Halaman
Halaman
Halaman
1. RINGKASAN EKSEKUTIF
Indikasi
No. Uraian Luas Nilai Pasar
Nilai Likuidasi
1 Kebun Kelapa Sawit 2.388 Ha Rp. 121.016.530.000 Rp. 84.711.571.000
2 Bangunan 14.130 M2 Rp. 14.460.330.000 Rp. 10.122.231.000
3 Kendaraan Rp. 969.300.000 Rp. 678.510.000
Total Rp. 136.446.160.000 Rp. 95.512.312.000
Dibulatkan Rp. 136.446.200.000 Rp. 95.512.300.000
Ringkasan eksekutif ini hanya digunakan bersama dengan laporan penilaian dengan segala macam asumsi,
batasan dan dasar penilaian yang dinyatakan di dalam laporan ini dan tidak dapat dibaca secara terpisah.
Pemberi tugas sekaligus sebagai pengguna laporan dalam hal ini adalah PT. Bank Danamon Indonesia,
Tbk, Jl. KH. Wahid Hasyim No. 2, Kota Pekanbaru, Propinsi Riau
Nilai Pasar
Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh dari hasil penukaran suatu
aset atau liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang
berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana
kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa
paksaan. (SPI 101-3.1)
3. PRESENTASI DATA
3.1. URAIAN TANAH
Simpang
Langgam
SPBU Sikijang
SMKN 1 Sikijang
Beberapa properti yang menonjol terletak berdekatan dengan properti dimaksud antara lain SPBU
Sikijang dan SMKN 1 Sikijang
Negatif :
Permukaan tapak secara umum berbukit dan kedudukan tapak di atas permukaan bervariasi dengan
permukaan jalan. Tanah yang dinilai merupakan 1 (Satu) bidang tanah dan berdasarkan informasi hingga
saat ini lokasi aset yang dinilai belum pernah mengalami banjir.
Fasilitas infrastruktur untuk menuju lokasi tersebut menggunakan jalan pribadi kebun milik PT. Sinar Haska
Lestari.
Kami mengingatkan bahwa kami tidak melakukan pengukuran luas dari properti dimaksud. Tetapi
berdasarkan pengamatan batas fisik di lapangan dan membandingkan dengan salinan surat sertipikat
tanah, kami beranggapan bahwa besaran luas yang digunakan dalam penilaian ini sesuai dengan besaran
luas yang dinyatakan dalam salinan surat sertipikat tanah properti dimaksud.
Berdasarkan salinan surat tanah yang diberikan, properti dimaksud dilengkapi dengan sertipikat :
- SHGU No. 03 terdaftar atas nama PT. CIPTADAYA SEJATILUHUR Surat tanah ini diterbitkan di
Bangkinang pada tanggal 19 Desember 1996. Luas Tanah 2.388 Ha seperti tercantum dalam
Gambar Surat Ukur No. 159/SIN/1996 Tanggal 19 Desember 1996. Tanggal berakhirnya hak 19
Desember 2031.
Kami tidak mengidentifikasi secara detil masing-masing batas bidang tanah dari daftar tersebut di atas.
Namun demikian, berdasarkan peta rincian yang diberikan oleh PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk,
kami mengerti bahwa properti tersebut terdiri dari Satu Bidang Tanah .
Permukaan tapak secara umum bervarisi cenderung berbukit dan kedudukan tapak di atas permukaan
kurang lebih bervariasi dengan permukaan jalan di depan Properti.
3.1.4 Topografi
Dalam penilaian perkebunan faktor kesesuaian lahan merupakan faktor yang sangat penting untuk dapat
digunakan sebagai acuan proyeksi produktifitas tanaman kelapa sawit. Berdasarkan hasil penelitian
mengenai kesesuaian lahan diperoleh informasi mengenai lahan perkebunan Kelapa Sawit milik PT. Sinar
Haska Lestari sebagai berikut :
Keadaan topografi dan bentuk wilayah menurut klasifikasi NSH (1983) dapat dikelompokkan sesuai dengan
derajat kelerengannya yaitu :
Topografi hampir datar : kelerengan 0 - 3% (klas A)
Topografi berombak : kelerengan 3 - 8% (klas B)
Topografi bergelombang : kelerengan 8 - 15% (klas C)
Topografi berbukit : kelerengan 15 - 30% (klas D)
Topografi sangat berbukit : kelerengan 30 - 60% (klas E)
Topografi sangat curam : kelerengan > 65% (klas F)
Keadaan topografi areal perkebunan PT. Sinar Haska Lestari berada pada kelompok hampir datar. Pada
areal ini memiliki ketinggian 10-50 meter dari permukaan laut dengan topografi lahan merupakan hampir
datar berkisar 8 - 15 % (klas C). Secara umum areal-areal tersebut cukup sesuai untuk perkebunan kelapa
sawit sehingga secara keseluruhan dari aspek topografi areal perkebunan PT. Sinar Haska Lestari
tergolong lahan yang sesuai.
Berdasarkan proses pembentukan tanah secara umum jenis tanah yang dijumpai memiliki tingkat
perkembangan profil tanah yang lemah sampai lanjut. Pada tingkat order sebagian besar tanah di areal
kebun dapat digolongkan ke dalam order Utisol dan Oxisol yang memiliki tingkat perkembangan tanah yang
sudah lanjut sedangkan sisanya sebagian kecil tergolong order Inceptisol yang memiliki tingkat
perkembangan tanah lemah. Ultisol dan Oxisol terutama ditemukan pada daerah-daerah dataran hingga
bergelombang, sedangkan Inceptisol pada daerah-daerah perbukitan. Klasifikasi pada tingkat lebih rendah
yaitu pada tingkat great group terdiri dari Tropudults/Kandiudults (podsolik), Hapludox (lateririk), dan
Dystropepts (kambisol).
