ALIRAN UTILITARIANISME DALAM FILSAFAT HUKUM Paper
ALIRAN UTILITARIANISME DALAM FILSAFAT HUKUM Paper
ALIRAN UTILITARIANISME DALAM FILSAFAT HUKUM Paper
Disusun oleh :
Bunga Muji Astari (3019210272)
Andi Rizka Maulina(3019210326)
Annisa Mariyanti (3019210280)
Khalifa Salsabila L. (3019210338)
Rachma Istiana Salsabila (3019210210)
Suci Wulantika (3019210302)
Wilda Ayu Kinanti(3019210255)
Filsafat Hukum Kelas D
Pendahuluan
Berdasarkan beberapa penjelasan ilmiah, ditemukan beberapa aliran pemikiran hukum
dalam filsafat diantaranya, Aliran Hukum Alam, Aliran Hukum Positif, Aliran Hukum
Utilitarianisme, Aliran Sejarah dan yang lainnya. Semua aliran hukum ini memiliki konsep
tersendiri dalam landasan pengambilan hukum. Dalam prakteknya jenis-jenis aliran hukum
ini banyak kita temukan di dalam kehidupan masyarakat. Baik dalam masyarakat
Internasional maupun masyarakat Indonesia.1
Untuk Aliran Utilitarianisme sendiri dipelopori oleh Jeremy Benthan (1748-1832),
John Stuart Mill(1806-1873), dan Rudolf von Jhering (1818-1889). Dengan memegang
prinsip manusia akan melakukan Tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-
besarnnya dan mengurangi penderintaan. Bentham mencoba menerapkannya di bidang
hukum. Atas dasar ini, baik buruknya suatu perbuatan diukur apakah perbuatan iru
mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Demikian pun dengan perundang-undangan, baik
buruknya ditentukan pula oleh ukuran tersebut diatas. Jadinya undang-undang yang banyak
memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-
undang yang baik. 2Ajaran Bentham dikenal dengan utilitarianisme yang individual, sedang
rekannya Rudolf van Jhering merupakan gabungan antara Terori Bentahm dan Stuart Mill,
serta positivisme hukum John Austin Bentham3 yang merupakan seorang individualis
sekaligus egalitarian.
Aliran Utilitarian juga memperkenalkan kemanfaatan hukum sebagai tujuan hukum
yang ketiga, disamping keadilan dan kepastian hukum. Tujuan hukum bukan hanya untuk
kepastian hukum dan keadilan, tetapi juga ditujukan untuk memberikan manfaat bagi
1
Zainal B. Septiansyah, Muhammad Ghalib, Konsepsi Utilitarianisme dalam Filsafat Hukum dan
Implementasinya di Indonesia, Vol. 34, No. 1, Juni 2018, hal.27.
2
Helmanida, Utilitarianisme dalam Filsafat Hukum, Simbur Cahaya No.45 Tahun XVI, Mei 2011, hlm.2551
3
W. Friedman, 1990, Teori dan Filsafat Hukum, Idealisme Filosofis dan Problema keadilan, Rajawali Pers,
Jakarta, hlm. 112.
masyarakat. Disamping memfatwakan tentang tujuan hukum yang ketiga tersebut, aliran ini
juga berbicara tentang keadilan. Mereka mendefinisikan keadilan dalam arti luas, bukan
untuk perorangan atau sekedar pendistribusian barang seperti pendapat Aristoteles. Adil atau
tidaknya suatu kondisi diukur dari seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan manusia
(human welfare). Ajaran tentang keadilan inilah yang mendapat keritikan dajam dari ahli
hukum Amerika beraliran Realisme Hukum Skandivania, John Rawls melalui teori keadilan
yang dikeluarkannya.
