Askep Stroke Non Hemoragik (Revisi 3)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

STROKE NON HEMORAGIK

DOSEN PEMBIMBING

Ns.Handayani Sitorus,S.Kep.,M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7 :

ARIEF JUNKASALRI MAHALUENG NIM 03501717720004

SINTA NANDIA RIZKI NIM 035017177200063

WAHYU LIANTI NIM 035017177200066

POLITEKNIK HANG TUAH JAKARTA

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Atas limpahan rahmat dan karunia Allah SWT yang telah memberikan rahmat
hidayah kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Stroke Non Hemoragik” ini dengan baik. Makalah ini kami
susun untuk melengkapi tugas mata ajar Keperawatan Medikal Bedah 1. Penyusunan
makalah ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Direktur Prodi D-III Keperawatan Politeknik Hang Tuah Jakarta, Kolonel


(Purn) Rita Wismajuwani, SKM,S.Kep, M.AP
2. Wadir II Prodi D-III Keperawatan Politeknik Hang Tuah Jakarta, Drs.
Agusman, Apt.,M.M
3. Wadir III Prodi D-III Keperawatan Politeknik Hang Tuah Jakarta, Ns.Sugeng
Haryono, S.Kep, M.Kep
4. Kaprodi Keperawatan Politeknik Hang Tuah Jakarta Ns. Tri Purnamawati, M.
Kep, Sp. Kep. An.
5. Sekretaris Politeknik D-III Keperawatan Politeknik Hang Tuah Jakarta, Ns.
Handayani Sitorus M.Kep Sekaligus Koordinator Mata Ajar Keperawatan
Medikal Bedah 1 Serta Dosen Pembimbing Pembuatan Makalah.
6. Orang tua kami yang tidak pernah lelah memberikan motivasi dan doa dalam
penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk itu
mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, 3 Okttober 2021

Kelompok 7

DAFTAR IS

i
KATA PENGANTAR...................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2

1.3 Tujuan......................................................................................................3

1.4 Metode Penulisan....................................................................................3

1.5 Sistematika Penulisan..............................................................................4

BAB 2 TINJAUAN TEORI..........................................................................................5

2.1 Definisi Stroke Non Hemoragik..............................................................5

2.2 Etiologi Stroke Non Hemoragik..............................................................6

2.3 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik......................................................7

2.4 Patoflow Stroke Non Hemoragik............................................................8

2.5 Manifestasi Klinis Stroke Non Hemoragik.............................................9

2.6 Komplikasi Stroke Non Hemoragik........................................................9

2.7 Pemeriksaan Penunjang Stroke Non Hemoragik..................................10

2.8 Penatalaksanaan Medis dan Non Medis Stroke Non Hemoragik..........12

2.9 Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik......................................14

BAB 3 PENUTUP.......................................................................................................29

3.1 Kesimpulan............................................................................................29

3.2 Saran......................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke non hemoragik adalah stroke yang terjadi karena tersumbatnya


pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. Hampir 83% pasien di rumah sakit mengalami stroke jenis
ini. Stroke Non Hemoragik dibedakan menjadi tiga yaitu Stroke Trombotik
adalah proses terbentuknya thrombus hingga menjadi gumpalan. Stroke
Embolik adalah pembuluh arteri yang tertutup oleh bekuan darah.
Hipoperfusion Sistemik adalah gangguan denyut jantung yang disebabkan
oleh aliran darah ke seluruh bagian tubuh berkurang (Pudiastuti, 2011).

Setiap tahunnya di dunia, terdapat sekitar 795.000 kasus stroke, baik itu
kasus baru maupun rekuren. 610.000 diantaranya adalah kasus yang baru
dan 185.000 adalah kasus rekuren. Setiap 40 detik, seseorang di Amerika
Serikat terkena serangan stroke dan setiap 4 menit seseorang di Amerika
meninggal akibat stroke. Sebanyak 8,7% kasus stroke yang terjadi merupakan
stroke iskemik (Stroke Non Hemoragik) yang terjadi akibat tersumbatnya aliran
darah menuju ke 2 otak. Pasien stroke non hemoragik memiliki risiko
kematian 20%. Angka kelangsungan hidup setelah stroke non hemoragik
pertama sekitar 65% pada tahun pertama, sekitar 50% pada tahun kelima,
30% pada tahun ke delapan dan 25% pada tahun ke sepuluh (Eka &
Wicaksana, 2017).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi penyakit stroke di


Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah
pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke
berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan
perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan
lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%).

1
2

Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013,


prevalensi kasus stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill untuk yang terdiagnosis memiliki gejala
stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara
(10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa
Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan
hampir sama (Kemenkes, 2018).

Stroke non hemoragik dapat didahului oleh banyak faktor dan sering kali
berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyakit
vaskular seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitas, kolesterol,
merokok, dan stres. Dan jika tidak ditangani segera stroke non hemoragik dapat
berbahaya dan bisa berujung pada kerusakan otak permanen hingga kematian.