Masalah fisik yang berkaitan dengan jenis tanah tersebut diatas adalah tingkat kesuburan tanah yang
rendah sehingga dalam pengelolaannya membutuhkan pemupukan yang relatif tinggi dan daya menahan
air tanah yang rendah pada daerah perbukitan sehingga untuk menjaga kelembaban tanah perlu
diaplikasikan janjang kosong ke areal tanaman pada gawangan-gawangan mati.
Tabel 1
Satuan Peta Tanah Areal Perkebunan
Kondisi lahan berada di bawah batas optimum bagi pertumbuhan tanaman. Sehingga diperlukan upaya-
upaya perbaikan untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahannya melalui pemupukan baik senyawa phosfat,
kalium maupun nitrogen.
Selain itu dapat diberikan pengapuran, dan pemberian bahan organik untuk meningkatkan nilai KTK dan pH
tanah.
Berdasarkan informasi dan data tahun tanam yang diberikan PT. Sinar Haska Lestari diperoleh bahwa
tanaman dimulai pada Tahun 2021 hingga tahun 1991 yang saat ini berada dalam fase Tanaman
Menghasilkan (TM) dimana total keseluruhan kurang lebih 2.333,92. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari
tabel di bawah ini.
Tabel 3
Komposisi Tanaman Kelapa Sawit
Luas
Tanaman Tahun Tanam Jumlah Pokok
(Ha)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa replanting dilakukan pada tahun 2021 seluas kurang lebih 349,75 Ha,
penanaman dilakukan pada Tahun 2020 seluas kurang lebih 178,45 Ha dimana jumlah pokok kurang lebih
21.414 pokok atau 130 pokok per Ha, tanaman saat ini memasuki fase tanaman TBM 1, penanaman
dilakukan pada Tahun 2009 seluas kurang lebih 3,5 Ha dimana jumlah pokok kurang lebih 406 pokok atau
116 pokok per Ha, tanaman saat ini memasuki fase tanaman TM 9, penanaman dilakukan pada Tahun 2005
seluas kurang lebih 246,53 Ha dimana jumlah pokok kurang lebih 28.597 pokok atau 116 pokok per Ha,
tanaman saat ini memasuki fase tanaman TM 13, penanaman dilakukan pada Tahun 2003 seluas kurang
lebih 27,20 Ha dimana jumlah pokok kurang lebih 3.155 pokok atau 116 pokok per Ha, tanaman saat ini
memasuki fase tanaman TM 15, penanaman dilakukan pada Tahun 1998 seluas kurang lebih 10,76 Ha
dimana jumlah pokok kurang lebih 1.248 pokok atau 116 pokok per Ha, tanaman saat ini memasuki fase
tanaman TM 20, penanaman dilakukan pada Tahun 1997 seluas kurang lebih 14,20 Ha dimana jumlah
pokok kurang lebih 17.724 pokok atau 116 pokok per Ha, tanaman saat ini memasuki fase tanaman TM 21,
penanaman dilakukan pada Tahun 1995 seluas kurang lebih 30,78 Ha dimana jumlah pokok kurang lebih
3.570 pokok atau 116 pokok per Ha, tanaman saat ini memasuki fase tanaman TM 23, penanaman
dilakukan pada Tahun 1994 seluas kurang lebih 363,33 Ha dimana jumlah pokok kurang lebih
42.146 pokok atau 116 pokok per Ha, tanaman saat ini memasuki fase tanaman TM 24, penanaman
dilakukan pada Tahun 1993 seluas kurang lebih 399,70 Ha dimana jumlah pokok kurang lebih
46.365 pokok atau 116 pokok per Ha, tanaman saat ini memasuki fase tanaman TM 25, penanaman
dilakukan pada Tahun 1992 seluas kurang lebih 507,86 Ha dimana jumlah pokok kurang lebih
58.912 pokok atau 116 pokok per Ha, tanaman saat ini memasuki fase tanaman TM 26, penanaman
dilakukan pada Tahun 1991 seluas kurang lebih 201,86 Ha dimana jumlah pokok kurang lebih
23.416 pokok atau 116 pokok per Ha, tanaman saat ini memasuki fase tanaman TM 27.
