Komposisi Botani Dan Kapasitas Tampung Padang Penggembalaan Alam Di Desa Terusan, Maro Sebo Ilir, Batanghari, Jambi
Komposisi Botani Dan Kapasitas Tampung Padang Penggembalaan Alam Di Desa Terusan, Maro Sebo Ilir, Batanghari, Jambi
Komposisi Botani Dan Kapasitas Tampung Padang Penggembalaan Alam Di Desa Terusan, Maro Sebo Ilir, Batanghari, Jambi
SKRIPSI
OLEH
LARA DAENI
E10015018
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
KOMPOSISI BOTANI DAN KAPASITAS TAMPUNG PADANG
PENGGEMBALAAN ALAM DI DESA TERUSAN
KECAMATAN MARO SEBO ILIR
ii
KECAMATAN MARO SEBO ILIR
Oleh
LARA DAENI
E10015018
Menyetujui :
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,
Mengetahui:
Wakil Dekan BAKSI, Ketua Jurusan/Prodi Peternakan
Dr. Sc. Agr. Ir. Teja Kaswari, M.Sc Dr. Ir. Endri Musnandar, MS
NIP. 196612151992031002 NIP. 195909261986031004
Tanggal: Tanggal:
iii
PERNYATAAN
Lara Daeni
iv
RIWAYAT HIDUP
v
PRAKATA
i
skripsi ini. Kemudian penulis ucapkan terimakasih kepada Seminar Nasional
CSSPO (Consortium Studies on Smallholders Palm Oil) Universitas Jambi Tahun
2019 yang dilaksanakan oleh Fakultas Pertanian UNJA tanggal 06 November
2019 yang sudah memudahkan tahapan penyelesaian skripsi ini dan terimakasih
kepada rekan-rekan penting (Balon Gas) Rts.Reicca Larenza, Nurika Aprianti, Siti
Hadijah, Henni Alifah, Sri Wahyu Lestari, Rima Chici Yamona, Muhammad
Iqbal, M.Fauzan Marpaung dan Rezky Anugrah yang selalu direpotkan penulis
dalam bekerja sama dan sangat sukarela membantu penulis selama penelitian,
serta selalu memberi semangat dengan tulus dan motivasi yang luar biasa mulai
dari awal perkuliahan sampai dengan akhir masa pencapaian gelar sarjana S.Pt.
Terimakasih kepada teman-teman Fapet angkatan 2015 yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu khususnya Kelas A dan teman-teman KKN Tematik
BOPTN 2018 di Desa Bangun Seranten Kecamatan Muara Tabir Kabupaten Tebo
selama 2 bulan.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya dibidang peternakan dan dapat dijadikan acuan untuk penelitian
selanjutnya. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dan semoga Allah SWT memberikan balasan
setimpal kepada kita semua.
Lara Daeni
ii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR................................................................................... v
DAFTAR TABEL........................................................................................ vi
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Tujuan.......................................................................................... 3
1.3. Manfaat........................................................................................ 3
iii
4.6.1. Produksi Bobot Segar dan Bobot Kering.......................... 32
4.6.2. Produksi Bahan Kering...................................................... 33
4.6.3. Kapasitas Tampung........................................................... 34
BAB V. PENUTUP...................................................................................... 37
5.1. Kesimpulan.................................................................................. 37
5.2. Saran............................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 38
LAMPIRAN................................................................................................. 41
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
semak-semak sebagai tempat menggembalakan ternak kerbau. Oleh karena itu,
penyediaan pakan bergantung pada lahan-lahan yang dijadikan sebagai sumber
pakan alami bagi ternak kerbau sehingga dapat mendukung potensi produktivitas
padang penggembalaan alam di Desa Terusan.
Padang penggembalaan alam Desa Terusan ditumbuhi berbagai vegetasi
yang didominasi oleh famili Gramineae (rumput) dan mungkin juga terdapat jenis
legume (kacang-kacangan) dan tanaman lainnya yang digunakan untuk pakan
ternak kerbau. Keadaan padang penggembalaan yang terdapat di Desa Terusan
dapat dikatakan belum memenuhi standar yang ditentukan, namun dalam
kenyataan ternak kerbau yang terdapat pada padang penggembalaan alami Desa
Terusan hanya memanfaatkan rumput yang ada sebagai sumber pakan dan tetap
dapat berkembang biak dengan baik. Hal ini disebabkan karena bibit ternak
kerbau tersebut adalah kerbau lokal tanpa adanya perkawinan silang atau
didatangkan dari luar sehingga kerbau-kerbau ini telah beradaptasi dengan kondisi
alam setempat dan merupakan suatu keunikan tersendiri (Akbar et al., 2017).
Hijauan pakan yang sering dikonsumsi ternak kerbau di padang penggembalaan
tersebut sangat beragam dan keberagaman jenis hijauan akan berpengaruh
terhadap produksinya, demikian juga karakteristik yang beragam akan
berpengaruh terhadap kecukupan kebutuhan ternak.
Jenis-jenis hijauan berupa rumput dan legum serta gulma yang
mendominasi area penggembalaan dapat digambarkan melalui analisis komposisi
botani dengan tujuan untuk menentukan persentase komposisi hijauan berupa
rumput, legum dan gulma yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (’t Mannetje dan
Haydock, 1963). Selain komposisi botani, keberadaan padang penggembalaan
sangat diperlukan sehingga perlu mengetahui penentuan kapasitas tampung
terhadap padang penggembalaan yang ada. Dimana kapasitas tampung akan
menentukan lahan yang memproduksi hijauan makanan ternak dapat
dimanfaatkan dengan optimal (Dombois dan Ellenberg, 1974). Kapasitas tampung
merupakan analisis kemampuan areal padang penggembalaan atau kebun rumput
untuk dapat menampung sejumlah ternak, sehingga kebutuhan hijauan rumput
dalam satu tahun bagi makanan ternak tersedia dengan cukup. Kapasitas tampung
padang penggembalaan atau kebun rumput, erat berhubungan dengan jenis ternak,
2
produksi hijauan rumput, musim dan luas padang penggembalaan atau kebun
rumput. Oleh karena itu kapasitas tampung bisa bermacam-macam dan tergantung
pada pengukuran produksi hijauan rumput (Rusnan et al., 2015).
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian dengan judul
“Komposisi Botani dan Kapasitas Tampung Padang Penggembalaan Alam di
Desa Terusan Kecamatan Maro Sebo Ilir”.
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
penggunaan lahan pertanian dan kerusakan padang penggembalaan akibat
tanaman pengganggu (gulma). Hal tersebut akan berdampak terhadap penurunan
daya dukung pakan dan prospek pengembangan peternakan jangka panjang
(Sudaryanto dan Priyanto, 2009).
Perkembangan peningkatan lahan hijauan tanaman pakan sangat
diperlukan untuk dapat berimplikasi pada meningkatnya produksi tanaman
hijauan untuk memenuhi kebutuhan produksi ternak, karena pakan hijauan
berfungsi sebagai bulk dan juga sebagai sumber karbohidrat, protein, vitamin, dan
mineral. Pertambahan populasi yang begitu pesat akan menyebabkan peningkatan
kebutuhan suplai pakan hijauan, hal ini akan mengakibatkan lebih banyak sumber
daya lahan yang diperlukan untuk dijadikan sebagai tempat penggembalaan ternak
(Akbar et al., 2017). Umumnya penggunaan lahan padang penggembalaan ternak
hanya digunakan pada waktu musim penghujan dimana pada saat itu sawah dan
ladang penduduk memasuki musim tanam dan masih menggunakan sistem
peternakan ekstensif. Ternak tidak dikandangkan secara khusus tetapi dilepas di
suatu tempat tertentu. Masyarakat yang mempunyai kebiasaan menggunakan
lahan pertanian pada saat lahan tidak ditanami selama beberapa waktu,
dimaksudkan untuk memulihkan kesuburan tanah (bera) sebagai tempat
penggembalaan ternak terutama di musim kemarau. Lahan tersebut dapat berupa
lahan persawahan maupun tegalan (gempang). Tetapi bila musim hujan tiba ternak
tersebut dipindahkan sementara ke tempat padang penggembalaan umum yang
disebut lar. Penempatan ternak di padang penggembalaan yang umum digunakan
atau lar dilakukan selama musim hujan atau selama masih tersedia pakan di lokasi
tersebut. Biasanya pada bulan Desember/Januari sampai dengan bulan April/Mei.
Bila tanaman di sawah atau gempang sudah dipanen maka ternak dibawa kembali
untuk memakan sisa-sisa hasil panen atau limbah pertanian. Demikian siklus ini
berlangsung terus menerus sebagai tradisi. Lar menyediakan lahan untuk beternak
sekaligus pakan cuma-cuma bagi ternak. Jadi selain berfungsi sebagai tempat
merumput (grazing area), lar juga berfungsi sebagai tempat penampungan ternak
(holding ground) selama musim penghujan. Keuntungan lain memelihara ternak
di lar tidak membutuhkan banyak tenaga. Cara ini dinilai lebih ekonomis bagi
peternak karena hampir tidak dibutuhkan biaya atau zero cost (Pertiwi, 2007).
5
2.2. Vegetasi Padang Penggembalaan Alam
6
tanah ustic basah dan tahan tanah asam adalah rumput Hyparrhenia rufa, Melinis
minutiflora, Paspalum plicatulum, Brachiaria decumbens, Sorghum almum (tahan
hidup di tanah aridic yaitu tanah yang mengalami kekeringan lebih dari 180 hari
tiap tahun dengan hari kering konsekutif kurang dari 90 hari) tetapi tak tahan Al
tinggi, Paspalum dilatatum tidak tahan kurang P. Spesies rumput yang tahan
hidup di tanah udic (tanah yang mengalami kekeringan tidak lebih dari 90 hari
kumulatif setahun) adalah Panicum maximum dan Digitaria decumbens (tahan
terhadap tanah asam dan tanah yang kurang P). Rumput menyediakan bahan
kering yang lebih banyak dibanding legume dan energi yang lebih banyak pula
bagi ternak (Reksohadiprodjo, 1985).
Kebanyakan padang penggembalaan alam tropik mengandung sedikit N
yang dapat dimanfaatkan, hanya sedikit padang penggembalaan yang mempunyai
tanaman legume. Usaha yang paling berhasil untuk memperbaiki padang
penggembalaan alam adalah dengan menanam legume di padang penggembalaan
tersebut tanpa menghilangkan sama sekali rumput alam yang ada. Spesies legume
yang tahan hidup pada tanah dengan kadar Al tinggi, Mn tinggi dan Ca rendah,
Mg rendah dan P rendah adalah Stylosanthes guyonensis, Stylosanthes humilis,
Pueraria phaseoloides, Centrosema pubescens dan Callopogonim muconoides.