Saat ini kita sering menggunakan asas manfaat sebagai argumentasi yang dibangun
dalam sebuah perdebatan hukum. Apakah perdebatan tersebut dalam proses pembuatan
hukum maupun pada tanah pelaksanaan hukum. Asas manfaat hukum nyaris tak pernah kita
lupakan. Dalam peroses pembenrukan hukum, yang akan dibuat dan diberlakukan selalu
dengan pertimbangan kemanfaatan dari hukum itu sendiri.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada pendahuluan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut: pertama, apa yang dimaksud dengan Aliran Utilitarianisme dan tujuan
Utilitarianisme? Kedua, bagaimana implementasi Aliran Utilitarianisme dalam hukum di
Indonesia? Ketiga, apa yang dapat menguatkan/melemelahkan Aliran Utilitarianisme dalam
filsafat hukum?
Pembahasan
Aliran Utilitarianis memerupakan reaksi terhadap ciri metafisis dan abstrak dari
filsafat hukum pada abad ke delapan belas. Jeremy Bentham sebagai penemunya menunjuk
banyak dari karyanya pada kecaman-kecaman yang hebat atas seluruh konsepsi hukum alam.
Bentham tidak puas dengan kekaburan dan ketidaktetapan teori-teori tentang hukum alam,
dimana Utilitarianisme mengetengahkan salah satu dari gerakan-gerakan periodik dari yang
abstrak hingga yang konkret, dari yang idealitis hingga yang materialistis, dari yang apriori
hingga yang berdasarkan pengalaman. Gerakan aliran ini merupakan ungkapan-
ungkapan/tuntutan-tuntutan dengan ciri khas dari abad kesembilan belas4
Utilitarianisme adalah suatu aliran di dalam filsafat hukum. Aliran ini sebagai suatu
aliran yang meletakan azas kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan disini
diartikan sebagai kebahagiaan. Jadi, baik buruk atau kebahagiaan dan kesusahan
menggantungkan gagasan-gagasan seperti keadilan dan ketidakadilannya suatu hukum,
bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.
Kebahagaiaan disini selayaknya dirasakan oleh setiap individu, jika tidak mungkin tercapai
maka diupayakan agar kebahagiaan itu dinikmati oleh sebannnyak mungkin individu dalam
masyarakat. 5
4
W. Friedman, 1990, Teori dan Filsafat Hukum ; Idealisme Filosofis dan Problema Keadilan, diterjemahkan
dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhamad Arifin, Disunting oleh Achmad Nasir Budiman dan Suleman
Saqib, Rajawali, Jakarta, hlm 111
5
Helmanida, Utilitarianisme dalam Filsafat Hukum…,Op.Cit.
Pemikiran hukum Bentham banyak diilhami oleh karya David Hume (1711-1776)
yang merupakan seorang pemikir dengan kemampuan analisis luar biasa, yang meruntuhkan
dasar teoritis dari hukum alam, di mana inti ajaran Hume bahwa sesuatu yang berguna akan
memberikan kebahagiaan. Atas dasar pemikiran tersebut, kemudian Bentham membangun
sebuah teori hukum komprehensif di atas landasan yang sudah diletakkan Hume tentang asas
manfaat. Bentham merupakan tokoh radikal dan pejuang yang gigih untuk hukum yang
dikodifiasikan, dan untuk merombak hukum yang baginya merupakan sesuatu yang kacau. Ia
merupakan pencetus sekaligus pemimpin aliran kemanfaatan. Menurutnya hakikat
kebahagiaan adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan. Bentham
menyebutkan bahwa “The aim of law is The Greatest Happines for the greatest number.
