Rom Dan Posisi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

1

LATIAH AKTIF PASIF (ROM) DAN MENGATUR POSISI


A. LATIAH AKTIF DAN PASIF (ROM)
1. Pengertian ROM
Latihan aktif dan pasif / ROM adalah merupakan suatu kebutuhan manusia untuk
melakukan pergerakan dimana pergerakan tersebut dilakukan secara bebas. latihan aktif
dan pasif / ROM dapat dilakukan kapan saja dimana keadaan fisik tidak aktif dan
disesuaikan dengan keadaan pasien. Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar
yang digunakan untuk menilai gerakan dan untuk gerakan awal ke dalam suatu program
intervensi terapeutik.Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot
ataupun gaya eksternal lain dalam ruang gerakannya melalui persendian. Bila terjadi
gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh,
yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf. Gerakan yang
dapat dilakukan sepenuhnya dinamakan range of motion (ROM). Untuk mempertahankan
ROM normal, setiap ruas harus digerakkan pada ruang gerak yang dimilikinya secara
periodik. Faktor-faktor yang dapat menurunkan ROM, yaitu penyakit-penyakit sistemik,
sendi, nerologis ataupun otot; akibat pengaruh cedera atau pembedahan; inaktivitas atau
imobilitas. Dari sudut terapi, aktivitas ROM diberikan untuk mempertahankan mobilitas
persendian dan jaringan lunak untuk meminimalkan kehilangan kelentukan
jaringan dan pembentukan kontraktur. Teknik ROM tidak termasuk peregangan yang
ditujukan untuk memperluas ruang gerak sendi
Range Of Motion (ROM) adalah latihan menggerakkan bagian tubuh untuk
memelihara fleksibilitas dan kemampuan gerak sendi. Latihan range of motion (ROM)
adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
2. Tujuan
a. memelihara fungsi dan mencegah kemunduran.
b. memelihara dan meningkatkan pergerakan dari persendian.
c. merangsang sirkulasi darah.
2

d. mencegah kelainan bentuk.


e. memelihara dan meningkatkan kekuatan otot.
f. Mengurangi rasa nyeri,
g. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
3. Jenis
a. Latihan ROM aktif :
Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien
dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi
normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif
1) Latihan dengan meminta klien menggunakan otot untuk melakukan gerak mandiri.
2) Latihan ROM aktif dengan pendampingan (active-assisted)
3) Latihan gerak mandiri dengan dibantu atau didampingi oleh perawat atau tenaga
kesehatan lain.
b. Latihan ROM pasif :
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan
perawat pada setiap gerakan. Indikasi latihan fasif adalah pasien semikoma dan tidak
sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau
semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien
dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna
untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang
lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
4. Kapan
a. Idealnya sekali dalam sehari.
b. Latihan masing-masing dilakukan +-10 hitungan.
c. Mulai latihan pelan dan bertahap.
d. Usahakan sampai gerakan penuh, tapi jangan memaksakan gerakan klien, tetap
sesuaikan dengan batas toleransi gerakan pasien.
e. Perhatikan respon pasien, Hentikan bila terasa respon nyeri dan segera konsultasikan ke
tenaga kesehatan.
3

5. Prinsip
a. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari.
b. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.
c. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa, tanda-
tanda vital dan lamanya tirah baring.
d. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku,
bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
e. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang di
curigai mengalami proses penyakit.
f. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan rutin
telah di lakukan.
6. Indikasi
a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
b. Kelemahan otot
c. Fase rehabilitasi fisik
d. Klien dengan tirah baring lama
7. Kontraindikasi
a. Trombus/emboli dan keradangan pada pembuluh darah
b. Kelainan sendi atau tulang
c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
d. Trauma baru dengan kemunginan ada fraktur yang tersembunyi atau luka dalam
e. Nyeri berat
f. Sendi kaku atau tidak dapat bergerak
8. Langkah-langkah
a. Latihan pasif anggota gerak atas
1) Gerakkan menekuk dan meluruskan sendi bahu :
 Tangan satu penolong memegang siku, tangan lainnya memegang lengan.
 Luruskan siku, naikkan dan turunkan lengan dengan siku tetap lurus.
2) Gerakkan menekuk dan meluruskan siku :
 Pegangan lengan atas dengan lengan satu, tangan lainnya menekuk dan
meluruskan siku
4