Perawat mempunyai peranan penting serta upaya dalam memberikan pelayanan


kesehatan dan mengatasi berbagai masalah yang timbul pada pasien dengan
stroke non hemoragik, upaya yang dapat dilakukan adalah promotif, preventif,
rehabilitatif dan kuratif. Dalam segi promotif yaitu peran perawat dapat
dilakukan dengan memberikan pendidikan dan penyuluhan mengenai edukasi
yang berkaitan dengan stroke non hemoragik. Edukasi yang diberikan dapat
berupa tanda dan gejala awal stroke non hemoragik. Kemudian upaya perawat
dalam segi preventif yaitu memberikan arahan bagaimana pencegahan dan
menghindari faktor resiko yang dapat terjadi pada stroke non hemoragik. Upaya
selanjutnya adalah rehabilitatif yang dapat dilaksanakan perawat adalah dengan
melakukan tindakan terapi suportif dan kuratif adalah upaya dimana perawat
dapat memberikan pengobatan sebagai tindakan kolaborasi dengan dokter
maupun tenaga kesehatan lainnya, misalnya obat antikoagulasi seperti heparin.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pernyataan yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dalam


makalah ini adalah “ Bagaimana asuhan keperawatan stroke non hemoragik ? “
3

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Makalah ini ditulis agar pembaca dapat memahami tentang penyakit stroke
non hemoragik dan bagaimana asuhan keperawatan yang berkaitan dengan
stroke non hemoragik.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mahasiswa mampu mengetahui definisi stroke non hemoragik.

1.3.2.2 Mahasiswa mampu mengetahui etiologi stroke non hemoragik.

1.3.2.3 Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi stroke non


hemoragik.

1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengetahui patoflow stroke non hemoragik.

1.3.2.5 Mahasiswa mampu mengetahui manifestsi klinis stroke non


hemoragik.

1.3.2.6 Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi stroke non


hemoragik.

1.3.2.7 Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang stroke


non hemoragik .

1.3.2.8 Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan medis dan non


medis pada stroke non hemoragik.

1.3.2.9 Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan stroke non


hemoragik.

1.4 Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini kami menulis dan mengumpulkan data-data


yang berkaitan dengan stroke non hemoragik berdasarkan studi kepustakaan
melalui internet, e-book, buku-buku dari perpustakaan, jurnal dan lain-lain.
4

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu, bab 1 pendahuluan
bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan, bab 2 tinjauan pustaka berisikan pengertian,
etiologi, patofisiologi, patoflo, komplikasi, pemeriksaan penunjang, manifestasi
klinis, penatalaksanaan medis dan non medis, dan asuhan keperawatan bab 3
penutup pada bab ini disampaikan mengenai kesimpulan dan saran dari penulis
terhadap topik makalah yang dibahas.
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Stroke Non Hemoragik

Stroke non-hemoragik adalah jenis stroke yang terjadi akibat penyumbatan pada
pembuluh darah otak. Stroke yang juga disebut stroke infark atau stroke iskemik
ini merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi. Diperkirakan sekitar lebih
dari 80% kasus stroke di seluruh dunia disebabkan oleh stroke non-
hemoragik[ CITATION DIA21 \l 1033 ].

Stroke non-hemoragik atau iskemik merupakan stroke yang disebabkan karena


terdapat sumbatan yang disebabkan oleh trombus (bekuan) yang terbentuk di
dalam pembuluh otak atau pembuluh organ selain otak (Sylvia, 2005).

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan (Muttaqin,2011).

Stroke non hemoragik, dibagi menjadi tiga jenis dan masing-masingnya bisa
terjadi di area tubuh berbeda, dan disebabkan oleh penyumbatan yang berbeda.
Berikut ini, perbedaan dari jenis stroke non hemoragik yang ada.

2.1.1 Stroke emboli

Stroke emboli terjadi saat gumpalan darah, plak atau benda lain yang
menyebabkan sumbatan di pembuluh darah, terbentuk di area lain pada

5
6

tubuh. Lalu, gumpalan tersebut bergerak menuju ke pembuluh darah di


otak.

2.1.2 Stroke thrombosis


Stroke thrombosis, terjadi apabila gumpalan yang menyebabkan sumbatan
terbentuk langsung pada pembuluh darah di otak.

2.1.3 Hipoperfusion sistemik


Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya
gangguan denyut jantung.

2.2 Etiologi Stroke Non Hemoragik

Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari salah


satu tempat kejadian, yaitu:

2.2.1 Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling
umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala
adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami
pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan
yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme
serebral. Secara umum, thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba,
dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada
setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam
atau hari.

2.2.2 Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak
dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang
-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis
atauhemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
7

2.2.3 Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan


ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).
Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak, menyebabkan
kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau
permanen.

Ada banyak faktor penyebab yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena
penyakit stroke, di antaranya:

2.2.4 Lanjut usia

2.2.5 Riwayat nyeri kepala migrain.

2.2.6 Kelebihan berat badan (overweight) atau obesitas.

2.2.7 Jarang bergerak atau berolahraga.

2.2.8 Kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol.

2.2.9 Penggunaan obat-obatan terlarang, seperti kokain dan metamfetamin.

2.2.10 Penyakit tertentu, seperti gangguan irama jantung, penyakit jantung,


hipertensi, diabetes, dan kolesterol tinggi.

