LP of Digiti Pedis
LP of Digiti Pedis
LP of Digiti Pedis
Tulang kaki dibentuk dan bersatu untuk membentuk kesatuan longitudinal dan
arcus transversal. Bagian permukaan anterior (superior) kaki disebut dengan dorsum
atau permukaan Dorsal, dan inferior(posterior) aspek dari kaki disebut permukaan
plantar. Karena ketebalan yang beragam pada anatomi kaki, maka harus kita perhatikan
pemberian faktor eksposi untuk dapat menunjukkan densitas keseluruhan bagian tulang
kaki.
B. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan
atau tulang rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal,
tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur
patologik).
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau
penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma
langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma
tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Tekanan
yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada tulang. Keadaan ini
paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau metatarsal. Fraktur dapat pula terjadi oleh
tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu
sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).
C. JENIS FRAKTUR
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi
tiga derajat,yaitu:
1. Derajat I
Luka kurang dari 1 cm
kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
Kontaminasi ringan.
2. Derajat II
Leserasi lebih dari 1cm
Kerusakan jaringan lunak,tidak luas,avulse.
Fraktur komuniti sedang.
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran
bergeser dari posisi normal.
d. Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
1. Bentuk garis patah
Garis patah melintang
Garis patah obliq
Garis patah spiral
Fraktur kompresi
Fraktur avulasi
2. Jumlah garis patah
Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
Fraktur segmental, garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan.
Fraktur multiple, garis patah lebih dari satu tetapi pada pada tulang yang
berlainan.
3. Bergeser-tidak bergeser
Fraktur undisplaced, garis fraktur komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser
Fraktur displaced, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur
D. ETIOLOGI
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan
dan daya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :
a. Peristiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan
atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang
terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran
kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak
yang luas. Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak
di tempat fraktur mungkin tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur
melintang
3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang
tetapi disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang terpisah
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan
fraktur obliq pendek
5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang sampai
terpisah
b. Tekanan yang berulang – ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat
tekanan berulang – ulang.
c. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh.
E. PATOFISIOLOGI
Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis pada tulang
dapat menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan diskontinuitas tulang atau
pemisahan tulang. Pemisahan tulang ke dalam beberapa fragmen tulang menyebabkan
perubahan pada jaringan sekitar fraktur meliputi laserasi kulit akibat perlukaan dari
fragmen tulang tersebut, perlukaan jaringan kulit ini memunculkan masalah keperawatan
berupa kerusakan integritas kulit. Perlukaan kulit oleh fragmen tulang dapat
menyebabkan terputusnya pembuluh darah vena dan arteri di area fraktur sehingga
menimbulkan perdarahan. Perdarahan pada vena dan arteri yang berlangsung dalam
jangka waktu tertentu dan cukup lama dapat menimbulkan penurunan volume darah
serta cairan yang mengalir pada pembuluh darah sehingga akan muncul komplikasi
berupa syok hipovolemik jika perdarahan tidak segera dihentikan.
Perubahan jaringan sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan deformitas
pada area fraktur karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri. Deformitas pada
area ekstremitas maupun bagian tubuh yang lain menyebabkan seseorang memiliki
keterbatasan untuk beraktivitas akibat perubahan dan gangguan fungsi pada area
deformitas tersebut sehingga muncul masalah keperawatan berupa gangguan mobilitas
fisik. Pergeseran fragmen tulang sendiri memunculkan masalah keperawatan berupa
nyeri.
Beberapa waktu setelah fraktur terjadi, otot-otot pada area fraktur akan
melakukan mekanisme perlindungan pada area fraktur dengan melakukan spasme otot.