3) Gerakkan memutar pergelangan tangan :


 Pegangan lengan bawah dengan lengan satu, tangan lainnya menggenggam
telapak tangan pasien.
 Putar pergelangan tangan pasien ke arah luar (terlentang) dan ke arah dalam
(telungkup)
4) Gerakkan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan :
 Pegang lengan bawah dengan lengan satu, tangan lainnya memegang pergelangan
tangan pasien.
 Tekuk pergelangan tangan keatas dan kebawah.
5) Gerakkan memutar ibu jari :
 Pegang telapak tangan dan keempat jari dengan tangan satu, tangan lainnya
memutar ibu jari tangan.
6) Gerakkan menekuk dan meluruskan jari-jari tangan :
 Pegang pergelangan tangan dengan tangan satu, tangan lainnya menekuk dan
meluruskan jari-jari tangan
b. Latihan pasif anggota gerak bawah.
1) Gerakkan menekuk dan meluruskan pangkal paha :
 Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai.
 Naikkan dan turunkan kaki dengan lutut tetap lurus.
2) Gerakkan menekuk dan meluruskan lutut :
 Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai.
 Tekuk dan luruskan lutut.
3) Gerakkan untuk pangkal paha : Gerakkan kaki pasien menjauh dan mendekati badan
(kaki satunya)
4) Gerakkan memutar pergelangan kaki : Pegang tungkai dengan tangan satu, tangan
lainnya memutar pergelangan kaki.
c. Latihan aktif anggota gerak atas dan bawah
1) Latihan 1
 Angkat tangan yang lumpuh menggunakan tangan yang sehat keatas.
 Letakkan kedua tangan diatas kedua kepala
 Kembalikan tangan ke posisi semula
5

2) Latihan 2
 Angkat tangan yang lumpuh melewati dada kearah tangan yang sehat  Kembali
ke posisi semula
9. Cara cara
a. ROM pada bagian jari-jari (Fleksi dan Ekstensi)
1) Pegang jari-jari tangan pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang
pergelangan.
2) Bengkokkan (tekuk/fleksikan) jari-jari ke bawah.
3) Luruskan jari-jari (ekstensikan) kemudian dorong ke belakang (hiperekstensikan).
4) Gerakkan ke samping kiri kanan (Abduksi-adduksikan).
5) Kembalikan ke posisi awal.
b. ROM pada pergelangan kaki (Fleksi dan Ekstensi)
1) Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas
2) Pergelangan kaki, jaga kaki lurus dan rileks.
3) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada atau ke bagian atas tubuh
pasien.
4) Kembalikan ke posisi awal.
5) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan telapak kaki diarahkan ke
bawah.
c. ROM pada pergelangan kaki (Infersi dan Efersi)
1) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan tangan kita (pelaksana) dan pegang
pergelangan kaki pasien dengan tangan satunya.
2) Putar kaki dengan arah ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
3) Kembalikan ke posisi semula.
4) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
5) Kembalikan ke posisi awal.
d. ROM pada bagian paha (Rotasi)
1) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki pasien dan satu tangan yang
lain di atas lutut pasien.
2) Putar kaki ke arah pasien.
3) Putar kaki ke arah pelaksanan
6

4) Kembalikan ke posisi semula.


e. ROM pada paha (Abduksi dan Adduksi)
1) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit.
2) Angkat kaki pasien kurang lebih 8 cm dari tempat tidur dan pertahankan posisi tetap
lurus. Gerakan kaki menjauhi badan pasien atau ke samping ke arah perawat.
3) Gerakkan kaki mendekati dan menjauhi badan pasien.
4) Kembalikan ke posisi semula.
5) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
f. ROM pada bagian lutut (Fleksi dan Ekstensi)
1) Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan
yang lain.
2) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
3) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada pasien sejauh mungkin dan semampu pasien.
4) Turunkan dan luruskan lutut dengan tetap mengangkat kaki ke atas.
5) Kembalikan ke posisi semula.
6) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

