Miniproject Fix Hipertensi
Miniproject Fix Hipertensi
Miniproject Fix Hipertensi
Disusun Oleh :
Dokter Pendamping :
i
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN MINI PROJECT DOKTER
INTERNSIP
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia Kota Makassar periode Mei 2021 – September 2021.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu
memberikan nikmatnya yang tidak terhingga. Karena atas nikmat Nya penulis mampu
menyelesaikan penyusunan karya tulis ini untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program Internship Dokter Indonesia dengan judul “Tingkat Kepatuhan
Penggunaan Obat Anti Hipertensi Pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Makkasau Makassar
periode Juli 2021”. Penyusunan karya tulis ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa
terimakasih yang sebesar-besarnya disertai penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis terbuka kepada saran dan masukan yang membangun untuk
menyempurnakan tulisan ini. Semoga hasil penelitian yang disajikan dalam karya tulis ini
dapat berguna bagi ilmu pengetahuan dan banyak pihak. Semoga semua pihak yang telah
membantu penyusunan Mini Project ini diberkahi dan dirahmati oleh Allah SWT.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.......................................................................................................... vi
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
1.4 Manfaat............................................................................................................... 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................. 5
2.1 Hipertensi............................................................................................................. 5
2.1.1. Definisi................................................................................................................. 5
2.1.2. Klasifikasi............................................................................................................. 5
2.1.3. Epidemiologi........................................................................................................ 6
2.1.5. Patogenesis............................................................................................................ 7
2.1.6. Komplikasi............................................................................................................ 11
2.1.7 Diagnosis................................................................................................................. 14
2.1.8. Tatalaksana............................................................................................................. 17
iv
2.2. Kepatuhan............................................................................................................. 24
2.2.1 Definisi................................................................................................................. 24
BAB III
METODE PENELITIAN................................................................................................ 27
BAB IV
BAB V
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 45
v
DAFTAR TABEL
pasien hipertensi.............................................................................................. 16
Tabel 3.2 Skoring Morisky Morisky Medicationn Adherence Scale-8 (MMS-8) .......... 30
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.3. Nefron dan Tempat Kerja Berbagai Tipe Agen Diuretika............................ 21
Grafik 4.1 Apakah Bapak/Ibu terkadang lupa meminum obat.......................................... 35
Grafik 4.2 Data Pertanyaan mengenai tidak meminum obat dalam 2 minggu terakhir... 36
Grafik 4.4 Data Pertanyaan memgenai Lupa Membawa Obat saat Perjalanan................ 37
Grafik 4.7 Data pertanyaan mengenai rasa terganggu karena meminum obat
setiap hari......................................................................................................... 39
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor, baik dari dalam
tubuh maupun faktor lingkungan. Mekanisme dari dalam tubuh yang berperan dalam
hipertensi adalah aktivitas saraf simpatis, sistem renin- angiotensin-aldosteron, disfungsi
endotel, serta kadar natrium tinggi dengan retensi cairan. Faktor lainnya seperti genetik,
perilaku, dan gaya hidup juga berpengaruh terhadap hipertensi.2
Hingga saat ini hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia karena
merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer.7 Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, hipertensi merupakan masalah kesehatan
dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. 8 Di samping itu, pengontrolan hipertensi
belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia.7
Hipertensi merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular, selain dari asma,
penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), kanker, diabetes melitus, hipertiroid, penyakit
jantung, stroke, penyakit ginjal, dan penyakit sendi.8 Hipertensi yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan berbagai komplikasi pada organ target seperti sistem saraf pusat, ginjal,
jantung, dan mata. Penyakit ini seringkali disebut silent killer karena tidak adanya gejala dan
tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital.10
1
Hipertensi menjadi faktor resiko utama penyakit jantung dan stroke yang merupakan
penyebab kematian dan disalibitas dini nomor satu di dunia. Selain itu, hipertensi juga
meningkatkan resiko gagal ginjal dan kebutaan.6 Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah dalam ginjal sehingga mengurangi kemampuan ginjal untuk memfiltrasi
darah dengan baik. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi hipertensi, seperti operasi
bypass jantung, operasi arteri carotis, serta dialisis, akan menghabiskan dana dalam jumlah
besar, baik bagi pasien maupun pemerintah.4
Pada tahun 2012, World Health Organization mencanangkan Global Plan Action
2013-2020 yang bertujuan untuk mengurangi 25% kematian dini akibat penyakit-penyakit
tidak menular di tahun 2025, termasuk hipertensi. Mencegah dan mengontrol tekanan darah
tinggi merupakan salah satu langkah yang penting untuk mencapai hal tersebut. 6 Hal ini
semakin meningkatkan kesadaran untuk melakukan penatalaksanaan yang baik pada penyakit
hipertensi.
2
Kepatuhan terhadap pengobatan diartikan secara umum sebagai tingkatan perilaku
dimana pasien menggunakan obat, menaati semua aturan dan nasihat serta dilanjutkan oleh
tenaga kesehatan. Beberapa alasan pasien tidak menggunakan obat antihipertensi dikarenakan
sifat penyakit yang secara alami tidak menimbulkan gejala, terapi jangka panjang, efek
samping obat, regimen terapi yang kompleks, pemahaman yang kurang tentang
pengelolaan dan risiko hipertensi serta biaya pengobatan yang relatif.18-20
Ketidakpatuhan pasien menjadi masalah serius yang dihadapi para tenaga kesehatan
profesional.21 Hal ini disebabkan karena hipertensi merupakan penyakit dengan
prevalensi yang tinggi di Indoensia, terutama di fasilitas kesehatan primer, yang dapat terjadi
tanpa gejala, serta menimbulkan komplikasi berbahaya jika tidak ditangani dengan tepat.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah yang dibahas pada penelitian
ini adalah : “Bagaimana tingkat kepatuhan penggunaan obat anti hipertensi pada pasien
hipertensi di Puskesmas Makkasau ?”
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepatuhan penggunaan obat
anti hipertensi pada pasien hipertensi di Puskesmas Makkasau.
1.4 Manfaat
3
mengenai kepatuhan penggunaan obat anti hipertensi pada pasien hipertensi di
Puskesmas Makkasau
1.4.2 Manfaat Praktis
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1. Definisi
2.1.2. Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi untuk hipertensi seperti dari World Health Organization
(WHO), International Society of Hypertension (INH), European Society of Hypertension
(ESH), British Hypertension Society (BSH), Canadian Hypertension Education Program
(CHEP) tetapi umumnya digunakan JNC VII.22
5
Klasifikasi tekanan darah diatas adalah untuk dewasa dengan usia ≥ 18 tahun.
