Morfologi Kata Sifat Bahasa Bali 107h
Morfologi Kata Sifat Bahasa Bali 107h
Morfologi Kata Sifat Bahasa Bali 107h
P!! Q T
FE GEMJAr36
I
- - ---------
Oleh:
I Made Denes
Ketut Reoni
I Wayan Jendra
Nengah Madera
Ida Bagus Made Suasta
11
KATA PENGANTAR
in
yang berkedudukan di (11) Sumatra Utara, (12) Kalimantan Barat,
dan tahun 1980 diperluas ke tiga propinsi, yaitu (13) Riau, (14)
Sulawesi Tengah, dan (15) Maluku. Tiga tahun kemudian (1983),
penanganan penelitian bahasa dan sastra diperluas lagi ke lima
Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra yang berkedudukan di (16)
Lampung, (17) Jawa Tengah, (18) Kalimantan Tengah, (19) Nusa
Tenggara Timur, dan (20) Irian Jaya. Dengan demikian, ada 21
Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra, termasuk proyek penelitian
yang berkedudukan di DKI Jakarta. Tahun 1990/1991 pengelolaan
proyek mi hanya terdapat di (1) DKI Jakarta, (2) Sumatra Barat,
(3) Daerah Istimewa Yogyakarta, (4) Bali, (5) Sulawesi Selatan,
dan (6) Kalimantan Selatan.
Sejak tahun 1987 Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra,
tidak hanya menangani Penelitian bahasa dan sastra, tetapi juga
menangani upaya peningkatan mutu penggunaan bahasa Indo-
nesia dengan baik dan benar melalui penataran penyuluhan bahasa
Indonesia yang ditujukan kepada para pegawaim, baik di
lingkungan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan maupun Kantor Wilayah Departemen lain dan
Pemerintah Daerah serta instansi lain yang berkaitan.
Selain kegiatan penelitian dan penyuluhan, Proyek Penelitian
Bahasa dan Sastra juga mencetak dan menyebarluaskan basil
penelitian bahasa dan sastra serta hasil penyusunan buku acuan
yang dapat digunakan sebagai sarana kerja dan acuan bagi
mahasiswa, dosen, guru, peneliti pakar berbagai bidang ilmu,
dan masyarakat umum.
Buku Morfologi Kata Sifat Bahasa Bali mi merupakan
salah satu hasil Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia
dan Daerah Bali tahun 1985 yang pelaksanaannya dipercayakan
kepada tim peneliti dari Balai Penelitian Bahasa dan Fakultas
Sastra Unud Untuk itu, kami ingin menyatakan penghargaan
dan ucapan terima kasih kepada Pemimpin Proyek Penelitian
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Bali tahun 1985 beserta
stafnya, dan para peneliti, yaitu I Made Denes, Ketut Reoni, I
wayan Jendra, Nengah Medera, Ida Bagus made Suasta.
Penghargaan dan ucapan terima kasih juga kami sampaikan
iv
kepada Dr. Hans Lapoliwa, M. Phil. Pemimpin Proyek Penelitian
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jakarta tahun 1991/
1992; Drs. K. Biskoyo, Sekretaris; A. Rachman Idris, Benda-
harawan; Drs. M. Syafei Zein, Nasim, serta Hartatik (Staf) yang
telah mengelola penerbitan buku mi. Pernyataan terima kasih
juga kami sampaikan kepada Amran Tasai penyunting naskah
buku mi.
Lukman Ali
V
SAMIBUTAN KEPALA KANTOR WILAYAH
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROPINSI BALI
vi
penerbitan mi dapat memperluas wawasan cakrawala ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa,guru, dosen, dan para ilmuwan,
khususnya di bidang kebahasaan dan kesastraan di negara kita.
Mudah-mudahan informasi yang disajikan dalam buku mi
dapat memberikan manfaat bagi nusa dan bangsa.
AX
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Tim Penyusun
viii
DAFTAR ISI
lx
Bab II Corak Kata Sifat Bahasa Bali 9
2.1 Pengertian Kata Sifat ................................. 9
2.2 Penggolongan Kata Sifat ............................ 10
2.3 Bentuk Kata Sifat Bahasa Bali................. 11
2.3.1 Bentuk Tunggal ............................................ 13
2.3.2 Bentuk Kompleks ........................................ 15
2.3.2.1 Bentuk Perulangan Kata Sifat .................. 15
2.3.2.2 Kata Sifat Majemuk .................................... 31
2.3.2.3 Kata Sifat Bersambung............................... 33
2.4 Ciri Kata Sifat Bahasa Bali....................... 34
x
3.3.2.1 Kata Sifat Berimbuhan Ulang Seluruh 54
3.3.2.2 Kata Sifat Berimbuhan Ularig Sebagian 55
3.3.2.3 Kata Sifat Ulang mendapat Konfiks ........56
3.4 Pemajemukan Kata Sifat............................57
3.4.1 Ciri-ciri Kata Majemuk Kata Sifat Bahasa
Bali.................................................................57
3.4.1.1 Ciri Arti .........................................................59
3.4.1.2 Ciri Bentuk ...................................................60
3.4.2 Jenis Kata Sifat Majemuk .........................61
xi
4.4.6 Perulangan Kata Sifat Yang Menyatakan
dalam Keadaan.............................................81
BabV Kesimpulan .................................................83
xii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan
BB bahasa bali
MD morfem dasar
MA morfen asal
MU morfen unik
MP morfen pangkal
PR prefiks
SF sufiks
KS kata sifat
KM kata majemuk
KBL kata bilangan
KSB kata sifat bersambungan
KB kata benda
V vokal
K konsonan
a.l. antara lain
Lambang
xlii
BABI
PENDAHULUAN
2
11) "Sistem Gabungan Kata Bahasa Bali" (1981/1982) oleh
Nyoman Sulaga dkk.
Kalau diperhatikan hasil penelitian yang berhasil disajikan,
ternyata belum seluruhnya mengungkapkan hal-hal yang lebih
mengkhusus dan terinci. Di antara hasil penelitian itu masih
memerlukan pengamatan yang lebih mendalam terutama dalam
usaha memahami aturan-aturan yang berlaku dalam struktur
bahasa Bali, misalnya, mengenai struktur morfologi kata sifat
bahasa Bali. Apabila hal itu dapat diketahui lebih mendalam,
sudah barang tentu hasil penelitian itu akan dapat memberikan
sumbangan positif bagi pengajaran bahasa Bali.
Dengan memperhatikan keadaan tersebut, terasa semakin
penting arti penelitian morfologi kata sifat bahasa Bali kalau
segala sesuatunya dihubungkan dengan usaha pengembangan
wawasan linguistik Nusantara. Di samping itu, hasil penelitian
itu akan dapat memberi sumbangan bagi studi perbandingan
terhadap penelitian bahasa daerah yang lain, khususnya dalam
penyediaan data dan informasi yang sangat diperlukan.
1.1.2 Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, penelitian
Morfologi kata sifat bahasa Bali perlu dilakukan, karena disadari
bahwa sampai saat mi belum ada data informasi yang lengkap.
Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian mi dapat memberikan
gambaran yang jelas dan sekaligus dapat digunakan sebagai
jawaban atas pertanyaan berikut.
(1) Bagaimana corak kata sifat bahasa Bali ?
(2) Bagaimana proses morfemis kata sifat bahasa Bali ?
(3) Bagaimana gambaran arti dan fungsi morfologi kata sifat
bahasa Bali ?
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian pada dasarnya dapat digolongkan menjàdi
dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.2.1 Tujuan Umum
Pengertian tujuan umum di sini ialah tujuan yang mengacu
pada keadaan yang beruang lingkup lebih luas dan bersifat umum.
Didalamnyan termasuk tujuan jangka panjang yang memiliki
nilai dan sifat teoritios, terutama dalam usaha pembinaan dan
pengembangan bahasa Bali. Secara eksplisit tujuan umum akan
mengarah pada kecendrungan ingin mengetahui seberapa jauh
kaidah-kaidah yang membangun struktur morfologi bahasa Bali
dapat diketahui. Dengan demikian, tujuan umum itu akan
mempermudah usaha penelitian dalam bidang kebahasaan yang
lain, khsusnya dalam menopang kegiatan penelitian yang sifatnya
terapan. Secara teoretis sasaran yang hendak dicapai dapat
memberi manfaat bagi ilmu pengetahuan dalam rangka suksesnya
pembangunan nasional seperti tealah digariskan dalam GBHN.
4
bahasa Bali. Dalam Bab IV dibicarakan fungsi dan arti morfologis,
yang erat kaitannya dengan arti leksikal, arti gramatikal, dan
fungsi gramatikal.
Pokok pikiran ketiga bab di atas dirumuskan dalan Bab V
yang merupakan bab kesimpulam.
Sebagai tambahan diketengahkan juga perihal latar belakang
masalh, tujuan, hasil teori penelitian, metode dan teknik, serta
pepolasi dan sampel. Keseluruhan uraian mengenai hal mi
dijabarkan dalam bab pendahuluan.