B. Mengatur Posisi Pasien


Pengaturan posisi merupakan salah satu tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki tujuan tertentu untuk kenyamanan dan proses penyembuhan pada pasien/klien
Tujuan akhir dari pemosisian pasien yang tepat adalah untuk melindungi pasien dari
cedera dan komplikasi fisiologis imobilitas. Secara khusus, sasaran pemosisian pasien
meliputi:
1. Memberikan kenyamanan dan keamanan pasien.
2. Memberikan jalan napas adekuat dan mempertahankan sirkulasi sepanjang prosedur (mis.,
Dalam pembedahan, dalam pemeriksaan, pengumpulan spesimen, dan perawatan).
Gangguan aliran balik vena ke jantung, dan ketidakcocokan ventilasi-ke-perfusi adalah
komplikasi umum. Penempatan yang tepat meningkatkan kenyamanan dengan mencegah
kerusakan saraf dan dengan mencegah ekstensi atau rotasi tubuh yang tidak perlu.
7

3. Menjaga martabat dan privasi pasien. Dalam operasi, penentuan posisi yang tepat adalah
cara untuk menghormati martabat pasien dengan meminimalkan eksposur pasien yang
sering merasa rentan secara perioperatif.
4. Memberikan visibilitas dan akses maksimum. Posisi yang tepat memungkinkan
kemudahan akses bedah serta kemudahan untuk pemberian anestesi selama fase
perioperatif.

Berikut ini macam-macam pengaturan posisi pasien di atas tempat tidur:


1. Posisi Supine atau Dorsal Recumbent
Posisi supine (telentang), atau dorsal recumbent (punggung telentang), adalah tempat
pasien berbaring telentang dengan kepala dan bahu sedikit terangkat menggunakan bantal
kecuali dikontraindikasikan (mis., Anestesi spinal, operasi tulang belakang).

a. Variasi dalam posisi. Dalam posisi telentang, kaki dapat diluruskan atau sedikit ditekuk
dengan lengan ke atas atau ke bawah. Ini memberikan kenyamanan secara umum bagi
pasien dalam pemulihan setelah beberapa jenis operasi.
b. Posisi yang paling umum digunakan. Posisi telentang digunakan untuk pemeriksaan
umum atau penilaian fisik.
c. Hati-hati terhadap kerusakan kulit. Posisi telentang dapat menempatkan pasien pada
risiko luka tekan dan kerusakan saraf. Nilai kerusakan kulit dan tonjolan tulang pad.
d. Dukungan untuk posisi terlentang. Bantal kecil dapat diletakkan di bawah kepala dan
kurvatur lumbar. Tumit harus dilindungi dari tekanan dengan menggunakan bantal pada
pergelangan kaki. Cegah fleksi plantar yang berkepanjangan dan regangkan cedera kaki
dengan menempatkan alas kaki yang empuk.
e. Posisi telentang dalam operasi. Terlentang sering digunakan pada prosedur yang
melibatkan permukaan anterior tubuh (mis., Area perut, jantung, area dada). Bantal
8

kecil atau bantal donat harus digunakan untuk menstabilkan kepala, karena rotasi
ekstrem kepala selama operasi dapat menyebabkan penyumbatan arteri vertebralis.
2. Posisi Fowler
Posisi Fowler, juga dikenal sebagai posisi semi-duduk, adalah posisi tempat tidur di
mana kepala tempat tidur dinaikkan 45 hingga 60 derajat. Variasi posisi Fowler meliputi:
Fowler rendah (15 hingga 30 derajat), semi-Fowler (30 hingga 45 derajat), dan Fowler
tinggi (hampir vertikal).