Klasifikasi ini berdasarkan rata-rata dari dua atau lebih pengukuran, dalam keadaan duduk,
pada dua kunjungan atau lebih. Prehipertensi tidak termasuk dalam kategori penyakit tetapi
berfungsi untuk mengidentifikasi individual yang beresiko untuk terjadi hipertensi agar
dokter dan pasien dapat mengambil langkah prevensi terhadap peningkatan tekanan darah
lebih lanjut. Individu pada kelompok ini tidak disarankan untuk mendapatkan pengobatan
tetapi cukup dengan hanya memodifikasi pola hidup untuk menurunkan resiko mengalami
penyakit hipertensi pada masa akan datang. 23
2.1.3. Epidemiologi
Prevalensi hipertensi juga tergantung dari komposisi ras populasi yang dipelajari dan
kriteria yang digunakan.Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada populasi kulit hitam.
Pada wanita, prevalensinya berhubungan erat dengan usia, dengan terjadinya peningkatan
setelah usia 50 tahun. Peningkatan ini mungkin berhubungan dengan perubahan hormone
saat menopause, meskipun mekanismenya masih belum jelas. Dengan demikian, rasio
frekuensi hipertensi pada wanita disbanding pria meningkat dari 0,6 sampai 0,7 pada usia 30
tahun menuju 1,1 sampai 1,2 pada usia 65 tahun.1
Hipertensi primer merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor genetik dan
lingkungan walaupun mekanisme patogenik dari hipertensi pada mayoritas individu masih
tidak diketahui.1 Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah
tersebut adalah:
6
Stress
Ras
Obesitas
Merokok
Genetik
2. Sistem saraf simpatis
Tonus simpatis
Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi:
Endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodelling dari endotel,
otot polos, dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir baik dalam
meningkatkan resistensi perifer maupun peningkatan
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin,
dan aldosteron.24
2.1.5. Patogenesis
Hipertensi terjadi apabila keseimbangan antara curahan jantung dan tahanan perifer
terganggu.25 Beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang
mempengaruhi rumus dasar : Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer, dapat
dilihat pada gambar:23
Sejumlah faktor secara khusus terlibat dalam terjadinya hipertensi, termasuk asupan
garam, obesitas, pekerjaan, asupan alkohol, ukuran keluarga, dan kepadatan.Faktor ini
penting dalam peningkatan tekanan darah bersamaan dengan bertambahnya usia pada
masyarakat yang lebih makmur, sebaliknya tekanan darah menurun dengan bertambahnya
usia pada kebudayaan yang lebih primitif.1
7
Gambar 2.1. Faktor-Fakor yang Berpengaruh pada Pengendalian Tekanan Darah23
8
Sebagian besar penelitian menilai peranan garam pada proses hipertensi disimpulkan
bahwa ion natrium yang penting. Akan tetapi, beberapa peneliti menunjukkan bahwa ion
klorida mungkin sama pentingnya. Kesimpulan ini berdasarkan observasi pemberian
garam natrium bebas klorida pada hewan coba hipertensi yang sensitif terhadap garam gagal
menaikkan tekanan arteri. Kalsium juga terlibat dalam patogenesis beberapa bentuk hipertensi
esensial. Asupan kalsium yang rendah disertai dengan kenaikan tekanan darah pada penelitian
epidemiologik; kenaikan kadar kalsium sitosolik leukosit dilaporkan pada beberapa penderita
hipertensi; dan akhirnya, penghambat jalan masuk kalsium merupakan obat hipertensi yang
efektif. Beberapa pcnelitian melaporkan hubungan potensial antara bentuk hipertensi yang
sensitif terhadap garam dan kalsium. Disimpulkan bahwa dengan beban garam dan defek
kemampuan ginjal untuk mengekskresinya, terjadi kenaikan sekunder dalam faktor natriuretik
sekunder. Salah satu dari ini, disebut faktor natriuretik seperti digitalis, menghambat
ATPase kalium-natrium yang sensitif ouabain dan dengan demikian mengakibatkan
akumulasi Icalsium, intraseluler dan otot polos vaskuler hiperreaktif.1
d. Resistensi Insulin
Resistensi insulin dan/atau hiperinsulinemia diduga bertanggung jawab terhadap
kenaikan tekanan arteri pada beberapa pasien dengan hipertensi. Hiperinsulinisme
menunjukkan adanya gangguan pengambilan glukosa oleh jaringan, Kadar glukosa darah
yang tinggi menyebabkan peningkatan produksi insulin oleh sel beta pankreas sehingga
terjadilah keadaan hiperinsulinisme tersebut. Sifat ini menjadi lebih luas dikenal sebagai
bagian dari sindroma X, atau sindroma metabolik, yang juga ditandai dengan obesitas,
dislipidemia (khususnya peningkatan trigliserida), dan tekanan darah yang tinggi.
Resistensi insulin biasa pada pasien dengan diabetes mellitus tipe II atau obesitas. Obesitas
maupun diabetes mellitus terjadi lebih sering pada penderita hipertensi dibandingkan
normotensi. Akan tetapi, beberapa penelitian menemukan bahwa hiperinsulinemia dan
9
resistensi insulin lebih daripada hal kebetulan, karena terjadi bahkan pada pasien hipertensi
kurus yang bebas dari diabetes mellitus.1
Hiperinsulinemia dapat meningkatkan tekanan arteri oleh satu atau lebih dari empat
mekanisme. Asumsi yang mendasarinya pada masing-masing adalah beberapa, tetapi tidak
semua, jaringan target insulin resisten terhadap efeknya. Khususnya jaringan yang terlibat
dalam homeostasis glukosa yang resisten (dengan demikian menimbulkan hiperinsulinemia.
Mula-mula, hiperinsulinemia menghasilkan retensi natrium ginjal (paling sedikit secara akut)
dan meningkatkan aktivitas simpatik. Salah satu atau keduanya dapat mengakibatkan
kenaikan tekanan arteri. Mekanisme lain adalah hipertrofi otot polos vaskuler sekunder
terhadap kerja mitogenik insulin. Akhimya, insulin juga mengubah transpor ion melalui
membran sel, dengan demikian secara potensial meningkatkan kadar kalsium sitosolik dari
jaringan vaskuler atau ginjal yang sensitif terhadap insulin. Melalui mekanisme ini, tekanan
arteri ditingkatkan karena alasan yang sama dengan yang dijelaskan di atas untuk hipotesis
defek-membran. Akan tetapi, penting menunjukkan bahwa peranan insulin dalam
mengendalikan tekanan arteri adalah hanya dimengerti samar-samar, dan oleh karena itu,
potensinya sebagai faktor patogenik dalam hipertensi tetap tidak jelas.1
e. Nonmodulation
Ini adalah kelompok individu dengan hipertensi yang sensitive terhadap garam tetapi
penurunan respon adrenal terhadap restriksi sodium. Pada individual ini, asupan garam tidak
mempengaruhi respon vascular dari adrenal ataupun renal terhadap angiotensin II. Individu
ini mempresentasi 25 – 30% dari populasi hipertensi, dimana aktivitas plasma reninnya
normal atau tinggi jika diukur pada individu dengan diet rendah garam, dan adalah hipertensi
sensitive garam karena defek pada ginjal untuk mensekresi garam dengan sempurna.