Legume yang tak tahan hidup pada tanah asam adalah Leucaena leucocephala,
Glycine wightii, Trifolium spp dan Medicago spp yang hanya tumbuh baik pada
tanah basa. Centrosema pubescens yang baik tumbuhnya pada tanah udic dan
ustic, toleran terhadap tanah basah dan sangat baik bila dicampur dengan rumput
Brachiaria mutica. Fungsi legume dalam padang penggembalaan adalah
menyediakan atau memberikan nilai makanan yang lebih baik terutama berupa
protein, fosfor dan kalsium (Reksohadiprodjo, 1985).
Peternak di pedesaan secara umum masih bertumpu pada cara-cara
tradisional dengan mengandalkan rumput lapang sebagai sumber utama pakan
ternak dengan jumlah sangat terbatas. Jenis rumput lapang yang sering dijumpai
dan disukai tenak berupa rumput pahitan (Paspalum conjugatun), rumput kawatan
(Cynodon dactylon), rumput lamuran (Polytrias amuara), babadotan (Agratum
conyzoides) dan jahean atau Panicum repens (Widarti dan Sukaesih, 2015). Pada
areal pematang sawah dan lokasi tanaman hortikultura yang berpotensi sebagai
7
penyediaan hijauan makanan ternak khususnya ternak ruminansia, dimana jenis
rumput yang ditemukan paling dominan adalah Paspalum Sp (Nurlaha et al.,
2014). Pada musim hujan maupun musim kemarau, spesies yang sangat mudah
beradaptasi baik didaerah datar, lereng dan dekat kali adalah Imperata cylindrica
dan Themeda arguens. Imperata cylindrica merupakan tanaman yang berkembang
biak dengan biji atau rhizom (akar rimpang), sehingga dapat berkembangbiak
dengan cepat. Selain itu Themeda arguens merupakan jenis hijauan yang
populasinya cukup dominan setelah Imperata cylindrica. Hijauan ini sering
tumbuh bersama Imperata cylindrica dan merupakan tumbuhan tahunan, yang
membentuk padang sabana (Siba et al., 2017).
8
spesies-spesies tertentu serta proporsinya di pastura tersebut. Akan tetapi
penentuan ini cukup sulit karena tingginya variasi alami dari hijauan, disamping
itu masih kurangnya metode yang cepat untuk mengestimasi kebutuhan pakan
ternak di padangan. Tinggi rendahnya kualitas suatu padang penggembalaan
berkaitan erat dengan komposisi botanis (tumbuhan) yang terdapat pada padang
penggembalaan tersebut, sedangkan padatnya ternak yang dipelihara
menyebabkan ketersediaan pakan hijauan yang terdapat pada padang
penggembalaan alami tersebut tidak mencukupi kebutuhan seluruh ternak yang
digembalakan. Langkah yang dapat ditempuh dalam meningkatkan produksi
ternak ruminansia yang dipelihara peternak kecil di pedesaan adalah dengan
memperbaiki komposisi botanis sehingga kualitas padang penggembalaan alami
menjadi meningkat serta pengaturan penggembalaan ternak pada padang
penggembalaan alami sesuai dengan kapasitas tampungnya. Upaya memperbaiki
komposisi botanis dan peningkatan kapasitas tampung padang penggembalaan
alami dapat dilakukan melalui pendekatan berdasarkan informasi komposisi
botanis dan kapasitas tampung dilapangan (Sawen dan Junaidi, 2011).
Komposisi botanis diperlukan untuk mengetahui kondisi pastura yang
dapat mempengaruhi produksi dan kualitas hijauan yang dihasilkan. Analisis
komposisi botanis dapat dilakukan secara manual dengan melihat secara langsung
komposisi botanis yang ada di suatu pastura. Namun hal ini tentu akan menjadi
masalah dalam menentukan akurasi jenis botanis dan waktu yang diperlukan
untuk melihat kondisi botanis yang ada secara keseluruhan. Oleh karena itu
diperlukan metode analisis komposisi botanis hijauan makanan ternak yang cepat
dan tepat. Metode-metode tersebut lebih cepat tetapi kurang teliti karena faktor-
faktor subyektif. Dalam perkembangannya, diperkenalkan metode “rank” atau
perbandingan yang memberikan persentase relatif tentang kedudukan masing-
masing spesies (relative importance percentage). Metode ini digunakan untuk
menaksir komposisi botanis pada rumput atas dasar bahan kering tanpa
melakukan pemotongan dan pemisahan spesies hijauan (Rizka, 2018).
Sebagian besar hijauan yang ada di padang penggembalaan adalah rumput
dengan persentase diatas 90% dan hanya terdapat sedikit tanaman lain. Spesies
rumput mendominasi padang rumput, diikuti oleh kacang kacangan dan tanaman
9
lain. Di musim kering, komposisi rumput lebih rendah dari pada di musim hujan.
Perbedaan ini diharapkan karena faktor eksternal (lingkungan) merupakan faktor
yang paling penting dalam menentukan pertumbuhan dan produksi hijauan selain
faktor genetik (Lestari, 2018). Faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi hijauan pakan antara lain radiasi, suhu, kelembaban dan curah hujan.
Proporsi besar dari pakan non-feed atau tanaman lain menunjukkan bahwa daerah
tempat penggembalaan padang rumput pada umumnya perlu ditingkatkan, karena
tanaman lain yang tumbuh bersama dengan hijauan mampu bersaing nutrisi dalam
tanah.
Padang rumput yang ditumbuhi oleh rumput dan legum bersama-sama,
umumnya pertumbuhan legum cepat akan ditekan atau terhambat karena
dipengaruhi oleh naungan lebih tinggi rumput. Buruknya kualitas pakan di padang
rumput adalah karena pemanfaatan untuk merumput dilakukan secara terus
menerus, tanpa istirahat. Padang rumput terus menerus digunakan tanpa
beristirahat akan menyebabkan hijauan di padang, baik rumput dan legum
dibawah tekanan berat, menyebabkan pertumbuhan terhambat. Spesies yang
diklasifikasikan sebagai legum pakan adalah jenis yang paling terpengaruh oleh
masalah ini (Mcllroy, 1977). Legum rentan terhadap tekanan berat karena
leguminosa memiliki akar yang kurang kuat dan tidak tahan terhadap injakan.
Sebaliknya, non-pakan hijauan yang tidak dimakan oleh hewan dapat tumbuh
dengan baik. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi komposisi botanis di padang
rumput (Lestari, 2018).
10
padang penggembalaan merupakan hal penting khususnya pengaturan
penggembalaan ternak (ternak ruminansia) yang menggunakan padang
penggembalaan, dengan landasan sesuai kapasitas tampung (carrying capacity)
yang disesuaikan dengan vegetasi hijauan yang tumbuh di padang pengembalaan.
Hal tersebut tidak terlepas dari status padang penggembalaan (ringan, sedang, dan
berat) disesuaikan dengan kapasitas tampung dan vegetasi tersedia (Sudaryanto
dan Priyanto, 2009).
Kapasitas tampung dipengaruhi oleh jumlah dan jenis keragaman tanaman
di suatu lahan padang penggembalaan. Produksi biomas suatu lahan digunakan
mengetahui produksi rumput pada suatu lahan dalam waktu satu tahun. Produksi
hijauan setiap lahan penggembalaan berbeda-beda. Perbedaan produksi hijauan ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu manajemen, iklim, spesies tanaman dan
kondisi lingkungan (Rizka, 2018).
Produksi rumput di padang gembalaan ditentukan oleh beberapa faktor
seperti iklim, pengelolaan, kesuburan tanah, pemeliharaan dan tekanan
penggembalaan. Daya dukung hijauan padang penggembalaan adalah kemampuan
suatu wilayah menghasilkan pakan berupa hijauan dari padang penggembalaan
tanpa melalui pengolahan dan dapat menyediakan pakan untuk menampung
sejumlah populasi ternak ruminansia (Rinaldi et al., 2012). Semakin tinggi
produksi hijauan yang dihasilkan maka kapasitas tampung semakin meningkat,
namun sebaliknya produksi hijauan yang rendah menyebabkan kapasitas tampung
juga rendah (Muhajirin et al., 2017). Faktor penyebab rendahnya produksi ternak
adalah rendahnya kualitas padang penggembalaan alami, jumlah ternak yang
dipelihara pada padang penggembalaan alami tidak sesuai dengan kapasitas
tampung dan keadaan dari tanah di padang penggembalaan (Siba et al., 2017).
BAB III
MATERI DAN METODE
11
3.1. Tempat dan Waktu
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah hijauan berupa rumput,
dan legum serta gulma yang tumbuh di padang penggembalaan alam Desa
Terusan dan alkohol 70%.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kertas kartoon,
lem UHU, selotip/lakban, gunting, alat tulis, smartphone yang dilengkapi kamera,
kuadran ukuran 0,5 m x 0,5 m yang terbuat dari pipa paralon, amplop kantong
berwarna coklat, kertas label, plastik ½ kg, tissue, meteran, terpal hitam, kayu,
paku, tali rafia, palu, gergaji dan peralatan analisis bahan kering seperti timbangan
digital, oven 60°C, oven 105°C, cawan porselen, gelas piala, penjepit dan
desikator.
12
Persiapan penelitian dilakukan dengan kegiatan survei untuk memperoleh
informasi mengenai gambaran umum Desa Terusan yang meliputi curah hujan,
penggunaan lahan sawah maupun lahan bukan sawah yang dijadikan sebagai
tempat penggembalaan alami bagi ternak kerbau, karakteristik peternak kerbau di
Desa Terusan, kepemilikan jumlah ternak kerbau yang dipelihara, tujuan peternak
dalam usaha atau beternak kerbau dan populasi ternak kerbau di Desa Terusan.
Selain itu, untuk memperoleh informasi mengenai spesies vegetasi hijauan yang
tumbuh di padang penggembalaan dan dijadikan sebagai sampel penelitian.