Pada bagian akhir dari penelitian mi disertakari daftar
pustaka dan beberapa lampiran.
1.6.2 Sampel
Pemilihan sampel dalam penelitian mi didasarkan pada
variasi bahasa Bali yang ada. Variasi yang dijadikan sasaran
penelitian ialah variasi bahasa Bali baku. Oleh karena itu,
dilakukan penentuan sampel pilihan. Sampel semacam itu disebut
nonprobability sampling (bandingkan dengan Hadi, 1974:97).
Wilayah sampel yang dipilih dalam penelitian mi meliputi tiga
kabupaten, yaitu Kabupaten Buleleng, Kabupaten Klungkung
dan Kabupaten Bangli. Di tiap-tiap kabupaten itu ditetukan
delapan delapan orang informan yang dianggap memenuhi
persyaratan, antara lain, cukup dewasa, tidak cacat alat ucapnya,
dan memkliki pengetahuan bahasa Bali yang luas. Di samping
itu, diusahakan memiliki informan yang belum banyak dapat
pengarub luar dan yang bersangkutaiI tidak sering merantau ke
daerah lain. Kedua puluh empat informan yang mewakili ketiga
wilayah bahasa Bali itu, diusahakan dapat mewakili berbagai
lapisan masyarakat, seperti petani, buruh, nelayan, pegawai,
dan pemuka masyarakat.
BAB II
CORAK KATA SWAT BAHASA BALI
10
Made Seleb mula jelema jemet pesan.
Mada Selab mula jalamajamat pasan
'Made Seleb memang orang rajin sekali.'
Kata jemet memberi keterangan kepada benda jelema [jalama]
'orang' tentang sifatnya yang rajin yang didalam bahasa bali
disebut jemet 'rajin'. Pada umumnya kata sifat seperti itu
memberikan keterangan kepada kata benda bernyawa (hidup).
Pembuktian mengenai hal itu dapat dilihat pada contoh-contoh
berikut mi.
sampi galak [sampi galak] 'sapi galak'
jeleme demit [jalama damit] 'orang kikir'
jeleme dana [jalama dana] 'orang sosial'
Pernyataan di atas bukan berarti bahwa benda bernyawa
hanya sifat diberi keterangan mengenai sifatnya, tetapi dapat
juga kata sifat yang mengikuti kata benda itu memberi keterangan
tentang keadaan kata benda itu.
Contoh
cicing gudig [cicin gudig] 'anjing tidak berbulu'
jelema tiwas [jalama tiwas] 'orang miskin'
jangkrik kipa [jakrik kiparjangkrikberkaki hanya satu
Uraian itu memberikan petunjuk bahwa kata sifat ditinjau
dari segi simantik dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu (a)
kata sifat yang memberi keterangan tentang keadaan kata benda,
dan (b) kata sifat yang memberikan keterangan kata sifat benda
itu sendiri.
Penggolongan kata sifat ditinjau dari segi bentuk dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu (a) bentuk tunggal dan (b)
bentuk kompleks. Pemaparan kata sifat menurut bentuknya akan
diuraikan dalam bagian tersendiri di bawah mi.
11
bahasa Bali dapat dilihat darisegi simantik dan dapat pula dilihat
dari segi bentuk. Bentuk kata lebih bersifat lahir .dibandingkan
dengan segi semantik yang lebih bersifat batin. Oleh karena
itu, aliran linguistik Generatif Transformasi (Chomsky, 1977)
menyebut kedua hal itu masing-masing sebagai surface struc-
ture ) struktur lahir) dan deep structure (struktur batin).
Struktur batin lebih bersifat visual untuk bahasa ragam tulis
dan bersifat auditif untuk bahasa ragam lisan. Dalam hubungan
ini, dapat ditambah bahwa sesungguhnya penggunaan istilah
surface structure dan deep structure semata-mata dalam kaitannya
dengan analisis sitaksis atau fonologi, tetapi bukan dalam
hubungannya dengan bentuk dan arti kata.
Analisis semantik dan analisis bentuk hanya dapat kita
bedakan secara teoritis sebab sesungguhnya dalam dalam
kenyataan pemakaian bahasa, kedua hal itu merupakan satu
kesatuan yang padu dan sulit dipisahkan. Analisis komponen
bentuk tanpa bantruan komponen makna akan membawa kearah
kesimpulan yang kurang dapat dipertanggungjawabkan. Demikian
pula, analisis semantik tanpa lewat komponen bentuk hanyalah
menghasilkan analisis yang kosong tanpa wujud.
Uraian kata sifat bahasa Bali dapat ditinjau dari unsur
morfem yang membangun kata sifst itu dan dapat pula dipandang
dari segi persukuan kata sifat itu.
Apabila dilihat kembali kata-kata sifat yang telah di
contohkan di atas (pada 2.2), seperti galak [galak] 'galak'; demit
[dmit] 'kikir'; dana /dan/ 'sifat pemurah', 'sosial' ; tiwas /tiwas/
'miskin', dapat disimpukan bahwa bentuk kata sifat bahasa Bali
umumnya terdiri atas dua suku kata. Kata sifat yang terdiri
atas tiga suku kata menduduki urutan yang kedua setelah kata
sifat yang bersuku dua. contoh kata sifat yang bersuku tiga
adalah sebagai beriku.
perimping /perimpin/ 'pecah' dan retak pinggir'
bedoos /badoos/ 'bringas'
belengih /balangih/ 'mudah menangis'
Bentuk kata sifat ang terdiri atas empat suku kata tidak
12
begitu banyak terdapat dalam bahasa Bali, contoh
betekelan /btaka1an/ 'gemuk kekar pendek'
belegajul /balagajull 'serba sok'
beleganjur /balganjur/ 'sifat kenyaringan wirama tabuhan'
Bentuk kata sifat yang terdiri atas satu suku kata juga
ada dalam bahasa Bali, tetapi tidak sebanyak bentuk kkata sifat
yang terdiri atas dua dan tiga suku kata. Berikut mi adalah
contoh kata sifat yang terdiri atas satu suku kata.
tis /tis/ 'sejuk'
tuh /tuhl 'kering'
nyat /nyat/ 'surut'
Kata sifat yang terdiri atas lima suku kata sangat sulit
ditemuken dalam tuturan bahasa Bali.
Apabila uraian bentuk kata sifat yang berdasar atas suku
kata kita rangkum sesuai dengan urutan jumlah persukuannya
dapat dipaparkan kembali,, yakni (1) kata sifat satu suku kata;
(2) kata sifat dua suku kata; (3) kata sifat tiga suku kata; dan
(4) kata sifat empat suku kata.
13
c. Tanem-tanemane di tegale suba gede-gede.
# tamm tanamane di tagale suba gade gade#
'Tanam-tanaman di ladang it sudah besar-besar'.
d. Rurungi ke Kintamani belak-belok buina ngregah.
# ruruje di kintamani belak belok buina 3jregah #
'Jalan ke Kintamani berbelok-belok dan lagi menajak'.
e. Dadong Simpring anak mula jelema nyenye
megenye.
# dado9 simpri3 anak mula jalama nene magane #
'Nenek Simpring memang orang (yang) sangat cerewet.'
Apabila diperhatikan bentuk-bentuk kata sifat yang ter-
dapat dalam kalimat diatas, yaitu jemet 'rajin'; inalesan 'lebih
malas';gede-gede 'besar-besar'; belak-belok 'belak belok'
nyenye megenye 'cerewet sekali' ternyata ada bentuk kata sifat
yang hanya terdiri atas satu morfem seperti kata sifat jemet
'rajin' dan ada pula kata sifat yang terdiri atas dua morfem,
seperti malesan 'lebih malas'; gede-gede 'besar-besar'; belak-
belok 'berbelok-belok' dan nyenye maganye 'cerewet sekali'.
Bentuk kata sifat yang hanya terdiri atas satu morfem
kita sebut bentuk tunggal dan kata sifat yang terdiri atas dua
morfem atau lebih disebut bentuk kompleks.
Contoh lain bentuk kata sifat yang tunggal adalah sebagai
berikut.
selem [salam] dalam konteks siap selem [siap salam] 'ayam
hitam'
bengil' [bail] dalam konteks cicing bengil [ cicing bajiI]
'anjing kotor'
layu [layu] dalam konteks bunga Iayu [buna layu I 'bunga
layu'
Kata-kata selem 'hitam', bengil 'kotor' dan layu 'layu'
memberi keterangan keadaan kepada kata benda yang ada
didepannya dan hanya atas satu morfem.
14
2.3.2 Bentuk Kompleks
Bentuk kompleks seperti telah dicont'ohkan diatas bila
diperhatikan lebih teliti ternyata dapat dibagi lagi menjadi dua
bagian yang lebih kecil, yaitu (1) bentuk gede-gede 'besar-besar'
yang kita sebut sebagai bentuk kompleks perulangan kata sifat;
(2) bentuk kompleks nyenye megenye 'cerewet sekali' kita sebut
bentuk kompleks pemajemukan kata sifat, da nyenikang
bertambah kecil' disebut bentuk kata sifat bersmbungan.