2.2.11 Riwayat stroke dalam keluarga.

2.3 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis (Gumpalan darah abnormal)


akibat plak aterosklerosis (Menumpuknya lemak, kolesterol di dalam dinding
arteri) yang memberi vaskularisasi (pembentukan pembuluh darah secara
berlebihan) pada otak atau emboli dari pembuluh darah diluar otak yang
tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma) dilokasi yang
terbatas seperti di tempat percabangan arteri. Trombosit selanjutnya melekat
pada permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara
perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus
(Gumpalan darah yang terbentuk pada dinding pembuluh darah).

Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa hingga
terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan pengurangan
8

aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan mengalami kekurangan
nutrisi dan juga oksigen (Esther, 2010).

2.4 Patoflow Stroke Non Hemoragik

1.1 Plak aterosklerosis


(Menumpuknya lemak, Terjadi vaskularisasi
kolesterol di dalam dinding
arteri)

Trombosit melekat pada Terbentuknya Trombosis


permukaan plak bersama dengan
fibrin

Terbentuknya Thrombus

Penurunan Darah pada otak DK :Gangguan Perfusi


jaringan

Sel otak mengalami Kelemahan Pada nervus


penurunan O2

DK : Gangguan
Gangguan pusat motorik Komunikasi DK : Pola nafas
verbal tidak efektif

DK : Gangguan Mobilitas
Fisik DK : Defisit Perawatan Diri

Tirah baring

DK : Kerusakan Integritas Kulit


9

2.5 Manifestasi Klinis Stroke Non Hemoragik

Menurut Ratnasari (2020) manifestasi klinis dari stroke non hemoragik adalah :

2.5.1 Kehilangan motorik


Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia yaitu
kesulitan menelan makanan atau cairan.

2.5.2 Kehilangan komunikasi


Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau
afasia (kehilangan berbicara).

2.5.3 Gangguan persepsi


Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial
dankehilangan sensori.

2.5.4 Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).

2.5.5 Disfungsi kandung kemih meliputi : inkontinensiaurinarius transier,


inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik
dari kerusakan otak bilateral), inkontinensia urinarius dan defekasi yang
berlanjut(dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).

2.5.6 Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah.

2.5.7 Pengaruh secara fisik : paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan


sensasi serta gangguan penglihatan.

2.5.8 Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.

2.6 Komplikasi Stroke Non Hemoragik

Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah (Firdayanti, 2014) :


10

2.6.1 Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah


tertekan, konstipasi.

2.6.2 Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,


deformitas, terjatuh.

2.6.3 Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.

2.6.4 Hidrosefalus.

2.6.5 Edema serebral yang signifikan setelah stroke non hemoragi kini terjadi
meskipun agak jarang (10-20%).

2.6.6 Transformasi stroke non hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan


penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan
hematoma yang memerlukan evakuasi.

2.6.7 Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-
stroke non hemoragik biasanya bersifat lokal tetapi menyebar. Kejang
sekunder dari stroke non hemoragik harus dikelola dengan cara yang sama
seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.

2.7 Pemeriksaan Penunjang Stroke Non Hemoragik

2.7.1 CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak[ CITATION Mut08 \l 1033 ].
11

2.7.2 Angiografi serebral


Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri.

2.7.3 Pungsi Lumbal


Merupakan prosedur pengambilan cairan tulang belakang dan otak
(serebrospinal).

2.7.3.1 Menunjukan adanya tekanan normal.

2.7.3.2 Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah


menunjukan adanya perdarahan.

2.7.4 MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan
infark akibat dari stroke non hemoragik. Mesin MRI menggunakan medan
magnetik kuat untuk menghasilkan dan mengukur interaksi antara
gelombang-gelombang magnet dan nukleus di atom yang bersangkutan
(misalnya nukleus Hidrogen) di dalam jaringan kepala [ CITATION
Mut08 \l 1033 ].

2.7.5 EEG (Elektroensefalografi)


Merupakan suatu alat yang mempelajari gambar dari rekaman aktivitas
listrik di otak. untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari stroke non hemoragik[ CITATION
Mut08 \l 1033 ].

2.7.6 Ultrasonografi Dopler


Merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat gambar peredaraan
darah dipembuluh darah vena dan arteri. Dilakukan untuk mengidentifikasi
penyakit arteriovena.

2.7.7 Sinar X Tengkorak


Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
12

2.8 Penatalaksanaan Medis dan Non Medis Stroke Non Hemoragik

2.8.1 Penatalaksanaan Medis


Merupakan terapi pada penderita stroke non hemoragik yang bertujuan
untuk meningkatkan perfusi darah ke otak, membantu lisis bekuan darah
dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih
aktif dan mencegah cedera sekunder lain[ CITATION Rat201 \l 1033 ] , beberapa
terapinya adalah :

2.8.1.1 Terapi trombolitik


Menggunakan recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) yang
berfungsi memperbaiki aliran darah dengan menguraikan bekuan
darah, tetapi terapi ini harus dimulai dalam waktu 3 jam sejak
manifestasi klinis stroke timbul dan hanya dilakukan setelah
kemungkinan perdarahan atau penyebab lain disingkirkan.