Penelitian ini dilakukan dengan mengamati jenis-jenis hijauan dan gulma,
menentukan komposisi botani, bahan kering hijauan, produksi hijauan dan
kapasitas tampung padang penggembalaan Desa Terusan dengan dua cara yaitu
pengamatan pada areal gembala dan areal tidak digembala. Dimana areal gembala
merupakan areal yang digembalakan ternak kerbau dan ternak kerbau bebas
memakan hijauan dan gulma yang tumbuh di areal tersebut, sedangkan
pengamatan areal tidak digembala merupakan lahan yang tidak digembalakan
ternak kerbau dan adanya pemagaran rumput dengan luas pagar 2 m x 2 m
sehingga ternak kerbau tidak dapat memakan hijauan dan gulma yang tumbuh
didalam areal tersebut (Lampiran 2).
13
matahari selama penelitian (Awal Juli 2019-Awal September 2019) dan populasi
ternak ruminansia khususnya ternak kerbau di Desa Terusan.
a. Analisis Deskriptif
Data primer diolah menggunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik peternak kerbau berdasarkan hasil kuisioner, jumlah curah hujan,
pola penggunaan lahan dan populasi ternak kerbau di Desa Terusan serta jenis-
jenis rumput, legum dan gulma yang ditemukan di padang penggembalaan alam
Desa Terusan.
Pengambilan sampel dilakukan pada setiap plot/cuplikan menggunakan
kuadran dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m dengan jumlah 21 plot/cuplikan pada
masing-masing areal gembala dan areal tidak digembala di padang
penggembalaan alam Desa Terusan. Identifikasi hijauan dan gulma dilakukan
dengan cara pemisahan antara komponen rumput, legum dan gulma disetiap
plot/cuplikan. Masing-masing komponen tersebut dimasukkan kedalam kantong
sampel dan diberi label serta dokumentasikan masing-masing spesies hijauan dan
gulma. Disetiap plot pengamatan, nama dan jumlah spesies hijauan maupun
gulma dicatat, kemudian dikeringkan dengan oven untuk mengetahui bobot kering
dan analisis bahan kering. Spesies hijauan dan gulma yang tidak diketahui dibuat
herbarium yang mengacu pada metode Stone (1983) yaitu eksplorasi koleksi
hijauan. Pembuatan herbarium dilakukan dengan cara pengambilan bagian utuh
setiap jenis rumput, legum dan gulma lalu disemprotkan dengan alkohol 70%
pada keseluruhan bagiannya, kemudian diletakkan pada kertas karton dan
direkatkan dengan lem UHU atau selotip. Pengamatan ciri-ciri setiap jenis hijauan
maupun gulma yang dicocokkan dengan literatur guna menemukan nama latinnya
dan dibantu dengan aplikasi PlantNet. Hijauan dan gulma yang sudah diketahui,
dikelompokkan pada tabel berdasarkan jenisnya yaitu rumput family Gramineae,
kacang-kacangan family Leguminosea dan gulma.
14
Analisis komposisi botani yang dilakukan menggunakan metode modifikasi
Dry Weight Rank (’t Mannetje dan Haydock, 1963) pada uji statistik yaitu Uji T
Tidak Berpasangan untuk mengetahui perbedaan komposisi botani antara area
gembala dan area tidak digembala. Namun perhitungan persentase komposisi
botani berdasarkan tetapan koefisien komposisi botani yang terdiri dari ranking 1,
2, dan 3 yang memiliki ketetapan koefisien masing-masing yaitu 8.04, 2.41 dan 1,
untuk menentukan komponen hijauan maupun gulma yang mendominasi area
penggembalaan sesuai peringkat dan tetap menggunakan metode Dry Weight
Rank. Analisis dilakukan menggunakan kuadran berukuran 0.5 m x 0.5 m yang
disebar secara acak sebanyak 21 kali pada masing-masing area areal gembala dan
areal tidak digembala. Pengambilan sampel hijauan dan gulma didalam kuadran
dipotong menggunakan gunting sampai rapat dengan permukaan tanah, kemudian
hitung persentase komposisi botani masing-masing areal pengamatan.
Setiap kantong sampel ditimbang bobot segarnya kemudian dilakukan
pencatatan dan dokumentasi. Setelah didapatkan bobot segar, masing-masing
sampel dikeringkan dengan oven 60°C untuk mendapatkan bobot kering selama
16-24 jam dan selanjutnya sampel hijauan berupa rumput dan legum dioven
dengan suhu 105°C selama 16-24 jam untuk analisis bahan kering. Rumus
perhitungan komposisi botani dalam persen (%) yaitu :
15
sebelumnya dan cuplikan keempat diambil 10 langkah ke kanan dari cuplikan
sebelumnya (Gambar 2). Pengambilan cuplikan dilakukan sebanyak 21 kali pada
areal gembala dan 21 kali pada areal tidak digembala, kemudian semua hijauan
yang terdapat didalam cuplikan dipotong sedekat mungkin dengan tanah. dan
disesuaikan dengan luas padang penggembalaan yang akan dianalisis. Cuplikan
ditimbang dan dapat dihitung kapasitas tampungnya.
Produksi bahan segar hijauan dan gulma disetiap kuadran diperoleh dengan
melakukan penimbangan hijauan dalam keadaan segar atau tanpa dilakukan
pengeringan pada hasil pemotongan yang dilakukan dan hasilnya dicatat sebagai
produksi bahan segar. Hijauan dan gulma segar yang selanjutnya dikeringkan
kemudian dicatat sebagai bobot kering.
Produksi bahan kering (BK) diperoleh dari sampel yang diambil dari setiap
areal pengamatan hasil penimbangan berat segar, kemudian hijauan berupa
rumput dan legum dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60°C selama 16-24
jam dan timbang berat kering hijauan tersebut. Selanjutnya masing-masing
komponen rumput dan legum dipotong kecil-kecil dan diambil 1-2 gram sebagai
sampel untuk dianalisis kandungan bahan kering, kemudian sampel dikeringkan
kembali menggunakan oven pada suhu 105°C selama 16-24 jam dan timbang
berat kering hijauan tersebut. Produksi berat segar dikonversikan kedalam berat
kering untuk mengetahui produksi bahan kering hijauan. Untuk menentukan
persentase bahan kering dan total gram bahan kering hijauan menggunakan
rumus:
16
Pengukuran produksi dan kapasitas tampung dalam setahun dilakukan
dengan metode estimasi. Diasumsikan padang penggembalaan alam Desa Terusan
didominasi oleh jenis rumput lokal, jenis ternak kerbau saja yang digembalakan di
area penggembalaan, tipe iklim, musim dan kondisi tanah padang penggembalaan
relatif sama serta penggunaaan padang penggembalaan hanya sekali setahun yaitu
saat musim tanam padi. Oleh karena itu, digunakan Proper Use Factor ringan
sebesar 30%. Kapasitas tampung lahan padang penggembalaan dapat dihitung
dengan memperhatikan produksi hijauan makanan ternak per hektar dan Proper
Use Factor (PUF). Proper Use Factor adalah faktor yang harus diperhitungkan
untuk menjamin pertumbuhan kembali hijauan makanan ternak. Faktor tersebut
yaitu lingkungan, jenis ternak, jenis tanaman, tipe iklim dan keadaan musim.
Penggolongan nilai PUF untuk padang penggembalaan adalah a) ringan : 25-30%;
b) sedang : 40-45%; c) berat : 60-70%. Pada umumnya kelas tanah yang
dialokasikan untuk peternakan termasuk golongan sedang dan ringan. Besarnya
produksi hijauan dapat diperhitungkan dengan produksi kumulatif yang
merupakan produksi setiap pemotongan hijauan di padang penggembalaan atau
kebun rumput yang ditentukan selama 1 tahun.
Data produksi hijauan pakan yang diperoleh dari setiap lokasi
pengambilan sampel dirata-ratakan (gram/meter²) kemudian dikonversi kedalam
satuan ton/hektar. Pengukuran produksi dalam satu tahun dan pengukuran
kapasitas tampung dilakukan dengan metode estimasi. Diasumsikan padang
penggembalaan tersebut mengalami masa panen hanya 1 kali/tahun pada musim
hujan, sehingga digunakan proper use factor sebesar 30%. Hijauan yang
diproduksi pada lokasi pengambilan sampel tersebut adalah hijauan yang tumbuh
alami dan memiliki palatabilitas tinggi yakni sebagian besar adalah rumput lapang
yang palatabel. Penentuan besarnya kapasitas tampung dilakukan melalui
pendugaan besarnya produksi hijauan yang ada yang dinyatakan dalam satuan unit
17
ternak (UT) per hektar menggunakan rumus sebagai berikut (Muhakka et al.,
2019) :
Keterangan:
Produksi Musim Hujan (MH) : Jumlah hari di musim hujan (270 hari)
Produksi Musim Kemarau (MK) : Jumlah hari di musim kemarau (90 hari)
Proper Use Factor : 30%
Kebutuhan Ternak : 6,29 kg Bahan Kering/UT/hari
18
masyarakat. Pada kondisi ini terjadi over grazing, dimana stocking rate (SR)
lebih rendah dibandingkan kapasitas tampung (KT).
Keterangan: STm dan STt masing-masing adalah satuan ternak untuk makanan
dan satuan ternak untuk ternak.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
20
ternak kambing 165 ekor. Populasi ternak kerbau di Kecamatan Maro Sebo Ilir
paling banyak terdapat di Desa Terusan sebanyak 220 ekor, kemudian diikuti oleh
Kelurahan Terusan sebanyak 175 ekor. Pemeliharaan ternak kerbau di Desa
Terusan masih bersifat tradisional yang umumnya pemeliharaan ternak sapi dan
ternak kambing menggunakan sistem semi intensif sedangkan untuk pemeliharaan
ternak kerbau menggunakan sistem ekstensif. Ternak kerbau di Desa Terusan
biasanya digembalakan di areal padang rumput yang tersedia secara alami
didaerah tersebut. Selain itu, pemanfaatan lahan persawahan, lahan tegalan seperti
kebun duku dan kebun durian serta lahan perkebunan karet dan sawit sebagai
padang penggembalaan alami yang sangat mendukung dalam ketersediaan hijauan
pakan secara terus-menerus bagi ternak kerbau di Desa Terusan.
Karakteristik peternak kerbau di Desa Terusan menjelaskan bahwa
sebagian besar peternak berada pada usia produktif yaitu antara 36-55 tahun,
dimana pada kondisi ini umumnya peternak mempunyai kemampuan fisik dan
berfikir yang lebih baik dalam hal menghadapi dan menerima keadaan dalam
beternak. Secara umum tingkat pendidikan peternak masih tergolong rendah
dikarenakan mayoritas tamatan sekolah dasar (SD). Selain itu, peternak didaerah
tersebut dalam memelihara ternak kerbau mayoritas berstatus sebagai pemilik
dengan kepemilikan ternak kerbau yang bervariasi yaitu berkisar antara 2 sampai
30 ekor. Berdasarkan survey dilapangan, jumlah kepemilikan ternak kerbau jantan
sebanyak 66 ekor dan kerbau betina sebanyak 101 ekor.
