SKRIPSI Pengembangan Bahan Ajar Connected Pada Materi Suhu Dan Kalor

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 141

SKRIPSI

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA TERPADU TIPE


CONNECTED PADA MATERI SUHU DAN KALOR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun oleh:

ANSY RABE TUKA


NIM : 1501050008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG
2019
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
M O T T O:

“sebab didalam DIA tersembunyi


segala harta hikmat dan
pengetahuan”
(Kolose 1:3)

Skripsi ini kupersembahkan untuk:


Sang Pemilik & Penguasa Tunggal kehidupanku,

TUHAN YESUS KRISTUS

1. Kedua orang tua tercinta, Ayah Lodywik Rabe Tuka, SH & Bunda Mince Riwu
S,Pd.
2. Kakak semata wayang yang kumiliki, Roy Nimrod Ludi Tuka, S.Ked.
3. Keluarga besar Rabe Tuka & Riwu.
4. Adik-adikku seatap, Vivi Saleh, Noldy Lopo, Iwan & Rita Soepaba.
5. Keluarga besar LPMI Perwakilan Kupang, teristimewa KP EL-GIBBOR.
6. Teman-teman seperjuangan Grafik ’15.
7. Almamaterku, Program studi pendidikan Fisika UNDANA.

ABSTRAK
Pengembangan Bahan Ajar IPA TERPADU Tipe Connected pada Materi Suhu dan
Kalor
(Ansy Rabe Tuka1), Vinsensius Lantik2), Kadek Ayu Astiti3))
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP UNDANA
2,3
Dosen Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP UNDANA

Penelitian pengembangan ini dilakukan untuk mengembangkan bahan ajar berupa modul IPA
Terpadu Tipe Connected Pada Materi Suhu dan Kalor. Bahan ajr ini merupakan bahan ajar
cetak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara mengembangkan bahan
ajar ini, dan juga untuk mengetahui bagaimana kelayakan bahan ajar ini.

Prosedur pengembangan dilakukan berdasarkan langkah-langkah oleh Dick and Carey dengan
sedikit penyesuaian. Tahapan pengembangan yang dilakukan ada 6 tahapan yaitu, pertama;
melakukan analisis kebutuhan melalui studi pustaka, kedua; mendesain produk melalui
menetukan materi pokok dan menentukan KD yang berkaitan, ketiga; tahap pengembangan
produk dengan menampilkan karakteristik connected pada bahan ajar, keempat; tahap validasi
atau uji kelayakan oleh 1ahli/ pakar materi dan 1 ahli media, kelima; mengetahui respon siswa
dengan uji coba kelompok kecil (12 peserta didik), dan uji coba kelompok besar (2 kelas/ 38
peserta didik), keenam; produk akhir berupa bahan ajar IPA Terpadu Tipe Connected Pada
Materi Suhu dan Kalor.

Hasil analisis kebutuhan menunjukan pengajaran IPA secara terpisah merupakan kendala bagi
siswa untuk menyerap materi pelajaran secara optimal. Penggunaan media pembelajaran seperti
bahan ajar bisa menjadi sumber pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Selain
itu, penerapan model pembelajaran terpadu dapat mempermudah siswa dalam mempelajari
keterpaduan IPA. Dengan demikian, dikembangkankan sebuah bahan ajar secara terpadu atau
menurut karakteristik pembelajaran terpadu. Dalam hal ini menggunakan pembelajaran IPA
Terpadu Tipe Connected. Proses pengambilan data menggunakan angket dengan instrument
penilaian kelayakan bahan ajar oleh BSNP. Sesuai data hasil analisis menunjukan presentasi
penilaian oleh 1 ahli materi, 1 ahli media, uji coba kelompok kesil oleh 12 peserta didik, dan uji
coba kelompok besar oleh 2 kelas/ rombongan belajar (38 peserta didik) secara berturut-turut
93%, 91%, 88%, dan 85,5% adalah menunjukan bahwa bahan ajar ini layak digunakan
sebagai bahan IPA Terpadu pada materi pokok suhu dan kalor

Berdasarkan hasil tahapan –tahapan pengembangan tersebut, maka bahan ajar berupa
modul IPA Terpadu pada materi suhu dan kalor untuk SMP/MTs Kelas VII dinyatakan layak
sebagai bahan ajar fisika.

Kata Kunci : Bahan Ajar, Pembelajaran Terpadu Tipe Connected, Suhu dan Kalor.

ABSTRACT

DEVELOPMENT OF INTEGRATED SCIENCE TEACHING MATERIALS


CONNECTED TYPE ON TEMPERATURE AND HEAT MATERIAL
(Ansy Rabe Tuka1), Vincent Lantik2), Kadek Ayu Astiti3))

1 Students of Physics Education Study Program, FKIP UNDANA


2.3 Lecturer in Physics Education Study Program, FKIP UNDANA

This development research was conducted to develop teaching materials in the form of
Integrated Science Module Connected to Temperature and Heat Material. This teaching
material is a printed teaching material. The purpose of this study is to find out how to develop
this teaching material, and also to find out how the feasibility of this teaching material.

The development procedure is based on steps by Dick and Carey with minor adjustments. The
stages of development carried out there are 6 stages namely, first; conduct needs analysis
through literature study, second; product design through determining the subject matter and
determining the relevant BC, third; the stage of product development by displaying connected
characteristics on teaching materials, fourth; the validation stage or due diligence by 1 expert /
material expert and 1 media expert, fifth; know the response of students with small group trials
(12 students), and large group trials (2 classes / 38 students), sixth; final product in the form of
Integrated Science teaching materials Connected Type in Material Temperature and Heat.

The results of the needs analysis show that teaching science separately is an obstacle for
students to absorb the subject matter optimally. The use of instructional media such as teaching
materials can be a fun learning resource for students. In addition, the application of integrated
learning models can facilitate students in learning the integration of science. Thus, a teaching
material is developed in an integrated manner or according to the characteristics of integrated
learning. In this case using Integrated Science learning Connected Type. The data retrieval
process uses a questionnaire with an instrument for evaluating the feasibility of teaching
materials by BSNP. According to the data analysis results showed the presentation of
assessment by 1 material expert, 1 media expert, small group trial by 12 students, and large
group trial by 2 classes / study groups (38 students) respectively 93%, 91% , 88%, and 85.5%
are showing that this teaching material is suitable to be used as an Integrated Natural Science
material on the subject matter of temperature and heat .

Based on the results of the stages of the development, the teaching material in the form of an
Integrated Natural Science module on temperature and heat material for Class VII SMP / MTs
was declared as a physical teaching material.

Keywords: Teaching Materials, Integrated Learning Type Connected, Temperature and Heat.
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

kasih dan hikmat-Nya yang berlimpah, penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Tipe

Connected Pada Materi Suhu Dan Kalor” ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini melibatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara

material maupun moril. Oleh karena itu, dengan tulus penulis menyampaikan

penghargaan dan terima kasih kepada Bapak Vinsensius Lantik, S.Pd, M.Pd

selaku pembimbing I dan Ibu Kadek Ayu Astiti, S.Pd, M.Pd selaku pembimbing II

yang telah dengan penuh kesabaran memberikan motivasi, bimbingan dan arahan

kepada penulis dari awal hingga diselesaikannya penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Nusa Cendana yang telah memberi kesempatan kepada

penulis untuk menimba ilmu di Universitas Nusa Cendana.

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusa Cendana.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Fisika, Bapak Hartoyo Yudhawardana,

S.Si., M.Si., yang telah memberikan dukungan baik berupa moril maupun

motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

4. Kepala SMPK CITRA BANGSA Kota Kupang beserta staf guru dan

pegawai yang telah menginjinkan penulis melakukan penelitian di sekolah

serta siswa-siswi kelas VII SMPK CITRA BANGSA KUPANG, tahun

ajaran 2019/2020 selaku responden dalam penelitian, yang telah membantu


ii

penulis dalam melaksanakan kegiatan penelitian.

5. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Fisika yang telah memberikan

bekal pengetahuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

6. Kedua orang tua tercinta, Ayah terhebat Lodywik Rabe Tuka, SH dan

Bunda juara satu Mince Riwu, S.Pd, serta kakak semata wayang yang

kukasihi, Roy Nimrod Ludji Tuka, S.Ked. Terima kasih kuucapkan untuk

segalanya.

7. Sahabat-sahabatku yang berharga, teman seperjuangan “GRAFIK’15”

(Unnie Natalia, Rezky, Nonny, Depi, Nola, Delsiana, Bosco, Elis, Ika,

Umy, Florin, Thyna, Heldy, Oan, Riesty, Alena, Angel, Fredy, Utha, Putri,

Ary, Iksan, Mirus, Yani A, Martin, Meri, Mawinda, Mirna, Deba, Nadya,

Idho, Sania, Servas, Sota, Alwan, Ighi, Yani M, Roy, Yanto, Yosman,

Inno, Yeter, Romy, Inez, Maya, dan Ceci) dan seluruh mahasiswa

pendidikan fisika yang selalu memberikan semangat sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluarga Besar Kelompok Studi Pendidikan Fisika (KSF): kakak senior

angkatan 2011, 2012, 2013, 2014 dan adik-adik angkatan 2016, 2017,

2018. Terima kasih atas dukungannya. “Love Physics, Love Peace”

9. Rekan-rekan sepelayanan di Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia

(LPMI) Perwakilan Kupang khususnya di Student Lead Movement (SLM)

Flobamora: Ev.Yeskiel Lanmai, S.Sos & Ev.Dince Lanmai, SP, k Maksem

Lette, k’ Irwan Umbu Sebu, k’Yufran, k’ Imel, k’ Asry, k’Ela, k’ Sherlly,

k’ Ririn, k’ Yayu, k’ Della, k’ Musa, k’ Simon, k’ Yady, k Charles, k


iii

Randa dan semuanya yang tak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih

selalu setia mendoakan dan mendukung penulis hingga sampai pada tahap

ini, “thanks interccesors, Move On !”

10. Kekasih hati Alexander Dony Umadato, yang setia mendengarkan keluh-

kesah, memberi semangat, membantu dan setia mendoakan,“thanks for

your support”.

Kesempurnaan hanya milik Tuhan, karena itu penulis juga menyadari bahwa

dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, karena itu kritik

dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi melengkapi dan

memperbaiki skripsi ini.

Akhir kata, tiada sesuatu yang lebih berharga yang penulis berikan sebagai

balasan atas budi baik yang telah diberikan, hanya ucapan terima kasih dan doa

yang tulus, semoga Tuhan senantiasa memberkati kita semua.

Kupang, Agustus 2019

Penulis
iv

DAFTAR ISI

Daftar Isi Halaman


HALAMAN JUDUL............................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................
MOTTO................................................................................................................
ABSTRAK............................................................................................................
ABSTRACT.........................................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL.........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................... 6
1.5 Asumsi dan Batasan Pengembangan........................................................ 7
1.5.1 Asumsi........................................................................................... 7
1.5.2 Batasan Pengembangan ................................................................ 8
1.6 Defenisi Operasional................................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 10
2.1 Media Pembelajaran................................................................................. 10
2.1.1 Pengertian Media Pembelajaran.................................................... 10
2.1.2 Fungsi Media Pembelajaran........................................................... 11
2.2 Bahan Ajar................................................................................................ 13
2.2.1 Pengertian Bahan Ajar..................................................................... 14
2.2.2 Karakteristik Bahan Ajar................................................................. 15
2.2.3 Tujuan dan Manfaat Penyusunan Bahan Ajar................................. 19
2.2.4 Prinsip Pegembangan Bahan Ajar................................................... 20
2.2.5 Jenis-jenis Bahan Ajar..................................................................... 22
2.2.6 Peranan Bahan Ajar dalam Proses Pembelajaran............................ 26
2.3 Hakikat Pembelajaran IPA Terpadu......................................................... 28
2.3.1 Hakikat IPA.................................................................................... 28
2.3.2 Pembelajaran IPA Terpadu............................................................ 30
2.3.3 Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu................................................ 31
v

2.3.4 Konsep Pembelajaran IPA Terpadu............................................... 32


2.4 Model Pembelajaran Terpadu Tipe Connected........................................ 35
2.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Terpadu Tipe Connected............ 35
2.4.2 Karakteristik Model Pembelajaran Terpadu Tipe Connected........ 37
2.4.3 Kelebihan Model Keterhubungan (Connected).............................. 40
2.4.4 Kelemahan Model Keterhubungan (Connected)............................ 42
2.5 Pengertian Modul sebagai Bahan Ajar Cetak........................................... 43
2.5.1 Ciri-ciri Modul............................................................................... 44
2.5.2 Komponen Modul.......................................................................... 47
2.5.3 Konsep Penyusunan Bahan Ajar berupa Modul IPA Terpadu....... 51
2.6 Penelitian Pengembangan......................................................................... 55
2.6.1 Hakekat Penelitian Pengembangan................................................ 55
2.6.2 Tahapan-tahapan Penelitian Pengembangan.................................. 56
2.7 Kerangka Berpikir.................................................................................... 64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................... 66
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................. 66
3.2 Model Rancangan Pengembangan........................................................... 66
3.3 Prosedur Pengembangan.......................................................................... 67
3.4 Jenis Data dan Instrumen Pengumpulan Data.......................................... 73
3.5 Teknik Analisis Data................................................................................ 76

BAB IV HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN.................. 78


4.1 Hasil Pengembangan................................................................................ 78
4.2 Pembahasan.............................................................................................. 96

BAB V PENUTUP........................................................................................ 107


5.1 Kesimpulan............................................................................................... 107
5.2 Saran......................................................................................................... 107

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
LAMPIRAN..................................................................................................
vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Model-model Pembelajaran IPA Terpadu.......................................... 37
3.1 Skala likert ......................................................................................... 55
3.2 Kisi-kisi instrumen penilaian ahli materi ........................................... 56
3.3 Kisi-kisi instrumen penilaian ahli media............................................ 57
3.4 Kisi-kisi instrumen respon siswa........................................................ 57
3.5 Persentase skor kelayakan bahan ajar................................................. 58
vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Silabus Mata Pelajaran IPA Terpadu............................................. 59
2. Instrumen Penilaian....................................................................... 67
8

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya

manusia yang berkualitas. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang

sistem pendidikan nasional, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan

yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan adalah suatu proses

mengubah tingkap laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup

mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu

itu berada (Sagala, 2013:3). Namun, pada kenyataannya banyak yang beranggapan bahwa

mutu pendidikan di Indonesia masih sangat rendah.

Indeks mutu pendidikan Bangsa Indonesia dapat dilihat dari hasil Programme For

International Student Assesment (PISA) tahun 2009 dan 2012 yang fokus terhadap bidang

matematika (mathematics), membaca (reading), dan sains (science). Berdasarkan hasil

penelitian PISA mengenai tingkat pendidikan di Indonesia yang diselenggarakan oleh

OECD (Organization For Economic Cooperation and Development) untuk usia 15 tahun

pada level internasional ditahun 2012 menunjukkan kemerosotan peringkat Indonesia

yaitu dari peringkat ke-57 di tahun 2009 menjadi peringkat ke-64 dari 65 negara peserta

dengan perolehan skor dari 383 menjadi 382 dan berada di bawah rata-rata standar PISA.

Hasil PISA bidang literasi sains anak Indonesia yang dianalisis Tim Literasi sains
9

Puspendik tahun 2004 terungkap bahwa (1) komposisi jawaban siswa mengindikasikan

lemahnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dasar sains yang sebetulnya telah

diajarkan; (2) lemahnya kemampuan siswa dalam membaca dan menafsirkan data dalam

bentuk gambar, tabel, diagram dan bentuk penyajian lainnya; (3) ketelitian siswa

membaca masih rendah; (4) kemampuan nalar ilmiah masih rendah; dan (5) lemahnya

penguasaan siswa terhadap konsep-konsep dasar sains dan keterkaitannya dengan

kehidupan sehari-hari dan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah berupaya

untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara terus menerus dengan cara memperbaiki

kurikulum dari waktu ke waktu agar tidak semakin tertinggal dengan negara-negara maju.

Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan, terlihat dengan digunakannya

kurikulum 2013. Pembelajaran IPA Terpadu merupakan salah satu model implementasi

kurikulum 2013 dimana pembelajaran ini dikemas menjadi satu antara materi kimia,

fisika, dan biologi. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

mengenai alam dan fenomena alam yang terjadi, yang berhubungan dengan benda hidup

maupun benda tak hidup untuk dijadikan objek kajian IPA. Pembelajaran IPA sangat

berperan dalam proses pendidikan, sehingga IPA memiliki upaya untuk membangkitkan

minat dan kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan pemahaman

tentang alam. Menurut Depdiknas, 2007 dalam Rosda Fitriana, 2016:1 Proses

pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

ilmiah. IPA bukan sekedar penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, melainkan juga suatu proses penemuan. Dengan

pembelajaran IPA, siswa diharapkan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar,

serta mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan nyata. Dengan demikian IPA tidak lagi

dipandang sebagai pelajaran yang sukar dan jarang disenangi.


10

Penggunaan media pembelajaran bisa menjadi sumber pembelajaran yang

menyenangkan bagi peserta didik. Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan

adalah bahan ajar. Menurut Depdiknas, 2008 dalam Muhammad Sultan:2 Bahan ajar

adalah seperangkat materi pembelajaran yang disusun secara sistematis sehingga tercipta

lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Dalam PP nomor 19 tahun

2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa guru diharapkan mengembangkan materi

pembelajaran, yang kemudian dipertegas melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan (Permendikbud) nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses, yang antara

lain mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi

pendidik pada satuan pendidikan untuk mengembangkan rencana pembelajaran (RPP).

Salah satu elemen RPP adalah bahan ajar. Bahan ajar IPA terpadu harus komprehensif

menyajikan berbagai bidang kajian IPA secara utuh sebagai satu kesatuan yang saling

berkaitan. Bahan ajar tersebut paling tidak harus memuat contoh-contoh tentang

keterkaitan antar konsep dari berbagai bidang kajian IPA (Kemendiknas, 2011:12).

Dengan demikian, guru diharapkan untuk mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu

sumber belajar. Mengembangkan bahan ajar yang inovatif dan menyenangkan sangat

dibutuhkan agar dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran.

Pengembangan bahan ajar dapat dilakukan dengan melihat kebutuhan peserta didik serta

kondisi dilapangan.

Menurut Tiro (Rustam, 2003:31), pengajaran IPA secara terpisah merupakan

kendala bagi siswa untuk menyerap materi pelajaran secara optimal. Masing-masing

materi fisika dan biologi diajarkan oleh guru dan waktu yang berbeda sehingga

menyebabkan materi IPA berdiri sendiri-sendiri. Kendala lain, yaitu antara materi fisika

dan biologi pada semester yang sama belum terkait satu sama lain. Mungkin saja materi

yang terkait pada semester yang lain, sehingga antara fisika dan biologi belum
11

terintegrasi secara harmonis. Hal lain yang mempengaruhi kesulitan belajar IPA adalah

faktor guru mata pelajaran IPA di lapangan merupakan lulusan Pendidikan Fisika dan

Pendidikan Biologi, atau Pendidikan Kimia, sehingga pembelajaran IPA di lapangan

belum dilaksanakan secara terpadu dan masih terpisah antara Biologi, Fisika, atau Kimia.

Selain itu, buku teks yang ada di lapangan hanya menekankan penyampaian pengetahuan

dengan banyak teori yang membuat siswa sering merasa bosan dan juga masih terpisah-

pisahnya materi dalam buku tersebut, sehingga siswa juga masih sulit untuk mendapatkan

suatu konsep atau pengalaman belajar yang bermakna seperti yang diharapkan dalam

konsep pembelajaran terpadu.

Salah satu model pembelajaran terpadu yang mempermudah siswa dalam

mempelajari IPA adalah pembelajaran IPA Terpadu Tipe Connected yaitu model

pembelajaran yang menghubungkan satu konsep dengan konsep lain,satu topik dengan

topik lain, dan satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas dilakukan dala satu hari

dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, bahkan ide-ide yang dipelajari pada

satu semester berikutnya dalam satu bidang studi. Dengan dilakukan pengembangan

bahan ajar IPA Terpadu Tipe Connected ini diharapkan siswa dapat memahami konsep

IPA dan dapat menguhubungkan antar konsep dalam mata pelajaran IPA sehingga dapat

memudahkan siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam proses

pembelajaran IPA. Materi-materi yang disatukan akan menjadi konsep yang utuh

dengan menggunakan pembelajaran IPA Terpadu Tipe Connected. Hal ini karena

karakteristik dari pembelajaran IPA Terpadu Tipe Connected adalah menghubungkan

satu kompetensi dasar dengan kompetensi dasar yang lain tetapi masih dalam satu

lingkup bidang studi. Untuk kelancaran pelaksanaan pembelajaran IPA Terpadu, tidak

hanya diperlukan kesiapan guru dan siswa saja, serta penerapan model pembelajaran IPA
12

Terpadu saja tetapi juga diperlukan suatu bahan ajar yang dikembangkan

secara terpadu pula.

Dengan demikian, penulis tertarik untuk menyusun proposal penelitian dengan

judul “Pengembangan Bahan Ajar IPA TERPADU Tipe Connected Pada Materi Suhu

Dan Kalor”.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana cara merancang bahan ajar IPA Terpadu tipe Connected pada

materi Suhu dan Kalor?

2. Bagaimana kelayakan bahan ajar IPA Terpadu tipe Connected pada materi

Suhu dan Kalor?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengembangkan bahan ajar IPA Terpadu tipe Connected pada materi

Suhu dan Kalor.

2. Untuk mengetahui kelayakan bahan ajar IPA Terpadu tipe Connected pada

materi Suhu dan Kalor.

1.4 Manfaat Penelitian

Pengembangan bahan ajar IPA Terpadu tipe Connected ini diharapkan dapat

memberi manfaat, antara lain:


13

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat sebagai sumber referensi untuk

penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan bahan ajar khususnya pada

mata pelajaran IPA Terpadu.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi Peserta Didik

Memberikan motivasi terhadap peserta didik yang kurang berminat dan

paham mengenai pembelajaran IPA Terpadu, sehingga peserta didik lebih

giat dalam mempelajari IPA Terpadu.

b. Manfaat bagi Guru

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam

pembelajaran IPA Terpadu, sehingga pembelajaran IPA Terpadu lebih

menyenangkan dan tidak membosankan.

2) Sebagai referensi guru dalam pembelajaran IPA Terpadu agar tidak terpaku

pada buku ajar yang digunakan.