II Bahan-Bahan (Lt)
Herbisida ( Round Up & ALI ) Lt 2 40.000 80.000
Sub Total II 2 80.000
III Peralatan
Kampak / Parang Unit 1 65.000 65.000
Sewa Excavator Untuk Kontur JK 4 350.000 1.400.000
Sewa Buldozer JK 4 350.000 1.400.000
Sewa Chain Saw JK 12 50.000 600.000
Sub Total III 21 3.465.000
Total I+II+III 58 4.615.000
Contingencies 2 % 92.300
Jumlah Total 4.707.300
II Bahan-Bahan (Kg)
Bibit Kelapa Sawit Pkk 150 22.251 3.337.650
Bahan Ajir Unit 142 200 28.400
Borate Kg 0,65 32.500 21.125
CuSo4 Untuk Lubang Kg 3,25 13.700,00 44.525
Herbisida Lt 2 37.500 75.000
Pupuk Lobang (RP) Kg 50 1.800 90.000
Pupuk SP-36 Kg 0 2.500 -
Insektisida Lt 0,2 50.000 10.000
Sub Total II 160.451 3.606.700
III Peralatan
Kawat Berduri M 140 2.500 350.000
Paku Kg 2 8.000 16.000
Kayu / Bambu Unit 140 500 70.000
Sub Total III 11.000 436.000
Total I+II+III 451.451 5.222.700
Contingencies 2% 104.454
Jumlah Total 5.327.154
II Bahan-Bahan (Kg)
Insektisida Lt 1 50.000 50.000
Herbisida Lt 1 37.500 37.500
Racun Tikus Kg 0,3 60.500 18.150
Pupuk SP 36 Kg 160 2.500 400.000
Pupuk Urea Kg 227 2.200 499.400
Pupuk MOP Kg 195 2.400 468.000
Pupuk Kieserit Kg 162,5 1.760 286.000
Borate Kg 6,5 32.500 211.250
CuSO4 Kg 6,5 13.700 89.050
ZnSO4 Kg 6,5 13.700 89.050
Sub Total II 766,3 59.900 2.148.400
III Peralatan
Alat Pertanian Set 2 40.000 80.000
Transportasi Pupuk Dan Lain-Lain Kg 766,3 58 44.445
Sub Total III 40.058 124.445
Total I+II+III 409.958 5.281.445
Contingencies 2% 105.629
Jumlah Total 5.387.074
Dari data di atas, rekapitulasi biaya pemeliharaan tanaman dapat disimpulkan sebagai berikut :
4. KOMENTAR PASAR
4.1 Gambaran Ekonomi Makro
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Perekonomian Riau tumbuh positif dan cukup signifikan. Pada triwulan IV 2019, pertumbuhan ekonomi
Riau tercatat sebesar 2,91%, meningkat dibandingkan triwulan III 2019 yang sebesar 2,74%. Pertumbuhan
ekonomi tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi sumatera yang meningkat dari 4,49% pada
triwulan III 2019 menjadi 4,61% pada triwulan IV 2019 namun berbanding terbalik dengan pertumbuhan
ekonomi nasional yang tercatat melambat dari 5,02% pada triwulan III 2019 menjadi 4,97% pada triwulan
IV 2019 sebagaiman yang ditunjukkan Grafik 1.1.
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau, Sumatera, Nasional secara Tahunan (%)
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan IV 2019 bersumber dari tumbuhnya Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB) dan konsumsi pemerintah dengan cukup signifikan. Tumbuhnya kedua faktor
tersebut diantaranya disebabkan oleh peningkatan investasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau terutama di
sektor industri perkebunan, industri kimia, dan sektor kontruksi serta percepatan realisasi anggaran
pemerintah menjelang akhir tahun 2019.
Sementara dari sisi lapangan usaha (LU), pertumbuhan ekonomi yang meningkat berasal dari LU
Pertambangan dan Penggalian, LU Kontruksi, LU Perdagangan Besar dan Eceran, dan LU Penyediaan
Akomodasi dan Makanan Minuman. Kontraksi lifting migas yang tidak sedalam triwulan sebelumnya,
percepatan pembangunan sejumlah infrastruktur strategis, dan beroperasinya sejumlah franchise
perdagangan retail (seperti fashion dan aksesoris) serta franchise gerai makanan & minuman di Pekanbaru
menjadi beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2019.
Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau tumbuh positif mencapai angka 2,84%,
meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 2,37%. Laju
pertumbuhan tertinggi dari sisi lapangan usaha bersumber dari peningkatan konsumsi LNPRT dan
pemerintah. Sedangkan dari sisi lapangan usaha bersumber dari LU industri pengolahan dan LU kontruksi.
Membaiknya konsumsi LNPRT dan pemerintah pada tahun 2019 disebabkan oleh peningkatan konsumsi
untuk belanja kampanye dalam pemilu serentak dan realisasi kenaikan gaji ASN sebesar 5%. Sedangkan
peningkatan pertumbuhan industri pengolahan didorong oleh perluasan kewajiban penggunaan B20 di
dalam negeri, terbukanya pasar ekspor CPO yang baru seperti Timur Tengah dan peningkatan permintaan
CPO dari Tiongkok akibat berkurangnya suplai kedelai dari Amerika Serikat akibat perang dagang yang
terjadi antar dua negara tersebut.
Memasuki triwulan I 2020, perekonomian Riau diperkirakan tumbuh positif, berada pada kisaran 2,70-
3,10% (yoy), meningkat dibandingkan realisasi triwulan IV 2019. Peningkatan dari sisi penggunaan
diperkirakan bersumber dari konsumsi rumah tangga dan net ekspor. Perbaikan harga CPO dan karet
diperkirakan menjadi faktor pendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan mendatang.