2.8.1.2 Terapi antikoagulan


Adalah obat yang berfungsi mencegah penggumpalan darah. Terapi
ini diberikan bila penderita terdapat resiko tinggi kekambuhan emboli,
infark miokard yang baru terjadi, atau fibrilasi atrial.

2.8.1.3 Terapi antitrombosit


Merupakan obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga
menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus pada pembuluh
darah, seperti aspirin, dipiridamol, atau klopidogrel dapat diberikan
untuk mengurangi pembentukan trombus dan memperpanjang waktu
pembekuan.

2.8.1.4 Terapi suportif


Berfungsi untuk mencegah perluasan stroke dengan tindakannya
meliputi penatalaksanaan jalan nafas dan oksigenasi, pemantauan dan
pengendalian tekanan darah untuk 13 mencegah perdarahan lebih
lanjut, pengendalian hiperglikemi pada 30 pasien diabetes sangat
penting karena kadar glukosa yang menyimpang akan memperluas
daerah infark.
13

2.8.2 Penatalaksanaan Non Medis

2.8.2.1 Perubahan Gaya Hidup


Terapeutik modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan peningkatan
aktivitas fisik merupakan perubahan gaya hidup terapeutik yang
penting untuk semua pasien yang berisiko aterotrombosis. Diet
tinggi buah-buahan sitrus dan sayuran hijau berbunga terbukti
memberikan perlindungan terhadap stroke iskemik, setiap
peningkatan konsumsi per kali per hari mengurangi risiko stroke
iskemik sebesar 6%[ CITATION Rat201 \l 1033 ].

2.8.2.2 Aktivitas fisik


Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke
begitu juga dengan merokok. Pasien harus diberitahu untuk
melakukan aktivitas aerobik sekitar 30- 45 menit setiap hari. Latihan
fisik rutin seperti olahraga dapat meningkatkan metabolisme
karbohidrat, sensitivitas insulin dan fungsi kardiovaskular (jantung).

2.8.2.3 Latihan rentang gerak aktif dengan cylindrical grip.


Latihan cylindrical grip merupakan suatu bentuk latihan fungsional
tangan dengan cara 33 menggenggam sebuah benda berbentuk
silindris 22 seperti tisu gulung pada telapak tangan, yang bertujuan
untuk menunjang pemulihan kemampuan gerak dan fungsi tangan,
dengan melakukan latihan dengan menggunakan cylindrical grip
akan membantu proses perkembangan motorik tangan (Irfan, 2010
dalam Fitriani, 2016).

2.8.2.4 Terapi musik.


Pengertian terapi musik adalah terapi yang menggunakan musik
secara terapeutik terhadap fungsi fisik, fisiologis, kognitif dan fungsi
sosial (American Music Therapy Association, 2011 dalam Fitriani,
2016). Musik merupakan seni mengatur suara dalam waktu yang
berkelanjutan, terpadu dan menggugah komposisi melalui melodi,
harmoni, ritme, dan timbre atau warna nada (Snyder, 2010 dalam
Fitriani, 2016).
14

Tujuan dan manfaat dari terapi musik yaitu untuk mengembalikan


fungsi individu sehingga dapat mencapai kualitas hidup yang lebih
baik, melakukan pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi dengan
pemberian terapi karena musik dianggap mempunyai kekuatan untuk
menyembuhkan (Wigram, 2004 dalam Fitriani, 2016).

2.9 Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik

2.9.1 Pengkajian Keperawatan

1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, tanggal, nomor register,
diagnosa medis.
2) Riwayat Kesehatan Klien
a. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan setengah badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes melitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
e. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Memungkinkan untuk memperoleh persepsi mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku klien.
f. Pengkajian Fisik
15

a) Observasi head to toe


1. Kepala
Tujuan : untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit dan
mengetahui adanya lesi atau bekas luka.
2. Rambut
Tujuan : untuk mengetahui warna, tekstur dan percabangan
Pada rambut dan untuk mengetahui mudah rontok dan kotor.
3. Kuku
Tujuan : untuk mengetahui keadaan kuku, warna danpanjang,
dan untuk mengetahui kapiler refill.
4. Kepala/wajah
Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala dan
untuk mengetahui luka dan kelainan pada kepala.
5. Mata
Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan
penglihatan visus dan otot-otot mata), dan juga untuk
mengetahui adanya kelainan atau pandagan pada mata.
6. Hidung
Tujuan : untuk megetahui bentuk dan fungsi hidung dan
mengetahui adanya inflamasi atau sinusitis.
7. Telinga
Tujuan : untuk mengetahui kedalaman telinga luar, saluran
telinga, gendang telinga.
8. Mulut dan faring
Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut,
dan untuk mengetahui kebersihan mulut.
9. Leher
Tujuan : untuk menentukan struktur imtegritas leher, untuk
mengetahui bentuk dan organ yang berkaitan dan untuk
memeriksa sistem limfatik.
10. Dada
Tujuan : untuk mengetahui bentuk kesimetrisan, frekuensi,
irama pernafasan, adanya nyeri tekan, dan untuk
mendengarkan bunyi paru.
16