3) Menambah masukan kepada guru agar dalam penyampaian materi IPA

Terpadu selalu berusaha mengaitkan atau menunjukan keterkaitan antara

biologi, fisika, dan kimia.

c. Manfaat bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sekolah

dalam pengembangan bahan ajar dan juga member manfaat dalam usaha

sekolahan untuk memperbaiki proses pembelajaran yang berguna untuk


14

meningkatkan prestasi belajar peserta didik khusunya mata pelajaran IPA

Terpadu.

1.5 Asumsi dan Batasan Pengembangan

1.5.1 Asumsi

Asumsi atau anggapan dasar dari penelitian ini adalah:

a. Penyelenggaraan proses belajar menggajar IPA Terpadu di sekolah berjalan

sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

b. Bahan ajar sampai saat ini belum banyak dikembangkan dan digunakan

khususnya pada mata pelajaran IPA Terpadu.

c. Hasil pengembangan dapat menjadi salah satu alternatif sebagai media

belajar.

d. Ahli materi adalah salah seorang dosen fisika yang memahami dan

mendalami konsep fisika dan keterpaduannya dalam IPA.

e. Ahli media adalah dosen yang akan menilai dan memberi tanggapan terkait

aspek kegrafikan dari bahan ajar diberikan sebelum diujicobakan pada

kelompok kecil dan kelompok besar.

1.5.2 Batasan Pengembangan

Batasan pengembangan dari penelitian ini adalah:

a. Penelitian ini hanya mencari jawaban dari permasalahan yang telah

dirumuskan.

b. Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini dapat dipercaya sejauh asumsi

tersebut berlaku.
15

c. Pengujian produk yang dibuat hanya meliputi penilaian kualitas untuk

menentukan kelayakan produk.

d. Hasil pengembangan bahan ajar hanya dinilaikan pada 1 ahli materi, dan 1

ahli media untuk menguji kelayakan produk.

e. Hasil pengembangan diujicobakan pada 12 orang peserta didik dalam

uji kelompok kecil, dilanjutkan dengan uji kelompok besar menggunakan 2

kelas/ rombongan belajar, untuk menguji kepraktisan bahan ajar.

1.6 Defenisi Operasional

Untuk mendapatkan suatu pengertian yang sama akan konsep yang

diangkat, maka perlu dijelaskan pengertian-pengertian mengenai judul penelitian

ini, adapun konsep-konsep tersebut adalah:

1. Pengembangan Bahan Ajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengembangan didefinisikan sebagai

proses, cara, perbuatan pengembangan. Dalam penelitian ini pengembangan

yang dimaksud adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan bahan ajar.

Menurut Abdul Majid (2007:174) bahan ajar adalah segala bentuk bahan

yang digunakan oleh guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar

mengajar di kelas.

2. IPA Terpadu

IPA Terpadu merupakan pembelajaran IPA yang memadukan beberapa

pokok bahasan dari berbagai kajian (fisika, kimia, biologi, bumi dan alam

semesta) pada mata pelajaran IPA dalam satu bahasan (Depdiknas, 2006:7).

3. Pembelajaran IPA terpadu tipe Connected


16

Pembelajaran IPA terpadu tipe Connected adalah suatu pembelajaran hasil

dari proses pengorganisasian atau pengintegrasian inter bidang studi IPA

(fisika, biologi, dan kimia) sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dengan

langkah-langkah pembelajaran terpadu.


17

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Media Pembelajaran

2.1.1 Pengertian Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium”

yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau

pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan

definisi tentang media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa

media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan

untuk keperluan pembelajaran (Cepy Riyana, 2012:27). Sementara itu,

Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk

menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti: buku, film, video dan sebagainya

(Cepy Riyana, 2012:28). Sedangkan, National Education Associaton (1969)

mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam

bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras

(Cepy Riyana, 2012:32). Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media

pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat

merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat

mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.

Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang

digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi efektivitas


18

pembelajaran (Cepy Riyana, 2012:27). Pada mulanya, media pembelajaran

hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan

adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad ke–20 usaha pemanfaatan

visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat

bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan

alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti

adanya komputer dan internet.

2.1.2 Fungsi Media Pembelajaran

Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya:

1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang

dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-

beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman

anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya.

Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik

tidak mungkin dibawa ke objek langsung yang dipelajari, maka objeknyalah

yang dibawa ke peserta didik. Objek dimaksud bisa dalam bentuk nyata,

miniatur, model, maupun bentuk gambar–gambar yang dapat disajikan

secara audio- visual dan audial.

2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal

yang tidakmungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta

didik tentang suatuobjek, yang disebabkan, karena: (a) objek terlalu


19

besar; (b) objek terlalu kecil; (c) objek yang bergerak terlalu lambat; (d)

objek yang bergerak terlalu cepat; (e) objek yang terlalu kompleks; (f) objek

yang bunyinya terlalu halus; (g) objek mengandung berbahaya dan resiko

tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua objek itu dapat

disajikan kepada peserta didik.

3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara

peserta didik dengan lingkungannya.

4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan.

5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.

6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.

7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.

Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya:

1. Media visual: grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik.

2. Media Audial: radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya.

3. Projected still media: slide; over head projektor (OHP), in focus dan

sejenisnya.

4. Projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer

dan sejenisnya.

Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang

bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media bisa

dilakukan secara bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi

Media. Contohnya dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat


20

projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat

interaktif.

Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus

disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai.

Contoh: bila tujuan atau kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-

kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau

kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang

lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan

aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping itu,

terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer), seperti: biaya,

ketepatgunaan; keadaan peserta didik; ketersediaan; dan mutu teknis.

2.2 Bahan Ajar

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu

guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Bahan ajar memiliki posisi amat penting dalam pembelajaran, yakni sebagai

respresentasi (wakil) dari penjelasan guru di depan kelas. Keterangan-keterangan

guru, uraian-uraian yang harus disampaikan guru dan informasi yang harus di

sajikan guru dihimpun dalam bahan ajar (Mustafa and Efendi, 2016:35).

Bahan ajar juga merupakan wujud pelayanan satuan pendidikan terhadap

peserta didik. Pelayanan individual dapat terjadi dengan bahan ajar. Peserta didik

berhadapan dengan bahan yang terdokumentasi. Peserta didik yang cepat belajar,

akan dapat mengoptimalkan kemampuannya dengan mempelajari bahan ajar.


21

Bahan atau materi pembelajaran juga pada dasarnya adalah “isi” dari kurikulum,

yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik/sub-topik dan

rinciannya.

Melihat penjelasan di atas, dapat kita ketahui bahwa peran seorang guru

dalam merancang ataupun menyusun bahan ajar sangatlah menentukan

keberhasilan proses belajar dan pembelajaran melalui sebuah bahan ajar. Bahan

ajar dapat juga diartikan sebagai segala bentuk bahan yang disusun secara

sistematis yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara mandiri dan

dirancang sesuai kurikulum yang berlaku. Keberadaan bahan ajar akan sangat

membantu. Guru akan lebih runtut dalam mengajarkan materi kepada peserta

didik dan tercapai semua kompetensi yang telah ditentukan sebelumnya.

2.2.1 Pengertian Bahan Ajar

Salah satu tugas pendidik adalah menyediakan suasana belajar yang

menyenangkan. Pendidik harus mencari cara untuk membuat pembelajaran

menjadi menyenangkan dan mengesampingkan ancaman selama proses

pembelajaran. Salah satu cara untuk membuat pembelajaran menjadi

menyenangkan adalah dengan menggunakan bahan ajar yang menyenangkan

pula. Prastowo mengatakan bahwa bahan ajar yang dapat membuat peserta didik

merasa tertarik dan senang mempelajari bahan ajar tersebut (Ariyani and Wangid,

2016:15).

Bahan ajar pada dasarnya merupakan segala bahan (baik informasi, alat,

maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari
22

kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses

pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi

pembelajaran National Center for Vocational Education Research Ltd/National

Center for Competency Based Training (Mustafa and Efendi, 2016:10) “bahan

ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan guru/instruktur dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud dapat

berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis”.

Bahan ajar juga merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran

(teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari

kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran”.

Depdiknas (2006:4) mendefinisikan “bahan ajar atau materi pembelajaran

(instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan,

dan sikap yang harus dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai standar

kompetensi yang telah ditentukan”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas,

penulis menyimpulkan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi pelajaran

yang dapat membantu tercapainya tujuan kurikulum yang disusun secara

sistematis dan utuh sehingga tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan,

memudahkan peserta didik belajar, dan guru mengajar.

2.2.2 Karakteristik Bahan Ajar

Ada beragam bentuk buku, baik yang digunakan untuk sekolah maupun

perguruan tinggi, contohnya buku referensi, modul ajar, buku praktikum, bahan

ajar, dan buku teks pelajaran. Jenis-jenis buku tersebut tentunya digunakan untuk
23

mempermudah peserta didik untuk memahami materi ajar yang ada di dalamnya.

Menurut Lestari (2008:49), sesuai dengan penulisan yang dikeluarkan oleh

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan

Nasional Tahun 2003 bahan ajar memiliki beberapa karakteristik, yaitu self

instructional, self contained, stand alone, adaptive, dan user friendly.

1. Self Instructional

Ketergantungan kepada orang lain harus dikurangi atau malah dihilangkan

ketika sesorang peserta didik menggunakan bahan ajar tersebut. Peserta didik

mampu membelajarkan diri sendiri dengan bahan ajar yang dikembangkan, inilah

yang dimaksud dengan self instructional. Hal ini sesuai dengan tujuan bahan ajar,

yaitu agar peserta didik mampu belajar secara mandiri. Untuk memenuhi karakter

self instructional, maka didalam bahan ajar harus terdapat tujuan yang dirumuskan

dengan jelas, baik tujuan akhir ataupun tujuan antaranya. Selain itu, dengan bahan

ajar tersebut akan memudahkan peserta didik belajar secara tuntas dengan

memberikan materi pembelajaran yang dikemas kedalam unit-unit atau kegiatan

yang lebih spesifik.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan bahan ajar yang mampu

membuat peserta didik untuk belajar mandiri dan memperoleh ketuntasan dalam

proses pembelajaran adalah:

a) Memberikan contoh-contoh dan ilustrasi yang menarik dalam rangka

mendukung pemaparan materi pembelajaran.


24

b) Memberikan kemungkinan bagi peserta didik untuk memberikan umpan balik

atau mengukur penguasaannya terhadap materi yang diberikan dengan

memberikan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya.

c) Kontekstual, yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau

konteks tugas dan lingkungan siswa.

d) Bahasa yang digunakan cukup sederhana dan yang lebih penting adalah

bahasa tersebut harus komunikatif karena peserta didik hanya berhadapan

dengan buku ketika mereka belajar mandiri.

e) Memberikan rangkuman materi pembelajaran, untuk membantu peserta didik

membuat sebuah catatan-catatan selama mereka belajar mandiri.

f) Mendorong peserta didik untuk melakukan self assessment dengan

memberikan instrumen penilaian atau assessment.

g) Terdapat instrumen yang dapat digunakan menetapkan tingkat penguasaan

materi untuk menetapkan kegiatan belajar selanjutnya.

h) Tersedia informasi tentang rujukan atau pengayaan atau referensi yang

mendukung materi pembelajaran yang dimaksud.

2. Self Contained

Self contained yaitu seluruh materi pelajaran dari satu kompetensi atau

subkompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu bahan ajar secara utuh.

Tujuan konsep ini adalah memberikan kesempatan peserta didik untuk

mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi dikemas kedalam

satu kesatuan yang utuh. Pembagian atau pemisahan materi dari satu kompetensi

atau subkompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan


25

keleluasaan kompetensi atau subkompetensi yang harus dikuasai oleh peserta

didik. Sebuah bahan ajar haruslah memuat seluruh bagian-bagiannya dalam satu

buku secara utuh untuk memudahkan pembaca mempelajari bahan ajar tersebut.

3. Stand Alone

Stand alone yaitu bahan ajar yang dikembangkan tidak tergantung pada

bahan ajar lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain.

Peserta didik tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari atau

mengerjakan tugas pada bahan ajar tersebut. Jika peserta didik masih

menggunakan dan bergantung pada bahan ajar lain selain bahan ajar yang

digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai bahan ajar yang

berdiri sendiri. Artinya sebuah bahan ajar dapat digunakan sendiri tanpa

bergantung dengan bahan ajar lain.

4. Adaptif

Bahan ajar hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap

perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika bahan ajar tersebut

dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, fleksibel

digunakan diberbagai tempat, serta isi materi pembelajaran dan perangkat

lunaknya dapat digunakan sampai kurun waktu tertentu. Bahan ajar harus memuat

materi-materi yang sekiranya dapat menambah pengetahuan pembaca terkait

perkembangan zaman atau lebih khususnya perkembangan ilmu dan teknologi.

5. User Friendly

Bahan ajar hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat

atau akrab dengan pemakaiannya. Setiap intruksi dan paparan informasi yang
26

tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk

kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan.

Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah

yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.

2.2.3 Tujuan dan Manfaat Penyusunan Bahan Ajar

Bahan ajar memiliki peranan penting untuk tercapainya mutu pendidikan,

bahan ajar juga memiliki tujuan dan manfaat. Tujuan dan manfaat bahan ajar

dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan

mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, sekolah, dan daerah.

2. Membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping

buku-buku teks yang sulit diperoleh.

3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Ada sejumlah manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang guru

mengembangkan bahan ajar sendiri, yakni antara lain:

1. Diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan kebutuhan peserta

didik.

2. Tidak lagi tergantung pada buku teks yang terkadang sulit diperoleh.

3. Bahan ajar menjadi lebih kaya, karena dikembangkan dengan berbagai

referensi.

4. Menambah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar.


27

5. Bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif

antara guru dan peserta didik karena peserta didik merasa lebih percaya kepada

gurunya.

6. Diperoleh bahan ajar yang dapat membantu pelaksanaan kegiatan

pembelajaran.

7. Dapat diajukan sebagai karya yang dinilai mampu menambah angka kredit

untuk keperluan kenaikan pangkat.

8. Menambah penghasilan guru jika hasil karyanya diterbitkan.

Selain manfaat bagi guru ada juga manfaat bagi peserta didik, yaitu:

1. Peserta didik lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara

mandiri dengan bimbingan guru.

2. Peserta didik mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi

yang harus dikuasai.

Perlunya pengembangan bahan ajar, agar ketersediaan bahan ajar sesuai

dengan kebutuhan peserta didik, tuntutan kurikulum, karakteristik sasaran, dan

tuntutan pemecahan masalah belajar. Pengembangan bahan ajar harus sesuai

dengan tuntutan kurikulum, artinya bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai

dengan Kurikulum 2013 yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan baik

standar isi, standar proses dan standar kompetensi lulusan. Kemudian karakteristik

sasaran disesuaikan dengan lingkungan, kemampuan, minat, dan latar belakang

peserta didik.

2.2.4 Prinsip Pengembangan Bahan Ajar


28

Diperlukan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan prinsip

pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 agar proses penyusunan bahan ajar lebih

terfokus. Perangkat pembelajaran itu meliputi: silabus, RPP, materi pembelajaran,

evaluasi proses dan hasil belajar, dan lembar kerja peserta didik (LKPD).

Depdiknas (2008:11) mengungkapkan pengembangan bahan ajar hendaknya

memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran berikut:

1. Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang konkret untuk

memahami yang abstrak.

2. Pengulangan memperkuat pemahaman.

3. Umpan balik positif memberikan penguatan terhadap pemahaman peserta

didik.

4. Motivasi yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar.

5. Mencapai tujuan.

6. Mengetahui hasil yang dicapai.

Seorang guru dalam mengembangkan bahan ajar harus memahami prinsip

tersebut dengan menyadari bahwa:

1. Pengembangan bahan ajar hendaknya berorientasi bahwa peserta didikakan

lebih mudah memahami suatu konsep apabila penjelasan dimulai dari yang

mudah atau konkret, yang nyata ada di lingkungannya.

2. Pengulangan sangat diperlukan agar peserta didik lebih memahami suatu

konsep. Namun pengulangan dalam penulisan bahan belajar harus tepat dan

bervariasi sehingga tidak membosankan.


29

3. Respon yang diberikan oleh guru terhadap peserta didik akan menjadi

pernguatan pada diri peserta didik maka jangan lupa berikan umpan bailk yang

positif terhadap hasil kerja peserta didik.

4. Pembelajaran adalah suatu proses yang bertahap dan berkelanjutan maka perlu

dibuatkan tujuan-tujuan antara. Tujuan-tujuan antara tersebut dalam bahan ajar

dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator kompetensi.

5. Seorang peserta didik yang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih berhasil

dalam belajar. Untuk itu, salah satu tugas guru dalam melaksanakan

pembelajaran adalah memberikan dorongan (motivasi) agar peserta didik mau

belajar.

6. Dalam proses pembelajaran, guru ibarat pemandu perjalanan, akan

memberitahukan kota tujuan akhir yang ingin dicapai, bagaimana cara

mencapainya, kota-kota apa saja yang akan dilewati, dan memberitahukan pula

sudah sampai di mana dan berapa jauh lagi perjalanan. Dengan demikian,

semua peserta dapat mencapai kota tujuan dengan selamat dengan

kecepatannya sendiri, namun mereka semua akan sampai kepada tujuan.

2.2.5 Jenis-jenis Bahan Ajar

Bahan ajar memiliki beragam jenis, ada yang cetak maupun non-cetak.

Menurut Mudlofir Ali (2011:20) bahan ajar dapat dibedakan menjadi 4 jenis,

yakni:

1.) Bahan ajar pandang (Visual)


30

Terdiri dari bahan cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar

kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, booklet, foto atau gambar, dan bahan ajar

non-cetak seperti model atau market.

2.) Bahan ajar dengar (Audio)

Yang termasuk kedalam bahan ajar audio ini adalah kaset, radio, piringan

hitam, dan compact disk audio.

3.) Bahan ajar pandang dengar (Audio Visual)

Yang termasuk kedalam bahan ajar ini yakni, Compact Disk dan film.

4.) Bahan ajar multimedia interaktif

Terdiri dari CAI (Computer Assisted Interactive) dan bahan ajar web (web

based learning materials).

Sedangkan, untuk bahan ajar cetak, menurut Kemp dan Dayton (1985), bahan

ajar cetak adalah sejumlah bahan yang digunakan dalam kertas, yang dapat berfungsi

untuk keperluan pembelajaran atau penyampaian informasi (Nupikso, 2013:40). Dari

sudut pandang teknologi pendidikan, bahan ajar dalam beragam bentuknya dikategorikan

sebagai bagian dari media pembelajaran. Sebagai media dalam pembelajaran, bahan ajar

mempunyai kontribusi yang tidak sedikit dalam proses pembelajaran.

Salah satu alasan mengapa bahan ajar cetak masih merupakan media utama

dalam paket bahan ajar di sekolah-sekolah, karena sampai saat ini bahan ajar cetak masih

merupakan media paling mudah diperoleh dan lebih standar di banding program

komputer (Belawati, 2003). Disamping memiliki kelebihan, bahan ajar cetak juga

memiliki kelemahan diantaranya tidak mampu mempresentasikan gerakan.


31

Bahan ajar cetak yang sering dijumpai antara lain berupa handout, buku, modul,

brosur, dan lembar kerja siswa. Di bawah ini akan diuraikan penjelasan terkait jenis-jenis

bahan ajar, yakni:

1) Handout

Handout adalah “segala sesuatu” yang diberikan kepada peserta didik ketika

mengikuti kegiatan pembelajaran. Handout juga diartikan sebagai bahan

tertulis yang disiapkan untuk memperkaya pengetahuan peserta didik dari

beberapa literature yang memiliki relevansi dengan kompetensi dasar yang

akan dicapai oleh siswa. Saat ini handout dapat diperoleh melalui internet atau

menyadur dari berbagai buku dan sumber lainnya.

2) Buku

Buku sebagai bahan ajar merupakan buku yang berisi ilmu pengetahuan hasil

analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis. Buku disusun dengan

menggunakan bahasa sederhana, menarik, dilengkapi gambar, keterangan, isi

buku, dan daftar pustaka. Buku akan sangat membantu guru dan siswa dalam

mendalami ilmu pengetahuan sesuai dengan mata pelajaran masing-masing.

3) Modul

Modul merupakan bahan ajar yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat

belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Oleh karena itu,

modul harus berisi tentang petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, isi

materi pelajaran, informasi pendukung, latihan soal, petunjuk kerja, evaluasi,

dan balikan terhadap evaluasi. Modul yang diberikan kepada siswa dapat
32

bermanfaat agar siswa mampu belajar secara mandiri tanpa harus dibantu oleh

guru.

4) Lembar Kerja Siswa

Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah materi ajar yang sudah dikemas sedemikian

rupa sehingga siswa diharapkan mendapat materi ajar tersebut secara mandiri.

Lembar Kerja Siswa dapat digunakan oleh siswa, sehingga siswa akan

mendapat materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu

siswa juga dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi

yang diberikan dan pada saat yang bersamaan siswa diberikan materi serta

tugas yang berkaitan dengan materi tersebut.

5) Buku Ajar

Buku ajar adalah sarana belajar yang bisa digunakan di sekolah-sekolah dan di

perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran dan pengertian

moderen yang umum dipahami.

6) Buku Teks

Buku teks juga dapat didefinisikan sebagai buku pelajaran dalam bidang studi

tertentu, yang merupakan buku standar yang disusun oleh para pakar dalam

bidang itu. Buku teks dibuat dengan maksud dan tujuan-tujuan instruksional

yang dilengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang serasi dan mudah

dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi

sehingga dapat menunjang suatu program pengajaran.

Secara umum, menurut Lestari (2011:79) buku dibedakan menjadi empat jenis, yakni:
33

a. Buku sumber, yaitu buku yang dapat dijadikan rujukan, referensi, dan sumber

untuk kajian ilmu tertentu, biasanya berisi suatu kajian ilmu yang lengkap.

b. Buku bacaan, yaitu buku yang hanya berfungsi untuk bahan bacaan saja,

misalnya cerita, legenda, novel, dan lain sebagainya.

c. Buku pegangan, yaitu buku yang bisa dijadikan pegangan guru atau pengajar

dalam melaksanakan proses pengajaran.

d. Buku bahan ajar atau buku teks, yaitu buku yang disusun untuk proses

pembelajaran dan berisi bahan-bahan atau materi pembelajaran yang akan

diajarkan.