Nonmodulation ini lebih sering dietemukan pada pria dan wanita posmenopause.1
f. Genetik
Satu pendekatan untuk menilai hubungan tekanan darah dalam keluarga (agregasi
familial). Dari penelitian ini, ukuran minimum faktor genetik dapat dinyatakan dengan
koefisien korelasi kurang lebih 0,2. Akan tetapi, variasi ukuran faktor genetik dalam
penelitian yang berbeda menekankan kembali kemungkinan sifat heterogen populasi
hipertensi esensial. Selain itu, sebagian besar penelitian mendukung konsep bahwa
keturunan mungkin bersifat multifaktorial atau jumlah defek genetiknya naik.1
10
Telah ditemukan gene yang bertanggungjawab terhadap 3 distinct tetapi jarang
monogenic hipertensif sindrom, dimana 2 daripadanya diturunkan secara dominan.
2.1.6. Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kerusakan organ – organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi
adalah : jantung (hipertrofi ventrikel kiri, angina / infark miokardium, gagal jantung),
otak (strok, transient ischemic attack ), penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer,
retinopati.1
Jantung
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan
memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas pasien
hipertensi terutama disebabkan timbulnya penyakit kardiovaskular.
11
Faktor resiko :
1. Merokok
2. Obesitas
3. Kurangnya aktivitas fisik
4. Dislipidemia
5. Diabetes mellitus
6. Mikroalbuminuria atau LFG < 60 mL/menit
7. Usia (laki-laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun)
8. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur (laki- laki < 55
tahun, perempuan < 65 tahun)23
Penyakit jantung adalah penyebab kematian yang paling umum pada pasien hipertensi.
Penyakit jantung hipertensif merupakan adaptasi fungsi dan struktur yang mengarah pada
hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi diastolik, gagal jantung kronik, abnormalitas gangguan
darah akibat penyakit jantung koroner aterosklerotik, penyakit mikrovaskuler, dan aritmia
jantung.1
Abnormalitas fungsi diastolik, meliputi penyakit jantung tanpa gejala sampai gagal
jantung yang jelas terlihat, umum ditemukan pada pasien hipertensi.Pasien dengan gagal
jantung diastolik memiliki fraksi ejeksi yang tetap, yang mana merupakan ukuran untuk
fungsi sistolik. Kurang lebih 1/3 dari pasien dengan gagal jantung kronik tidak memiliki
gangguan pada fungsi sistolik namun memiliki abnormalitas fungsi diastolik. Abnormalitas
fungsi diastolik merupakan konsekuensi awal dari penyakit jantung yang berhubungan
dengan hipertensi dan dipicu oleh hipertrofi dan iskemia ventrikel kiri. Fungsi diastolik dapat
dievaluasi dengan ekokardiografi dan angiografi radionuklir.1
Otak
12
progresif dengan meningkatnya tekanan darah, khususnya pada tekanan sistolik individu
berusia > 65 tahun. Pengobatan hipertensi secara pasti menurunkan resiko strok baik iskemik
dan perdarahan.1
Hipertensi juga berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif pada populasi usia
lanjut, dan penelitian longitudinal memberi kesan bahwa adanya hubungan antara hipertensi
usia pertengahan dengan penurunan kognitif usia lanjut. Gangguan kognitif yang
berhubungan dengan hipertensi dan pikun bisa jadi merupakan sebuah konsekuensi dari
infark tunggal akibat penyumbatan pada pembuluh darah besar atau infark lakunar yang
banyak akibat penyumbatan pembuluh darah kecil yang berdampak iskemia substansi
alba sub kortikal. Beberapa uji klinis menyatakan bahwa terapi anti-hipertensif memiliki
efek menguntungkan pada fungsi kognitif, walaupun hal ini masih dalam penyelidikan.1
Aliran darah serebral tetap tidak berubah di sekitar jarak luas tekanan arteri ( tekanan
arteri rata-rata 50 – 150 mmHg) melalui sebuah proses yang disebut autoregulasi aliran darah.
Pada pasien dengan sindroma klinis hipertensi maligna, ensefalopati berhubungan dengan
kegagalan autoregulasi aliran darah serebral pada ambang batas atas tekanan, yang
mengakibatkan vasodilatasi dan hiperperfusi. Gejala dan tanda ensefalopati hipertensif dapat
meliputi sakit kepala berat, mual dan muntah ( biasanya proyektil), tanda neurologis fokal,
dan perubahan status mentalis. Tidak diobati, ensefalopati hipertensif dapat berkembang
menjadi stupor, koma, kejang, dan kematian dalam hitungan jam. Sangat penting untuk
membedakan ensefalopati hipertensif dari sindroma neurologis yang mungkin berhubungan
dengan hipertensi, seperti iskemia serebral, strok perdarahan atau trombotik, gangguan
kejang, lesi massa, pseudotumor cerebri, delirium tremens, meningitis, porfiria intermiten
akut, kerusakan otak akibat trauma atau zat kimia, dan ensefalopati uremikum.1
Ginjal
13
Lesi vaskuler aterosklerotik yang berhubungan dengan hipertensi pada ginjal pada
awalnya mempengaruhi arteriol preglomerular, mengakibatkan perubahan iskemik pada
glomerulus dan struktur postglomerular.Kerusakan glomerulus dapat juga merupakan
konsekuensi dari kerusakan langsung pada kapiler glomerulus akibat hipoperfusi pada
glomerulus.Patologi glomerulus berkembang menjadi glomerulosklerosis, dan tubulus
renalis dapat juga menjadi iskemik dan secara perlahan menjadi atrofi. Lesi ginjal yang
berhubungan dengan hipertensi maligna terdiri dari nekrosis fibrinoid dari arteriol aferen,
terkadang memanjang hingga ke glomerulus, dan dapat mengakibatkan nekrosis fokal pada
glomerulus.1
Arteri perifer
Sebagai tambahan untuk yang berperan dalam patogenesi hipertensi, pembuluh darah
mungkin merupakan organ target penyakit aterosklerotik yang muncul akibat meningkatnya
tekanan darah dalam waktu yang lama.Pasien hipertensi dengan penyakit arteri pada tungkai
bawah memilki resiko yang meningkat untuk penyakit kardiovakular di masa
mendatang.Walaupun pasien dengan lesi stenosis pada tungkai bawah bisa jadi tanpa gejala,
klaudikasi intermiten adalah gejala klasik penyakit arteri perifer.Hal ini dikarakteristikan
dengan sakit nyeri pada betis atau bokong saat berjalan yang hilang dengan beristirahat
.Ankle-brachial Index adalah metode yang efektif untuk mengevaluasi penyakit arteri perifer
dan diartikan sebagai rasio tekanan sistolik arteri pada pergelangan kaki terhadap lengan.