11. Abdomen
Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan gerakan perut,
mendengarkan bunyi peristaltik usus, dan mengetahui respon
nyeri tekan pada organ dalam abdomen.
12. Muskuloskeletal
Tujuan : untuk mengetahui mobilitas kekuatan otot dan
gangguan-gangguan pada daerah tertentu.
b) Kesadaran
Pasien dengan stroke non hemoragik mengalami tingkat
keasadaran mengantuk namun dapat sadar saat dirangsang
(samnolen), pasien acuh tak acuh terhadap lingkungan (apati),
mengantuk yang dalam (sopor), spoor coma, hingga penrunn
kesadaran (koma).
c) Tanda-tanda vital saat pasien masuk rumah sakit
1. Tekanan Darah
pasien dengan stroke non hemoragik memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80. Tekanan darah akan meningkat dan menurun secara
spontan. Perubahan tekanan darah akibat stroke akan
kembali stabil dalam 2-3 hari pertama.
2. Nadi
Nadi biasanya normal 60-100 x/menit.
3. Pernafasan
Biasanya pasien stroke non hemoragik mengalami
gangguan bersihan jalan napas.
4. Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
non hemoragik.
d) Pemeriksaan secara per sistem (B1-B6)
1. B1 (Breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronkhi dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun.
17

2. B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan


renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien
stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3. B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
4. B4 (Bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami
inkontinensia urine.
5. B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan,
nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual
sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
6. B6 (Bone) Stroke adalah penyakit yang dapat mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah atu sisi tubuh, adalah tanda
yang lain. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.
e) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
f) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage
yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang
tidak begitu nyata.
g. Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008)
18

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.


1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II : Disfungsi persepsi visual (Penglihatan)
3) Saraf III, IV, dan VI. : Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis.
4) Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus
dan eksternus.
5) Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
7) Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
8) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
9) Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
h. Pengkajian Aktivitas dan Istirahat
1) Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis
(hemiplegia), merasa mudah lelah, susah untuk
beristirahat (nyeri atau kejang otot).
2) Tanda : Gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum, gangguan pengelihatan serta
gangguan tingkat kesadaran.
i. Nyeri atau kenyamanan
Sakit kepala yang bervariasi intesitasnya dan tingkah laku yang tidak
stabil, gelisah dan adanya ketegangan otot.
j. Makan dan minum
19

Nafsu makan hilang, mual muntah, kehilangan sensasi pada lidah


dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan
lemak dalam darah karena kesulitan menelan dan obesitas.
k. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
l. Sensori Neural
a) Pusing / syncope
b) Kelemahan, kesemutan atau kebas, sisi yang terkenan seperti
lumpuh atau mati.
c) Sentuhan : Kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstermitas
dan pada wajah ipsilateral (sisi yang sama).
m. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
n. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
o. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.
Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai
ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu
mengambil keputusan.

2.9.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau


respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada
resiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan
adalah bagian vital dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk
membantu klien mencapai kesehatan yang optimal[ CITATION PPN17 \l 1033 ] .
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan stroke
non hemoragik adalah :
1) Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme.
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan.
20

3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.


4) Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan.
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
6) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
serebral.
7) Resiko gangguan integritas kulit kulit berhubungan dengan penurunan
mobilitas.

2.9.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1. Resiko Tujuan : Mandiri : 1.Untuk
perfusi diharapkan dapat 1. Monitor TTV mengetahui
serebral tidak mempertahankan 2. Monitor AGD kondisi
efektif tingkat kesadaran, klien umum
berhubungan fungsi kognitif 3. Catat klien.
dengan dan sensori. perubahan 2. Untuk
embolisme. kriteria hasil : dalam mengetahui
SDKI 1. Tekanan darah penglihatan kadar oksigen
(D.0017) dalam rentang seperti adanya dalam darah.
yang normal kebutaan dan 3. Gangguan
2. Tidak ada kedalaman penglihatan
ortostatik persepsi. mencerminka
hipertensi 4. Monitor tonus n daerah otak
3. Komunikasi otot yang
jelas. pergerakan. mengalami
4. Menunjukkan 5. Kaji fungsi gangguan.
konsentrasi dan bicara klien. 4. Mampu
orientasi. 6. Letakkan mengetahui
5. Pupil seimbang kepala dengan tingkat respon
dan reaktif. posisi agak motorik
6. Bebas dari ditinggikan pasien.
aktivitas kejang. dan dalam 5. Perubahan
21