Peternak kerbau di Desa Terusan mempunyai pekerjaan utama sebagai
petani, dikarenakan peternak tersebut memiliki sawah dan beternak hanya untuk
pekerjaan sampingan yang dimaksudkan untuk tabungan yang dapat digunakan
jika terdapat kebutuhan yang mendesak sehingga dapat menjual ternak yang
dimilikinya. Namun berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, ada sebagian
kecil beternak menjadi pekerjaan utama dikarenakan peternak tersebut tidak
memiliki sawah sehingga kegiatan bertani dilakukan dengan menjadi buruh tani.
Pengalaman beternak yang dimiliki peternak kerbau termasuk dalam kategori
sedang dengan kisaran lama beternak kerbau 3 sampai 20 tahun. Usaha ternak
kerbau sudah dilakukan cukup lama dan merupakan tradisi turun-temurun. Bagi
sebagian besar penduduk di Desa Terusan, ternak kerbau merupakan salah satu
21
bentuk investasi sosial. Kepemilikan ternak mencerminkan status sosial keluarga,
karena ternak kerbau digunakan dalam berbagai acara adat dan acara keluarga.
Nilai sosial merupakan tujuan usaha dalam memelihara ternak kerbau dan nilai
sosial ini yang menyebabkan umumnya ternak kerbau jarang dijual kecuali untuk
kebutuhan hidup yang mendesak, dimana untuk membiayai kebutuhan hidup
sehari-hari penduduk Desa Terusan lebih banyak memanfaatkan hasil tani seperti
sawit dan karet (Lampiran 8 dan Lampiran 9).
4.1.1. Iklim
Menurut Schmidt-Ferguson mengklasifikasikan iklim berdasarkan jumlah
rata-rata bulan kering dan jumlah rata-rata bulan basah. Suatu bulan disebut bulan
kering, jika dalam satu bulan terjadi curah hujan kurang dari 60 mm. Disebut
bulan basah, jika dalam satu bulan curah hujannya lebih dari 100 mm. Iklim
padang penggembalaan Desa Terusan selama penelitian dimulai pada awal bulan
Juli 2019 sampai awal bulan September 2019 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Iklim Padang Penggembalaan Alam Desa Terusan Bulan Juli, Agustus
dan September 2019
Bulan
Parameter
Juli Agustus September
Temperatur Minimum (°C) 23 23 23
Temperatur Maksimum (°C) 33 33 34
Temperatur Rata-Rata (°C) 27 28 27
Kelembapan Rata-Rata (%) 82 77 77
Curah Hujan (mm) 3 40 8
Lamanya Penyinaran Matahari (Jam) 7 6 6
Sumber : BMKG Stasiun Klimatologi Muaro Jambi
22
Hal ini sesuai dengan pendapat Bucio et al. (2005) mengemukakan bahwa
kestabilan komunitas tanaman dipengaruhi oleh lingkungan biotik (ternak) dan
abiotik (air, tanah dan iklim), sehingga tanaman yang tidak bisa tumbuh pada
keadaan tersebut maka spesies lain menggantikan.
Produktivitas hijauan pakan ternak pada suatu padang penggembalaan
dipengaruhi oleh faktor ketersediaan lahan yang memadai, lahan tersebut harus
mampu menyediakan hijauan pakan yang cukup bagi kebutuhan ternak. Selain itu
faktor kesuburan tanah, ketersediaan air, iklim dan topografi juga turut
berpengaruh. Hijauan maupun gulma yang tumbuh di areal penggembalaan dan
dimakan ternak kerbau memerlukan temperatur yang optimum untuk melakukan
aktivitas fotosintesis. Temperatur tanah berpengaruh terhadap proses biokimia
dimana terjadi pelepasan nutrien tanaman dan berpengaruh juga pada absorbsi air
dan nutrien. Selain itu, curah hujan juga berpengaruh pada produksi bahan kering
yang dihasilkan oleh hijauan pakan. Semakin tinggi curah hujan maka produksi
bahan keringnya akan semakin rendah (Rinduwati, 2017). Selain itu, lamanya
penyinaran matahari di areal padang penggembalaan yang berpengaruh pada
jumlah energi matahari yang diterima pada saat pertumbuhan hijauan sampai
periode pemasakan adalah penting untuk akumulasi berat kering selama periode
tersebut (Pertiwi, 2007).
23
Tabel 3. Pola Penggunaan Lahan Wilayah Kecamatan Maro Sebo Ilir
Pola Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)
Sawah 1026 10,38
Tegalan/Kebun 110 1,11
Pekarangan - -
Perkebunan 6092 61,61
Ditanami Pohon/Hutan Rakyat 2258 22,84
Padang Rumput/Semak 28 0,28
Sementara Tidak Diusahakan 374 3,78
Lainnya - -
Jumlah 9888 100
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Batanghari (2018)
24
Tabel 4. Populasi Ternak Kerbau di Desa Terusan
Jantan Betina
Kriteria
Ekor UT Ekor UT
Dewasa 32 32 52 52
Muda 25 13 30 15
Pedet 9 2 19 5
Jumlah 66 47 101 72
Sumber : Data primer hasil olahan, 2019
25
Tabel 5. Jenis-Jenis Rumput, Legum dan Gulma Padang Penggembalaan Alam
Desa Terusan
Awal Akhir
Hijauan Spesies Tidak Tidak
Gembala Gembala
Digembala Digembala
Axonopus
√ √ √ √
compressus
Rumput
Paspalum
√ √ √ -
conjugatum
Flemingia
√ √ - √
macrophylla
Legum
Mimosa pudica
√ √ √ -
L.
Ageratum
√ √ √ -
conyzoides
Biden pilosa L √ √ √ √
Cyperus
√ - - -
rotundus
Chysopogon
√ √ √ √
ariculatus
Gulma Cyclophorus
√ √ - -
aridus
Chromolaena
√ - - -
ordorata
Eleusine indica √ √ - -
Imperata
√ - √ √
cylindrica
Urena lobata √ - √ -
Sumber : Data primer hasil olahan, 2019
Ket : √ = Ada
˗ = Tidak Ada
26
namun pada pengamatan akhir hanya ditemukan 9 spesies. Perubahan spesies
tanaman dan komposisinya bukan hanya disebabkan oleh faktor ternak saja, tetapi
kondisi perubahan iklim memberikan pengaruh yang besar pula. Pada musim
kemarau komposisi vegetasi akan didominasi oleh kelompok tanaman yang tahan
kering, kondisi ini cepat berubah saat musim hujan dimana tanaman yang
responsif terhadap ketersediaan air dan tanaman yang membentuk daun lebar akan
mendominasi padangan. Proporsi jenis tanaman yang tumbuh di pastura tersebut
digambarkan sebagai komposisi botanis suatu areal pastura (Sawen dan Junaidi,
2011).
Spesies rumput yang ditemukan adalah Axonopus compressus (rumput
pahit) dan Paspalum conjugatum (rumput manis/rumput kerbau) yang tumbuh liar
mendominasi area penggembalaan dan termasuk dalam familia Poaceae serta
sangat disukai ternak kerbau. Spesies legum yang ditemukan adalah Flemingia
macrophylla (srengan) dan Mimosa pudica L. (putri malu) merupakan legum liar
yang merambat dan termasuk jenis legum yang kurang produktif serta kurang
disukai ternak kerbau. Spesies gulma yang ditemukan adalah spesies Ageratum
conyzoides (babadotan), Biden pilosa L (ronggong), Cyperus rotundus (rumput
teki), Chrysopogon aciculatus (rumput jarum), Cyclophorus aridus (paku),
Chromolaena odorata (kirinyuh), Eleusine indica (rumput belulang), Imperata
cylindrica (rumput alang-alang) dan Urena lobata L. (pulutan) yang sebagian
besar disukai ternak kerbau kecuali kirinyuh dan pulutan. Secara keseluruhan
spesies rumput, legum dan gulma yang ditemukan di padang penggembalaan alam
Desa Terusan berpotensi sebagai pakan ternak dikarenakan banyak spesies yang
disukai ternak kerbau kecuali spesies yang berkayu dan berduri.
Berdasarkan pengamatan awal, terdapat beberapa spesies rumput, legum
dan gulma yang tidak ditemukan tumbuh di padangan namun ditemukan tumbuh
pada pengamatan akhir, sebaliknya pada pengamatan awal terdapat beberapa
spesies rumput, legum dan gulma yang sudah tumbuh di padangan namun pada
pengamatan akhir spesies tersebut menghilang atau tidak tumbuh kembali.
Artinya, spesies-spesies yang awalnya tidak tumbuh kemudian ditemukan tumbuh
di padangan disebabkan spesies-spesies tersebut tidak mampu bersaing dengan
spesies lain untuk tumbuh cepat, sehingga mudah digantikan oleh spesies lain
27
yang tumbuh cepat mendominasi area penggembalaan. Selain itu, spesies-spesies
yang awalnya tumbuh kemudian tidak tumbuh kembali di padangan disebabkan
spesies-spesies tersebut tidak tahan terhadap renggutan dan injakan yang
dilakukan oleh ternak kerbau secara terus-menerus di area penggembalaan.
Dipengaruhi oleh faktor musim, dimana pengamatan dilakukan saat musim
kemarau yang menyebabkan ketersediaan air sedikit dan kesuburan tanah
terganggu, sehingga beberapa spesies tidak toleran terhadap krisis air dan spesies
tersebut akan cepat layu kemudian kering bahkan mati.
28
antara kedua areal tersebut selama 40 hari pengamatan. Hal ini menunjukkan
bahwa komposisi rumput tetap mendominasi padang penggembalaan alam Desa
Terusan yang beriklim tropis, kemudian diikuti komposisi gulma dan legum.
Spesies rumput yang mendominasi area penggembalaan yaitu Axonopus
compressus dan Paspalum conjugatum. Spesies ini termasuk dalam familia
Poaceae. Menurut pendapat Bohari dan Wahidah (2015) suku rumput-rumputan
atau Poaceae merupakan rumput atau tumbuhan yang dapat tumbuh dan hidup
hampir di seluruh daerah terbuka atau terlindung baik didaerah tropis maupun sub
tropis.