a. Meningkatkan ekspansi paru-paru. Posisi Fowler digunakan untuk pasien yang


mengalami kesulitan bernapas karena dalam posisi ini, gravitasi menarik diafragma ke
bawah sehingga memungkinkan ekspansi dada dan paru-paru yang lebih besar.
b. Berguna untuk pemasangan NGT. Posisi Fowler berguna untuk pasien yang memiliki
masalah jantung, pernapasan, atau neurologis dan sering optimal untuk pasien yang
memiliki tabung nasogastrik.
c. Persiapan dan latihan sebelum berjalan. Fowler juga digunakan untuk mempersiapkan
pasien sebelum dapat berjalan setelah dilakukan tindakan operasi atau perawatan.
Perawat harus diwaspadai pusing atau pingsan selama pergantian posisi.
d. Waspadai kontraksi fleksi leher. Menempatkan bantal yang terlalu besar di belakang
kepala pasien dapat mendorong terjadinya kontraksi fleksi pada leher leher. Dorong
pasien untuk beristirahat tanpa bantal selama beberapa jam setiap hari untuk relaksasi
leher.
e. Digunakan di beberapa operasi. Posisi Fowler biasanya digunakan dalam operasi yang
melibatkan bedah saraf atau bahu.
f. Gunakan alas kaki. Menggunakan alas kaki disarankan untuk menjaga kaki pasien tetap
lurus dan membantu mencegah terjatuhnya kaki.
9

g. Etimologi. Posisi Fowler dinamai sesuai nama George Ryerson Fowler yang melihatnya
sebagai cara untuk mengurangi kematian peritonitis.
3. Posisi Orthopneic atau Tripod
Posisi ortopneik atau tripod menempatkan pasien dalam posisi duduk atau di sisi tempat
tidur dengan meja di atas untuk bersandar dan beberapa bantal di atas meja untuk
beristirahat.

a. Memaksimalkan ekspansi paru. Pasien yang mengalami kesulitan bernafas sering


ditempatkan dalam posisi ini karena memungkinkan ekspansi maksimal dada.
b. Membantu pengeluaran napas adekuat. Posisi ortopneik sangat bermanfaat bagi pasien
yang memiliki masalah menghembuskan napas karena mereka dapat menekan bagian
bawah dada ke tepi meja overbed.
4. Posisi Prone atau Tengkurap
Dalam posisi prone atau tengkurap, pasien berbaring di perut dengan kepala
menghadap ke satu sisi dan pinggul tidak tertekuk.

a. Ekstensi penuh sendi pinggul dan lutut. Posisi tengkurap adalah satu-satunya posisi
tidur yang memungkinkan ekstensi penuh sendi pinggul dan lutut. Ini juga membantu
mencegah kontraktur fleksi pinggul dan lutut.
b. Kontraindikasi untuk masalah tulang belakang. Tarikan gravitasi pada batang tubuh
ketika pasien tengkurap menghasilkan tanda lordosis atau kelengkungan tulang
belakang ke depan sehingga dikontraindikasikan untuk pasien dengan masalah tulang
10

belakang. Posisi tengkurap hanya boleh digunakan ketika punggung pasien dapat
diluruskan dengan benar.
c. Drainase sekresi. Posisi tengkurap juga mempromosikan drainase dari mulut dan
berguna untuk klien yang tidak sadar atau mereka yang dalam masa pemulihan pasca
operasi mulut atau tenggorokan.
d. Tempatkan topangan adekuat. Untuk menopang pasien yang tengkurap, letakkan bantal
di bawah kepala dan bantal kecil atau handuk guling di bawah perut.
e. Dalam operasi. Posisi tengkurap sering digunakan untuk bedah saraf, di sebagian besar
operasi leher dan tulang belakang.
5. Posisi Lateral
Dalam posisi lateral atau berbaring miring, pasien berbaring di satu sisi tubuh dengan
tungkai atas di depan tungkai bawah dan pinggul serta lutut tertekuk. Melenturkan pinggul
dan lutut bagian atas serta menempatkan kaki ini di depan tubuh menciptakan basis
dukungan yang lebih luas dan segitiga serta mencapai stabilitas yang lebih besar.
Peningkatan fleksi pinggul dan lutut atas memberikan stabilitas dan keseimbangan yang
lebih besar. Fleksi ini mengurangi lordosis dan meningkatkan keselarasan punggung yang
baik.