Untuk mendapat gambaran Iebih jelas tentang bentuk kata
sifat yang kompleks mi akan diuraikán pengertiannya dengan
bagan dan. contoh-contoh serta unsur langsung yang membangun
bentuk kompleks itu.
15
Perulangan kata sifat bersambungan ialah kata ulang yang
telah mendapat imbuhan. Imbuhan yang melekat dapat berupa
awalan, sisipan, akhiran, dan imbuhan gabungan, dan dapat
pula berupa konfiks. Namun, pada umumnya perulangan kata
sifat mi mendapat imbuhan akhiran (sufiks) atau imbuhan ga-
bungan. Perhatikan contoh berikut.
I Made ajak I Nyoman Megede-gedean bayu.
# i made ajak i noman mgd-gadean bayu #
'I Made dengan I Nyoman memperbandingkan besarnya
tenaga.'
Contoh kata sifat berulang yang lain ialah
a. mesugih-sugihan [masugih sugihsnl 'memperbandingakan
kekayaan
b. medueg-duegan [maduag-dugan] 'memperbandingkan
kepandaian'.
c. meluung-luungan [mluu3 1uuan] 'membandingkan
kebaikan.'
Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang
kedua bentuk perulangan kata sifat itu--bentuk ulang morfem
dásar dan pe rulangan bersambungan--di bawah mi akan disajikan
pola atau bagan dalam betuk konstruksi dan unsur langsungnya
(immediate contituent) disertai dengan pola persukuan.
Pemaparan mi bermaksud memberi pengantar awal tentang
perulangan kata sifat yang pada bab berikutnya akan dipaparkan
lebih terinci.
Kata sifat berulang morfem dasar atau morfem asal dapat
dibagi menjadi tiga bagian bawahan, yaitu (1) perulangan kata
sifat utuh (seluruhnya); (2) perulangan kata sifat beubah bunyi,
dan (3) perulangan kata sifat sebagian. Kata sifat berulang
bersambungan dapat pula dibagi menjadi bagian bawahan, yaitu
(1) perulangan kata sifat berimbuhan utuh (seluruhnya); (2)
perulangan kata sifat berimbuhan sebagian, dan (3) perulangan
kata sifat berimbuhan konfliks.
Bentuk kompleks perulangan kata sifat itu dalam bagan
16
akan diberi kode simbol R (Reduplikasi) sehingga bagan pembagian
keseluruhannya dapat berpola sebagai berikut.
17
diduakalikan. Seacara visual perulanga kata sifat utuh iyu beserta
unsur langsungnya dapat digambarkan dengan bagan sebagai
berikut.
Z/\
MD/MA R Gede Reduplikasi
Gede
Keterangan : MD morfem dasar
MA morfem asal
Konstruksi Budang-bading
R12 'terbalik-balik'
18
bagian bawahan sebagai berikut.
(1) Pola pe-ubahan bunyi perulangan kata sifat yang terdiri
atas aua suku kata (tipe R1.2.1)
(2) Pola perubahan bunyi peru1ngan katasifat yan; terdidri
atas tiga suku kata (tipe R1.2.2)
Pembagian di atas, seperti ketara dalam penyebutannya,
bertumpu pada suku kata yang membangun konstruksi perulangan
katasifat itu. Apabila dasar tolak bertumpunya memperhitungkan
osia vokal yang membangun konstruksi suku kata itu sebenarnya
embagian di atas masih dapat diperinci lagi menjadi pembagian
yang lebih kecil, khususnya perulangan kata sifat yang terdiri
atas dua suku kata.
19
Pola itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Apabila suatu morfem
dasar (asal) yang terdiri atas dua suku kata dan vokal pada
kata pertama adalah /a!, perulangan kata sifat yang dihasilkan
akan menyebabkan vokal suku kedua berubah menjadi vokal Ia,
apapun asal vokal suku kedua itu.
Ujud kenyataan rumusan verbal mi dapat dilihat kembali
secara visual dalam bagan di atas yang kemudian langsung
dikongkretkan dalam contoh kata cekoh [cakoh], 'suara batuk'
setelàh diulang menjadi betuk cekah-cekoh [cakah-cakoh; ter-
batuk-batuk'.
Konstruksi Budang-bading
Rl.2. lb 'terbalik-balik'
20
(3) Perulangan Kata Sifat Berubah Bunyi yang Vokalnya
Sama (Tipe '1.2.1)
Konstruksi Daah-duuh
R1.2.1c 'mengaduh-aduh'
Perulangan kata sifat yang terdiri atas tiga suku kata dapat
dibagi dua, yakni pola yang vokal suku kata kedua dan ketiga
sama dan pola suku katanya berbeda. Kedua pola persukuan itu
akan mengakibatkan perubahan bunyi vokalnya berbeda.
Kalau suku kata kedua dan ketiga memiliki vokal yang sama,
pola konstruksi perulangannya dapat diterangkan seperti bagan
atau diagram berikut mi (tipe R12 2)•
21
Konstruksi Serayang-seruyung
Rl.22b 'Terhuyung-huyung'
Keterangan : K : konsonan
V : vokal
V2 : vokal sama
Konstruksi 'Gedebas-gedebos'
R1.2. 2b 'gedebas-gedebo s'
22
Perulangan kata sifat berubah bunyi yang terdiri atas tiga
suku kata agak jarang ditemukan dalam bahasa Bali. Hal mi
karena memang kata-kata bahasa Bali yang terdiri atas tiga
suku kata lebih sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan
kata-kata sifat yang terdiri atas dua suku kata. bahasa daerah
yang ada di Indonesia memang kebanyakan kata dasarnya terdiri
atas dua suku kata.
c. Perulangan Kata Sifat Sebagian (Tipe R 13 )
Konstruksi Bebeki
R1.3.1 'jahil'
Z/\
MD/MA R suku pertama Beki be-
23
dapat diberi penjelasan sebagai berikut. Apabila suatu morfem
dasar atau morfem asal--mungkin juga morfem pangkal--
mengalami proses perulangan dwipurna (tipe R1.3. 1), hanya suku
awal dari morfem asal yang diulang. Perulangan tipe mi
sebenarnya sedikit sekali ditemukan dalam bahasa Bali yang
tergolong kategori kata sifat.
Konstruksi Paketeltel
R1.3.3 'bertetesan'
24
2) Perulangan Kata Sifat Bersambungan (R2 )
Konstruksi 'Megede-gedean
R21 memperbandingkan besar'
PR SF KF gede SF
Keterangan : PR prefiks
SF sufiks
KE konfiks
25
Besarnya diagram pohon diatas dengan contoh analisis unsur
yang ada disebelah kanannya hanya merupakan salah satu
kemungkinan dari perulangan kata sifat utuh yang kalau ditelusuri
sampai ke bagian unsur bawahnya, bentuk itu berasal dan
perulangan kata sifat berimbuhan sebagian. Apabila dilihat
sepintas lalu konstruksi yang disebalah kanan tnpa disertai
pemahaman relasi semantik yang menopang bentuk linguistik
itu, hal itu dapat membuat kita terkecoh.
Contoh perulangan kata sifat berimbuhan utuh yang konstruksinya
lebih sederhana akan dipaparkan dibawah mi.
Cerikan-cerikan
'lebih kecil-kecil'
cerikan R
cerik - an
26
Z/\
MD/MA PR lengis ma-
Konstruksi Barak-barakan
R2.2 tsemerah-merah'
A
sebagian
27
Pembuktian dari sudut distribusi yang dimaksud di sini
adalah kemungkinan posisi yang di duduki oleh kata yang
bersangkutan di hubungkan dengan kelogisannya ditinjau dan
sudut gramatikal. Demikian pula relasi semantik yang didukung
oleh posisi kata itu yang dikaitkan dengan struktur Linear kalimat
itu. Secara operasional pembuktian itu akan dilakukan sebagai
berikut.
Berag-berag gajahe masih enu ada muluka.
#barag brag gajahe masih anu ada mu1uk#
- 'Kurus-kurus gajah itu tetap masih ada Iemaknya.'
Kalimat mi kehilangan makna peribahasanya. Selain itu, kalimat
mi juga kehilangan makna apabila dihubungkan dengan makna
gramatikal kalimat itu. Kalimat peribahasa tidak dapat diubah.
Kalau diubah, kalimat itu akan kehilangan makna dan maksud
peribahasanya. Dengan kehadiran kalimat yang tidak logis dan
tidak gramatikal seperti itu jelaslah bahwa letak ketidak
gramatikalannya pada peruangan kata sifat berag-berag 'kurus-
kurus.
