Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Tujuan dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi energi. Pada
dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi, yaitu proses biologis
yang menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang menghasilkan panas. PLTSa yang
sedang diperdebatkan untuk dibangun di Bandung menggunakan proses thermal sebagai
proses konversinya. Pada kedua proses tersebut, hasil proses dapat langsung dimanfaatkan
untuk menggerakkan generator listrik. Perbedaan mendasar di antara keduanya ialah proses
biologis menghasilkan gas-bio yang kemudian dibarak untuk menghasilkan tenaga yang akan
menggerakkan motor yang dihubungkan dengan generator listrik sedangkan proses thermal
menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan steam yang kemudian
digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang dihubungkan dengan generator listrik.2
Teknologi pengolahan sampah ini untuk menjadi energi listrik pada prinsipnya sangat
sederhana sekali yaitu:
1
Wikipedia, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembangkit_listrik_tenaga_sampah
2
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), diakses dari http://www.alpensteel.com/article/121-107-energi-
bio-gas/5502-pltsa
3
Rakhmat Setiawan, Kontroversi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Indonesia, diakses dari
https://www.kompasiana.com/cakmat/59a35d4104ca2436677ec462/kontroversi-pembangkit-listrik-tenaga-
sampah-pltsa-di-indonesia pada tanggal 28 Agustus 2017 pukul 07.59
Sampah dibakar sehingga menghasilkan panas (proses konversi therm
Panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk mengubah airmenjadi uap dengan
bantuan boiler
Uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin
Turbin dihubungkan ke generator dengan bantuan poros
Generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan ke rumah - rumah atau ke pabrik.
Sumber: https://sweden.se
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa,
dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi
bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik
dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C)
dalam sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Unsur-
unsur penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi
menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa
contoh insinerator ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air
unit, rotary kiln, dan fluidized bed incinerator.
Sumber : http://www.alpensteel.com
Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa
kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-
molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil dan
lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char,
dan produk gas.
Pembangkit listrik tenaga sampah yang banyak digunakan saat ini menggunakan proses
insenerasi. Sampah dibongkar dari truk pengakut sampah dan diumpankan ke inserator.
Didalam inserator sampah dibakar. Panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran digunakan
untuk merubah air menjadi uap bertekanan tinggi. Uap dari boiler langsung ke turbin. Sisa
pembakaran seperti debu diproses lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan (truk
mengangkut sisa proses pembakaran). Teknologi pengolahan sampah ini memang lebih
menguntungkan dari pembangkit listrik lainnya. Sebagai ilustrasi : 100.000 ton sampah
sebanding dengan 10.000 ton batu bara. Selain mengatasi masalah polusi bisa juga untuk
menghasilkan energi berbahan bahan bakar gratis juga bisa menghemat devisa.
Sumber: https://hendratetro.blogspot.co.id
Sumber : http://www.alpensteel.com
Perlu dipikirkan tentang dampak negatif pengelolaan sampah ini pada generasi masa
datang dan generasi sekarang. Peningkatan emisi CO2, lepasan senyawa berbahaya, ancaman
krisis sumberdaya alam, dan krisis energi. Perlu juga ada perhatian tentang peningkatan
kualitas hidup yang sesuai dengan asas keberlanjutan sebagaimana tertuang pada UU No.18
tahun 2008. Pada UU tersebut dikatakan bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan
menggunakan metode dan teknik yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, baik pada generasi masa
kini maupun pada generasi yang akan datang. Pengelolaan sampah menggunakan teknologi
thermal akan meningkatkan emisi karbon, konsumsi bahan mentah, serta pemborosan energi
yang tidak sesuai dengan amanat UU No.18 tahun 2008.4
Konversi sampah sebagai sumber daya energi ada pada tingkat terakhir dalam hirarki
pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah yang didorong di seluruh dunia saat ini, adalah
adalah pengurangan (waste prevention), desain ramah lingkungan (green design), dan daur
ulang atau konversi materi dalam kerangka pendekatan zero waste yang mengintegrasikan
konsep keberlanjutan produksi dan konsumsi (sustainability). Pemerintah seharusnya
membuat kebijakan yang jelas terkait dengan pengelolaan sampah nasional, termasuk
prioritas daur ulang sampah menjadi sumberdaya material lainnya, sebelum membuat
kebijakan konversi energi di tempat pembuangan akhir.
Sumber : http://www.alpensteel.com
Pemenuhan energi dari sumber daya baru yang ‘terbarukan’ dari sampah dan
biomassa untuk mengatasi krisis energi, berlawanan dengan konsep UU No.18 tahun 2008.
UU Pengelolaan Sampah tersebut telah mengatur tentang persoalan sampah dari hulu sampai
ke hilir. Sampah atau limbah tidak dapat digolongkan sebagai sumber daya terbarukan.
Pemusnahan material yang terjadi di akhir rantai (end of pipe) akan meningkatkan kecepatan
aliran arus sampah, peningkatan intensitas eksploitasi bahan tambang serta industri terkait
untuk memproduksi material atau barang, yang nantinya akan mengkonsumsi lebih banyak
energi daripada yang diproduksi dari the end of pipe.
Ditinjau dari segi ekonomi, investasi negara untuk membangun pembangkit listrik
tenaga sampah paling tinggi dibandingkan dengan investasi pembangkitan energi dari sumber
daya lainnya. Harga listrik yang berasal dari pembangkit energi dari sampah yang diproses
dengan teknologi kotor ini, bahkan mengalahkan sumber energi lain yang lebih ramah
lingkungan.
Pembatalan Perpres No.18/2016 seharusnya memberi pelajaran pada pembuat kebijakan agar
mempersiapkan perangkat pengendalian potensi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
dari pengelolaan sampah di Indonesia agar berwawasan lingkungan, mendorong pemilahan
sampah di sumber, minimisasi sampah, daur ulang dan circular economy serta mengadopsi
pendekatan zero waste. Harapannya, pemerintah segera menyusun Strategi Nasional
Pengelolaan Sampah yang terintegrasi dan menyeluruh.
5
Isyana Artharini, Risiko pencemaran dari pembangkit listrik sampah diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/06/160610_majalah_sampah