Persentase komposisi rumput pada areal gembala lebih rendah
dibandingkan dengan areal tidak digembala disebabkan adanya pemagaran selama
40 hari di areal yang tidak digembalakan ternak kerbau, sehingga rumput yang
tumbuh di areal tersebut (areal tidak digembala) tidak mengalami gangguan
seperti renggutan dan injakan ternak kerbau. Disamping itu, persentase komposisi
rumput juga meningkat pada pengamatan akhir dikarenakan pertumbuhan rumput
lebih cepat dibandingkan legum dan gulma serta spesies rumput yang tumbuh di
area penggembalaan alami umumnya tumbuh membentuk rumpun, memiliki
sistem perakaran yang kuat, pertumbuhan kembali cepat, rhizomanya merayap
dan membentuk tanaman baru yang cepat menyebar jika mengalami pemotongan
baik oleh ternak maupun defoliasi.
Persentase komposisi legum mengalami penurunan pada pengamatan akhir
di areal yang sama-sama digembalakan ternak kerbau. Pada areal gembala, ternak
kerbau bebas merumput, padang penggembalaan yang terus-menerus digunakan
tanpa adanya periode istirahat dan pengaruh musim kemarau yang menyebabkan
kondisi tanah menjadi kering sehingga legum dibawah tekanan berat dan
pertumbuhannya terhambat. Namun persentase komposisi legum meningkat pada
pengamatan akhir di areal yang sama-sama tidak digembalakan ternak kerbau,
disebabkan oleh adanya pemagaran terhadap areal tersebut, spesies legum yang
berkayu dan berduri tidak disukai ternak kerbau sehingga legum tetap tumbuh dan
tidak adanya tekanan penggembalaan dari ternak. Akan tetapi pertumbuhan legum
tidak optimal dikarenakan pengaruh musim kemarau.
29
Persentase komposisi botani gulma menurun pada pengamatan akhir. Hal
ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh musim kemarau, sehingga komposisi
gulma di padang penggembalaan mengalami penurunan yang cepat selama
pengamatan 40 hari. Spesies gulma tidak memiliki kesempatan untuk tumbuh
kembali dengan cepat dalam waktu yang singkat sehingga terjadi penurunan
komposisi gulma, namun beberapa spesies gulma tetap tumbuh akan tetapi dalam
jumlah yang sedikit. Contohnya spesies gulma Imperata cylindrica merupakan
gulma yang disukai ternak kerbau diwilayah penelitian dan di padang
penggembalaan alam sangat mudah beradaptasi baik pada musim hujan maupun
pada musim kemarau, juga pada lokasi datar, lereng dan dekat kali. Imperata
cylindrica merupakan tanaman yang berkembang biak dengan biji atau rhizom
(akar rimpang), sehingga dapat berkembangbiak dengan cepat. Hijauan ini
merupakan tumbuhan tahunan yang membentuk padang sabana (Siba et al., 2017).
Spesies gulma Urena lobata merupakan gulma berkayu yang tidak disukai ternak
kerbau diwilayah penelitian. Chromolaena odorata merupakan gulma berkayu
dan tidak disukai ternak kerbau, gulma ini dapat tumbuh sangat cepat dan mampu
mendominasi area dengan cepat pula. Kemampuannya mendominasi area dengan
cepat ini juga disebabkan oleh produksi bijinya yang sangat banyak
(Prawiradiputra, 2007). Urena lobata juga termasuk spesies yang tidak disukai
ternak kerbau dan termasuk dalam kelompok suku Malvaceae yang merupakan
gulma umum didaerah tropis dataran tinggi (Purnomo et al., 2016).
Spesies gulma yang tumbuh di padang penggembalaan sebagian besar
disukai ternak kerbau kecuali spesies gulma yang berkayu dan mengalami
penurunan pada pengamatan akhir. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa spesies
gulma tidak dapat bertahan terhadap renggutan dan injakan ternak kerbau di area
penggembalaan secara terus-menerus, serta pengaruh musim kemarau yang
menyebabkan gulma tidak toleran pada kondisi tanah yang kering sehingga
pertumbuhan gulma terhambat. Selain itu, musim kemarau juga mempengaruhi
gulma tidak memiliki kesempatan tumbuh kembali yang cepat dalam waktu yang
singkat sehingga terjadi penurunan komposisi gulma. Hasil ini didukung pendapat
Lestari (2018) yang menyatakan bahwa komposisi botani padang penggembalaan
alam tidak selalu konstan. Perubahan susunan komponen selalu terjadi oleh
30
pengaruh musim, kondisi tanah dan sistem penggembalaan. Selain itu, non-pakan
hijauan atau gulma yang tidak dimakan oleh ternak dapat tumbuh dengan baik dan
kondisi ini tentu akan mempengaruhi komposisi botani di padang rumput.
Hijauan yang ada di padang penggembalaan alam Desa Terusan sebagian
besar adalah rumput-rumputan dan hanya terdapat sedikit tanaman leguminosa.
Persentase komposisi botani pada area penggembalaan di Desa Terusan belum
dapat dikatakan ideal karena persentase legum masih rendah dibandingkan gulma
yang termasuk tinggi.
Rata-rata hasil analisis bahan kering terhadap 2 jenis rumput dan 2 jenis
legum yang berasal dari lokasi pengambilan sampel di padang penggembalaan
alam Desa Terusan disajikan pada Tabel 7 (Lampiran 12).
Berdasarkan Tabel 7, hasil rataan bahan kering hijauan diawal dan diakhir
pengambilan sampel pada areal yang digembalakan ternak kerbau tidak berbeda
nyata (P<0.005) dengan areal yang tidak digembalakan ternak kerbau. Hasil uji
beda ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan kandungan bahan kering
hijauan pada kedua areal yang diamati, dikarenakan jenis hijauan yang ditemukan
sama dan secara umum merupakan rumput lapang. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Rinduwati (2017) bahwa umumnya rumput yang tumbuh pada padang
penggembalaan adalah jenis rumput lapang. Rumput lapang merupakan campuran
dari beberapa jenis rumput lokal yang umumnya tumbuh secara alami dengan
daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah. Rumput lapang merupakan pakan
yang sudah umum digunakan sebagai pakan utama ternak ruminansia. Rumput
31
lapang banyak terdapat disekitar sawah atau ladang, pegunungan, tepi jalan dan
semak-semak.
Berdasarkan pengamatan pada areal yang sama, hasil rataan bahan kering
rumput awal berbeda nyata (P>0.005) dengan rataan bahan kering rumput akhir.
Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kandungan
bahan kering rumput yang menyebabkan bahan kering rumput diakhir lebih tinggi
dibandingkan bahan kering rumput diawal. Meningkatnya bahan kering rumput
disebabkan oleh persaingan rumput yang lebih cepat tumbuh dibanding legum dan
gulma. Kualitas hijauan pada musim hujan dan kemarau berbeda dan dapat dilihat
berdasarkan kandungan bahan kering. Bahan kering hijauan pada musim hujan
umumnya lebih rendah dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini disebabkan
oleh pengairan pada saat musim kemarau, pada saat tanaman mengalami krisis air
maka kandungan bahan kering (BK) semakin tinggi.
32
(UT/ha/th)
Sumber : Angka yang diberi huruf kecil yang sama dilajur yang beda tidak
berbeda nyata
(P<0.005) dan angka yang diberi huruf kecil yang beda dilajur yang
sama berbeda
nyata (P>0.005) berdasarkan Uji T Tidak Berpasangan
33
merupakan makanan ternak sehingga produksi padang penggembalaan menjadi
rendah.
Produksi bahan kering berupa rumput dan legum diperoleh dari sampel
setiap areal pengamatan hasil penimbangan berat segar. Produksi berat segar
dikonversikan ke dalam berat kering untuk mengetahui produksi bahan kering.
Berdasarkan Tabel 8, rataan produksi bahan kering pada areal gembala tidak
berbeda nyata (P<0.005) dengan areal yang tidak digembala dan menunjukkan
bahwa pada kedua areal pengamatan tidak terdapat perbedaan terhadap produksi
bahan kering hijauan. Namun rataan produksi bahan kering untuk areal yang
sama-sama tidak digembalakan berbeda nyata (P>0.005) menunjukkan bahwa
pada areal yang sama-sama tidak digembalakan ternak kerbau terdapat perbedaan
terhadap produksi bahan kering diawal pengamatan dan diakhir pengamatan. Hal
ini dikarenakan pada saat pengambilan sampel awal diperoleh hijauan dalam
keadaaan segar sehingga hijauan memiliki kandungan air yang tinggi dan bahan
kering rendah, sedangkan pada pengambilan sampel akhir diperoleh hijauan
dalam keadaan kering atau layu dikarenakan adanya pengaruh musim kemarau
sehingga hijauan memiliki kandungan air yang rendah dan bahan kering tinggi.
Oleh karena itu, produksi bahan kering hijauan meningkat pada pengamatan akhir.
Meningkatnya produksi bahan kering juga dikarenakan hijauan yang tumbuh di
area penggembalaan mengalami penuaan cepat dan ternak kerbau kurang
menyukai hijauan yang kering sehingga ternak kerbau akan mencari hijauan segar
ditempat lain.
34
sebesar 2-7 UT/ha/th yang pengukurannya didasarkan pada persentase bahan
kering hijauan.
Jumlah hijauan di area penggembalaan secara kuantitatif tergolong rendah
dengan besaran kapasitas tampung yang sangat rendah, sehingga kurang
menjamin pertumbuhan dan produktifitas ternak kerbau di padang penggembalaan
alam Desa Terusan. Hal ini dapat dilihat dari rasio antara satuan ternak untuk
makanan dan satuan ternak untuk ternak (STm/STt). Berdasarkan Tabel 8, areal
penggembalaan efektif yang digunakan secara keseluruhan seluas 6.48 ha yang
digunakan sebagai areal pengamatan penelitian menghasilkan besaran kapasitas
tampung 0.05-0.08 UT/ha/th (Lampiran 17). Hal ini menunjukkan bahwa
perbandingan hijauan yang tersedia (STm) dengan jumlah ternak kerbau (STt) di
area penggembalaan mempunyai nilai kurang dari 1 (STm/STt < 1), sehingga
untuk area penggembalaan efektif seluas 6.48 ha yang digunakan sebagai padang
penggembalaan alam di Desa Terusan tidak dapat menampung 1 UT per hektar
area penggembalaan. Angka ini menggambarkan jumlah ternak yang
digembalakan di padang penggembalaan alam melebihi jumlah makanan ternak
yang tersedia. Pada kondisi ini terjadi under grazing, dimana stocking rate (SR)
lebih tinggi dibandingkan kapasitas tampung (KT) dan perlu ada pengurangan
jumlah ternak di area penggembalaan karena jumlah hijauan yang tersedia tidak
memenuhi kebutuhan ternak jika hanya mengandalkan hijauan pakan yang berasal
dari areal padang rumput alam saja.
Rendahnya kapasitas tampung padang penggembalaan disebabkan oleh
jumlah ternak yang digembalakan pada hamparan padang penggembalaan yang
ada melebihi jumlah makanan ternak yang tersedia. Pada kondisi ini perlu ada
pengurangan jumlah ternak untuk menjaga agar laju degradasi lahan tidak terjadi
(Kleden et al., 2015). Padang penggembalaan alami Desa Terusan ditumbuhi
pohon duku, pohon durian, pohon karet dan sawit yang menyebabkan hijauan
tidak sepenuhnya tumbuh menutupi area penggembalaan, sehingga produksi
hijauan yang dihasilkan tidak mencukupi kebutuhan ternak kerbau yang ada.
Selain itu, kapasitas tampung yang rendah juga dipengaruhi faktor lain yaitu
penggunaan proper use factor (PUF) yang terlalu kecil, pengambilan sampel
hijauan menggunakan kuadran yang kurang rapat dengan tanah, terjadinya musim
35
kemarau selama pengamatan 40 hari dan kurangnya komposisi legum di area
penggembalaan.
Jika dikaitkan dengan pemanfaatan areal yang ada di Desa Terusan,
sebagian besar digunakan untuk sawah, tepian sungai, semak-semak sepanjang
jalan yang jauh dari pemukiman warga, serta perkebunan sawit dan karet, maka
dapat tersedia cukup banyak hijauan limbah pertanian maupun rumput alam yang
tumbuh mendominasi dibawah pohon karet dan sawit. Hijauan inilah yang perlu
dikelola dan dimanfaatkan sebagai sumber pakan bagi ternak kerbau sehingga
secara kuantitatif maupun kualitatif dapat memenuhi kebutuhan ternak serta dapat
menunjang pengembangan usaha ternak kerbau yang ada. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kleden et al. (2015) bahwa produksi dari hijauan pakan ternak yang
tersedia dalam areal perkebunan juga merupakan salah satu sumber pakan bagi
ternak ruminansia. Hal ini perlu dikaji dan dikelola sehingga pengembangan usaha
ternak ruminansia dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan semua sumberdaya
pakan yang tersedia. Tekanan penggembalaan ternak yang berlebihan juga
menyebabkan kapasitas tampung menjadi rendah, dimana penggembalaan yang
berlebihan (over grazing) mengakibatkan kerusakan vegetasi yang disebabkan
oleh banyaknya ternak yang merumput dan melebihi daya dukung padang
penggembalaan.
Padang penggembalaan alami di Desa Terusan memiliki kapasitas
tampung yang sangat rendah tidak terlalu berdampak terhadap performans dari
ternak kerbau yang ada. Baik buruknya performans kerbau yang digembalakan
pada padang penggembalaan juga berkaitan erat dengan jumlah hijauan pakan
yang tersedia. Berdasarkan hasil survey dilapangan, area penggembalaan ternak
kerbau yang berjumlah 167 ekor tidak hanya digembalakan di areal padang
penggembalaan alam saja, namun ternak kerbau tersebut menyebar atau
digembalakan di areal persawahan ketika musim panen padi selesai areal
perkebunan sawit maupun karet dan disekitar tepian sungai maupun semak-semak
sebagai sumber pakan bagi ternak kerbau yang secara alami tumbuh didaerah
tersebut sekaligus digunakan peternak untuk menggembalakan ternak mereka.
36
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
37
alam tidak dapat menampung 1 ekor kerbau atau 1 UT per ha dalam penggunaan
areal penggembalaan efektif seluas 6.48 ha dan produksi hijauan tidak mencukupi
kebutuhan ternak kerbau yang ada.
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
’t Mannetje, L. and K.P. Haydock. 1963. The dry-weight-rank method for the
botanical analysis of pasture. Grass and Forage Science. 18(4): 268–275.
Akbar, R., Liman, dan A.K. Wijaya. 2017. Evaluasi komposisi botani dan nilai
nutrien pada rumput di Rawa Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang
Bawang. Jurnal Ilmu Peternakan Terpadu. 5(3): 72–76.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Batang Hari. 2018. Kecamatan Maro Sebo Ilir
Dalam Angka 2018. Badan Pusat Statistik Kabupaten Batanghari.
Bohari, M. dan B.F. Wahidah. 2015. Identifikasi jenis-jenis poaceae di Desa
Samata Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Hal.101–105, dalam Prosiding
Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan, 29 Januari 2015,
Makassar.
Bucio, J.L., E.H. Abreu, L.S. Calderon, A.P. Torres, R.A. Rampey, B. Bartel, and
L. Herrera–Estrella. 2005. An auxin transport independent pathway is
involved in phosphate stress-induced root architectural alterations in
arabidopsis. Identification of BIG as a mediator of auxin in pericycle cell
activation. Plant Physiology. 137: 681–691.
38
Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2014. Pedoman Teknis Perluasan
Areal Peternakan. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian,
Kementrian Pertanian.
Dombois, D.M. and H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation
Ecology, Geographical Review. Library of Congress Cataloging, Canada.
Halls, L.K., R.H. Hughes, R.S. Rummell, and B.L. Southwell. 1964. Forage and
cattle management in longleaf-slash pine forests. Farmers Bulletin No. 2199,
United States Departement of Agriculture.
Hanafi, N.D., M. Tafsin, R. Lumbangaol, dan R.E. Mirwandhono. 2017. Potensi
produksi hijauan pada pastura alami di Pulau Samosir Kabupaten Samosir.
Jurnal Pertanian Tropik. 4(2): 130–139.
Khomsa, S.N. 2018. Keragaman Jenis Hijauan Pakan Ternak Kerbau di Desa
Peguyangan Kecamatan Bantarbolang Kabupaten Pemalang. Skripsi.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kleden, M.M., M.R.D. Ratu, dan M.D.S. Randu. 2015. Kapasitas tampung
hijauan pakan dalam areal perkebunan kopi dan padang rumput alam di
Kabupaten Flores Timur Nusa Tenggara Timur. Jurnal Zootek. 35(2): 340–
350.
Lestari, U.I.C. 2018. Komposisi Botanis dan Kapasitas Tampung Padang
Penggembalaan di Desa Mendatte Kecamatan Anggeraja Kabupaten
Enrekang. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Mcllroy, R.J. 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Cetakan ke-2.
Pradnya Paramita. Jakarta.
Muhajirin, Despal, dan Khalil. 2017. Pemenuhan kebutuhan nutrien sapi potong
bibit yang digembalakan di Padang Mangatas. Bulletin Makanan Ternak.
15(1): 9–20.
Muhakka, R.A. Suwignyo, D. Budianta, dan Yakup. 2019. Vegetation analysis of
non-tidal swampland in South Sumatra, Indonesia and its carrying capacity
for Pampangan buffalo pasture. Biodiversitas. 20(4): 1077–1086.
Nurlaha, A. Setiana, dan N.S. Asminaya. 2014. Identifikasi jenis hijauan makanan
ternak di lahan persawahan Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten
Bogor. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis. 1(1): 54–62.
Pertiwi, E. 2007. Upaya Pelestarian Lar sebagai Padang Penggembalaan Bersama
peternak tradisional yang Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Sumbawa.
Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro
Semarang.
Praharani, L. dan R. Sianturi. 2018. Tekanan inbreeding dan alternatif solusi pada
ternak kerbau (inbreeding depression and alternative solution in buffaloes).
Wartazoa. 28(1): 1–12.
39
Prawiradiputra, B.R. 2007. Ki rinyuh (Chromolaena odorata (L) R.M. King dan
H. Robinson): Gulma padat rumput yang merugikan. Wartazoa. 17(1): 46–
52.
Purnomo, R.P. Sancayaningsih, dan D. Wulansari. 2016. Spesies tumbuhan
penyusun vegetasi lantai di wilayah restorasi Taman Nasional Gunung
Merapi di Ngablak, Magelang, Jawa Tengah. Journal of Tropical
Biodiversity and Biotechnology. 1(2): 63–70.
Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik,
Edisi Revisi. Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi (BPFE), Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rinaldi, R., H. Basri, dan Manfarizah. 2012. Bahaya erosi dan konservasi padang
penggembalaan sapi di Aceh Besar. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan.
1(2): 136–145.
Rinduwati, 2017. Studi Potensi Padang Penggembalaan dengan Pendekatan
Spasial di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Program Studi Ilmu Pertanian,
Sekolah Pascasarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Rizka, N. 2018. Komposisi Botanis dan Kapasitas Tampung Padang
Penggembalaan Alam di Desa Bulo Kecamatan Panca Rijang. Skripsi.
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Rusnan, H., C.L. Kaunang, dan Y.L.R. Tulung. 2015. Analisis potensi dan strategi
pengembangan sapi potong dengan pola integrasi kelapa-sapi di Kabupaten
Halmahera Selatan Provinsi Papua Utara. Jurnal Zootek. 35(2): 187–200.
Sawen, D. dan M. Junaidi. 2011. Potensi padang penggembalaan alam pada dua
kabupaten di Provinsi Papua Barat. Hal.835–840, dalam Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, 26 Januari 2015, Manokwari.
Siba, F.G., I.W. Suarna, dan N.N. Suryani. 2017. Evaluasi padang penggembalaan
alami Maronggela di Kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Majalah Ilmiah Peternakan. 20(1): 1–4.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi 2. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Stone, B.C. 1983. A guide to collecting Pandanaceae (Pandanus, Freycinetia, and
Sararanga). Annals of the Missouri Botanical Garden. 70(1): 137–145.
Sudaryanto, B. dan D. Priyanto. 2009. Degradasi Padang Penggembalaan. Balai
Penelitian Ternak, Yogyakarta.
Widarti, A. dan Sukaesih. 2015. Keragaman jenis pakan ternak dan
ketersediaannya di wilayah sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
40
1(7): 1565–1569, dalam Prosiding Seminar Nasional Masyarakat
Biodiversitas Indonesia, 13 Juni 2015, Bandung.
LAMPIRAN
Keadaan awal di areal kebun duku sebagai padang penggembalaan alami yang
digunakan peternak di Desa Terusan untuk menggembalakan ternak kerbau.
41
Keadaan akhir (sesudah 40 hari) area penggembalaan ternak kerbau
42
Pengambilan sampel di areal tidak digembala
43
Sampel dipotong kecil-kecil Sampel dianalisis bahan kering (BK)
Lampiran 5. Dokumentasi Rumput
44
Ageratum conyzoides Biden pilosa L Chrysopogon aciculatus
45
Lampiran 8. Kuisioner Data Responden
Karakteristik Peternak
1. Nama :
2. Umur :
3. Alamat :
Desa/Kelurahan :
Kecamatan :
Kabupaten :
4. Pekerjaan Utama
Peternak
Petani
Petani Buruh
5. Nama Kelompok Tani :
6. Pendidikan
Tidak Sekolah
Tidak Tamat SD
Tamat SD/Sederajat
SMP
SMA
Sarjana (SI)
7. Status Kepemilikan Ternak
Pemilik
Buruh
Pemilik dan Gaduh
8. Jenis Ternak Yang Dimiliki
Sapi
Kerbau
46
Kambing/Domba
9. Jumlah Ternak Yang Dimiliki
Sapi : ekor
Kerbau : ekor
Kambing/Domba : ekor
Jantan Betina
No Jenis Ternak
Dewasa Muda/Dara Anak Dewasa Muda/Dara Anak
1. Sapi
2. Kerbau
3. Kambing
47
Perhitungan persentase karakteristrik peternak kerbau berdasarkan hasil
kuisioner di Desa Terusan Kecamatan Maro Sebo Ilir
Parameter Jumlah Responden Persentase (%)
Umur Peternak (tahun)
16-35 2 8,00
36-55 13 52,00
56-75 10 40,00
Status Kepemilikan
Pemilik 19 76,00
Buruh - -
Pemilik dan Gaduh 6 24,00
Pekerjaan Utama
Peternak 6 24,00
Petani 16 64,00
Petani Buruh 3 12,00
Pengalaman Beternak (tahun)
Kategori Rendah (<4 Tahun) 1 4,00
Kategori Sedang (4-10 Tahun) 14 56,00
Kategori Tinggi (>10 Tahun) 10 40,00
Pendidikan
SD/Sederajat 15 60,00
SMP 6 24,00
SMA 4 16,00
48
Hasil observasi plot pada padang penggembalaan alam Desa Terusan Kecamatan
Maro Sebo Ilir Kabupaten Batanghari (AWAL).
Rank
Plot Gembala Tidak Digembala
I II III I II III
1 R G - R G -
2 R G - R G L
3 G R - R G -
4 R G L R G L
5 G R L R G -
6 R G - G R -
7 R L G G R L
8 R G - R - -
9 R L G R G -
10 G R - R - -
11 R G - G R -
12 R G - R G -
13 R G - R G -
14 R - - G R -
15 R G - R - -
16 R - - R - -
17 R G - R G -
18 R - - R - -
19 R G - R G -
20 R G - R G -
21 R G - R G -
TOTAL 21 18 4 21 16 3
Ket : R = Rumput
L = Legum
G = Gulma
Komposisi Jumlah Rank Setiap Komponen
Rank
Komponen Gembala Tidak Digembala
I II III I II III
Rumput 18 3 0 17 4 0
Legum 0 2 2 0 0 3
Gulma 3 13 2 4 12 0
TOTAL 21 18 4 21 16 3
49
% 70,28 3,15 26,57 69,54 1,43 29,03
50
Lanjutan (Lampiran 10)
Hasil observasi plot pada padang penggembalaan alam Desa Terusan Kecamatan
Maro Sebo Ilir Kabupaten Batanghari (AKHIR).
Rank
Plot Gembala Tidak Digembala
I II III I II III
1 R G - R L G
2 R G - R G -
3 R - - R L -
4 R - - R - -
5 R G - R G -
6 R G - G R -
7 R G - R - -
8 R - - R - -
9 R G - R G L
10 R G - R G -
11 G R - R - -
12 R G - R - -
13 R - - R - -
14 R L - R G -
15 R - - R G -
16 R - - R - -
17 R - - R G -
18 R - - R - -
19 R - - R - -
20 R - - R - -
21 R G - R - -
TOTAL 21 11 0 21 10 2
Ket : R = Rumput
L = Legum
G = Gulma
Komposisi Jumlah Rank Setiap Komponen
Rank
Komponen Gembala Tidak Digembala
I II III I II III
51
Rumput 20 1 0 20 1 0
Legum 0 1 0 0 2 1
Gulma 1 9 0 1 7 1
TOTAL 21 11 0 21 10 2
Tetapan Koefisien 163,21 2,41 29,73 163,21 5,82 25,91
Jumlah 195,35 194,94
% 83,55 1,23 15,22 83,72 2,99 13,29
52
Lampiran 11. Perhitungan Uji Beda Komposisi Botani (Uji T Tidak
Berpasangan) pada Areal Gembala dan Areal Tidak Digembala
(Awal-Akhir)
Perhitungan berdasarkan bobot kering dengan suhu 60°C dan menggunakan data
komponen rumput yang telah dilakukan transformasi arcsin agar sebaran data menjadi
normal.
Awal (Y₁) Akhir (Y₂)
No Gembala Tidak Digembala Gembala Tidak Digembala
(Y₁) (Y₂) (Y₁) (Y₂)
1 42,82 43,28 36,57 24,95
2 42,71 34,02 37,17 32,01
3 43,62 42,82 90,00 33,15
4 33,37 33,96 90,00 90,00
5 34,88 43,80 40,34 41,15
6 47,18 42,25 32,39 40,34
7 36,63 34,02 33,46 90,00
8 45,34 90,00 90,00 90,00
9 36,69 46,89 41,50 33,65
10 46,20 90,00 41,90 44,37
11 46,32 43,45 45,52 90,00
12 46,32 43,22 42,36 90,00
13 44,25 44,71 90,00 90,00
14 90,00 46,20 48,73 41,61
15 45,23 90,00 90,00 41,78
16 90,00 90,00 90,00 90,00
17 43,91 42,36 90,00 38,88
18 90,00 90,00 90,00 90,00
19 44,94 48,39 90,00 90,00
20 44,46 45,75 90,00 90,00
53
21 45,06 43,34 39,06 90,00
n₁ = 21 n₂ = 21 n₁ = 21 n₂ = 21
ƩY₁ = ƩY₁ =
ƩY₂ = 1128,46 ƩY₂ = 1361,89
1039,93 1339,00
ƩY₁² = ƩY₁² =
ƩY₂² = 69573,56 ƩY₂² = 103256,34
57544,28 98759,57
Ῡ₁ = 49,52 Ῡ₂ = 53,74 Ῡ₁ = 63,76 Ῡ₂ = 64,85
54
n₁ = 4 n₂ =3 n₁ =1 n₂ =3
ƩY₁ =
122,41 ƩY₂ = 103,60 ƩY₁ = 41,27 ƩY₂ = 133,06
ƩY₁² = ƩY₁² =
3822,62 ƩY₂² = 3577,78 1703,21 ƩY₂² = 6167,35
Ῡ₁ =
Ῡ₁ = 30,60 Ῡ₂ = 34,53 41,27 Ῡ₂ = 44,35
55
21 49,89 52,93 50,94 -
n₁ = 18 n₂ = 16 n₁ = 10 n₂ = 9
ƩY₁ = 863,89 ƩY₂ = 774,37 ƩY₁ = 509,71 ƩY₂ = 425,38
ƩY₁² = ƩY₁² =
41996,08 ƩY₂² = 38128,39 26134,58 ƩY₂² = 20429,05
Ῡ₁ = 47,99 Ῡ₂ = 48,40 Ῡ₁ = 50,97 Ῡ₂ = 47,26
56
Lanjutan (Lampiran 11)
Contoh perhitungan pengolahan data komponen legum menggunakan Uji T Tidak
Berpasangan dengan jumlah n tidak sama (Microsoft Excel).