Apabila pembuktian itu kurang meyakinkan karena
kebetulan kalimat yang dip akai adalah sebuah pepatah, kalimat
berikut akan memperjelas masalah itu.
(1) Cerik-cerikan gajahe enu gedenan teken celeng.
#canik canikan gajahe anu gadenan celen#
'Sekecil-kecil gajah masih lebih besar dibandingkan dengan
babi.
(2) Cenik-cenik gajahe enu gedenan teken celeng.
# canik-canik gajahe anu gadenan taken celeng#
'Kecil-kecil gajah itu masih lebih besar dibandingkan dengan
babi'.
(3) Cenikan gajahe enu gedenan teken celeng.
# canikan gajahe anu gadenan taken ce1e#
'Lebih kecil gajah itu lebih besar dibandingkan dengan
babi.'
Ternyata dengan membandingkan ketiga kalimat mi sebagai usaha
untuk mencari distribusi substitusi dan relasi semantik
memberikan penjelasan bahwa kalimat (2) tidak gramatikal karena
juga tidak memiliki relasi semantik, sedangkan kalimat (1) dan
(3) tetap gramatikal dan relasi semantiknya masih dapat dilihat
dan dirasakan dengan jelas. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa kalimat (1) itu bersumber dari kalimat (3) dengan
perulangan sebagian pada kata sifat cenikan menjadi cenik-
cenikan 'sekecil-kecil'. Kalimat ketiga kita katakan masih
gramatikal karena unsur perbandingan tetap terkandung di
dalamnya seperti juga unsur perbandingan pada kalimat pertama,
sedangkan kalimat kedua yang kita anggap tidak gramatikal itu
tidak mengan dung unsur perbandingan dengan perulangan kata
sifat bentuk dasar seperti itu. Dengan demikian, dapat kita jawab
pertanyaan diatas bahwa bentuk cenik-cenikan 'sekecil-kecilnya'
bukan kata ulang murni yang mendapat akhiran (sufiks), tetapi
perulangan kata sifat sebagian dengan menghilangkan unsur
akhiran setelah kata itu diulang.
Konstruksi Matetangisan
R2.3 'bertangisan'
29
Bentuk perulangan mi tidak mungkin mendapat prefiks
lebih dahulu sebab tidak ada bentuk *matetangis dalam bahasa
Bali. Begitu pula, tidak mungkin bentuk itu sebagai proses
mendwipurwakan sebuah kata karena tidak ada bentuk tuturan
*tetangis dalam bahasa Bali. Disamping itu, bentuk *tangi san
pun tidak ada dalam bahasa Bali. Bentuk yang ada ialah bentuk
tetangisan 'sifat tangis'. oleh karena itu, pembubuhan dwipurwa
te- melekat serempak dengan sufiks -an selaku konfiks sehingga
kalaii dipandang dari analisis unsur langsung tersebut, prefiks
ma- tidak dikatakan melekat setelah terjadi konfiksasi te-...-an
atau konfiks ma-...-an. Hal itu dapat terjadi karena kedua bentuk
itu memilliki nilai semantik yang sangat dekat. Kita akan
membuktikan hal itu dari distribusi substitusi dan relasi semantik
dalam kalimat dibawah mi.
Matetangisan anake sawireh Ida Anake Agung seda.
# matataisan anake sawireh ida anake agull seda#
'Bertangisan orang-orang karena Ida Anake Agung
meninggal'
Tetangisan anake sawireh Ida Anake Agung seda.
Dalam konteks diatas ternyata distribusi matetangisan tidak
dapat disubstitusikan dengan tetangisan. Kalau disubstitusikan
juga, kalimat itu tidak gramatikal. Akan tetapi, konteks lain
kata tetangisan ;sifat tangisnya bisa menjadi gramatikal. Contoh:
Tetangisan anake ubuh ento ngaenang keneh kangen.
# tataisan anake ubuh anto ijaenaj kaneh ka9an#
Tangis atau sifat tangis orang yatim piatu itu menimbuilcan
rasa haru.'
Di sini kata sifat tetangisan ternyata dapat digantikan dengan
kata sifat matetangisan dengan hanya sedikit pergeseran nilai
semantik, Maknanya hanyalah dengan kata matetangisan
memberi petunjuk bahwa subjek kalimat itu lebih dari satu,
sedangkan dengan kata sifat tetangisan perhatian lebih dititik
beratkan kepada sifat tangis itu sendiri bukan kepada peran
subjek. Itulah sebabnya, dikatakan bahwa kedua bentuk itu
memiliki nilai semantik yang dekat sehingga analisis bentuknya
pun ada dua kemungkinan tergantung pada konteks kalimatnya
seperti telah dibuktikan diatas
32
majemuk yang semacam kelima contoh diatas di sebut kata
majemuk eksosentris. Kata majemuk eksosentris belum di jumpai
dalam bahasa Bali ketika kegiatan penelitian mi dilakukan.
Kata sifat majemuk yang telah di contohkan dalam kalimat
di atas termasuk kata sifat majemuk yang endosentris. Salah
satu unsur kata majemuk itu menduduki dan menggantikan
keseluruh unsurnya. Dengan demikian, dapat dicari salah satu
unsur pusat kata sifat majemuk tersebut sebagai berikut.
tua cakiuk 'tua renta' unsur pusatnya adalah tua 'tua'
barak ngencab 'merah padam' unsur pusatnya adalah barak
'merah'
pakeh ngelek 'asin sekali' unsur pusatnya adalah pakeh
asin
nyunyur manis 'manis sekali' unsur nusatnya adalah manis
'mani s'
Unsur cakiuk, ngencab, ngelék, .n i unyur dalam-
kaitannya dengan gabungan kata sifat majemuk diatas merupakan
morfem unik yang menekankan unsur pokoknya, yang sifatnya
atributif.
33
-mu- + seken [sakan] - sumeken [sumakan] 'semakin
jelas'
tegeh + - an —tegehan /tagahanl 'lebih tinggi'
34
1) Ciri Semantik
Ciri semantik menitikberatkan pandangannya pada unsur
makna yang terkandung dalam struktur batin suatu bahasa itu
yang secara teoretis melepaskan diri dari unsur lahir suatu bahasa
yang berujud bentuk atau struktur luar. Dengan demikian, kata
sifat bahasa Bali memiliki dua unsur panaridaan, yaitu (1) memberi
keterangan sifat kepada kata benda, dan (2) memberi keterangan
keadaan kepada kata benda.
Kata keterangan sifat dan keterangan keadaan terasa mutlak
perlu dibubuhi pada suatu kata sifat karena tidak semua
keterangan kata benda mengacu kepada sifat atau keadaannya.
Contoh
umah gedeg [umah gedeg] 'rumah bambu';
patung paras [patu5 paras] 'patung padas"
raab Wang [raab lala] 'atap alang-alang'
Kata-kata gedeg [gedeg] 'bambu'; paras 'padas', dan lalang
'alang-alang' membeni keterangan kepada kata benda umah
'rumput'; patung 'patung'; dan raab 'atap' Namun, secara semantik
kata-kata itu tidak memberi keterangan tentang keadaan atau
tentang sifat benda-benda itu. Akan tetapi, kata-kata itu memberi
keterangan tentang bahan benda itu. Dengan alasan seperti itulah
kata keterangan sifat atau keterangan keadaan dianggap mutlak
perlu dilekatkan kepada kata yang memberi keterangan.
35
secara ringkas karena pada bab berikutnya akan dijabarkan Iebih
lengkap dengan contoh-contoh. Kesadaran dan kesengajaan mi
dilakukan untuk tidak menimbulkan kesan uraian yang bolak-
balik dan berulang-ulang.
Ciri morfologi dapat dirumuskan dengan ringkas sebagai
berikut.
a. Kemungkinan bentuk tunggal yang terdiri atas dua suku
kata, tiga suku kata, dan jarang yang terdiri atas empat
suku kata.
b. Kemungkinan bentuk kompleks (rumit) itu dapat diperinci
lagi dengan kemungkinan bentuk sebagai berikut
(a) bentuk berulangan murni;
(b) bentuk perulangan bersambung dengan berbagai imbuhan
(afiks) dan kombinasinya
(c) bentuk perulangan berubah bunyi, yang pada umumnya
perubahan itu hanya meliputi perubahan bunyi vokal;
(d) bentuk perulangan sebagian dengan tiga kemungkinan
(1) perulangan sebagian yang bersambungan,
(2) perulangan sebagian dengan bentuk dwipurwa ; dan
(3) perulangan sebagian dengan bentuk dwiwasana;
(e) bentuk pemajemukan (compound words) dengan pola
struktur berikut.
MA + MU
MU + MA
Keterangan : MA morfem asal
MU morfem unik
36
sifat itu sendiri. Pembicaraan ciri sintaksis kata sifat akan
digabung menjadi satu tidak dipisahkan menjadi ciri frase, ciri
fungsi, dan sebagainya.
