Kel. 3 Pemeriksaan Ginjal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

TUGAS DIAGNOSTIK KLINIK

MAKALAH PEMERIKSAAN GINJAL

Dosen Pengampu :
Apt. Putu Rika Veryanti, S.Farm. M.Farm-Klin.

Disusun oleh :
Apriliana Putri 18330029
Miranda Septiani Nurdindasari 18330036
Astri Aulia Azahra 18330055
Anggita Suci Rismawati 18330056
Maarif Nur Saputra 18330072
Indah Rosalia 18330085

PROGRAM STUDI FARMASI


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Dan atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Diagnostik Klinik berupa makalah
“Pemeriksaan ginjal”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya. Terimakasih.

Jakarta, 26 November 2021

Penyusun.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................ 1
1.2 RUMUSAN MASALAH........................................................................................ 2
1.3 TUJUAN................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ginjal..........................................................................................................3
2.2 Anatomi Ginjal.........................................................................................................3
2.3 Fungsi Ginjal............................................................................................................4
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Jenis Pemeriksaan ....................................................................................................7
3.2 Pemeriksaan Lainnya...............................................................................................10
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Ginjal termasuk salah satu organ tubuh manusia yang vital. Organ ini berperan
penting dalam metabolisme tubuh seperti fungsi ekskresi, keseimbangan air dan
elektrolit, serta endokrin. Fungsi ginjal secara keseluruhan didasarkan oleh fungsi
nefron dan gangguan fungsi ginjal disebabkan oleh menurunnya kerja nefron.
Penyakit ginjal sering disertai penyakit lain yang mendasarinya seperti diabetes
melitus, hipertensi, dislipidemia, dan lain-lain. Gejala gangguan ginjal stadium dini
cenderung ringan, sehingga sulit didiagnosis hanya dengan pemeriksaan klinis.
Pemeriksaan laboratorium dapat mengidentifi kasi gangguan fungsi ginjal lebih awal.
Pemeriksaan antara lain kadar kreatinin, ureum, asam urat, cystatin C, β2
microglobulin, inulin, dan juga zat berlabel radioisotop. Hal ini dapat membantu
dokter klinisi dalam mencegah dan tatalaksana lebih awal untuk mencegah
progresivitas gangguan ginjal menjadi gagal ginjal.
Ginjal terletak retroperitoneal dalam rongga abdomen dan berjumlah sepasang
dan merupakan organ vital bagi manusia. Kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai kesehatan menyebabkan gangguan ginjal sering terlambat terdeteksi.
Penyakit ginjal sering disertai penyakit lain yang mendasarinya seperti diabetes
melitus, hipertensi, dan dislipidemia. Gejala dan keluhan pada gangguan ginjal
stadium dini cenderung ringan, sehingga sulit didiagnosis hanya dengan pemeriksaan
klinis.
Fungsi ginjal secara keseluruhan didasarkan oleh fungsi nefron dan gangguan
fungsinya disebabkan oleh menurunnya kerja nefron. Beberapa pemeriksaan
laboratorium telah dikembangkan untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan identifikasi
gangguannya sejak awal. Hal ini dapat membantu klinisi untuk melakukan
pencegahan dan penatalaksanaan lebih awal agar mencegah progresivitas gangguan
ginjal menjadi gagal ginjal.

1
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari ginjal?
2. Apa saja fungsi ginjal manusia?
3. Apa saja bagian atau anatomi ginjal manusia?
4. Apa saja jenis pemeriksaan fungsi ginjal manusia?
1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi ginjal manusia
2. Untuk mengetahui fungsi-fungsi ginjal
3. Untuk mengetahui bagian atau anatomi ginjal manusia
4. Untuk mengetahui jenis-jenis pemeriksaan fungsi ginjal manusia

