Maqasid Asy-Syariah Bag 02

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 7

Mengenal Maqasid asy-Syariah (Bag.

02)
pengusahamuslim.com/7275-mengenal-maqasid-asy-syariah-bag-02.html

October 14, 2020

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Pada artikel sebelumnya, kita telah mengenal beberapa bentuk maqasid syariah. Di
bagian ini, kita akan membahas 3 penjagaan syariat terhadap 3 hal: menjaga akal,
menjaga keturunan, dan menjaga harta.

Ketiga, Menjaga Akal

Akal merupakan kelebihan yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk
kasat mata lainnya. Dengan kelebihan akal, Allah berikan beban syariat kepada manusia.
Allah berfirman,

ْ َ
ُ ‫اﻹ ْﻧ َﺴ‬ َْ ْ َ ْ َ َ َ َ‫اﻷ ْرض َو ْاﻟﺠﺒ‬
َ ْ ‫ات َو‬ َ ْ ‫ﺿﻨَﺎ‬
‫اﻷ َﻣﺎﻧَ َﺔ َﻋﻠَﻰ ﱠ‬
‫ﺎن‬ ِ ‫ﺎل ﻓﺄﺑَ ْﯿ َﻦ أ ْن ﯾَ ْﺤ ِﻤﻠﻨَ َﻬﺎ َوأﺷﻔﻘ َﻦ ِﻣ ْﻨ َﻬﺎ َو َﺣ َﻤﻠ َﻬﺎ‬
ِ ِ ِ ِ ‫اﻟﺴ َﻤﺎ َو‬ ْ ‫إِﻧﱠﺎ َﻋ َﺮ‬

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-
gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.” (QS. al-Ahzab: 72).

Dengan sebab manusia harus mengemban amanah, Allah berikan kepada mereka modal
akal. Karena itu, agama melindungi akal sebagaimana melindungi nyawa. Diantara upaya
syariat dalam rangka melindungi akal,

[1] Allah membimbing akal dengan mengajaknya memikirkan hal bermanfaat,


seperti merenungkan ayat-ayatNya, baik ayat kauniyah maupun syar’iyah.

Allah berfirman,

ٍ ‫ﻮن َﻗ ِﺪ ا ْﻗﺘَ َﺮ َب أَ َﺟﻠُ ُﻬ ْﻢ ۖ َﻓﺒِﺄَ ﱢي َﺣ ِﺪ‬


‫ﯾﺚ ﺑَ ْﻌ َﺪ ُه‬ َ ‫ض َو َﻣﺎ َﺧﻠَ َﻖ اﷲُ ِﻣ ْﻦ َﺷ ْﻲ ٍء َوأَ ْن َﻋ َﺴﻰ أَن ﯾَ ُﻜ‬ َ ْ ِ ‫اﻟﺴ َﻤﺎ َو‬
ِ ‫ات َواﻷ ْر‬ ‫ﻮت ﱠ‬ِ ‫أَ َوﻟَ ْﻢ ﯾَ ْﻨ ُﻈ ُﺮوا ِﻓﻲ َﻣﻠَ ُﻜ‬
‫ﻮن‬َ ُ‫ُﺆ ِﻣﻨ‬ ْ‫ﯾ‬

“Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang
diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada
berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu?.” (QS. al-A’raf: 185)

Allah juga berfirman,

‫ﻮب أَ ْﻗ َﻔﺎﻟُ َﻬﺎ‬ُ َ َ َ ‫أَ َﻓ َﻼ ﯾَﺘَ َﺪﺑﱠ ُﺮ‬


ٍ ‫ون ْاﻟ ُﻘ ْﺮآ َن أ ْم َﻋﻠَﻰ ُﻗﻠ‬

“Apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS.
Muhammad: 24)

Karena itu, kita diminta untuk banyak belajar dan memohon tambahan ilmu. Allah
berfirman,

ْ ُْ
1/7
‫َو ُﻗ ْﻞ َر ﱢب ِز ْدﻧِﻲ ِﻋ ْﻠﻤًﺎ‬

“Katakanlah: Ya Rabku, tambahkanlah ilmu untukku..” (QS. Taha: 114)

[2] Syariat menjunjung tinggi akal dengan lebih memuliakan orang yang
menggunakan akal.