n1 (Legum) = Gembala Awal = 4
n2 (Legum) = Tidak Digembala Awal = 3
ƩY₁² = ƩY₁² - (ƩY₁)²/n 76,57
ƩY₂² = ƩY₂² - (ƩY₂)²/n 0,13
ƩY₁² + ƩY₂² 76,70
S² = ƩY₁² + ƩY₂²
(n₁-1) + (n₂-1)
76,70
15,34
(4-1)+(3-1)
76,70
5
S(Y₁ - Y₂) =√S² x (n1+n2)
(n1 x n2)
2,99
= √15,34 x (4+3)
(4x3)
t hitung = Ῡ₁ - Ῡ₂
1,31
S(Y₁ - Y₂)
t 0,005 (db = 5) 4,032
t hit < t tab
Hasil
Tidak Nyata
57
Lanjutan (Lampiran 11)
Rekap hasil perhitungan dengan Uji T Tidak Berpasangan terhadap komponen
rumput, legum dan gulma pada areal gembala dan areal tidak digembala (awal-
akhir)
Hasi
S(Y₁ t t
Kompon ƩY₁²+ƩY l
ƩY₁² ƩY₂² S² - hitun 0,00
en ₂² N/T
Y₂) g 5
N
6046,4 8934,4 2,70
Rumput
5 2 4
374,5
14980,87 5,97 0,710 (db TN
(Gaw- (n = (n = 2
=
TGaw) 21) 21)
40)
4,03
Legum 76,57 0,13
2
76,70 15,34 2,99 1,314 TN
(Gaw- (db
(n = 4) (n = 3)
TGaw) = 5)
2,73
Gulma 534,96 650,59
8
1185,55 37,05 2,09 0,193 (db TN
(Gaw- (n = (n =
=
TGaw) 18) 16)
32)
13382, 14935, 2,70
Rumput
38 18 4
707,9
28317,56 8,21 0,133 (db TN
(Gak- (n = (n = 4
=
TGak) 21) 21)
40)
Legum 0,00 265,69 265,69 132,8 13,3 0,232 9,92 TN
5 1 5
58
(Gak- (db
(n = 1) (n = 3)
TGak) = 2)
2,89
Gulma 154,15 323,70
8
477,85 28,11 2,44 1,522 (db TN
(Gak- (n =
(n = 9) =
TGak) 10)
17)
6046,4 13382,3 2,70
Rumput
5 8 485,7 2,09 4
19428,83 6,80 TN
(Gaw- (n = 2 4 (db
(n = 21)
Gak) 21) = 40)
8934,4 14935,1 2,70
Rumput
2 8 596,7 4
23869,60 7,54 1,47 TN
(TGaw- (n = 4 (db
(n = 21)
TGak) 21) = 40)
Keterangan : N = Nyata
TN = Tidak Nyata
Lanjutan (Lampiran 11)
59
Lampiran 12. Perhitungan Uji Beda Bahan Kering Hijauan (Uji T Tidak
Berpasangan) pada Areal Gembala dan Areal Tidak Digembala (Awal-
Akhir)
Perhitungan berdasarkan kandungan bahan kering rumput dengan suhu 105°C (gram)
Awal (Y₁) Akhir (Y₂)
No Gembala Tidak Digembala Gembala Tidak Digembala
(Y₁) (Y₂) (Y₁) (Y₂)
1 31,29 31,78 53,40 57,49
2 34,51 30,14 53,67 48,77
3 29,13 28,39 49,03 67,15
4 32,27 30,66 62,53 38,94
5 35,65 21,77 43,03 54,76
6 29,54 28,55 60,32 53,15
7 30,75 26,99 55,59 63,94
8 25,11 20,76 38,42 36,50
9 20,76 20,54 25,32 20,67
10 26,36 21,50 30,50 28,50
11 16,80 22,54 23,75 42,60
12 16,12 24,92 40,00 41,40
13 15,63 19,69 26,42 20,81
14 32,01 20,82 38,22 30,88
15 22,94 39,75 58,66 59,37
16 28,74 37,88 60,51 64,22
17 30,25 36,66 50,72 54,88
18 28,30 18,49 46,68 28,26
19 26,11 19,84 34,51 42,50
20 29,82 29,38 45,67 42,90
21 33,55 33,63 62,27 50,83
n₁ = 21 n₂ = 21 n₁ = 21 n₂ = 21
ƩY₁ = ƩY₂ = 564,68 ƩY₁ = 959,23 ƩY₂ = 948,52
60
575,64
ƩY₁² = ƩY₁² =
16481,28 ƩY₂² = 16036,03 47006,04 ƩY₂² = 46797,94
Ῡ₁ = 27,41 Ῡ₂ = 26,89 Ῡ₁ = 45,68 Ῡ₂ = 45,17
61
Ῡ₁ = 42,49 Ῡ₂ = 27,29 Ῡ₁ = 50,10 Ῡ₂ = 17,81
t t Hasil
Kompone ƩY₁² + S(Y₁
ƩY₁² ƩY₂² S² hitun 0,00 N/T
n ƩY₂² - Y₂)
g 5 N
2,70
Rumput 702,10 851,98
1554,0 4
38,85 1,92 0,271 TN
(Gaw- (n = (n = 8 (db
TGaw) 21) 21) = 40)
4,03
Legum 796,08 10,97
161,4 2
807,06 9,70 1,566 TN
(Gaw- 1 (db
(n = 4) (n = 3)
TGaw) = 5)
3190,4 3955,6 2,70
Rumput
1 4 7146,0 178,6 4
4,12 0,124 TN
(Gak- (n = (n = 4 5 (db
TGak) 21) 21) = 40)
9,92
Legum 0,00 210,89
105,4 5
210,89 11,86 2,723 TN
(Gak- 5 (db
(n = 1) (n = 3)
TGak) = 2)
3190,4 2,70
Rumput 702,10
1 3892,5 4
97,31 3,04 6,000 N
(Gaw- (n = (n = 1 (db
Gak) 21) 21) = 40)
3955,6 2,70
Rumput 851,98
4 4807,6 120,1 4
3,38 5,402 N
(TGaw- (n = (n = 2 9 (db
TGak) 21) 21) = 40)
Legum 796,08 0,00 796,08 265,3 18,21 0,418 5,84 TN
6 1
62
(Gaw- (db
(n = 4) (n = 1)
Gak) = 3)
4,60
Legum 10,97 210,89
4
221,86 55,47 6,08 1,559 TN
(TGaw- (db
(n = 3) (n = 3)
TGak) = 4)
Keterangan : Gaw = Gembala Awal
TGaw = Tidak Digembala Awal
Gak = Gembala Akhir
TGak = Tidak Digembala Akhir
N = Nyata
TN = Tidak Nyata
63
Lampiran 14. Perhitungan Uji Beda Produksi Hijauan (Uji T Tidak
Berpasangan) pada Areal Gembala dan Areal Tidak Digembala (Awal-
Akhir)
Perhitungan produksi hijauan berdasarkan bobot segar R+L+G
Awal (Y₁) Akhir (Y₂)
No Tidak Digembala Tidak
Gembala (Y₁) Gembala (Y₁)
(Y₂) Digembala (Y₂)
1 128,50 234,70 29,50 27,00
2 156,90 305,00 62,00 20,20
3 51,90 168,90 37,50 31,90
4 158,20 341,20 29,80 39,80
5 201,10 350,80 49,70 41,20
6 137,80 242,40 34,20 65,00
7 160,90 371,60 37,20 46,10
8 163,40 205,80 68,50 52,20
9 235,70 226,90 60,30 98,90
10 258,10 247,10 58,80 70,60
11 201,80 147,30 44,30 57,60
12 129,90 349,30 53,60 64,80
13 177,20 94,10 54,60 5,80
14 54,40 320,70 81,00 35,60
15 140,90 229,80 33,80 38,60
16 212,40 204,30 52,90 14,90
17 304,30 208,80 27,20 72,10
18 307,60 64,40 72,20 40,70
19 262,10 49,70 44,50 10,40
20 261,00 119,70 79,60 28,80
21 162,40 127,40 30,30 33,00
n₁ = 21 n₂ = 21 n₁ = 21 n₂ = 21
ƩY₁ =
ƩY₁ = 3866,50 ƩY₂ = 4609,90 1041,50 ƩY₂ = 895,20
ƩY₁² = ƩY₂² = ƩY₁² = ƩY₂² =
64
14949822,25 21251178,01 1084722,25 801383,04
Ῡ₁ = 184,12 Ῡ₂ = 219,52 Ῡ₁ = 49,60 Ῡ₂ = 42,63
65
Lanjutan (Lampiran 14)
Perhitungan produksi hijauan berdasarkan bobot kering R+L+G
Awal (Y₁) Akhir (Y₂)
No Tidak Digembala Tidak Digembala
Gembala (Y₁) Gembala (Y₁)
(Y₂) (Y₂)
1 139,52 137,73 114,93 205,24
2 132,84 212,42 101,38 131,40
3 140,04 147,72 45,33 99,32
4 206,22 210,37 29,87 57,54
5 177,37 156,99 123,47 92,12
6 123,30 149,69 115,28 99,40
7 184,07 221,83 126,23 29,07
8 141,41 76,92 58,10 59,77
9 212,71 143,91 165,10 251,05
10 135,31 75,84 148,45 139,04
11 153,98 158,38 143,86 52,78
12 155,55 152,86 120,89 53,86
13 169,13 157,33 71,06 77,59
14 64,15 146,54 101,70 148,71
15 148,70 56,88 31,95 71,91
16 67,66 59,77 31,38 29,53
17 139,66 131,82 43,75 100,89
18 69,80 79,35 47,09 69,04
19 143,63 139,98 61,35 52,88
20 137,39 131,77 48,24 51,39
21 126,57 136,17 77,79 43,64
n₁ = 21 n₂ = 21 n₁ = 21 n₂ = 21
ƩY₁ = ƩY₁ =
2969,01 ƩY₂ = 2884,27 1807,21 ƩY₂ = 1916,16
ƩY₁² = ƩY₂² = ƩY₁² = ƩY₂² =
8815018,03 8319033,49 3266001,02 3671657,05
66
Ῡ₁ = 141,38 Ῡ₂ = 137,35 Ῡ₁ = 86,06 Ῡ₂ = 91,25
67
Lampiran 15. Perhitungan Uji Beda Produksi Bahan Kering Hijauan (Uji T
Tidak Berpasangan) pada Areal Gembala dan Areal Tidak Digembala
(Awal-Akhir)
Perhitungan produksi hijauan berdasarkan bahan kering rumput dan legum (gram)
Awal (Y₁) Akhir (Y₂)
No Gembala Tidak Digembala Gembala Tidak Digembala
(Y₁) (Y₂) (Y₁) (Y₂)
1 31,29 31,78 53,40 64,51
2 34,51 58,52 53,67 48,77
3 29,13 28,39 49,03 94,62
4 62,54 59,55 62,53 38,94
5 91,55 21,77 43,03 54,76
6 29,54 28,55 60,32 53,15
7 87,92 51,59 55,59 63,94
8 25,11 20,76 38,42 36,50
9 47,40 20,54 25,32 39,61
10 26,36 21,50 30,50 28,50
11 16,80 22,54 23,75 42,60
12 16,12 24,92 40,00 41,40
13 15,63 19,69 26,42 20,81
14 32,01 20,82 88,33 30,88
15 22,94 39,75 58,66 59,37
16 28,74 37,88 60,51 64,22
17 30,25 36,66 50,72 54,88
18 28,30 18,49 46,68 28,26
19 26,11 19,84 34,51 42,50
20 29,82 29,38 45,67 42,90
21 33,55 33,63 62,27 50,83
n₁ = 21 n₂ = 21 n₁ = 21 n₂ = 21
ƩY₁ = ƩY₁ =
745,61 ƩY₂ = 646,56 1009,34 ƩY₂ = 1001,96
68
ƩY₁² = ƩY₁² =
35060,92 ƩY₂² = 23092,19 53346,48 ƩY₂² = 53240,96
Ῡ₁ = 35,51 Ῡ₂ = 30,79 Ῡ₁ = 48,06 Ῡ₂ = 47,71
69
Lampiran 16. Perhitungan Produksi Bahan Kering Hijauan Tersedia pada
Areal Gembala dan Areal Tidak Digembala (Awal-Akhir)
Perhitungan produksi bahan kering hijauan tersedia berdasarkan rataan produksi bahan
kering hijauan dan luas areal penggembalaan efektif
Pengamatan Rataan Produksi Bahan Kering Hijauan
Areal Penggembalaan Awal Akhir
Gembala 35,51 48,06
Tidak Digembala 30,79 47,71
kg/m²
ton/ha
70
kg/m²
ton/ha
kg/m²
ton/ha
kg/m²
ton/ha
71
Rataan luas areal penggembalaan efektif :
UT/ha/th
72
2. Kapasitas Tampung Areal Tidak Digembala Awal
UT/ha/th
UT/ha/th
UT/ha/th
73