Ankle-brachial index< 0,9 dianggap sebagai diagnosis penyakit arteri perifer dan
berhubungan dengan > 50 % stenosis pada paling tidak satu pembuluh darah utama tungkai
bawah.
2.1.7 Diagnosis
2.1.7.1 Anamnesis
14
Secara umum, hipertensi tidak bergejala. Namun beberapa tanda dan gejala dapat
terjadi pada pasien hipertensi, yaitu:25
Peningkatan tekanan darah pada pembacaan setidaknya dua kali berturut-turut setelah
penyaringan awal
Nyeri kepala oksipital (kemungkinan memburuk pada di pagi hari sebagai akibat dari
peningkatan tekanan intrakranial); mual dan muntah juga dapat terjadi
Epistaksis yang mungkin karena keterlibatan vaskular
Bruits (yang dapat didengar melalui aorta perut atau karotis, arteri ginjal, dan
femoralis) disebabkan oleh stenosis atau aneurisma
Pusing, kebingungan, dan kelelahan yang disebabkan oleh perfusi jaringan menurun
karena vasokonstriksi pembuluh darah
Penglihatan kabur sebagai akibat dari kerusakan retina
Nokturia disebabkan oleh peningkatan aliran darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi
glomerular
Edema yang disebabkan oleh peningkatan tekanan kapiler.
Jika hipertensi sekunder ada, tanda-tanda dan gejala lain yang timbul kemungkinan
berhubungan dengan penyebabnya. Misalnya, Cushing sindrom dapat menyebabkan
obesitas dan striae trunkal berwarna ungu, sedangkan pasien dengan pheochromocytoma
dapat timbul sakit kepala, mual, muntah, palpitasi, pucat, dan keringat berlimpah.25
Pengukuran tekanan darah yang nyata bergantung pada perhatian terhadap detil teknik dan
kondisi pengukuran. Akurasi intstrumen tekanan darah terotomatisasi harus
dipastikan.Sebelum mengukur, seseorang harus duduk tenang selama 5 menit di tempat yang
pribadi, tenang dengan suhu ruangan yang nyaman. Pusat dari cuff harus pada ketinggian
jantung, dan lebar dari cuff harus paling tidak menutup 40% lingkar lengan; panjang cuff
harus mengelilingi paling tidak 80 % lingkar lengan. Penting untuk memperhatikan
penempatan cuff, penempatan stetoskop, dan kecepatan pengempisan cuff( 2 mmHg/s).
Tekanan darah sistolik adalah yang pertama pada paling tidak dua denyut regular bunyi
korotkoff, dan tekanan diastolik pada titik dimana bunyi korotkoff terakhir terdengar.25
15
2.1.7.3 Pemeriksaan Fisik
Bentuk tubuh, termasuk tinggi dan berat badan, harus dicatat.Pada pemeriksaan awal,
tekanan darah harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi berbaring, duduk,
dan berdir untuk mengevasluasi hipotensi postural. Bahkan jika pulsasi femoralis normal
pada palpasi, tekanan arteri harus diukur paling tidak sekali di tungkai bawah pada pasien
yang hipertensi ditemukan sebelum usia 30 tahun. Denyut jantung harus dicatat.Seseorang
hipertensi mengalami peningkatan prevalensi fibrilasi atrium.Leher harus dipalpasi untuk
pembesaran kelenjar tiroid, dan pasien harus dinilai untuk tanda- tanda hipo- dan
hipertiroi. Pemerikasaan pembuluh darah dapat memeberikan petunjuk tentang penyakit
vaskular yang mendasari dan harus mencakup pemeriksaan funduskopi, aukultasi untuk
bising pada arteri karotis dan femoralis., dan palpasi pada pulsasi femoralis dan pedalis.
Retina adalah satu-satunya jaringan yang mana arteri dan arteriol dapat diperiksa secara
langsung.Dengan meningkatnya keparahan hipertensi dan penyakit aterosklerotik,
perubahan funduskopi yang progresif termasuk meningkatnya refleks cahaya arteriolar, defek
penyilangan arteriovenosus, perdarahan dan eksudat, dan pada pasien dengna hipertensi
maligna, papiledema. Pemeriksaan jantung dapat menunjukkan S2 mengeras karena
penutupan katup aorta dan sebuah S4 gallop, kontraksi atrial melawan ventrikel kiri yang
tidak kompliens. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dideteksi dengan membesarnya,
memanjanganya dan berpindah ke lateralnya iktus kordis.Bising abdomen, khususnya yang
menyamping dan memanjang sepanjang sistol hingga diastol, meningkatkan kemungkinan
hipertensi renovaskuler.Ginjal pada pasien dengan penyakit ginjal polikista dapat teraba di
abdomen. Pemeriksaan fisik harus mencakup evaluasi tanda-tanda gagal ginjal kronik
ddan pemeriksaan neurologis.25
Tabel 2.2. Pemeriksaan yang direkomendasikan pada evaluasi awal pada pasien hipertensi
Pemeriksaan
Sistem Organ
Endokrin
Serum sodium, potassium, calcium, TSH
16
Metabolik
Gula darah puasa, total cholesterol, HDL dan LDL, cholesterol,
triglycerides
2.1.8. Tatalaksana
Tujuan utama dari pengobatan pasien hipertensi adalah untuk menurunkan morbiditas
dan mortalitas kardiovaskular dan renal. Pada percobaan klinik, menurunkan tekanan darah
dapat menurunkan resiko pada (1) Insidensi stroke sebesar 35-40%; (2) infark myokard
sebesar 20-25 %; dan (3) gagal jantung sebesar > 50%.22
Fokus utama dari terapi hipertensi adalah mencapai target tekanan darah sistolik.