Allah berfirman,

َْ ْ ُ ُ َ ‫ﯾﻦ َﻻ ﯾَ ْﻌﻠَﻤ‬
َ ‫ُﻮن َواﻟﱠ ِﺬ‬
َ ‫ﯾﻦ ﯾَ ْﻌﻠَﻤ‬
َ ‫ُﻗ ْﻞ َﻫ ْﻞ ﯾَ ْﺴﺘَ ِﻮي اﻟﱠ ِﺬ‬
ِ َ‫ُﻮن إِﻧﱠ َﻤﺎ ﯾَﺘَ َﺬ ﱠﻛ ُﺮ أوﻟﻮ اﻷﻟﺒ‬
‫ﺎب‬

Katakanlah: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang


tidak mengetahui?” Sesungguhnya hanya orang yang berakal yang dapat menerima
pelajaran. (QS. az-Zumar: 9).

[3] Menjaga akal agar tidak terpengaruh keyakinan tahayul, khurafat, dan segala
yang tidak masuk akal.

Allah berfirman,

‫ات َو َﻻ ِﻓﻲ‬
ِ ‫اﻟﺴ َﻤﺎ َو‬ َ ُ‫ﻮن َﻫ ُﺆ َﻻ ِء ُﺷ َﻔ َﻌﺎ ُؤﻧَﺎ ِﻋ ْﻨ َﺪ اﷲِ ُﻗ ْﻞ أَﺗُﻨَﺒﱢﺌ‬
‫ﻮن اﷲَ ﺑِ َﻤﺎ َﻻ ﯾَ ْﻌﻠَ ُﻢ ِﻓﻲ ﱠ‬ َ ُ‫ﻀ ﱡﺮ ُﻫ ْﻢ َو َﻻ ﯾَ ْﻨ َﻔ ُﻌ ُﻬ ْﻢ َوﯾَ ُﻘﻮﻟ‬
ُ َ‫ون اﷲِ َﻣﺎ َﻻ ﯾ‬
ِ ‫ون ِﻣ ْﻦ ُد‬
َ ‫َوﯾَ ْﻌﺒُ ُﺪ‬
‫ض‬ َ ْ
ِ ‫اﻷ ْر‬

” Mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan
kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata:
“Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. Katakanlah: “Apakah
kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak
(pula) di bumi?” (QS. Yunus: 18)

Maksud ayat,

Dari mana kalian tahu bahwa jika mau berdoa harus melalui tuhan-tuhan yang tidak
berguna itu? Sementara Allah sendiri tidak mengetahui di dunia ini ada seperti itu, di
mana akalmu??

[4] Menjaga akal jangan sampai dirusak dengan pikiran kotor, angan-angan
kosong, dan semua yang bisa mengganggu kualitas akal manusia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang zina hati. Beliau juga melarang panjang
angan-angan untuk urusan dunia. Seperti angan-angan yang mustahil, diantara yang
Allah singgung dalam al-Quran adalah angan-angan wanita untuk menjadi lelaki, agar
bisa mendapat jatah warisan yang lebih banyak atau mendapat kelebihan yang lebih
banyak.

Allah berfirman,

‫ﯿﺐ ِﻣ ﱠﻤﺎ ْاﻛﺘَ َﺴ ْﺒ َﻦ‬


ٌ ‫ﺼ‬ِ َ‫ﯿﺐ ِﻣ ﱠﻤﺎ ْاﻛﺘَ َﺴﺒُﻮا َوﻟِﻠﻨﱢ َﺴﺎ ِء ﻧ‬
ٌ ‫ﺼ‬ِ َ‫ﺎل ﻧ‬
ِ ‫ﻠﺮ َﺟ‬ ٍ ‫ﻀ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ﺑَ ْﻌ‬
‫ﺾ ﻟِ ﱢ‬ َ ‫ﻀ َﻞ اﷲُ ﺑِ ِﻪ ﺑَ ْﻌ‬
‫َو َﻻ ﺗَﺘَ َﻤﻨﱠ ْﻮا َﻣﺎ َﻓ ﱠ‬

“Janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu
lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari pada
apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang

2/7
mereka usahakan..” (QS. an-Nisa: 32).