Spasme otot merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran fragmen tulang ke
tingkat yang lebih parah. Spasme otot menyebabkan peningkatan tekanan pembuluh
darah kapiler dan merangsang tubuh untuk melepaskan histamin yang mampu
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga muncul perpindahan cairan
intravaskuler ke interstitial. Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial turut
membawa protein plasma. Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial yang
berlangsung dalam beberapa waktu akan menimbulkan edema pada jaringan sekitar
atau interstitial oleh karena penumpukan cairan sehingga menimbulkan kompresi atau
penekanan pada pembuluh darah sekitar dan perfusi sekitar jaringan tersebut
mengalami penurunan. Penurunan perfusi jaringan akibat edema memunculkan
masalah keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan. Masalah gangguan perfusi
jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan fragmen tulang itu sendiri. Diskontinuitas
tulang yang merupakan kerusakan fragmen tulang meningkatkan tekanan sistem tulang
yang melebihi tekanan kapiler dan tubuh melepaskan katekolamin sebagai mekanisme
kompensasi stress.
F. PATHWAY
G. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri dan terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur yang merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian yang fraktur tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap regid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang dapat diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya
otot.
c. Pada fraktur tulang panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya terjadi
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Saat tempat fraktur di periksa teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus akibat
gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cidera.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis pemeriksaan yang dapat dilakukan
adalah:
a. Pemeriksaan rotgen (sinar X) untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur/trauma.
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI untuk memperlihatkan fraktur. Pemeriksaan
penunjang ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
c. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap
Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan
jumlah sel darah putih adalah respons stress normal setelah trauma.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati.
I. PENATALAKSANAAN
Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan untuk menangani fraktur, yaitu:
a. Rekoknisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kecelakaan dan
selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan pengkajian terhadap riwayat
kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan pada pristiwa yang
terjadi serta menentukan kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan
keluhan dari klien
b. Reduksi fraktur (pengembalian posisi tulang ke posisi anatomis)
1. Reduksi terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna (missal
pen, kawat, sekrup, plat, paku dan batang logam)
2. Reduksi tertutup. Ekstremitas dipertahankan dengan gip, traksi, brace, bidai
dan fiksator eksterna
c. Imobilisasi. Setelah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi penyatuan.
Metode imobilisasi dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna
d. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi:
1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2. Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan
3. Memantau status neuromuskuler
4. Mengontrol kecemasan dan nyeri
5. Latihan isometric dan setting otot
6. Kembali ke aktivitas semula secara bertahap
J. KOMPLIKASI
a. Komplikasi awal:
1. Syok : dapat terjadi berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema.
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur
2. Emboli lemak : dapat terjadi 24-72 jam. Fat Embolism Syndrom (FES) adalah
komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES
terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke
aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
3. Sindrom kompartemen : perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan.
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat. Gejala klinis yang terjadi pada sindrom
kompartemen dikenal dengan 5P, yaitu:
Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,
ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling
penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan
keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau
memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang
pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
Pallor (pucat)
Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
Parestesia (rasa kesemutan)
Paralysis: Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf
yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom
kompartemen.
4. Infeksi dan tromboemboli : System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma
pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
5. Koagulopati intravaskuler diseminata
b. Komplikasi lanjut
1. Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
2. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
4. Nekrosis avaskular tulang: Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran
darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis
tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia
5. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan.
Terbentuk kalus eksterna yang belum mengandung tulang sehingga secara
radiology bersifat radiolusen
c. Fase pembentukan kalus
Terbentuk woven bone atau kalus yang telah mengandung tulang. Fase ini
merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur
d. Fase konsolidasi
Woven bone membentuk kalus primer
e. Fase remodeling
Union telah lengkap dan terbentuk tulang kompak yang berisi system haversi dan
terbentuk rongga sumsum.
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pemulihan :
a. Usia klien
b. Immobilisasi
c. Komplikasi atau tidak misalnya infeksi biasa menyebabkan penyembuhan lebih
lama.
Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit
2. Resiko infeksi
3. Nyeri akut
4. Inefektif perfusi jaringan perifer
5. Resiko syok hipovolemik
6. Hambatan mobilitas fisik
7. Ansietas
8. Resiko cidera
c. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management
berhubungan dengan : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes ¨ Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
Eksternal : Wound Healing : primer dan sekunder longgar
- Hipertermia atau ¨ Hindari kerutan pada tempat tidur
hipotermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. ¨ Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Substansi kimia kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan ¨ Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
- Kelembaban kriteria hasil: sekali
- Faktor mekanik ¨ Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan ¨ Monitor kulit akan adanya kemerahan
(misalnya : alat yang (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, ¨ Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
dapat menimbulkan luka, pigmentasi) tertekan
tekanan, restraint) ¨ Tidak ada luka/lesi pada kulit ¨ Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Immobilitas fisik ¨ Perfusi jaringan baik ¨ Monitor status nutrisi pasien
- Radiasi ¨ Menunjukkan pemahaman dalam proses ¨ Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Usia yang ekstrim perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera ¨ Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
- Kelembaban kulit berulang tekanan
- Obat-obatan ¨ Mampu melindungi kulit dan mempertahankan ¨ Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
Internal : kelembaban kulit dan perawatan alami karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
- Perubahan status ¨ Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
metabolik luka ¨ Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
- Tonjolan tulang ¨ Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
- Defisit imunologi ¨ Cegah kontaminasi feses dan urin
- Berhubungan dengan ¨ Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
dengan perkembangan ¨ Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor
(elastisitas kulit)
DO:
- Gangguan pada bagian
tubuh
- Kerusakan lapisa kulit
(dermis)
- Gangguan permukaan
kulit (epidermis)
DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan
(penurunan untuk
berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah pendek)
- Keterbatasan motorik
kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
- Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat
dan tidak terkoordinasi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan berhubungan NOC : NIC :
dengan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Faktor keturunan, Krisis - Koping ¨ Gunakan pendekatan yang menenangkan
situasional, Stress, ¨ Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
perubahan status Setelah dilakukan asuhan selama ……………klien ¨ Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
kesehatan, ancaman kecemasan teratasi dgn kriteria hasil: selama prosedur
kematian, perubahan ¨ Klien mampu mengidentifikasi dan ¨ Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
konsep diri, kurang mengungkapkan gejala cemas mengurangi takut
pengetahuan dan ¨ Mengidentifikasi, mengungkapkan dan ¨ Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
hospitalisasi menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas prognosis
¨ Vital sign dalam batas normal ¨ Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
DO/DS: ¨ Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan ¨ Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
- Insomnia tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya relaksasi
- Kontak mata kurang kecemasan ¨ Dengarkan dengan penuh perhatian
- Kurang istirahat ¨ Identifikasi tingkat kecemasan
- Berfokus pada diri sendiri ¨ Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
- Iritabilitas kecemasan
- Takut ¨ Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
- Nyeri perut ketakutan, persepsi
- Penurunan TD dan ¨ Kelola pemberian obat anti cemas:........
denyut nadi
- Diare, mual, kelelahan
- Gangguan tidur
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut
nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko trauma NOC : NIC :
Knowledge : Personal Safety Environmental Management safety
Faktor-faktor risiko Safety Behavior : Fall Prevention ¨ Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Internal: Safety Behavior : Fall occurance ¨ Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan
Kelemahan, penglihatan Safety Behavior : Physical Injury kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat
menurun, penurunan Tissue Integrity: Skin and Mucous Membran penyakit terdahulu pasien
sensasi taktil, penurunan ¨ Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
koordinasi otot, tangan- Setelah dilakukan tindakan keperawatan memindahkan perabotan)
mata, kurangnya edukasi selama….klien tidak mengalami trauma dengan ¨ Memasang side rail tempat tidur
keamanan, kriteria hasil: ¨ Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
keterbelakangan mental ¨ pasien terbebas dari trauma fisik ¨ Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
dijangkau pasien.
Eksternal: ¨ Membatasi pengunjung
Lingkungan ¨ Memberikan penerangan yang cukup
¨ Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
¨ Mengontrol lingkungan dari kebisingan
¨ Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
¨ Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC. 2002.
Lynda Juall Carpenito. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 1997.