Bahan ajar non-cetak meliputi bahan ajar dengar hitam, dan compact disc audio. Bahan

ajar pandang dengar video compact disc dan film. Bahan ajar multimedia interaktif,

material pembelajaran interaktif, dan bahan ajar web.

2.2.6 Peranan Bahan Ajar dalam Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan suatu rangkaian aktivitas dalam upaya pewujudan

kompetensi peserta didik yang dibangun oleh berbagai unsur yaitu unsur raw input

(peserta didik) yang akan diproses atau dibentuk kompetensinya, instrumental input

(terdiri dari tujuan, materi berupa bahan ajar, media dan perangkat evaluasi) yang

berfungsi sebagai perangkat yang akan memproses pembentukan kompetensi serta

perangkat lingkungan (environmental input), seperti lingkungan keluarga, sekolah

maupun masyarakat, yang turut mempengaruhi keberhasilan pencapaian kompetensi.

Bahan ajar dalam proses pembelajaran dengan demikian menempati posisi penting

dalam prose pembelajaran, hal tersebut karena bahan ajar merupakan materi yang akan

disampaikan atau disajikan. Tanpa bahan ajar mustahil bahan ajar akan terwujud. Tepat

tidaknya, kesesuaian bahan ajar dengan tujuan dan dengan kompetensi yang diharapkan
34

akan menentukan tercapai tidaknya tujuan kompetensi pembelajaran yang diharapkan.

Berdasarkan uraian tersebut, bahan ajar merupakan inti dari kurikulum yang berfungsi

sebagai alat pencapaian tujuan dalam proses pembelajaran. Secara lebih rinci, peran

bahan ajar bagi guru, peserta didik, dan pihak terkait adalah sebagai berikut:

1. Peran Bahan Ajar bagi Guru

a. Wawasan bagi guru untuk pemahaman substansi secara komprehensif.

b. Sebagai bahan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.

c. Mempermudah guru dalam mengorganisasikan pembelajaran dikelas.

d. Mempermudah guru dalam penentuan metode pembelajaran yang tepat sesuai

kebutuhan peserta didik.

e. Merupakan salah satu media pembelajaran.

f. Mempermudah guru dalam merencanakan penilaian pembelajaran.

2. Peran Bahan Ajar bagi Peserta Didik

a. Sebagai pegangan peserta didik dalam penguasaan materi pembelajaran untuk

mencapai kompetensi yang diharapkan.

b. Sebagai informasi atau pemberi wawasan secara mandiri diluar yang

disampaikan oleh guru di kelas.

c. Sebagai media yang dapat memberikan kesan nyata berkaitan dengan

materi yang harus dikuasai.

d. Sebagai motivator untuk mempelajari lebih lanjut tentang materi tertentu.

e. Mengukur keberhasilan penguasaan materi pembelajaran secara mandiri.

3. Peran Bahan Ajar bagi Pihak Terkait


35

a. Dapat mendorong pihak terkait untuk memfasilitasi pengadaan bahan

pembelajaran yang dibutuhkan guru dan murid disekolah.

b. Dapat memberi masukan kepada guru atau penyusun bahan pembelajaran agar

bahan pembelajaran tersebut sesuai dengan kebutuhan peserta didik dengan

segenap lingkungannya.

c. Dapat membantu dalam pemilihan dan penetapan media serta alat

pembelajaran lainnya yang mendukung keberhasilan penguasaan bahan

pembelajaran oleh peserta didik.

d. Sebagai alat pemberian reward (penghargaan) terhadap guru yang secara

kreatif menyusun serta mengembangkan bahan pembelajaran.

2.3 Hakikat Pembelajaran IPA Terpadu

2.3.1 Hakikat IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan

atau sains yang semula berasal dari bahasa Inggris ‘science’. Kata ‘science’

berasal dari Bahasa Latin ‘Scientia’ yang berarti saya tahu. Wahyana (1986) dalam

Trianto (2010:136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang

tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada

gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan

fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Secara umum IPA meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu biologi, fisika, dan

kimia. Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu yang lahir

dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan

hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta

penemuan teori dan konsep.


36

Sikap, proses, produk dan aplikasi pada sains tidak dapat dipisahkan satu sama

lain. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran sains, peserta didik diharapkan

dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, sehingga mampu memahami

fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah serta dapat

meniru cara kerja ilmuwan dalam menemukan fakta baru. Jadi sains sebagai proses,

sikap dan aplikasi dapat dirasakan siswa dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian IPA pada hakikatnya adalah ilmu untuk mencari tahu,

memahami alam semesta secara sistematik dan mengembangkan pemahaman dan

penerapan konsep untuk dijadikan sebagai suatu produk yang menghasilkan,

sehingga IPA bukan hanya merupakan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep,

prinsip, melainkan suatu proses penemuan dan pengembangan. Dengan demikian

diharapkan pendidikan IPA menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri

sendiri dan lingkungan, serta dapat mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh

untuk kesejahteraan umat manusia sendiri.

Menurut Prihantro Laksmi 1986 dalam Trianto (2010:142), nilai-nilai IPA yang

dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut:

a. Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematik menurut

langkah-langkah metode ilmiah.

b. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan,

mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.

c. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah

dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.

2.3.2 Pembelajaran IPA Terpadu


37

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur

manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi

mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2008:57). Ilmu Pengetahuan alam

(IPA) sains (dalam arti sempit) sebagai disiplin ilmu terdiri atas phisical sciences dan

life sciences. Physical sciences terdiri dari ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi,

mineralogi, meteorologi dan fisika; sedangkan life sciences meliputi biologi, zoologi,

dan fisiologi (Sumaji, dkk, 1998:31).

Pembelajaran IPA terpadu merupakan konsep pembelajaran sains dengan situasi

lebih “alami” dan situasi dunia nyata siswa, serta mendorong siswa membuat

hubungan antar cabang sains dan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran IPA terpadu adalah

pembelajaran yang memiliki hubungan erat dengan pengalaman sesungguhnya.

2.3.3 Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu

Tujuan pembelajaran IPA Terpadu adalah sebagai berikut (Depdiknas,

2006:284-285):

1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran

Pembelajaran IPA secara terpadu dapat merangkum beberapa standar

kompetensi dari bidang ilmu IPA secara utuh dalam bentuk satu kesatuan.

Hal ini dapat menghindarkan penyampaian materi secara berulang-ulang

dengan beberapa materi yang sebenarnya bisa dipelajari dalam satu


38

waktu. Sehingga hal ini dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas

dalam pembelajaran.

2. Meningkatkan minat dan motivasi

Meningkatnya minat dan motivasi peserta didik dalam pembelajaran

diharapkan dapat mempermudah peserta didik untuk menerima dan

menyerap keterpaduan materi secara utuh. Dengan mengenalkan dan

mempelajari materi sesuai dengan kehidupan sehari-hari, peserta didik dapat

digiring untuk berpikir luas dan mendalam untuk memahami materi yang

disampaikan secara kontekstual. Selanjutnya peserta didik akan terbiasa

berpikir teratur dan terarah, selain itu mereka akan terbiasa dengan beberapa

sikap ilmiah dalam IPA. Sikap inilah yang diharapkan mampu menjadi

kebiasaan yang melekat dalam diri mereka membentuk kepribadian yang

berkarakter.

3. Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus

Model pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, dan

sarana, serta biaya karena pembelajaran beberapa kompetensi dasar dapat

diajarkan sekaligus. Di samping itu, pembelajaran terpadu juga

menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran. Hal ini terjadi karena

adanya proses pemaduan dan penyatuan sejumlah standar kompetensi,

kompetensi dasar, dan langkah pembelajaran yang dipandang memiliki

kesamaan atau keterkaitan.

2.3.4 Konsep Pembelajaran IPA Terpadu


39

Pembelajaran terpadu merupakan pembelajaran yang dalam pembahasan

materinya saling mengaitkan berbagai bidang studi atau mata pelajaran secara terpadu

dalam suatu fokus tertentu. Di dalam suatu pembelajaran, cara pendidik atau guru

dalam menyampaikan suatu materi saat mengajar sangat mempengaruhi pengalaman

yang didapat siswa. Salah satu kebaikan dalam pembelajaran terpadu adalah

memberikan pengalaman langsung pada siswa.

Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit

tematisnya, menurut Robin Fogarty 1991 dalam Asep Hernawan 2005:20 terdapat

sepuluh cara atau model dalam pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara atau model

tersebut adalah: (1) fragmented, (2) connected, (3) nested, (4) sequenced, (5) shared,

(6) webbed, (7) threaded, (8) integrated, (9) immersed, dan (10) networked. Dari

sejumlah model pembelajaran terpadu, tiga diantaranya sesuai untuk dikembangkan

dalam pembelajaran sains di tingkat pendidikan di Indonesia. Ketiga model yang

dimaksud adalah model keterhubungan (connected), model jaring laba-laba

(webbed), dan model keterpaduan (integreted). Perbandingan deskripsi karakter,

kelebihan, dan keterbatasan ketiga model tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Model-Model Pembelajaran IPA Terpadu

Model Karakteristik Kelebihan Keterbatasan

Integrated Membelajarkan Pemahaman KD-KD yang

konsep pada terhadap konsep konsepnya

beberapa KD yang lebih utuh beririsan tidak

beririsan atau (holistik) selalu dalam

tumpang tindih Lebih efisien semester atau


40

hanya konsep Sangat kelas yang

yang beririsan yang Kontekstual sama

dibelajarkan Menuntut

wawasan dan

penguasaan

materi yang

luas

Sarana-

prasarana,

misalnya buku

belum

mendukung
Webbed Membelajarkan Pemahaman KD-KD yang

beberapa KD yang terhadap konsep konsepnya

berkaitan melalui utuh berkaitan tidak

sebuah tema Kontekstual selalu dalam

Dapat dipilih tema- semester atau

tema menarik yang kelas yang

dekat dengan sama

kehidupan Tidak mudah

menemukan

tema pengait

yang tepat
Connected Membelajarkan Melihat Kaitan antara

sebuah KD, permasalahan bidang kajian


41

konsep-konsep tidak hanya dari sudah tampak

pada KD tersebut satu bidang kajian tetapi masih

dipertautkan Pembelajaran didominasi

dengan konsep dapat mengi- kuti oleh bidang

pada KD yang lain KD-KD dalam kajian

standar isi Tertentu


Sumber: Fogarty, 1991dalam Maya Istikhoma, 2012:20-21

Pembelajaran terpadu model connected merupakan model integrasi dalam satu

bidang kajian ilmu. Menurut Pusat Kurikulum 2006 dalam Maya Istikhoma, 2012:21

model connected mempunyai karakteristik menghubungkan satu konsep dengan

konsep lain, topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, ide

yang satu dengan ide yang lain tetapi masih dalam lingkup satu bidang studi misalnya

IPA. Misalnya IPA dapat menghubungkan antara satu bidang kajian IPA dengan bidang

kajian IPA yang lainnya (baik fisika, kimia, maupun biologi).

2.4 Model Pembelajaran Terpadu Tipe Connected

2.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Terpadu Tipe Connected

Pembelajaran terpadu model keterhubungan (connected model) menurut Fogarty

adalah: “model focuses on making explicit connections with each subject area,

connecting one topic to the next, connecting one concept to another, connecting a skill

to relatied skill, connecting one day’s work to the next, or even one semester’s ideas to

the next”. Pengertian tersebut menunjukkankan bahwa fokus model connected adalah

pada keterkaitan dalam seluruh bidang, keterkaitan antar topik, keterkaitan antar
42

konsep, keterkaitan antar keterampilan, mengaitkan tugas pada hari ini dengan

selanjutnya bahkan ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan ide-ide yang

dipelajari pada semester berikutnya dalam satu bidang studi.

Fogarty 1991 dalam Trianto, 2011:39 mengemukakan bahwa model

keterhubungan (connected) merupakan model integrasi studi. Model ini secara nyata

mengorganisasikan atau mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan

yang ditumbuh kembangkan dalam suatu pokok bahasan atau subpokok bahasan lain,

dalam satu bidang studi. Kaitan dapat diadakan secara spontan atau direncanakan

terlebih dahulu. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna dan efektif.

Sedangkan, menurut Hadisubroto dalam Trianto, 2011:40 bahwa pembelajaran terpadu

model Connected adalah pembelajaran yang mengaitkan satu pokok bahasan dengan

pokok bahasan berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep lain,

mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan lain, dan dapat juga mengaitkan

pekerjaan hari ini dengan pekerjaan hari berikutnya dalam suatu bidang studi.

Model pembelajaran ini menyajikan hubungan yang eksplisit di dalam suatu mata

pelajaran yaitu menghubungkan satu topik dengan topik yang lain, satu konsep ke

konsep yang lain, satu keterampilan dengan keterampilan yang lain, satu tugas ke satu

tugas yang berikutnya.

Pada pembelajaran model ini kunci utamanya adalah adanya satu usaha sadar

untuk menghubungkan bidang kajian dalam satu disiplin ilmu. Bila kita memandang

konsep koneksi ini, rincian dari satu disiplin ilmu terfokus kepada bagian-bagian yang

sebenarnya saling berhubungan. Sehingga akan terjadi serangkaian materi satu menjadi

prasarat materi berikutnya atau satu materi mendukung materi berikutnya, atau materi
43

satu menjadi prasarat atau berhubungan sehingga apa yang dipelajari menjadikan

belajar yang bermakna. Sebagai catatan kaitan antar konsep, topik, atau tema terjadi

hanya pada satu mata pelajaran.Model Connected adalah model pembelajaran terpadu

yang secara sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep

yang lain, satu topik dengan topik yang lain, satu keterampilan dengan keteramilan yag

lain, tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari

berikutnya, bahkna ide-ide yang dipelajari pada satu semester berikutnya dalam satu

bidang studi.

2.4.2 Karakteristik Model Pembelajaran Terpadu Tipe Connected

Model Keterhubungan ini lahir dari adanya gagasan bahwa sebenarnya dalam

setiap mata pelajaran berisi konten yang berkaitan antara topik dengan topik, konsep

dengan konsep dapat dikaitkan secara eksplisit. Satu mata pelajaran dapat

memfokuskan sub-sub yang saling berkaitan.

Menurut Forgarty, 1991 dalam Prabowo, 2000:15 mengemukakan bahwa model

terhubung (connected) merupakan model integrasi inter bidang studi. Model ini secara

nyata mengorganisasikan atau mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau

kemampuan yang di tumbuh kembangkan dalam suatu pokok bahasan atau sub pokok

bahasan lain, dalam suatu bidang studi. Kaitan dapat diadakan secara spontan atau
44

direncanakan terlebih dahulu. Dengan demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna

dan efektif. Dengan kata lain bahwa pembelajaran terpadu tipe connected adalah

pembelajaran yang dilakukan dengan mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok

bahasan berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep yang lain, mengaitkan satu

keterampilan dengan keterampilan yang lain, serta mengaitkan pekerjaan hari itu

dengan pekerjaan hari berikutnya dalam datu bidang studi.

Model connected dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir pembelajaran

dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu. Penguasaan butir-butir

pembelajaran tersebut merupakan keutuhan dalam membentuk kemampuan berbahasa

dan bersastra. Hanya saja pengalaman secara utuh tersebut tidak berlangsung secara

otomatis. Karena itu, guru harus menata butir-butir pembelajaran dalam proses

pembelajaranya secara terpadu. Perlu kita ketahui bahwa model connected ini masih

tetap berpusat pada masing-masing mata pelajaran, namun di dalam setiap mata

pelajaran yang diajarkan terpisah itu, guru dapat mengaitkan atau menghubungkan

antara topik atau konsep yang satu dengan yang lainnya.

Model connected menekan pada hubungan yang aksplisit di dalam masing-

masing bidang studi. Guru dapat mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok

bahasan berikutnya, melihat hubungan satu konsep dengan konsep lain, siswa

memperoleh pembelajaran secara utuh, bermakna, otentik, dan siswa terlibat langsung

dalam proses pembelajaran, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal.

Model pembelajaran terpadu tipe connected atau keterhubungan pada

prinsipnya mengupayakan adanya keterkaitan antara konsep, keterampilan, topik, ide,

kegiatan dalam suatu bidang studi. Model ini tidak melatih siswa untuk melihat suatu
45

fakta dari berbagai sudut pandang, karena dalam model ini keterkaitan materi hanya

terbatas pada satu bidang studi saja.

Gambar 2.1: Diagram Peta Connected

Sumber: Fogarty, 1991 dalam Merlina Apasari, 2012:32

Model ini menghubungkan beberapa materi, atau konsep yang saling

berkaitan dalam satu bidang studi. Materi yang terpisah-pisah akan tetapi mempunyai

kaitan, dengan sengaja dihubungkan dan dipadukan dalam sebuah topik tertentu.

Sebagai contoh guru menghubungkan atau menggabungkan konsep matematika

tentang uang dengan konsep jual beli, untung rugi, simpan pinjam, dan bunga.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

terpadu model connected adalah pembelajaran mengintegrasikan satu konsep,

keterampilan, atau kemampuan yang ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok

bahasan atau subpokok bahasan lain, dalam satu bidang studi.

Di sini penulis mengambil model connected untuk dijadikan model dalam

pembuatan bahan ajar, karena model ini secara nyata mengorganisasikan atau

mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang ditumbuh

kembangkan dalam suatu pokok bahasan atau subpokok bahasan lain, dalam satu
46

bidang studi, jadi penulis merasa perlu memperkenalkan model pembelajaran terpadu

khususnya model connected.

Gambar 2.2: Diagram Pembelajaran Terpadu Tipe Connected keterkaitan Fisika, dengan

Biologi dan Kimia.

2.4.3 Kelebihan Model Keterhubungan (Connected)

Kelebihan dari model pembelajaran ini adalah peserta didik memperoleh

gambaran secara menyeluruh tentang suatu konsep sehingga transfer pengetahuan

akan sangat mudah karena konsep-konsep pokok dikembangkan terus-menerus. Secara

umum proses pembelajaran sebagai suatu sistem dipengaruhi oleh tiga faktor masukan,

yaitu raw input, instrumental input, dan environmental input. Demikian halnya dengan

pembelajaran terpadu connected, maka sistem itu dapat digunakan. Raw input terdiri

dari guru dan peserta didik, maksudnya kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan

sangat dipengaruhi oleh pemahaman dan pengetahuan guru tentang pembelajaran

terpadu model connected maupun pengalaman mengajar guru. Selanjutnya


47

kemampuan, sikap, minat dan motivasi merupakan faktor peserta didik yang akan

berpengaruh pada kegiatan pembelajaran. Instrumental input merupakan acuan dalam

pengembangan pembelajaran terpadu model connected, berdasarkan pada undang-

undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri (Kurikulum, SKL, dan SKKD) maka

guru mengembangkan model pembelajaran. Dalam enviromental input, lingkungan yang

berpengaruh pada kegiatan pembelajaran adalah ketersediaan sarana prasarana dan

dukungan dari masyarakat baik moral maupun material (Nurrudin Hidayat, 2009:18).

Contoh: Guru menghubungkan/menggabungkan konsep matematika tentang uang

dengan konsep jual beli, untung rugi, simpan pinjam, dan bunga. Guru menghubungkan

konsep pecahan dengan desimal, dan pecahan dengan uang, tingkatan, pembagian,

rasio, dan sebagainya dari pemaduan pembelajaran. Beberapa kelebihan dari model

terhubung (connected) adalah sebagai berikut:

1. Bagi Guru

a. Guru dapat melihat gambaran yg menyeluh dan kemampuan atau indikator yg

digabungkan sehingga kegiatan siswa lebih terarah untuk mencapai

kemampuan tersebut.

b. Guru dapat menghubungkan ide-ide dlm satu disiplin ilmu.

2. Bagi Siswa

a. Dampak positif dari mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah peserta

didik memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang

terfokus pada suatu aspek tertentu.

b. Peserta didik dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus

menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi.


48

c. Menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan bagi

peserta didik untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta

mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga memudahkan untuk

terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah.

d. Adanya hubungan antar ide-ide dalam satu mata pelajaran, anak akan

memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari konsep yang dijelaskan

dan peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman, tinjauan,

memperbaiki dan mengasimilasi gagasan secara bertahap.

Hadisubroto, dalam Trianto mengemukakan keunggulan model keterhubungan

(connected). Keunggulan dari model ini adalah:

1) Dengan adanya hubungan atau kaitan antara gagasan di dalam satu bidang

studi, peserta didik-peserta didik mempunyai gambaran yang lebih

komprehensif dari beberapa aspek tertentu mereka pelajari secara lebih

mendalam

2) Konsep-konsep kunci dikembangkan dengan waktu yang cukup sehingga lebih

dapat dicerna oleh peserta didik.

3) Kaitan-kaitan dengan sejumlah sasaran di dalam satu bidang studi

memungkinkan peserta didik untuk dapat mengkonseptualisasi kembali dan

megasimilasi gagasan secara bertahap

4) Pembelajaran terpadu model keterhubungan tidak mengganggu kurikulum

yang sedang berlaku.

2.4.4 Kelemahan Model Keterhubungan (Connected)


49

Di samping mempunyai kelebihan, model terhubung ini juga mempunyai

kekurangan sebagai berikut:

1. Bagi Guru

a. Tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran

tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar

bidang studi

b. Memadukan ide-ide dalam satu bidang studi, maka usaha untuk

mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan.

c. Model ini belum memberikan gambaran yang menyeluruh karena belum

menggabungkan bidang-bidang pengembangan/mata pelajaran lain.

2. Bagi Siswa

a. Bagi siswa yang mempunyai kemampuan yang rendah, maka akan

sedikitkesulitan dalam mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta

mengasimilasi ide-ide secara terus menerus.

Dalam mengolah suatu pengetahuan, tidak jarang siswa merasa kesulitan untuk

memadukan topik-topik, konsep-konsep, maupun ide-ide dalam satu mata pelajaran,

walaupun guru sudah berusaha memadukannya sesuai dengan karakteristik disiplin

ilmu.

2.5 Pengertian Modul sebagai Bahan Ajar Cetak


50

Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari

secara mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga media untuk belajar

mandiri karena didalamnya telah dilengkapi dengan petunjuk untuk belajar sendiri.