Target tekanan darah adalah <140/90 mmHg sedangkan untuk individu dengan diabetes dan
penyakit ginjal, maka targetnya adalah < 130/80 mmHg.23
Berdasarkan JNC VIII, saat ini, seluruh target terapi hipertensi, baik untuk pasien
diabetes dan penyakit ginjal adalah <140/90 mmHg.26
Indikasi Terapi
Pasien dengan tekanan darah diastolik >90 mmHg atau tekanan sistolik >140 mmHg
dan telah diukur berulang kali, harus memulai pengobatan kecuali bila terdapat kontraindikasi
yang spesifik.25 Tatalaksana hipertensi dapat dimulai dengan modifikasi gaya hidup, namun
terapi antihipertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi derajat 1 dengan penyerta dan
hipertensi derajat 2.2 Terapi non farmakologis berupa modifikasi gaya hidup
direkomendasikan pada semua individu dengan pre-hipertensi dan sebagai keharusan
tambahan selain terapi farmakologis pada penderita hipertensi. Selain pengobatan hipertensi,
17
pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta lainnya seperti diabetes mellitus atau
dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencaoai target terapi masing-masing kondisi.25
Terapi non farmakologi bagi penderita hipertensi adalah dengan memodifikasi gaya
hidup.Berikut adalah langkah-langkah intervensi gaya hidup dalam pencegahan dan terapi
hipertensi sesuai yang direkomendasikan JNC 7:
Terapi Farmakologis
Pemilihan agen obat anti hipertensi dan kombinasi nya harus mempertimbangkan
kondisi setiap individu dan melihat berbagai faktor seperti umur, derajat hipertensi, resiko
18
penyakit kardiovaskuler lainya, kondisi komorbid, dan memperhitungkan hal seperti biaya,
frekuensi dosis dan efek samping.25
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis yang dianjurkan oleh JNC 7:
Menurut JNC VIII, pilihan antihipertensi didasarkan pada usia, ras, serta ada atau
tidaknya DM dan penyakit ginjal. Pada rasa kulit hitam, penghambat ACE dan ARB tidak
menjadi pilihan kecuali terhadap PGK, dengan atau tanpa DM.Algoritma terapi farmakologis
berdasarkan JNC VIII adalah sebagai berikut.26
19
Gambar 2.2. Algoritma Tatalaksana Hipertensi berdasarkan JNC VIII2
Diuretika
20
Diantara obat oral antihipertensi yang tersedia, diuretika telah digunakan lebih sering
dari lainnya karena keefektivitasannya dan dengan dosis yang lebih rendah, efek sampingnya
dapat dikurangi.Diuretika terdiri dari berbagai tipedilihat dari struktur dan tempat kerja pada
nefron.Agen diuretika yang bekerja pada tubulus proksimal (inhibitor karbonik anhidrase)
jarang digunakan untuk terapi hipertensi.25,28
Terapi biasanya dimulai dengan memberikan jenis Thiazide dalam dosis rendah,
sendiri atau dikombinasikan dengan obat anti hypertensive lainnya. Thiazide menghambat
pompa Na+/Cl– pada tubulus konvolusi distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium.
Untuk jangka panjang, mereka juga dapat bekerja sebagai vasodilator.Thiazide aman untuk
digunakan, efektif dan tidak mahal. Efek untuk menurunkan tekanan darahnya dapat
bertambah jika dikombinasikan dengan beta blockers, ACE inhibitors, atau
angiotensin receptor blockers. Dosis hydrochlorothiazide yang biasa digunakan
berkisar dari 6.25 sampai 50 mg/hari.25,28
Jika fungsi renal terganggu (contoh: serum kreatinin > 1.5 mg/dL) maka diuretika
loop atau metolazone dapat digunakan. Target utama dari agen ini adalah kotransporter Na+-
K+-2Cl– pada bagian tebal dari lengkung Henle. Selain itu diuretika loop juga digunakan
pada pasien dengan retensi natrium dan edema. Agen yang menjaga kadar kalium
( Potassium-sparing agent ) bekerja dengan menghambat kanal sodium di epitel pada nefron
distal. Agen tipe ini merupakan agen antihipertensif yang lemah tetapi dapat
dikombinasikan dengan thiazide untuk memproteksi terjadinya hipokalemia.dapat
diberikan untuk mengurangi resiko terjadinya hipokalemia.25,28Obat-obatan jenis diuretic
bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh
berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan berefek pada
turunnya tekanan darah..25
21
Gambar 2.3. Nefron dan Tempat Kerja Berbagai Tipe Agen Diuretika.28
Efek samping dari ACE inhibitor dan Angiotensin receptor blocker termasuk
insufisiensi fungsi renal karena terjadi dilatasi arteriol eferen pada ginjal dengan lesi
stenotic di arteri renal. Pada pasien yang meminum ACE inhibitor, batuk kering muncul
pada sekitar 15% pasien dan angioedema muncul pada <1%. Hiperkalemia seringkali muncul
sebagai efek samping pada ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker. 25,28
Beta Blockers
22
mortalitas. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernafasan seperti asma bronchial.25
23
Captopril 25-100 mg Batuk-batuk,
Penghambat
hiperkalemia,
ACE
azotemia,
angioedema
Ramipil
2.5-20 mg
Lisinopril
10-40 mg
Losartan
25-100 mg
24
2.2. Kepatuhan
2.2.1 Definisi
Kepatuhan pasien terhadap pengobatannya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi :
a. Faktor Demografi
Faktor demografi seperti suku, status ekonomi, dan tingkat pendidikan yang
rendah dikaitkan dengan kepatuhan yang rendah terhadap regimen pengobatan. 18
b. Faktor Psikologi
Faktor psikologi juga dikaitkan dengan kepatuhan terhadap regimen
pengobatan. Kepercayaan terhadap pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan.
Sedangkan factor psikologi, seperti depresi, cemas, dan ganguan makan yang dialami
pasien dikaitkan dengan ketidakpatuhan.18
c. Faktor Sosial
Hubungan antara anggota keluarga dan masyarakat juga berperan penting
dalam pengelolaan penyakit. Penelitian menunjukan bahwa pasien dengan tingkat
masalah atau konflik yang rendah dan pasien yang mendapat dukungan dan memiliki
komunikasi yang baik antara keluarga atau masyarakatnya cenderung memiliki
tingkat kepatuhan yang lebih baik. Dukungan sosial juga dapat menurunkan
18
rasa depresi atau stress bagi penderita.
d. Faktor yang berhubungan dengan penyakit dan medikasi
Penyakit kronik yang diderita pasien, regimen obat yang kompleks, dan efek
samping obat yang terjadi pada pasien dapat meningkatkan ketidakpatuhan pada
25
pasien.18
e. Faktor yang berhubungan dengan tenaga kesehatan
Komunikasi yang rendah dan kurangnya waktu yang dimiliki tenaga
kesehatan, seperti dokter, menyebabkan penyampaian informasi yang kurang
sehingga pasien tidak cukup mengerti dan paham akan pentingnya pengobatan.
Keterbatasan tenaga kesehatan lain, waktu dan keahlian juga berpengaruh terhadap
pemahaman pasien mengenai penggunaan obat sehingga cenderung meningkatkan
ketidakpatuhan pasien.18
Tingkat kepatuhan terhadap pengobatan dapat diukur melalui dua metode, yaitu :
a. Metode Langsung
Pengukuran kepatuhan melalui metode langsung dapat dilakukan dengan beberapa
cara, seperti mengukur konsentrasi obat atau metabolit dalam darah atau urin,
mengukur atau mendeteksi petanda biologi di dalam. Metode ini umumnya
memerlukan biaya lebih besar, tingkat kesulitan lebih tinggi, serta rentan terhadap
penolakan pasien.18
b. Metode Tidak Langsung
Pengukuran kepatuhan melalui metode tidak langsung dapat dilakukan dengan
bertanya kepada pasien tentang penggunaan obat, menggunakan kuisioner, menilai
respon klinik pasien, menghitung jumlah pil obat, serta menghitung tingkat
pengambilan kembali resep obat.18
26
BAB III
METODE PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Makkasau pada tanggal 12-31 Juli 2021. Penelitian ini menggunakan metode
nonprobability sampling, jenis accidental sampling, yaitu pasien yang secara
insidental bertemu dengan peneliti dapat menjadi sampel Penelitian.
a. Kriteria Inklusi
1. Pasien yang telah diagnosa menderita hipertensi dengan atau tanpa penyakit
penyerta di Puskesmas Makkasau
2. Usia lebih dari 18 tahun.
3. Subyek bersedia mengikuti wawancara
4. Mendapatkan obat antihipertensi
b. Kriteria eksklusi
Pasien mengisi kuisioner tidak lengkap.