Sementara itu, peningkatan net ekspor ditopang oleh meningkatnya permintaan ekspor CPO dan shifting
permintaan Pulp & Paper dari Tiongkok ke Indonesia sejalan dengan meningkatnya keterbatasan supply
consumer goods berbasis kelapa sawit dan terganggunya produksi sejumlah pabrik Pulp & Paper di
Tiongkok akibat outbreak COVID-19. Adapun ekspor antar daerah ditopang oleh peningkatan distribusi B30
dari Dumai, yang memiliki banyak biodiesel, ke provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Peningkatan perkiraan pertumbuhan ekonomi Riau triwulan I 2020 tertahan oleh perlambatan
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan kontraksi konsumsi LNPRT. Perlambatan PMTB diperkirakan
sejalan dengan potensi spillover penurunan PDB Tiongkok ke negara lain serta outbreak virus COVID-19
yang berpengaruh cukup signifikan di Malaysia dan Singapura, mengingat kedua negara tersebut adalah
kontributor utama investasi di Provinsi Riau. Konsumsi LNPRT yang terkontraksi sejalan dengan berakhirnya
masa pemilu di tahun2019. Selain itu, pelemahan permintaan global & domestik berdampak kepada
pengurangan konsumsi untuk pembelian bahan baku. Hal ini juga sejalan dengan perlambatan investasi
yang diperkirakan terjadi pada triwulan I 2020.
4.2Gambaran Pasar
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II 2020 diperkirakan tumbuh positif dan berada pada kisaran
2,70% - 3,10%, meningkat dibanding perkiraan pertumbuhan ekonomi Riau triwulan I 2020. Ditinjau dari
sisi penggunanaan, sumber peningkatan diperkirakan berasal dari konsumsi RT dan net ekspor luar negeri.
Peningkatan laju pertumbuhan konsumsi RT diperkirakan didorong oleh meningkatnya THR ASN (5%) dan
lebih tingginya pertumbuhan harga CPO dibandingkan triwulan sebelumnya yang mendorong peningkatan
daya beli masyarakat mengingat 40% tenaga kerja di Riau berada di sektor pertanian dan perkebunan.
Sementara itu, peningkatan laju pertumbuhan net ekspor lebih didorong oleh meningkatnya pertumbuhan
impor antar daerah sejalan dengan solidnya konsumsi RT pada triwulan tersebut mengingat Riau bukan
produsen utama mayoritas consumer goods.
Secara keseluruhan tahun 2020, pertumbuhan ekonomi di Riau diperkirakan berada pada kisaran 2,70-
3,10%, dengan kecenderungan meningkat jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2019. Meningkatnya
pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan 2020 diperkirakan bersumber dari PMTB dan net ekspor.
Dari sisi lapangan usaha, LU industri pengolahan diperkirakan menjadi sumber utama meningkatnya
pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan 2020. Namun, peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh
LU pertambangan yang terkontraksi lebih dalam, serta LU kontruksi dan LU perdagangan yang diperkirakan
mengalami perlambatan.
Inflasi Provinsi Riau triwulan II 2020 diperkirakan berada pada kisaran 2,00- 2,40%. Perkiraan tersebut
lebih tinggi dibandingkan perkiraan inflasi triwulan I 2020 namun lebih rendah dibandingkan perkiraan
inflasi triwulan II dalam 5 tahun terakhir. Meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan II 2020 diperkirakan
bersumber dari komoditas bahan pangan sejalan dengan terhambatnya impor bawang putih menyusul
outbreak COVID-19, masuknya bulan Ramadhan dan Idul Fitri, serta kemarau yang lebih awal dibandingkan
kemarau tahun lalu. Beberapa komoditas juga perlu mendapat perhatian dikarenakan secara historis tren
harganya mengalami kenaikan pada triwulan II dibandingkan triwulan I, antara bawang merah dan bawang
putih.
Secara keseluruhan tahun 2020, tingkat inflasi diperkirakan berkisar antara 2,10-3,50%, berada dalam
target inflasi nasional 3,0 ± 1%, namun lebih tinggi dibandingkan keseluruhan tahun 2019. Meningkatnya
tekanan inflasi pada 2020 diperkirakan bersumber dari komoditas-komoditas bahan pangan akibat faktor
fundamental, yaitu masih tingginya ketergantungan Provinsi terhadap pasokan dari luar daerah.
Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas
kisaran proyeksi. Faktor-faktor tersebut antara lain : (i) jika musim kemarau 2020 lebih kering dan lebih
panjang dibandingkan perkiraan, (ii) terganggunya suplai cabai merah dari daerah penghasil di luar Riau
akibat bencana seperti banjir dan longsor, (iii) lonjakan permintaan khususnya pada momentum liburan
sekolah akhir tahun, dan (iv) outbreak COVID-19 yang lebih parah dibandingkan perkiraan semula,
sehingga mengganggu impor terutama bawang putih dan sejumlah consumer goods.
Dikatakannya produksi CPO akan meningkat sejalan dengan perluasan perkebunan kelapa sawit yang telah
dimulai sejak tahun 2007 di negeri ini. Sejak tahun 2007 perkebunan-perkebunan kelapa sawit Indonesia
telah meningkat dengan 1.9 juta hektar. Bertambahnya lahan seluas 500,000 hektar setiap tahunnya. CPO
adalah salah satu komoditas ekspor utama kita karenanya kita harus lebih cerdas dalam memainkan
peranan sehingga harganya relatif tetap stabil. Indonesia dan Malaysia telah bersepakat untuk
meningkatkan pasokan CPO untuk pasar dalam negeri apalagi sektor transportasi rilnya sedang didorong
untuk menggunakan bio-diesel, menggantikan bahan bakar fosil. Industri sawit merupakan sektor unggulan
dan memiliki daya saing di pasar internasional yang ditunjukkan dengan RCA (revealed comparative
advantage) sebesar 14,8. Saat ini, Indonesia merupakan negara penghasil CPO terbesar kedua setelah
Malaysia, dengan produksi mencapai lebih dari 15 juta ton dan ekspor 11 juta ton pada tahun 2006.