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Ginjal
Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah
dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan cairan
dalam tubuh , menjaga level elektrolit seperti sodium, potassium dan fosfat tetap
stabil, serta memproduksi hormone enzim yang dapat membantu mengendalikan
dalam tekanan darah memproduksi sel darah merah serta menjaga susunan tulang
menjadi lebih kuat. Setiap hari kedua ginjal menyaring sekitar 120-150 liter darah dan
menghasilkan sekitar 1-2 liter urin. Ginjal tersusun atas unit penyaring yang
dinamakan nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Glomelurus menyaring
cairan dan limbah untuk dikeluarkan serta mencegah keluarnya sel darah dan molekul
besar yang sebagian besar berupa protein. Selanjutnya melewati tubulus yang
mengambil kembali mineral yang dibutuhkan tubuh dan membuang limbahnya. Ginjal
juga menghasilkan enzim renin yang menjaga tekanan darah dan kadar garam serta
hormon erythropoietin (Angraini, Fani & Arcellia, 2016)

Ginjal pada umumnya adalah alat untuk menyaring sejumlah besar volume
darah dan melewatkan filtrat hasil saringan melalui tubulus yang panjang, dilapisi
oleh sel-sel yang dengan selektif mengangkut senyawa ke dalam dan keluar filtrat.
Sebagian besar pengangkutan selektif tersebut menyangkut penyerapan air dan solute
(bahan-bahan terlarut) dari filtrat, untuk digunakan kembali di dalam tubuh. Sebagian
lagi berupa sekresi aktif dari sel-sel kedalam filtrat. Hasil akhir dari semua proses ini
adalah urin yang bila semuanya berjalan baik, memuat tiap kelebihan air dan elektrolit
yang telah diminum, bersama-sama dengan produksi harian urea, asam urat, kreatinin,
dan produk sisa lainnya yang tak dibuang di tempat lain. (Mc Gilvery Goldstein,
1996)

2.2. Anatomi ginjal

Setiap manusia mempunyai dua ginjal dengan berat masing-masing ± 150


gram. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis
dekstra yang besar. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
fibrosa. Korteks renalis terdapat di bagian luar yang berwarna cokelat gelap dan

3
medula renalis di bagian dalam berwarna cokelat lebih terang. Bagian medula
berbentuk kerucut disebut pelvis renalis, yang akan terhubung dengan ureter sehingga
urin yang terbentuk dapat lewat menuju vesika urinaria.

Terdapat kurang lebih satu juta nefron yang merupakan unit fungsional ginjal
dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, tubulus kontortus distalis dan tubulus kolektivus. Glomerulus
merupakan unit kapiler yang disusun dari tubulus membentuk kapsula Bowman.
Setiap glomerulus mempunyai pembuluh darah arteriola afferen yang membawa
darah masuk glomerulus dan pembuluh darah arteriola efferen yang membawa darah
keluar glomerulus. Pembuluh darah arteriola efferen bercabang menjadi kapiler
peritubulus yang memperdarahi tubulus. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat
pembuluh kapiler, yaitu arteriola yang membawa darah dari dan menuju glomerulus,
serta kapiler peritubulus yang memperdarahi jaringan ginjal.

Setiap ginjal memiliki sisi medial cekung, yaitu hilus tempat masuknya syaraf,
masuk dan keluarnya pembuluh darah dan pembuluh limfe, serta keluarnya ureter dan
memiliki permukaan lateral yang cembung (Junquiera dan Carneiro, 2002). Sistem
pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan
pielum/pelvis renalis (Junquiera dan Carneiro, 2002).

Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang
langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis
yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries

4
yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang–cabang dari arteri
lain, sehingga jika terdapat kerusakan salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya
iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya (Purnomo, 2003).

Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan kemudian bercabang-cabang


secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri arkuarta, arteri interlobularis,
dan arteriol aferen yang menuju ke kapiler glomerulus tempat sejumlah besar cairan
dan zat terlarut difiltrasi untuk pembentukan urin. Ujung distal kapiler pada setiap
glomerulus bergabung untuk membentuk arteriol eferen, yang menuju jaringan kapiler
kedua, yaitu kapiler peritubulus yang mengelilingi tubulus ginjal. Kapiler peritubulus
mengosongkan isinya ke dalam pembuluh sistem vena, yang berjalan secara paralel
dengan pembuluh arteriol secara prorgesif untuk membentuk vena interlobularis, vena
arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis, yang meninggalkan ginjal disamping
arteri renalis dan ureter (Guyton dan Hall, 2008).