Adapun ciri-ciri sintaksis kata sifat itu adalah sebagai
berikut.
a. Umumnya kata sifat terletak dibelakang kata benda. Hal
mi tidak berarti bahwa kata sifat tidak dapat terletak di
muka kata benda. Hal mi dapat terjadi kalau penutur ingin
memberi penekanan atau penonjolan (topikailsasi) pada
keadaan atau sifat frase benda itu sendiri. Contoh : jelema
polos 'orang polos'.
b. Kata sifat dapat diikuti oleh kata gati 'sekali, sajaan
'sekali', pesan 'amat', 'sekali'. Ketiga kata itu bersifat padanan
(sinonim) yang memberi sifat mengeraskan (intensitas)
kepada sifat bendanya.
Contoh
Anak alep [anak alap] 'anak kalem' bisa dikeraskan menjadi
anak alep gati/sajaa/pesan 'orang kalem sekali
Kulitne putih pesan [kulitne putih pasan] 'kulitne putih
sekali'
ia sugih gati [ia sugih gati] ia kaya sekali'
Kata-kata penegas gati, sajaan, pesan bukanlah ciri khas
atau ciri khusus kata sifat sebab tambahan kata penegas itu
dapat pula mengikuti kata keterangan (adverb) seperti contoh
berikut mi.
Ia malaib gangsar gati.
# ia malai gajsar gati#
'Ia lari cepat sekali'.
37
I Made magendeng dueg gati/sajaan/pesan.
# i made magendij duag gatilsajaanlpesan#
'I Made bernyanyi pintar sekali'.
RR
Kalimat di atas tidak gramatikal. Kalimat itu baru dapat dipahami
setelah kata sifat barak 'merah' diubah (diprosesmorfologiskan)
menjadi barakang 'merahkah'. Perubahan kata sifat barak
'merah' menjadi barakang 'merahkah' telah mengalami proses
morfologis sehingga tejadi derivasi yang mengubah kategori kata
sifat menjadi kategori kata kerja.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditandaskan bahwa ciri
semantik itu tampaknya paling dominan melekat dalam kata
sifat bahasa Bali, sedangkan ciri dalam bidang struktur seperti
ciri morfologis dan ciri sintaksis keadaannya kurang begitu jelas.
Hal itu berkaitan dengan adanya derivasi yang membawa
kecendrungan berubahnya kategori kata sifat menjadi kelas kata
lain seperti terlihat pada perubahan kata barak 'merah' menjadi
barakang 'merahkan'.
39
BAB III
PERISTIWA MORFOLOGIS KATA SIFAT BARASA BALI
40
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai
sistem afiksasi kata sifat bahasa Bali, berikut mi akan
diketengahkan satuan afiks yang terlihat dalam proses morfologi
katasifat bahasa Bali.
3.1.1 Prefiks
1) Prefiks (ma-)
(1) Prefiks [ma-) mi melekat pada morfem pangkal, misalnya:
kenyah [kan ah]—makenyah [makanah] 'berkilauan
kesir [kasir] - makesir [mkasir] kerbau'
kenyeb [kanab] —makenyeb [makaneb] 'mengkilap'
joijol [joijol] - majoijol [m joijol] 'dalam keadaan bertimbun'
jeijel [ j lj I] - majeijel {m j Iji] 'penuhsesak'
waset [waset] - mawaset [m waset] 'nekad'
41
bawak [bawak] —mamawak [mamawak] 'putus asa'
KSB makenyeb
/
1",\
PR MD/MP ma- kenyeb
Keterangan
KSB . kata sifat bersambung
PR prefiks
MP morfem pangkal
MD morfem dasar
42
MP
ma- KB •4I:]
KS
LKBL
Keterangan
MP morfem pangkal
KB kata benda
KS kata sifat
KBL kata bilangan
2) Prefiks (pa-)
Dalam pembentukan kata sifat bersambungan bahasa Bali,
prefiks (pa-) mi terbatas sekali produktivitasnya. Prefiks (pa-)
hanya melekat pada morfem pangkal atau prakategorial dan
morfem kata sifat.
Contoh
glayah [glayahl ---> paglayah [paglayah] 'dalam keadaan
bertelentangan'
glawir [glawirl ---> paglawir [paglawirl 'berjuntai'
tianjuk [tianjuk] ---> patlanjuk [patlanjuk] 'sembraut'
gletak [gletak] ---> pagletak [pagletak] 'bertebaran'
claduk [claduk] ---> pacladuk [pacladuk] 'campur-baur
dan berhamburan
crenggeh [crengehi ---> pacrenggeh [pacrengehi 'tidak
teratur'
43
clompong [c1ompo] ---> paclompong [pacomp1o] 'Kea-
daannya berlubang-lubang'
glayut [glayut] ---> paglayut [paglayut] 'dalam keadaan
bergantungan'
Konstruksi Contoh
KSB paglayut
PR MP/MD pa glayut
MP
pa MD ---> KSD
44
3.1.2 Sisipan (-urn )
Dalarn proses morfologi kata sifat bahasa Bali hanya
dijumpai infiks (sisipan) (-urn) yang melekat pada morfem dasar.
Misalnya pada morfern dasar seken 'terang, jelas' . Pemakaiannya
terbatas pada kehidupan sastra, dan produktivitas bentukan mi
terbatas sekali.
Contoh
Seken [ s k n I - surneken [surnakan] 'sernakin terang
atau semakin jelas'
3.1.3 Sufiks
Bentuk sufiks cukup banyak terdapat dalarn bahasa Bali.
Dalarn proses morfologi kata sifat bahasa Bali, hanya sufiks ( -
an) yang sanggup secara rnandiri membentuk kata bersambung.
Mengeni sufiks mi coba perhatikan contoh kalimat berikut.
Mirip jajane ento rnanisan rasanne.
# mirib jajane anto manisan rasanne#
'Barangkali jajan itu lebih manis rasanya'.
45
Dalam proses pembentukan kata sifat bersambungan bahasa
Bali sufiks [-an) mempunyai alomorf I-nan!. Alomorf itu muncul
apabila sufiks [-an) melekat pada morfem dasar yang suku akhirnya
terbuka bersuara.
Misalnya
malu [malu] ---> malunan [malunan] 'lebih dulu';
gede [gade] ---> gedenan [gadenan] 'lebih besar';
nguda [uda] ---> ngudanan [judanan] 'lebih muda';
Hu [liyu] ---> Hunan [liyunan] 'lebih banyak';
dawa [dawa] ---> dawanan [dawanan] 'Iebih panjang';
MB SF manis -an
KSB an
[ MD
KS
3.1.4 Konfiks
Pengertian konfiks dalam peristiwa morfologis ialah
melekatnya afiks pada posisi awal dan posisi akhir secara bersama.
Terdapat beberapa isti]ah yang digunakan dalam analisis bentuk
bahasa yang mengacu pada pengertian konfiks itu. Misalnya,
46
istilah simulfiks dan ambifiks. Konfiks yang terlibat dalam
pembentukan kata sifat bersambungan ialah sebagai berikut.
Konstruksi Contoh
KSB kapanesan
47
Apabila disubstitusikan, bentuk itu dapat digambarkan
dengan bagan seperti berikut.
ma- MP -an
KSB
ka KS -an
49
Misalnya
gede [gade] ---> pa + n (g) ede [paade} 'paling besar'
dueg [duwag]---> pa + n (d) ueg [panuwag] 'paling pintar'
bawak [bawak] ---> pa + m (c) enik [pamawak] 'yang paling
kecil'
cenik [canik] ---> pa + fly (c) enik [pnanik] 'yang paling kecil'
belog [balog] ---> pa + m (b) clog /pamalog/ 'yang paling bodoh'
50
Pembicaraan mengenai perulangan kata sifat pada sub bab
3.3. mi pada dasarnya merupakan kelengkapan dari uraian kata
ulangbahasa Bali pada pasal 2.3.2.1 di muka. Uraian pada pasal
2.3.2.1 itu dapat dipandang sebagai pola umum struktur bentuk
perulangan bahasa Bali.
Kata sifat bahasa Balia umumnya selalu dapat diikuti oleh
kata pesan [pasan] 'sangat' gati [gati] 'sekali', dan sajan [sajan]
'benar-benar'. Kalau dilihat dalam sistem perulangan, kata sifat
mi dapat diulang dan dapat diapit oleh awalan dan akhiran (se-
-ne). Tentu masih banyak ciri kata sifat yang lain seperti
sudah dibicarakan dimuka. Dengan ciri seperti yang disebutkan
di atas, sudah dapat ditentukan kata sifat .dalam bahasa Bali.
Berdasarkan kata sifat itu ---> seperti kata jegeg [jagegi
'cantik'-'cantik' ---> sudah dapat dikatakan bahwa kata sifat dapat
diikuti oleh kata pesan [pasan] atau gati [gati] yang keduanya
berarti sangat oleh sebab itu, akan terbentuk jegeg pesan [jageg
pasan] atau jegeg gati [jageg gati] yang artinya 'cantik sekali'
atau 'sangat cantik'. Demikian pula, kalau diulang kata itu dapat
diapit oleh awalan dan akhiran (se-. ..-ne) 'Se-...- nya' sehingga
menjadi sejegeg-jegegne [sajageg jagegnell 'secantik-cantiknya'.