7. Tidak posisi kognitif dan


mengalami anatomis. bicara
nyeri kepala. merupakan
Kolaborasi : indikator dari
1. Berikan obat lokasi
sesuai indikasi : gangguan
Antikoagulasi serebral.
seperti heparin. 6. Menurunkan
tekanan arteri
dengan
meningkatkan
drainase dan
perfusi
jaringan
serebral.
22

2. Pola nafas Tujuan : Mandiri : 1. Untuk


tidak efektif diharapkan dapat 1. Monitor TTV mengetahui
berhubungan mempertahankan 2. Berikan posisi kondisi umum
dengan jalan nafas yang yang nyaman klien.
depresi pusat paten dengan (semifowler). 2. Agar klien merasa
pernapasan. bunyi nafas bersih 3. Observasi pola nyaman.
SDKI dan jelas. dan frekuensi 3. Mengetahui
(D.0005) kriteria hasil : nafas. kualitas dan
1. TV dalam 4. Auskultasi suara kuantitas
rentang normal : nafas. frekuensi nafas
TD 120/80 5. Lakukan klien.
mmHg, S: 36˚C, fisioterapi nafas 4. Untuk mengetahui
N :88x/mnt, RR sesuai dengan bunyi nafas klien.
: 18x/mnt. keadaan umum 5.Untuk merangsang
2. klien tidak klien. otot pernapasan
merasa sesak. Kolaborasi : klien.
3. Saat di 6. Pemberian 6. Agar pola nafas
auskultasi tidak nabulizer. klien menjadi
ada suara nafas lancar.
abnormal.
2.

3. Nyeri akut Tujuan : Mandiri : 1. Untuk


berhubungan diharapkan klien 1. Identifikasi mengetahui
dengan agen terhindar dari rasa lokasi, karakteristik
cedera nyeri selama karakteristik, nyeri untuk
fisiologis. dalam perawatan. kualitas, mempermudah
SDKI Kriteria hasil : intesitas nyeri intervensi.
(D.0077) 1. Skala nyeri dan skala nyeri. 2. Agar klien
menurun (0) 2. Berikan posisi merasa relaks.
2. Wajah klien yang nyaman 3. Teknik non
tidak nampak 3. Ajarkan teknik farmakologis
meringis. nafas dalam untuk
3. Gelisah 4. Kontrol mengurangi
23

menurun lingkungan nyeri.


4. Sikap protektif yang dapat 4. Untuk
menurun mempengaruhi mengurangi
5. TTV dalam nyeri (misalnya resiko nyeri dan
batas normal : suhu,pencahaya memberikan
TD : 120/80 an dan kenyamanan.
mmHg, N : kebisingan) 5. Istrihat yang
88x/mnt, RR : 5. Tingkatkan pola cukup dapat
18X/mnt, S : 36 istirahat dan memberi efek
˚C tidur relaks dan
Kolaborasi : merupakan salah
6. Pemberian satu faktor pereda
analgetik. rasa nyeri.
6. Mendukung
keberhasilan
intervensi agar
nyeri klien
berkurang.
4. Resiko Tujuan : Mandiri : 1. Untuk
defisit nutrisi diharapkan dapat 1. Monitor BB mengetahui
berhubungan mempertahankan klien. apakah ada
dengan berat badan yang 2. Atur posisi penurunan BB.
ketidakmamp stabil dan semi fowler 2. Agar klien
uan menelan meningkatkan atau fowler merasa nyaman
makanan. nafsu makan. selama makan. 3. Untuk
SDKI kriteria hasil : 3. Bantu makan mengetahui
(D.0032) 1. Berat badan sesuai dengan perubahan nutrisi
klien stabil kebutuhan serta untuk
2. Porsi makan klien. pengkajian.
meningkat ( 1 4. Monitor 4. Menciptakan
porsi) lingkungan lingkungan untuk
3. Nafsu makan selama makan. kenyamanan
meningkat 5. Kaji adanya istirahat klien
4. Bising usus alergi serta untuk
24

membaik makanan. ketenangan.


Kolaborasi : 5. Untuk
dengan ahli mengurangi
gizi untuk reaksi alergi.
menentukan 6. Untuk
jumlah kalori dan mengetahui
nutrisi yang kalori yang
dibutuhkan pasien dibutuhkan klien
serta untuk proses
penyembuhan
5. Gangguan Tujuan : Mandiri : 1. Untuk
mobilitas diharapkan klien 1. Monitor Vital mengetahui
fisik dapat sign. keadaan klien.
berhubungan meningkatkan 2. Konsultasikan 2. Untuk membatu
dengan kekuatan otot dan dengan terapi peningkatkan
penurunan fungsi anggota fisik tentang mobilitas pasien
kekuatan tubuh. rencana seperti kolaborasi
otot. kriteria hasil : ambulasi sesuai dengan
SDKI 1. Klien dengan fisioterapis.
(D.0054) meningkat kebutuhan. 3. Untuk mencegah
dalam 3. Bantu klien terjadinya cedera.
aktivitas fisik untuk 4. Agar klien dapat
2. Mengerti menggunakan memahami
tujuan dari tongkat saat mengenai teknik
mobilitas fisik berjalan ambulasi.
3. Adanya 4. Ajarkan pasien 5. Untuk
peningkatkan tentang teknik mengetahui dan
kekuatan dan ambulasi mengukur tingkat
kemampuan 5. Kaji kemampuan
berpindah. kemampuan klien.
4. Dapat pasien dalam 6. Mempercepat
memperagaka mobilisasi klien dalam
n penggunaan 6. Latih pasien mobilisasi dan
alat bantu dalam merelakskan otot-
25

untuk pemenuhan otot.