Variabel pada penelitian ini adalah karakteristik pasien meliputi, usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pekerjaan, riwayat penyakit keluarga, frekuensi kontrol berobat, serta tingkat
kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat anti hipertensi.
Tabel 3.1.Definisi Operasional Variabel Penelitian Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Anti
Hipertensi pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Makkasau
27
No Variabel Definisi Operasional Skala Hasil Pengukuran
1 Tingkat Kepatuhan Ordinal
Penilaian tingkat Rendah
kepatuhan pasien
terhadap penggunaan Sedang
obat anti hipertensi Tinggi
yang dinilai
berdasarkan 8
parameter dalam
Morisky Modifikasi
Scale (MMS)
Berdasarkan sudut pandang statistik yang digunakan dalam penelitian, jenis penelitian
ini diklasifikasikan kedalam penelitian deskriptif kuantitatif yang akan menilai tingkat
kepatuhan penggunaan obat anti hipertensi pada pasien hipertensi di Puskesmas Makkasau.
28
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Penelitian ini menggunakan data primer berupa kuisioner mengenai tingkat kepatuhan
penggunaan obat anti hipertensi pada pasien hipertensi di wilayah Puskesmas Makkasau
dan , yang terdiri dari formulir identitas serta Morisky Medicationn Adherence Scale-8
(MMAS-8); dan data sekunder rekam medis. Data yang diperoleh diolah dengan
menggunakan Microsoft Excel dalam bentuk grafik dan tabel. Data yang diperoleh dari
Morisky Medicationn Adherence Scale-8 (MMS-8) diolah berdasarkan jumlah nilai
dalam setiap parameter, dengan ketentuan sebagai berikut :
29
Tabel 3.2 Skoring Morisky Morisky Medicationn Adherence Scale-8 (MMS-8)
Adapula pertanyaan tambahan yang diberikan, namun tidak termasuk dari Morisky
Medicationn Adherence Scale-8 (MMAS-8 :)
30
3.8 Aspek Etika
Isu etika yang terdapat pada penelitian ini adalah inform consent pasien untuk
mengisi kuisioner. Hal-hal yang dilakukan oleh peneliti untuk menanggulangi
masalah tersebut adalah :
31
BAB IV
Tabel 4.1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
pekerjaan, dan riwayat penyakit keluarga.
32
Berdasarkan tabel di atas, responden terbanyak berjenis kelamin Perempuan dengan
persentase 52%. Adapun rentang usia terbanyak adalah > 60 tahun dengan persentase 46%,
disusul berturut-turut 51-60 tahun (32%), 41-50 tahun (18%), dan <41 tahun (4%). Sementara
itu, SMA merupakan tingkat pendidikan terbanyak dalam penelitian ini, yaitu sebesar 50%.
Berdasarkan data pekerjaan, pekerjaan responden terbanyak adalah IRT (40%), lalu
pensiunan (22%). Adapun riwayat penyakit keluarga responden yang terbesar adalah
hipertensi sebesar 78%. Berdasarkan frekuensi kontrol responden , sebagian besar penderita
melakukan kontrol sebanyak 1 bulan 1 kali dengan presentasi 76%.
No Pertanyaan Ya Tidak
Apakan Bapak/Ibu/Saudara/ terkadang lupa
1 10 (20%) 40 (80%)
minum obat?
Selama dua minggu terakhir, adakah Bapak/Ibu
2 10(20%) 40 (80%)
pada suatu hari tidak meminum obat ?
Apakah Bapak/Ibu pernah mengurangi atau
menghentikan penggunaan obat tanpa memberi
3 7(14%) 43(86%)
tahu ke dokter karena merasakan kondisi lebih
buruk/tidak nyaman saat menggunakan obat ?
Saat melakukan perjalanan atau meninggalkan
4 rumah, apakah Bapak/Ibu terkadang lupa untuk 9(18%) 41(82%)
membawa serta obat ?
Apakah Bapak /Ibu kemarin meminum semua
5 39(78%) 11(22%)
obat?
Saat merasa keadaan membaik , apakah
6 Bapak/Ibu terkadang memilih untuk berhenti 6(22%) 44(88%)
meminum obat?
Sebagian orang merasa tidak nyaman jika harus
meminum obat setiap hari, apakah Bapak/Ibu
7 10(20%) 40(80%)
pernah merasa terganggu karena keadaan seperti
itu?
33
4.2 PEMBAHASAN TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT HIPERTENSI
Tingkat kepatuhan penggunaan obat anti hipertensi pada penderita hipertensi dinilai
berdasarkan kuesioner yang terdiri dari 9 pertanyaan.
Hasil pengolahan data dalam penelitian ini menunjukkan tingkat kepatuhan pasien
berdasarkan skor kepatuhan yang diperoleh dari jawaban kuesioner pada 50 pasien hipertensi
di Puskesmas Makkasau pada periode 12 - 31 Juli 2021. Skala MMAS-8 menunjukkan
kepatuhan pasien terhadap terapi dengan ketentuan skala kecil (0) mengindikasi pasien patuh
34
terhadap terapinya, skala 1 dan 2 menunjukkan tingkat kepatuhan sedang, kemudian skala >2
mengidentifikasikan pasien tidak patuh terhadap terapi.
Berdasarkan data penelitian, pasien dengan skor kepatuhan rendah berjumlah 9 pasien
(18%) , skor kepatuhan sedang berjumlah 17 pasien (34%) dan tinggi berjumlah 24 pasien
(48%). Dari penelitian ini diketahui mayoritas pasien hipertensi di wilayah Puskesmas
Makkasau memiliki tingkat kepatuhan penggunaan obat antihipertensi yang tinggi.
Kepatuhan penggunaan obat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti lupa meminum obat,
kesadaran pasien untuk rutin memeriksakan tekanan darah nya di puskesmas. Selain itu
pasien selalu memeriksakan diri apabila tidak ada keluhan. Ketidaktahuan pasien bahwa
pengobatan hipertensi seumur hidup.