Artinya pembaca dapat melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran pengajar secara

langsung (Syamsudin, 2005:168). Modul merupakan salah satu media pembelajaran

yang berbentuk naskah atau media cetak yang sering digunakan oleh guru dan siswa

dalam kegiatan belajar. Modul dirumuskan sebagai salah satu unit yang lengkap yang

berdiri sendiri, terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu

para siswa dalam mencapai tujuan belajar yang telah dirumuskan secara spesifik dan

operasional. Modul digunakan sebagai pengorganisasian materi pembelajaran yang

memperlihatkan fungsi pendidikan. Strategi pengorganisasian materi pembelajaran

mengacu pada upaya untuk menunjukkan kepada siswa keterkaitan antara fakta,

konsep, prosedur dan prinsip yang terkandung pada materi pembelajaran. Untuk

merancang materi pembelajaran, terdapat lima kategori kapabilitas yang dapat

dipelajari oleh siswa, yaitu informasi verbal, keterampilan, intelektual, strategi kognitif,

sikap dan keterampilan motorik. Strategi pengorganisasian materi pembelajaran terdiri

dari tiga tahapan proses berfikir, yaitu pembentukan konsep, interpretasi konsep dan

aplikasi prinsip. Strategi-strategi tersebut memegang peranan penting dalam mendesain

pembelajaran.

Kegunaannya dapat membuat siswa lebih tertarik dalam belajar yang secara

otomatis dapat meningkatkan hasil belajar (Herawati, 2013:80). Dari beberapa pendapat

di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian modul adalah salah satu bentuk bahan ajar

cetak yang dirancang secara terstruktur dan sistematis untuk membantu proses

pembelajaran, dapat digunakan secara mandiri


51

oleh peserta pembelajaran karena modul dilengkapi dengan petunjuk untuk belajar

sendiri. Dalam hal ini, siswa dapat melakukan kegiatan belajar sendiri tanpa kehadiran

pengajar secara langsung.

2.5.1 Ciri-ciri Modul

Ciri-ciri atau karakteristik modul sesuai dengan pedoman penulisan modul yang

dikeluarkan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2003 (Lestari,

2013:2-3), sebagai berikut:

1. Self Instructional; yaitu mampu membelajarkan siswa secara mandiri. Melalui

modul tersebut seseorang atau peserta belajar mampu membelajarkan diri

sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self

instruksional, maka dalam modul harus:

a) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas.

b) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/spesifik

sehingga memudahkan belajar secara tuntas.

c) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan

materi pembelajaran.

d) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan

pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya.

e) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dnegan suasana atau

konteks tugas dan lingkungan penggunanya.

f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif


52

g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran

h) Terdapat instrument penilaian/assessment, yang memungkinkan penggunaan

diklat.

i) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau

mengevaluasi tingkat penguasaan materi

j) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya mengetahui

tingkat penguasaan materi, dan tersedia informasi tentang pengayaan atau

referensi yang mendukung materi pembelajaran.

2. Self Contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi

atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh.

Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar

mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam

satu kesatuan yang utuh.

3. Stand alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak

tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan

media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar tidak

tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari dan

atau mengerjakan tugas pada modul tersebut.

4. Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap

perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat

menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel

digunakan. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat

digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.


53

5. User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap

instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat

dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon,

mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana,

mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan

merupakan salah satu bentuk user friendly.

Selain itu, ciri-ciri modul menurut Herawati (2013:83) sebagai berikut:

a. Didahului oleh pernyataan sasaran belajar.

b. Pengetahuan disusun sedemikian rupa, sehingga dapat mengaktifkan partisipasi

siswa.

c. Memuat sistem penilaian berdasarkan penguasaan.

d. Memuat semua unsur bahan pelajaran dan semua tugas pelajaran.

e. Mengarah pada suatu tujuan belajar tuntas.

Keuntungan yang diperoleh dari pembelajaran dengan penerapan modul dari ciri-

ciri tersebut, adalah:

a. Peningkatan motivasi siswa, karena setiap kali mengerjakan tugas pelajaran

yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.

b. Setelah dilakukan evaluasi, guru dan siswa mengetahui benar pada modul yang

mana siswa telah berhasil dan pada bagian modul yang mana siswa belum

berhasil.

c. Siswa mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya.

d. Bahan pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester.


54

e. Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun menurut

jenjang akademik.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diyakini bahwa pembelajaran

menggunakan modul secara efektif akan dapat mengubah konsepsi siswa menuju

konsep ilmiah, yang diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkatkan baik dari

segi kualitas maupun kuantitas.

2.5.2 Komponen Modul

Komponen-komponen modul mencakup tiga bagian (Marwarnard, 2011:4), yaitu

bagian pembuka, inti, dan penutup dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Bagian pembuka

a) Judul

Judul modul perlu menarik dan memberi gambaran tentang materi yang

dibahas.

b) Daftar Isi

Daftar isi menyajikan topik-topik yang dibahas. Topik-topik tersebut diurutkan

berdasarkan urutan kemunculan dalam modul.

c) Peta Informasi

Modul perlu menyertakan peta Informasi. Pada daftar isi akan terlihat topik apa

saja yang dipelajari, tetapi tidak terlihat kaitan antar topik tersebut. Pada peta

informasi akan diperlihatkan kaitan antar topik-topik dalam modul. Peta


55

informasi yang disajikan dalam modul dapat saja menggunakan diagram isi

bahan ajar yang telah dipelajari sebelumnya.

d) Daftar Tujuan Kompetensi Umum

Penulisan tujuan kompetensi membantu pembelajar untuk mengetahui

pengetahuan, sikap, atau keterampilan apa yang dapat dikuasai setelah

menyelesaikan pelajaran.

2. Bagian Inti (Kegiatan Belajar)

a. Pendahuluan/Tinjauan Umum Materi

Pendahuluan pada suatu modul berfungsi untuk; (1) memberikan gambaran

umum mengenai isi materi modul, (2) meyakinkan pembelajar bahwa materi

yang akan dipelajari dapat bermanfaat bagi mereka, (3) meluruskan harapan

pembelajar mengenai materi yang akan dipelajari, (4) mengaitkan materi yang

telah dipelajari dengan materi yang akan dipelajari, (5) memberikan petunjuk

bagaimana mempelajari materi yang akan disajikan. Dalam pendahuluan dapat

saja disajikan peta informasi mengenai materi yang akan dibahas dan daftar

tujuan kompetensi yang akan dicapai setelah mempelajari modul.

b. Hubungan Dengan Materi atau Pelajaran Yang Lain

Materi pada modul sebaiknya lengkap, dalam arti semua materi yang perlu

dipelajari tersedia dalam modul. Bila materi tersebut tersedia pada buku teks

maka arahan tersebut dapat diberikan dengan menuliskan judul dan pengarang

buku teks tersebut.

c. Uraian Materi
56

Uraian materi merupakan penjelasan secara terperinci tentang materi

pembelajaran yang disampaikan dalam modul. Organisasikan isi materi

pembelajaran dengan urutan dan susunan yang sistematis, sehingga

memudahkan pembelajar memahami materi pembelajaran. Apabila materi yang

akan dituangkan cukup luas, maka dapat dikembangkan ke dalam beberapa

Kegiatan Belajar (KB). Setiap KB memuat uraian materi, penugasan, dan

rangkuman. Organisasi materi kegiatan belajar antara judul, sub judul dan

uraian harus yang mudah untuk diikuti oleh pembelajar. Pemberian judul atau

penjudulan merupakan alat bantu bagi pembaca modul untuk mempelajari

materi yang disajikan dalam bentuk teks tertulis.

d. Penugasan

Penugasan dalam modul perlu untuk menegaskan kompetensi apa yang

diharapkan setelah mempelajari modul. Penugasan juga menunjukkan kepada

pebelajar bagian mana dalam modul yang merupakan bagian penting.

e. Rangkuman

Rangkuman merupakan bagian dalam modul yang menelaah hal-hal pokok

dalam modul yang telah dibahas. Rangkuman diletakkan pada bagan akhir

modul.

3. Bagian Penutup

a. Glosarium atau daftar istilah

Glosarium berisikan definisi-definisi konsep yang dibahas dalam modul.

Definisi tersebut dibuat ringkas dengan tujuan untuk mengingat kembali

konsep yang telah dipelajari.


57

b. Tes Akhir

Tes akhir merupakan latihan yang dapat pembelajar kerjakan setelah

mempelajari suatu bagian dalam modul. Aturan umum untuk tes akhir ialah

bahwa tes tersebut dapat dikerjakan oleh pembelajar.

c. Indeks

Indeks memuat istilah-istilah penting dalam modul serta halaman di mana

istilah tersebut ditemukan. Indeks perlu diberikan dalam modul supaya

pebelajar mudah menemukan topik yang ingin dipelajari. Indeks perlu

mengandung kata kunci yang kemungkinan pembelajar akan mencarinya.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran dengan menggunakan modul lebih

mempermudah siswa karena terdapat peta informasi atau panduan belajar sehingga

siswa lebih tertarik dan termotivasi untuk belajar secara mandiri.

2.5.3 Konsep Penyusunan Bahan Ajar berupa Modul IPA Terpadu

Bahan ajar disusun sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditentukan, agar

nantinya bahan ajar yang disusun dapat menjadi bahan ajar yang tepat guna. Menurut

Widodo dan Jasmadi (2008:6) bahan ajar harus dikembangkan sesuai dengan kaidah-

kaidah pengembangan bahan ajar. Rambu-rambu yang harus dipatuhi dalam pembuatan

bahan ajar adalah:


58

a. Bahan ajar harus disesuaikan dengan peserta didik yang sedang mengikuti

proses belajar mengajar.

b. Bahan ajar dharapkan mampu mengubah tingkah laku peserta didik.

c. Bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan dan

karakteristik diri.

d. Program belajar mengajar yang akan dilangsungkan.

e. Didalam bahan ajar telah mencakup tujuan tujuan kegiatan pembelajaran yang

spesifik.

f. Guna mendukung ketercapain tujuan, bahan ajar harus memuat materi

pembelajaran secara rinci, baik untuk kegiatan dan latihan.

g. Terdapat evaluasi sebagai umpan balik dan alat untuk mengukur tingkat

keberhasilan peserta didik.

Pembuatan bahan ajar berupa modul ajar harus bertujuan untuk memperjelas

dan mempermudah penyajian agar tidak bersifat sangat verbal. Modul juga harus

mampu mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera , baik siswa atau peserta

didik, maupun bagi pendidik itu sendiri. Pemakaian modul ajar harus dapat digunakan

secara tepat dan bervariasi, misalnya meningkatkan motivasi dan semangat belajar

peserta didik, mengembangkan kemampuan peserta didik untuk dapat berinteraksi

langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya. Bahan ajar juga diharapkan

membuat peserta didik mampu mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

Proses penyusunan materi pembelajaran dalam penulisan bahan ajar, harus disusun

secara sistematis sehingga bahan ajar tersebut dapat menambah pengetahuan dan

kompetensi peserta didik secara baik dan efektif. Penulisan bahan ajar merupakan

proses penyusunan materi pembelajaran yang dikemas secara sistematis sehingga siap
59

dipelajari oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi atau sub kompetensi.

Penyusunan bahan ajar mengacu pada kompetensi yang terdapat dalam Rencana

Kegiatan Belajar-Mengajar, atau garis-garis besar program pendidikan dan pelatihan,

atau unit kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja yang telah dikembangkan.

Pengembangan bahan ajar bagi peserta didik mencakup pengetahuan, ketrampilan, dan

sikap yang dipersyaratkan untuk menguasai suatu kompetensi.

Untuk menghasilkan bahan ajar yang mampu memerankan fungsi dan perannya

dalam pembelajaran yang efektif, bahan ajar perlu dirancang dan dikembangkan dengan

mengikuti kaidah-kaidah elemen yang mensyaratkannya. Elemen-elemen yang harus

dipenuhi dalam menyusun bahan ajar, antara lain konsistensi, format, dan organisasi,

spasi atau halaman kosong. Jadi bahan ajar selayaknya hadir untuk memudahkan

pembaca untuk mendapat informasi dengan sejelas-jelasnya.

a.) Konsistensi

Konsistensi harus dipenuhi dalam hal bentuk dan huruf dari setiap halaman.

Disarankan untuk tidak menggunakan terlalu banyak variasi dalam bentuk dan

ukuran huruf. Kerapian dalam setiap halaman terlihat pada jarak spasi yang

konsisten, misalnya antar judul dengan isi (baris pertama), atau judul dengan

subjudul, dan sub-judul dengan isi sub-judul, dan seterusnya. Konsistensi

dalam pemakaian spasi akan membuat pembaca lebih terarah, membaca isi dari

judul atau isi dari sub-judul, dan sebagainya. Selain konsisten tentang bentuk

huruf, ukuran, dan spasi sebuah bahan ajar hendaknya konsisten juga dalam

menetapkan batas (margin) dari pengetikan. Pemilihan bentuk huruf dan

ukuran huruf hendaknya mempertimbangkan kemudahan bagi peserta didik


60

untuk membacanya sesuai dengan karakteristik pembaca atau peserta didik.

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya tarik terhadap bahan ajar tersebut.

b.) Format

Konsistensi diharapkan juga menggunakan format yang sesuai, baik format

kolom (bentuk kolom tunggal atau bentuk loran atau multi kolom) dan juga

format paragraf yang sesuai.

c.) Organisasi

Bahan ajar yang terorganisasi dengan baik akan memudahkan dan

meningkatkan semangat peserta didik untuk membaca atau belajar

menggunakan bahan ajar tersebut. Materi pembelajaran harus terorganisasi

dengan baik, dalam arti membuat materi pembelajaran yang terdapat dalam

bahan ajar tersusun secara sistematis. Secara umum pengorganisasian antara isi

materi dan ilustrasinya (misalkan gambar, foto, peta, dan lainnya), antara

paragraf yang satu dengan lainnya, antara judul dengan sub-judul beserta

uraiannya, ditujukan bagi kemudahan peserta didik dalam memanfaatkan bahan

ajar tersebut untuk dapat belajar secara mandiri.

d.) Perwajahan

Daya tarik peserta didik terhadap bahan ajar kadang-kadang lebih banyak dari

bagian sampul, sehingga diharapkan bagian sampul diberikan gambar,

kombinasi warna, dan ukuran huruf yang serasi. Apabila peserta didik sudah

mulai membaca atau menggunakan bahan ajar tersebut, maka untuk

mempertahankan ketertarikan atau untuk meningkatkan motivasi belajar

peserta didik, perlu diberikan gambar atau ilustrasi bahkan bahan ajar yang
61

berupa buku dapat dilengkapi dengan bahan multimedia (misalkan CD dan

lainnya) sebagai bahan komplemen dari bahan ajar yang diberikan.

Selain itu, dalam bahan ajar juga dapat diberikan tugas dan latihan yang dikemas

sehingga peserta didik tidak merasa bosan menggunakan bahan ajar tersebut. Bahan

ajar diberikan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri, untuk itu dalam bahan

ajar diharapkan adanya sebuah spasi kosong atau halaman kosong. Halaman kosong ini

dapat digunakan oleh peserta didik untuk mencatat hal-hal penting yang didapatkan

ketika menggunakan bahan ajar, juga dapat digunakan oleh peserta didik untuk

beristirahat dalam proses belajar. Penempatan halaman kosong harus diberikan secara

proporsional.

2.6 Penelitian dan Pengembangan

2.6.1 Hakikat Penelitian Pengembangan

Penelitian pengembangan disebutkan sebagai penelitian dan pengembangan

(research and development). Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa penelitian

pengembangan merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan

produk tertentu dan menguji kelayakan produk tersebut (Herlanti). Penelitian

pengembangan (R&D) adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk

mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada,

yang dapat dipertanggung jawabkan. Sugiyono menambahkan produk-produk


62

pendidikan yang dihasilkan dapat berupa kurikulum yang spesifik untuk keperluan

pendidikan tertentu, metode mengajar, media pendidikan, buku ajar, modul,

kompetensi tenaga kependidikan, sistem evaluasi, model uji kompetensi, penataan

ruang kelas untuk model pembelajaran tertentu, model unit produksi, model

manajemen, sistem pembinaan pegawai, sistem penggajian dan lain-lain (Herlanti,

2014). Senada dengan ini, Sukmadinata (2008), mengemukakan bahwa penelitian dan

pengembangan (R&D) merupakan pendekatan penelitian untuk menghasilkan produk

baru atau menyempurnakan produk yang telah ada (Sry Haryati, 2012). Produk yang

dihasilkan bisa berbentuk software maupun hardware. Produk software seperti program

komputer untuk pembelajaran dikelas, perpustakaan atau laboratorium, ataupun

model-model pendidikan, pembelajaran pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen,

dan sebagainya. Sedangkan produk hardware seperti buku, modul, alat bantu

pembelajaran dikelas, dan laboratorium, paket atau program pembelajaran. Penelitian

dan pengembangan berbeda dengan penelitian biasa yang hanya menghasilkan saran-

saran bagi perbaikan, penelitian dan pengembangan menghasilkan produk yang

langsung bisa digunakan. Karakteristik dari R&D, Brog and Gall (1989) dalam Farida

Nursyahidah, 2012:4, yaitu:

1. Studying research findings pertinent to the product to be develop Artinya,

melakukan studi atau penelitian awal untuk mencari temuantemuan penelitian

terkait dengan produk yang akan dikembangkan.

2. Developing the product base on this findings Artinya, mengembangkan produk

berdasarkan temuan penelitian tersebut.


63

3. Field testing it in the setting where it will be used eventually Artinya

dilakukannya uji lapangan dalam seting atau situasi senyatanya dimana produk

tersebut nantinya digunakan

4. Revising it to correct the deficiencies found in the field-testing stag Artinya,

melakukan revisi untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang di temukan

dalam tahap-tahap uji lapangan.

Dari empat ciri utama R&D tersebut, memberikan gambaran bahwa ciri utama R&D

adalah adanya langkah-langkah penelitian awal tekait dengan produk yang akan

dikembangkan.

2.6.2 Tahapan-tahapan Penelitian Pengembangan

Dalam Farida Nursyahidah, 2012:12, terdapat 10 tahapan penggunaan

metode pengembangan menurut Borg and Gall, yaitu:

1. Research and information collecting, termasuk dalam langkah ini antara lain

studi literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, pengukuran

kebutuhan, penelitian dalam skala kecil, dan persiapan untuk merumuskan

kerangka kerja penelitian;

2. Planning, termasuk dalam langkah ini menyusun rencana penelitian yang

meliputi merumuskan kecakapan dan keahlian yang berkaitan dengan

permasalahan, menentukan tujuan yang akan dicapai pada setiap tahapan,

desain atau langkah-langkah penelitian dan jika mungkin/diperlukan

melaksanakan studi kelayakan secara terbatas;

3. Develop preliminary form of product, yaitu mengembangkan bentuk

permulaan dari produk yang akan dihasilkan. Termasuk dalam langkah ini
64

adalah persiapan komponen pendukung, menyiapkan pedoman dan buku

petunjuk, dan melakukan evaluasi terhadap kelayakan alat-alat pendukung.

Contoh: pengembangan bahan pembelajaran, proses pembelajaran dan

instrumen evaluasi;

4. Preliminary field testing, yaitu melakukan ujicoba lapangan awal dalam skala

terbatas, dengan melibatkan 1 sampai dengan 3 sekolah, dengan jumlah 6-12

subyek. Pada langkah ini pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan

dengan cara wawancara, observasi atau angket;

5. Main product revision, yaitu melakukan perbaikan terhadap produk awal

yang dihasilkan berdasarkan hasil ujicoba awal. Perbaikan ini sangat mungkin

dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan hasil yang ditunjukkan dalam

ujicoba terbatas, sehingga diperoleh draft produk (model) utama yang siap

diuji coba lebih luas.

6. Main field testing, biasanya disebut ujicoba utama yang melibatkan khalayak

lebih luas, yaitu 5 sampai 15 sekolah, dengan jumlah subyek 30 sampai

dengan 100 orang .Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif, terutama

dilakukan terhadap kinerja sebelum dan sesudah penerapan ujicoba. Hasil

yang diperoleh dari ujicoba ini dalam bentuk evaluasi terhadap pencapaian

hasil ujicoba (desain model) yang dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Dengan demikian pada umumnya langkah ini menggunakan rancangan

penelitian eksperimen;
65

7. Operational product revision, yaitu melakukan perbaikan/penyempurnaan

terhadap hasil ujicoba lebih luas, sehingga produk yang dikembangkan sudah

merupakan desain model operasional yang siap divalidasi;

8. Operational field testing, yaitu langkah uji validasi terhadap model

operasional yang telah dihasilkan. Dilaksanakan pada 10 sampai dengan 30

sekolah melibatkan 40 sampai dengan 200 subyek. Pengujian dilakukan

melalui angket, wawancara, dan observasi dan analisis hasilnya. Tujuan

langkah ini adalah untuk menentukan apakah suatu model yang

dikembangkan benar-benar siap dipakai di sekolah tanpa harus dilakukan

pengarahan atau pendampingan oleh peneliti/pengembang model;

9. Final product revision, yaitu melakukan perbaikan akhir terhadap model yang

dikembangkan guna menghasilkan produk akhir (final);

10. Dissemination and implementation, yaitu langkah menyebarluaskan

produk/model yang dikembangkan kepada khalayak/masyarakat luas,

terutama dalam kancah pendidikan. Langkah pokok dalam fase ini adalah

mengkomunikasikan dan mensosialisasikan temuan/model, baik dalam

bentuk seminar hasil penelitian, publikasi pada jurnal, maupun pemaparan

kepada stakeholders yang terkait dengan temuan penelitian.

Sedangkan, menurut Dick & Carey dalam Farida Nursyahidah, 2012:17

mengemukakan tahapan-tahapan lengkapnya sebagai berikut:

1. Analisis Kebutuhan dan Tujuan (Identity Instructional Goal (s)).

Melakukan analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan program atau produk yang

akan dikembangkan. Kegiatan analis kebutuhan ini peneliti mengidentifikasi


66

kebutuhan prioritas yang segera perlu dipenuhi. Dengan mengkaji kebutuhan,

pengembang akan mengetahui adanya suatu keadaan yang seharusnya ada (what

should be) dan keadaan nyata atau riil di lapangan yang sebenarnya (what is).

Dengan  cara “melihat” kesenjangan atau gap yang terjadi, pengembangan mencoba

menawarkan suatu alternatif pemecahan dengan cara mengembangkan suatu

produk atau desain tertentu. Tentu saja, rencana yang akan dilakukan itu dilandasi

dari segi teori dan kajian empiris yang sudah ada sebelumnya, bahwa hal tersebut

memang patut atau layak dilakukan atau diadakan pengkajian lebih luas lagi. Dengan

kata lain, bahwa berdasarkan analisis ini pula, pengembangan mengetengahkan

suatu persoalan atau kesenjangan dan sekaligus menawarkan solusinya.