Kata sifat bahasa Bali umumnya berupa morfem dasar
atau morfem asal. Apabila kata sifat itu mengalami proses afiksasi
jenis kata itu sering berubah menjadi kata kerja atau kata
benda. Akan tetapi, ada kalanya pula kata sifat itu tidak berubah
jenis walaupun mengalami proses aflksasi. Kata barak 'merah'
sebagai morfem asal (dasar) kata sifat apabila dibubuhi akhiran
(-an) jenisnya berubah menjadi kata kerja barakang [baraka9]
'merahkan'. Demikian pula, dalam contoh yang lain, jika kata
gede [gade] 'besar' sebagai morfem dasar kata sifat dibubuhi
akhiran (-an), kata itu berubah menjadi kata kerja gedeang
[g3dea] 'besarkan'. Kata itu juga bisa berubah menjadi kata
benda apabila dibubuhi awalan (pa-) sehingga akan terjadi bentuk
pengede [pa9ade] 'pembesar'. Akan tetapi, apabila morfem dasar
kata sifat gede [gade] 'besar' mi diikuti oleh akhiran (-an)
'lebih',kata itu akan tetap jenisnya sebagai kata sifat, yaitu menjadi
gedean [gadean] atau gedenan [gadenan] 'lebih besar'. Dengan
51
demikian, ada kata sifat yang tidak berubah jenis katanya setelah
mendapat irnbuhan.
Ada pula kata sifat yang tidak berubah jenisnya setelah
mengalami proses pernajernukan. Sebagai contoh setelah mor-
fern dasar kata sifat peteng [pata] 'gelap' digabung dengan
morfern unik dedet [dadat] '...', gabungan kata itu menjadi peteng
dedet [pata9 dadat] 'gelap gulita'. ternyata jenis kata gabung itu
tetap sebagai kata sifat. Kata sifatjenis mi karni sebut kata sifat
majemuk.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kata sifat
bahasa Bali apabila dipandang dari segi bentuknya dapat
dibedakan menjadi (1) kata sifat dasar, (2) kata sifat berirnbuhan,
(3) kata sifat ulang, dan (4) kata sifat majemuk. Setelah data
yang terkurnpul dianalisis, kita dapat mengatakan bahwa tidak
sernua bentuk kata sifat dalarn bahasa Bali dapat mengalarni
proses pengulangan. Kata sifat majernuk tidak rnengalarni proses
pengulangan. Dengan dernikian, kata sifat ulang dapat dibagi
rnenjadi dua, yaitu (1) perulangan kata sifat bentuk dasar dan
(2) perulangan kata sifat berimbuhan.
52
adeng-adeng [adeB ade] 'pelan'pelan' bentuk dasarnya
adeng [adeBil 'pelan
joh-joh [joh joh] 'jauh-jauh' bentuk dasarnya joh [johil jauh'
gelem-gelem [galam gal am] 'sakit-sakit' bentuk dasarnya
gelem [galam] 'sakit'
liu-liu [liyu liyu] 'banyak-banyak' bentuk dasarnya liu
[liyu] 'banyak
tegeh-tegeh [tagah tagah] 'tinggi-tinggi' bentuk dasarnya
tegeh [tagah] 'tinggi'
linggah-linggah [1ijgah li9gah] 'luas-luas' bentuk dasarnya
linggah [Iigah] 'luas'
dawa-dawa [dawa dawa] 'panjang.panjang' bentuk dasarnya
dawa [dawa] 'panjang'
cenik-cenik (canik canik) 'kecil-kecil' bentuk dasarnya
dawa [dawa] 'panjang'
53
bentuk dasarnya kerimik [karamak] 'berbicara tidak jelas'
54
berupa kata sifat berimbuhan, dengan akhiran (-an) dengan arti
'lebih'
Contoh
55
joh-johan [joh johan] 'lebih jauh-jauh bentuk dasarnya
johan [johan] 'Iebih jauh'
bawak-bawakan [bawak-bawakan] 'lebih pendek-pendek
bentuk dasarnya bawakan [bawakan] 'lebih pendek'
berag-beragan [barag baragan] 'lebih kurus-kurus' bentuk
dasarnya beragan [baragan]'lebih kurus
lais-laisan Pais laisan] 'Iebih laris-laris' bentuk dasarnya
laisan [laisan] 'lebih laris'
56
ngalang-ngalangang kplaD galaDagl'makin terang' bentuk
dasarnya galang [gala] 'terang'
nialiang-liangan [malia liaDan] 'saling bersenang' bentuk
dasarnya hang [liya] 'senang'
ngelingsir-ngelingsirang [Uali9sir rjalijsiran] makin sore'
atau makin tua'bentuk dasarnya lingsir [lisir] 'sore, tua'
sabagus-bagusne [sabagus bagusnel 'sebagus-bagusnya
bentuk dasarnya bagus [bagus] 'bagus'
sejoh-johne [sajoh johne] 'sejauh-jauhnya' bentuk dasarnya
joh [Joh] 'jauh'
57
3) Keeratan konstruksi majemuk itu ditentukan oleh ciri dan
sekurang-kurangnya satu konstituen yang memperlihatkan
asosiasi (afinitas) yang konstan itu terwujud melalui pola
kombinasi morfem dasar yang merupakan konstituen
konstruksi majemuk sebagai berikut :.
a) sekurang-kurangnya satu morfem dasar memperlihatkan
diri tidak produktif;
b) sekurang-kurangnya satu morfem dasar merupakan
bentuk unik;
c) sekurang-kurangnya satu morfem dasar merupakan
morfem terikat namun tidak tergolong sebagai bentuk
afiks.
4) Sebagai pangkal tolak penelitian lebih lanjut terhadap ciri-
ciri konstruksi majemuk, terutama menurut derajat
kepukalannya dapatlah dibuat daftar semua konstruksi
menurut kontinum kepukalan.
5) Oleh karena batas-batas dalam suatu kontinum tidak jelas
maka terdapatkan konstruksi-konstruksi peralihan (inter-
mediary form) antara yang jelas bersifat majemuk dan yang
jelas bersifat frase. Masalah penamaan bagi golongan
konstruksi mi perlu memperoleh kesepakatan lebih lanjut
(Masinambouw), (penyunting), 1980:72-73).
59
kiuk] 'tua renta' di dalam contoh kalimat di atas. Bentuknya
terdiri atas morfem asal tua [tuwa] 'tua' dan morfem unik cakiuk
[cakiuk] yang tidak jelas artinya. Setelah kedua kata itu digabung
ternyata timbul satu arti, yaitu 'tua renta'. Sesuai dengan konsep
kata majemuk yang telah diuraikan di depan, gabungan kata
itu pun dapat dimasukkan ke dalam kata majemuk.
Dari kedua contoh diatas jelaslah bahwa arti yang dikandung
setiap unsur kata dalam suatu gabungan kata itu sudah terdesak
sehingga arti unsur itu masing-masing tidak terasa lagi. dengan
demikian, kalau dilihat dari segi arti, kata sifat majemuk
mengandung suatu arti baru yang lain dengan arti yang dikandung
oleh setiap unsurnya. Arti yang dikandung setiap unsurnya tidak
menonjol lagi.
61
sekali. Di samping itu, salah satu unsurnya dapat menggantikan
distribusi kata majemuk tersebut dan tidak bisa dihilangkan.
Hal mi dapat diperjelas dengan contoh kalimat di bäwah mi.
I Rai mabaju kuning melencing.
# rai mbaju kuning malncing #
'I Rai berbaju kuning sekali.'
Di dalam contoh kalimat di atas ditemukan sebuah kata
majemuk kuning malencing [kunin malanci] 'kuning sekali'
yang terdiri atas dua unsur yaitu kuning [kuniD] yang berarti
kuning dan malencing [malnci9] yang tidak jelas artinya. Unsur
kuning [kuni] dapat menggantikan distribusi kata majemuk
kuning malencing [kunij malanciji 'kuning sekali' dan unsur
mi tidak dapat dihilangkan. Hal mi dapat dibuktikan sebagai
berikut.
I rai mabaju kuning malencing.
# i rai mabaju kunnij m 1ancij #
'I Rai berbaju kuning sekali'.