Semisal dengan ini, ketika orang menonton film superhero, sebagian orang berangan-
angan bisa menjadi seperti mereka. Menjadi superman, batman, ironman, atau yang
lainnya.

[5] Islam juga menjaga fisik akal, dengan melarang mengkonsumsi setiap makanan
atau minuman yang bisa merusak akal, seperti khamr dan semua turunannya.

Bahkan siapa yang melanggar bagian ini, dengan minum khamr atau mengkonsumsi
obat-obatan yang merusak akal, dia berhak untuk mendapatkan hukuman.

Allah berfirman,

‫ﺎس َوإِْﺛ ُﻤ ُﻬ َﻤﺎ أَ ْﻛﺒَ ُﺮ ِﻣ ْﻦ ﻧَ ْﻔ ِﻌ ِﻬ َﻤﺎ‬ ٌ ِ‫ﯿﻬ َﻤﺎ إِْﺛ ٌﻢ َﻛﺒ‬


ِ ‫ﯿﺮ َو َﻣﻨَﺎ ِﻓ ُﻊ ﻟِﻠﻨﱠ‬
ُْ ْ ْ َ َُ
ِ ‫ﯾَ ْﺴﺄﻟﻮﻧَﻚ َﻋ ِﻦ اﻟ َﺨ ْﻤ ِﺮ َواﻟ َﻤ ْﯿ ِﺴ ِﺮ ﻗﻞ ِﻓ‬

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya.” (QS. al-Baqarah: 219)

Keempat, Menjaga keturunan dan kehormatan


Maksudnya menjaga kelestarian manusia di muka bumi ini, dengan status sebagai
manusia. Dalam arti, mereka memiliki nasab yang jelas. Kelestarian yang bernasab,
itulah yang membedakan antara manusia dengan binatang.

Diantara upaya syariat dalam melindungi keturunan dan kehormatan,

[1] Perintah untuk menikah

Allah jadikan ini sebagai cara yang sesuai fitrah yang suci untuk menyalurkan syahwat.
Di surat an-Nisa ayat 23 – 24, Allah menjelaskan siapa saja wanita yang haram untuk
dinikahi dan yang halal untuk dinikahi, serta bagaimana aturan dalam pernikahan. Lalu di
ayat 25 Allah menyebutkan solusi bagi mereka yang tidak mampu menikah karena
masalah ekonomi. Kemudian di 3 ayat berikutnya, Allah menjelaskan hikmah dari semua
itu,

٢٦. ‫ﻮب َﻋﻠَْﯿ ُﻜ ْﻢ َواﷲُ َﻋﻠِﯿ ٌﻢ َﺣ ِﻜﯿ ٌﻢ‬


َ ُ‫ﯾﻦ ِﻣ ْﻦ َﻗ ْﺒﻠِ ُﻜ ْﻢ َوﯾَﺘ‬
َ ‫ﱢﻦ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َوﯾَ ْﻬ ِﺪﯾَ ُﻜ ْﻢ ُﺳﻨَ َﻦ اﻟﱠ ِﺬ‬
َ ‫ُﺮﯾ ُﺪ اﷲُ ﻟِﯿُﺒَﯿ‬
ِ‫ﯾ‬

“Allah hendak menerangkan (hukum syari’at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada


jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima
taubatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS.an-Nisa’:26)

٢٧. ‫ات أَ ْن ﺗَ ِﻤﯿﻠُﻮا َﻣ ْﯿ ًﻼ َﻋ ِﻈﯿﻤًﺎ‬ ‫ُﻮن ﱠ‬


ِ ‫اﻟﺸ َﻬ َﻮ‬ َ ‫ُﺮﯾ ُﺪ اﻟﱠ ِﺬ‬
َ ‫ﯾﻦ ﯾَﺘﱠﺒِﻌ‬ َ ُ‫ُﺮﯾ ُﺪ أَ ْن ﯾَﺘ‬
ِ ‫ﻮب َﻋﻠَْﯿ ُﻜ ْﻢ َوﯾ‬ ِ ‫َواﷲُ ﯾ‬

“Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa
nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).” (QS. an-
Nisa’:27)

ً ‫ﺿ ِﻌ‬
٢٨. ‫ﯿﻔﺎ‬ َ ‫ﺎن‬ ْ ُ َ ‫ُﺨ ﱢﻔ‬
ِ ‫ﻒ َﻋ ْﻨﻜ ْﻢ َو ُﺧﻠِ َﻖ‬
ُ ‫اﻹ ْﻧ َﺴ‬ َ ‫ُﺮﯾ ُﺪ اﷲُ أَ ْن ﯾ‬
ِ‫ﯾ‬

3/7
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat
lemah.” (QS. an-Nisa’: 28)

Penjelasan tentang syariat menikah dan bagaimana penyaluran syahwat yang benar
adalah petunjuk dari Allah yang sesuai dengan jalan para nabi dan orang soleh di masa
silam. Sementara orang yang tidak mau mengikuti jalan ini, hakekatnya hanya ingin
melampiaskan syahwatnya.

[2] Allah juga memerintahkan untuk memperbanyak keturunan

Disamping Allah mengajarkan syariat pernikahan, Allah juga syariatkan agar


mengupayakan terwujudnya keturunan atau memperbanyak anak. Allah berfirman,
menjelaskan tentang aturan ketika malam hari di bulan puasa,

‫وﻫ ﱠﻦ َوا ْﺑﺘَ ُﻐﻮا َﻣﺎ َﻛﺘَ َﺐ اﷲُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ‬


ُ ‫ﺎﺷ ُﺮ‬ َ ‫َﻓ‬
ِ َ‫ﺎﻵن ﺑ‬

“…maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu…” (QS. al-Baqarah: 187)

Allah membolehkan kalian untuk melakukan hubungan badan di malam Ramadhan. Dan
makna: ‘carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu’ adalah carilah anak dari
hasil hubungan badan kamu.

[3] Syariat melarang keras semua tindakan yang bisa merusak kehormatan

Syariat mengharamkan zina, dan memberikan hukuman keras bagi pelakunya. Karena ini
merusak tata sosial di masyarakat. Syariat juga mengharamkan menuduh orang lain
berzina. Karena memicu timbulnya keresahan di tengah masyarakat yang menodai
kehormatan mereka.

Semua ini Allah jelaskan dengan rinci di awal surat an-Nur.

[4] Syariat juga mengajarkan kesadaran terhadap jenis kelamin

Syariat mengajarkan prinsip bahwa lelaki dan wanita itu berbeda. Allah berfirman,
ُ ْ ‫ﺲ اﻟ ﱠﺬ َﻛ ُﺮ َﻛ‬
‫ﺎﻷ ْﻧﺜَﻰ‬ َ ‫َوﻟَْﯿ‬

“Lelaki tidak sama dengan wanita.” (QS. Ali Imran: 36)

Menyamakan lelaki dengan wanita, berarti bertentangan dengan fitrah manusia.

Syariat juga mengatur pergaulan dan interaksi antar-lawan jenis.

Syariat juga melarang lelaki yang meniru wanita, atau wanita meniru lelaki.

Dalam hadis dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

‫ﺎل‬
ِ ‫ﺎﻟﺮ َﺟ‬ ِ ‫ َو ْاﻟ ُﻤﺘَ َﺸﺒﱢ َﻬ‬، ‫ﺎل ﺑِﺎﻟﻨﱢ َﺴﺎ ِء‬
‫ﺎت ِﻣ َﻦ اﻟﻨﱢ َﺴﺎ ِء ﺑِ ﱢ‬ ِ ‫اﻟﺮ َﺟ‬
‫ﯿﻦ ِﻣ َﻦ ﱢ‬
َ ‫ﱢﻬ‬ ْ ُ َ
ِ ‫ﻟ َﻌ َﻦ اﷲ اﻟ ُﻤﺘَ َﺸﺒ‬

4/7
“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai
laki-laki” (HR. Ahmad 3151 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Kelima, Menjaga harta


Harta dibutuhkan oleh setiap hamba untuk mempertahankan kehidupannya. Dengan
bekal harta, manusia bisa makan, berpakaian, melakukan aktivitas yang dia inginkan,
dan termasuk beristirahat.

