Makalah Gabungan Hukuman Fiqh Jinayah
Makalah Gabungan Hukuman Fiqh Jinayah
Makalah Gabungan Hukuman Fiqh Jinayah
Disusun oleh :
i
DAFTAR ISI
MAKALAH .................................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
Perbedaan teori gabungan hukuman antara hukum pidana, hukum pidana Indonesia,
dan hukum pidana Islam ........................................................................................... 7
Kesimpulan............................................................................................................... 11
Saran ................................................................................................................................... 11
ii
BAB I PENDAHULUAN
Hukum pidana menurut syari’at islam merupakan bagian yang tak terpisahkan
dalam kehidupan setiap muslim dimanapun ia berada. Syari’at islam merupakan
hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syari’at islam
merupakan bagian ibadah kepada Allah SWT.
1
BAB II PEMBAHASAN
1
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Lembaga Bahasa & Budaya,
1954), hlm. 203.
2
Tim Redaksi, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 422.
3
AW. Munawwir dan M. Fairuz, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), hlm. 952.
2
sebagai aturan, ketentuan, norma dan dalil, patokan, pedoman, peraturan
perundang-undangan, atau putusan hakim.4
4
Jonaedi Efendi, dkk., Kamus Istilah Hukum Populer, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2016),
hlm. 182.
5
Monang Siahaan, Korupsi Penyakit Sosial yang Mematikan (Jakarta: PT Gramedia Elex Media
Komputindo, 2013), hlm. 217.
3
2. Jika bagi sesuatu perbuatan yang terancam oleh ketentuan pidana umum
pada ketentuan yang istimewa, maka ketentuan pidana istimewa itu saja yang
akan digunakan
2. Begitu juga hanya digunakan satu ketentuan pidana saja, bila orang
dipersalahkan memalsu atau merusakkan uang dan memakai benda untuk
melakukan perbuatan memalsu atau merusakkan uang
4
4.2 Macam-macam Gabungan Hukuman dan Teorinya
1. Gabungan anggapan (concurcus idealis)
Teori saling melengkapi dalam istilah fikih jinayat disebut tadakhhul atau
ditulis dengan تدخل,secara bahasa berarti masuk atau memasuki dan
melengkapi. Maksudnya yaitu bahwa pelaku jarimah dikenakan suatu
hukuman, walaupun melakukan tindakan kejahatan ganda, karena perbuatan
satu dengan yang lainnya dianggap saling melengkapi atau saling memasuki.
Teori ini ada dua pertimbangan.
5
Contoh: si a mencuri di tempat b kemudian mencuri ditempat c, lalu ia
dikenakan hukuman dan ia mencuri lagi.
b. Bila jarimah yang dilakukan oleh seorang secara berulang-ulang dan terdiri
dari bermacam-macam jarimah, maka pelakupun bisa dikenakan satu
hukuman, dengan syarat bahwa penjatuhan hukuman itu melindungi
kepentingan bersama dan untuk mewujudkan tujuan yang sama.
2. Teori Penyerapan
Para ulama masih berbeda pendapat tentang teori ini. Jumhur ulama
dari kalangan Hanafiah, Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa pelaku
tindak pidana yang melakukan kejahatan lebih dari satu dapat dihukum dengan
satu janis hukuman saja sepenjang menyerap jenis hukuman lain. Sementara
itu, kalangan ulama Syafi‟iyah tidak setuju dengan teori tersebut, dengan
alasan bahwa semua kejahatan memiliki hukumannya, maka tiap tindak pidana
yang dilakukan pelaku secara keseluruhan harus dihukum, sebab semua
hukuman harus dijatuhkan.7
6
Moh. Mufid, Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan Kontemporer Teori ke Aplikasi, Edisi Kedua, Cet. 2,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2018), hlm. 117.
7
Mardani, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2019., hlm. 61.
6
5.2 Perbedaan teori gabungan hukuman antara hukum pidana, hukum
pidana Indonesia, dan hukum pidana Islam
Dalam hukum positif terdapat tiga teori mengenai gabungan jarimah,
yaitu:
3. Teori campuran.
Menurut teori ini hanya satu pidana yang diterapkan pada pasal 63
KUHP, yaitu yang paling berat hukuman pokoknya, apabila suatu perbuatan
7
pidana diancam dengan beberapa aturan pidana. Contohnya: orang membunuh
dengan menembak dibelakang kaca, jadi tindakkanya adalah membunuh (pasal
339) dan merusak barang (pasal 406) maka yang diterapkan adalah pasal 339.