2.3. Fungsi Ginjal

1. Pembuangan Non-protein Nitrogen Compound (NPN)


Fungsi ekskresi NPN ini merupakan fungsi utama ginjal. NPN adalah sisa
hasil metabolisme tubuh dari asam nukleat, asam amino, dan protein. Tiga zat
hasil ekskresinya yaitu urea, kreatinin, dan asam urat
2. Pengaturan Keseimbangan Air
Peran ginjal dalam menjaga keseimbangan air tubuh diregulasi oleh ADH
(Anti-diuretik Hormon). ADH akan bereaksi pada perubahan osmolalitas dan
volume cairan intravaskuler. Peningkatan osmolalitas plasma atau penurunan
volume cairan intravaskuler menstimulasi sekresi ADH oleh hipotalamus
posterior, selanjutnya ADH akan meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus
distalis dan duktus kolektivus, sehingga reabsorpsi meningkat dan urin menjadi
lebih pekat. Pada keadaan haus, ADH akan disekresikan untuk meningkatkan
reabsorpsi air. Pada keadaan dehidrasi, tubulus ginjal akan memaksimalkan
reabsorpsi air sehingga dihasilkan sedikit urin dan sangat pekat dengan
osmolalitas mencapai 1200 mOsmol/L. Pada keadaan cairan berlebihan akan
dihasilkan banyak urin dan encer dengan osmolalitas menurun sampai dengan 50
mOsmol/L.

5
3. Pengaturan Keseimbangan Elektrolit
Beberapa elektrolit yang diatur keseimbangannya antara lain natrium, kalium,
klorida, fosfat, kalsium, dan magnesium.
4. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa
Setiap hari banyak diproduksi sisa metabolisme tubuh bersifat asam seperti
asam karbonat, asam laktat, keton, dan lainnya harus diekskresikan. Ginjal
mengatur keseimbangan asam basa melalui pengaturan ion bikarbonat, dan
pembuangan sisa metabolisme yang bersifat asam.
5. Fungsi Endokrin
Ginjal juga berfungsi sebagai organ endokrin. Ginjal mensintesis renin,
eritropoietin, dihydroxy vitamin D3, dan prostaglandin.

6
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Jenis pemeriksaan
Beberapa metode pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk
mengevaluasi fungsi ginjal. Metode pemeriksaan yang dilakukan dengan mengukur
zat sisa metabolisme tubuh yang diekskresikan melalui ginjal seperti ureum dan
kreatinin.

1. Pemeriksaan Kadar Ureum


Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang
diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler dan
ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difi ltrasi oleh glomerulus.
Pemeriksaan ureum sangat membantu menegakkan diagnosis gagal ginjal
akut. Klirens ureum merupakan indikator yang kurang baik karena sebagian
besar dipengaruhi diet.
Pengukuran ureum serum dapat dipergunakan untuk mengevaluasi
fungsi ginjal, status hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen, menilai
progresivitas penyakit ginjal, dan menilai hasil hemodialisis. Kadar urea
nitrogen dapat dikonversi menjadi ureum perhitungan perkalian 2,14 yang
melalui persamaan.

Peningkatan ureum dalam darah disebut azotemia. Kondisi gagal ginjal


yang ditandai dengan kadar ureum plasma sangat tinggi dikenal dengan
istilah uremia. Keadaan ini dapat berbahaya dan memerlukan hemodialisis
atau tranplantasi ginjal.