Industri ini sangat berperan dalam menyediakan kesempatan kerja bagi lebih dari 2 juta orang,
menghasilkan devisa dan pendapatan negara, serta menyediakan bahan baku bagi industry pangan,
seperti minyak goreng.
Pada tahun 2009 Indonesia memproyeksikan untuk memproduksi 19.4 juta ton minyak mentah sawit
(CPO). Produksi tahunan CPO Indonesia pada saat ini sekitar 17 juta ton. Ekspor CPO dan turunannya
sudah mencapai 9,7 juta ton. Sampai akhir tahun, bisa lebih dari 15 juta ton. Permintaan CPO di pasar
dunia diperkirakan terus meningkat di masa depan. Hal itu harus dimaklumi, karena banyak negara-negara
di dunia yang mulai menggunakan komoditas tersebut sebagai biodiesel dan biofuel. Produk energi itu
relatif ramah lingkungan dan bisa menggantikan bahan bakar konvensional. Tingginya permintaan CPO itu
tak pelak membuat harga di pasar dunia meningkat tajam. Harga CPO dunia saat ini menembus USD 900
per ton atau naik 10 persen dibanding tahun lalu yang USD 950 per ton.
Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dunia maka konsumsi akan minyak nabati dan
lemak dunia turut meningkat. Cina dan India yang tercatat sebagai berpenduduk paling besar merupakan
konsumen minyak nabati terbesar di dunia. Pada tahun 2012 CPO diperkirakan akan mempunyai peran
yang penting, konsumsinya meningkat dan menggeser peran minyak nabati lainnya, terutama minyak
kedele.
Pertumbuhan produksi untuk minyak kelapa sawit pada periode 2005-2010 mengalami kenaikan menjadi
25.340.360 ton (26,5%) dari total produksi jenis minyak nabati. Pada periode tersebut, pangsa konsumsi
minyak kelapa sawit mulai mengungguli minyak kedele dan kondisi tersebut diperkirakan masih akan terus
berlanjut hingga tahun 2020. Demikian juga halnya dengan pangsa produksinya. Untuk gambaran
selengkapnya dapat dilihat pada tabel pangsa produksi dan konsumsi minyak nabati dunia mulai dari 1993
sampai dengan tahun 2012.
Saat ini Indonesia menguasai pangsa pasar ekspor CPO terbesar dunia sebesar 64,53 %. Sementara
Malaysia menguasai pangsa pasar ekspor produk turunan CPO sebesar 52,35 %. Pada tahun 2007 negara-
negara dengan konsumsi minyak sawit terbesar adalah China (15%), UEA (12%), Indonesia (11%), India
(9%), dan Malaysia (6%). Sementara itu perkembangan luas lahan dan produksi minyak sawit Indonesia
dari tahun 1985 hingga prediksi tahun 2010 sebagai berikut : (Sumber : Pusat Data info Sawit).
Pada tahun 2008 dengan luas lahan 6.775 ha produktivitas CPO mencapai 18,8 juta ton sedangkan pada
tahun 2010 diprediksikan dengan perluasan lahan menjadi 7.800 ha produktivitasnya meningkat hingga 20
juta ton. Sampai dengan tahun 2010, peluang pasar Indonesia dari sisi konsumsi domestik Perkirakan
tumbuh antara 4 % - 6 % per tahun, sedangkan dari sisi ekspor adalah sekitar 5 % - 8 % per tahun.
Pemanfaatan CPO untuk produk olahan diantaranya yaitu oleh industri pangan (minyak goreng, margarin,
shortening, cocoa butter substitutes, vegetable ghee) dan industri non pangan seperti oleokimia (fatty acid,
fatty alcohol, gliserin) dan biodiesel. Konsumsi CPO dalam negeri sebagian besar digunakan untuk industri
minyak goreng sebagai konsumen utama CPO di Indonesia. Distribusi penggunaan CPO tahun 2006 tercatat
dimana untuk kepentingan ekspor 4,84 juta ton (30,25%), minyak goreng 9,705 juta ton (60,65%),
margarine dan shortening 0,695 juta ton (4,34%), serta oleochemical 0,761 juta ton (4,76%).
Sementara itu pemanfaatan CPO lainnya yakni sebagai bahan baku pada industri oleokimia dasar. Prediksi
permintaan di dunia dan Asia Tenggara atas produk oleokimia sebagai berikut :
Kapasitas terpasang industri oleokimia dasar dunia jauh lebih besar dari kebutuhan oleokimia dunia. Namun
permintaan dunia akan produk oleokimia terus meningkat dari tahun ke tahun. Kenaikan permintaan
oleokimia dunia dengan laju rata-rata sekitar 5% pertahun. Produsen oleokimia dasar sebagian besar
berada di wilayah Asia. Sedangkan pertumbuhan produksi oleokimia dasar di wilayah Asia sekitar 7,1 %
pertahun, disusul oleh wilayah Amerika 2,4 %, dan Eropa 1,3 %. Secara menyeluruh pertumbuhan
produksi oleokimia dunia hingga tahun 2010 mencapai 3,7 % pertahun.
5. PROSES PENILAIAN
5.1 Penggunaan Tertinggi Dan Terbaik (Highest & Best Use – HBU)
HBU didefinisikan sebagai Penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu aset, yang secara fisik
dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diijinkan, secara finansial layak, dan
menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut. (KPUP 10.1)
Kesimpulan Pengunaan Tertinggi dan Terbaik dalam Kondisi Properti Terbangun saat ini :
Berdasarkan analisa terhadap faktor-faktor tersebut di atas, Kondisi Properti Terbangun saat ini sebagai
Perkebunan Memenuhi kelayakan penggunaan tertinggi dan terbaik.
