Nim 4141210006 Bab I
Nim 4141210006 Bab I
Nim 4141210006 Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pati adalah bahan baku yang sangat penting untuk industri makanan.
Fungsi dari pati sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat granular serta molekul pati,
kondisi pengolahan dan modifikasi struktur. Pengembangan produk berbahan
dasar pati membutuhkan wawasan yang luas agar dapat menghasilkan variasi pati
yang diinginkan. (Wurzburg, 1995 dalam Zuhra dkk 2016). Pemanfaatan pati di
industri sangat luas, baik dibidang pangan maupun non pangan karena kemudahan
mendapatkan bahan baku dan harganya yang relatif murah. Namun, beberapa sifat
pati alami menjadi kendala apabila digunakan sebagai bahan baku industri,
diantaranya sifat pati yang mudah rusak akibat panas dan asam (Sauyana, dalam
Zuhra dkk 2016). Industri penggunaan pati menginginkan pati yang mempunyai
kekentalan yang stabil baik pada suhu tinggi maupun rendah, mempunyai
ketahanan yang baik terhadap perlakuan mekanis dan daya pengentalannya tahan
pada kondisi asam dan suhu tinggi. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan
modifikasi pati agar mendapatkan sifat-sifat penting seperti kecerahannya lebih
tinggi (pati lebih putih), retrogadasi yang rendah, kekentalannya lebih rendah, gel
yang terbentuk lebih jernih, tekstur gel yang dibentuk lembek, swelling power
yang rendah, granula pati yang lebih mudah pecah, serta waktu dan suhu
gelatinisasi yang lebih tinggi.
Dewasa ini metode yang banyak digunakan untuk modifikasi pati adalah
modifikasi dengan asam, enzim, oksidasi dan ikatan silang. Masing masing
metode modifikasi tersebut menghasilkan pati termodifikasi dengan sifat yang
berbeda-beda (Koswara, 2009).
Modifikasi dengan asetilasi pada prinsipnya adalah penambahan gugus
fungsional baru pada molekul pati. Penambahan reagen atau bahan kimia tertentu
yaitu asam asetat bertujuan mengganti gugus hidroksil pada pati. Modifikasi
secara asetilasi menghasilkan produk dengan kemampuan mengembang yang
lebih baik (swelling power), kelarutan tinggi (solubility). Dalam proses asetilasi
konsentrasi reaktan, waktu reaksi, suhu dan pH reaksi, serta kehadiran katalis
1
2
dapat mempengaruhi produk akhir dalam hal ini karakteristik dari pati hasil
modifikasi.
Pati alami banyak digunakan sebagai bahan pengental, penstabil koloid,
pembentuk gel, perekat, makanan bayi, kue, pudding. Namun pati alami memiliki
keterbatasan dalam apliksi di industri, seperti tidak tahan panas, tidak tahan
perlakuan asam dan perlakuan mekanis lainya. Kendala-kendala tersebut
membuat aplikasi pati alami terbatas penggunaanya dalam industri. Sedangkan
pati termodifikasi banyak digunakan dalam pembuatan adhesion, binding,
clouding, dusting, pembentuk film, foam strengtheting, antistaling, gelling,
glazing, retensi uap air, penstabil, texturing, dan thickening applications (Whistler
dan BeMiller dalam Polyana, 2006) salad cream, mayonaise, saus kental, jelly,
produk-produk konfeksioneri (permen, coklat) breaded food, lemon curd.
Di Indonesia, talas sebagai bahan makanan cukup populer dan
produksinya cukup tinggi terutama di daerah Papua dan Jawa ( Bogor, Sumedang,
Malang) yang merupakan sentra-sentra produksi tanaman talas. Tingkat produksi
tanaman talas tergantung pada kultivar, umur tanaman dan kondisi lingkungan
tempat tumbuh.Pada kondisi optimal produktivitas talas dapat mencapai 30
ton/hektar (Lemmens dan Bunyaprahatsara dalam Aryanti dkk, 2012).
Menurut penelitian Harianingsih, dkk (2016) tentang produksi pati sorgum
termodifikasi dengan metode asetilasi menghasilkan persen asetil sebesar 43%,
Derajat substitusi 2,79. Pati sorgum tanpa modifikasi diperoleh swelling power
sebesar 0,67 sedangkan untuk pati termodifikasi sebesar 20,89, solubility pati
terasetilasi sebesar 46,22% dan tanpa asetilasi sebesar 10,88 %.
Dalam penelitian Retnaningtya, dkk (2014) tentang modifikasi
karakterisasi sifat fisikokimia pati ubi jalar oranye hasil modifikasi perlakuan
STPP (Sodium Tri Poliphosphate) lama perendaman dan konsentrasi. Hasil pati
modifikasi swelling power 4.63 g/g, solubilitas 1.33%. Menurut Amalia dan
Kumoro, (2016) Analisis sifat fisikokimia dan uji korelasi regresi antara nilai
derajat substitusi dengan swelling power dan solubility pada tepung gadung
(Dioscorea hispida Dennst) terasetilasi didapatkan nilai swelling power 7,3 g/g,
solubility 18,6 % dan derajat substitusi sebesar 0,033.
3
Dalam penelitian Teja, dkk (2008) tentang karakteristik pati sagu dengan
metode modifikasi asetilasi dan cross-linking Hasil penelitian menunjukkan
bahwa karakteristik swelling power, solubility, stability dari pati sagu yang
mengalami modifikasi secara asetilasi cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan pati sagu yang mengalami modifikasi secara cross-linking maupun pati
sagu yang tidak mengalami modifikasi. Karakteristik pati sagu mengalami
peningkatan dari 8,3245 g/g menjadi 38,6066 g/g untuk swelling power dan
14,3467% menjadi 33,1876% untuk solubilty.
Berdasarkan latar belakang di atas mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian tentang“Modifikasi Pati Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott)
dengan Metode Asetilasi”.
1.2 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada umbi talas dan diasetilasi dengan asetat
anhidrida
1.3 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah
1.Bagaimana pengaruh penambahan asetat anhidrida terhadap persen asetilasi,
derajat substitusi, swelling power dan solubility
2.Bagaimana pengaruh lama reaksi terhadap persen asetilasi, derajat substitusi,
swelling power dan solubility
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pati talas yang sudah
termodifikasi dengan teknik asetilasi.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah
1. Mendapatkan informasi mengenai penambahan asam kedalam pati talas
sehingga didapatkan pati termodifikasi dengan karakteristik terbaik.
2. Meningkatkan nilai tambah umbi talas sehingga dapat meningkatkan
pengaplikasianya dalam industri pangan.