Bentham mendefinisikan kegunaan (utilitas) sebagai segala kesenangan, kebahagiaan,
keuntungan kebajikan, manfaat atau segala cara untuk mencegah rasa sakit, jahat, dan
ketidakbahagiaan.6
Salah satu contoh pengimplementasian utilitarianisme dalam hukum di Indonesia ada
pada perkembangan hukum multimedia di Indonesia. Yakni ada pada Undang-Undang Hak
Cipta, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Merek, juga
dapat dilihat dengan kacamata teori Utilitarianisme ala Bentham, yakni
berupaya memberikan gambaran tentang hukum yang bisa bermanfaat bagi masyarakat
banyak. Teori ini seakan menjadi dasar pemikiran perkembangan multimedia di Indonesia,
bahwa tujuan hukum itu adalah untuk memberi kemanfaatan bagi banyak orang,
yakni kemanfaatan hukum yang memberikan perlindungan bagi setiap individu kreatif
melalui sarana multimedia dengan memberikan perlindungan secara moral maupun secara
ekonomi atas kreativitas ciptaannya. Negara ikut mengatur kepentingan warga negara dan
menjaga kestabilan serta ketertiban hukum, yang pada gilirannya untuk menciptakan secara
terarah berbagai kondisi kesejahteraan sosial yang dikehendaki masyarakat. Jadi,
perkembangan multimedia sangat dipengaruhi oleh hukum yang membela dan melindungi
kepentingan masyarakat banyak untuk menuju kesejahteraan masyarakat seperti yang
tercantum dalam Alinea ke-4 Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945. ”Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melekasanakan
ketertiban dunia…”
Sampai di sini terlihat ada keselarasan antara teori Utilitarianisme dan perkembangan
hukum multimedia di Indonesia. Sekalipun demikian, penulis ingin memberikan catatan
bahwa rezim hak kekayaan intelektual yang memberikan perlindungan kepada pemegang hak
kekayaan intelektual itu pada hakikatnya merupakan sebuah bentuk monopoli privat (private
monopoly). Dalam negara yang menjunjung tinggi semangat kolektivitas seperti halnya
dianut oleh masyarakat Indonesia, hak-hak monopolistis seperti ini tentu perlu dibatasi agar
kemanfaatan dari suatu kreativitas tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang, melainkan
dapat dinikmati oleh sebanyak mungkin orang. Pembatasan masa perlindungan hak kekayaan
intelektual merupakan jalan kompromi dari keinginan melindungi kepentingan individu-
individu kreatif di satu sisi, dan kepentingan publik di sisi lain. Itulah sebabnya, pada suatu
6
Otje Salman, S, 2010, Filsafat Hukum (Perkembangan & Dinamika Masalah), PT. Refika Aditama, Bandung,
hlm 44
waktu perlindungan hak kekayaan intelektual ini akan berakhir dan karya tersebut menjadi
milik umum (public domain).
Ada pula penelitian tentang pemakaian helm SNI bagi pengendara sepeda motor dapat
dianalisis dengan teori utlitarianisme. Masalah yang mendasar apakah kewajiban memakai
helm SNI bagi pengendara sepeda motor dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memberikan kemanfaatan kepada pengendara di
jalan raya. Berdasarkan penelitian Erwin Kristanto dalam jurnal Biomedik menjelaskan
bahwa bagian vital yang paling sering terluka yang dapat menyebabkan kematian dalam
kecelakaan sepeda motor adalah bagian kepala. (Kristanto, Mallo dan Yudhistria 2009)
Dalam penelitian diatas menjelaskan bahwa bagian anggota tubuh yang paling sering
mengalami luka ketika tejadi kecelakaan adalah bagian kepala. Maka kewajiban memakai
helm SNI bermanfaat bagi pengendara sepeda motor untuk melindungi kepalanya dari
kemungkinan benturan yang menyebabkan adanya luka pada bagian kepala. Dalam hal ini
tujuan dibentuknya undang-undang berdasarkan teori utilitarianisme yang berorientasi kepada
kebahagiaan atau kemanfaatan individu telah tercapai dan terimplementasi didalam undang-
undang penggunaan helm SNI sebagai helm wajib bagi pengendara motor di Indonesia.7
Menurut Bentham, prinsip utilitarianisme ini harus diterapkan secara kuantitatif.
Karena kualitas kesenangan selalu sama, maka satu-satunya aspek yang bisa berbeda adalah
kuantitasnya. Dengan demikian, bukan hanya the greatest number yang dapat diperhitungkan,
akan tetapi the greatest happiness juga dapat diperhitungkan. Untuk itu, Bentham
mengembangkan Kalkulus Kepuasan (the hedonic calculus). Menurut Bentham ada faktor-
faktor yang menentukan berapa banyak kepuasan dan kepedihan yang timbul dari sebuah
tindakan. Faktor-faktor tersebut adalah :
(1) menurut intensitas (intensity) dan lamanya (duration) rasa puas atau sedih yang
timbul darinya. Keduanya merupakan sifat dasar dari semua kepuasan dan kepedihan ;
sejumlah kekuatan tertentu (intensitas) dirasakan dalam rentang waktu tertentu.