20%
80%
Ya Tidak
Pada pertanyaan pertama mengenai lupa meminum obat sebanyak 10 orang (20%)
menyatakan terkadang lupa meminum obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa lupa
merupakan faktor yang sering menyebabkan ketidakpatuhan meminum obat. Sebuah
penelitian di Jepang menunjukan adanya hubungan antara frekuensi makan dengan kepatuhan
meminum obat. Diperkirakan bahwa frekuensi makan menjadi salah satu pengingat bagi
35
pasien untuk meminum obat. Intruksi tertulis bagi pasien menjadi alat pengingat yang lebih
baik dibanding dengan instruksi oral.21 22
Grafik 4.2 Data Pertanyaan memgenai tidak meminum obat dalam 2 minggu terakhir
20%
80%
Ya Tidak
14%
86%
Ya Tidak
36
Pertanyaan ketiga mengenai pengurangan atau penghentian pengobatan apabila keadaan tidak
mengalami perbaikan ataupun perburukan, berdasarkan pertanyaan tersebut didapatkan 43
(86%) responden tidak mengurangi atau menghentikan pengobatan. Terdapat 7 pasien (14%)
yang menghentikan penggunaan obat karena merasa tidak nyaman. Rasa tidak nyaman ini
dapat disebabkan oleh efek samping pengobatan serta faktor psikologis pasien. Sebanyak 7
penelitian mengungkapkan bahwa efek samping dapat mengganggu kepatuhan pengobatan.
Sebuah penelitian di Jerman menunjukkan penyebab kedua dari ketidakpatuhan pengobatan
pada pasien adalah akibat efek samping. Efek samping ini dapat dirasakan dengan rasa tidak
nyaman di tubuh, penurunan efikasi pengobatan, serta penurunan kepercayaan pada tenaga
medis. Hal ini dapat menjadi alasan untuk menghentikan penggunaan obat terlebih jika
dilakukan tanpa berkomunikasi dengan dokter terlebih dahulu.
Grafik 4.4 Data Pertanyaan mengenai Lupa Membawa Obat saat Perjalanan
18%
82%
Ya Tidak
Berdasarkan pertanyaan keempat, didapatkan bahwa 9 (18%) responden lupa membawa obat
apabila keluar rumah atau bepergian.
37
Grafik 4.5 Data Pertanyaan mengenai meminum semua obat kemarin
22%
78%
Ya Tidak
12%
88%
Ya Tidak
38
seperti hipertensi, akan memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. Penelitian oleh Kyngas dan
Lahdenpera menunjukan bahwa pasien dengan gejala, kemudian membaik dengan
pengobatan, memilki tingkat kepatuhan yang lebih baik, dibandingkan pasien yang tidak
mengalami gejala sejak awal. Beberapa penelitian lain mengemukan bahwa kondisi
klinis pasien sangat mempengaruhi kepatuhan pengobatan. Pasien dengan kondisi
kesehatan yang tidak baik akan termotivasi untuk patuh meminum obat. Edukasi tetap
menjadi hal yang penting untuk melibatkan pasien dalam terapi yang sedang dijalani.
Memberikan penjelasan yang lengkap hingga dosis yang diminum dapat meningkatkan
kepatuhan pasien. Untuk membuat pasien mengingat edukasi yang telah dijelaskan,
penjelasan dalam bentuk tulisan akan lebih baik dibandingkan dengan penjelasan secara lisan
saja. Pasien seringkali tidak mengingat dengan baik penjelasan-penjelasan yang telah
disampaikan secara lisan oleh tenaga medis. 30
Grafik 4.7 Data pertanyaan mengenai rasa terganggu karena meminum obat setiap hari
20%
80%
Ya Tidak
Pada pertanyaan ketujuh, 20% responden merasa tidak nyaman mengonsumsi obat
setiap hari. Selain timbulnya efek samping, sikap pasien terhadap terapi dapat berpengaruh
terhadap kepatuhan obat. Pada pertanyaan ke tujuh mengenai rasa tidak nyaman ketika
menggunakan obat setiap hari, menunjukan bahwa sebanyak 10 orang dengan presentase 20
% merasa tidak nyaman dengan meminum obat setiap hari. Kondisi ini dapat disebabkan oleh
faktor psikologis. Terdapat 15 penelitian yang menunjukan adanya hubungan antara sikap
negatif pada pengobatan, seperti depresi cemas, serta marah akibat penyakit, dengan
kepatuhan meminum obat. Sebuah penelitian menunjukan bahwa dewasa muda yang telah
mengikuti sebuah terapi merasa tertekan karena mereka tidak normal seperti orang-orang
disekitarnya. Oleh karena itu, sikap negatif terhadap terapi dapat menjadi faktor penyebab
39
dalam rendahnya kepatuhan pasien. Selain itu, faktor psikologis lainnya, seperti kepercayaan
serta motivasi pasien, turut berperan dalam mempengaruhi kepatuhan meminum obat.
Beberapa poin penting yang berpengaruh yang dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan
adalah kepercayaan pasien bahwa terapi tersebut efektif dan memberikan manfaat; pasien
tidak nyaman dengan penyakit dan mengetahui bahaya komplikasinya. Sementara itu,
kepercayaan yang salah akan menyebabkan rendahnya kepatuhan penggunaan obat. Beberapa
hal tersebut antara lain, yakin bahwa penyakitnya tidak dapat dikontrol, terapi tidak efektif
jika dilakukan dalam jangka panjang, khawatir ketergantungan pengobatan dalam jangka
waktu lama, serta adanya kepercayaan adat istiadat atau agama yang meningkatkan
ketidakpatuhan pengobatan.30
44%
56%
Ya Tidak
40
Grafik 4.9 Frekuensi Lupa Meminum Obat
6%
26%
48%
20%
Pada pertanyaan ke delapan, diuraikan lebih rinci mengenai frekuensi lupa meminum
obat. 52% responden masih lupa minum obat, hanya 48% yang tidak pernah lupa meminum
obat. Frekuensi meminum obat ini , dinilai dalam rentang waktu pasien meminum obat, jika
50% rentang waktu tersebut lupa meminum obat, termasuk kedalam frekuensi terkadang.
Sementara jika lebih dari 50% rentang waktu tersebut lupa meminum obat, termasuk ke
dalam frekuensi biasanya. Dan jika kurang dari 50% rentang waktu tersebut lupa meminum
obat, termasuk ke dalam frekuensi sekali-sekali.
41
Diagram 1. Tingkat Kepatuhan Minum Obat Berdasarkan MMAS-8
18%
48%
34%
42
memengaruhi tingginya tingkat kepatuhan. Berdasarkan salah satu komponen pertanyaan
kuesioner yang digunakan, didapatkan bahwa orang dalam rumah yang mengingatkan
responden untuk minum obat anti hipertensi cukup tinggi. Adapun persentase yang
didapatkan pada penelitian ini adalah 56%. Untuk mempertahankan hal ini, pengingat minum
obat tetap perlu diterapkan. Penelitian mengenai penggunaan pengingat untuk meningkatkan
kepatuhan pengobatan pada penyakit kronik telah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian
tersebut menunjukkan bahwa pengingat dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan. Adapun
metode pengingat yang digunakan beranekaragam, diantaranya pengingat pada telepon
seluler maupun tertulis dan pengingat keluarga sekitar.32
Komponen pertanyaan MMAS-8 lainnya mengenai pengurangan atau penghentian
pengobatan saat tidak menunjukkan perbaikan ataupun telah membaik. Berdasarkan
penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar responden tidak mengurangi atau
menghentikan pengobatan saat keadaan tidak ada perbaikan atau telah membaik. Namun,
sekitar 14% responden masih menghentikan sendiri pengobatannya apabila kondisi telah
dirasa membaik atau tidak ada perbaikan. Berdasarkan sistematik review dari Wardt et al,
penghentian konsumsi obat hipertensi dapat dilakukan asalkan dengan rekomendasi dokter
yang disertai dengan monitoring ketat.33 Maka dari itu, penghentian pengobatan secara
mandiri dapat saja memberikan efek kedepannya. Untuk mengatasi hal ini, edukasi pada
pasien hipertensi tetap menjadi hal yang paling utama.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nurul Mutnmainnah dan Mila
Rahmawati31, yang menemukan bahwa di antara sebesar 69,6% reponden memiliki tingkat
kepatuhan meminum obat yang baik. Penelitian ini menunjukkan data tingkat kepatuhan
pasien berdasarkan jenis kelamin, Usia, serta durasi hipertensi. Pasien perempuan
menunjukkan tingkat kepatuhan lebih tinggi dibandingkan pasien laki-laki.. Dalam hal usia,
pasien dengan usia 32-46 tahun yang terkena hipertensi adalah sebanyak 13% dan 47-60
tahun sebanyak 52,2%. Penelitian lain oleh Joho AA32, menunjukkan proporsi pasien dengan
kepatuhan yang baik sebesar 56% dimana pasien perempuan memiliki tingkat kepatuhan
yang lebih baik daripada laki-laki serta pasien ≤ 64 tahun memiliki kepatuhan yang lebih baik
daripada pasien dengan usia ≥ 65 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Yulistiawan33,
menunjukkan diantara 22 pasien hipertensi, 40.9% pasien memiliki tingkat kepatuhan yang
tinggi.
Tingkat kepatuhan minum obat dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor
sosialekonomi, faktor sistem kesehatan, faktor kondisi penyakit, faktor terapi dan faktor
43
penyakit. Oleh karena itu, dalam menyelesaikan masalah tentang kepatuhan pasien tidak
sepenuhnya terdapat pada pasien, namun juga dilakukan pembenahan pada sistem kesehatan
dan petugas pelayanan kesehatan.34 Tenaga kesehatan, sistem kesehatan, serta pasien
memiliki peran dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan. Beberapa pendekatan sistematis
yang dapat dilakukan adalah :
44
BAB V
KESIMPULAN
SARAN
Untuk mendapatkan hal yang lebih baik di kemudian hari, sebaiknya perlu dilakukan hal-hal
sebagai berikut :
45
DAFTAR PUSTAKA
46
14. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo Jr JL Et Al..
The Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention, Detection,
Evaluation, And Treatment Of High Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA 2003,
289.219.2560.
15. Elzubier AG, Husain AA, Suleiman IA, Hamid ZA. Drug Compliance Among
Hypertensive Patients In Kassala, Eastern Sudan. East Mediterr Health J2000; 6: 100–
105.
16. Vrijens B, Vincze G, Kristanto P, Urquhart J, Burnier M. Adherence To Prescribed
Antihypertensive Drug Treatments: Longitudinal Study Of Electronically Compiled
Dosing Histories. Br Med J 2008; 336: 1114–1117.
17. Morisky DE, Ang A, Krousel-Wood M, Ward HJ. Predictive Validity Of A
Medication Adherence Measure In An Outpatient Setting. J Clin Hypertens.2008; 10:
348 354
18. Osterberg, Lars, Blashke., Terrence. Adherence To Edication. The New
Englandjournal Of Medecine. 2006; 97: 353-487
19. World Health Organization, International Society Of Hypertension Writing Group.
World Health Organization (WHO)/International Society Of Hypertension (ISH)
Statement On Management Of Hypertension. J Hypertens 2003; 21: 1983–1992.
20. Sluijs E, Dulmen SV, Dijk LV, De Ridder D, Heerdink R, Bensing J. Patient
Adherence To Medical Treatment: A Meta Review. Nivel, Utrecht, 2006.
21. Niven, N. Psikologi Kesehatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.2002
22. Yogiantoro, M. Hipertensi Esensial.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.143:610-14
23. Chobanian AV, Bakris GL, Et Al,; National Heart, Lung, And Blood Institute Joint
National Committee On Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of High
Blood Pressure National Program Coordinating Committee. NIH Publication, 2004.
24. Kotchen, A.T. Hypertensive Vascular Disease. Harrison’s Principles Of Internal
Medicine. 17thEdition. New York: The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008.241: 1549-
62.
25. Hypertensive Vascular Disease. Robbins And Contran’s Pathologic Basis Of Disease.
7thEdition. Elsevier Saunders. 2005.525-29
26. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Et Al. 2014.
Evidence-Based Guidelines For The Management Of High Blood Pressure In Adults:
Report From The Panel Members Appointed To The Eight Joint National Committee
(JNC8). JAMA. 2013.
27. Kaplan, Norman M. Kaplan’s Clinical Hypertension. 9 thEdition. Lippincott Williams
& Wilkins. 2006.6: 180-249.
28. Klabunde, R.E. General Pharmacology: Renal Handling Of Sodium And Water.
Cardiovascular Pharmacology Concepts. 2010.
29. Morisky DE, Ang A, Et Al. Predictive Validity Of A Medication Adherence Measure
In An Outpatient Setting. J. Clin. Hypertensive. 2008; 10(5): 348-354.
30. Ramah T, Sari KAK. Overview of adherence and factors related to medication adherence in
hypertensive patients at Puskesmas Tembuku 1 Bali-Indonesia 2017. Intisari Sains Medis
9(1): 37-42. doi: 10.1556/ism.v9i1.153
47
31. Mutmainah Nurul, Rahmawati M. Hubungan Antara Kepatuhan Penggunaan Obat Dan
Keberhasilan Terapi Pada Pasien Hipertensi Di Rumah Sakit Daerah Surakarta Tahun 2010 .
Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Farmasi
32. Costa E, Giardini A, Savin M, Menditto E, Lehane E, Laosa O, Pecorelli S, Monaco
A, Marengoni A. Interventional tools to improve medication adherence: review of
literature. Patient Prefer Adherence. 2015 Sep 14;9:1303-14. doi:
10.2147/PPA.S87551.
33. Yulistiawan Ardita. Tingkat Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi
Tanpa Penyakit Penyerta Di Puskesmas Sumowono. 2020. Universitas Ngudi Waluyo.
Fakultas Farmasi
34. WHO. 2013. A global brief on Hypertension Silent Killer Global Public Health Crisis.
Switzerland. WHO Press.
48