2. Melakukan Analisis Instruksional (Conduct Instructional Analysis).

Apabila yang dipilih adalah latar pembelajaran, maka langkah berikutnya

pengembangan melakukan analisis pembelajaran, yang mencakup ketrampilan,

proses, prosedur, dan tugas-tugas belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal-

hal apa saja yang menjadi kebutuhan yang dirasakan “felt need”, perlu diidentifikasi

dan selanjutnya diungkapkan dalam rancangan produk atau desain yang ingin

dikembangkan. Ini menjadi spesifikasi suatu produk atau desain yang akan

dikembangkan lebih lanjut dan memiliki kekhasan tersendiri.

3. Analisis Pembelajar dan Konteks (Analyze Learners and Contexts).

Analisis ini bisa dilakukan secara simultan bersamaan dengan analisis pembelajaran

di atas, atau dilakukan setelah analisis pembelajaran. Menganalis pembelajar dan

konteks, yang mencakup kemampuan, sikap, karakteristik awal pembelajar dalam

latar pembelajaran. Dan juga termasuk karakteristik latar pembelajaran tersebut di


67

mana pengetahuan dan keterampilan baru akan digunakan untuk merancang strategi

instrusional.

4. Merumuskan Tujuan Performasi (Write Performance Objectives).

Merumuskan tujaun performasi atau untuk kerja dilakukan setelah analisis-analisis

pembelajar dan konteks. Merumuskan tujuan untuk kerja, atau operasional.

Gambaran rumusan oprasional ini mencerminkan tujuan khusus program atau

produk, prosedur yang dikembangkan. Tujuan ini secara spesifik memberikan

informasi untuk mengembangkan butir-butir tes. Pengembang melakukan

penerjemahan tujuan umum atau dari standar kompetensi yang telah ada ke dalam

tujuan khusus yang lebih operasional dengan indikator-indikator tertentu.

5. Mengembangkan Instrumen (Develop Assesment Instruments).

Langkah berikutnya adalah mengembangkan instrumen assessment,  yang secara

langsung berkaitan dengan tujuan khusus, operasional. Tugas mengembangkan

instrumen ini menjadi sangat penting. Karena instrumen dalam hal ini bisa berkaitan

langsung dengan tujuan operasional yang ingin dicapai berdasarkan indikator-

indikator tertentu, dan juga instrumen untuk mengukur perangkat produk atau

desain yang dikembangkan. Instrumen yang berkaitan dengan tujuan khusus berupa

tes hasil belajar, sedangkan instrumen yang berkaitan dengan perangkat produk atau

desain yang dikembangkan dapat berupa kuesioner atau daftar cek.

6. Mengembangkan Strategi Instruksional (Develop Instructional Strategy).

Mengembangkan strategi instruksional, yang secara spesifik untuk membantu

pembelajar untuk mencapai tujuan khusus. Strategi instruksional tertentu yang

dirancang khusus untuk mencapai tujuan dinyatakan secara eksplisit oleh


68

pengembang. Strategi pembelajaran yang dirancang ini juga berkaitan dengan

produk atau desain yang ingin dikembangkan. Sebagai contoh, apabila pengembang

ingin membuat produk media gambar, maka strategi apa yang dipakai untuk

membuat mempresentasikan media gambar tersebut. Apabila pengembang ingin

mengembangkan suatu desain pembelajaran tertentu, maka strategi apa yang cocok

dan dipilih untuk menunjang desain tersebut. Jadi dengan pendek kata, peranan

strategi tetap sangat penting dalam kaitannya dengan proses pengembangan yang

ingin dilakukan.

7. Mengembangkan dan Memilih Material Instruksional (Develop and Select

Instructional Materials).

Langkah ini merupakan kegiatan nyata yang dilakukan oleh pengembang.

Mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran, yang dalam hal ini dapat berupa:

bahan cetak, manual baik untuk pembelajar maupun pembelajaran, dan media lain

yang dirancang untuk mendukung pencapaian tujuan. Produk atau desain yang

dikembangkan berdasarkan tipe, jenis, dan model tertentu perlu diberikan argumen

atau alasan mengapa memilih dan mengembangkan berdasarkan tipe atau model

tersebut. Alasan memilih tipe atau model tersebut biasanya dikemukakan dalam

subbagian model pengembangan.

8. Merancang dan Melakukan Evaluasi Formatif (Design and Conduct Formative

Evaluation of Instruction).

Merancang dan melakukan evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan oleh

pengembang selama proses, prosedur, program atau produk dikembangkan. Atau,


69

evaluasi formatif ini dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung dengan

maksud untuk mendukung proses peningkatan efektivitas.

Dalam kondisi tertentu, pengembang cukup sampai pada langkah ini Dick & Carey

merekomendasikan suatu proses evaluasi formatif yang terdiri dari tiga langkah:

 Uji coba prototipe bahan secara perorangan (one-to-one trying out); uji coba

perorangan ini dilakukan untuk memperoleh masukan awal tentang produk atau

rancangan tertentu. Uji coba perorangan dilakukan kepada subjek 1-3 orang. Setelah

itu dilakukan uji coba perorangan, produk, atau rancangan revisi.

 Uji coba kelompok kecil (small group tryout). Uji coba ini melibatkan subjek yang

terdiri atas 6-8 subjek. Hasil uji coba kelompok kecil ini dipakai untuk melakukan

revisi produk atau rancangan.

 Uji coba lapangan (field tryout). Uji coba ini melibatkan subjek dalam kelas yang lebih

besar yakni sekitar 15-30 subjek (a whole class of learners). Selama uji coba ini,

pengembang melakukan observasi dan wawancara. Dengan demikian, pengembang

melakukan pendekatan kualitatif disamping data kuantitatif (hasil tes, skala sikap,

rubrik dan sebagainya). Hasil validasi dari langkah 8 inilah yang kemudian dipakai

untuk melakukan revisi di langkah selanjutnya.

9. Melakukan Revisi Instruksional (Revise Instruction).

Revisi dilakuakn terhadap proses (pembelajaran), prosedur, program, atau produk

yang dikaitkan dengan langkah-langkah sebelumnya. Revisi dilakukan  terhadap tujuh

langkah pertama yaitu mulai dari: tujuan umum pembelajaran, analisis pembelajaran,

perilaku awal, tujuan unjuk kerja atau performansi, butir tes, strategi pembelajaran

dan/atau bahan-bahan pembelajaran. Strategi instruksional ditinjau kembali dan


70

akhirnya semua pertimbangan ini dimasukkan ke dalam revisi instruksional untuk

membuatnya menjadi alat instruksional yang lebih efektif.

10. Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif (Design and Conduct

Summative Evaluation).

Hasil-hasil pada tahap revisi instruksional dijadikan dasar untuk menulis

perangkat yang dibutuhkan. Hasil perangkat tersebut selanjutnya divalidasi dan

diujicobakan atau diimplementasikan di kelas dengan evaluasi sumatif. Setelah

suatu produk, program atau proses pengembangan selesai dikembangkan,

langkah berikutnya melakukan evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif ini

dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan tingkat efektivitas produk,

program, atau proses secara keseluruhan dibandingkan dengan program lain.

2.7 Kerangka Berpikir

Pada kenyataan dilapangan, pembelajaran IPA Terpadu sering dianggap

sulit oleh peserta didik. Padahal materi-materi dalam IPA Terpadu sangat penting

untuk diketahui oleh peserta didik, karena yang dipelajari tentang alam sekitar,

diri sendiri, serta fenomena-fenomena yang sering terjadi disekitar kehidupan

manusia.

Apabila mengacu Kurikulum 2013, maka pembeljaran IPA Terpadu

sendiri dikemas menjadi satu. Namun, pada kenyataannya hal ini menjadi kendala

bagi guru dan siswa. Salah satunya adalah kenyataan dilapangan bahwa yang

mengajarkan IPA Terpadu merupakan lulusan Pendidikan Fisika dan Pendidikan

Biologi, atau Pendidikan Kimia. Selain itu, buku teks yang ada di lapangan hanya
71

menekankan penyampaian pengetahuan dengan banyak teori yang membuat siswa

sering merasa bosan dan juga masih terpisah-pisahnya materi dalam buku

tersebut, sehingga siswa juga masih sulit untuk mendapatkan suatu konsep atau

pengalaman belajar yang bermakna seperti yang diharapkan dalam konsep

pembelajaran terpadu.

Pembelajaran akan berjalan efektif apabila didukung oleh guru, siswa,

sarana, prasarana, sumber belajar, media, dan bahan ajar sebagai alat untuk

menyampaikan materi. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan upaya

untuk memberikan suatu bahan ajar cetak yang dikembangkan berdasarkan salah

satu konsep pembelajaran IPA Terpadu tipe Connected pada materi Suhu dan

Kalor, yang diharapkan dapat memudahkan siswa dalam memahami materi

pelajaran dan memudahkan guru dalam menyampaikan materi. Kerangka pikir

dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.3: Kerangka Berpikir Peneliti

Kondisi pembelajaran
IPA Terpadu
Kesulitan pembelajaran
saat ini. IPA Terpadu

Kurangnya penjelasan
guru dalam menunjukan
keterkaiatan antar fisika,
Penggunaan bahan ajar biologi, dan kimia.
dalam pembelajaran IPA
Kurangnya media
Pengembangan Terpadu sebagai upayan
pembelajaran
mempermudah proses
pembelajaran baik bagi Buku cetak yang
guru maupun peserta
didik Penggunaan Bahan Ajar
IPA Terpadu Tipe
Mempermudah guru Connected pada materi
Suhu dan Kalor
dan peserta didik
Tujuan/Hasil dalam mempelajari
keterpaduan materi
pada IPA Terpadu
72

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.6 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilakukan pada tahun ajaran 2019/2020 yaitu dengan melakukan

uji coba kelayakan hasil pengembangan pada sekolah SMPK CITRA BANGSA Kota

Kupang. Sebelum penelitian tersebut dilakukan, terlebih dahulu dilakukan validasi oleh

ahli/pakar materi dan media.

3.7 Model Rancangan Pengembangan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan atau Research

and Development (R&D). Menurut Sugiyono (2012:407) penelitian dan

pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan

produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Nana Syaodih

Sukmadinata (2006:169) mendefinisikan penelitian dan pengembangan


73

merupakan pendekatan penelitian untuk menghasilkan produk baru atau

menyempurnakan produk yang telah ada. Jadi penelitian pengembangan

merupakan metode untuk menghasilkan produk tertentu atau menyempurnakan

produk yang telah ada serta menguji keefektifan produk tersebut.

Peneliti melakukan penelitian dan pengembangan media pembelajaran

dalam bentuk Bahan Ajar IPA Terpadu Tipe Connected pada Materi Suhu dan

Kalor. Tingkat kelayakan bahan ajar diketahui melalui validasi oleh satu ahli

materi, validasi oleh satu ahli media, dan uji coba kelompok kecil oleh dua belas

siswa SMP Kelas VII, dan lanjutan ujicoba lapangan/ kelompok besar oleh 2 kelas

VII.

Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model dari

Dick & Carey dengan tahapan-tahapan pada tinjauan pustaka. Secara ringkas,

tahapannya adalah sebagai berikut: (1) Mengidentifikasikan tujuan umum

pembelajaran; (2) Melaksanakan analisis pembelajaran; (3) Mengidentifikasi tingkah

laku masukan dan karakteristik siswa; (4) Merumuskan tujuan performansi; (5)

Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan; (6) Mengembangkan strategi

pembelajaran; (7) Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran; (8) Mendesain

dan melaksanakan evaluasi formatif; (9) Merevisi bahan pembelajaran; dan (10)

Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.

Berdasarkan pendapat Dick & Carey, peneliti merumuskan tahap penelitian

yang sesuai dengan kebutuhan peneliti. Tahap yang ditempuh oleh peneliti hanya

sampai pada tahap revisi produk setelah dinilai oleh uji coba kelompok kecil dan

kelompok besar. Penelitian pengembangan ini didesain sesederhana mungkin tapi


74

tetap menampilkan karakteristik penelitian R & D, dengan alasan produk yang

dihasilkan hanya untuk menguji kelayakan dan kepraktisan produk.

3.8 Prosedur Pengembangan

Prosedur adalah rangkaian langkah pelaksanaan pekerjaan yang harus

dilaksanakan secara bertahap untuk mencapai tujuan tertentu atau menyelesaikan

suatu produk (Dewi Prawiladilaga, 2007:87). Tahap pengembangan Dick &

Carey diadaptasi ke dalam penelitian pengembangan ini menjadi 6 tahap. Peneliti

berusaha untuk menyesuaikan langkah pengembangan pembelajaran Dick &

Carey dengan langkah pengembangan bahan ajar. Penerapan langkah-langkah

pegembangannya disesuaikan dengan kebutuhan peneliti. Mengingat keterbatasan

waktu dan dana yang dimiliki oleh peneliti, sehingga langkah-langkah tersebut

disederhanakan menjadi enam langkah pengembangan.

Langkah pengembangan yang dilakukan oleh peneliti adalah:

1. Tahap Analisis Kebutuhan

Tahap analisis kebutuhan meliputi studi pustaka, dimana awalnya analisis

kebutuhan dilakukan dengan menganalisis buku-buku dan berdasarkan

pengalaman-pengalaman sebelumnya baik dari guru-gur yang mengajarkan

IPA Terpadu. Buku-buku cetak IPA Terpadu yang digunakan di bangku

Sekolah Menengah Pertama (SMP), ternyata masih menyajikan materi-materi

secara terpisah, sehingga materi fisika, biologi, dan kimia seolah-olah tidak

memiliki keterkaitan. Selain itu, ditambah lagi pengetahuan ketiga rumpun IPA

yang banyak dan kompleks. Hal ini berdampak bagi peserta didik dalam
75

mempelajari IPA Terpadu. IPA Terpadu dianggap sebagai pelajaran yang sulit

dan membosankan. Selain itu peneliti juga bertemu, bertanya dan berkonsultasi

dengan peserta didik dan ahli secara langsung, sehingga munculah ide untuk

mengembangkan suatu bahan ajar. Hasil konsultasi dengan salah seorang guru

IPA menyatakan “bahan ajar merupakan pegangan bagi siswa untuk bisa

belajar secara mandiri, untuk itu konsep keterpaduan sangat dibutuhkan dalam

mendesain bahan ajar IPA Terpadu, karena hal tersebut sangat membantu

siswa dalam memahami fisika, biologi, dan kimia sebagai suatu kesatuan ”. Hal

tersebut menjelaskan, bahan ajar IPA Terpadu dibutuhkan dalam memudahkan

siswa untuk belajar. Tujuan dari pengembangan bahan ajar ini tentunya untuk

membantu peserta didik dan juga guru dalam proses pembelajaran. Produk

yang akan dikembangkan adalah bahan ajar berupa “Modul IPA Terpadu Tipe

Connected pada materi Suhu dan Kalor”. Suhu dan Kalor merupakan materi

yang dipilih untuk dijadikan sebagai bahan kajian karena, belum ada bahan ajar

hasil pengembangan yang membahas materi ini dengan menggunakan tipe

connected, selain itu materi ini sering dianggap materi fisika yang luas dan

rumit. Sekalipun materi Suhu dan Kalor dikenal sebagai materi fisika yang

dianggap mudah oleh sebagian orang, tetapi pada kenyataannya peserta didik

masih kesulitan dalam memahaminya. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik

untuk melakukan pengembangan bahan ajar berupa Modul IPA Terpadu Tipe

Connected pada materi Suhu dan Kalor.

2. Tahap Desain Produk


76

Hasil dari analisis kebutuhan selanjutnya adalah menentukan desain produk

yang akan dikembangkan. Desain produk ini tentunya adalah sebuah bahan

ajar yang praktis dan menarik untuk membantu proses pembelajaran IPA

Terpadu. Dari materi Suhu dan Kalor, peneliti melakukan analisis KD dan IPK,

serta sub bab, dan sub pokok bahasan yang saling berkaitan, khususnya dalam

satu tahun ajaran (dua semester). Tahap desain produk kegiatannya meliputi

menentukan komponen bahan ajar, konsep penyampaian yaitu dengan modul

berbasis Connected dan pengorganisasian materi yaitu dengan menempatkan

KD & IPK bahkan sub pokok bahasan yang memiliki keterkaitan (antara fisika,

biologi, dank kimia). Selain itu, latihan soal, soal evaluasi, gambar, artikel

(pengetahuan umum yang menarik terkait materi), contoh-contoh yang

berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, serta layout bahan ajar. Tahap ini

akan menghasilkan desain produk awal berupa bahan ajar yang

sebelumnya telah dilakukan penyusunan instrumen penilaian produk untuk

dijadikan pedoman dalam mendesain produk. Selanjutnya, bahan ajar hasil

desain akan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing sebelum dinilai oleh

ahli/pakar.

3. Tahap Pengembangan Produk

Pada tahapan ini, dilakukan tahap produksi produk.

4. Tahap Validasi Produk

Tahap ini merupakan tahapan dimana produk yang sudah dibuat kemudian

divalidasi oleh ahli materi dan ahli media . Uji coba ahli melibatkan 1 orang

ahli materi pelajaran, dan 1 orang ahli media pembelajaran. Validasi produk
77

yang dilakukan terhadap ahli materi dan ahli media, dilanjutkan dengan

analisis data. Revisi produk berdasarkan penilaian ahli materi dan ahli media.

Validasi ahli materi dan ahli media sangat penting dilakukan untuk medapatkan

penilaian bahwa produk yang dikembangkan layak untuk digunakan

dilapangan.

5. Respon Siswa

Pada tahapan ini dilakukan uji kelompok kecil, dimana hal ini sangat penting

untuk melihat tingkat kelayakan produk yang dikembangkan. Uji kelompok

kecil dilakukan pada sepuluh orang siswa kelas VII SMPK CITRA BANGSA

Kupang. Hal ini sesuai dengan pendapat Dick and Carey, bahwa jumlah yang

diperlukan dalam evaluasi kelompok kecil hanya terdiri dari delapan sampai

dengan dua puluh orang. Untuk itu, peneliti menggunakan 12 siswa untuk uji

kelompok kecil dan 2 kelas untuk uji coba kelompok besar.

6. Produk Akhir

Tahap ini akan menghasilkan produk akhir berupa bahan ajar IPA Terpadi Tipe

Connected pada materi Suhu dan Kalor yang sudah direvisi berdasarkan kritik

dan saran dari ahli dan siswa sebagai praktisi. Dalam penelitian ini

pengembangan hanya sampai pada tahap evaluasi formatif. Hasil dari evaluasi

formatif dilakukan sebagai masukan untuk memperbaiki produk, sebelum

didesiminasi.

Prosedur pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Tipe Connected pada materi

Suhu dan Kalor dapat dilihat dalam bagan berikut:


78

Gambar 3.1: Prosedur pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Tipe Connected pada

materi Suhu dan Kalor yang diadaptasi dari model pengembangan Dick & Carey.

Tahap I

Melakukan analisis
Studi kebutuhan
pustaka

Tahap II

Mendesain produk pengembangan


Menentukan materi pokok Menentukan KD yang berkaitan

Tahap III

Pengembangan Produk
79

Tahap IV

Validasi
Validasi ahli materi & Analisis Revisi I
ahli media

Tahap V

Respon Siswa

Uji Kelompok kecil Analisis Revisi II

Uji Kelompok besar Analisis Revisi III

Tahap VI

Produk Bahan Ajar IPA TERPADU Tipe Connected Pada Materi Suhu dan Kalor

( Sumber: Renti Yazmar, 2011:28)

3.4 Jenis Data dan Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data berguna untuk memperoleh data yang

dibutuhkan sesuai tujuan penelitian.

1. Jenis Data

Jenis data dari serangkaian uji coba berupa data kualitatif. Data kualitatif

merupakan penilaian, tanggapan, saran-saran, dan angket yag diperoleh dari hasil

tinjauan ahli materi pelajaran, ahli desain pembelajaran, serta uji coba kelompok kecil
80

dan kolompok besar. Data-data tersebut digunakan untuk merevisi produk yang akan

dikembangkan.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data menggunakan instrumen yang sesuai dengan tahapan

penelitian. Untuk menghasilkan produk pengembangan yang berkualitas diperlukan pula

instrumen yang berkualitas dan mampu menggali apa yang dikehendaki dalam

pengembangan bahan ajar ini. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian pengembangan ini adalah angket. Angket digunakan untuk memperoleh data

penilaian produk tentang ketepatan dan kelayakan desain pembelajaran, substansi

materi, dan kemenarikan penyajian produk, dari ahli materi pelajaran, ahli media, serta

siswa.

Angket penilaian dari responden, disusun dengan menggunakan kriteria

penilaian Skala Likert. Pada skala likert, skor tertinggi pada butir 4 dan terendah 1.

Tabel 3.1: Skala Likert

Skor Penilaian Responden

4 Sangat Baik

3 Baik

2 Kurang

1 Sangat Kurang

Sumber: Direkorat Pembinaan SMA, 2010 dalam Arkadius Leukamalera 2018:86


81

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara tidak

terstruktur dan angket. Angket digunakan untuk memperoleh data dari dosen ahli dan

siswa yang kemudian akan diketahui kelayakan bahan ajar. Adapun instrumen dalam

penelitian ini dikembangkan berdasarkan aspek penilaian bahan ajar oleh Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Instrumen Ahli Materi

Tabel 3.2: Kisi–kisi instrumen penilaian ahli materi.

No Aspek Indikator Nomor Butir


Kesesuaian materi dengan KI
1,2,3
dan IPK
Keakuratan materi 4,5,6,7,8,9,10,11
1 Aspek Kelayakan Isi
Pendukung materi
12,13,14,15,16,17
pembelajaran
Kemutahiran materi 18, 19
Teknik penyajian 20,21
Aspek Kelayakan
2 Pendukung penyajian 23,24,25,26,27,28,29
Penyajian
Penyajian pembelajaran 30,31,33
Lugas 34,35,36
Komunikatif 37,38
Dialogis dan Interaktif 39,40
Kesesuaian dengan tingkat
3 Aspek Penilaian Bahasa 41,42
perkembangan peserta didik
Keruntutan dan keterpaduan
43,44
alur pikir
Penggunaan istilah dan simbol 45
Aspek Pembelajaran Pengertian Connected 46,47
4 Terpadu Tipe Karakteristik Connected
48,49,50
Connected
Jumlah 50

2. Instrumen Ahli media

Tabel 3.3: Kisi-kisi instrumen penilaian ahli media.