mobilisasi kebutuhan 7. Mencegah
(walker) ADL. terjadinya cedera
7. Dampingi dan dan Pemberian
Bantu pasien penguatan positif
saat mobilisasi. selama aktivitas
Kolaborasi : 8. Program yang
8. Konsultasikan khusus dapat
dengan ahli dikembangkan
fisioterapi untuk
menemukan
kebutuhan klien.
6. Gangguan Tujuan : Mandiri : 1. Untuk memonitor
komunikasi diharapkan klien 1. Beri satu komunikasi klien
verbal dapat kalimat simple apakah benar-
berhubungan berkomunikasi setiap bertemu benar tidak bisa
dengan secara efektif dan melakukan
penurunan selama dalam menggunakan komunikasi.
sirkulasi perawatan. kata yang jelas. 2. Meningkatkan
serebral. kriteria hasil : 2. Dorong pasien motivasi klien
SDKI 1. Adanya untuk untuk melatih
(D.0119) peningkatan berkomunikasi bicara.
kemampuan secara perlahan. 3. Mempermudah
berkomunikasi 3. Gunakan kartu klien serta
2. Mampu baca, kertas, perawat untuk
mengkoordinasi pensil, bahasa berkomunikasi.
gerakan dalam tubuh, gambar, 4. Mengetahui
menggunakan daftar kosakata, bagaimana
isyarat untuk kemampuan
3. Klien mampu memfasilitasi komunikasi klien.
untuk komunikasi dua 5. Mengetahui
memperoleh, arah yang perkembangan
mengatur dan optimal. komunikasi
menggunakan 4. Dengarkan verbal klien
26

informasi. dengan penuh


4. Mampu perhatian.
mengontrol Kolaborasi
respon 5. Rujuk klien
ketakutan dan pada ahli terapi
kecemasan wicara.
terhadap
ketidakmampua
n berbicara.

7. Resiko Tujuan : Mandiri : 1. Kulit bisa


gangguan diharapkan dapat 1. Anjurkan lembap dan
integritas mempertahankan pasien untuk mungkin merasa
kulit integritas kulit menggunakan tidak dapat
berhubungan untuk mencegah pakaian yang beristirahat atau
dengan terjadinya infeksi longgar perlu untuk
penurunan dan komplikasi 2. Hindari bergerak
mobilitas. lanjutan. kerutan pada 2. Kerutan pada
SDKI kriteria hasil : tempat tidur tempat tidur
(D.0139) 1. Dapat 3. Jaga dapat
mempertahank kebersihan menyebabkan
an integritas kulit agar tetap luka pada kulit.
kulit berupa bersih dan 3. Cara pertama
sensasi, kering untuk mencegah
elastisitas, 4. Mobilisasi terjadinya infeksi.
temperature pasien (ubah 4. Mencegah
dan posisi pasien terjadinya
pegmentasi. setiap 2 jam komplikasi
2. Tidak ada luka sekali) selanjutnya.
atau lesi. 5. Monitor kulit 5. Mengetahui
3. Perfusi pasien perkembangan
jaringan baik 6. Oleskan lotion terhadap
4. Mampu atau baby oil terjadinya infeksi
27

melindungi pada daerah kulit.


kulit dan yang tertekan 6. Menurunkan
kelembapan 7. Berikan posisi pemajanan
kulit serta yang terhadap kuman
perawatan mengurangi infeksi pada kulit.
alami. tekanan. 7. Agar tidak
5. Dapat terjadinya resiko
memahami gangguan pada
proses kulit.
perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya
cedera
berulang.

2.9.4 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan dan pengobatan serta tindakan untuk memperbaiki kondisi
dan pendidikan untuk klien atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan
yang muncul dikemudian hari[ CITATION Sir18 \l 1033 ] . Dalam pelaksanaannya
terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, antara lain:
a) Independent implementations
Adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk
membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan,
misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living (ADL),
memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur dan lain lain.
b) Interdependen / Collaborative implementations
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim
keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter.
28

Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus, kateter urin,
naso gastric tube (NGT), dan lain-lain.
c) Dependent implementations
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain, seperti
ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya, misalnya dalam
hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh
ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian
fisioterapi.

