RIZKA AULIA - MAN 2 MATARAM - Lomba Essai OGG ITB 2021

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

LOMBA ESSAI ITB

KONVERSI SAMPAH DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR MELALUI INSINERASI


SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER ENERGI LISTRIK

Oleh

Rizka ulia

PENDAHULUAN

Persoalan sampah telah menjadi masalah utama seluruh daerah di


Indonesia. Hal ini disebabkan oleh produksi sampah yang setiap harinya
terus bertambah. Sementara tempat pembuangan dan pengolahan sampah
menjadi sebuah kendala. Selama ini isu aktual yang muncul ialah minim
ditemukannya tempat pembuangan akhir untuk sampah. Di Indonesia sendiri
jumlah sampah semakin bertambah selama pandemi Covid-19. Menurut data
National Plastic Action Partnership yang dirilis bulan April 2020, volume
sampah plastik di tahun 2020 mencapai 6,8 juta ton dan tumbuh sebesar 5%
setiap tahunnya.
Daerah NTB merupakan daerah total sampah yang dihasilkan dari 10
kabupaten/kota yang ada dengan capaian 3.388 ton per hari. Berdasarkan
jumlah sampah,diketahui sebanyak 631 ton sampai ke 10 Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) dan sekitar 51 ton yang didaur ulang. Sekitar 80
persen atau 2.695 ton sampah belum terkelola dengan baik. Kabupaten
Lombok Timur tercatat sebagai penghasil sampah terbesar dengan produksi
801 ton sampah per hari. Dari keseluruhan sampah itu, baru 15 ton saja
masuk TPA, sementara 78 ton atau 98 persen lainnya tidak terkelola. Di
Lombok Timur sendiri terdapat TPA Ijo Balit dengan luas delapan hektar
(Getra.com,2019).
Pengelolaan sampah di Lombok Timur yang belum maksimal
semestinya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah dan
masyarakat sekitar. Hal ini segayut dengan Peraturan Presiden No. 3 Tahun
2016 No. 58 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional (PSN), menyebutkan bahwa PLT Sampah termasuk di antara 10
(sepuluh) prioritas infrastruktur dari 248 PSN. Merujuk pada Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategi
Nasional (Jaksratanas) Pengelolaan Sampah Nasional, BPPT mendapatkan
penugasan sebagai penyusun dan pengkaji ulang standar/kriteria teknologi
ramah lingkungan yang tepat guna (best practicable technology) dalam
pengurangan sampah (Hanif, 2018).
Berdasarkan fenomena di atas, salah satu pilihan menarik yang bisa
diterapkan di Kabupaten Lombok Timur ialah melakukan konversi sampah
menjadi energi listrik melalui teknologi termal. Prinsip utamanya adalah
massa sampah berkurang, sedangkan energi listrik yang dihasilkan
merupakan bonus. Teknologi konversi termal yang digunakan untuk
menyuplai energi dari sampah dengan menggunakan atau melibatkan suhu
tinggi yang terdiri dari pembakaran atau insinerasi (Damgaard dkk., 2007; Hill
dkk., 2003), gasifikasi (ISWA, 2013; Yousheng dkk., 2016), plasma gasifikasi
(Portugal dkk.,2008; Russo dkk.,2005) dan pirolisis (Lapa dkk.,2002;Jain
dkk.,2014). Insinerasi pada dasarnya adalah proses oksidasi bahan-bahan
organik menjadi bahan anorganik (Hanif, 2018). Gasifikasi adalah salah satu
proses koversi termal biomassa dan batubara menjadi gas mempan bakar
(combustable gases) (Susanto, 2018). Menurut Basu, (2010) dalam Hanif
(2018) Pirolisis adalah proses dekomposisi termokimia dari material
organik,yang berlangsung tanpa oksigen.
Oleh sebab itu, pengolahan sampah di Kabupaten Lombok Timur pada
kajian ini difokuskan pada proses pengolahan sampah melalui insinerasi.
Adapun proses pengolahan sampah melalui insinerasi dipilih karena proses
ini lebih efektif untuk mengolah sampah campuran. Hal ini tentu akan
memudahkan pengolahan sampah dengan harapan reduksi jumlah sampah
terjadi secara cepat.

