberian pupuk
pada sawah tersebut, seperti yang dikatakan oleh Hermawan, (2002; dalam
Rachman dan Idris, 2008) bahwa pemberian bahan organik dan pupuk
daIam tanah.
Nilai K yang terdapat pada sawah tadah hujan musim hujan dan
musim kemarau adalah berkisar antara 0,19 sampai 0,23. Hal ini
menunjukkan bahwa unsur K lebih tinggi pada sawah tadah hujan musim
disebabkan oleh adanya pencucian unsur hara pada musim hujan. Seperti
pupuk kaIium anorganik, keciInya masukan kaIium daIam air, dan rendahnya
e. C-Organik
lahan yang berbeda (Tabel 3), menunjukkan bahwa nilai C-Organik tertinggi
diperoleh dari lahan sawah irigasi setelah pemupukan (SI1) yaitu 2,66%
tadah hujan musim kemarau (ST2) yaitu 1,16% (Rendah). Adapun nilai C-
Organik pada tipe penggunaan lahan lainnya adalah lahan sawah irigasi
sebelum pemupukan (SI2) 2,40% (Sedang), lahan sawah tadah hujan musim
Nilai C-Organik yang terdapat pada sawah irigasi sebelum dan setelah
Sudirja et. al. (2007) yang menyatakan bahwa kesuburan dan sifat kimia
karena unsur hara merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan
produktivitas padi.
kemarau dan musim hujan adalah berkisar antara 1,16% sampai 1,40%. Hai
ini dapat dilihat bahwa sawah tadah hujan musim hujan lebih tinggi daripada
musim kemarau karena dipengaruhi oleh sifat fisik tanah. Perbedaan status
organic yang tersedia didalam tanah dapat disebabkan oleh beberapa jenis
faktor seperti jenis tanah dan ciri fisik tanah. Darmawijaya, (1990)
menjelaskan bahwa cirri fisik tanah dapat mempengaruhi cirri kimia dan
biologi dalam tanah. Salah satu faktor lain adalah kebiasaan dari petani
setempat ialah membakar jerami dan sisa sisa limbah panen sehingga terjadi
f. Ratio C/N
C/N tertinggi diperoleh dari lahan sawah sawah tadah hujan musim hujan
musim hujan (ST1) yaitu 13 (Sedang), sedangkan nilai ratio C/N terendah
diperoleh dari lahan sawah tadah hujan musim kemarau (ST2) yaitu 9
(Rendah). Adapun nilai ratio C/N pada tipe penggunaan lahan lainnya lahan
sawah irigasi seblum pemupukan (SI2) sebesar 12(Sedang) dan lahan sawah
Nilai C/N yang terdapat pada sawah irigasi sebelum dan setelah
dilihat bahwa nilai ratio C/N lebih tinggi pada sawah irigasi sebelum
karena pemberian pupuk kimia yang tidak sesuai dengan anjuran sehingga
nilai ratio C/N menurun setelah dilakukan pemupukan. Ichriani et all (2013)
Nilai ratio C/N yang terdapat pada sawah tadah hujan musim kemarau
Keadaan ini dapat dilihat bahwa nilai ratio C/N pada sawah tadah hujan
tersedia dalam tanah dengan cepat diubah menjadi bentuk N organik dalam
tubuh organisme tanah, pada tahap ini maka laju dekomposisi bahan organik
berada pada titik terendah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hakim at
all (1986) bahwa nilai C/N bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah
yang tinggi menunjukkan bahwa dekomposisi belum lanjut atau baru dimulai.
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
.1 Kesimpulan
hujan. Ratio C/N pada sawah tadah hujan terbaik pada saat musim kemarau.
Pada analisis sifat fisik tanah sawah tadah hujan nilai Bulk Density,
Particle density, dan kadar air tanah mengalami peningkatan pada musim
tanahnya liat. Adapun analisis sifat fisik tanah sawah irigasi nilai Bulk
Sedangkan permeabilitas tanah, porositas tanah dan kadar air tanah memiliki
nilai tertinggi sebelum pemupukan. Analisis sifat fisik tanah sawah tadah
hujan musim hujan dan musim kemarau sama-sama memiliki tekstur liat.