62
bahwa kata malencing [malanciI dapat dihlangkan. Unsur yang
dapat menggantikan distribusi kata majemuk dan tidak dapat
dihilangkan disebut unsur pusat, sedangkan unsur yang tidak
dapat menggantikan distribusi kata majemuk dan dapat
dihilangkan disebut unsur atribut. Kalau diperhatikan dalam
contoh diatas, yaitu kata sifat majemuk kuning malencing [kuni
malancij] kuning sekali' unsur kuning 'kuning' sebagai unsur
pusat dan malencing [malancin] sebagai atribut. Unsur pusat
merupakan unsur yang diterangkan dan unsur atributif sebagai
unsur yang menerangkan. Jenis kata majemuk mi disebut kata
majemuk endosentrik, Kata sifat majemuk bahasa Bali
kebanyakan berupa kata mejemuk endosentrik, sedangkan kata
sifat majemuk eksosentris tidak ditemukan dalam penelitian mi.
Dari data yang terkumpul tampaklah bahwa kata sifat
majemuk bahasa Bali kebanyakan termasuk kata sifat majemuk
endosentrik karena salah satu unsurnya sebagai unsur pusat,
sedangkan unsur lainnya sebagai atribut.
Contoh
berag tegres [barag tegres] 'kurus sekali'
gadäng melengkang [gada.B mlnka] 'hijau sekali'
pakeh ngelek [pakah jlk] 'asin sekali'
pelung inggung [paluD igu] 'biru sekali'
kembang lelem [kmbaD lemlem] 'pusat pasi'
nyunyur manis [fluñur manis] 'manis sekali'
lumlum gading [lulum gadi] 'putih kekuning-kuningan'
janjang jamprah Uaniaj jamprah] 'sombong sekali'
manis melenyad [manis mla?id] 'manis sekali'
peteng dedet [patj ddt] 'gelap gulita'
tegeh ngalik [tagah lik] 'tinggi sekali'
putih nyentak [putih ?intak] 'putih sekali'
tuh naraktak [tiih naraktak] 'kering sekali'
tuh gaing Ruh gain] 'kering kerontang'
63
i I'1
FUNGSI DAN ARTI MORFOLOGIS
KATA SWAT BA}IASA BALI
64
dan arti setiap afiks yang terlihat langsung dalam proses morfologis
kata sifat bahasa Bali itu.
65
3) Bentuk dasar kata bilangan mendapat prefiks
{ma(N)-J
besik [basik] - mamesik [mamasik] 'bulat'
Berdasarkan contoh proses morfologis bentuk dasar diatas
dapat diketahui bahwa fungsi prefiks itu adalah sebagai pembentuk
kata kerja intransitif serta mengubah kelas kata sifat, kata benda,
dan kata bilangan menjadi kelas kata kerja.
MM
a) Oposisi mutlak seperti makna kata hidup dan mati;
b) Oposisi jenis, seperti bunga mawar, cempaka, anggrek,
dahlia, kenanga, mas, perak, tembaga, dan kuningan;
C) Oposisi bentuk, seperti tiwas, sugih, gede, cantik, panjang,
pendek, dalem, dan deken;
d) Oposisi hubungan, seperti guru, murid, panak, bapa,
luanan, dan teben;
e) Oposisi hirarki, seperti sa, dua, telu; sentimeter, desi-
meter, dan meter; dan
f) Oposisi terbalik, seperti mirib, konden, suba, makejang,
mcli, dan ngadep (Hakim dkk., 1979:71-78).
Selain pokok pikiran di atas, masih ada cara lain yang
dimaksudkan mi berorientasi pada pengalaman sejarah, tujuan,
dan perasaan pemakai bahasa Indonesia (Parera, 1976:4).
Selanjutnya Parera menggolongkan ragam makna berdasarkan
hubungan pemakaian bahasa Indonesia atas beberapa macam.
Sistem penggolongan mi sudah barang tentu ada relevansinya
dengan bahasa Bali, mengingat bahasa Bali dan bahasa Indone-
sia berasal dari rumpun bahasa Austronesia. Macam-macam makna
dalam kehidupan bahasa adalah sebagai berikut.
1) Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara
eksplisit. Orang lain menyebutkannya dengan istilah makna konsep
atau makna lugas, misalnya luh 'perempuan', muani 'laki', buruh
'buruh', petani 'petani', yeh 'air, dan kayu 'kayu'.
2) Makna Asosiatif
Makna asosiatif mi berhubungan erat dengan ruang lingkup
masyarakat pemakai bahasa. Menurut parera makna mi
berhubungan dengan pribadi pemakai bahasa, perasaan pemakai
bahasa, nilai- nilai masyarakat pemakai bahasa itu sendiri. Makna
asosiatif itu masih dapat dibedakan atas beberapa macam sebagai
berikut.
67
(1) Makna Konotatif
Orang lain sering menyebut makna mi dengan istilah makna
tambahan. Contohnya sebagai berikut.
beling 'mengandung' sering disebut mobot 'hamil'; gede
'besar' disebut ageng, agung 'besar; mati 'mati' sering
disebut seda, padem, mantuk.
Contoh
buah basang 'anak kandung'
bungan keneh 'kesayangan, buah hati'
langsing lanjar 'tinggi semampai'
jegeg ngoler 'cantik jelita'
gede gangsuh 'tinggi besar'
kembang lelem 'pucat pasi'
(5) Makna Iriterpretatif
Makna mi berhubungan dengan penafsiran dan tanggapan
Contoh data belum ditemukan.
Bertitik tolak dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik
suatu konsep umum tentang makna itu menjadi dua pokok pikiran
utama, yaitu makna denotatif dan makna konotatif (Poedjosoe-
darmo dkk., 1981:84).
Kembali pada pokok masalah, yakni masalah arti leksikal
dan arti gramatikal. Jika diperhatikan dari ruang lingkup masalah
arti leksikal itu, pada dasarnya segala sesuatunya masih mengacu
pada pokok pikiran di atas, yaitu dalam hubungan makna denotatif,
makna konsep, atau makna lugas. Konsep arti leksikal itu identik
dengan arti pokok atau arti yang lebih kurang tetap terkandung
dalam kata-kata. (Bandingkan pendapat Poerwadarminta, 1979:40;
Jendra, 1980:61; dan Ramlan, 1976:77), misalnya lima tangan',
baju 'baju', umah 'rumah', desa 'desa', jagung 'jagung', ant
'sabit', tambah 'cangkul'.
Adapun mengenai pengertian arti gramatikal memang agak
berbeda dengan arti leksikal di muka. Yang dimaksud dengan
arti gramatikal ialah arti yang timbul sebagai akibat dari peristiwa
gramatis (Ramlan, 1976:77). Pihak lain ada yang memberi
pengertian sebagai arti yang berdasarkan peristiwa gramatika
karena adanya awalan, sisipan, dan akhiran (Poerwadarminta,
1979:40).
Dalam pembicaraan mengenai fungsi dan arti morfologi
kata sifat bahasa Bali, masalah fungsi dan arti gramatikal patut
juga mendapat perhatian karena ada kaitannya dengan struktur
bentuk serta arti yang didukungnya.
zu
4.3.1 Prefiks
1) Prefiks (ma-)
(1) Prefiks (ma-) melekat pada morfem pangkal. Untuk
lebih jelasnya perhatikan contoh kalimat berikut mi.
a. Uli joh suba ngenah makenyah kamben sarunge ento.
# uli joh suba janah makanah kamban saruje anto#
'Dari jauh sudah kelihatan berkilauan kain sarung itu.'
70
# ulihan sai-sai uweliria taken bapane jani iya mawawak
milu matransmigrasi #
'Karena sering dimarahi oleh ayahnya sekarang ia nekad
turut bertransmigrasi.'
71
2) Prefiks [pa-]
(1) Prefiks [pa-] melekat pada modem pangkal, seperti
dalam kalimat berikut.
a. Inguh icang ningalin panganggo panake makejang
pagletak di kamar.
# iuh ica_g nija1in paija9gon panake makajan pagletak di
kamar#
'Bingung saya melihat pakaian anak-anak semua berserakan
di kamar.'
72
Contoh
la suba pangeden jelemane dm1.
#iya suba paden jiamane dini#
'Ia orang yang paling besar di sini.'
4.3.2 Infiks
Infiks yang ada dalam bahasa Bali adalah infiks (-ma).
Afiks mi terbatas sekali produktivitasnya dalam proses
pembentukan kata sifat bersambungan bahasa Bali. Pada
penelitian mi diketengahkan hany satu contoh saja. Misalnya
Apang sumeken ja cening nglegaang barange ento
teken bapa.
# apaq sumakan ja caniB UglagaaD bara9e anto taken bapa#
'Supaya mekin jelas anak mengikhlaskan barang itu kepada
bapak.'
73
Fungsi (-urn) membentuk kata sifat bersambungan, yang artinya
semakin jelas (terang).
4.3.3 Sufiks
Dalarn proses pembentukan kata sifat bersambung bahasa
Bali hanya sufiks (-an) yang memainkan peranan. Melekatnya
terbatas hanya pada morfem dasar kata sifat seperti contoh berikut.
4.3.4 Konfiks
Dalarn proses pembentukan kata sifat bersambungan bahasa
74
Bali, terdapat dua konfIks yang memainkan peranan. Konfiks
itu ialah (ma/-an) dan (ka-I-an)]. Untuk mengetahui fungsi dan
arti dari afiks diatas baiklah periksa contoh berikkut.