(2) menurut kepastian (certainty) dan kedekatan (propinquity) rasa puas atau sedih itu.
Contoh semakin pasti anda dipromosikan , semakin banyak kepuasan yang anda dapatkan
ketika memikirkannya, dan semakin dekat waktu kenaikan pangkat, semakin banyak
kepuasan yang dirasakan.
(3) menurut kesuburan (fecundity), dalam arti kepuasan akan memproduk kepuasan-
kepuasan lainnya, dan kemurnian (purity). Maksudnya kita perlu mempertimbangkan efek-
efek yang tidak disengaja dari kepuasan dan kepedihan. “Kesuburan” mengacu pada
kemungkinan bahwa sebuah perasaan tidak akan diikuti oleh kebalikannya, tetapi justru akan
tetap menjadi diri”murni”nya sendiri, dalam arti kepuasan tidak akan mengarah kepada
kepedihan atau pun sebaliknya kepedihan tidak akan menimbulkan kepuasan.
(4) menurut jangkauan (extent) perasaan tersebut. Dalam arti kita perlu
memperhitungkan berapa banyak kepuasan dan kepedihan kita mempengaruhi orang lain.
7
Zainal B. Septiansyah, Muhammad Ghalib, Konsepsi Utilitarianisme dalam Filsafat Hukum dan
Implementasinya di Indonesia, Vol. 34, No. 1, Juni 2018, hal.33.
Contoh orang tua merasa puas ketika anak berprestasi dan merasa sedih ketika anak jatuh
sakit.8
Kesimpulan
Utilitarianisme sebagai sebuah aliran hukum dalam filsafat telah melahirkan berbagai
macam peraturan yang ada di dunia. Semua itu tak terlepas dari tujuan utama aliran ini.
Setiap peraturan yang dibuat harus mengedepankan kebahagiaan individu yang merupakan
objek hukum. Aliran ini dicetuskan pertama kali Jeremy Bentham pada abad ke-18 Masehi.
Secara konsepsi aliran ini termasuk bagian dalam hukum positif.
Dengan meletakan azas kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum dalam aliran
utilitarianisme, disamping keadilan dan kepastian hukum. Azas manfaat yang diartikan
sebagai kebahagiaan(happiness) yang mana baik buru, adil atau tidaknya suatu hukum
bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.
Aliran ini terus berkembang hingga ke Indonesia. Dengan adanya perkembangan
hukum multimedia di Indonesia sampai dengan melahirkan peraturan salah satunya
penggunaan helm SNI sebagai helm wajib bagi pengendara sepeda motor di Indonesia.
Secara aplikatif di lapangan peraturan ini memberikan efek aman dan kebahagiaan kepada
individu pengendara motor itu sendiri.
8
Richard Schoch, The Secret Of Happiness (Jakarta : Hikmah, 2009), 47-48. Lihat juga Bentham, An Intoduction
to Principles of Morals and Legislation, 31-34
Daftar Pustaka
Helmanida, Utilitarianisme dalam Filsafat Hukum, Simbur Cahaya No.45 Tahun XVI, Mei
2011
Otje Salman, S, 2010, Filsafat Hukum (Perkembangan & Dinamika Masalah), PT. Refika
Aditama, Bandung.
Richard Schoch, The Secret Of Happiness (Jakarta : Hikmah, 2009)
Zainal B. Septiansyah, Muhammad Ghalib, Konsepsi Utilitarianisme dalam Filsafat Hukum
dan Implementasinya di Indonesia, Vol. 34, No. 1, Juni 2018
W. Friedman, 1990, Teori dan Filsafat Hukum, Idealisme Filosofis dan Problema keadilan,
Rajawali Pers, Jakarta
https://business-law.binus.ac.id/2016/06/30/utilitarianisme-dan-tujuan-perkembanganhukum-
multimedia-di-indonesia/