Laporan Pendahuluan Apendisitis
Laporan Pendahuluan Apendisitis
Laporan Pendahuluan Apendisitis
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Stase Panum Keperawatan Medikal Bedah
Disusun Oleh :
NIM : 202102040065
Kelas :C
1
LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS
I. KONSEP TEORI
Sumber: anfis.mariapoppy.blogspot.com/2014/11/anatomi-fisiologi-sistem-
pencernaan_28.html
Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter, adalah
sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileoseka, yaitu tempat
sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan terbuka untuk
merespon gelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi atau pembuangan. Usus
besar terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus halus. Serabut
longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang memberi rupa
berkerut-kerut dan berlubang-lubang. Dinding mukosa lebih halus dari yang ada
pada usus halus dan tidak memiliki vili. Didalamnya terdapat kelenjar serupa
kelenjar tubuler dalam usus dan dilapisi oleh epitelium silinder yang memuat sela
cangkir (Nugroho, 2011).
2
Usus besar terdiri dari:
1. Sekum
Kolon adalah bagian usus besar, mulia dari sekum sampai rektum. Kolon
memiliki tiga bagian, yaitu:
a. Kolon asenden: merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah kanan
dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
b. Kolon traversum: merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung
sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada flkesura
splenik.
c. Kolon desenden: merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon
sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
(Nugroho, 2011)
3. Rektum
Sumber: http://yayanakhyar.wordpress.com/tag/apendisitis/
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4
inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan posterior.
Secara klinis, appendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis
yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya
sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi,
appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.
Persarafan parasimpatis pada appendiks berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis
bermula disekitar umbilikus (Nugroho, 2011).
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan
kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam apendiks bersifat
basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh
GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna
termasuk appendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai
perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Appendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks cenderung
menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (Nugroho, 2011).
B. Definisi
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritoneum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc. Burney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat (Nugroho, 2011).
2. Appendisitis Kronik
C. Etiologi
3. Nyeri perut sebelah kanan bawah, saat berjalan terasa sakit, ketika jongkok sakit
berkurang
4. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali
5. Konstipasi
6. Disuria
E. Epidemiologi
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendisitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendisitis dapat mengenai
semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum usia sekolah. Hampir
1/3 anak dengan appendisitis akut mengalami perforasi setelah dilakukan operasi.
Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang
lebih baik, appendisitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih
tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis appendisitis akut pada anak
kadang-kadang sulit. Diagnosis yang tepat dibuat hanya pada 50-70 % pasien-pasien
pada saat penilaian awal. Angka appendektomy negatif pada pediatrik berkisar 10-50
%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang
paling penting dalam mendiagnosis appendisitis (Ariawan, 2014).
Di Amerika Serikat kasus apendisitis meliputi 11 per 10.000 populasi dan
perbandingan insiden pada laki-laki dan wanita 3:1. Sekitar 70 % kasus appendisitis
terjadi pada usia dibawah 30 tahun khususnya terbanyak pada usia 15-30 tahun.
Appendisitis akut sering terjadi pada usia 20-30 tahun, dengan ratio laki-laki
dibandingkan dengan perempuan 1,4:1, risiko terjadi angka kekambuhan pada laki-laki
8,6 % dan perempuan 6,7 % di USA (Ariawan, 2014).
F. Patofisiologi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perforasi appendiks, tanda-tanda perforasi yaitu
meningkatnya nyeri,meningkatnya spasme dinding perut kanan bawah, ileus, demam, malaise, dan
leukositisis. Kemudian peritonitis abses yang bila terbentuk abses appendik maka akan teraba massa
pada kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung pada rektum atau vagina. jika terjadi
perintonitis umum tidakan spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi
tersebut. Tandanya berupa dehidrasi, sepsis, elektrolit darah tidak seimbang dan pneumonia (Ariawan,
2014).
Sumber: http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan-
appendisitis.html?m=1
G. Diagnosa Medis
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung sel darah putih total meningkat di atas 10.000/m 3 pada 85% pasien tiga
perempatnya mempunyai hitung diferensial sel darah putih yang abnormal,
mempunyai lebih dari 75% netrofil.
b. Pemeriksaan urine, tujuannya untuk menyingkirkan adanya kecurigaan batu
ureter kanan dan infeksi saluran kencing. Adanya hematuria atau sel darah putih
pada pemeriksaan urin menandakan adanya infeksi saluran kencing tetapi bukan
berarti apendisitis akut dapat disingkirkan.
c. C-Reactive Protein (CRP) dalam mendiagnosis apendisitis akut memiliki
tingkat keakurasian hingga 91%, dimana CRP merupakan merupakan salah satu
komponen protein, pentamer yang sering digunakan sebagai marker infeksi
dalam darah.