Perkebunan sebagai salah satu unit usaha, secara operasional ditentukan oleh ketentuan dan peraturan
yang berbeda dengan properti lainnya. Oleh karena unsur legalitas merupakan unsur utama yang perlu
diperhatikan dalam menghasilkan Nilai.
Properti Perkebunan adalah tanah dalam satuan lahan yang diusahakan pada luasan tertentu, dengan satu
atau lebih dari satu komoditas tanaman yang dibudidayakan, sarana dan prasarana serta fasilitas
penunjang lainnya yang dikelola dengan standar manajemen perkebunan yang berlaku umum.
Aset Tanaman yang dimaksud adalah tanaman yang dibudidayakan secara komersial pada suatu lahan
tertentu dan dikelola berdasarkan teknis budidaya yang berlaku umum pada suatu tempat tertentu. Aset
non Tanaman adalah sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya yang merupakan bagian yang
tidak terlepas dari suatu kesatuan aset tetap usaha perkebunan.
Secara keseluruhan, pembagian pengelompokkan aset yang akan dinilai terbagi sebagai berikut :
Penilaian ini menggunakan metode Pendekatan Pendapatan. Pendekatan ini berdasar pada konsep
hubungan antara nilai dengan pendapatan dari suatu properti income producing. Nilai properti dihitung
berdasarkan pada proyeksi jumlah pendapatan bersih yang wajar yang diharapkan dapat dihasilkan oleh
properti tersebut sepanjang umur ekonomis yang masih tersisa.
Dasar pemikiran dari Pendekatan Pendapatan adalah bahwa nilai pasar dari suatu properti kurang lebih
sama dengan suatu modal yang mempunyai potensi untuk mendatangkan pendapatan. Jika pendapatan
bersih pertahun dianggap stabil selama masa operasional dan bersifat tak terhingga atau menerus
menerus, maka pendapatan bersih yang dihasilkan pada tahun tertentu oleh suatu properti dapat
dikapitalisasi langsung menjadi nilai dari properti bersangkutan selama tingkat kapitalisasi yang yang
digunakan adalah tingkat kapitalisasi (yield) yang berlaku umum di pasar properti bersangkutan. Metode ini
disebut Kapitalisasi Langsung.
Apabila pendapatan dari properti yang akan dinilai tidak dapat dianggap tetap, maka penilaiannya dapat
menggunakan Metoda Arus Kas yang Didiskontokan atau lebih dikenal dengan istilah metode DCF
(Discounted Cash Flow). Dengan pendekatan ini, nilai dari suatu properti adalah sejumlah nilai kini dari Net
Operasional Income yang akan diperoleh dari hasil operasional properti tersebut termasuk didalamnya
Terminal Value jika pada akhir tahun proyeksi diasumsikan masih terdapat sejumlah pendapatan yang akan
berlangsung secara terus menerus dan stabil.
Diagram mengenai DCF Method ini dapat dilihat sebagaimana gambar dibawah ini :
…………
1 2 3 4 5 n-1 n
1
(1+ i) 1 1
(1+ i) ²
1
(1+ i) 3
1
(1+ i) 4
1
(1+ i) 5
1
(1+ i) n-1
1
(1+ i) n
Value of
Property Discounted Cash Flow Method
Hasil penilaian dengan metode Pendekatan Pendapatan merupakan nilai dari keseluruhan bagian aset yang
mempunyai kontribusi langsung dalam operasional seperti antara lain; tanah yang digunakan sebagai areal
kebun, tanaman, bangunan, sarana pelengkap, alat berat, mesin-mesin dan peralatan, serta inventaris
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Di Indonesia belum ada suatu institusi lembaga keuangan atau lembaga investasi yang resmi dari
pemerintah untuk melakukan penelitian dan mempublikasikan besaran discount rate dan capitalization rates
dari masing – masing sector usaha dan lokasi, termasuk sector perkebunan. Namun secara praktisi pada
umumnya beracuan kepada perlakuan tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh pemerintah pada sector
tertentu dan pada usaha tertentu. Hal ini cukup bisa diterima dikarenakan tentunya Bank tersebut dalam
menentukan tingkat suku bunga sudah mempertimbangkan safe rate (minimum riska) dan business risk
serta khusus untuk country risk, Dalam penilaian ini discount rate yang di gunakan adalah 13,61 %.
Untuk Penilaian dengan Tujuan Penjaminan Hutang, maka nilai yang dihasilkan perlu dilakukan
pembebanan per komponen aset. Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap komponen kelompok aset
dengan menggunakan metode penilaian yang sesuai seperti :
Selisih dari Nilai properti secara keseluruhan dengan pendekatan Pendapatan melalui metode DCF dikurangi
dengan nilai bangunan akan menjadi indikasi dari nilai aset tanaman (tanah dan tanaman).
Perkebunan kelapa sawit yang menjadi obyek penilaian adalah perkebunan kelapa sawit milik PT. Sinar
Haska Lestari dengan luas areal ± 2.388 Ha.
- Proyeksi Produksi
Proyeksi produksi TBS kelapa sawit disusun berdasarkan standar produksi TBS yang disusun oleh
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat dengan memperhatikan umur dan kerapatan
tanaman, kondisi kebun pada saat inspeksi dilakukan dan kinerja historis dari kebun kelapa sawit.