Konversi termal dapat didefinisikan sebagai konversi sampah menjadi gas,


cairan dan produk dalam bentuk padatan, dengan secara bersamaan atau
kemudian melepaskan energi panas. Proses konversi secara termal adalah
proses yang terjadi pada suhu yang relatif tinggi yang menyebabkan modifikasi
dalam struktur kimia dari bahan yang diproses. Konversi termal memberikan
peran dalam mengurangi volume sampah. Hal ini dapat mengurangi ruang
penggunaan lahan, namun pengolahan sampah secara termal tetap
membutuhkan tempat untuk pembuangan berbagai residunya.
Proses termal dapat memungkinkan untuk pemulihan energi dari sampah,
memungkinkan untuk pemulihan mineral dan bahan kimia dapat digunakan
kembali atau didaur ulang, menghancurkan sejumlah kontaminan yang mungkin
ada dalam
aliran sampah. Selain dapat mengurangi massa 70-80% dan volume 80-
90%, proses termal relatif lebih handal (robust) dan lebih efisien dalam
mengkonversi berbagai bahan baku, dapat menangani masalah variabilitas
dari bahan baku baik secara musim dan regional dan dapat memanfaatkan
seluruh bahan baku limbah. Konversi termal menyediakan berbagai peluang
produksi bahan bakar seperti etanol, alkohol campuran, oksigenat,
hidrokarbon termasuk bensin, solar dan gas sintetis (Hanif,2018).
Pembangkit listrik tenaga sampah yang banyak digunakan
saat ini menggunakan proses insenerasi. Sampah dibongkar dari truk
pengakut sampah dan dimasukkan ke inserator. Di dalam inserator sampah
dibakar. Panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran digunakan untuk
mengubah air menjadi uap bertekanan tinggi. Uap dari boiler langsung ke
turbin. Sisa pembakaran seperti debu diproses lebih lanjut agar tidak
mencemari. Teknologi pengolahan sampah ini memang lebih
menguntungkan dari pembangkit listrik lainnya. Sebagai ilustrasi, 100.000
ton sampah sebanding dengan 10.000 ton batu bara. Selain mengatasi
masalah polusi, sampah hasil inserator juga bisa untuk menghasilkan energi
berbahan bahan bakar gratis serta mampu menghasilkan listrik.
Teknologi pengolahan sampah ini untuk menjadi energi listrik pada
prinsipnya sangat sederhana yaitu, sampah dibakar sehingga menghasilkan
panas (proses konversi thermal), selanjutnya panas dari hasil pembakaran
dimanfaatkan untuk mengubah air menjadi uap dengan bantuan boiler, lalu
uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin, kemudian turbin
dihubungkan ke generator dengan bantuan poros, terakhir generator
menghasilkan listrik dan listrik dialiri ke rumah-rumah atau pabrik.
Keuntungan utama dari insinerasi limbah pada perkotaan adalah
penghancuran organik material (termasuk beracun), pengurangan volume
sampah dan konsentrasi polutan (misalnya logam berat) menjadi abu dalam
jumlah yang relatif sedikit, sehingga aman jika dibuang. Selain karena lebih
hemat tempat, metode pembakaran atau insinerasi juga dinilai cukup efektif
untuk mengurangi volume limbah padat 95% dan pengurangan berat
mencapai 80%.(WASTEC,2019)
Dibandingkan dengan metode pengolahan limbah yang lain seperti
kolam limbah dan landfill, insinerasi tidak membutuhkan lahan yang sangat
luas. Kapasitas insinerasi tidak banyak ditentukan oleh luas fasilitas itu
sendiri. Selama manajemennya baik, fasilitas insinerasi mampu mengolah
limbah dalam jumlah besar. Selain itu, daya yang dihasilkan juga lumayan
besar, yaitu 500 KW hingga 10 MW. Jika dibandingkan dengan PLTU
berbahan bakar batubara dengan daya 40 MW sampai 100 MW per unit atau
PLT nuklir berdaya 300 MW sampai 1200 MW per unit. (Wikipedia, 2020)
Kendala utama metode insinerasi adalah biaya operasi yang mahal.
Selain itu, insinerasi menghasilkan asap buangan yang dapat mencemari
udara serta abu pembakaran yang kemungkinan mengandung senyawa
berbahaya.
Daerah sasaran untuk pengolahan limbah dengan teknologi termal
insinerasi ini adalah daerah Lombok Timur. Selain karena banyaknya jumlah
produksi sampah yang belum terkelola, daerah ini juga sangat memungkin
untuk membangun tempat pengolahan sampah dengan teknologi termal
insinerasi karena Lombok Timur termasuk daerah yang padat penduduk,
sehingga membutuhkan pasokan energi listrik yang lebih banyak. Daerah ini
juga sangat cocok untuk dibangun tempat pengolahan sampah dengan
teknologi termal insinerasi karena banyak daerah yang belum berpenghuni
khususnya daerah sebelah utara dan selatan Lombok Timur.
Ide untuk memaksimalkan pengolahan sampah dengan teknologi
insinerasi ini tentu wajib menerapkan standar pengolahan limbah yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Salah satunya dengan membangun bank
sampah di daerah-daerah, khusunya di daerah penghasil sampah terbanyak.