Menurut teori ini dalam hal gabungan perbuatan yang nyata yang
diancam dengan hukuman pokok adalah yang sejenis, hanya satu hukuman
saja yang dijatuhkan dan hukuman tersebut bisa diberatkan dengan sepertiga
dari maksimum hukuman yang seberat-bratnya.
Teori ini hampir sama dengan teori yang bersumber dari pasal 65 dan
66 KUHP. Menurut teori ini, yang tercantum dalam pasal 65 ayat (2), semua
hukuman dapat dijatuhkan, tetapi jumlah keseluruhannya tidak melebihi
hukuman yang paling berat, ditambah dengan sepertiganya.
8
Pertama Meskipun perbuatan jarimah berganda, sedang semuanya
adalah satu macam, seperti pencurian yang berulang kali atau fitnahan yang
berulang kali, maka sudah sepantasnya kalau hanya dikenakan satu macam
hukuman, selama belum ada keputusan hakim. Beberapa perbuatan dianggap
satu macam selama objeknya adalah satu, meskipun berbeda-beda unsurnya
serta hukumannya, seperti pencurian biasa dan gangguam
keamanan (Hirabah). Alasan penjatuhan satu hukuman saja adalah bahwa pada
dasarnya suatu hukuman dijatuhkan untuk maksud memberikan
pengajaran (ta’dib)dan pencegahan terhadap orang lain (zajru), dan kedua
tujuan ini dapat dicapai dengan satu hukuman selama cukup membawa hasil.
Namun, kalau diperkirakan pembuat akan kembali melakukan perbuatan-
perbuatannya, maka kemungkinan ini semata-mata tidak cukup, selama belum
jadi kenyataan bahwa hukuman tersebut tidak cukup menahannya. Baru
setelah mengulangi perbuatannya sesudah mendapat hukuman, maka ia
dijatuhi hukuman lagi, karena hukuman yang pertama ternyata tidak
berpengaruh.
9
karena qisash bagi seseorang lain, maka hukuman had tersebut tidaj dapat
dijalankan karena hukuman mati tersebut menyerapnya, kecuali hukuman
memfitnah saja(qadzaf) yang tetap dilaksanakan, dengan cara di-jilid dahulu
delapan puluh kali, kemudian dihukum mati.
Bagi Imam Abu Hanifah, pada dasarnya apabila terdapat gabungan hak
mannusia dengan hak-hak Allah, maka hak manusialah yang harus
didahulukan, karena ia pada umumnya ingin lekas mendapatkan haknya.
Kalau sesudah pelaksanaan hak tersebut hak Allah tidak bisa dijalankan lagi,
maka hak tersebut hapus dengan sendirinya. Bagi Imam Syafi’i tidak ada teori
penyerapan (al-jabbu), melainkan semua hukuman harus dijatuhkan selama
tidak saling melengkapi (tadakhul). Caranya ialah dengan mendahulukan
hukuman bagi hak-hak adami yang bukan hukuman mati, kemudian hukuman
bagi hak Allah yang bukan hukuman mati kemudian lagi hukuman mati.
1.3 Kesimpulan
Dalam islam mempunyai berbagai syari’at yang tidak dapat
dipisahkan dari diri seorang muslim, dimanapun ia berada. Salah satunya
gabungan hukuman yang artinya serangkai saksi yang diterapkan kepada
seseorang apabila ia benar-benar telah melakukan tidakan pidana secara
berulang-ulang diantara perbuatan perbuatannya tersebut antara yang satu
dengan yang lain belum ada keputusan.
2.3 Saran
Demikianlah makalah yang kami berisikan tentang Gabungan
Hukuman. Makalah inipun tak luput dari kesalahan dan kekurangan
maupun target yang ingin dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran
maupun teguran digunakan sebagai penunjang pada makalah ini. Sebelum
dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.
11
DAFTAR PUSTAKA
12