7
Tabel 1. Tabel metode pemeriksaan kadar ureum

METODE ENZIMATIK
Metode-metode menggunakan Urease Urea + 2 H2O 2 NH4+
tahapan pertama yang sama + CO32-
Enzimatik GLDH coupled GLDH Digunakan pada banyak
peralatan otomatis sebagai
pengukuran kinetik
Indikator perubahan warna NH4+ + indikator pH Digunakan pada sistem
perubahan warna otomatis, reagen fi lm
berbagai lapisan, dan reagen
kering
Konduktimeter Konversi urea tidak Spesifik dan cepat
terinonisasi menjadi NH4 +
dan CO32- menghasilkan
peningkatan konduktivitas
METODE LAIN
Spektrometri massa Deteksi karakteristik fragmen Metode referensi yang
pengenceran isotop setelah ionisasi; kuantifi kasi disarankan
menggunakan senyawa yang
dilabel isotop

Tabel 2. Nilai rujukan kadar ureum

Spesimen Nilai rujukan


Plasma atau serum 6-20 mg/dL (2,1-7,1 mmol urea/hari)
Urin 24 jam 12-20 g/hari (0,43-0,71 mmol urea/hari)

8
2. Pemeriksaan Kadar Kreatinin
Kreatinin merupakan hasil pemecahan kreatin fosfat otot, diproduksi
oleh tubuh secara konstan tergantung massa otot. Kadar kreatinin
berhubungan dengan massa otot, menggambarkan perubahan kreatinin dan
fungsi ginjal. Kadar kreatinin relatif stabil karena tidak dipengaruhi oleh
protein dari diet. Ekskresi kreatinin dalam urin dapat diukur dengan
menggunakan bahan urin yang dikumpulkan selama 24 jam.
Kadar kreatinin tidak hanya tergantung pada massa otot, tetapi juga
dipengaruhi oleh aktivitas otot, diet, dan status kesehatan. Penurunan kadar
kreatinin terjadi pada keadaan glomerulonefritis, nekrosis tubuler akut,
polycystic kidney disease akibat gangguan fungsi sekresi kreatinin.
Penurunan kadar kreatinin juga dapat terjadi pada gagal jantung kongestif,
syok, dan dehidrasi, pada keadaan tersebut terjadi penurunan perfusi darah ke
ginjal sehingga makin sedikit pula kadar kreatinin yang dapat difiltrasi ginjal.
Kadar kreatinin serum sudah banyak digunakan untuk mengukur
fungsi ginjal melalui pengukuran glomerulus fi ltration rate (GFR). Rehbeg
menyatakan peningkatan kadar kreatinin serum antara 1,2–2,5 mg/ dL
berkorelasi positif terhadap tingkat kematian pasien yang diteliti selama 96
bulan. Pada beberapa penelitian mengevaluasi adanya hubungan positif
antara penyakit kardiovaskuler dengan peningkatan kadar kreatinin serum.
Pasien dengan nilai kreatinin 1,5 mg/dL atau memiliki faktor risiko dua kali
lebih besar dibandingkan pasien dengan nilai kreatinin kurang dari 1,5 mg/dL
untuk mengalami gangguan kardiovaskuler.
Klirens kreatinin :
Klirens suatu zat adalah volume plasma yang dibersihkan dari zat
tersebut dalam waktu tertentu. Klirens kreatinin dilaporkan dalam mL/menit
dan dapat dikoreksi dengan luas permukaan tubuh. Klirens kreatinin
merupakan pengukuran GFR yang tidak absolut karena sebagian kecil
kreatinin direabsorpsi oleh tubulus ginjal dan sekitar 10% kreatinin urin
disekresikan oleh tubulus. Namun, pengukuran klirens kreatinin memberikan
informasi mengenai perkiraan nilai GFR.

9
Keterangan :
 Ccr : klirens kreatinin
 Ucr : kreatinin urin
 Vur : volume urin dalam 24 jam
 Pcr : kadar kreatinin serum
 1,73/A : faktor luas permukaan tubuh

A adalah luas permukaan tubuh yang diukur dengan menggunakan


tinggi dan berat tubuh. Luas permukaan tubuh pasien bervariasi
berdasarkan keadaan tertentu seperti obesitas ataupun anak-anak.