16.2 Saran
maupun sifat kimia tanah sebagai bahan acuan yang lebih lengkap sehingga
perencanaan pengolahan lahan dan konservasi tanah dan air dapat berjalan dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press:
Bogor.
Balitsereal. 2002 dalam Faesal dan Syuryawati. 2009. Kendala Dan Prospek
Pengembangan JagungPada Lahan Sawah Tadah Hujan Di Sulawesi
Selatan. Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009. Balai Penelitian
Tanaman Serealia.
BSN, 2010. SNI 7645 – 2010 Tentang Klasfikasi Penutup Lahan. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.
Burt, R. ed. 2004. Soil survey laboratory method manual. Soil Survey
Investigation Report No. 42. Version 4. USDA Natural Res. Conserv.
Service. National Survey Center.
Fox, R.L, and P.G.E. Searle. 1996. Phosphate Adsorption by Soil of The
Tropics. In Strategis Research in Intergated Nutrient Management
course. Int. Rice Ress. Int. Rice Res Inst Los Banos, Philippines.
Hakim, N., Nyakpa, M.Y., Lubis, A.M., Nugroho, S.G., Diha, M.A., Hong,
G.B.,Bailey, H.H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.
488 hal.
Hardjowigeno, S., Subagyo, H., dan Luthfi, R.M. 2004. Morfologi dan
Klasifikasi Tanah Sawah. Di dalam: Tanah Sawah dan Teknologi
pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Departemen
Pertanian: Bogor
Hubbert, M.K. “Darcy's Law And The Field Equations Of The Flow Of
Underground Fluids”. Hydrological Sciences Journal. vol. 2, no. 1, 1957,
pp. 23-59.
Kaya, E. 2012. Perilaku Fosfat dalam Tanah, Serapan Fosfat, dan Hasil
Jagung (Zea mays L.) akibat Pemberian Pupuk Fosfat Dengan
Amelioran Pada Typic Dystrudepts. [Disertasi] Universitas Padjadjaran.
Bandung.
Kurnia et al. 2001. Dalam Simanungkalit, R.D.M., Didi Ardi Suriadikarta, Rasti
Saraswati, Diah Setyorini, dan Wiwik Hartatik. 2012. Pupuk Organik dan
Pupuk Hayati. Badan penelitian dan pengembangan Pertanian.
Masganti. 2005. Hidrofobisitas dan hasil analisis sifat kimia bahan gambut. J.
Tanah dan Air
Musa, L dan Mukhlis, 2006. Diktat Kuliah Dasar Ilmu Tanah. USU Press,
Medan
Rachman, Idris Abd. Sri Djuniwati dan Romarudin Idris. 2008. Pengaruh
bahan organik dan pupuk NPK terhadap serapan hara dan produksi
jagung di Inceptisol Ternate. Jurnal Tanah dan Lingkungan, Vol. 10, No.
1
Rayment, G.E. and F.R. Higginson. 1992. Australian laboratory handbook of
soil and water chemical methods. Australian soil and land survey
handbook. Inkata Press, Melbourne, Sydney.
Swain, D.K., S. Herath, A. Pathirane and B.N. Mittra. 2005. Rainfed lowland
and flood prone rice: A critical review on ecology and management
technology improving the productivity in Asia. Role of Water Sciences in
Transboundary River Basin Management. Thailand.
Tan, K.H. 1998. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. 489 hal
Toha, H.M., dan D. Juanda. 1991. Pola tanam tanaman pangan di lahan
kering dan sawah tadah hujan (Kasus Desa Ngumbul dan Sonokulon,
Kabupaten Blora). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Pertanian Lahan
Kering dan Konservasi Tanah di Lahan Sedimen dan Vulkanik DAS
Bagian Hulu. Proyek penelitian penyelamatan hutan tanah dan air.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.