2.9.5 Evaluasi

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan


keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Evaluasi
merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu
masalah (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah
tercapai. Terdapat dua jenis evaluasi yaitu :
a) Evaluasi formatif.
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
saat atau setelah dilakukan tindakan keperawatan dan ditulis pada catatan
perawatan.
b) Evaluasi sumatif.
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan
sesuai waktu pada tujuan dan ditulis pada catatan perkembangan.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Stroke non hemoragik adalah jenis stroke yang terjadi akibat penyumbatan pada
pembuluh darah otak. Stroke yang juga disebut stroke infark atau stroke iskemik
ini merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi. (DIANTI, 2021). Stroke
non hemoragik, dibagi menjadi tiga jenis yaitu stroke emboli dan trombotik dan
hipoperfusion sistemik. Penyebab dari stroke non hemoragik Menurut
Baughman, C Diane.dkk (2000) yaitu Trombosis dan embolisme serebral.
Adapun faktor yang mempengaruhi yaitu kelebihan berat badan, jarang bergerak
atau berolahraga, kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol.

Patofisiologi Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak


aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau emboli dari pembuluh
darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis
(ateroma) dilokasi yang terbatas seperti di tempat percabangan arteri. Trombosit
selanjutnya melekat pada permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan
trombosit secara perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk
thrombus (Esther, 2010).

Menurut Ratnasari (2020) manifestasi klinis dari stroke non hemoragik adalah
gangguan motorik, gangguan persepsi, disfagia, gangguan sentuhan dan
gangguan penglihatan. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada stroke non
hemoragik yaitu infeksi pernafasan, konstipasi dan hidrosefalus. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah CT Scan, angiografi serebral, MRI dan
EEG. Penatalaksanaan medis stroke non hemoragik adalah dengan terapi
trombolitik, terapi antikoagulan, terapi antitrombosit dan terapi suportif.
Penatalaksanaan non medis dengan cara latihan rentang gerak aktif, terapi musik
dan aktivitas fisik. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah menjaga pola
makan, rutin berolahraga, berhenti merokok dan menghindari alkohol [ CITATION
Rat201 \l 1033 ].

29
30

3.2 Saran

3.2.1 Mahasiswa

Sebagian masyarakat masih tidak mengetahui mengenai stroke non


hemoragik maka dari itu mahasiswa harus mampu memahami dan
mempelajari mengenai ilmu serta asuhan keperawatan mengenai stroke
non hemoragik agar dapat menerapkan ilmu dan memberi asuhan
keperawatan yang didapat pada masyarakat.

3.2.2 Institusi

Diharapkan institusi pendidikan dapat menambah literature yang terbaru


untuk pengerjaan makalah dalam pembuatan makalah selanjutnya serta
dapat mempersiapkan mahasiswa dengan baik sebelum praktik klinik
lapangan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Budianto, Pepi Dkk. (2020). Stroke Iskemik Akut : Dasar dan Klinis.

Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Sarpini, Rusbandi. (2017). Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Paramedis.
Bogor : Penerbit IN MEDIA.

Muttaqin, A. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persyarafan.


Jakarta : Salemba Medika.

Nasution, Linda. (2013). STROKE NON HEMORAGIK PADA LAKI-LAKI USIA 65


TAHUN. Lampung : Medula Unila. 1(3):1-9

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Sulistiyawati.(2020). Asuhan keperawatan pada klien dengan stroke non hemoragik


yang di rawat di rumah sakit. Samarinda : Poltekkes Kalimantan Timur.

Dianti, Titis. (2021). Stroke Non Hemoragik.

Universitas Airlangga. https://bit.ly/3FzmtNf (diakses pada 5 oktober 2021


pada 19.00)

Putri, Nina. (2019). Mengenal Stroke Iskemik dan Perbedaannya dengan Stroke
Lain.https://www.sehatq.com/artikel/apa-itu-stroke-non-hemoragik-ini-
bedanya-dari-jenis-stroke-lain (Diakses pada tanggal 7 Oktober 2021 pada
14.30)
Ratnasari. (2020). Stroke Non Hemoragik.

http://eprints.umpo.ac.id/6185/3/BAB%202.pdf ( Diakses pada 9/10/21 pukul


17.00)

Rumah Sakit Annisa. (2019). SEPUTAR STROKE NON HEMORAGIC.

http://www.rsannisa.co.id/artikel/kesehatan/seputar-stroke-non-haemorrhagic
(Diakses pada 5 oktober 2021 pada 19.30)

Scbrid. (2020). Kumpulan Diagnosa Keperawatan Nanda Nic Noc.


https://www.scribd.com/document/104033837/Kumpulan-Diagnosa-
Keperawatan-Nanda-NIC-NOC . (Diakses pada 6/10/2021 pukul 22.00)

Siregar, Reksa. (2018). Implementasi Keperawatan sebagai Wujud Dari


Perencanaan Keperawatan Guna Meningkatkan Status Kesehatan Klien.
https://bit.ly/3DIAerw (Diakses pada 9/10/21 pukul 20.00)

Setyowati, Dwi. (2008). Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. R Dengan Masalah


Utama : Gangguan Sistem Persyarafan Stroke Non Hemoragik Pada Ny.S di
Wilayah Kerja Puskesmas Kartosuro II.
http://eprints.ums.ac.id/2907/2/J200050064.pdf (Diakses pada 7/10/21 pada
16.00)

Anda mungkin juga menyukai