Nomor
No Aspek Komponen Indikator Komponen
Butir

1 Kelayakan Ukuran Modul Ukuran fisik modul 1,2


82

Tata letak kulit modul 3,4,5,6

Desain Sampul Huruf yang digunakan 7,8,9

Modul Menarik dan mudah dibaca

Ilustrasi sampul modul 10, 11

Konsistensi tata letak 12, 13

Unsur tata letak harmonis 14, 15, 16

Unsur tata letak lengkap 17, 18


Kegrafikan
Tata letak mempercepat 19, 20
Desain isi pemahaman

Modul Tipografi isi buku sederhana 21, 22

Tipografi mudah dibaca 23, 24, 25

Tipografi isi buku 26, 27

Memudahkan pemahaman

Ilustrasi isi 28, 29, 30, 31

Jumlah 31

3. Instrumen Respon Siswa

Tabel 3.4: kisi-kisi instrumen respon siswa.

Nomor
No Aspek Indikator
Butir

Kejelasan teks 1

Kejelasan gambar 2, 3, 4
1 Tampilan
Kemenarikan gambar 5

Kesesuaian gambar dengan materi 6

2 Penyajian materi Penyajian materi 7, 8, 9, 10, 11

Kemudahan memahami materi 12

Ketepatan sistematika penyajian materi 13, 14

Kejelasan kalimat 15, 16

Kejelasan simbol dan lambang 17


83

Kejelasan istilah 18

Kesesuaian contoh dengan materi 19

Kemudahan belajar 20, 21

Ketertarikan menggunakan bahan ajar 22


3 Manfaat
berbentuk modul

Peningkatan motivasi belajar 23

Jumlah Butir 23

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data kelayakan bahan ajar yang berasal dari dosen ahli dan peserta

didik. Validasi bahan ajar dilakukan dengan analisis data bahan ajar oleh ahli mareri yang

meliputi aspek kelayakan isi, kelayakan penyajian, dan penilaian kebahasaan. Data

angket kelayakan bahan ajar menggunakan skala likert.

Hasil analisis kelayakan bahan ajar ini nantinya akan berupa skor yang dikonversi

terlebih dahulu menjadi persentase masing-masing kategori yang terdapat pada aspek

kelayakan bahan ajar.

Rumus yang digunakan adalah:

P=
∑ X × 100 %
∑ Xi
dengan,

P : Presentase yang dicari

∑X : Skor penilai/ responden

∑Xi : Skor ideal


84

Nilai masing-masing aspek tersebut kemudian akan dibandingkan dengan

kriteria nilai kelayakan yang diadaptasi dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

seperti pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5: Persentase Skor Kelayakan Bahan Ajar

Presentase (%) Kriteria


25–39 Tidak Layak
40–45 Kurang Layak
55–69 Cukup Layak
70–84 Layak
85–100 Sangat Layak
Sumber: Slavin, 1992 dalam Timbul Siagian, 2016:58

BAB IV
HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN
85

4.1 Hasil Pengembangan

Hasil pengembangan bahan ajar ini berupa sebuah modul IPA Terpadu

berbasis pembelajaran IPA Terpadu Model Connected, pada materi pembelajaran

Suhu dan Kalor. Pengembangan bahan ajar ini dimaksudkan untuk menghasilkan

produk berupa modul yang layak untuk siswa kelas VII SMP gunakan sebagai

media pembelajaran. Pengembangan bahan ajar ini dilakukan dengan dasar

pemikiran bahwa bahan ajar merupakan komponen penting dalam proses

pembelajaran apalagi pembelajaran terpadu. Produk yang dihasilkan berjudul

“Modul IPA TERPADU Berbasis Connected Materi Suhu dan Kalor Untuk SMP/

MTs Kelas VII”, yang menyajikan keterkaitan antara rumpun ilmu dalam mata

pelajaran IPA Terpadu yaitu biologi, kimia, dan fisika. Dibangku SMP, IPA lebih

banyak membahas tentang materi biologi dan fisika, sehingga hadirnya bahan ajar

ini juga dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau memperkenalkan kimia

sebagai bagian dari rumpun ilmu IPA Terpadu. Materinya pun sebenarnya juga

sudah dirancang untuk dipelajari oleh peserta didik dibangku SMP, hanya sering

kali kurang diperjelas oleh guru bahkan masih sulit diterima siswa dalam proses

pembelajaran dengan baik.

Proses pengembangan bahan ajar ini mengikuti desain pengembangan

Dick and Carey dengan sedikit modifikasi/ penyesuaian sesuai kebutuhan,

dengan tahapan-tahapan yang dijelaskan sebagai berikut:

4.1.1 Tahap Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan dilakukan terkait beberapa hal penting yang perlu

diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran IPA Terpadu dibangku SMP yaitu:


86

1. Peserta didik kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran IPA Terpadu,

apalagi IPA Fisika.

2. Pengajaran IPA Terpadu secara terpisah (untuk materi biologi, diajarkan oleh

lulusan biologi sedangkan materi fisika, diajarkan oleh lulusan fisika),

menjadi kendala bagi siswa untuk menyerap materi secara optimal.

3. Buku-buku cetak IPA Terpadu yang digunakan di bangku Sekolah

Menengah Pertama (SMP) menyajikan materi-materi secara terpisah.

4. Materi yang diajarkan banyak dan kompleks, sedangkan alokasi waktu

disekolah masih terbatas, karena tidak semua peserta didik memilki daya

tangkap yang sama (masing-masing memiliki gaya belajar yang berbeda).

5. Contoh yang dimuat dalam buku cetak kebanyakan kurang kontektual

dengan kondisi sekitar peserta didik, sehingga peserta didik masih lemah

dalam mengaitkan konsep IPA Terpadu dengan kehidupan sehari-hari.

6. Kurangnya kreatifitas guru dalam membuat media pembelajaran untuk

digunakan dalam proses belajar mengajar.

7. Tuntutan kurikulum yang menjadikan guru hanya sebagai fasilitator, dan

paradigma belajar yang berpusat pada siswa (student centre) menuntut siswa

untuk membangun pengetahuan sendiri lewat sumber dan media belajar.

4.1.2 Tahap Desain Produk

1. Analisis Kurikulum dan Karakteristik Siswa

Salah satu implementasi kurikulum 2013 yaitu menekankan kepada

penguasaan pengetahuan peserta didik lebih menyeluruh lewat penentuan tema


87

dalam proses pembelajaran. Di bangku SD dikenal dengan pembelajaran tematik.

Pembelajaran IPA Terpadu pun demikian. Keterpaduan IPA di jenjang SMP/MTs

dalam pembelajaran diwujudkan dengan berbagai cara, misalnya dapat dilakukan

oleh guru saat dikelas dengan memadukan antar konsep dalam suatu tema besar,

yang dilakukan secara connected, yakni suatu konsep atau prinsip yang dibahas

selanjutnya “menggandeng” prinsip, konsep, atau contoh dengan bidang lain.

Misalnya, saat mempelajari suhu, maka suhu tersebut tidak hanya berkaitan

dengan benda-benda fisik, namun dikaitkan juga dengan perilaku hewan yang

terkait dengan suhu. Keuntungan yang diperoleh tentunya tidak hanya bagi guru,

tetapi juga bagai peserta didik. Guru pastinya akan lebih mempersiapkan dirinya

sebelum mengajar, dan peserta didik pun akan termotivasi untuk lebih giat belajar.

2. Menentukan Materi Utama dan Keterkaitannya

Dari analisis kebutuhan, selanjutnya penulis memilih pokok bahasan suhu dan

kalor sebagai materi utama yang akan disajikan secara connected (dikaitkan

dengan materi biologi dan materi kimia). Suhu dan kalor dipilih karena

berdasarkan pengamatan, isi materi ini sangat luas, dalam buku cetak pun dibahas

secara terpisah (suhu dibahas dalam satu bab, kalor dibahas dalam satu bab),

sehingga hal sederhana seperti keterkaitan suhu dan kalor pun sulit dipahami oleh

peserta didik.

Dari materi suhu dan kalor, peneliti melakukan telaah terhadap KD dan IPK

selama satu tahun ajaran, serta sub bab, dan sub pokok bahasan agar menemukan

keterkaitan yang dimaksud. Sehingga dari telaah terhadap silabus ditemukanlah

keterkaitan antara pokok bahasan dari 3 Kompetensi Dasar (KD) yang dipelajari
88

dalam satu tahun ajaran. Keterkaitan tersebut kemudian dituangkan dalam

diagram tipe connected (dalam kajian pustaka) sebagai berikut.

FISIKA
Suhu dan Kalor

BIOLOGI KIMIA
Termoregulasi
(Kestabilan tubuh manusia dalam Konsep Campuran
kehidupan sehari-hari) & Zat Tunggal
Iklim dan dampaknya bagi (Perubahan Fisika & perubahan
ekosistem kimia )
(pemanasan global)

Gambar 4.1 Diagram Connected Modul IPA Terpadu Tipe Connected Pada Materi Suhu
dan Kalor Untuk SMP/MTs Kelas VII

Desain modul ini tentunya diharapkan praktis dan menarik untuk

membantu proses pembelajaran IPA Terpadu. Dengan penyajian diagram ini,

tentunya dapat menarik peserta didik untuk berpikir dan mencoba untuk

memahami makna dari keterkaitan rumpun ilmu IPA Terpadu.

4.1.3 Tahap Pengembangan Produk

Tahapan ini merupakan tahap produksi produk. Tentunya produk yang

akan diproduksi yaitu “Modul IPA Terpadu Berbasis Connected Materi Suhu dan

Kalor Untuk SMP/MTs Kelas VII”. Komponen-komponen modul dijelaskan

sebagai berikut:

1. Cover depan dan sampul belakang


89

(a) (b)
Gambar 4.2: (a) Cover depan, (b) sampul belakang

Warna dasar untuk cover depan dan sampul belakang serta warna

dominannya yaitu biru, hal ini disesuaikan dengan materi utama yaitu suhu dan

kalor. Di bagian cover depan memuat judul modul, penulis, identitas universitas,

logo kurikulum, dan diagram connected. Sedangkan untuk sampul belakang,

memuat sedikit penjelasan tentang konsep connected itu sendiri dan judul produk,

nama pemulis, identitas universitas, dan tulisan kurikulum yang digunakan.

2. Prakata dan ucapan terima kasih

Gambar 4.3: Halaman prakata dan ucapan terima kasih


90

Setelah sampul depan, selanjutnya adalah prakata yang memberikan

gambaran bagi pembaca tentang hakekat IPA Terpadu, serta sebagai pengantar

yang mau menjelaskan tujuan modul ini dirancang dengan konsep connected.

Setelah itu, ada halam ucapan terima kasih kepada pembimbing dan ahli/ pakar

yang memberikan masukan dan memvalidasi modul ini.

3. Daftar isi dan peta informasi

Gambar 4.4: Halaman daftar isi & peta informasi

Bagian selanjutnya adalah daftar isi, yang memuat judul/ tema dalam

modul yang dibahas beserta halamanya bahkan sampai kepada sub-sub pokok

bahasannya.

4. Isi dan glosarium


91

Gambar 4.5: Desain isi modul

Selanjutnya adalah isi dari modul, yang memuat uraian materi, contoh

soal, latihan soal dan praktikum. Dibagain akhir terdapat glosarium yang memuat

istilah-istilah dan definisinya dari materi yang dibahas.

5. Daftar pustaka, penyusun, dan kunci jawaban

Gambar 4.6: Daftar pustaka, penyusun, dan kunci jawaban

Bagian penutup modul yaitu daftar pustaka, tentang penulis dan kunci

jawaban bagi soal latihan pilihan ganda.

4.1.4 Tahap Validasi Produk

Tahap ini merupakan tahapan dimana produk yang sudah dibuat kemudian

divalidasi oleh ahli materi, ahli media dan uji coba kelompok kecil oleh 12 orang

peserta didik, dan kelompok besar oleh 2 kelas/ rombongan belajar. Uji coba ahli

melibatkan 1 orang ahli materi pelajaran, dan 1 orang ahli media pembelajaran.

Validasi produk yang dilakukan terhadap ahli materi dan ahli media, dilanjutkan

dengan analisis data. Selanjutnya, dilakukan revisi produk berdasarkan penilaian

ahli materi dan ahli media. Validasi ahli materi dan ahli media sangat penting
92

dilakukan untuk medapatkan penilaian bahwa produk yang dikembangkan layak

untuk digunakan. Setelah itu, hasilnya akan dianalisis kemudian dilakukan revisi

atau perbaikan terhadap produk yang dibuat. Selanjutnya diujicobakan kepada

peserta didik pada tahapan respon siswa.

1. Uji coba ahli materi

Modul yang sudah jadi kemudian diuji oleh ahli materi dengan

mengisi angket. Angket merupakan instrumen yang digunakan untuk

penilaian modul ini. Ada 4 aspek yang dinilai oleh ahli materi yaitu

pertama; aspek kelayakan isi terbagi atas 4 indikator yang terdiri dari 19

butir penilaian, kedua; aspek kelayakan penyajian terbagi atas 3 indikator

yang teridiri atas 12 butir penilaian, ketiga; penilaian bahasa terbagi atas 6

indikator yang terdiri atas 12 butir penilaian, dan keempat; pembelajaran

terpadu tipe connected terbagi atas 2 indikator yang terdiri dari 2 butir

penilaian. Sehingga, total butir penilaian pada lembar validasi ahli materi

yaitu 50 butir penilaian. Berikut ini disajikan hasil presentasi penilaian

oleh ahli meteri dari setiap indikator (dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah

ini).

Tabel 4.1: Presentasi penilaian ahli materi


Aspek ∑ Tiap %
Indikator Penilaian Kriteria
Penilaian Indikator Kelayakan
1. Kesesuaian materi
12 100% Sangat layak
sesuai KI dan IPK
2. Keakuratan materi 31 96,9% Sangat layak
Kelayakan Isi
3. Pendukung materi
19 79,2% Layak
pembelajaran
4. Kemutahiran materi 8 100% Sangat layak
Kelayakan 5. Teknik penyajian 8 100% Sangat layak
Penyajian 6. Pendukung 28 87,5% Sangat layak
penyajian
93

7. Penyajian
13 81,3% Layak
Pembelajaran
8. Lugas 10 75% Layak
9. Komunikatif 8 100% Sangat layak
10. Dialogis dan
8 100% Sangat layak
interaktif
11. Kesesuaian dengan
tingkat pemahaman 8 100% Sangat layak
Kebahasaan
peserta didik
12. Kerunutan dan
keterpaduan alaur 6 75% Layak
piker
13. Penggunaan istilah
4 100% Sangat layak
dan symbol
14. Pengertian
Pembelajaran 8 100% Sangat layak
Connected
Terpadu Tipe
15. Karateristik
Connected 12 100% Sangat layak
Connected
TOTAL KESELURUHAN 92,9% √

Selain itu, hasil uji coba ahli materi juga dapat disajikan dalam diagram,

pada gambar 4.7 berikut.


120%

100%
100.00%
96.90% 100.00%
100.00% 100.00%
100.00%
100.00% 100.00%
100.00%
100.00%

80% 87.50%
79.20% 81.30%
75.00% 75.00%
60%

40%

20%

0%
r1 r2 r3 r4 r5 r6 r7 r8 r9 10 r 11 r 12 r 13 r 14 r 15
ato ato ato ato ato ato ato ato ato tor to ato ato ato ato
dik dik dik dik dik dik dik dik dik ika ika ik ik ik ik
In In In In In In In In In Ind Ind Ind Ind Ind Ind

Gambar 4.7: Diagaram presentase hasil validasi ahli materi


94

Berdasarkan tabel 4.1 tersebut, dapat dilihat bahwa hasil uji coba untuk

ahli materi menunjukan kualitas kelayakan bahan ajar berdasarkan indikator-

indikator dari setiap aspek. Hasil presentasi indikator dari aspek kelayakan isi

yaitu kesesuaian materi dengan KI dan IPK 100% (kategori sangat layak),

keakuratan materi 96,9% (kategori sangat layak), pendukung materi pembelajaran

79,2% (kategori layak), dan kemutahiran materi 100% (kategori sangat layak).

Untuk presentasi indikator dari aspek kelayakan penyajian menunjukan, teknik

penyajian 100% (kategori sangat layak), pendukung penyajian 87,5% (kategori

sangat layak), dan penyajian pembelajaran 81,3% (kategori layak), selanjutnya

untuk aspek penilaian bahasa, masing-masing indikator dapat dilihat bahwa, lugas

75% (kategori layak), komunikatif 100% (kategori sangat layak), dialogis dan

interaktif 100% (kategori sangat layak), kesesuaian dengan tingkat perkembangan

peserta didik 100% (kategori sangat layak), keruntutan dan keterpaduan alur pikir

75% (kategori layak), penggunaan istilah dan simbol 100% (kategori sangat

layak). Sedangkan untuk presentasi indikator dari aspek pembelajaran tipe

connected yaitu, pengertian connected 100% (kategori sangat layak), dan

karakteristik connected 100% (kategori sangat layak). Berdasarkan presentasi dari

masing-masing indikator tiap aspek, dapat disimpulkan bahwa modul ini “layak”

digunakan sebagai bahan ajar IPA Terpadu pada materi suhu dan kalor.

2. Penilaian Ahli Media

Modul IPA TERPADU Tipe Connected Pada Materi Suhu dan Kalor

Untuk SMP/MTs ini, setelah divalidasi oleh ahli materi kemudian divalidasi oleh
95

ahli media. Bahan ajar ini divalidasi oleh 1 ahli media dengan menggunakan

angket.

Angket memuat aspek kegrafikan yang terdiri dari 3 komponen yaitu

ukuran modul (indikator komponennya yaitu ukuran fisik modul), desain sampul

modul (terbagi atas 3 indikator komponen yaitu tata letak kulit modul, huruf yang

digunakan menarik dan mudah dibaca, dan ilustrasi sampul modul), dan desain isi

modul (terbagi atas 8 indikator komponen yaitu konsistensi tata letak, unsur tata

letak harmonis, unsur tata letak lengkap, tata letak mempercepat pemahaman,

tipografi isi buku sederhana, tipografi mudah dibaca, dan tipografi isi buku

memudahkan pemahamana, dan ilustrasi isi). Diagram hasil presentase penilaian

ahli media yang disajikan dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pesentase penilaian ahli media


Indikator ∑ Tiap %
Aspek Komponen Kriteria
Komponen Indikator Kelayakan
Aspek Ukuran 1. Ukuran fisik 8 Sangat
100 % layak
Kegrafikan modul modul
2. Tata letak kulit 15 Sangat
93,9 % layak
modul
3. Huruf yang 10 Layak
Desain digunakan
83,3 %
Sampul menarik dan
mudah dibaca
4. Ilustrasi sampul 6 Layak
75 %
dan modul
Desain Isi 5. Konsistensi tata 6 Layak
75 %
letak
6. Unsur tata letak 11 Sangat
91,7 % layak
harmonis
7. Unsur tata letak 7 Sangat
87,5 % layak
lengkap
8. Tata letak 8 Sangat
mempercepat 100 % layak
pemahaman
9. Tipografi isi buku 8 Sangat
100 % layak
sederhana
10. Tipografi 12 100 % Sangat
96

mudah dibacah layak


11. Tipografi isi 8 Sangat
buku layak
100 %
memudahkan
pemahaman
12. Ilustrasi isi 14 87,5 %
Sangat
layak
TOTAL KESELURUHAN 91 % √

Selain dalam bentuk tabel, hasil analisis data pun disajikan dalam bentuk diagram

pada gambar berikut ini.


120%

100%
100.00% 100.00%100.00%100.00%100.00%
93.90% 91.70%
80% 87.50% 87.50%
83.30%
75.00%75.00%
60%

40%

20%

0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2
tor tor tor tor tor tor tor tor tor or1 or1 or1
ka ka ka ka ka ka ka ka ka t t t
di di di di di di di di di ika ika ika
In In In In In In In In In In
d
In
d
In
d

Gambar 4.8: Diagram presentase hasil validasi ahli media


97

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui kualitas bahan ajar IPA TERPADU

berbasis Connected ditinjau dari indikator ukuran fisik modul 100% (kategori

sangat layak), tata letak kulit modul 93,8% (kategori sangat layak), huruf yang

digunakan menarik dan mudah dibaca 83,3% (kategori layak), ilustrasi sampul

modul 75% (kategori layak), konsistensi tata letak 75% (kategori layak), unsur

tata letak harmonis 91,7% (kategori sangat layak), unsur tata letak lengkap 87,5%

(kategori sangat layak), tata letak mempercepat pemahaman 100% (kategori

sangat layak), tipografi isi buku sederhana 100% (kategori sangat layak), tipografi

mudah dibaca 100% (kategori sangat layak), tipografi isi buku memudahkan

pemahaman 100% (kategori sangat layak), dan ilustrasi isi 87,5% (kategori sangat

layak). Dengan demikian dari data tersebut, disimpulkan bahwa semua indikator

yang dinilai oleh ahli media “layak” sebagai media pembelajaran IPA TERPADU

pada materi suhu dan kalor.

4.1.5 Respon Siswa

Pada tahapan ini dilakukan uji coba terhadap peserta didik sebagai

praktisi/ pengguna. Uji kelompok kecil dilakukan pada dua belas orang peserta

didik kelas VII SMPK CITRA BANGSA Kupang. Hal ini sesuai dengan pendapat

Dick and Carey, bahwa jumlah yang diperlukan dalam evaluasi kelompok kecil

hanya terdiri dari delapan sampai dengan dua puluh orang. Setelah itu, dilakukan

analisis dan revisi tahap II (dua). Kemudian di uji coba ke lapangan/ kelompok

besar sebagai 2 kelas/ rombongan belajar kelas VII.

1. Hasil uji coba kelompok kecil


98

Uji coba kelompok kecil dilakukan pada peserta didik kelas 7K SMPK

CITRA BANGSA KOTA KUPANG sejumlah 12 orang. Penilaian dilakukan oleh

peserta didik sebagai praktisi dengan menggunakan angket. Angket memuat 3

aspek yang dinilai yaitu aspek tampilan, aspek penyajian materi, dan aspek

manfaat. Untuk aspek tampilan terdiri atas 4 indikator yaitu kejelasan teks,

kejelasan gambar, kemenarikan gambar, dan kesesuaian gambar dengan materi.

Aspek penyajian materi teridiri atas 7 indikator yaitu penyajian materi,

kemudahan memahami materi, ketepatan sistematika penyajian materi, kejelasan

kalimat, kejelasan simbol dan lambang, kejelasan istilah, dan kesesuaian contoh

dengan materi. Rekapan hasil penilaian oleh 12 peserta didik dapat dilihat pada

tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Hasil uji coba kelompok kecil


Jumlah
∑ Tiap %
Aspek Indikator Peserta Kriteria
Indikator Kelayakan
Didik
Sangat
1. Kejelasan teks 12 45 93,8%
layak
Sangat
2. Kejelasan gambar 12 126 87,5%
layak
Tampilan 3. Kemenarikan Sangat
12 44 91,7% layak
gambar
4. Kesesuaian gambar Sangat
12 46 95,8 layak
dengan materi
Penyajian Sangat
5. Penyajian materi 12 207 86,3
layak
materi
6. Kemudahan Layak
12 40 83,3
memahami materi
7. Ketepatan Sangat
layak
sistematika 12 84 87,5
penyajian materi
Sangat
8. Kejelasan kalimat 12 82 85,4
layak
9. Kejelasan simbol dan 12 42 87,5 Sangat
99

lambing layak
10. Kejelasan istilah 12 40 83,3 Layak
11. Kesesuaian contoh Sangat
12 44 91,7 layak
dengan materi
Sangat
12. Kemudahan belajar 12 86 89,6
layak
13. Ketertarikan Layak
Manfaat menggunakan bahan 12 40 83,3
ajar berbentuk modul
14. Peningkatan motivasi Sangat
12 41 85,4 layak
belajar
TOTAL KESELURUHAN 88 % √

Diagram hasil uji coba kelompok kecil dapat dilihati pada gambar 4.9 berikut ini.
100.0%

95.0% 95.8%
93.8%
90.0% 91.7% 91.7%
89.6%
87.5% 87.5% 87.5%
85.0% 86.3%
85.4% 85.4%
83.3% 83.3% 83.3%
80.0%

75.0%
r 1 or 2 or 3 or 4 or 5 or 6 or 7 or 8 or 9 r 10 r 11 r 12 r 13 r 14
ato t t t t t t t t o to to to to
dik dika dika dika dika dika dika dika dika ikat ika dika dika dika
In In In In In In In In In d d
In In In In In

Gambar 4.9: Diagram presentase hasil uji coba kelompok kecil

Berdasarkan data hasil uji coba kelompok kecil diatas maka dapat

diketahui kelayakan tiap indikator penilaian sebagai berikut, kejelasan teks 93,8%
100

(kategori sangat layak), kejelasan gambar 87,5% (kategori sangat layak),

kemenarikan gambar 91,7% (kategori sangat layak), kesesuaian gambar dengan

materi 95,8% (kategori sangat layak), penyajian materi 86,3% (kategori sangat

layak), kemudahan memahami materi 83,3% (kategori layak), ketepatan

sistematika penyajian materi 87,5% (kategori sangat layak), kejelasan kalimat

85,4% (kategori sangat layak), kejelasan simbol dan lambing 87,5% (kategori

sangat layak), kejelasan istilah 83,3% (kategori layak), kesesuaian contoh dengan

materi 91,7% (kategori sangat layak), kemudahan belajar 89,6% (kategori sangat

layak), ketertarikan menggunakan bahan ajar berbentuk modul 83,3%

(kategori layak), dan peningkatan motivasi belajar 85,4% (kategori sangat layak).

2. Hasil uji coba kelompok besar

Tabel 4.3 Hasil uji coba kelompok besar


Jumlah
∑ Tiap %
Aspek Indikator Peserta Kriteria
Indikator Kelayakan
Didik
1. Kejelasan teks Sangat
38 131 86,2%
layak
2. Kejelasan gambar Sangat
38 395 86,6%
layak
Tampilan 3. Kemenarikan Layak
38 127 83,6%
gambar
4. Kesesuaian gambar Sangat
38 140 92,1% layak
dengan materi
Penyajian 5. Penyajian materi Sangat
38 662 87,1%
materi layak
6. Kemudahan Sangat
38 120 78,9% layak
memahami materi
7. Ketepatan Layak
sistematika 38 251 82,6%
penyajian materi
8. Kejelasan kalimat 38 244 80,3% Layak
9. Kejelasan simbol dan Layak
38 128 84,2%
lambing
10. Kejelasan istilah 38 121 76,6% Layak
11. Kesesuaian contoh 38 137 90,1% Sangat
101

dengan materi layak


12. Kemudahan belajar Sangat
38 263 86, 5%
layak
13. Ketertarikan Layak
Manfaat menggunakan bahan 38 124 81,6%
ajar berbentuk modul
14. Peningkatan motivasi Sangat
38 138 97,2% layak
belajar
TOTAL KESELURUHAN 85,5 % √

Dengan data pada tabel 4.3 yang disajikan dalam diagram pada gambar 4.10
berikut ini.
120.0%

100.0%
97.2%
92.1% 90.1%
80.0% 86.2% 86.6% 83.6% 87.1% 86.5%
82.6% 80.3% 84.2% 81.6%
78.9% 76.6%
60.0%

40.0%

20.0%

0.0%
r 1 or 2 or 3 or 4 or 5 or 6 or 7 or 8 or 9 r 10 r 11 r 12 r 13 r 14
ato t t t t t t t t o to to to to
dik dika dika dika dika dika dika dika dika ikat ika dika dika dika
In In In In In In In In In d d
In In In In In

Gambar 4.10: Diagram presentase hasil uji coba kelompok besar

Berdasarkan data hasil uji coba kelompok besar diatas maka dapat

diketahui kelayakan tiap indikator penilaian sebagai berikut, kejelasan teks 86,2 %

(kategori sangat layak), kejelasan gambar 86,6% (kategori sangat layak),

kemenarikan gambar 83,6% (kategori layak), kesesuaian gambar dengan materi

92,1% (kategori sangat layak), penyajian materi 87,1% (kategori sangat layak),
102

kemudahan memahami materi 78,9% (kategori layak), ketepatan sistematika

penyajian materi 82,6% (kategori layak), kejelasan kalimat 80,3% (kategori

layak), kejelasan simbol dan lambing 84,2% (kategori layak), kejelasan istilah

79,6% (kategori layak), kesesuaian contoh dengan materi 90,1% (kategori sangat

layak), kemudahan belajar 86,5% (kategori sangat layak), ketertarikan

menggunakan bahan ajar berbentuk modul 81,6% (kategori sangat layak), dan

peningkatan motivasi belajar 97,2% (kategori sangat layak).

Secara terperinci, berikut ini diuraikan masukan/ perbaikan oleh ahli

materi, ahli media, dan peserta didik, masing-masing disetiap tahapan yang sudah

dilakukan. Berikut ini, beberapa komentar dan saran dari ahli materi untuk

perbaikan modul.

- Perbaiki beberapa kata/ kalimat pada naskah

- soal/ latihan sebaiknya ter”connected” juga

- pengantar disetiap topik dan contoh fenomena sebaiknya ter“connected”

juga.

Untuk Ahli media, hal-hal yang menjadi saran untuk dilakukan perbaikan

terhadap modul yaitu:

- tata letak tulisan modul dan diagram conneted di cover depan modul

- nama pengarang harus dituliskan

- contoh gambar dan kasus harus lebih kontekstual atau lebih “dekat”

dengan kehidupan siswa

- selalu letakkan ilustrasi dan teks di halaman yang sama

- penulisan reaksi sebaiknya dipisahkan dan diberi jenis huruf yang berbeda.
103

Selanjutnya, dilakukan uji coba kelompok kecil, dan untuk saran/ perbaikan tidak

ada. Berbeda dengan kelompok kecil, ada beberapa hal yang menjadi catatan dari

peserta didik, saat pelaksanaan uji coba kelompok besar, yaitu:

- ukurannya diperkecil

- contoh kasusnya terlalu banyak sehingga terkesan berbelit-belit

- nomor halaman dipindahkan ke bagian atas

- gambarnya lebih menarik

- eksperimennya ditambah

- gambarnya dikurangi.

4.1.6 Produk Akhir

Tahap ini akan menghasilkan produk akhir berupa bahan ajar IPA Terpadu

Tipe Connected pada materi Suhu dan Kalor yang sudah direvisi berdasarkan

kritik dan saran dari tahap validasi oleh ahli materi dan ahli media serta tahap

respon siswa sebagai praktisi/ pengguna modul. Tentunya dari tahapan-tahapan

sebelumnya menunjukan bahwa produk ini “Modul IPA TERPADU Berbasis

Connected Pada Materi Suhu dan Kalor Untuk Kelas VII SMP/ MTs” dinyatakan

“layak” untuk didesiminasi.

4.2 Pembahasan

Penelitian pengembangan ini dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan

menurut Dick & Carey yang disesuaikan dengan tujuan penelitian ini yaitu hanya

untuk menguji kelayakan produk. Tahapan-tahapan yang dimaksud adalah analisis

kebutuhan, desain produk, pengembangan produk. validasi, respon siswa, dan

produk akhir/ hasil pengembangan bahan ajar berupa Modul IPA TERPADU Tipe
104

Connected Pada Materi Suhu dan Kalor. Berikut ini pembahasan dari masing-

masing tahapan.

4.2.1 Tahap Analisis Kebutuhan

Hasil dari analisis kebutuhan menunjukan beberapa hal penting terkait

pembelajaran IPA Terpadu yaitu, pertama; peserta didik kurang tertarik dalam

mengikuti pembelajaran IPA Terpadu, apalagi IPA Fisika. Sudah menjadi tradisi

yang seolah melekat pada pemikiran siswa bahwa pelajaran fisika itu sulit karena

membahas rumus dan perhitungan yang rumit. Fisika merupakan salah satu

rumpun ilmu dalam mata pelajaran IPA Terpadu. Selain Fisika, Biologi sebagai

rumpun ilmu IPA pun tak jarang tidak disukai siswa karena dikenal banyak

hafalan. Hal ini tentunya berdampak pada pemahaman siswa terhadap materi IPA

Terpadu secara keseluruhan. Misalnya berdampak pada hasil belajar siswa

(perolehan nilai UN dan UAS) bahkan pemahaman siswa terhadap materi IPA

Terpadu dan kaitanya dengan kehidupan sehari-hari. Kedua; pengajaran IPA

Terpadu secara terpisah (untuk materi Biologi, diajarkan oleh lulusan Biologi

sedangkan materi fisika, diajarkan oleh lulusan fisika), menjadi kendala bagi

siswa untuk menyerap materi secara optimal, hal ini tak bisa dipungkiri. Ssiwa

cederung menganggap pelajaran IPA Terpadu memuat materi yang luas serta

tidak ada keterkaiantan antara rumpun ilmu didalamnya. Ditambah lagi hal ketiga;

buku-buku cetak IPA Terpadu yang digunakan di bangku Sekolah Menengah

Pertama (SMP) menyajikan materi-materi secara terpisah, bahkan hal kecil yang

ditemui peneliti adalah materi suhu dan kalor saja dibahas secara terpisah pada

masing-masing bab. Keempat; materi yang diajarkan banyak dan kompleks,


105

sedangkan alokasi waktu di sekolah masih terbatas, karena tidak semua peserta

didik memilki daya tangkap yang sama. Kelima; contoh yang dimuat dalam buku

cetak kebanyakan kurang kontekstual dengan kondisi sekitar peserta didik,

sehingga peserta didik masih lemah dalam mengaitkan konsep IPA Terpadu

dengan kehidupan sehari-hari. Keenam; kurangnya kreatifitas guru. Ketujuh;

tuntutan kurikulum yang menjadikan guru hanya sebagai fasilitator, dan

paradigma belajar yang berpusat pada siswa (student centre) menuntut siswa

untuk membangun pengetahuan sendiri lewat sumber dan media belajar.

Berdasarkan hal-hal yang sudah diuraikan sebelumnya, maka diperlukan

hal yang dapat menarik dan membantu siswa dalam belajar IPA. Penggunaan

media menjadi solusi dalam mengatasi kenyataan-kenyataan yang dihadapi

tersebut. Penggunaan media pembelajaran bisa menjadi sumber pembelajaran

yang menyenangkan bagi peserta didik. Bahan ajar dipilih karena bahan sendiri

merupakan elemen dari RPP. Dengan mengembangkan bahan ajar, diharapkan

dapat mengoptimalkan fungsi bahan ajar sebagai media yang inovatif dan

menyenangkan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam

pembelajaran. Pengembangan bahan ajar dapat dilakukan dengan melihat

kebutuhan peserta didik serta kondisi dilapangan. Disisi lain, dalam implementasi

guru dituntut untuk dalam menciptakan proses pembelajaran yang kreatif dan

inovatif atau membangun suasana belajar yang membantu siswa mengkonstruksi/

membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian pengembangan media ini

menjadi cara untuk memenuhi tuntutan kurikulum dengan tetap menjadikan pusat

pembelajaran ada ditangan siswa (student centre).


106

Melihat perkembangan teknologi terlepas dari dampak positif dan

negatifnya, bahan ajar cetak dipilih sebagai produk yang dikembangan untuk

membantu fokus siswa dalam belajar dan membudidayakan kebiasaan membaca

bacaan yang bermanfaat bagi peserta didik. Berdasarkan hal-hal tersebut maka

peneliti melakuakan pengembangan bahan ajar berupa modul IPA TERPADU

Tipe Connected pada Materi Suhu dan Kalor Untuk Siswa Kelas VII SMP.

4.2.2 Tahap Desain Produk

Setelah melakukan analisis kebutuhan, tahapan selanjutnya adalah

mendesain

produk pengembangan. Tahap desain produk pengembangan ini dilakukan

menggunakan langkah-langkah model Dick and Carey. Tahap desain produk

diawali peneliti, dengan mengkaji materi-materi yang dibahas dalam pembelajaran

IPA Terpadu. Selanjutnya dipilihlah materi Suhu dan Kalor sebagai materi yang

akan dijadikan topik utama bahan ajar yang dikembangkan. Suhu dan kalor

merupakan materin yang sangat kontektual dan dekat dengan kehidupan manusia

sehari-hari. Selain itu, materi ini juga tepat dijadikan sebagai topik untuk

dikaitkan denga rumpun ilmu biologi dan kimia. Sehingga, ketika berbicara

tentang suhu dan kalor, pemikiran siswa tidak hanya melekat pada suhu benda

secara fisik tetapi juga tentang perilaku manusia dan hewan berkaitan dengan

perubahan suhu internal dan eksternal.

Hasil kajian menunjukan bahwa peserta didik masih mengalami kesulitan

dalam memahami keterkaiatan antar rumpun ilmu dala IPA Terpadu (Fisika,
107

Biologi, dan Kimia). sehingga berpengaruh pada kompetensi peserta didik. Hasil

dari

analisis tersebut digunakan peneliti dalam mengembangkan media pembelajaran

berupa bahan ajar cetak.

Bahan ajar digital interaktif ini didesain menggunakan aplikasi Kvisoft

Flipbook Maker. Proses pembuatan bahan ajar digital interaktif ini dilakukan

secara bertahap demi menghasilkan produk yang maksimal.

4.2.3 Tahap Pengembangan Produk

Tahapan ini merupakan tahap produksi hasil desain produk. Tentunya

bahan ajar cetak yang dikembangkan berbeda dengan bahan ajar kebanyakan yang

ada dilingkungan pendidikan. Jika buku atau bahan ajar IPA Terpadu menyajikan

materi sesuai dengan yang sudah ditetapkan oleh kurikulum. Bahan ajar yang

dikembangkan oleh peneliti ini materinya disusun dengan berdasarkan

karakteristik tipe pembelajaran terpadu Connected. Pada pembelajaran model ini

kunci utamanya adalah adanya satu usaha sadar untuk menghubungkan bidang

kajian dalam satu disiplin ilmu. Bila kita memandang konsep koneksi ini, rincian

dari satu disiplin ilmu terfokus kepada bagian-bagian yang sebenarnya saling

berhubungan. Sehingga akan terjadi serangkaian materi satu menjadi prasarat

materi berikutnya atau satu materi mendukung materi berikutnya, atau materi satu

menjadi prasarat atau berhubungan sehingga apa yang dipelajari menjadikan

belajar yang bermakna. Sebagai catatan kaitan antar konsep, topik, atau tema

terjadi hanya pada satu mata pelajaran.Model Connected adalah model

pembelajaran terpadu yang secara sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu


108

konsep dengan konsep yang lain. Kelebihan dari model pembelajaran ini adalah

peserta didik memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang suatu konsep

sehingga transfer pengetahuan akan sangat mudah karena konsep-konsep pokok

dikembangkan terus-menerus.

Dari karakteristik pembelajaran terpadu tipe Connected, menghasilkan

produk hasil pengembangan dengan judul “Modul IPA TERPADU Berbasis

Connected Pada Materi Suhu dan Kalor Untuk SMP/MTs Kelas VII”

4.2.4 Tahap Validasi

Pada tahap validasi ini, dilakukan dengan validasi bahan ajar berupa

modul oleh 1 ahli/ pakar materi dan 1 ahli media. Intrumen yang dipakai

bersumber dari Penilaian Kelayakan Bahan Ajar oleh BSNP (Badan Standar

Nasional Pendidikan).

1. Ahli Materi

Hasil validasi atau penilaian kelayakan oleh ahli materi secara umum

menunjukan bahwa bahan ajar berupa modul ini sangat layak dengan persentase

92,2%. Untuk hasil penilaian tiap indikator presentasenya bervariasi. Secara

umum indikator yang memiliki presentase yang tinggi dengan kategori sangat

layak yaitu kesesuaian materi sesuai KI dan IPK 100%, keakuratan materi 96,9%,

kemutahiran materi 100%, teknik penyajian 100%, pendukung penyajian 100%,

komunikatif 100%, dialogis dan interaktif 100%, kesesuaian dengan tingkat

pemahaman peserta didik 100%, penggunaan isilah dan symbol 100%, serta

pengertian dan karakteristik connected memiliki angka yang sama yaitu 100%.

Hal ini disebabkan karena materi yang disajikan sesuai dengan KI dan IPK serta
109

selain itu peneliti selalu menggunakan contoh penerapan yang dekat dengan

kehidupan sehari-hari, sehingga komunikatif dan mudah dipahami oleh peserta

didik. Selain itu, karateristik connected sangat difokuskan dalam penyajian materi

dalam bahan ajar. Selanjutnya untuk kategori layak terdiri atas pendukung materi

pembelajaran 79,2%, penyajian pembelajaran 81,3%, lugas 75%, dan kerunutan

dan keterpaduan alur pikir 75% .

Berdasarkan penilaian ahli materi secara umum makan dapat disimpulkan

bahwa bahan ajar ini layak digunakan sebagai bahan ajar fisika pada materi pokok

usaha dan energi. Kelengkapan bahan ajar akan berdampak pada kegiatan belajar

peserta didik, sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar secara

mandiri. Hal ini sejalan dengan dengan yang diutarakan Daryanto bahwa

karakteristik media yang baik yaitu bersifat mandiri, dalam pengertian

memberikan kemudahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga bisa

digunakan tanpa bimbingan orang lain (Saputro, 2015).

Selain melakukan validasi, ahli materi juga memberikan saran perbaikan

berupa, penggunaan beberapa kata dan kalimat pada naskah, kemudian soal/

latihan yang sebaiknya juga menampilkan unsur connected, serta pengantar setiap

topi/ tema sebaiknya lebih kontektual dan ter“connected” dan contoh-contoh

penerapanya. Berdasarkan saran yang diberikan peneliti melakukan revisi atau

perbaikan dan mengecek kembali presentase yang masih kurang dari indikator

yang dinilai.

2. Ahli Media
110

Untuk hasil penilaian kelayakan/ validasi oleh ahli media terhadap bahan

ajar secara umum presentasenya menunjukan angka 91% kategori sangat layak.

Penilaian ahli media terhadap bahan ajar ini mengenai aspek kegrafikan yang

terdiri atas beberapa indikator yang persentasenya dinilai sangat layak dan

terdapat beberapa indikator yang persentasenya dinilai layak. Indikator-indikator

yang dikategorikan sangat layak yaitu; ukuran fisik modul 100%, tata letak kulit

modul 93,8%, unsur tata letak harmonis 91,7%, unsur tata letak lengkap 87,5%,

tata letak mempercepat pemahaman 100%, tipografi isi buku sederhana 100%,

tipografi mudah dibaca 100%, tipografi isi buku memudahkan pemahaman 100%,

dan ilustrasi isi 87,5%. Sedangkan indikator dengan kategori layak yaitu huruf

yang digunakan menarik dan mudah dibaca 83,3%, ilustrasi sampul modul 75%,

dan konsistensi tata letak 75%.

Selain melakukan validasi, ahli media juga memberikan saran dan

perbaikan terhadap bahan ajar ini. Saran dan perbaikan tersebut Saran tersebut

berupa penulisan nama penulis, gambar dan contoh harus kontektual dan letaknya

dalam satu halaman, untuk penulisan reaksi kimia sebaiknya digunakan font yang

berbeda, serta perlu diganti beberapa gambar yang “dekat” dengan peserta didik.

Berdasarkan saran perbaikan tersebut, peneliti melakukan perbaikan, dan

juga perbaikan didasarkan persentase penilaian ahli media terhadap tiap-tiap

indikator yang masih kategorinya layak, yaitu menuliskan nama penulis pada

sampul, mengatur tata letak ilustrasi dan gambar, serta penyesuaian pemilihan

jenis dan ukuran huruf, dan mengecek kembali hal-hal terkait indikator yang

skornya masih kurang.


111

4.2.5 Respon Siswa

Pada tahapan ini, modul yang sudah direvisi/ diperbaiki berdasarkan kritik

dan saran dari ahli materi dan media selanjutnya dinilai, oleh praktisi atau peserta

didik sebagai pengguna media belajar ini. Uji coba dilakukan terlebih dahulu

kepada kelompok kecil dengan jumlah peserta didik 12 orang. Setelah, bari

diujicobakan ke kelompok besar/ uji lapangan kepada 2 kelas/ rombongan belajar

kelas VII.