a. Meredakan tekanan pada sakrum dan tumit. Posisi lateral membantu meringankan
tekanan pada sakrum dan tumit terutama bagi orang-orang yang duduk atau terbatas
pada istirahat di posisi terlentang atau Fowler.
b. Distribusi berat badan. Dalam posisi ini, sebagian besar berat badan didistribusikan ke
aspek lateral skapula bawah, aspek lateral ilium, dan trokanter femur yang lebih besar.
c. Bantal pendukung dibutuhkan. Untuk memposisikan pasien dalam posisi lateral dengan
benar, diperlukan bantal penopang. Lihat gambar.
6. Posisi sims
11

Posisi Sims atau posisi semiprone adalah ketika pasien mengambil posisi setengah
jalan antara posisi lateral dan posisi tengkurap. Lengan bawah diposisikan di belakang
klien, dan lengan atas dilenturkan di bahu dan siku. Kaki bagian atas lebih fleksibel di
kedua pinggul dan lutut, daripada yang lebih rendah.

a. Mencegah aspirasi cairan. Sims dapat digunakan untuk pasien yang tidak sadar karena
memfasilitasi drainase dari mulut dan mencegah aspirasi cairan.
b. Mengurangi tekanan tubuh yang lebih rendah. Ini juga digunakan untuk pasien lumpuh
karena mengurangi tekanan pada sakrum dan trochanter pinggul yang lebih besar.
c. Perawatan dan Visualisasi area perineum. Ini sering digunakan untuk pasien yang
menerima enema dan kadang-kadang untuk pasien yang menjalani pemeriksaan atau
perawatan daerah perineum.
d. Wanita hamil merasa nyaman. Wanita hamil akan sangat nyaman dengan posisi sims
untuk tidur.
e. Tingkatkan keselarasan tubuh dengan bantal. Letakkan bantal di bawah kepala pasien
dan di bawah lengan atas untuk mencegah rotasi internal. Tempatkan bantal lain di
antara kaki.
7. Posisi Lithotomy
Lithotomy adalah posisi pasien di mana pasien berada di punggung mereka dengan
pinggul dan lutut tertekuk dan paha terpisah.
12

a. Posisi litotomi umumnya digunakan untuk pemeriksaan vagina dan persalinan.


b. Modifikasi posisi lithotomy diantaranya lithotomy rendah, standar, tinggi, hemi, dan
over, berdasarkan seberapa tinggi tubuh bagian bawah diangkat sampaitingkat elevasi
tertentu untuk menunjang prosedur.
8. Posisi trendelenbrug
Posisi Trendelenburg dilakukan dengan menurunkan kepala tempat tidur dan
mengangkat kaki tempat tidur pasien. Lengan pasien diposisikan lurus di samping tubuh.

a. Aliran balik vena – venous return – adekuat. Pasien dengan hipotensi seringkali
ditempatkan dalam posisi ini karena aliran balik vena adekuat dapat meningkatkan
tekanan darah.
b. Postural drainase. Posisi Trendelenburg digunakan untuk memberikan postural drainase
dari lobus paru basal. Berhati-hatilah terhadap dispnea, beberapa pasien mungkin hanya
memerlukan kemiringan sedang atau waktu yang lebih singkat dalam posisi ini selama
drainase postural. Sesuaikan sesuai toleransi pasien.
9. Posisi Reverse Trendelenbrug
Reverse Trendelenburg adalah posisi pasien di mana kepala tempat tidur ditinggikan
dengan kaki tempat tidur menghadap ke bawah. Ini adalah kebalikan dari posisi
Trendelenburg.
13

a. Masalah gastrointestinal. Reverse trendelenburg sering digunakan untuk pasien dengan


masalah pencernaan karena membantu meminimalkan refluks esofagus.
b. Cegah perubahan posisi dengan cepat. Pasien dengan penurunan curah jantung mungkin
tidak mentolerir gerakan cepat atau perubahan dari posisi terlentang ke posisi yang lebih
tegak. Waspadai hipotensi. Ini dapat diminimalkan dengan secara bertahap mengubah
posisi pasien.
c. Cegah refluks esofagus. Dorong pasien untuk mengosongkan lambung untuk mencegah
refluks pada pasien dengan hernia hiatal.
10. Posisi Knee-chest
Posisi lutut-dada, bisa dilakukan dalam posisi lateral atau prone. Dalam posisi lutut-
dada lateral, pasien berbaring miring, badan diletakkan diagonal di atas meja, pinggul dan
lutut dilipat. Dalam posisi lutut-dada pronasi, pasien berlutut di atas meja dan
menurunkan bahu ke atas meja sehingga dada dan wajah terletak di atas meja.