Tabel 3. Nilai rujukan kadar kreatinin

Populasi Sampel Metode Jaffe Metode enzimatik


Pria Dewasa Plasma atau serum 0,9-1,3 mg/dL (80- 0,6-1,1 mg/dL (55-96
115μmol/L) μmol/L)

Wanita Dewasa Plasma atau serum 0,6-1,1 mg/dL (53-97 0,5-0,8 mg/dL (40-66
μmol/L) μmol/L)

Anak Plasma atau serum 0,3-0,7 mg/dL (27-62 0,0-0,6 mg/dL (0-52
μmol/L) μmol/L)

Pria Dewasa Urin 24 jam 800-2.000 mg/hari (7,1-


17,7 mmol/hari)

Wanita Dewasa Urin 24 jam 600-1.800 mg/hari (5,3-


15,9 mmol/hari)

3.2. Pemeriksaan lainnya

1. Pemeriksaan asam urat


Asam urat adalah produk katabolisme asam nukleat purin. Walaupun
asam urat difi ltrasi oleh glomerulus dan disekresikan oleh tubulus distal ke
dalam urin, sebagian besar asam urat direabsorpsi di tubulus proksimal. Pada
kadar yang tinggi, asam urat akan disimpan pada persendian dan jaringan,
sehingga menyebabkan inflamasi.

10
Protein yang berasal dari diet atau kerusakan jaringan dipecah menjadi
adenosin dan guanin untuk selanjutnya akan dikonversi menjadi asam urat di
dalam hati. Asam urat diangkut dalam plasma dari hati ke ginjal. Di dalam
ginjal, asam urat akan difi ltrasi oleh glomerulus. Sekitar 98-100% asam urat
direabsorpsi di tubulus proksimal setelah melewati fi ltrasi glomerulus.
Sebagian kecil asam urat akan disekresikan oleh tubulus distalis ke dalam
urin. Eliminasi asam urat sekitar 70% dilakukan oleh ginjal, selebihnya akan
didegradasi oleh bakteri di dalam traktus gastrointestinal. Asam urat akan
dioksidasi menjadi allantoin. Salah satu metode pemeriksaan yang
dipergunakan untuk memeriksa asam urat adalah metode caraway. Metode
ini menggunakan reaksi oksidasi asam urat yang dilanjutkan reduksi asam
fosfotungstat pada suasana alkali menjadi tungsten blue. Metode yang
menggunakan enzim uricase yang mengkatalisis oksidasi asam urat menjadi
allantoin. Perbedaan absorbansi sebelum dan sesudah inkubasi dengan enzim
uricase sebanding dengan kadar asam urat.
Bahan pemeriksaan untuk asam urat berupa heparin plasma, serum,
dan urin. Diet akan mempengaruhi kadar asam urat. Bahan pemeriksaan yang
lipemik, ikterik, hemolisis dapat menghambat kerja enzim, sehingga
menurunkan kadar asam urat pada pemeriksaan kadar asam urat yang
menggunakan enzim. Obat-obatan seperti salisilat dan thiazide akan
meningkatkan kadar asam urat karena menghambat ekskresi dan
meningkatkan reabsorpsi asam urat di tubulus proksimal ginjal. Asam urat
stabil di dalam plasma dan serum yang telah dipisahkan dari sel-sel darah.
Serum dapat disimpan 3-5 hari di dalam refrigerator.
Tabel 4. Metode pemeriksaan kadar asam urat

Metode kimia
Phosphotungstic acid Na2CO3OH Nonspesifik; memerlukan
Asam urat + H2 PW12O40 + O2 allantoin pengeluaran protein
+ tungsten blue + CO2
Metode enzimetik
Tahapan pertama yang Uricase Sangat spesifik
sama Asam urat + O2 + 2H2O allantoin +
CO2 + H2O
Spektrofotometri Penurunan absorbans pada 293 nm Hemoglobin dan xanthine
yang diukur berperan
Coupled enzymatic (I) Catalase Secara otomatis; mengurangi
CH3OH + H2O2 H2CO + 2H2O agen yang mengganggu
CH2O + 3C3H8O2 + NH3 senyawa