1. Uji Kelompok Kecil

Uji coba kelompok kecil diadakan terhadap peserta didik yang berjumlah 12

orang pada kelas 7K, SMPK CITRA BANGSA KUPANG. Secara umum, hasil

uji coba menunjukan presentasi 88% yang berarti berada pada kategori sangat

layak. Seperti yang sudah diketahui bahwa peserta didik dalam suatu kelas itu

kompleks. Pastinya ada keberagaman gaya belajar dan cara pandang dalam

mengolah informasi dan ilmu pengetahuan yang diterima. Hasil analisis

menunjukan indikator-indikator dengan kategori sangat layak yaitu , kejelasan

teks 93,8%, kejelasan gambar 87,5%, kemenarikan gambar 91,7%, kesesuaian

gambar dengan materi 95,8%, penyajian materi 86,3%, ketepatan sistematika

penyajian materi 87,5%, kejelasan kalimat 85,4%, kejelasan simbol dan lambang

87,5%, kesesuaian contoh dengan materi 91,7%, kemudahan belajar 89,6%, dan

peningkatan motivasi belajar 85,4%. Sedangkan untuk indikator-indikator yang

termasuk dalam kategori layak yaitu, kemudahan memahami materi 83,3%, dan

kejelasan istilah 83,3%, serta ketertarikan menggunakan bahan ajar berbentuk

modul 83,3%. Dari variasi presentasi tersebut, beberapa hal yang menjadi dasar
112

penilaian beberapa indikator memilki presentase yang tinggi adalah karena desain

modul yang menarik, font yang digunakan, penyajian gambar, serta contoh

penerapan yang menarik siswa untuk belajar dan mudah dalam memahami materi.

Untuk beberapa indikator dengan presentase yang masih kurang kebanyak pada

indikator memahami istilah-iltilah dan penggunaan modul menimbulkan makna

ganda. Hal ini disebabkan peserta didik kelas VII SMP merupakan masa awal

seorang peserta didik mengawali dijenjang yang lebih tinggi, sehingga masih

asing dengan beberapa istilah yang dianggap sulit dan belum pernah didengar/

baru diketahui.

2. Uji Kelompok Besar atau Uji Lapangan

Tahapan uji coba selanjutnya adalah uji coba lapangan atau kelompok besar.

Uji ini dilakukan kepada 2 kelas VII dengan kehadiran 38 peserta didik ketika

peneliti mengambil data. Secara umum hasil penilaian terhadap bahan ajar ini

mencapai presentase 85,5% dengan kategori sangat layak. Penilaian peserta didik

kelompok besar juga menunjukan adanya keunggulan dan kekurangan pada bahan

ajar berupa modul IPA TERPADU Berbasis Connected pada materi Suhu dan

Kalor. Keunggulan bahan ajar ini terdapat pada beberapa indikator yang diberi

persentase tinggi dengan kategori sangat layak yaitu, kejelasan teks 86,2%,

kejelasan gambar 86,6%, kesesuaian gambar dengan materi 92,1%, penyajian

materi 87,1%, kesesuaian contoh dengan materi 90,1%, kemudahan belajar

86,5%, dan peningkatan motivasi belajar 97,2%. Sedangkan indikator-indikator


113

yang hasil analisisnya menunjukan presentase kategori layak adalah kemenarikan

gambar 83,6%, kemudahan memahami materi 78,9%, ketepatan sistematika

penyajian materi, kejelasan kalimat 80,3%, kejelasan simbol dan lambing 84,2%,

kejelasan istilah 79,6%, dan ketertarikan menggunakan bahan ajar berbentuk

modul 81,6%. Dari penilaian oleh kelompok besar beberapa hal yang

mempengaruhi presentasinya tinggi adalah penyajian materi, jenis huruf,

kejelasan dalam menyajikan materi. Sedangkan untuk hal-hal yang masih kurang

yaitu, penggunaan istilah, serta pemahaman materi.

4.2.6 Produk Akhir

Berdasarkan tahapan-tahapan yang dilakukan, tujuan akhirnya adalah

dapat menghasilkan bahan ajar berupa Modul IPA TERPADU Tipe Connected

Pada Materi Suhu dan Kalor Untuk Siswa Kelas VII SMP yang layak digunakan

dalam pembelajaran IPA Terpadu. Kelayakannya telah diujikan kepada 1 ahli

materi dan 1 ahli ahli media serta melihat respon siswa pada uji kelompok kecil

oleh 12 peserta ddik dan uji lapangan. Kelompok besar oleh 2 kelas/ rombongan

belajar (38 peserta didik). Tentunya modul hasil pengembangan dapat memenuhi

kebutuhan peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuannya secara mandiri,

dan sebagai media yang menarik untuk digunakan oleh peserta didik dan guru.

Sekalipun, pengembangan hanya dilakukan pada pokok bahasan suhu dan kalor,
114

namun diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran untuk dikembangkan lebih

lanjut.

Seperti yang sudah dilakukan oleh Rifda Mardian Arif dalam jurnalnya

“PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA TERPADU MODEL CONNECTED

UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP” yang

menunjukan adanya efektifitas penggunaan modul connected untuk meningkatkan

prestasi belajar dan keterampilan proses sains siswa di SMPN 1 Malang Tahun

Ajaran 2013/2014, serta praktis digunakan baik oleh siswa maupun guru. Selain

itu, ada pula hasil pengembangan berupa LKS DAN perangkat pembelajaran

berbasis connected yang hasilnya menunjukan adanya peningkatan motivasi

belajar siswa terhadap IPA Terpadu.

Dengan demikian hal yang sama juga ditemukan peneliti, dalam

melakukan pengembangan produk ini, yaitu memberi dampak yang baik bagi guru

dan siswa.
115

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengembangan bahan ajar berupa modul IPA

Terpadu Berbasis Connected pada materi Suhu dan Kalor maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Bahan ajar ini berhasil dikembangakan menggunakan tahapan-tahapan

yaitu, analisis kebutuhan, desain produk, pengembangan, validasi oleh ahli,

respons siswa dengan diujicobakan pada kelompok kecil dan besar, hingga

menghasilkan produk akhir “Modul ipa Terpadu Tipe Connected Pada Materi

Suhu dan Kalor Untuk SMP Kelas VII”.

2. Sesuai data hasil analisis menunjukan presentasi penilaian oleh 1 ahli materi, 1

ahli media, uji coba kelompok kesil oleh 12 peserta didik, dan uji coba

kelompok besar oleh 2 kelas/ rombongan belajar (38 peserta didik) secara
116

berturut-turut 93%, 91%, 88%, dan 85,5% adalah menunjukan bahwa bahan

ajar ini layak digunakan sebagai bahan IPA Terpadu pada materi pokok suhu

dan kalor.

5.2 Saran

1. Pengembangan bahan ajar IPA Terpadu yang dilakukan sebaiknya, pada

tahapan analisis kebutuhan tidak hanya melalui analisis bahan ajar dan buku

cetak yang biasa digunakan guru, tetapi perlu dilakukan observasi dan

wawancara sehingga pemilihan materi dan jenis bahan ajar yang dikembangkan

pula dapat lebih bermanfaat dan sesuai dengan perkembangan teknologi.

2. Diharapkan pengembangan bahan ajar sebagai media pembelajaran

selanjutnya tidak hanya sampai tahap penilaian kelayakan saja, tetapi

sampai pada keefektifan media pembelajaran pada sehingga penggunaan

dan manfaatnya pun lebih optimal.

3. Disarankan kepada peneliti/ guru yang melakukan uji coba hasil

pengembangan bahan ajar terhadap peserta didik, dapat menjelaskan dengan

baik maksud dan tujuan keterlibatan mereka, sehingga penilaian yang diberikan

terhadap hasil pengembangan pun objektif.


117

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 2011. Aplikasi KTSP dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Islam. Jakarta:
Raja Wali Pers.
Ariyani, Y.D., and Wangid, M.N. (2016). Pengembangan Bahan Ajar Tematik-
Integratif Berbasis Nilai Karakter Peduli Lingkungan Dan Tanggung
Jawab. Pendidik Karakter.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2008. Pengembangan Bahan Ajar dan Media. Jakarta: Dapertemen
Pendidikan Nasional.
Dwidagdo, G. 2014. Pengembangan Modul ”Hidrosfer Sebagai Sumber
Kehidupan” Dengan Pendekatan Saintifik Untuk Pembelajaran Geografi
SMA. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Fitriana, R. 2016. Pengembangan Modul IPA Dengan Menggunakan Pendekatan
Inkuiri Terbimbing. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Hamalik, O. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Sinar Grafika.
Hernawan, Asep. 2005. Konsep Dasar dan Model-Model Pembelajaran Terpadu.
Jakarta: Universitas Terbuka.
118

Hidayah, N. 2016. Strategi Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an di Lembaga


Pendidikan, Jurnal Ta’allum, vol.4, No,1.
Istikhomah, M. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu
Yang Mengimplementasikan Model Susan Loucks-Horsley Untuk
Meningkatkan Keterampilan Proses Dan Penguasaan Materi Belajar
Siswa SMP. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Kemendiknas. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta:
Balitbang dan Puskur.
Lestari, I. 2008. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Padang:
Akademia.
Leukamalera, A. 2018. Pengembangan Bahan Ajar Digital Interaktif Berbasis
Kvisoft Flipbook Maker Pada Materi Pokok Usaha Dan Energi Untuk
Peserta Didik SMA Kelas X. Kupang: Universitas Nusa Cendana.
Majid, A. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mustafa, D.A.I & Efendi Anwar. 2016. Pengembangan Bahan Ajar
Pembelajaran Menulis Cerita Berbasis Pendekatan Proses bagi Siswa
SMP. Jurnal Lingteria Vol 3 (1) halaman 1-8. (online).
(http://jurnal.fkip.uns.ac.id/indeks.php/snip/article/diwnload/8922/6484,d
iunduh, diakses 1 Januari 2019).
Nupikso, G. 2013. Korelasi Bahan Ajar Online Terhadap Prestasi Mahasiswa
Universitas Terbuka. Jakarta: Universitas Terbuka
Nursyahidah, F. 2012. Research and Developmrnt vs Development Research.(online).

(http://academia.edu/9558030/Research_and_Development_Research_Farida
_ Nursyahidah_1_PENELITIAN_PENGEMBANGAN, diakses 14 Februari 2019).

Paduppai, D. 1998. Pengajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Secara
Terpadu di Sekolah Dasar. Tesis Magister. Surabaya: PPs Universitas Negeri
Surabaya.

Prabowo. 2000. Pembelajaran Tematik Terpadu. Malang: Gaya Media.


Riyana, Cepy. 2012. Media Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
119

Rustam. 2003. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sains Terpadu Tipe


Terhubung (Connected) Diimplementasikan dengan model pembelajaran
Berdasarlan Masalah (Problem Based Instruction) (PBI). Malang.
Sultan, M. S. 2015. Pengembangan Bahan Ajar Indonesia Berbasis K13 Yang
Mengintegrasikan Nilai Karakter Bangsa di SMP. Makassar: Universitas
Negeri Makassar.
Sumaji, S, dkk. 1998. Pendidikan Sains yang Humanisti. Yogyakarta. Kanisus.
Syaiful, S. 2013. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alvabeta.
Triatno. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kharisma Putra Utama.
Triatno. 2011. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, Dan
Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Bumi Aksara.
Widodo, C, S & Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis
Kompetensi. Jakarta: PT Elex Media Kompetindo.
120
121

Lampiran 1.
Hasil Uji Coba Ahli Materi Terhadap Modul IPA Terpadu Berbasis Connected Pada Materi Suhu dan Kalor Untuk SMP/MTs
Kelas VII
Butir Penilaian Skor yang %
diberikan Jumlah Penilaian
Aspek Penilaian Indikator Penilaian
Skor per
Indikator
1. Kelengkapan materi 4
A. Kesesuaian materi 2. Keluasan Materi 4 12 100%
sesuai KI dan IPK
3. Kedalaman materi 4
4. Keakuratan konsep dan definisi 4
5. Keakuratan prinsip 4
6. keakuratan fakta dan data 3
7. Keakuratan contoh soal 4
B. Keakuratan materi 31 96,9%
8. Keakuratan latihan soal 4
9. Keakuratan gambar dan Ilustrasi 4
I. Kelayakan Isi 10. Keakuratan notasi, simbol dan ikon. 4
11. Keakuratan acuan pustaka 4
12. Penalaran (reasoning) 3
13. Keterkaitan 4
C. Pendukung materi 14. Komunikasi (write and talk) 3
19 79,2%
pembelajaran 15. Penerapan 3
16. Kemenarikan materi 3
17. Mendorong untuk mencari informasi lebih 3
18. Kesesuaian materi dengan perkembangan ilmu 4
D. Kemutahiran materi 19. Menggunakan contoh kasus yang biasa muncul 8 100%
4
dalam keseharian
122

20. Konsistensi sistematika sajian dalam kegiatan


4
A. Teknik Penyajian belajar 8
21. Keruntutan penyajian 4 100%
22. Terdapat contoh soal maupun bahan untuk
4
dikerjakan
23. Soal latihan pada bagian akhir modul 3
24. Kunci jawaban soal latihan 3
25. Umpan balik soal latihan 3
B. Pendukung Penyajian 28 87,5%
II. Kelayakan 26. Pengantar 3
Penyajian
27. Glosarium 4
28. Daftar pustaka 4
29. Rangkuman 4
30. Keterlibatan peserta didik 4
31. Bagian Pendahuluan 3
C. Penyajian Pembelajaran 13 81,3%
32. Bagian Isi 3
33. Bagian Penutup 3
34. Ketepatan struktur kalimat. 3
A. Lugas 35. Keefektifan kalimat. 3 9 75%
36. Kebakuan istilah. 4
37. Keterbacaan pesan. 4
B. Komunikatif 8 100%
38. Penggunaan kaidah bahasa. 4
III. Penilaian Bahasa C. Dialogis dan Interaktif 39. Kemampuan memotivasi pesan atau informasi. 4 8 100%
40. Kemampuan mendorong berpikir kritis 4
41. Kesesuaian perkembangan intelektual peserta
D. Kesesuaian dengan 4
didik.
tingkat pemahaman pesert 8
42. Kesesuian dengan tingkat perkembangan
didik 4
emosional peserta didik. 100%
E. Kerunutan dan 43. Keruntutan dan keterpaduan antar sub-sub pokok 3 6 75%
keterpaduan alur pikir bahasan.
123

44. Keruntutan dan keterpaduan antar paragraf. 3


F. Penggunaan istilah dan 45. Konsistensi penggunaan istilah.
4 4 100%
simbol
46. Adanya keterkaitan antara KD 3.5 Memahami
Konsep Suhu dan Kalor (Fisika) dengan KD 3.3
Memahami Konsep Campuran,dan Zat Tunggal
4
A. Pengertian tipe (Kimia) pada sub pokok bahasan perubahan fisika dan
perubahan kimia, dengan KD 3.9 Memahami Konsep 8 100%
Connected
Perubahan iklim dan dampak bagi ekosistem (Biologi).
47. Adanya usaha untuk memfokuskan sub-sub pokok
IV. Pembelaran 4
bahasan yang saling berkaitan antar KD.
Terpadu Tipe
Connected 48. Adanya upaya mengaitkan antara konsep yang ada,
namun tetap menjaga keaslian materi. 4
49. Adanya upaya untuk menghubungkan beberapa 4
B. Karakteristik Tipe
materi, atau konsep yang saling berkaitan dalam satu 12 100%
Connected
bidang studi.
50. Adanya keteraturan materi yang disajikan untuk 4
membangun konsep Connected dalam modul ini.
TOTAL KESELURUHAN 93%

Lampiran 2.
124

Hasil Uji Coba Ahli Media Terhadap Modul IPA Terpadu Berbasis Connected Pada Materi Suhu dan Kalor Untuk SMP/MTs Kelas
VII
%
Indikator Skor yang Jumlah Penilaian
Aspek Sub Indikator Butir Penilaian
Penilaian diberikan Skor per
Indikator
1. Kesesuaian ukuran modul dengan standar
4
ISO
Ukuran Modul A. Ukuran Fisik Modul 8 100
2. Kesesuaian ukuran dengan materi isi
4
modul

3. Penampilan unsur tata letak pada sampul


muka, belakang dan punggung secara 4
harmonis memiliki irama dan kesatuan
(unity) secara konsisten.
4. Menampilkan pusat pandang (center 4
B. Tata Letak Kulit point ) yang baik
15 93,8
Aspek Modul
Kegrafikan 5. Komposisi dan ukuran unsur tata letak
Desain sampul (judul, pengarang, ilustrasi, logo, dll) 3
modul (cover) proposional, seimbang, dan seirama dengan
tata letak isi (sesuai pola)
6. Warna unsur tata letak harmonis dan 4
memperjelas fungsi.

7. Ukuran huruf judul buku lebih dominan


C. Huruf yang 3
proposional dibandingkan ukuran buku,
digunakan menarik dan nama pengarang 10 83,3
mudah dibaca
8. Warna judul buku kontras dengan warna 3
latar belakang
125

9. Tidak menggunakan terlalu banyak 4


kombinasi jenis huruf
10. Menggambarkan isi/ materi ajar dan 3
D. Ilustrasi Sampul mengungkapkan karakter objek
6 75
modul
11. Bentuk, warna, ukuran, proporsi objek 3
sesuai dengan realita.

E. Konsistensi tata 12. Penempatan unsur tata letak konsistensi 3


berdasarkan pola. 6 75
letak
13.Pemisahan antar paragraf jelas 3
14.Bidang cetak dan margin proposional 4
F. Unsur tata letak 15. Margin dua halaman yang berdampingan 4 11 91,7
harmonis proposional
16. Spasi antaran teks dan ilustrasi sesuai 3

17. Penempatan judul kegiatan belajar, sub


4
judul kegiatan belajar, dan angka halaman/
G. Unsur tata letak folio tidak mengganggu pemahaman. 7 87,5
Desain isi modul lengkap
18. Penempatan ilustrasi dan keterangan
gambar (caption) tidak mengganggu 3
pemahaman.

19. Penempatan hiasan/ ilustrasi sebagai latar


belakang tidak mengganggu judul, teks, 4
H. Tata letak
angka halaman.
mempercepat 8 100
pemahaman 20. Penempatan judul subjudul, ilustrasi, dan
keterangan gambar tidak mengganggu 4
pemahaman.
I. Tipografi isi buku 21. Tidak menggunakan terlalu banyak jenis 4 8 100
sederhana huruf.
126

22. Penggunaan variasi huruf (bols, italic, all 4


capital, small capital) tidak berlebihan.
23. Lebar susunan teks normal 4
J. Tipografi mudah
24. Spasi antar baris susunan teks normal 4 12 100
dibaca
25. Spasi antar huruf (kerning) normal 4
K. Tipografi isi buku 26. Jenjang/ hierarki judul-judul jelas, 4
memudahkan konsisten dan proporsional. 8 100
pemahaman 27. Tanda pemotongan kata 4

28. Mampu mengungkapkan makna/ arti dari 3


objek

L. Ilustrasi isi 29. Bentuk akurat dan proporsional sesuai 4 14 87,5


dengan kenyataan.
30. Penyajian keseluruhan ilustrasi serasi 3
31. Kreatif dan dinamis 4
TOTAL KESELURUHAN 91

Lampiran 3.
127

Hasil Uji Coba Kelomok Kecil Terhadap Modul IPA Terpadu Berbasis Connected Pada Materi Suhu dan Kalor Untuk SMP/MTs
Kelas VII
Jumlah
∑ Tiap %
Penilai Skor Kelayakan
Indikator
Apek Penilaian Butir Penilaian Penialain
1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 11
0 2

1. Teks atau tulisan pada modul 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 4 45 45 93,8%


ini mudah dibaca.
2. Gambar yang disajikan jelas 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 45
atau tidak buram.
3. Gambar yang disajikan sudah
A. Aspek sesuai (tidak terlalu banyak dan tidak 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 38 126 87,5%
Tampilan terlalu sedikit).
4. Adanya keterangan pada setiap
gambar yang disajikan dalam modul 3 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 43
ini.
5. Gambar yang disajikan menarik 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 44 44 91,7%
6. Gambar yang disajikan sesuai
4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 46 46 95,8%
dengan materi.
7. Modul ini menjelaskan suatu
konsep menggunakan ilustrasi
3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 39
masalah yang berkaitan dengan
B. Aspek kehidupan sehari-hari.
207 86,3%
Penyajian Materi
8. Modul ini menggunakan contoh-
contoh soal yang berkaitan dengan 3 3 3 4 3 3 4 4 2 4 4 3 40
masalah kehidupan sehari-hari.
128

9. Jika dalam proses pembelajaran


menggunakan modul ini saya
menghadapi masalah, maka saya 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 38
berani bertanya dan mengemukakan
masalah yang saya hadapi kepada
guru.

10. Penyajian materi dalam modul ini


3 4 3 2 4 3 4 4 4 4 4 3 42
mendorong untuk berdiskusi dengan
teman-teman yang lain.

11. Penyajian materi dalam modul ini


4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48
menunjukan keterkaiatan antara fisika
dengan biologi dan kimia.
12. Saya dapat memahami materi 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 40 40 83,3%
dengan mudah.
13. Materi yang disajikan dalam 4 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4 43
modul sudah runtut
84 87,5%
14. Saya dapat mengikuti kegiatan 3 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 41
belajar tahap demi tahap pada modul.
15. Saya dapat dengan mudah
memahami kalima yang digunakan 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 41
dalam modul ini. 82 85,4%

16. Tidak ada kalimat yang 4 4 2 3 4 4 3 3 4 4 3 3 41


menimbulkan akna ganda
17. Saya dapat memahai lambang
atau simbol yang digunakan dalam 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 42 42 87,5%
modul ini.
18. Saya dapat memahami istilah-
istilah yang digunakan dalam modul 3 4 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 40 40 83,3%
ini.
19. Contoh soal yang digunakan 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 44 44 91,7%
129

dalam modul ini sudah sesuai dengan


materi.
20. Saya dapat memahami
keterkaitan materi suhu dan kalor
(fisika) dengan materi biologi serta 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 42
kimia saat menggunakan modul ini. 86 89,6%
21. Saya merasa lebih mudah
belajar denganmenggunakan modul 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 44
ini
C. Aspek Manfaat 22. Saya sangat tertarik
3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 3 40 40 83,3%
menggunakan modul ini
23. Dengan adanya ilustrasi disetiap
awal materi dapat memberikan
motivasi untuk mempelajari materi
suhu dan kalor serta hubungannya 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 41 41 85,4%
dengan materi biologi dan kimia.

TOTAL KESELURUHAN   88,0%

Lampiran 4.
130

Hasil Uji Coba Kelompok Besar Terhadap Modul IPA Terpadu Berbasis Connected Pada Materi Suhu dan Kalor Untuk SMP/MTs
Kelas VII
131
132

Lampiran 5.
Dokumentasi Penelitian
1. Uji kelompok kecil
133

2. Uji coba kelompok besar


a) Uji kelompok besar kelas 7A
134

b) Uji kelompok besar kelas 7K


135

Anda mungkin juga menyukai