a. Dua arah. Posisi lutut-dada bisa lateral atau pronasi.


b. Sigmoidoskopi. Posisi biasa diadopsi untuk sigmoidoskopi tanpa anestesi.
c. Martabat pasien. Posisi lutut-dada dengan pronasi dapat memalukan bagi beberapa
pasien.
d. Pemeriksaan ginekologis dan dubur. Posisi lutut-dada diasumsikan untuk pemeriksaan
ginekologis atau dubur.
14

11. Posisi Jackknife


Posisi Jackknife, juga dikenal sebagai Kraske, adalah tempat perut pasien terbaring
rata di tempat tidur. Tempat tidur dipotong sehingga pinggul terangkat dan kaki dan
kepala rendah.

a. Dalam operasi. Posisi Jackknife sering digunakan untuk operasi yang melibatkan anus,
rektum, tulang ekor, operasi punggung tertentu, dan operasi adrenal.
b. Membutuhkan upaya tim. Setidaknya empat orang diminta untuk melakukan transfer
dan memposisikan pasien di meja operasi.
c. Efek kardiovaskular. Dalam posisi pisau lipat, kompresi vena cava inferior dari
kompresi perut juga terjadi, yang menurunkan aliran balik vena ke jantung. Ini dapat
meningkatkan risiko trombosis vena dalam – deep vein trombosis.
d. Bantalan ekstra. Banyak bantal diperlukan di meja operasi untuk menopang tubuh dan
mengurangi tekanan pada panggul, punggung, dan perut. Posisi Jackknife juga
memberi tekanan berlebih pada lutut. Saat memposisikan, staf bedah harus
menempatkan bantalan ekstra untuk area lutut.
12. Posisi Kidney
Dalam posisi kidney, pasien mengasumsikan posisi lateral yang dimodifikasi di mana
perut diletakkan di atas lift di meja operasi yang menekuk tubuh. Pasien diposisikan di
sisi kontralateral dengan punggung diletakkan di tepi meja. Ginjal kontralateral
diletakkan di atas meja atau di atas kidney body elevator (aksesoris tambahan meja
operasi). Lengan paling atas ditempatkan menekuk fleksi tidak lebih dari 90º.
15

a. Akses ke daerah retroperitoneal. Posisi kidney memungkinkan akses dan visualisasi


daerah retroperitoneal adekuat.
b. Risiko jatuh. Pasien dapat jatuh dari meja kapan saja sampai posisi diamankan
menggunakan pengaman atau tali strain.
c. Dukungan bantalan dan stabilisasi. Lengan kontralateral di bawah tubuh dilindungi
dengan bantalan. Lutut kontralateral tertekuk dan kaki paling atas dibiarkan lurus
untuk meningkatkan stabilitas. Bantal lembut besar ditempatkan di antara kedua kaki.
Tali strain dan strap diletakkan di atas pinggul untuk menstabilkan pasien.

http://digilib.Esaunggul.ac.id/publik.Latihan Aktif Dan Pasif / Range Of Motion (ROM) Pada


Pasien Stroke Non Hemoragik

Ners.Unair.ac.id. 2020-09-06 00:29:05, Editor : Ida Sholihatun Nisa’(Airlangga Nursing


Journalist), Rom

http://kompasiana.com. ROM (Range of Motion) Halaman 1 - Kompasiana.com,Raka Pratam, 26


Oktober 2014
http://www. Nerslicious .com, Pengaturan Posisi Pasien : Panduan Lengkap untuk Perawat .3
Mei 2020

Anda mungkin juga menyukai