1) Konfiks (ma-/-an)
Kemampuan melekat konfiks mi dalam rangka pembentukan
kata sifat bersambungan, terbatas pada morfem pangkal saja,
dan produktivitas agak terbatas.
2) Konfiks (ka-/-an)
Konfiks mi mampu melekat hanya pada morfem dasar kata
sifat dalam proses pembentukan kata sifat bersambungan.
Misalnya
a. Mirib ia jani kapanesan tulang.
75
# mirib ia jani kapanasan uta #
'Barangkali ia sekarang susah karena utang.'
76
4.4.1 Arti Jamak
Arti jamak dalam perulangan kata sifat menunjuk pada
jumlah benda yang diterangkan oleh kata sifat itu. Akibat
perulangan kata sifat yang menerangkan benda yang diikutinya
dapat diketahui bahwa benda itu lebih dari satu walaupun benda
itu tidak diulang. Beberapa contoh dapat dilihat dalam kalimat-
kalimat dibawah mi.
Ia ngelah sampi berag-berag.
#iya Dalah sampi barag barag#
'Ia mempunyai sapi. kurus-kurus.'
77
berikut perulangan kata sifat mempunyai makna penekanan.
ME
la mategenan masiteng-sitengan.
it ja mtgnan masita sitajan#
'Mereka memikul mengadu kekuatan.'
Ia mandaar makereng-kerengan.
# iya madaar mkaraD karaan#
Mereka makan saling mengadu kekuatan.'
79
Majang-majangang gobane nyegegang.
# maja3 majaga.3 gobane nagegan #
'Makin remaja rupanya makin cantik.'
Ia ngomong papolosan.
# iyD gomogpapolosan #
Ia berbicara sejujurnya.'
La magae sasepian.
# iya magae ssapiyan #
'la bekerja menyepi (tidak memberi tabu siapa-siapa).'
M
.
BABY
KESIMPULAN
RN
pada makna ciri. Pengertian ciri hanya mengacu pada bentuk
dan makna, sedangkan corak mencakup juga tentang sistem
cananic form (persukuan) kata sifat bahasa Bali yang terdiri
atas satu suku, dua, tiga, dan empat khususnya bagi bentuk
tunggal.
Untuk bentuk kompleks disinggung mengenai tipe kata
ulang yang menyatakan sifat atas beberapa bagian, yaitu kata
ulang yang sifatnya utuh, kata ulang partial, kata ulang
berubah bunyi, kata kata ulang dwipurwa, dan kata ulang
dwiwasana. Rangkaian peristiwa kata ulang menjadi beberapa
tipe itu dimanifestasikan lewat konstruksi diagram pohon.
Sesudah mengetengahkan tipe-tipe perulangan, lalu
rnenyusul uraian sistem pemajemukan bahasa Bali. Hal itu penting
dalam rangkaian pengenalan struktur bentuk kompleks kata sifat
bahasa Bali keseluruhan.
Selain dari asfek diatas, pada bagian corak dikemukakan
juga kerangka umum struktur bentuk kata bersambungan kata
sifat bahasa Bali, misalnya mengenai bentuk dasar atau morfem
dasar/morfem pangkal sebagai satuan dan bentuk tunggal yang
rnembangun kata sifat bahasa Bali bersambungan. Bentuk dasar
itu dalam perkembangan berikutnya dapat bertumbu pada kelas
kata lain diluar kelas kata sifat, di dalam membentuk kata
bersambungan, misalnya kelas kata benda, kata kerja, dan kata
bilangan.
Penjabaran mengenai peristiwa morfologis yang merangkum
masalah afiksasi berupa penambahan afiks tertentu pada bentuk
dasar, uraian tentang terjadinya morfofonemis, dan masalah
periilangan, pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih
terperinci dari pada uraian sebelumnya. Semuanya itu diuraikan
sebagaimana terlihat pada bab III.
Dalam proses morfologis kata sifat bahasa Bali, tidak semua
afiks bahasa Bali terlibat didalamnya, melainkan hanya beberapa
buah. penambahan afiks dikelompokkan atas empat bagian sebagai
berikut.
1) Prefiks
Satuan prefiks yang ikut membentuk kata sifat bahasa
Bali bersambungan hanya terdiri atas (ma-) dan (pa-1.
2) Infiks
Satuan infiks yang ikut memainkan peranan penting dalam
pembentukan kata sifat bersambungan hanya (-urn-1. Pemakaian
infiks mi sangat terbatas.
3) Sufiks
Satuan sufiks yang terlibat dalam pembentukan kata sifat
bersambungan ialah sufiks (-an).
4) Konfiks
Satuan konfiks yang ikut membentuk kata sifat bersam-
bungan ialah sebagai berikut : [pa-...+ -an] ; [ma-...+ -an]; dan
[ka-...+ -an].
Dalam membicarakan masalah perulangan, terdapat
beberapa topik yang mendapat perhatian. Topik pertama ialah
mengenai perulangan morfem dasar yang mencakup juga
perulangan morfem dasar berubah bunyi. Topik yang lain ialah
perulangan kata sifat berimbuhan yang mencakup perulangan
berimbuhan seluruhnya dan perulangan sebagian.
Topik yang tidak kalah pentingnya dalam membangun
bentuk komplek kata sifat bahasa Bali ialah pemajemukan. Dalam
masalah pemajemukan mi diketengahkan ciri-ciri tertentu dalam
usaha mengidentifikasi kata majemuk bahasa Bali, penelitian
mi berorientasi pada pokok pikiran Masinambouw (penyunting)
dalam buku berjudul Kata Majemuk 1980.
Bidang fungsi dan arti juga mendapat perhatian dalarn
penelitian ini. Fungsi yang diungkap hanya menyangkut fungsi
gramatikal yang terbatas pada distribusi morfologis.
Pembicaraan tentang arti dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu arti leksikal dan arti gramatikal. Masalah arti dalam
kehidupan bahasa sesungguhnya menyangkut hal yang sangat
rumit dan sukar.
Sudah banyak diketengahkan teori tentang arti atau makna.
Dari sekian konsep tentang arti atau makna itu, dapat ditarik
dua konsep umum, yaitu arti denotatif dan arti konotatif.
Dalam menjabarkan proses morfologis kata sifat bahasa
Bali, arti gramatikal yang cukup banyak mewarnai uraian dalam
penelitian mi. Hal itu berkaitan erat dengan proses transposisi
kelas kata yang satu ke kelas yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
RE
.1980 "Pengantar Ringkas Linguistik Umum" Jilid I.
denpasar: Lembaga Penelitian Dokumentasi dan
Publikasi Fakultas Sastra Universitas Udayana.
laut Java
audra Indonesia
I
CT-
pen.litiafl Skala: I :... ........
Lampiran 2
INSTRUMEN PENELITIAN
MORFOLOGI KATA SWAT BABASA BALI
1. Tape Recorder
Instrumen mi sangat membantu dalam merekam data primer
yang berasal dari bahasa lisa yang diucapkan informan.
Hasil rekaman itu kemudian ditranskripsikn ke dalam
ejaan yang memakai hurup latin.
2. Kartu
Selain tape recorder,•kartu-kartujuga besar kegunaannya
untuk membantu pengumpulan data. Dalam penelitian mi
tidak digunakan ragam warna kartu, tetapi hanya kartu
putih saja, itu pun sifatnya sementara saja.Untuk lebih
jelasnya diberikan sistem pengartuan sebagai berikut.
(1)
Ki kaset No.1
nad bunganne# Ni nama informasi
'pohon jeruk tampak menjadi A side A
putih karena lebat bunganya.' 7 putaran ke 7
(2)
gobane == K1 kaset No.2
#makejan goban panakne Ni nama informan
denel-denel# B side B
'semua wajah anaknya cantik-cantik. 12 putaran ke-12
(3)
muane == K2 kaset No. 2
# muwanne kamban lEmlEm# Ni nama informan
'mukanya pucat sekali' A side a
Ki. Ni. B/19 19 putaran ke -19
3. Pedoman wawancara
Setiap petugas lapangan yang akan mengumpulkan data
terlebih dulu harus membekali diri dengan keterampilan
berwawancara dengan para informan. Pertama petugas
lapangan harus mampu menciptakan suasana keakraban
dengan lingkungan informan. Kedua petugas lapangan harus
tahu memanfaatkan waktu dan tempat dalam berwawancara
derigan kesanggupan memberi umpan balik pada setiap
topik pembicaraan, yang bertumpu pada pola bahasa Bali
sebagai berikut.
91
INDIKATF AXTIFIPASJF
Polaal Q+ F
D + Q
a2 PR
+ SF
•r
Pola b Q + + Q
b2 PR
+ SF
Polac : Q + M + Q
D4fTL1
92
/JT R 7 rq 7