(NANDA, 2015)
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Skoring Alvarado
Alfredo Alvarado pada tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan
atas tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium sederhana yang sering
didapatkan pada apendisitis akut. Skor ini terdiri dari 10 poin dengan akronim
MANTRELS. Berdasarkan sistem skoring ini, pasien yang dicurigai menderita
apendisitis akut dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
1) Skor 7-10 (emergency surgery group): semua penderita dengan skor ini
disiapkan untuk operasi apendektomi
2) Skor 5-6 (observation group): semua penderita dengan skor ini dirawat inap
dan dilakukan observasi selama 24 jam dengan evaluasi secara berulang
terhadap data klinis dan skoring. Jika kondisi pasien membaik yang
ditunjukkan dengan penurunan skor, penderita dapat dipulangkan dengan
catatan harus kembali bila gejala menetap atau memburuk
3) Skor 1-4 (discharge home group): penderita pada kelompok ini setelah
mendapat pengobatan secara simtomatis dapat dipulangkan dengan catatan
harus segera kembali bila gejala menetap atau memburuk.
Tabel 3.1 Skoring Alvarado
Karakteristik Skor
M: Migration of pain to the RLQ 1
A: Anorexia 1
4. Non Medis
a. Mengkonsumsi buah-buahan
b. Mengkonsumsi sayur-sayuran
A. Pengkajian
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien post apendikitis yang menjadi dasar pengkajian meliputi nama,
kebanyakan terjadi pada laki -laki, umur 20 - 30 tahun, pendidikan, pekerjaan,
agama, alamat, diagnosa medis, nomor rekam medis, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian.
b. Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan klien.
c. Keadaan umum pada pasien post operasi appendiitis akut mencapai kesadaran
penuh,keesadaran menunjukan keadaan sakit ringan sampai berat tergantung
pada periode rasa nyeri. Tanda vital pada umumnya stabil kecuali akan
menggalami kesakitan pada pasien yang mengalami perforasi appendik.
d. Keluhan utama pada saat dikaji, pasien dengan post operasi appendisitis paling
sering di temukan adalah nyeri. Nyeri yang dirasakan pasien seperti di remas-
remas ataupun rasa nyeri seperti ditusuk tusuk.
e. Riwayat kesehatan sekarang saat pengkajian, yang diuraikan dari mulai masuk
tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian. Keluhan pada saat dikaji pasien
yang telah menjalani operasi appendisitis pada umumnya mengeluh nyeri pada
luka operasi.
f. Riwayat kesehatan dahulu tentang pengalaman penyakit sebelumnya, apakah
berpengaruh pada penderita penyakit yang diderita sekarang serta apakah
pernah mengalami pembedahan sebeluumnya.
g. Riwayat kesehatan keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama seperti pasien, dikaji pula mengenai penyakit keturunan dan
menular lainnya.
(Ariawan, 2014)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Mc.Burney Sign
b. Rovsign’s Sign
Melakukan penekanan di beberapa titik dari mulai region iliaka kiri hingga
region iliaka kanan dengan arah berlawanan jarum jam. Jika (+) berarti terdapat
nyeri tekan pada sepanjang titik penekanan yang bisa menjalar hingga daerah
kuadran kanan bawah (kuadran di sekitar appendiks) dan jika (-) tidak ada nyeri
tekan.
c. Blumberg’s Sign
Blumberg’s sign biasa disebut juga dengan nyeri rebound atau nyeri lepas.
Dengan cara melakukan penekanan perlahan, lalu melepaskan penekanan
tersebut secara tiba-tiba. Penekanan dilakukan secara tegak lurus di empat
kuadran abdomen.
Gambar 2.3 Pemeriksaan Blumberg’s Sign
d. Psoas Sign
e. Obturatur Sign
f. Dunphy’s Sign
Menyuruh pasien untuk batuk, jika (+) akan muncul nyeri di wilayah
abdomen saat pasien batuk dan (-) tidak ada nyeri di wilayah abdomen saat
pasien batuk.
g. Aaton’s Sign
1) Nyeri berkurang
Ariawan, Kiki. A. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan: Appendisitis Akut Dengan Post Appendiktomy Di Ruang Cempaka
RSUD Pandan Arang Boyolali. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta: Naskah Dipublikasikan
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan-appendisitis.html?m=1.
Nurarif, Huda Amin & Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC Jilid 1. Mediaction:
Jogjakarta