Produksi diasumsikan sebesar 89,9 % dari standar PPKS Marihat untuk kelas lahan S-2.
b. Proyeksi Penjualan
Tandan Buah Segar (TBS) yang dihasilkan kebun sawit diolah langsung di Pabrik milik PT. Sinar Haska
Lestari. Harga TBS mengacu kepada harga jual yang ditetapkan oleh Dinas Perkebunan. Harga jual rata-
rata TBS Rp. 2.389,-/kg (untuk tahun-tahun berikutnya diproyeksikan mengalami kenaikan sebesar 3,7%
per tahun dan disesuaikan dengan umur tanaman)
d. Biaya Produksi
Biaya produksi meliputi biaya panen TBS, Biaya Mandor Panen dan biaya pembelian peralatan didasarkan
rata-rata realisasi biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan dan juga data-data dari kebun-kebun
sejenis lainnya. Proyeksi biaya produksi pada tahun-1 yaitu sebesar Rp. 333.000,- per Ton TBS. Biaya
produksi ini diasumsikan mengalami kenaikkan sebesar 3,7 % per tahun.
e. Biaya Transportasi
Biaya tranportasi meliputi biaya muat TBS, bongkar muat TBS, muat loading Ramp ke PKS dan transport ke
PKS didasarkan rata-rata realisasi biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Proyeksi biaya tranportasi
pada tahun-1 yaitu sebesar Rp. 159.000,- per Ton TBS. Biaya transportasi ini diasumsikan mengalami
kenaikkan sebesar 3,7% per tahun.
g. Management Fee
Biaya ini merupakan biaya fee manajemen dalam mengelola perkebunan. Biaya ini diasumsikan sebesar 5%
dari pendapatan bersih.
Untuk menentukan tingkat diskonto (discount rate) atau present worth rate, kami menggunakan Band Of
Invesment Method dimana tingkat diskonto (discount rate) sebesar 13,34 %.
5 6 7 8 9 10 11
2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031
74 72 71 68 66 63 60
2.762 2.762 2.762 2.762 2.762 2.762 2.762
203.014 199.389 195.763 188.513 181.262 174.012 166.761
PENDAPATAN : total ha
TBS (TON) 246,53 5.510 5.411 5.313 5.116
Harga (Rp1000) 2.389 2.568 2.663 2.762
Kas Masuk 129.526.111 13.160.386 13.898.919 14.150.799 14.130.561
BIAYA OPERASIONAL
Perawatan Tanaman Rp./ha 7.643 1.884.126 1.978.332 2.077.249 2.181.112
Panen Rp./kg 333 1.832.520 1.799.796 1.767.073 1.701.625
Transportasi Hasil Rp./kg 159 878.690 863.000 847.309 815.927
Administrasi dan Umum Rp./ha 373 92.008 92.008 92.008 92.008
Manajemen fee 5% 658.019 694.946 707.540 706.528
Biaya Penggantian Rp./ha 93 22.808 22.808 22.808 22.808
Kas Keluar 53.230.501 5.368.172 5.450.890 5.513.987 5.520.008
Arus Kas Bersih 76.295.609 7.792.214 8.448.029 8.636.812 8.610.553
Diskon Faktor 13,34% 0,882 0,778 0,687 0,606
Indikasi Nilai (Rp. 1.000) 42.025.929 6.875.167 6.576.581 5.932.267 5.218.199
Ribuan Rupiah/Ha (Property Value) 170.470
5 6 7 8 9 10
2025 2026 2027 2028 2029 2030
5 6 7 8
2025 2026 2027 2028
PENDAPATAN : total ha
TBS (TON) 10,8 222 217 212 193
Harga (Rp1000) 2.269 2.440 2.530 2.624
Kas Masuk 2.076.312 504.183 529.836 536.650 505.642
BIAYA OPERASIONAL
Perawatan Tanaman Rp./ha 7.643 82.234 86.346 90.663 95.196
Panen Rp./kg 333 73.900 72.221 70.541 64.095
Transportasi Hasil Rp./kg 159 35.435 34.630 33.824 30.734
Administrasi dan Umum Rp./ha 373 4.016 4.016 4.016 4.016
Manajemen fee 5% 25.209 26.492 26.833 25.282
Biaya Penggantian 93 995 995 995 995
Kas Keluar 893.681 221.790 224.700 226.873 220.319
Arus Kas Bersih 1.182.630 282.393 305.137 309.778 285.324
Diskon Faktor 13,34% 0,882 0,778 0,687 0,606
Indikasi Nilai (Rp. 1.000) 872.386 249.159 237.541 212.773 172.913
Ribuan Rupiah/Ha (Property Value) 81.077
PENDAPATAN : total ha
TBS (TON) 14,2 262 256 176
Harga (Rp1000) 2.176 2.257 2.340
Kas Masuk 1.561.650 570.777 578.118 412.755
BIAYA OPERASIONAL
Perawatan Tanaman Rp./ha 7.643 108.525 113.951 119.648
Panen Rp./kg 333 87.233 85.205 58.664
Transportasi Hasil Rp./kg 159 41.828 40.855 28.129
Administrasi dan Umum Rp./ha 373 5.300 4.016 4.016
Manajemen fee 5% 28.539 28.906 20.638
Biaya Penggantian Rp./ha 93 1.314 1.314 1.314
Kas Keluar 779.393 272.738 274.246 232.409
Arus Kas Bersih 782.256 298.039 303.871 180.346
Diskon Faktor 13,34% 0,882 0,882 0,882
Indikasi Nilai (Rp. 1.000) 690.194 262.963 268.109 159.122
Ribuan Rupiah/Ha (Property Value) 48.605
2. Bangunan Workshop
Jumlah Unit : 1 Unit
Jumlah lantai : 1 Lantai
Pondasi : Baja
Konstruksi : Baja
Lantai : Rabat Beton
Dinding : -
Pintu : Plat Besi
Jendela : -
Penutup atap : Spandex
Plafond : -
Tahun bangun/renovasi : Mulai Dari Tahun 2010
Kondisi : Baik
Luas : 196 m2
Nilai Pasar : Rp. 19.350.000,-
Indikasi Nilai Likuidasi : Rp. 13.550.000,-
3. Bangunan Kantor
Jumlah Unit : 1 Unit
Jumlah lantai : 1 Lantai
Pondasi : Beton Bertulang
Konstruksi : Beton Bertulang
Lantai : Keramik
Dinding : Susunan Batu Bata dengan Finishing Cat
Pintu : Kayu Panel
Jendela : Kaca Rangka Kayu
Penutup atap : Spandex
Plafond : -
Tahun bangun/renovasi : Mulai Dari Tahun 2004
Kondisi : Baik
Luas : 209 m2
Nilai Pasar : Rp. 546.470.000,-
Indikasi Nilai Likuidas : Rp. 382.530.000,-
8. Bangunan Musholla 1
Jumlah Unit : 1 Unit
Jumlah lantai : 1 Lantai
Pondasi : Beton Bertulang
Konstruksi : Beton Bertulang
Lantai : Keramik
Dinding : Susunan Batu Bata dengan Finishing Cat
Pintu : Kayu Panel
Jendela : Kaca Rangka Kayu
Penutup atap : Spandex
Plafond : -
Tahun bangun/renovasi : Mulai Dari Tahun 2004
Kondisi : Baik
Luas : 92 m2
Nilai Pasar : Rp. 98.320.000,-
Indikasi Nilai Likuidas : Rp. 68.820.000,-
Indikasi Nilai
No. Uraian Nilai Pasar
Likuidasi
1 Bangunan Gudang 313 m² Rp 476.750.000 Rp 333.730.000
2 Workhsop 196 m² Rp 19.350.000 Rp 13.550.000
6.2.2 Kendaraan
Hasil dari Pendekatan Pasar dan Pendekatan Biaya direkonsiliasi dengan menggunakan pembobotan atas
masing-masing pendekatan. Kami menilai properti dimaksud dengan menggunakan mata uang Rupiah.
Kami mengingatkan bahwa penggunaan nilai tukar selain yang tercantum dalam laporan ini tidak berlaku.
Namun, sebagai informasi tambahan, nilai kurs tengah mata uang dolar AS terhadap Rupiah pada tanggal
penilaian adalah US $1= Rp. 14.375-
Kami menegaskan bahwa dalam penilaian ini kami tidak memperhitungkan biaya dan pajak yang terjadi
karena adanya jual beli, sesuai dengan yang diatur didalam Standar Penilaian Indonesia.
Dengan mempertimbangkan memperhatikan berbagai faktor yang berhubungan dengan penilaian ini, maka
kami berpendapat penilaian aktiva tetap kebun kelapa sawit milik PT. Sinar Haska Lestari yang terletak di
Jl. Lintas Timur, Desa Sikijang, Kecamatan Bandar Sekijang, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau dengan
menggunakan Pendekatan Pendapatan (Income Approach) didapatkan Nilai Pasar kebun kelapa sawit
seluas ± 2.388 Ha pada tanggal penilaian adalah sebagai berikut :
Nilai Pasar :
Rp. 136.446.200.000,-
( Seratus Tiga Puluh Enam Miliar Empat Ratus Empat Puluh Enam Juta Dua Ratus Ribu
Rupiah )
13. Keterangan mengenai rencana tata kota diperoleh secara tertulis dan/atau lisan yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang. Kecuali diinstruksikan lain, kami beranggapan bahwa properti yang dinilai
tidak terpengaruh oleh berbagai hal yang bersifat pembatasan-pembatasan dan properti maupun
kondisi penggunaan baik saat ini maupun yang akan datang tidak bertentangan dengan peraturan-
peraturan yang berlaku.
14. Properti dilengkapi sertipikat tanah yang sah dan bebas dari hak atas jalan dan pelanggaran apapun
juga, termasuk pula bebas dari batasan yang memberatkan, halangan-halangan ataupun pengeluaran
tidak wajar lainnya. KJPP Aditya Iskandar & Rekan tidak melakukan pengukuran ulang terhadap luasan
properti secara detail, melainkan data dari sertipikat & gambar bangunan yang diterima dari klien.
15. Penilaian ini didasarkan pada asumsi bahwa properti dibangun sesuai dengan peraturan yang berlaku,
serta telah memiliki atau dalam proses memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Ijin Penggunaan
Bangunan (IPB) yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Bagian-bagian properti yang tidak
diinspeksi tidak memiliki kerusakan berarti dan tidak menyebabkan KJPP Aditya Iskandar & Rekan
mengubah penilaian.
16. Penilai tidak berkewajiban memberikan kesaksian atau hadir di pengadilan karena laporan
ini,berkaitan dengan terjadinya sengketa atas properti dimaksud, tanpa perjanjian tertulis terlebih
dahulu.