Untuk menjaga harta, syariat menetapkan beberapa aturan,

[1] Perintah untuk mencari penghasilan

Agar seorang hamba bisa mandiri dan tidak menggantungkan kepada orang lain.

Allah berfirman,

ْ ‫ض َوا ْﺑﺘَ ُﻐﻮا ِﻣ ْﻦ َﻓ‬ َْ ِ ‫َﻓﺈِ َذا ُﻗ‬


َ ُ َ ‫ﻀﯿَ ِﺖ ﱠ‬
ِ‫ﻀ ِﻞ اﷲ‬ ِ ‫اﻟﺼﻼة ﻓﺎ ْﻧﺘَ ِﺸ ُﺮوا ِﻓﻲ اﻷ ْر‬

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah…” (QS. al-Jumu’ah: 10)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memotivasi kita untuk mandiri, dengan bekerja dan
tidak menggantungkan diri kepada orang lain.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ﺎن ﯾَ ْﺄ ُﻛ ُﻞ ِﻣ ْﻦ َﻋ َﻤ ِﻞ ﯾَ ِﺪ ِه‬
َ ‫ﻼ ُم – َﻛ‬ ‫ َوإِ ﱠن ﻧَﺒِ ﱠﻰ اﷲِ دَا ُو َد – َﻋﻠَْﯿ ِﻪ ﱠ‬، ‫َﻣﺎ أَ َﻛ َﻞ أَ َﺣ ٌﺪ َﻃ َﻌﺎﻣًﺎ َﻗ ﱡﻂ َﺧ ْﯿ ًﺮا ِﻣ ْﻦ أَ ْن ﯾَ ْﺄ ُﻛ َﻞ ِﻣ ْﻦ َﻋ َﻤ ِﻞ ﯾَ ِﺪ ِه‬
َ ‫اﻟﺴ‬

Tidak ada penghasilan yang lebih baik yang dikonsumsi seseorang, melebihi hasil dari
kerja tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabiullah Daud – alaihis salam – makan dari
hasil kerja tangannya sendiri. (HR. Bukhari 2072)

[2] Agar tidak terjadi silang kepentingan dan hak orang lain dalam mencari harta,
syariat menetapkan aturan mengenai tata cara bertransaksi.

Allah berfirman,

‫اض ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ‬
ٍ ‫ﺎر ًة َﻋ ْﻦ ﺗَ َﺮ‬ َ ‫ﺎﻃ ِﻞ إِﱠﻻ أَ ْن ﺗَ ُﻜ‬
َ ‫ﻮن ﺗِ َﺠ‬ ِ َ‫ﯾﻦ آَ َﻣﻨُﻮا َﻻ ﺗَ ْﺄ ُﻛﻠُﻮا أَ ْﻣ َﻮاﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺑَ ْﯿﻨَ ُﻜ ْﻢ ﺑِ ْﺎﻟﺒ‬
َ ‫ﯾَﺎ أَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﱠ ِﺬ‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan saling
ridha di antara kalian..” (QS. an-Nisa: 29).

Dan semua aturan yang berlaku dalam fiqh muamalah, merupakan turunan dari prinsip
ini.

[3] Setelah mendapatkan harta, syariat mengatur penggunaannya.

5/7
Di sana ada larangan boros, ada larangan melakukan tabdzir, dan larangan
menggunakan harta tidak sesuai aturan. Orang yang tidak bisa menggunakan harta
dengan baik, Allah menyebutnya sebagai orang bodoh.

Allah berfirman,

‫ﻮﻫ ْﻢ ِﻓﯿ َﻬﺎ‬ ْ ‫اﻟﺴ َﻔ َﻬﺎ َء أَ ْﻣ َﻮاﻟَ ُﻜ ُﻢ اﻟﱠﺘِﻲ َﺟ َﻌ َﻞ اﷲُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ِﻗﯿَﺎﻣًﺎ َو‬
ُ ‫ار ُز ُﻗ‬ ‫َو َﻻ ﺗُ ْﺆﺗُﻮا ﱡ‬

“Janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.
Berilah mereka belanja…” (QS. an-Nisa: 5)

Karena itulah, orang yang memiliki harta, namun tidak bisa menggunakan harta dengan
baik, Allah perintahkan agar saudaranya yang menjaga harta itu, dan pemiliknya dikasih
sedikit demi sedikit sesuai kebutuhannya.

[4] Syariat juga menekankan pengembangan harta secara fisik maupun non-fisik.

Secara fisik dilakukan dalam bentuk kerja sama bisnis, sehingga bisa mengembangkan
potensi umat. Dalam hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ُﺰ ِر ْﻋ َﻬﺎ أَ َﺧﺎ ُه‬ ٌ ‫َﻣ ْﻦ َﻛﺎﻧَ ْﺖ ﻟَ ُﻪ أَ ْر‬


ْ ‫ض َﻓ ْﻠﯿَ ْﺰ َر ْﻋ َﻬﺎ َﻓﺈِ ْن ﻟَ ْﻢ ﯾَ ْﺰ َر ْﻋ َﻬﺎ َﻓ ْﻠﯿ‬

“Siapa yang memiliki tanah, hendaknya dia kelola (dengan ditanami). Jika dia tidak
mampu untuk mengelolanya, berikan kesempatan bagi saudaranya.” (HR. Muslim 3998).

Ada banyak pendapat para ulama mengenai makna hadis ini. Dan diantara pelajaran
yang bisa kita ambil, hendaknya seorang muslim memaksimalkan potensi yang dia miliki.
Tidak hanya yang berupa tanah seperti yang disebutkan dalam hadis, termasuk potensi
yang lainnya, terutama harta.

Demikian pula mengembangkan harta secara non fisik, dengan sedekah dan zakat.

Allah berfirman,

ْ ‫ون َو ْﺟ َﻪ اﷲِ َﻓﺄُوﻟَﺌِ َﻚ ُﻫ ُﻢ ْاﻟﻤ‬


َ ‫ُﻀ ِﻌ ُﻔ‬
‫ﻮن‬ َ ‫َو َﻣﺎ آَﺗَ ْﯿﺘُ ْﻢ ِﻣ ْﻦ َز َﻛﺎ ٍة ﺗُ ِﺮﯾ ُﺪ‬

“Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya).” (QS. ar-Rum: 39)

[5] Syariat melarang keras mendzalimi harta orang lain. Bahkan syariat
menyediakan hukuman bagi orang yang mencuri. Dalam rangka untuk menjaga
keamanan harta di masyarakat.

Allah berfirman,

ٌ ‫ﺎر َﻗ ُﺔ َﻓﺎ ْﻗ َﻄﻌُﻮا أَْﯾ ِﺪﯾَ ُﻬ َﻤﺎ َﺟ َﺰا ًء ﺑِ َﻤﺎ َﻛ َﺴﺒَﺎ ﻧَ َﻜ ًﺎﻻ ِﻣ َﻦ اﷲِ َواﷲُ َﻋ ِﺰ‬
‫ﯾﺰ َﺣ ِﻜﯿ ٌﻢ‬ ‫ﺎر ُق َو ﱠ‬
ِ ‫اﻟﺴ‬ ِ ‫اﻟﺴ‬
‫َو ﱠ‬

6/7
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Maidah: 38)

Demikian,

Allahu a’lam

Sumber: [https://www.alukah.net/sharia/0/94949/]

Penulis: Ammi Nur Baits, S.T., B.A.

7/7

Anda mungkin juga menyukai