11
berwarna + 3H2O
Metode lain
Spektrometri massa Deteksi karakteristik fragmen setelah Metode referensi yang
pengenceran isotop ionisasi;kuantifikasi menggunakan diajukan
(IDMS) senyawa yang dilabel isotop

2. Pemeriksaan Cystatin C
Cystatin C adalah protein berat molekul rendah yang diproduksi oleh sel-sel
berinti. Cystatin C terdiri dari 120 asam amino merupakan cystein proteinase
inhibitor. Cystatin C difiltrasi oleh glomerulus, direabsorpsi, dan dikatabolisme di
tubulus proksimal. Cystatin C diproduksi dalam laju yang konstan, kadarnya stabil
pada ginjal normal. Kadar cystatin C tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, usia,
dan massa otot. Pengukuran cystatin C mempunyai kegunaan yang sama dengan
kreatinin serum dan klirens kreatinin untuk meme riksa fungsi ginjal. Peningkatan
cystatin C dapat memberikan informasi yang lebih awal pada penurunan GFR<60
mL/min/1,73m2. Cystatin C difiltrasi oleh glomerulus, direabsorpsi, dan
dikatabolisme oleh sel tubulus ginjal. Keadaan laju fi ltrasi cairan yang menurun
menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal. Kadar cystatin C dalam darah yang
meningkat akan menggambarkan fungsi ginjal. Kadar cystatin C tidak dipengaruhi
oleh massa otot, jenis kelamin, usia, ras, obat-obatan, infeksi, diet, ataupun infl
amasi. Cystatin C dapat digunakan sebagai pengganti kreatinin dan klirens kreatinin
dalam menilai dan memantau fungsi ginjal. Cystatin C menjadi pilihan parameter
yang dapat menilai fungsi ginjal pada kondisi bila pengukuran kreatinin tidak akurat
karena adanya gangguan pada metabolisme protein seperti pada sirosis hati,
obesitas, dan malnutrisi.
Pada suatu meta-analisis yang dilakukan oleh Dharnidharka, et al, ditemukan
bahwa cystatin C lebih baik daripada kreatinin sebagai penanda untuk glomerulus
filtration rate. 21 Cystatin C juga dapat digunakan sebagai penanda yang efektif
untuk memeriksa glomerulus fi ltration rate pada pasien sirosis hati yang melakukan
transplantasi hati. Cystatin C serum lebih sensitif (93,4%) dibandingkan kadar
kreatinin serum (86,8%) dalam menentukan laju filtrasi glomerulus pada fungsi
ginjal normal. Cystatin C telah menunjukkan peningkatan pada laju fi ltrasi
glomerulus sebesar 88 mL/min/1,73m2 , sedangkan kadar kreatinin serum baru
meningkat setelah laju fi ltrasi glomerulus 75 mL/min/1,73m2 . 22 Terdapat
hubungan yang signifi kan antara cystatin C dengan gangguan ginjal yang disertai
peningkatan risiko untuk penyakit jantung dan pembuluh darah. Kadar cystatin C
diukur menggunakan metode immunoturbidimetry atau immunonephelometric.

12
3. Pemeriksaan β2 Microglobulin
β2 microglobulin adalah small nonglycosylated peptide dengan berat molekul
11.800 Da yang ditemukan pada permukaan sel berinti. Membran plasma β2
microglobulin berikatan erat dengan cairan ekstraseluler. Kadar β2 microglobulin
stabil pada orang normal. Peningkatan kadar β2 microglobulin menunjukkan adanya
peningkatan metabolisme seluler yang sering terjadi pada penyakit mieloproliferatif
dan limfoproliferatif, inflamasi, dan gagal ginjal. β2 microglobulin mempunyai
ukuran yang kecil, sehingga dapat dengan mudah difiltrasi oleh glomerulus. Sekitar
99% β2 microglobulin direabsorpsi oleh tubulus proksimal dan dikatabolisme.
Pengukuran kadar β2 microglobulin serum memberikan informasi gangguan fungsi
tubulus pada pasien transplantasi ginjal dan adanya peningkatan kadar β2
microglobulin menunjukkan adanya penolakan organ tersebut. β2 microglobulin
merupakan penanda yang lebih efektif dibandingkan dengan kreatinin serum dalam
menilai keberhasilan transplantasi ginjal karena β2 microglobulin tidak dipengaruhi
oleh massa otot. Pemeriksaan β2 microglobulin dilakukan dengan menggunakan
metode Enzymelinked Immunosorbent Assay (ELISA). Protein ini difi ltrasi
glomerulus dan diabsorpsi oleh tubulus proksimal atau diekskresikan ke dalam urin,
sehingga protein ini dapat digunakan sebagai penanda untuk menilai GFR.

4. Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Mikroalbuminuria merupakan suatu keadaan ditemukannya albumin dalam urin
sebesar 30-300 mg/24 jam. Keadaan ini dapat memberikan tanda awal dari penyakit
ginjal. Proteinuria juga dapat digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit
ginjal dan menilai respons terapi. Proteinuria yang lebih dari 3,5 gr/hari dapat
ditemukan pada sindrom nefrotik. Panel pengukuran protein meliputi albumin, α2-
macroglobulin, IgG, dan α2-microglobulin dapat membantu membedakan penyakit
pra-renal dan pasca-renal. Rasio albumin/kreatinin dari urin 24 jam juga telah
digunakan untuk penanda fungsi ginjal. Pada pasien diabetes melitus dengan
komplikasi penyakit ginjal mempunyai prevalensi proteinuria yang tinggi. Salah
satu cara pengukuran semikuantitatif dipstick urinalisis termasuk pemeriksaan yang
efektif dan efi sien untuk menilai proteinuria.
Pemeriksaan mikroalbuminuria penting dilakukan pada pasien diabetes
melitus yang dicurigai mengalami nefropati diabetik. Pada stadium awal terjadi
hipertrofi ginjal, hiperfungsi, dan penebalan dari membran glomerulus dan tubulus.
Pada stadium ini belum ada gejala klinis yang mengarah kepada gangguan fungsi
ginjal, namun proses glomerulosklerosis terus terjadi selama 7-10 tahun ke depan
dan berakhir dengan peningkatan permeabilitas dari glomerulus. Peningkatan

13
permeabilitas ini menyebabkan albumin dapat lolos dari fi ltrasi glomerulus dan
ditemukan pada urin. Jika hal ini dapat terdeteksi lebih awal dan dilakukan
pemberian terapi yang adekuat untuk mengontrol glukosa darah serta pemantauan
tekanan darah yang baik maka gagal ginjal dapat dicegah. Kadar albumin 50-200
mg/24 jam pada urin 24 jam memberikan informasi terjadinya nefropati diabetik.
Perbandingan albumin dan kreatinin 20-30 mg/g mengindikasikan
mikroalbuminuria. Metode pemeriksaan urin dipstik telah tersedia untuk
pemeriksaan yang spesifi k untuk albumin, yaitu 3’3’5’5’ tetrachlorophenol - 3,4,5,6
tetrabromosulfophthalein (buff er) dengan protein akan membentuk senyawa
berwarna hijau muda sampai hijau tua.

5. Pemeriksaan Inulin
Fructose polymer inulin dengan berat molekul 5.200 Da merupakan penanda yang
ideal untuk glomerular fi ltration rate. 9 Inulin bersifat inert dan dibersihkan secara
menyeluruh oleh ginjal. Klirens inulin menggambarkan fungsi filtrasi ginjal karena
inulin merupakan zat yang difiltrasi bebas, tidak direabsorpsi, dan tidak disekresikan
oleh tubulus ginjal. Pasien berpuasa terlebih dahulu sebelum pemeriksaan kliren
inulin dilakukan. Adapun cara pemeriksaan kliren inulin yaitu 25 mL inulin 10%
diinjeksi intravena diikuti dengan pemberian 500 mL inulin 1,5% dengan kecepatan
4 mL/menit. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengumpulkan urin setiap
20 menit sebanyak 3 kali. Pengambilan darah vena untuk pemeriksaan inulin juga
dilakukan pada awal dan akhir periode pengumpulan urin. Penggunaan inulin untuk
menilai fungsi ginjal membutuhkan laju infus intravena yang konstan untuk
mempertahankan tingkat plasma dan kadar puncak yang telah dicapai. Pengukuran
Inulin saat ini lebih sering dilakukan dengan menggunakan inulinase. Inulinase
adalah suatu enzim yang mengubah inulin menjadi fruktosa. Kadar fruktosa
kemudian ditentukan dengan bantuan sorbitol dehydrogenase dan pengukuran kadar
dilakukan secara fotometris pada panjang gelombang 340 nm. Namun pemeriksaan
inulin membutuhkan prosedur khusus yang membutuhkan waktu, observasi,
harganya cukup mahal dan tidak dapat dilakukan untuk pasien rawat jalan.

6. Pemeriksaan Zat Berlabel Radioisotop


Beberapa zat berlabel radioisotop telah digunakan untuk menilai GFR pada manusia
yaitu [ 51Cr] EDTA, [125I] Iothalamate, [99Tc] DTPA, [131I]9 ; dalam jumlah
sedikit tidak toksik. Kekurangan metode ini adalah terpajan radiasi, biaya mahal,
dibutuhkan alat kamera gamma dan tenaga ahli sehingga tidak dapat digunakan
secara rutin.

14
BAB IV

KESIMPULAN

Ginjal merupakan organ vital yang berfungsi untuk melakukan beberapa fungsi
penting dalam metabolisme tubuh. Pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam mengidentifi
kasi dan mengevaluasi fungsi ginjal. Pada saat ini telah dikembangkan beberapa pemeriksaan
laboratorium yang bertujuan untuk menilai fungsi ginjal.

Pemeriksaan laboratorium tersebut antara lain pemeriksaan kadar kreatinin, ureum,


asam urat, Cystatin C, β2 microglobulin, inulin dan juga zat berlabel radioisotop. Pemeriksaan zat-zat
di atas bertujuan untuk menilai GFR ginjal. Penentuan GFR dapat memberikan informasi mengenai
fungsi ginjal pasien. Pemilihan pemeriksaan laboratorium yang tepat dapat memberikan informasi
yang akurat mengenai fungsi ginjal pasien. Hal ini dapat membantu dokter klinisi dalam melakukan
pencegahan dan penatalaksanaan lebih awal untuk mencegah progresivitas gangguan ginjal menjadi
gagal ginjal.

15
16
DAFTAR PUSTAKA

1. Edmund L. Kidney function tests. Clinical chemistry and molecular diagnosis. 4th ed. America:
Elsevier; 2010. p.797-831.

2. Kara A. Renal function. Clinical chemistry. 6th ed. Philadephia: Wolters Kluwer; 2012.

3. Toussaint N. Screening for early chronic kidney disease. The CARI guidelines. Australia: Saunder;
2012. p.30-55.

4. Anatomy of the kidney. MD Consult [Internet]. 2014 [cited 2015 July 1]. Available from:
http://jpck.zju.edu.cn/jcyxjp/fi les/ge/07/MT/071A.pdf

5. Renal physiology. Physiology II [Internet]. 2012 [cited 2015 July 1]. Available from:
http://people.upei.ca/bate/6b.pdf

6. Dine A. Renal physiology anatomy and physiology. USA: Addison Weisley; 2012. p.78-90.

7. The kidneys and regulation of water and organic ions. Human physiology [Internet]. 2001 [cited
2015 July 1]. Available from: http://m-learning.zju.edu.cn/G2S/eWebEditor/ uploadfi
le/20130409163846476.pdf

8. Saund. Renal pathophysiology. San Fransisco: Prosono; 2009. p.1-35.

9. Gowda S, Desai PB, Kulkarni SS, Hull VV, Math AAK, Vernekar SN. Markers of renal function
tests. N Am J Med Sci. 2010; 2(4): 170-3.

10. Frank C. Biomarkers of impaired renal function. Wolters Kluwer Health. 2010: 525-37.

Anda mungkin juga menyukai