PENUTUP
Insinerasi merupakan teknologi termal utama untuk pengolahan
sampah menjadi energi. Teknologi termal dapat digunakan untuk memproses
sampah sekaligus menghasilkan energi dengan kemampuan reduksi sampah
yang sangat signifikan. Teknologi ini juga sudah proven digunakan secara
global yang cocok digunakan untuk jenis sampah campuran yang belum
diolah seperti sampah di Indonesia khusunya di NTB.
Kelebihan dari proses insinerasi adalah menghasilkan panas yang
dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik dan mengurangi volume
sampah hingga 90% dan massa sampah hingga 80%.
DAFTAR PUSTAKA
Hanif, Muhammad. 2018. “Aplikasi Teknologi Termal Untuk Pengolahan
Sampah”.
Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan:
Jakarta.
Damgaard, A.; Riber, C.; Hulgaard, T. & Christensen, T. H. (2007). Life-cycle
assessment of waste incinerators the significance of increasing air
pollution control on the environmental, Proceedings of Sardinia 2007,
Eleventh International Waste Management and Landfill Symposium,
October 2007, IWWG, Cagliari, Italy.

Hill Inc., ISBN 0-07-049134-8, USA Pio, C.; Barros, H.; Cavalheiro, J.;
Dias, R. & Formosinho, S. (2003). Co-incineration, a war to eight
o’clock news, Campo das Letras, ISBN 972-610-654-0, Porto.

ISWA (2013), White Paper - Alternative Waste Conversion


Technologies, the International Solid Waste Assosiation.

Yousheng Lin, Xiaoqian Ma , Xiaowei Peng, Zhaosheng Yu, Shiwen Fang,


Yan Lin, dan Yunlong Fan, (2016), Combustion, pyrolysis and char
CO2-gasification characteristics of hydrothermal carbonization solid fuel
from municipal solid wastes, Fuel, 181, pp. 905–915.

Portugal Puna, J. & Baptista, B. (2008). The urban solid waste integrated
management environmental and economic-energetic perspectives,
Vol. 31, No. 3, (April 2008) (645-654), ISSN 1678-7064 Robert
M.W. Ferguson,
Frederic Coulon, Raffaella Villa, (2016), Organic loading rate: A
promising microbial management tool in anaerobic digestion, Water
Research, 100, pp. 348- 356.

Russo, M. (2005). Solid waste treatment. University of Coimbra Editions,


Coimbra, Portugal Thomas Fruergaard Astrup, Davide Tonini,
Roberto Turconi, dan Alessio Boldrin, (2015), Life cycle assessment
of thermal Waste-to-Energy technologies: Review and
recommendations, Waste Management, 37, pp.
104–115.

Lapa, N. & Oliveira, J. (2002). An ecotoxic risk assessment of residue


materials produced by the plasma pyrolysis/vitrification (PP/V) process.
Waste Management, Vol. 22, No. 3, (June 2002) (335-342), ISSN 0956-
053X
Jain, P., Handa, K., dan Paul, A., (2014), Studies on Waste-to-Energy
Technologies in India & a detailed study of Waste-to-Energy Plants in
Delhi, International Journal of Advanced Research, 2, pp. 109-116.

Wastecinternasional.com. “ Kelebihan Metode Insinerasi dalam Pengolahan


Limbah Berbahaya”.

Susanto, Herri. 2018. Pengembangan Teknologi Gasifikasi untuk


Mendukung Kemandirian Energi dan Industri Kimia. Orasi Ilmiah
Guru Besar Institut Teknologi Bandung: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai