Morfologi Kata Sifat Bahasa Bali 107h

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 107

MORFOLOGI

KATA SWAT BAHASA BALI

P!! Q T
FE GEMJAr36
I
- - ---------

Oleh:
I Made Denes
Ketut Reoni
I Wayan Jendra
Nengah Madera
Ida Bagus Made Suasta

Departemen Pen didikan dan Kebudayaan


Jakarta
1991
ISBN : 979 459 166 1

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Sebagian atau seluruh isi buku mi dilarang diperbanyak dalam
bentuk apapun tanda izin tertulis dari penerbit, kecuali dalam
hal pengutipan untuk keperluan penulisan artikel atau karangan
ilmiah.

Staf Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah


Bali. Drs. Made Pasek Parwatha (Pemimpin Proyek), Drs. I Gede
Nyeneng (Sekretaris), I Made Suandhi (Benciharawan) dan I Ketut
Merta (Staf).

11
KATA PENGANTAR

Masalah bahasa dan sastra di Indonesia mencakup tiga


masalah pokok, yaitu masalah bahasa nasional, bahasa daerah,
dan bahasa asing. Ketiga masalah pokok itu perlu digarap dengan
sungguh-sungguh dan berencana dalam rangka pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia. Pembinaan bahasa ditujukan
kepada peningkatan mutu pemakaian bahasa Indonesia dengan
baik dan pengembangan bahasa itu ditujukan pada pelengkapan
bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi nasional dan sebagai
wahana pengungkap berbagai aspek kehidupan sesuai dengan
perkembangan zaman. Upaya pencapaian tujuan itu dilakukan
melalui penelitian bahasa dan sastra dalam berbagai aspeknya
baik bahasa Indonesia, bahasa daerah maupun bahasa asing;
dan peningkatan mutu pemakaian bahasa Indonesia dilakukan
melalui penyuluhan tentang penggunaan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar dalam masyarakat serta penyebarluasan berbagai
buku pedoman dan hasil penelitian.
Sejak tahun 1974 penelitian bahasa dan sastra, baik Indo-
nesia, daerah maupun asing ditangani oleh Proyek Penelitian
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, yang berkedudukan di Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. Pada tahun 1976 penanganan penelitian
bahasa dan sastra telah diperluas ke sepuluh Proyek Penelitian
Bahasa dan Sastra yang berkedudukan di (1) Daerah Istimewa
Aceh, (2) Sumatra Barat, (3) Sumatra Selatan, (4) Jawa Barat,
(5) Daerah Istimewa Yogyakarta, (6) Jawa Timur, (7) Kalimantan
Selatan, (8) Sulawesi Utara, (9) Sulawesi Selatan, dan (10) Bali.
Pada tahun 1979 penanganan penelitian bahasa dan sastra
diperluas lagi dengan 2 Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra

in
yang berkedudukan di (11) Sumatra Utara, (12) Kalimantan Barat,
dan tahun 1980 diperluas ke tiga propinsi, yaitu (13) Riau, (14)
Sulawesi Tengah, dan (15) Maluku. Tiga tahun kemudian (1983),
penanganan penelitian bahasa dan sastra diperluas lagi ke lima
Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra yang berkedudukan di (16)
Lampung, (17) Jawa Tengah, (18) Kalimantan Tengah, (19) Nusa
Tenggara Timur, dan (20) Irian Jaya. Dengan demikian, ada 21
Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra, termasuk proyek penelitian
yang berkedudukan di DKI Jakarta. Tahun 1990/1991 pengelolaan
proyek mi hanya terdapat di (1) DKI Jakarta, (2) Sumatra Barat,
(3) Daerah Istimewa Yogyakarta, (4) Bali, (5) Sulawesi Selatan,
dan (6) Kalimantan Selatan.
Sejak tahun 1987 Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra,
tidak hanya menangani Penelitian bahasa dan sastra, tetapi juga
menangani upaya peningkatan mutu penggunaan bahasa Indo-
nesia dengan baik dan benar melalui penataran penyuluhan bahasa
Indonesia yang ditujukan kepada para pegawaim, baik di
lingkungan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan maupun Kantor Wilayah Departemen lain dan
Pemerintah Daerah serta instansi lain yang berkaitan.
Selain kegiatan penelitian dan penyuluhan, Proyek Penelitian
Bahasa dan Sastra juga mencetak dan menyebarluaskan basil
penelitian bahasa dan sastra serta hasil penyusunan buku acuan
yang dapat digunakan sebagai sarana kerja dan acuan bagi
mahasiswa, dosen, guru, peneliti pakar berbagai bidang ilmu,
dan masyarakat umum.
Buku Morfologi Kata Sifat Bahasa Bali mi merupakan
salah satu hasil Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia
dan Daerah Bali tahun 1985 yang pelaksanaannya dipercayakan
kepada tim peneliti dari Balai Penelitian Bahasa dan Fakultas
Sastra Unud Untuk itu, kami ingin menyatakan penghargaan
dan ucapan terima kasih kepada Pemimpin Proyek Penelitian
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Bali tahun 1985 beserta
stafnya, dan para peneliti, yaitu I Made Denes, Ketut Reoni, I
wayan Jendra, Nengah Medera, Ida Bagus made Suasta.
Penghargaan dan ucapan terima kasih juga kami sampaikan

iv
kepada Dr. Hans Lapoliwa, M. Phil. Pemimpin Proyek Penelitian
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jakarta tahun 1991/
1992; Drs. K. Biskoyo, Sekretaris; A. Rachman Idris, Benda-
harawan; Drs. M. Syafei Zein, Nasim, serta Hartatik (Staf) yang
telah mengelola penerbitan buku mi. Pernyataan terima kasih
juga kami sampaikan kepada Amran Tasai penyunting naskah
buku mi.

Jakarta , Oktober 1991 Kepala Pusat Pembinaan dan


Pengembangan Bahasa

Lukman Ali

V
SAMIBUTAN KEPALA KANTOR WILAYAH
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROPINSI BALI

Setiap usaha yang diarahkan untuk memajukan bahasa,


baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah patut disambut
dengan baik. Bahasa sebagai alat komunikasi memainkan peranan
penting dalam menyalurkan aspirasi semangat pembangunan
bangsa, terutama dalam menempatkan dirinya sebagai wahana
untuk mengungkapkan nilai budaya bangsa. Sebagai lambang
identitas bangsa dan lambang kebanggaan nasional, keberadaan
bahasa itu hendaknya dibina dan dikembangkan, sehingga betul-
betul fungsional dalam setiap momentum pembangunan terutama
dalam rangka mencerdaskan bangsa menuju pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya.
Dalam hubungan mi hendaknya disadari bahwa tindakan
untuk meningkatkan fungsi sosial bahasa, akan dapat memberikan
sumbangan positif bagi pertumbuhan dan perkembangan
kebudayaan nasional misalnya dalam memupuk sikap solidaritas
masyarakat pendukungnya dalam mewujudkan persatuan dan
kesatuan bangsa. Untuk menopang usaha itu sudah barang tentu
diperlukan sarana penunjang antara lain berupa hasil penerbitan
atau buku. Buku yang mengetengahkan hasil-hasil penelitian
mempunyai arti penting bagi usaha meningkatkan minat baca
generasi muda.
Sejalan dengan itu, kami menghargai dan menyambut
gembira usaha pemimpin Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra
Indonesia dan Daerah Bali menerbitkan buku berjudul
MORFOLOGI KATA SWAT BAHASA BALI. Diharapkan hasil

vi
penerbitan mi dapat memperluas wawasan cakrawala ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa,guru, dosen, dan para ilmuwan,
khususnya di bidang kebahasaan dan kesastraan di negara kita.
Mudah-mudahan informasi yang disajikan dalam buku mi
dapat memberikan manfaat bagi nusa dan bangsa.

Denpasar, 4 Januari 1992

Kepala Kantor Wilayah Departemen


Propinsi Bali

AX

Drs. Dewa Putu Tengah


1" NIP 130240996

vii
UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucapkan puji sukur ke hadirat Tuhan Yang


Maha Esa, penelitian 'Morfologi Kata Sifat Bahasa Bali", akhirnya
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Hal itu dapat terlaksana
berkat adanya kerjasama yang baik antara petugas tim di satu
pihak dan peran serta instansi pemerintah di pihak lain.
Sesungguhnya penelitian morfologi kata sifat bahasa Bali
merupakan salah satu usaha untuk melestarikan nilai budaya
daerah yang sangat penting artinya bagi pembangunan negara
dan bangsa terutama dalam rangka pembinaan dan pengembangan
kebudyaan nasional di tanah air kita.
Penelitian mi terasa masih jauh dari sempurna. Hal itu
antara lain disebabkan oleh terbatasnya kemampuan di bidang
teori yang dipakai oleh tim peneliti. Oleh sebab itu tim tetap
terbuka menenima kritik yang membangun, demi sempurnanya
hasil penelitian mi.
Dalam melaksanakan tugas penelitian, tim telah menerima
banyak bantuan. Untuk itu, tim menyampaikan penghargaan
dan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Propinsi Bali dan
kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa atas kerja
sama yang baik di bidang penelitian ini. Mudah-mudahan apa
yang tersaji sekarang mi berm anfaat bagi kemajuan pangembangan
Bahasa Bali dan bahasa Indonesia.

Tim Penyusun

viii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . iii


SAMBUTAN.................................................................................vi
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................viii
DAFTARISI................................................................................ix
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG...............................xiii

Bab I Pendahuluan ..............................................1


1.1 Latar Belakang dan Masalah ....................1
1.1.1 Latar Belakang.............................................1
1.1.2 Masalah.........................................................3
1.2 Tujuan............................................................3
1.2.1 TujuanUmum ..............................................4
1.2.2 Tujuan Khusus .............................................4
1.3 Hasil Yang Diharapkan ...............................4
1.4 Teori Penelitian ............................................5
1.5 Metode dan Teknik ...................................... 6
1.5.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 6
1.5.2 Metode dan Teknik Pengolahan Data 7
1.6 Populasi dan Sampel ...................................7
1.6.1 Populasi.........................................................7
1.6.2 Sampel...........................................................7

lx
Bab II Corak Kata Sifat Bahasa Bali 9
2.1 Pengertian Kata Sifat ................................. 9
2.2 Penggolongan Kata Sifat ............................ 10
2.3 Bentuk Kata Sifat Bahasa Bali................. 11
2.3.1 Bentuk Tunggal ............................................ 13
2.3.2 Bentuk Kompleks ........................................ 15
2.3.2.1 Bentuk Perulangan Kata Sifat .................. 15
2.3.2.2 Kata Sifat Majemuk .................................... 31
2.3.2.3 Kata Sifat Bersambung............................... 33
2.4 Ciri Kata Sifat Bahasa Bali....................... 34

Bab III Peristiwa Morfologis kata Sifat Bahasa


Bali ................................................................ 40
3.1 Afiksasi Kata Sifat Bahasa Bali ............... 40
3 .1.1 Preuiks ............................................................ 41
3.1.2 Sisipan ( - urn) ............................................. 45
3 .1.3 Sufiks ............................................................. 45
3 .1.4 Konfiks ........................................................... 46
3.2 Proses Morfofonernik Kata Slfat Bahasa
Bali................................................................. 48
3.2.1 Proses Penambahan Fonem........................ 48
3.2.2 Proses Penghilangan Fonem ....................... 49
2.3.2 Proses Pergantian Fonern ........................... 49
3.2.4 Proses Pergeseran Fonem........................... 50
3.3 Perulangan kata Sifat................................. 50
3.3.1 Perulangan Kata Sifat morfem Dasar...... 52
3.3.2 Perulangan Kata Sifat Berimbuhan ......... 54

x
3.3.2.1 Kata Sifat Berimbuhan Ulang Seluruh 54
3.3.2.2 Kata Sifat Berimbuhan Ularig Sebagian 55
3.3.2.3 Kata Sifat Ulang mendapat Konfiks ........56
3.4 Pemajemukan Kata Sifat............................57
3.4.1 Ciri-ciri Kata Majemuk Kata Sifat Bahasa
Bali.................................................................57
3.4.1.1 Ciri Arti .........................................................59
3.4.1.2 Ciri Bentuk ...................................................60
3.4.2 Jenis Kata Sifat Majemuk .........................61

Bab W Fungsi Dan Arti Morfologis Kata Sifat


Bahasa Bali ................................................. 64
4.1 Pengertian Fungsi Gramatikal .................. 65
4.2 Pengertian Leksikal dan Gramatikal ....... 66
4.3 Fungsi dan Arti Afiks ................................. 69
4.3.1 Prefiks ............................................................ 70
4.3.2 Infiks .............................................................. 73
4.3.3 Sufiks ............................................................. 74
4.3.4 Konfiks ........................................................... 74
4.4 Arti Perulangan Kata Sifat........................ 76
4.4.1 Arti Jamak .................................................... 77
4.4.2 Arti Penekanan ............................................ 77
4.4.3 Perulangan Kata Sifat Yang meriyatakan
Saling Bersaing/Perbandingan ................... 78
4.4.4 Perulangan Kata Sifat Yang Menyatakan
Makin Menjadi ............................................. 79
4.4.5 Perulangan Kata Sifat Yang Menyatakan
Menyatakan Paling atau Lebih ................. 80

xi
4.4.6 Perulangan Kata Sifat Yang Menyatakan
dalam Keadaan.............................................81
BabV Kesimpulan .................................................83

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................87


LAM PIRAN I PETA PULAU BALI ....................................
LAMPIRAN II INSTRUMEN PENELITIAN MORFOLOGI
KATA SIFAT BAHASA BALI ....................89

xii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan

BB bahasa bali
MD morfem dasar
MA morfen asal
MU morfen unik
MP morfen pangkal
PR prefiks
SF sufiks
KS kata sifat
KM kata majemuk
KBL kata bilangan
KSB kata sifat bersambungan
KB kata benda
V vokal
K konsonan
a.l. antara lain

Lambang

# tanda untuk mengapit ucapan kalimat


(. ..... } tanda untuk mengapit kata yang diucapkan secara fonemis
[ ....... ] lambang fonetik
tanda untuk terjemahan kata di depannya
- tanda untuk menyatakan menjadi

xlii
BABI
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah


1.1.1. Latar Belakang
Bahasa Bali (BB) sebagai salah satu bahasa daerah di
kawasan Nusantara sudah sejak dahulu menarik perhatian para
ilmuwan karena disadarinya sampai sekarang bahwa bahasa itu
masih memiliki fungsi dan kedudukan yang cukup potensial dalam
kehidupan sehari-hari, baik sebagai bahasa ibu, bahasa pergaulan,
bahasa persuratkabaran, bahasa pengantar di tingkat permulaaan
sekolah dasar maupun sebagai sarana penyalur aspek seni budaya
Bali. Hal itu sejalan dengan aspirasi yang telah dirumuskan
dalam Politik Bahasa Nasional (1976: 5-6)
bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah,
bahasa-bahasa seperti bahasa Sunda, Jawa, Bali, Madura,
Bugis, Makasar, dan Batak berfungsi sebagai (1) lambang
kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, (3) alat
perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah.
Dalam hubungan dengan fungsi bahasa Indonesia, bahasa
daerah berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa nasional,
(2) bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu,
dan (3) alat pengembangan serta pendukung kebudayaan
nasional.
Setelah dilihat pentingnya kedudukan dan fungsi hahasa
Bali seperti disebutkan di atas, identitas bahasa Bali itu perlu
dipelihara, dibina, dan dikembangkan sehingga bahasa itu betul-
bentuk fungsional. Hal itu sejalan dengan penjelasan Undang-
Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, yang menyatakan bahwa"
bahasa-bahasa daerah yang masih dipakai sebagai alat perhu-
bui'igan dan dibina olteh masyarakat pemakainya, dihargai dan
dipelihara oleh negara karena bahasa-bahasa itu adalah bagian
dari kebudayaan Indonesia."
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa Bali,
sebenarnya telah banyak dilakukan penelitian mengenai struktur
bahasa Bali. Sifat penelitian setiap tahun telah memperlihatkan
kecenderungan yang lebih mengkhusus. Beberapa di antara
penelitian jtu merupakan hasil penelitian bangsa asing dan
selebihnya hasil penelitian bahasa kita sendiri.
Untuk memperoleh gambaran, ada baiknya diketengahkan
hasil penelitian yang pernah dilakukan orang, antara lain, sebagai
berikut.
1) Garis-Garis Besar Tata Bahasa Bali (1970) oleh SPD.J.
Kersten;
2) Phonology Morphophonemics and Dimensions of
Variation in Spoken Balinese (1973) oleh Jack Hoven
Ward;
3) Pembakuan Bahasa Bali (1975) I gusti Ngurah Bagus
(Editor);
4) "Sebuah Deskripsi Latar Belakang Sosial Budaya Bahasa
Bali" (1975/1976) oleh Wayan Jendra dkk.;
5) "Morfologi Bahasa Bali" (1976/1977) oleh Wayan Jendra
dkk.;
6) "A Grammar of The Balinesa Language" (1977) oleh C.C.D.
Barber;
7) Struktur Bahasa Bali (1980) oleh Wayan Jendra dan
Wayan Bawa;
8) "Sistem Morfologi Kata kerja Bahasa Bali" (1979/1980) oleh
Nyoman Sulaga dkk.;
9) "Sistem Perulangan Bahasa Bali" (1980/1981) oleh Wayan
Bawa dkk.
10) "Morfologi Kata benda Bahasa Bali" (1981/1982) oleh Made
Denes dkk.;

2
11) "Sistem Gabungan Kata Bahasa Bali" (1981/1982) oleh
Nyoman Sulaga dkk.
Kalau diperhatikan hasil penelitian yang berhasil disajikan,
ternyata belum seluruhnya mengungkapkan hal-hal yang lebih
mengkhusus dan terinci. Di antara hasil penelitian itu masih
memerlukan pengamatan yang lebih mendalam terutama dalam
usaha memahami aturan-aturan yang berlaku dalam struktur
bahasa Bali, misalnya, mengenai struktur morfologi kata sifat
bahasa Bali. Apabila hal itu dapat diketahui lebih mendalam,
sudah barang tentu hasil penelitian itu akan dapat memberikan
sumbangan positif bagi pengajaran bahasa Bali.
Dengan memperhatikan keadaan tersebut, terasa semakin
penting arti penelitian morfologi kata sifat bahasa Bali kalau
segala sesuatunya dihubungkan dengan usaha pengembangan
wawasan linguistik Nusantara. Di samping itu, hasil penelitian
itu akan dapat memberi sumbangan bagi studi perbandingan
terhadap penelitian bahasa daerah yang lain, khususnya dalam
penyediaan data dan informasi yang sangat diperlukan.

1.1.2 Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, penelitian
Morfologi kata sifat bahasa Bali perlu dilakukan, karena disadari
bahwa sampai saat mi belum ada data informasi yang lengkap.
Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian mi dapat memberikan
gambaran yang jelas dan sekaligus dapat digunakan sebagai
jawaban atas pertanyaan berikut.
(1) Bagaimana corak kata sifat bahasa Bali ?
(2) Bagaimana proses morfemis kata sifat bahasa Bali ?
(3) Bagaimana gambaran arti dan fungsi morfologi kata sifat
bahasa Bali ?

1.2 Tujuan
Tujuan penelitian pada dasarnya dapat digolongkan menjàdi
dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.2.1 Tujuan Umum
Pengertian tujuan umum di sini ialah tujuan yang mengacu
pada keadaan yang beruang lingkup lebih luas dan bersifat umum.
Didalamnyan termasuk tujuan jangka panjang yang memiliki
nilai dan sifat teoritios, terutama dalam usaha pembinaan dan
pengembangan bahasa Bali. Secara eksplisit tujuan umum akan
mengarah pada kecendrungan ingin mengetahui seberapa jauh
kaidah-kaidah yang membangun struktur morfologi bahasa Bali
dapat diketahui. Dengan demikian, tujuan umum itu akan
mempermudah usaha penelitian dalam bidang kebahasaan yang
lain, khsusnya dalam menopang kegiatan penelitian yang sifatnya
terapan. Secara teoretis sasaran yang hendak dicapai dapat
memberi manfaat bagi ilmu pengetahuan dalam rangka suksesnya
pembangunan nasional seperti tealah digariskan dalam GBHN.

1.2.2 Tujuan Khusus


Sasaran yang ingin dicapai dalam tujuan khusus di sini
ialah sebagai berikut. Pertama, ingin menghimpun data dan
informasi tentang sistem morfologi kata sifat bahasa Bali secara
lengkap, kemudian mendeskripsikannya secara tuntas. Kedua,
aspek tentang struktur morfologi kata sifat yang dijabarkan dalam
penelitian ini. Kedua tujuan khususini diharapkan dapat memberi
jawaban yang memadai atas rumusan masalah yang dituangkan
dalam bentuk pertanyaan di atas.

1.3 Hasil yang Diharapkan


Dalam laporan mi diuraikan mengenai tiga hal pokok, yaitu
(1) corak kata sifat, (2) peristiwa morfologi kata sifat, serta (3)
fungsi dan arti morfologis kata sifat bahasa Bali. Ketiga pokok
pikiran mi dijabarkan dalam tiga bab, yaitu Bab II, Bab III. dan
Bab IV.
Dalam Bab II diuraikan corak kata sifat bahasa Bali yang
merangkum pengertian kata sifat, pengolongan kata sifat, dan
bentuk kata sifat bahasa Bali. Uraian dalam Bab tiga menge-
tengahkan peristiwa morfologis yang mencakup afiksasi, proses
morfofonemik, sistem perulangan, dan sistem pemajemukan

4
bahasa Bali. Dalam Bab IV dibicarakan fungsi dan arti morfologis,
yang erat kaitannya dengan arti leksikal, arti gramatikal, dan
fungsi gramatikal.
Pokok pikiran ketiga bab di atas dirumuskan dalan Bab V
yang merupakan bab kesimpulam.
Sebagai tambahan diketengahkan juga perihal latar belakang
masalh, tujuan, hasil teori penelitian, metode dan teknik, serta
pepolasi dan sampel. Keseluruhan uraian mengenai hal mi
dijabarkan dalam bab pendahuluan.
Pada bagian akhir dari penelitian mi disertakari daftar
pustaka dan beberapa lampiran.

1.4 Teori Penelitian


Landasan teori yang dijadikan acuan dalam penelitian mi
ialah teori struktural. Konsep dasar dari teori inimemndang stiap
bahasa memiliki struktur tersendiri, yng merangkuin aspek fologo,
morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penelitiannya lebiuh ditekankan
pada struktur bahasa, bukan pada makna, sekalipun aspek makna
akan diamati.
Dalam kaitan mi, timbul pertanyaan, yaitu teori struktural
yang mana dijadikan pegangan. Dalam teori strutural itu sendiri.
terdapat perbedaan, sejalan dengan perbedaan aliran yang
dianutnya.
Penelitian mi tidak menitikberatkan kerjanya hanya pada
salah satu teori, tetapi cenderung pada penerapan teori strukural
secara elektik (gabungan). Misalnya, dengan berorientasi pada
pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh Lyons dalam
bukunya yang berjudul Introduction to Theoretical Lingu-
istics (1958); Hocket dalam bukunya yang berjudul A Course
in Modern Linguistics (1958); Bloch and Trager dalam bukunya
yang berjudul Outline of Linguistics Analisys, dan Venhaar
dalam bukunya ynag berjudul Pengantar Linguistik (1977). Bahan
Analisis penelitian mi bersumber pada bahasa ujaran dengan
memperhatiakan kesamaan gejalanya, sesuai dengan sifat
penelitian yang sinkronis dan deskripttif.
1.5 Metode dan Teknik
Metode dan teknik yang diterapkan dalam penelitian mi
dibedakan menjadi dua, yaitu metode teknik yang digunakan
pada waktu pengumpulan data dan metode dan teknik yang
digunakan pada waktu data itu diolah. Cara mi ditempuh untuk
menghidari adanya kekacauan pengertian masalah itu masing -
ma sing.

1.5.1 Metode dan Teknik Pengupulan Data


Metode yang dipakai dalam melaksakan pengumpulan data
ialah metode deskriptif. Kegiatan mi diawali dengan perekamaml
pencatatan unsur kebahasaan yang berlangsung pada kurun waktu
tertentu. Pencatatan gejala bahasa itu sejalan dengan pengetahuan
peneliti, termasuk salah seorang penutur bahasa Bali sehingga
kegiatan mi bersifat empiris. Dengan kata lain, gejala yang dicatat
untuk dirumuskan dalam satu ukuran sebaiknya adalah gejala
yang timbul secara berulang kali dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pelaksanaannya digunakan dua macam metode, yaitu
metode perpustakaan dan metode lapangan. Secara operasional
kedua metode yng digunakari itu, dibantu oleh teknik yang sifatnya
lebih praktis, baik di lapangan maupun di perpustakaan. Teknik
pembantu itu ialah teknik perekaman dan pencatatan. Tenik itu
dapat mengurangai kelemahan-kelemahan ingatan berpikir,
pengamatan dan pencatatan. Dengan teknik perekaman kita dapat
bekerja lebih praktis dan tepat dalam hal pengumpulan data.
Sembenarnya, perekaman itu dapat di lakukan secara bersamaan
dengan teknik pencatatan, dalam rangka penghematan waktu
di lapangan. Dengan demikian, antara teknik rekaman dan teknik
pecatatan dapat dilakukan secara bertumpang tindih.
Untuk menjaring data, kedua teknik itu dapat didampingi
dengan metode wawancara. Dalam melakukan wawancara, antara
pengumpul data dan informan sedapat-dapatnya diciptakan iklim
keakraban sehingga antara petugas pengumpul data dan informan
seolah-oalh tidak ada jarak yang merenggangkan hubungnan
dalam wawancara. Keterampilan dalam menerapkan kedua teknik
tersebut diatas betu-betul akan mewarnai suksesnya pengupulan
data dalam suatu penelitian.
1.5.2 Metode dan Teknik Pengolahan Data
Masalah yang diteliti adalah salah satu aspek dari struktur
bahasa Bali, yakni sistem morfologi kata sifat dengan mengangkat
data masa kini sebagai bahan analisis. Metode yang digunakan
ialah metode deskriptif yang bersifat sinkronis, dengan menge-
tengahkan teknik penyajian secara induktif, yaitu mengemukakan
hal-hal yang agak khusus kemudian diperoleh kesimpulan yang
bersifat umum. Untuk menghidari adanya sifat kemonotonan yang
menyebakan timbulnya kebosanan di sana sini, diketengahkn
teknik penyajian menurut logika produktif.

1.6 Populasi dan Sampel


1.6.1 Populasi
Populasi penelitian mi mencakup semua penutur bahasa
Bali. Ijntuk menunjang semua penelitian ini, dirasakan tidak
perlu meneliti semua populasi itu karena sifat penelitian mi
hanya menyangkut ciri morfologis bahasa Bali. Di samping itu,
penelitian itu tidak menuntut sasaran penelitian seluas itu. Untuk
penelitian mi hanya akan diambil sebagian saja dari populasi
yang ada, yang selanjutnya disebut cuplikan penelitian atau sampel.

1.6.2 Sampel
Pemilihan sampel dalam penelitian mi didasarkan pada
variasi bahasa Bali yang ada. Variasi yang dijadikan sasaran
penelitian ialah variasi bahasa Bali baku. Oleh karena itu,
dilakukan penentuan sampel pilihan. Sampel semacam itu disebut
nonprobability sampling (bandingkan dengan Hadi, 1974:97).
Wilayah sampel yang dipilih dalam penelitian mi meliputi tiga
kabupaten, yaitu Kabupaten Buleleng, Kabupaten Klungkung
dan Kabupaten Bangli. Di tiap-tiap kabupaten itu ditetukan
delapan delapan orang informan yang dianggap memenuhi
persyaratan, antara lain, cukup dewasa, tidak cacat alat ucapnya,
dan memkliki pengetahuan bahasa Bali yang luas. Di samping
itu, diusahakan memiliki informan yang belum banyak dapat
pengarub luar dan yang bersangkutaiI tidak sering merantau ke
daerah lain. Kedua puluh empat informan yang mewakili ketiga
wilayah bahasa Bali itu, diusahakan dapat mewakili berbagai
lapisan masyarakat, seperti petani, buruh, nelayan, pegawai,
dan pemuka masyarakat.
BAB II
CORAK KATA SWAT BAHASA BALI

Istilah corak digunakan dengan pengertian yang Iebih luas


daripada pengertian ciri. Istilah ciri diberikan makna hanya
meliputi tanda-tanda yang menyertai bentuk dan makna. Istilah
corak bukan saja meliputi ciri bentuk dan makna, tetapi juga
meliputi pengolongan dan sifatnya. Dengan pengertian itu, ciri
kata sifat termasuk dalam bidang pembicaraan corak.
Pembicaraan corak dalam Bab II mi lebih banyak bersifat
memberi pengantar kepada pembicaraan bab-bab selanjutnya.
Pada bab selanjutnya akan diberikan uraian yang lebih terinci
dan contoh yang lebih lengkap, sedangkan pada Bab II mi hanya
akan diberikan polanya saja ynag bersifat menyeluruh dan umum.

2.1 Pengertian Kata Sifat


Kata sifat adalah bentuk lingustik, baik tunggal maupun
kompleks, yang secara gramatikal memberi keterangan sifat atau
keadaan kepada katagori benda atau yang dibendakan (subs-
tantive). Penjelasan secara gramatikal dianggap perlu karena
bentuk kata sifat yang diperoleh secara leksikal (memberi
keterangan terhadap kata benda) dalam bentuk dan pemakaiannya
yang secara gramatikal belum dapat dipastikan berciri kata sifat.
Contoh kata barak (barak) 'merah' secara leksikal memang lebih
cendrung ke kata sifat ditijau dari segi makna, tetapi dalam
pemakaian secara gramatikal kata barak itu dapat berbentuk
marakin (marakin) 'memerahi' sehingga secara katagori kata
itutelah berobah menjadi katagori kata kerja. Oleh sebab itu, unsur
gramatikal dalam pengertian tersebut diatas dianggap mutlak
perlu.
Pernyataan itu mengandung arti bahwa penetu katagoro
kata sifat }ebih banyak bertumpu pada pemakaian bahasa secara
gramatikal. Pengertian kata sifat itu berusaha memberi imbangan
Yang sepadan antara bobot semantik dan kadar bentuk yang
menyatu secara bulat dalam katagori kata sifat itu. Hal itu sesuai
dengan landasan teori yang mendasari penelitian mi, yaitu teori
srukturaL Dalam teori struktural yang bersifat gabungan (elektik)
bentuk dan makna diberi tempat yang seimbang dalam analisis
linguistik, tetapi secara pengungkapannya kadang-kadang
bervariasi sesuai dengan sikap dan pandangan aliran linguistik
Yang tergabung dalam pengertian teori struktural.

2.2 Penggolongan Kata Sifat


Bertolak dari pengertian kata sifat diatas penggolongan
kata sifat dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi semantik dan
segi bentuk tuturan. Uraian akan bertumpu pada kedua sudut
pandangan itu yang diangkat dari abstraksi data atau fakta
gejala bahasa di lapangan (field). Perhatikan ujaran berikut mi.
Luh Sari ngalap bunga barak.
# Luh sari galap buja barak #
Luh Sari memetik bunga merah.'
Kata barak memberi keterngan kepada kata bunga sehingga
secara semantik dapat dikatakan bahwa kata barak [barak]
'merah' sesuai dengan pengertian di atas dapat dogolongkan sebagai
katagori kata sifat yang memberi 'keterangan tentang keadaan'
bunga yang diikutinya. Contoh kata sifat yang memberikan
keterangan tentang keadaan benda yang didepannya dapat dilihat
dalam contoh berikut mi.
siap selem [siap salami 'ayam hitam'
godel berag [godel berag] 'anak sapi atau kurus'
rurung sepi [rurug sepii 'jalan sepi'
Kata sifat dalam ujaran berikut mi akan memberikan
keterangan kepada kata benda yang berbeda dengan keterangan
diatas.

10
Made Seleb mula jelema jemet pesan.
Mada Selab mula jalamajamat pasan
'Made Seleb memang orang rajin sekali.'
Kata jemet memberi keterangan kepada benda jelema [jalama]
'orang' tentang sifatnya yang rajin yang didalam bahasa bali
disebut jemet 'rajin'. Pada umumnya kata sifat seperti itu
memberikan keterangan kepada kata benda bernyawa (hidup).
Pembuktian mengenai hal itu dapat dilihat pada contoh-contoh
berikut mi.
sampi galak [sampi galak] 'sapi galak'
jeleme demit [jalama damit] 'orang kikir'
jeleme dana [jalama dana] 'orang sosial'
Pernyataan di atas bukan berarti bahwa benda bernyawa
hanya sifat diberi keterangan mengenai sifatnya, tetapi dapat
juga kata sifat yang mengikuti kata benda itu memberi keterangan
tentang keadaan kata benda itu.
Contoh
cicing gudig [cicin gudig] 'anjing tidak berbulu'
jelema tiwas [jalama tiwas] 'orang miskin'
jangkrik kipa [jakrik kiparjangkrikberkaki hanya satu
Uraian itu memberikan petunjuk bahwa kata sifat ditinjau
dari segi simantik dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu (a)
kata sifat yang memberi keterangan tentang keadaan kata benda,
dan (b) kata sifat yang memberikan keterangan kata sifat benda
itu sendiri.
Penggolongan kata sifat ditinjau dari segi bentuk dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu (a) bentuk tunggal dan (b)
bentuk kompleks. Pemaparan kata sifat menurut bentuknya akan
diuraikan dalam bagian tersendiri di bawah mi.

2.3 Beiituk Kata Sifat Bahasa Bali


Di muka telah dikatakan bahwa penggolongan kata sifat

11
bahasa Bali dapat dilihat darisegi simantik dan dapat pula dilihat
dari segi bentuk. Bentuk kata lebih bersifat lahir .dibandingkan
dengan segi semantik yang lebih bersifat batin. Oleh karena
itu, aliran linguistik Generatif Transformasi (Chomsky, 1977)
menyebut kedua hal itu masing-masing sebagai surface struc-
ture ) struktur lahir) dan deep structure (struktur batin).
Struktur batin lebih bersifat visual untuk bahasa ragam tulis
dan bersifat auditif untuk bahasa ragam lisan. Dalam hubungan
ini, dapat ditambah bahwa sesungguhnya penggunaan istilah
surface structure dan deep structure semata-mata dalam kaitannya
dengan analisis sitaksis atau fonologi, tetapi bukan dalam
hubungannya dengan bentuk dan arti kata.
Analisis semantik dan analisis bentuk hanya dapat kita
bedakan secara teoritis sebab sesungguhnya dalam dalam
kenyataan pemakaian bahasa, kedua hal itu merupakan satu
kesatuan yang padu dan sulit dipisahkan. Analisis komponen
bentuk tanpa bantruan komponen makna akan membawa kearah
kesimpulan yang kurang dapat dipertanggungjawabkan. Demikian
pula, analisis semantik tanpa lewat komponen bentuk hanyalah
menghasilkan analisis yang kosong tanpa wujud.
Uraian kata sifat bahasa Bali dapat ditinjau dari unsur
morfem yang membangun kata sifst itu dan dapat pula dipandang
dari segi persukuan kata sifat itu.
Apabila dilihat kembali kata-kata sifat yang telah di
contohkan di atas (pada 2.2), seperti galak [galak] 'galak'; demit
[dmit] 'kikir'; dana /dan/ 'sifat pemurah', 'sosial' ; tiwas /tiwas/
'miskin', dapat disimpukan bahwa bentuk kata sifat bahasa Bali
umumnya terdiri atas dua suku kata. Kata sifat yang terdiri
atas tiga suku kata menduduki urutan yang kedua setelah kata
sifat yang bersuku dua. contoh kata sifat yang bersuku tiga
adalah sebagai beriku.
perimping /perimpin/ 'pecah' dan retak pinggir'
bedoos /badoos/ 'bringas'
belengih /balangih/ 'mudah menangis'
Bentuk kata sifat ang terdiri atas empat suku kata tidak

12
begitu banyak terdapat dalam bahasa Bali, contoh
betekelan /btaka1an/ 'gemuk kekar pendek'
belegajul /balagajull 'serba sok'
beleganjur /balganjur/ 'sifat kenyaringan wirama tabuhan'
Bentuk kata sifat yang terdiri atas satu suku kata juga
ada dalam bahasa Bali, tetapi tidak sebanyak bentuk kkata sifat
yang terdiri atas dua dan tiga suku kata. Berikut mi adalah
contoh kata sifat yang terdiri atas satu suku kata.
tis /tis/ 'sejuk'
tuh /tuhl 'kering'
nyat /nyat/ 'surut'
Kata sifat yang terdiri atas lima suku kata sangat sulit
ditemuken dalam tuturan bahasa Bali.
Apabila uraian bentuk kata sifat yang berdasar atas suku
kata kita rangkum sesuai dengan urutan jumlah persukuannya
dapat dipaparkan kembali,, yakni (1) kata sifat satu suku kata;
(2) kata sifat dua suku kata; (3) kata sifat tiga suku kata; dan
(4) kata sifat empat suku kata.

2.3.1. Bentuk Tunggal


Pembicaraan bentuk kata sifat ditinjau dari susunan morfem
yang bentuknya akan menghasilkan pembagian kata sifat (1)
bentuk tunggal dan (2) bentuk kompleks.
Data bahasa Bali yang tertuang dalam kalimat berikut mi
akan menunjang uraian bentuk kata sifat bahasa Bali itu.
a. I Bapa jemet magai.
# i bapa jamat magai #
'Ayah rajin bekerja.'
b. I Ua malesan teken I bapa.
# i ua malasan taken i bapa #
Taman lebih malas daripada ayah'

13
c. Tanem-tanemane di tegale suba gede-gede.
# tamm tanamane di tagale suba gade gade#
'Tanam-tanaman di ladang it sudah besar-besar'.
d. Rurungi ke Kintamani belak-belok buina ngregah.
# ruruje di kintamani belak belok buina 3jregah #
'Jalan ke Kintamani berbelok-belok dan lagi menajak'.
e. Dadong Simpring anak mula jelema nyenye
megenye.
# dado9 simpri3 anak mula jalama nene magane #
'Nenek Simpring memang orang (yang) sangat cerewet.'
Apabila diperhatikan bentuk-bentuk kata sifat yang ter-
dapat dalam kalimat diatas, yaitu jemet 'rajin'; inalesan 'lebih
malas';gede-gede 'besar-besar'; belak-belok 'belak belok'
nyenye megenye 'cerewet sekali' ternyata ada bentuk kata sifat
yang hanya terdiri atas satu morfem seperti kata sifat jemet
'rajin' dan ada pula kata sifat yang terdiri atas dua morfem,
seperti malesan 'lebih malas'; gede-gede 'besar-besar'; belak-
belok 'berbelok-belok' dan nyenye maganye 'cerewet sekali'.
Bentuk kata sifat yang hanya terdiri atas satu morfem
kita sebut bentuk tunggal dan kata sifat yang terdiri atas dua
morfem atau lebih disebut bentuk kompleks.
Contoh lain bentuk kata sifat yang tunggal adalah sebagai
berikut.
selem [salam] dalam konteks siap selem [siap salam] 'ayam
hitam'
bengil' [bail] dalam konteks cicing bengil [ cicing bajiI]
'anjing kotor'
layu [layu] dalam konteks bunga Iayu [buna layu I 'bunga
layu'
Kata-kata selem 'hitam', bengil 'kotor' dan layu 'layu'
memberi keterangan keadaan kepada kata benda yang ada
didepannya dan hanya atas satu morfem.

14
2.3.2 Bentuk Kompleks
Bentuk kompleks seperti telah dicont'ohkan diatas bila
diperhatikan lebih teliti ternyata dapat dibagi lagi menjadi dua
bagian yang lebih kecil, yaitu (1) bentuk gede-gede 'besar-besar'
yang kita sebut sebagai bentuk kompleks perulangan kata sifat;
(2) bentuk kompleks nyenye megenye 'cerewet sekali' kita sebut
bentuk kompleks pemajemukan kata sifat, da nyenikang
bertambah kecil' disebut bentuk kata sifat bersmbungan.
Untuk mendapat gambaran Iebih jelas tentang bentuk kata
sifat yang kompleks mi akan diuraikán pengertiannya dengan
bagan dan. contoh-contoh serta unsur langsung yang membangun
bentuk kompleks itu.

2.3.2.1 Bentuk Perulangan Kata Sifat.


Bentuk perulangan (reduplikasi yang disimbulkan dengan
R) adalah bentuk linguistik yang dibangaun sebagai konstruksi
berdasarkan pengulangan bentuk asal serta dasar sehingga
menimbulkan perubahan semantik.
Perulangan kata sifat secara garis besar dapat dibagi dua,
yakni peruangan kata sifat morfem dasar (asal) dan perulangan
kata sifat bersambungan.
Perulangan morfem dasar (asal) adalah perulangan kata
sifat yang beum mendapat imbuhan. bentuk perulangan mi
langsung menduakalikan bentuknya yang semula, baik secara
utuh maupun sebagian sehingga bentuk ulang mi menimbulkan
bentuk kompleks.
Contoh
tegeh-tegeh [tegh tegah] 'tinggi-tinggi'
bawak-bawak [bawak bawak] 'pende-pendek'
lengit-lengit [ 1jit 1ijit] 'malas-malas'
cenk-cenik [canik canik] 'kecil-kecil'
manis-manis [manis-manis] 'manis-manis'

15
Perulangan kata sifat bersambungan ialah kata ulang yang
telah mendapat imbuhan. Imbuhan yang melekat dapat berupa
awalan, sisipan, akhiran, dan imbuhan gabungan, dan dapat
pula berupa konfiks. Namun, pada umumnya perulangan kata
sifat mi mendapat imbuhan akhiran (sufiks) atau imbuhan ga-
bungan. Perhatikan contoh berikut.
I Made ajak I Nyoman Megede-gedean bayu.
# i made ajak i noman mgd-gadean bayu #
'I Made dengan I Nyoman memperbandingkan besarnya
tenaga.'
Contoh kata sifat berulang yang lain ialah
a. mesugih-sugihan [masugih sugihsnl 'memperbandingakan
kekayaan
b. medueg-duegan [maduag-dugan] 'memperbandingkan
kepandaian'.
c. meluung-luungan [mluu3 1uuan] 'membandingkan
kebaikan.'
Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang
kedua bentuk perulangan kata sifat itu--bentuk ulang morfem
dásar dan pe rulangan bersambungan--di bawah mi akan disajikan
pola atau bagan dalam betuk konstruksi dan unsur langsungnya
(immediate contituent) disertai dengan pola persukuan.
Pemaparan mi bermaksud memberi pengantar awal tentang
perulangan kata sifat yang pada bab berikutnya akan dipaparkan
lebih terinci.
Kata sifat berulang morfem dasar atau morfem asal dapat
dibagi menjadi tiga bagian bawahan, yaitu (1) perulangan kata
sifat utuh (seluruhnya); (2) perulangan kata sifat beubah bunyi,
dan (3) perulangan kata sifat sebagian. Kata sifat berulang
bersambungan dapat pula dibagi menjadi bagian bawahan, yaitu
(1) perulangan kata sifat berimbuhan utuh (seluruhnya); (2)
perulangan kata sifat berimbuhan sebagian, dan (3) perulangan
kata sifat berimbuhan konfliks.
Bentuk kompleks perulangan kata sifat itu dalam bagan

16
akan diberi kode simbol R (Reduplikasi) sehingga bagan pembagian
keseluruhannya dapat berpola sebagai berikut.

Perulangan Kata Sifat


(R)

Perulangan kata sifat Perulangan kata sifat


morfem dasar (asal) bersambungan
R1 R2

utuh berubah bunyi Sebagian Utuh Sebagian Konfiks


R1 R12 R13 R21 R22 R23

Setiap unit bagan itu sebenarnya masih memiliki bagan


bawahan. Oleh karena sempitnya ruang, pelukisan bagan tersebut
sementra akan dipisahkan atu demi satu agar terdapat pemaparan
bagan yang bersifat analitis sebagai usaha untuk menguraikan
unsur langsungnya.
1) Perulangan Kata Sifat Morfem Dasar/Asal (R 1 )

Di atas telah disinggung dan telah dibuatkan pola pembagian


perulangan kata sifat. Pada bagian mi akan dibuatkan pembagian
yang lebih khusus denagn pola bagan serta unsur langsung setiap
unit perulangan kata sifat itu.
a) Perulangan Kata Sifat Utah (Tipe R 11 )

Perulangan kata sifat utuh seringjuga disebut murni adalah


bentuk linguistik yang menduakalikan bentuk morfem dasar atau
asal sebelum mendapat penambahan imbuhan (afiks). Dengan
kata lain, morfem dasar atau asal itu secara utuh atau murni

17
diduakalikan. Seacara visual perulanga kata sifat utuh iyu beserta
unsur langsungnya dapat digambarkan dengan bagan sebagai
berikut.

Kun struksi Gede-gede


R11 besar-besar

Z/\
MD/MA R Gede Reduplikasi
Gede
Keterangan : MD morfem dasar
MA morfem asal

b. Perulangan Hata Sifat Berubah Bunyi (Tipe R1.2)


Perulangan kata sifat berubah bunyi mi ialah bentuk
linguistik yang menduakalikan morfem/asal yang mengakibatkan
perubahan bunyi pada salah satu unsurnya. Sampai sekarang
dalam Bahasa Bali hnanya dijumpai perulangan berubah bunyi
vokal saja, sedangkan peruubahan bunyi konsonan pada
perulangan kata sifat belum ditemukan. Bagan perulangan kata
sifat berubah bunyi mi dapat digambarkan secara visual sebagai
berikut.

Konstruksi Budang-bading
R12 'terbalik-balik'

MD/MA R (dengan per bading budang


ulangan vokal) Reduplikasi
Perulangan kata sifat berubah bunyi seperti pola konstruksi
dan unsur langsung di atas sebenarnya masih dapat dibagi menjadi

18
bagian bawahan sebagai berikut.
(1) Pola pe-ubahan bunyi perulangan kata sifat yang terdiri
atas aua suku kata (tipe R1.2.1)
(2) Pola perubahan bunyi peru1ngan katasifat yan; terdidri
atas tiga suku kata (tipe R1.2.2)
Pembagian di atas, seperti ketara dalam penyebutannya,
bertumpu pada suku kata yang membangun konstruksi perulangan
katasifat itu. Apabila dasar tolak bertumpunya memperhitungkan
osia vokal yang membangun konstruksi suku kata itu sebenarnya
embagian di atas masih dapat diperinci lagi menjadi pembagian
yang lebih kecil, khususnya perulangan kata sifat yang terdiri
atas dua suku kata.

1) Perulangan Kata Sifat Berubah Bunyi yang terdiri


atas Dua Suku Kata (Tipe R 121 )

Bentuk perulangan kata sifat dua suku kata yang berubah


bunyi mi dilihat dari unsur vokal yang menertai suku kata dapat
dibagi menjadi tiga bagian, yakni (1) vokal suku kata pertama
selain Ia!; (2) vokal suku pertama /a!, dan (3) vokal suku pertama
dan kedua sama. Tiap-tiap bagian perulangan kata sifat itu dapat
diberikan pola bagan dan uraian unsur Iangsung sebagai berikut.
1) Perubahan Kata Sifat Berubah Bunyi yang Suku Pertamanya
bervokal /e/ Tipe R1.2.1a)
Konstruksi Cekah-cekoh
R121 'terbatuk-batuk'

KVKVK R Cekah Cekoh


(KVKAK)
Keterangan : K Konsonan
A vokal /a/
v vokal (apa saja)

19
Pola itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Apabila suatu morfem
dasar (asal) yang terdiri atas dua suku kata dan vokal pada
kata pertama adalah /a!, perulangan kata sifat yang dihasilkan
akan menyebabkan vokal suku kedua berubah menjadi vokal Ia,
apapun asal vokal suku kedua itu.
Ujud kenyataan rumusan verbal mi dapat dilihat kembali
secara visual dalam bagan di atas yang kemudian langsung
dikongkretkan dalam contoh kata cekoh [cakoh], 'suara batuk'
setelàh diulang menjadi betuk cekah-cekoh [cakah-cakoh; ter-
batuk-batuk'.

(2) Perulangan Kata Sifat Berubah Bunyi yang Suku


Pertamanya Bervokal fat (Tipe R 1211,)
Bagan dan unsur langsung kata sifat berubah bunyi yang
suku pertamanya bervokal /aJ dapat dilihat sebagai berikut.

Konstruksi Budang-bading
Rl.2. lb 'terbalik-balik'

KAKVK R (KVKVK) Bading budang

Bagan itu dapat dijelaskan sebagai berikut. apabila suatu


morfem dasar (asal) yang suku pertamanya bervokal /aJ mengalami
proses perulangan, hasil bentuk konstruksi perulangannya akan
menyebabkan vokal suku pertama berubah menjadi vokal /uJ,
sedangkan vokal suku kedua akan berubah menjadi Ia!, tidak
terikat apapun asal vokal kedua itu.
Contoh lain
bulak-balik [bulak balik] 'berbalik-balik'
kuang-kaing [kuarj kai] 'bunyi anjing kesakitan'

20
(3) Perulangan Kata Sifat Berubah Bunyi yang Vokalnya
Sama (Tipe '1.2.1)
Konstruksi Daah-duuh
R1.2.1c 'mengaduh-aduh'

KV1KV1 K R Duuh Daah


(KAAK) (R dengan per
ubahan vokal)
Uraian unsur langsung yang disajikan dalam bentuk bagan itu
dapat diberi penjelasan sebagai berikut. Apabila suatu morfern
dasar (asal) yang bersuku dua dengan vokal yang sama mengalami
proses perulangan kedua vokal yang sama itu akan berubah
menjadi vokal Ia/ tidak tergantung pada vokal asalnya. Contoh
lain
daas-dees [daas daes] 'Bunyi orang kepedesan.'
kaak-kaek [kaak kaek] 'Bunyi orang yang berdahak.

2) Perulangan Kata Sifat yang Terdiri atas Tiga Suku


Kata (Tipe R122)

Perulangan kata sifat yang terdiri atas tiga suku kata dapat
dibagi dua, yakni pola yang vokal suku kata kedua dan ketiga
sama dan pola suku katanya berbeda. Kedua pola persukuan itu
akan mengakibatkan perubahan bunyi vokalnya berbeda.

Kalau suku kata kedua dan ketiga memiliki vokal yang sama,
pola konstruksi perulangannya dapat diterangkan seperti bagan
atau diagram berikut mi (tipe R12 2)•

21
Konstruksi Serayang-seruyung
Rl.22b 'Terhuyung-huyung'

MD/MA R seruyung serayang


(KVKV2KV (KVKAKAK)

Keterangan : K : konsonan
V : vokal
V2 : vokal sama

Bagan dan unsur langsung konstruksi perulangan diatas dapat


dijelaskan sebagai berikut. Apabila suku morfem dasar (asal)
sebuah kata sifat terdiri atas tiga suku kata yang vokal suku
kedua dan ketiganya sama, vokal kedua dan ketiga kata tersehut
dalam bentuk perulangannya berubah menjadi vokal /aJ.
Kalau suku kata kedua dan ketiga memiliki vokal yang
berbeda bentuk konstruksi perulangannya dapat diterangkan
seperti bagan berikut. (tipe R 122b )

Konstruksi 'Gedebas-gedebos'
R1.2. 2b 'gedebas-gedebo s'

MD/MA KVKVKAK Gedebas gedebos


Pola perulangan kata sifat (tipe R 122) diatas dapat dijelaskan
sebagai berikut. Uraian unsur langsung yang disajikan dalam
bentuk baganuty dapat diberi penjelasan sebagai berikut. Apabila
suatu morfem dasar (asal) yang bersuku dua dengan vokal yang
sama mengalami proses perulangan kedua vokal yang sama itu
akan berubah menjadi vokal /aJ tidak tergantung pada vokal
asalnya.

22
Perulangan kata sifat berubah bunyi yang terdiri atas tiga
suku kata agak jarang ditemukan dalam bahasa Bali. Hal mi
karena memang kata-kata bahasa Bali yang terdiri atas tiga
suku kata lebih sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan
kata-kata sifat yang terdiri atas dua suku kata. bahasa daerah
yang ada di Indonesia memang kebanyakan kata dasarnya terdiri
atas dua suku kata.
c. Perulangan Kata Sifat Sebagian (Tipe R 13 )

Perulangan tipe mi hanya mengulang sebagian saja dan


morfem dasar (asal). Perulangan tipe mi dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu perulangan kata sifat dwipurna dan perulangan
kata sifat dwiwasana. Kedua bentuk perulangan mi dalam bahasa
Bali cukup produktif dalam jangkauan morfologi secara urnum.
tetapi khusus dalam morfologi kata sifat bentuk perulangan mi
ditemukan beberapá saja.
Untuk mendapat pemahaman yang mendasar dan menyeluruh
tentang perulangan kata sifat, pada bagian mi akan disajikan
pola diagramnya beserta unsur langsungnya, sedangkan pada
bagian berikutnya keterangan tentang itu lebih ditekankan pada
contoh- contoh pemakaiannya.

(1) Perulangan Kata Sifat Dwipurna (Tipe R 131 )

Perulangan kata sifat dwipurna adalah bentuk perulangan


yang mengalami proses perulangan pada suku pertama morfem
dasar (asa) saja. Diagramnya dapat digambarkan sebagai berikut.

Konstruksi Bebeki
R1.3.1 'jahil'

Z/\
MD/MA R suku pertama Beki be-

Perulangan kata sifat dwipurna yang telah dibagankan di atas

23
dapat diberi penjelasan sebagai berikut. Apabila suatu morfem
dasar atau morfem asal--mungkin juga morfem pangkal--
mengalami proses perulangan dwipurna (tipe R1.3. 1), hanya suku
awal dari morfem asal yang diulang. Perulangan tipe mi
sebenarnya sedikit sekali ditemukan dalam bahasa Bali yang
tergolong kategori kata sifat.

(2) Perulangan Kata Sifat Dwiwasana (Tipe R132 )

Perulangan tipe mi dapat digambarkan dengan pohon sebagai


berikut.

Konstruksi Paketeltel
R1.3.3 'bertetesan'

MD/MA/MP R suku akhir Kate! pa-...-te!


sekaligus dengan
prefiks pa-

Penjelasan dapat dipaparkan sebagai berikut. Apabila suatu


morfem asal (dasar) atau pangkal mengalami proses perulangan
dengan tipe dwiwasana ini, hanya suku akhir saja yang diulang
dan disertai dengan prefiks pa- yang melekat sekaligus dengan
perulangan suku akhir itu. Analisis unsur langsungnya'Iapat
dijelaskan seperti itu karena tidak ada karena tidak ada bentuk
*paketel secara mandiri dan juga tidak ada bentuk *k ete!tel
secara mandiri. Kedua bentuk unsur langsung itu tidak gramatikal
dan tidak akan diterima oleh penutur bahasa Bali. Bentuk
Perulangan dwiwasana semacam mi termasuk kurang produktif
dalam bahasa Bali. Ruang lingkupnya hanya menyangkut kata-
kata yang anomatope saja. Contoh-contohnya akan dilengkapi
pada uraian selanjutnya.

24
2) Perulangan Kata Sifat Bersambungan (R2 )

Seperti telah dikemukakan di depan bahwa perulangan


kata sifat mi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (a) perulangan
utuh (tipe R2 ); (b) perulangan sebagian (tipe R 22); (c) perulangan
dengan konfiks (tipe R23). Tiap bentuk perulangan kata sifat itu
akan dipaparkan secara sepintas dalam bentuk bagan dan uraian
unsur langsungnya di bawah mi.
a. Perulangan Kata Sifat Bersambungan (R 2 )

Perulangan kata sifat bersambungan utuh yang dimaksud


adalah linguistik yang berupa morfem dasar atau morfem asal
yang telah mendapat imbuhan (afiks) mungkin prefiks dan
mungkin sufiks yang mengalami proses perulangan secara utuh.
Konstruksi perulangan kata sifat yang semacam mi dapat
digambarkan dengan diagram sebagai berikut.

Konstruksi 'Megede-gedean
R21 memperbandingkan besar'

Bentuk dasar R Gede-gedean R sekaligus


prefiks ma

MD/MA/MP afiks Gedean R sebagian

PR SF KF gede SF

Keterangan : PR prefiks
SF sufiks
KE konfiks

25
Besarnya diagram pohon diatas dengan contoh analisis unsur
yang ada disebelah kanannya hanya merupakan salah satu
kemungkinan dari perulangan kata sifat utuh yang kalau ditelusuri
sampai ke bagian unsur bawahnya, bentuk itu berasal dan
perulangan kata sifat berimbuhan sebagian. Apabila dilihat
sepintas lalu konstruksi yang disebalah kanan tnpa disertai
pemahaman relasi semantik yang menopang bentuk linguistik
itu, hal itu dapat membuat kita terkecoh.
Contoh perulangan kata sifat berimbuhan utuh yang konstruksinya
lebih sederhana akan dipaparkan dibawah mi.
Cerikan-cerikan
'lebih kecil-kecil'

cerikan R

cerik - an

b. Perulangan Kata Sifat Berimbuhan Sebagai Tipe (R 22 )

Peruangan kata sifat berimbuhan sebagian adalah bentuk


kata sifat yang mengalami perulangan sebagian bentuk dasarnya
yang memang telah Iebih dulu mendapat imbuhan (afiks). Pola
bentuk perulangan kata sifat mi dapat digambarkan seperti
diagram pohon berikut mi.
Contoh bagan yang bentuk dasarnya berfrefiks
Konstruksi Melengis-lengis
R2.2 'berminyak-minyak'

Bentuk dasar sebagian melengis lengis

26
Z/\
MD/MA PR lengis ma-

Contoh yang bentuk dasarnya bersufiks

Konstruksi Barak-barakan
R2.2 tsemerah-merah'

Bentuk dasar R barakan barak

A
sebagian

MD/MA sufiks Barak -an


Contoh lain
Cenik-cenikan [canik canik ] 'sekecil-kecil'
Gede-gedean [gade gadean] 'sebesar-besar'
Males-malesan [malas malasan] 'semalas-malas'
Bagus-bagusan [bagus bagusan] 'sebagus-bagus'

Sebenarnya kata sifat berulang seperti contoh itu masih


menimbulkan tanda tanya bagi pembaca. Pertanyaan itu adalah
sebagai berikut. Apakah betul kata sifat berulang itu merupakan
kata sifat berulang sebagian? Apakah bentuk itu bukan perulangan
yang mendapat imbuhan setelah terlebih dulu mengalami
perulangan murni? Untuk tidak menimbulkan tanda tanya seperti
itu, sebaiknya kita uraikan hal itu dengan pembuktian yang
meyakinkan. Pembuktian itu akan dilakukan dari sudut distnibusi
dan relasional semantik.

27
Pembuktian dari sudut distribusi yang dimaksud di sini
adalah kemungkinan posisi yang di duduki oleh kata yang
bersangkutan di hubungkan dengan kelogisannya ditinjau dan
sudut gramatikal. Demikian pula relasi semantik yang didukung
oleh posisi kata itu yang dikaitkan dengan struktur Linear kalimat
itu. Secara operasional pembuktian itu akan dilakukan sebagai
berikut.
Berag-berag gajahe masih enu ada muluka.
#barag brag gajahe masih anu ada mu1uk#
- 'Kurus-kurus gajah itu tetap masih ada Iemaknya.'
Kalimat mi kehilangan makna peribahasanya. Selain itu, kalimat
mi juga kehilangan makna apabila dihubungkan dengan makna
gramatikal kalimat itu. Kalimat peribahasa tidak dapat diubah.
Kalau diubah, kalimat itu akan kehilangan makna dan maksud
peribahasanya. Dengan kehadiran kalimat yang tidak logis dan
tidak gramatikal seperti itu jelaslah bahwa letak ketidak
gramatikalannya pada peruangan kata sifat berag-berag 'kurus-
kurus.
Apabila pembuktian itu kurang meyakinkan karena
kebetulan kalimat yang dip akai adalah sebuah pepatah, kalimat
berikut akan memperjelas masalah itu.
(1) Cerik-cerikan gajahe enu gedenan teken celeng.
#canik canikan gajahe anu gadenan celen#
'Sekecil-kecil gajah masih lebih besar dibandingkan dengan
babi.
(2) Cenik-cenik gajahe enu gedenan teken celeng.
# canik-canik gajahe anu gadenan taken celeng#
'Kecil-kecil gajah itu masih lebih besar dibandingkan dengan
babi'.
(3) Cenikan gajahe enu gedenan teken celeng.
# canikan gajahe anu gadenan taken ce1e#
'Lebih kecil gajah itu lebih besar dibandingkan dengan
babi.'
Ternyata dengan membandingkan ketiga kalimat mi sebagai usaha
untuk mencari distribusi substitusi dan relasi semantik
memberikan penjelasan bahwa kalimat (2) tidak gramatikal karena
juga tidak memiliki relasi semantik, sedangkan kalimat (1) dan
(3) tetap gramatikal dan relasi semantiknya masih dapat dilihat
dan dirasakan dengan jelas. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa kalimat (1) itu bersumber dari kalimat (3) dengan
perulangan sebagian pada kata sifat cenikan menjadi cenik-
cenikan 'sekecil-kecil'. Kalimat ketiga kita katakan masih
gramatikal karena unsur perbandingan tetap terkandung di
dalamnya seperti juga unsur perbandingan pada kalimat pertama,
sedangkan kalimat kedua yang kita anggap tidak gramatikal itu
tidak mengan dung unsur perbandingan dengan perulangan kata
sifat bentuk dasar seperti itu. Dengan demikian, dapat kita jawab
pertanyaan diatas bahwa bentuk cenik-cenikan 'sekecil-kecilnya'
bukan kata ulang murni yang mendapat akhiran (sufiks), tetapi
perulangan kata sifat sebagian dengan menghilangkan unsur
akhiran setelah kata itu diulang.

c. Perulangan Kata Sifat Berimbuhan Konfiks (Tipe R23 )

Bentuk perulangan kata sifat mi berproses serentak antara


pengulangan kata itu sendiri dan pembubuhan konfiks. Untuk
memberi gambaran yang lebih jeas tentang tipe perulangan mi
akan disajikan diagram pohon yang sekaligus menggambarkan
unsur Iangsung bentuk perulangan itu dibawah mi.

Konstruksi Matetangisan
R2.3 'bertangisan'

MD/MA R dwipurwa Tangis te- + (ma-...-an)


sekaligus konfiks

29
Bentuk perulangan mi tidak mungkin mendapat prefiks
lebih dahulu sebab tidak ada bentuk *matetangis dalam bahasa
Bali. Begitu pula, tidak mungkin bentuk itu sebagai proses
mendwipurwakan sebuah kata karena tidak ada bentuk tuturan
*tetangis dalam bahasa Bali. Disamping itu, bentuk *tangi san
pun tidak ada dalam bahasa Bali. Bentuk yang ada ialah bentuk
tetangisan 'sifat tangis'. oleh karena itu, pembubuhan dwipurwa
te- melekat serempak dengan sufiks -an selaku konfiks sehingga
kalaii dipandang dari analisis unsur langsung tersebut, prefiks
ma- tidak dikatakan melekat setelah terjadi konfiksasi te-...-an
atau konfiks ma-...-an. Hal itu dapat terjadi karena kedua bentuk
itu memilliki nilai semantik yang sangat dekat. Kita akan
membuktikan hal itu dari distribusi substitusi dan relasi semantik
dalam kalimat dibawah mi.
Matetangisan anake sawireh Ida Anake Agung seda.
# matataisan anake sawireh ida anake agull seda#
'Bertangisan orang-orang karena Ida Anake Agung
meninggal'
Tetangisan anake sawireh Ida Anake Agung seda.
Dalam konteks diatas ternyata distribusi matetangisan tidak
dapat disubstitusikan dengan tetangisan. Kalau disubstitusikan
juga, kalimat itu tidak gramatikal. Akan tetapi, konteks lain
kata tetangisan ;sifat tangisnya bisa menjadi gramatikal. Contoh:
Tetangisan anake ubuh ento ngaenang keneh kangen.
# tataisan anake ubuh anto ijaenaj kaneh ka9an#
Tangis atau sifat tangis orang yatim piatu itu menimbuilcan
rasa haru.'
Di sini kata sifat tetangisan ternyata dapat digantikan dengan
kata sifat matetangisan dengan hanya sedikit pergeseran nilai
semantik, Maknanya hanyalah dengan kata matetangisan
memberi petunjuk bahwa subjek kalimat itu lebih dari satu,
sedangkan dengan kata sifat tetangisan perhatian lebih dititik
beratkan kepada sifat tangis itu sendiri bukan kepada peran
subjek. Itulah sebabnya, dikatakan bahwa kedua bentuk itu
memiliki nilai semantik yang dekat sehingga analisis bentuknya
pun ada dua kemungkinan tergantung pada konteks kalimatnya
seperti telah dibuktikan diatas

2.3.2.2 Kata Sifat Majemuk


Kata sifat majemuk ialah bentuk linguistik yang pukal
sebagai gabungan dua buah bentuk atau lebih yang salah satu
unsur gabungannya atau anggotanya merupakan morfem pangkat
atau unik dan memiliki satu pengertian. Konsep pemajemukan
yang digunakan disini sama dengan konsep yang telah dikemu-
kakan oleh Masinambouw (penyunting) dalam bukunya Kata
Majemuk (1980) dan yang telah kami terapkan dalam penelitian
bahasa Bali yang berjudul "Perulangan Bahasa Bali" (Sumbawa,
Duarsa dkk, 1979/1980) dan "Morfologi Kata Benda Bahasa Bali"
(Made Denes dkk, 1982/1983).
Pola bentuk pemajemukan bahasa Bali dapat dilihat kembali
pada contoh di muka : nyenye megenye 'cerewet sekali'. Bentuk
itu ternyata merupakan gabungan bentuk morfem asal nyenye
'cerewet' dengan morfem unik : megenye.
Bentuk pemajemukan yang lain seperti gabungan morfem
asal dengan morfem pangkal -- yang ditemukan dalam aspek
morfologi kata benda -- ternyata dalam pemajemukan kata sifat
tidak ditemukan. Beberapa contoh kata sifat yang majemuk dapat
dilihat berikut mi.
putih nyentak [putih ñantak] 'putih bersih'
tua cakiuk [tua cakluk] 'tua renta'
barak ngencab [barak nencab] 'merah padam'
pakeh ngelek [pakah jlak] 'asin sekali
nyurnyur maths [fiuur manis] 'manis sekali'

Apabila diperhatikan lebih saksama contoh-contoh tersebut


ternyata susunan pemajemukan kata sifat diatas ada dua
kemungkinan, yaitu morfem asal lebih dahulu kemudian disusul
denan morfem uniknya dan morfem uniknya lebih dahulu
kemudian baru morfem asalnya. Contoh nomor satu sampai dengan
31
empat adalah contoh susunan yang mendahulukan morfem asal
dan morfem uniknya yang kedua, sedangkan contoh yang terakhir
adalah susunan yang mendahulukan morfem unik kemudian yang
kedua morfem pangkal. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pemajemukan dalam kata sifat bahasa Bali lebih banyak yang
terdiri atas susunan morfem asal sebagai unsur pertama dan
morfem unik sebagai unsur kedua. Pola yang terdiri atas morfem
unik sebagai kata pertama dan morfem asal sebagai kata kedua
lebih langka. Pola rumusan dengan penjelasan diatas dapat
digambarkan dengan bagan berikut.

MA + MU Konstruksi Putih nyentak


MU + MA

MD/MA MU putih nyentak

Keterangan : MA morfem asal


MU morfem unik

Pemajemukan kata sifat diatas apabila dilihat dari hubungan


unsurnya, ternyata yang satu dapat menggantikan unsur
keseluruhannya. Hal itu dapat dibuktikan dari distribusikan dan
relasi semantik dalam kalimat berikut mi.
Murid-muride meseragam putih nyentak.
# murid-muride masaragam putih ñantak#
'Murid-muride berseragam putih bersih'.
Kata sifat majemuk putih nyentak 'putih bersih' ternyata dapat
digantikan distribusinya dengan kata putih saja dengan tetap
mempertahankan re)aasi semantik kalimat tersebut. Kata yang
sernacam itu, yaitu kata yang dapat menggantikan kedudukan
distribusi keseluruhan unsur kata majemuk itu disebut kata
pusat atau kepala (head), sedangkan unsur yang satunya lagi
adalah kata yang memberi keterangan (atributif). Kata sifat

32
majemuk yang semacam kelima contoh diatas di sebut kata
majemuk eksosentris. Kata majemuk eksosentris belum di jumpai
dalam bahasa Bali ketika kegiatan penelitian mi dilakukan.
Kata sifat majemuk yang telah di contohkan dalam kalimat
di atas termasuk kata sifat majemuk yang endosentris. Salah
satu unsur kata majemuk itu menduduki dan menggantikan
keseluruh unsurnya. Dengan demikian, dapat dicari salah satu
unsur pusat kata sifat majemuk tersebut sebagai berikut.
tua cakiuk 'tua renta' unsur pusatnya adalah tua 'tua'
barak ngencab 'merah padam' unsur pusatnya adalah barak
'merah'
pakeh ngelek 'asin sekali' unsur pusatnya adalah pakeh
asin
nyunyur manis 'manis sekali' unsur nusatnya adalah manis
'mani s'
Unsur cakiuk, ngencab, ngelék, .n i unyur dalam-
kaitannya dengan gabungan kata sifat majemuk diatas merupakan
morfem unik yang menekankan unsur pokoknya, yang sifatnya
atributif.

2.3.2.3 Kata Sifat Bersambung


Dalam peristiwa bahasa sering dijumpai kejadian berupa
penambahan afiks tertentu pada morfem dasar/pangkal.
Penambahan afiks pada morfem dasar/pangkal, dapat terjadi pada
tiga posisi, yaitu di depan, di tengah, dan diakhir morfem dasar/
pangkal. Melekatnya afiks itu menyebabkan terjadinya kata sifat
bersambungan. Proses itu disebut afiksasi.
Dalam proses afiksasi terjadi juga peristiwa morfofonemik, yaitu
berupa penambahan, penghilangan, pergantian, dan pergeseran
fonem tertentu sebagai akibat dari adanya proses morfologi itu.
Contoh
ma + Lingkeh [liUkahi—> malingkeh [maliDkah] 'melingkar'
pa + glayut [glayut] -> paglayut {paglayut] 'bergantungan'

33
-mu- + seken [sakan] - sumeken [sumakan] 'semakin
jelas'
tegeh + - an —tegehan /tagahanl 'lebih tinggi'

2.4 Ciri Kata Sifat Bahasa Bali

Bagaimana sesungguhnya ciri kata sifat bahasa Bali?


Pertanyaan mi sangat penting untuk dikemukakan karena didalam
pertanyaan itulah sesungguhnya letak uraian inti seluruh batang
tubuh buku mi.
Pada awal uraian Bab II mi telah dikemukakan bahwa
ciri kata sifat bahasa Bali merupakan bagian dari corak dan
sifat bahasa Bali. Selain itu, ciri kata sifat juga merupakan inti
corak bahasa Bali. Oleh karena itu, uraian dalam bab mi
sebenarnya ingin memaparkan identifikasi ciri kata sifat bahasa
Bali yang sepintas lalu akan terasa seperti pengulangan uraian
terdahulu. Kesan pengulangan itu tidak dapat dihindari karena-
seperti tadi telah dikemukakan - inti uraian corak bahasa Bali
adalah ciri bahasa Bali itu sendiri. Dengan demikian, pemaparan
bagian mi akan menjadi rangkuman sebagian uraian terdahulu
dan sekalligus membentuk pola bagi uraian bab-bab berikutnya.
Bertumpu pada uraian di muka ternyata kata sifat bahasa
Bali tidak memiliki ciri yang khusus. Oleh sebab itu, identifikasi
ciri kata sifat yang akan diuraikan disini lebih banyak berupa
suatu ciri yang mendekati kecendrungan untuk berkedudukan
sebagai kata sifat. Hal itu berarti bahwa ada kemungkinan ciri
yang terdapat pada kata sifat itu demikian pula oleh kata lain,
terutama kata kerja. Memang kedua jenis kata mi memiliki ciri
yang berdekatan dalam bahasa Bali.
Ciri kata sifat bahasa Bali itu dapat dilihatJdipaparkan,
secara garis besar, dari segi semantik dan bentuk (struktur).
Kedua ciri pokok tersebut akan diuraikan lebih terperinci dengan
penjelasannya untuk memperoleh gambaran yang terang dan
jelas secara menyeluruh.

34
1) Ciri Semantik
Ciri semantik menitikberatkan pandangannya pada unsur
makna yang terkandung dalam struktur batin suatu bahasa itu
yang secara teoretis melepaskan diri dari unsur lahir suatu bahasa
yang berujud bentuk atau struktur luar. Dengan demikian, kata
sifat bahasa Bali memiliki dua unsur panaridaan, yaitu (1) memberi
keterangan sifat kepada kata benda, dan (2) memberi keterangan
keadaan kepada kata benda.
Kata keterangan sifat dan keterangan keadaan terasa mutlak
perlu dibubuhi pada suatu kata sifat karena tidak semua
keterangan kata benda mengacu kepada sifat atau keadaannya.
Contoh
umah gedeg [umah gedeg] 'rumah bambu';
patung paras [patu5 paras] 'patung padas"
raab Wang [raab lala] 'atap alang-alang'
Kata-kata gedeg [gedeg] 'bambu'; paras 'padas', dan lalang
'alang-alang' membeni keterangan kepada kata benda umah
'rumput'; patung 'patung'; dan raab 'atap' Namun, secara semantik
kata-kata itu tidak memberi keterangan tentang keadaan atau
tentang sifat benda-benda itu. Akan tetapi, kata-kata itu memberi
keterangan tentang bahan benda itu. Dengan alasan seperti itulah
kata keterangan sifat atau keterangan keadaan dianggap mutlak
perlu dilekatkan kepada kata yang memberi keterangan.

2) Ciri Struktur (Bentuk)


Kalau makna memberi ciri kepada bagian batin atau struktur
dalam, bentuk adalah wujud lahir (struktur luar) bahasa. Bentuk
bahasa mi yang merupakan sisi lain bahasa dapat digolongkan
menjadi dua bagian, yaitu morfologi clan sintaksis. Keduanya
akan diuraikan tersendiri di bawah mi.

(1) Ciri Morfologi


Uraian yang menyangkut morfologi mi akan dipaparkan

35
secara ringkas karena pada bab berikutnya akan dijabarkan Iebih
lengkap dengan contoh-contoh. Kesadaran dan kesengajaan mi
dilakukan untuk tidak menimbulkan kesan uraian yang bolak-
balik dan berulang-ulang.
Ciri morfologi dapat dirumuskan dengan ringkas sebagai
berikut.
a. Kemungkinan bentuk tunggal yang terdiri atas dua suku
kata, tiga suku kata, dan jarang yang terdiri atas empat
suku kata.
b. Kemungkinan bentuk kompleks (rumit) itu dapat diperinci
lagi dengan kemungkinan bentuk sebagai berikut
(a) bentuk berulangan murni;
(b) bentuk perulangan bersambung dengan berbagai imbuhan
(afiks) dan kombinasinya
(c) bentuk perulangan berubah bunyi, yang pada umumnya
perubahan itu hanya meliputi perubahan bunyi vokal;
(d) bentuk perulangan sebagian dengan tiga kemungkinan
(1) perulangan sebagian yang bersambungan,
(2) perulangan sebagian dengan bentuk dwipurwa ; dan
(3) perulangan sebagian dengan bentuk dwiwasana;
(e) bentuk pemajemukan (compound words) dengan pola
struktur berikut.
MA + MU
MU + MA
Keterangan : MA morfem asal
MU morfem unik

(2) Ciri Sintaksis


Ciri sintaksis yang dimaksudkan di sini ialah pertanda yang
dimiliki oleh kata sifat itu dirangkaikan dengan ruang lingkup
tataran kalimat seperti frase, fungsi gramatikal kalimat, dan

36
sifat itu sendiri. Pembicaraan ciri sintaksis kata sifat akan
digabung menjadi satu tidak dipisahkan menjadi ciri frase, ciri
fungsi, dan sebagainya.
Adapun ciri-ciri sintaksis kata sifat itu adalah sebagai
berikut.
a. Umumnya kata sifat terletak dibelakang kata benda. Hal
mi tidak berarti bahwa kata sifat tidak dapat terletak di
muka kata benda. Hal mi dapat terjadi kalau penutur ingin
memberi penekanan atau penonjolan (topikailsasi) pada
keadaan atau sifat frase benda itu sendiri. Contoh : jelema
polos 'orang polos'.
b. Kata sifat dapat diikuti oleh kata gati 'sekali, sajaan
'sekali', pesan 'amat', 'sekali'. Ketiga kata itu bersifat padanan
(sinonim) yang memberi sifat mengeraskan (intensitas)
kepada sifat bendanya.
Contoh
Anak alep [anak alap] 'anak kalem' bisa dikeraskan menjadi
anak alep gati/sajaa/pesan 'orang kalem sekali
Kulitne putih pesan [kulitne putih pasan] 'kulitne putih
sekali'
ia sugih gati [ia sugih gati] ia kaya sekali'
Kata-kata penegas gati, sajaan, pesan bukanlah ciri khas
atau ciri khusus kata sifat sebab tambahan kata penegas itu
dapat pula mengikuti kata keterangan (adverb) seperti contoh
berikut mi.
Ia malaib gangsar gati.
# ia malai gajsar gati#
'Ia lari cepat sekali'.

I Bapa magae jemet gatilsajaanlpesan.


# i bapa magae jamat gatilsajaan/pesan#
'Ayah bekerja rajin sekali'.

37
I Made magendeng dueg gati/sajaan/pesan.
# i made magendij duag gatilsajaanlpesan#
'I Made bernyanyi pintar sekali'.

c. Kata sifat hanya dapat menduduki fungsi predikat dalam


kalimat verbal.
Contoh
Uli ibi I Ketut gelem
# uli ibi i katut galam#
'Sejak kemarin I Ketut sakit'.

Bungane ento miik gati.


# buane anto miik gati#
'Bunga itu harum sekali'.

Sampi lua ento elung dibi


# sampi lua anto aluJ dibi#
'Sapi betina itu patah kemarin'.
Kata-kat gelem 'sakit'; miik 'harum' dan elung 'patah' adalah
kata sifat yang berfungsi sebagai predikat dalam kalimat tersebut.
d Kata sifat tidak dapat dipakai sebagai predikat dalam
kalimat perintah seperti kata kerja dalam kalimat verbal.
Contoh kalimat diatas adalah kalimat verbal. Kalimat itu
tidak dapat dijadikan kalimat perintah. Kalimat perintah
imperatif dapat terjadi hanya karena perubahan (trans-
formasi)dari kalimat verbal. Jadi, tidak mungkin ada kalimat
perintah yang di terima oleh penutur bahasa Bali. Perhatikari
kalimat berikut.

Barak bungane ento.


# barak buane anto#

RR
Kalimat di atas tidak gramatikal. Kalimat itu baru dapat dipahami
setelah kata sifat barak 'merah' diubah (diprosesmorfologiskan)
menjadi barakang 'merahkah'. Perubahan kata sifat barak
'merah' menjadi barakang 'merahkah' telah mengalami proses
morfologis sehingga tejadi derivasi yang mengubah kategori kata
sifat menjadi kategori kata kerja.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditandaskan bahwa ciri
semantik itu tampaknya paling dominan melekat dalam kata
sifat bahasa Bali, sedangkan ciri dalam bidang struktur seperti
ciri morfologis dan ciri sintaksis keadaannya kurang begitu jelas.
Hal itu berkaitan dengan adanya derivasi yang membawa
kecendrungan berubahnya kategori kata sifat menjadi kelas kata
lain seperti terlihat pada perubahan kata barak 'merah' menjadi
barakang 'merahkan'.

39
BAB III
PERISTIWA MORFOLOGIS KATA SIFAT BARASA BALI

Yang di maksud dengan pengertian peristiwa morfologis


di sini ialah peristiwa terjadinya perubahan bentuk, yakni dan
bentuk tunggal menjadi bentuk kompleks, sebagai akibat
melekatnya imbuhan (afiks) pada morfem dasar atau morfem
pangkal. Melekatnya imbuhan pada morfem dasar itu menye-
babkan timbunya perubahan fungsi dan arti. Kedua unsur bahasa
inilah yang menjadi acuan bagi bagi terbentuknya bentukan-
bentukan baru.

3.1 Miksasi Kata Sifat Bahasa Bali.


Pengertian afiksasi itu sebenarnya masih berkaitan erat
dengan uraian diatas. Yang perlu mendapat perhatian disini
ialah penambahan imbuhan (afiks) pada posisi awal, tengah,
dan akhir morfem dasar/morfem pangkal. Yang berkedudukan
di depan morfem dasar/pangkal disebut pengater awalan'; di
tengah seselan 'sisipan' dan diakhir di sebut pangiring 'akhiran'.
Contoh
ma -+ jeijel ---> majeijel [majjaaU 'penih sesak'
ma -+ suksuk ---> masuksuk [masuksuk] 'penuh sesak'
pa -+ glayut ---> [pag1ayutI1 'dalam keadaan bergantungan'
- urn - seken ---> sumeken [sumakan] 'semakin jelas'
an -+ kelih -> kelihan [kalihan] 'lebih tua'
an - + gede -> gedenan [gadenan] 'lebih besar

40
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai
sistem afiksasi kata sifat bahasa Bali, berikut mi akan
diketengahkan satuan afiks yang terlihat dalam proses morfologi
katasifat bahasa Bali.

3.1.1 Prefiks
1) Prefiks (ma-)
(1) Prefiks [ma-) mi melekat pada morfem pangkal, misalnya:
kenyah [kan ah]—makenyah [makanah] 'berkilauan
kesir [kasir] - makesir [mkasir] kerbau'
kenyeb [kanab] —makenyeb [makaneb] 'mengkilap'
joijol [joijol] - majoijol [m joijol] 'dalam keadaan bertimbun'
jeijel [ j lj I] - majeijel {m j Iji] 'penuhsesak'
waset [waset] - mawaset [m waset] 'nekad'

(2) Prefiks ( ma- ) melekat pada morfem dasar kata benda.


Produktivitasnya sangat terbatas seperti apa yang dijumpai
dalam penelitian mi.
Contoh:
bligo [bligo] - mamligo [mamligo] 'panjang seperti bentuk
labu cinta'
batu [batul - mamatu [mamatu] 'keadaannya keras seperti
batu'

(3) Prefiks [ma-) melekat pada morfem dasar kata sifat.


Misalnya
putih [putih] —mamutih [mamutih] 'keadaan serba putih'
barak [barak] —mamarak [mamarak] 'keadaannya serba
merah'
peteng [patan] —mameteng [mamata] 'dalam keadaan
gelap'

41
bawak [bawak] —mamawak [mamawak] 'putus asa'

(4) Prefiks (ma-) melekat pada morfem dasar kata bilangan.


Contoh
besik [basik] —inamesik [mamasik] 'bulat'
Perhatikan kalimat berikut.
la jani suba mamasik kanahne nubuh siyap dogen
#iya jani suba mamasik kanahne gubuh siyap dogen#
'Ia sekarang sudah bulat pikirannya beternak ayam saja'.
Produktivitas bentukan mi terbatas sekali jumlahnya.
Semua pola konstruksi bentukan itu dapat digambarkan seperti
diagram pohon berikut.
Contoh
Konstruksi

KSB makenyeb

/
1",\
PR MD/MP ma- kenyeb
Keterangan
KSB . kata sifat bersambung
PR prefiks
MP morfem pangkal
MD morfem dasar

Keseluruhan peristiwa morfologi kata sifat di atas dapat


di substitusikan dengan bagan berikut

42
MP

ma- KB •4I:]

KS

LKBL

Keterangan
MP morfem pangkal
KB kata benda
KS kata sifat
KBL kata bilangan

2) Prefiks (pa-)
Dalam pembentukan kata sifat bersambungan bahasa Bali,
prefiks (pa-) mi terbatas sekali produktivitasnya. Prefiks (pa-)
hanya melekat pada morfem pangkal atau prakategorial dan
morfem kata sifat.
Contoh
glayah [glayahl ---> paglayah [paglayah] 'dalam keadaan
bertelentangan'
glawir [glawirl ---> paglawir [paglawirl 'berjuntai'
tianjuk [tianjuk] ---> patlanjuk [patlanjuk] 'sembraut'
gletak [gletak] ---> pagletak [pagletak] 'bertebaran'
claduk [claduk] ---> pacladuk [pacladuk] 'campur-baur
dan berhamburan
crenggeh [crengehi ---> pacrenggeh [pacrengehi 'tidak
teratur'

43
clompong [c1ompo] ---> paclompong [pacomp1o] 'Kea-
daannya berlubang-lubang'
glayut [glayut] ---> paglayut [paglayut] 'dalam keadaan
bergantungan'

Contoh prefiks (pa-) yang melekat pada morfem dasar kata


kata sifat ialah sebagai berikut
ririh [ririh] ---> pangirih [paririh] 'paling pandai'.
dueg [duweg] ---> panueg [panuweg] 'paling pintar'
tegeh [tagahi ---> panegeh [panagah] 'paling tinggi'
gede [gade] ---> pangede [paade] 'paling besar'

Keseluruhan kata bentukan baru mi, konstruksinya


menyerupai diagram pohon.

Konstruksi Contoh
KSB paglayut

PR MP/MD pa glayut

Substitusinya dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut.

MP

pa MD ---> KSD

44
3.1.2 Sisipan (-urn )
Dalarn proses morfologi kata sifat bahasa Bali hanya
dijumpai infiks (sisipan) (-urn) yang melekat pada morfem dasar.
Misalnya pada morfern dasar seken 'terang, jelas' . Pemakaiannya
terbatas pada kehidupan sastra, dan produktivitas bentukan mi
terbatas sekali.
Contoh
Seken [ s k n I - surneken [surnakan] 'sernakin terang
atau semakin jelas'

3.1.3 Sufiks
Bentuk sufiks cukup banyak terdapat dalarn bahasa Bali.
Dalarn proses morfologi kata sifat bahasa Bali, hanya sufiks ( -
an) yang sanggup secara rnandiri membentuk kata bersambung.
Mengeni sufiks mi coba perhatikan contoh kalimat berikut.
Mirip jajane ento rnanisan rasanne.
# mirib jajane anto manisan rasanne#
'Barangkali jajan itu lebih manis rasanya'.

Mula Hunan belinne ngelah tutur.


# mula liyunan balinne 3alah tutur#
'Memang kakaknya lebih banyak berbicara'.

Gedean gajih beline teken gajih icange.


# gedeyan gajih baline taken gajih icaje#
Gaji kakak lebih besar daripada gaji saya'.

la suba rnalunan luas ka abian.


# iye subs malunan luwas ka abiyan#
'Ia sudah lebih dulu pergi ke kebun'.

45
Dalam proses pembentukan kata sifat bersambungan bahasa
Bali sufiks [-an) mempunyai alomorf I-nan!. Alomorf itu muncul
apabila sufiks [-an) melekat pada morfem dasar yang suku akhirnya
terbuka bersuara.
Misalnya
malu [malu] ---> malunan [malunan] 'lebih dulu';
gede [gade] ---> gedenan [gadenan] 'lebih besar';
nguda [uda] ---> ngudanan [judanan] 'lebih muda';
Hu [liyu] ---> Hunan [liyunan] 'lebih banyak';
dawa [dawa] ---> dawanan [dawanan] 'Iebih panjang';

Perhatikan konstruksi diagram pohon berikut.


Konstuksi Contoh
KSB man isan

MB SF manis -an

Kalau disubstitusikan bentuk KSB itu, akan kita temukan


bagan berikut.

KSB an
[ MD
KS

3.1.4 Konfiks
Pengertian konfiks dalam peristiwa morfologis ialah
melekatnya afiks pada posisi awal dan posisi akhir secara bersama.
Terdapat beberapa isti]ah yang digunakan dalam analisis bentuk
bahasa yang mengacu pada pengertian konfiks itu. Misalnya,

46
istilah simulfiks dan ambifiks. Konfiks yang terlibat dalam
pembentukan kata sifat bersambungan ialah sebagai berikut.

1) Konfiks ( ma-. ..-an


Konfiks mi melekat pada morfem pangkal. Misalnya
Kejeng [kaja] ---> makejengan [makajaan]'terkejut'
kacak [kacak] ---> makacakan [makacakan] 'berserakan'
brecet [brecet] ---> mabrecetan [mabrecetan] 'berhamburan'
brarak [brarak] ---> mabrarakan [mabrarakan] 'berserakan'
dempet [dempet] ---> madempetan [madempetan] 'ber-
lengke tan'

2) Konfiks (ka-. . . -an)


Konfiks ke-... -an hanya melekat pada morfem dasar kata
sifat. misalnya
panes [panasa] ---> kapanasan [kapanasan] 'susah'
getap [gatap] ---> kagetapan [kagatapanil 'perihal pengecut'
wanen [wanen] --- > kawanenan [kawanenan] 'perihal brani'
lacur [lacur] ---> kalacuran [kalacuran] 'perihal miskin'
tua [tuwa] --- > katuaan [katuwaan] 'perihal tua

Pola konstruksinya menyerupai diagram pohon sebagai


berikut.

Konstruksi Contoh
KSB kapanesan

PR MP/MD SF ka panes -an

47
Apabila disubstitusikan, bentuk itu dapat digambarkan
dengan bagan seperti berikut.

ma- MP -an
KSB
ka KS -an

3.2 Proses Morfofonemik Kata Sifat Bahasa Bali


Pembentukan kata sifat bersambungan bahasa Bali dengan
penambahan afiks seringkali mengakibatkan terjadinya perubahan
fonologis. Misalnya, apabila awalan (pa-) melekat pada morfem
dasar lingsir [liDsir] 'tua' kata itu tidak menjadi palingsir
[palisir], tetapi menjadi panglingsir [pa1isir] 'orang yang
dianggap lebuh tua'. Gejala seperti itu dalam ilmu bahasa di
sebut morfofonemik, yaitu gejala perubahan fonem yang terdapat
didalam suatu morfem sebagai akibat adanya proses morfologis.
Istilah morfofonemik menurut Ramlan (1967:36), mengandung
pengertian sebagai sebagai peristiwa penambahan, penghilangan,
perubahan, dan pergeseran fonem. Bertalian dengan gejala itu
di dalam penelitian mi di peroleh 4 macam peristiwa morfenis,
yaitu penambahan, penghilangan, pergantian, dan pergeseran
fonem.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang
setiap peristiwa morfem itu, gejala bahasa akan diuraikan satu
per satu sebagai berikut.

3.2.1 Proses Penambahan Fonem


1) Penambahan Fonem [ 13 I
Proses penambahan fonem [] akan terjadi apabila awalan
(pa- ) melekat pada bentuk dasar yang dimulai dengan fonem
tertentu.
Contoh
eling [elij] ---> pangeling [pa9e1i] 'petuah '; 'patwa'
adeg [adg ---> pangadeg [padag] 'bentuk badan'
lingsir [lijsir] ---> panglingsir [pajlisir] 'orang yang
dianggap paling tua'
ririh [ririh] ---> pangirih [paririh] 'yang paling pintar'

2) Penambahan Fonein fyi


Tampilan ponem peluncur /y/ dalam suatu kata disebabkan
oleh melekatnya awalan (pi- ) pada bentuk dasar yang diawali
fonem /uJ dan /0/. Contoh yang agak terbatas adalah sebagai
berikut.
olas [olas] ---> piolas [piyolas] 'belas kasihan'
uning [unir3] ---> piuning [piyuni] 'hal tahu'

3.2.2 Proses Pengilangan Fonem


Pengilangan fonem /aJ terjadi apabila awalan (ma- ) me-
lekat pada bentuk dasar yang dimulai dengan vonem vokal
tertentu. Proses hilangnya fonem /a/ disebut asimilasi (Jendra,
dkk., 1976:26), sedangkan pihak lain menyebut gejala itu sebagai
gejala aferesis (Tjiptadi, dkk., 1982:110).
Misalnya:
(ma-) + uring-uringan [urin-urinan] - muring-uringan
{muri9-urian] 'uring-uringan'
[ma-] + umbe-umbean [umbe-umbeyan] - mumbe-umbean
[mumbe-umbeyan] 'besar-besaran'
[ma] + oyag-oyagan [oyag-oyagan] - moyag-oyagan
[moyag-oyagan] 'besar-besaran'

2.3.2 Proses Pergantian Fonem


Peristiwa pergeseran fonem terjadi apabila awalan (pa- )
melekat pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan selain
konsonan nasal.

49
Misalnya
gede [gade] ---> pa + n (g) ede [paade} 'paling besar'
dueg [duwag]---> pa + n (d) ueg [panuwag] 'paling pintar'
bawak [bawak] ---> pa + m (c) enik [pamawak] 'yang paling
kecil'
cenik [canik] ---> pa + fly (c) enik [pnanik] 'yang paling kecil'
belog [balog] ---> pa + m (b) clog /pamalog/ 'yang paling bodoh'

3.2.4 Proses Pergeseran Fonem


Proses pergeseran fonem terjadi apabila bentuk dasar
berakhir dengan suku kata tertutup yang dilekati oleh akhiran
-an
Contohnya
cerik [ carik] + (-an) ---> cerikafl [c a +ri+kan] 'lebih
kecil'
jegeg [jagag] + (-an) ---> jegegan [j a+ge+gan] 'Iebih cantik'
barak [barak] +j-an) ---> barakan [ba+ra+kan] 'lebih merah'
lantafig [lantan] + (-an ---> lafitangafi [lan+ta+jan] 'lebih
panjang'
selem [salami + [-an] ---> seleman [sa+la+man] 'lebih hitam'
beseg [bsgi + (-an) ---> besegan [ba+sa+gan] 'lebih besar'

3.3 Perulangan Kata Sifat


Kata sifat dan kata kerja dalam bahasa Bali tidak dapat
menduduki tempat objek dalam kalimat. Kedua kata mi
mempunyai perilaku yang sama dalam frase dan kalimat. Oleh
karena itu, keduanya termasuk dalam satu golongan kata, yaitu
kata ajektiva. Namun, kedua kata mi masih dapat dibedakan
karena masing-masing mempunyai ciri tersendiri seperti yang
sudah dibicarakan di depan.

50
Pembicaraan mengenai perulangan kata sifat pada sub bab
3.3. mi pada dasarnya merupakan kelengkapan dari uraian kata
ulangbahasa Bali pada pasal 2.3.2.1 di muka. Uraian pada pasal
2.3.2.1 itu dapat dipandang sebagai pola umum struktur bentuk
perulangan bahasa Bali.
Kata sifat bahasa Balia umumnya selalu dapat diikuti oleh
kata pesan [pasan] 'sangat' gati [gati] 'sekali', dan sajan [sajan]
'benar-benar'. Kalau dilihat dalam sistem perulangan, kata sifat
mi dapat diulang dan dapat diapit oleh awalan dan akhiran (se-
-ne). Tentu masih banyak ciri kata sifat yang lain seperti
sudah dibicarakan dimuka. Dengan ciri seperti yang disebutkan
di atas, sudah dapat ditentukan kata sifat .dalam bahasa Bali.
Berdasarkan kata sifat itu ---> seperti kata jegeg [jagegi
'cantik'-'cantik' ---> sudah dapat dikatakan bahwa kata sifat dapat
diikuti oleh kata pesan [pasan] atau gati [gati] yang keduanya
berarti sangat oleh sebab itu, akan terbentuk jegeg pesan [jageg
pasan] atau jegeg gati [jageg gati] yang artinya 'cantik sekali'
atau 'sangat cantik'. Demikian pula, kalau diulang kata itu dapat
diapit oleh awalan dan akhiran (se-. ..-ne) 'Se-...- nya' sehingga
menjadi sejegeg-jegegne [sajageg jagegnell 'secantik-cantiknya'.
Kata sifat bahasa Bali umumnya berupa morfem dasar
atau morfem asal. Apabila kata sifat itu mengalami proses afiksasi
jenis kata itu sering berubah menjadi kata kerja atau kata
benda. Akan tetapi, ada kalanya pula kata sifat itu tidak berubah
jenis walaupun mengalami proses aflksasi. Kata barak 'merah'
sebagai morfem asal (dasar) kata sifat apabila dibubuhi akhiran
(-an) jenisnya berubah menjadi kata kerja barakang [baraka9]
'merahkan'. Demikian pula, dalam contoh yang lain, jika kata
gede [gade] 'besar' sebagai morfem dasar kata sifat dibubuhi
akhiran (-an), kata itu berubah menjadi kata kerja gedeang
[g3dea] 'besarkan'. Kata itu juga bisa berubah menjadi kata
benda apabila dibubuhi awalan (pa-) sehingga akan terjadi bentuk
pengede [pa9ade] 'pembesar'. Akan tetapi, apabila morfem dasar
kata sifat gede [gade] 'besar' mi diikuti oleh akhiran (-an)
'lebih',kata itu akan tetap jenisnya sebagai kata sifat, yaitu menjadi
gedean [gadean] atau gedenan [gadenan] 'lebih besar'. Dengan

51
demikian, ada kata sifat yang tidak berubah jenis katanya setelah
mendapat irnbuhan.
Ada pula kata sifat yang tidak berubah jenisnya setelah
mengalami proses pernajernukan. Sebagai contoh setelah mor-
fern dasar kata sifat peteng [pata] 'gelap' digabung dengan
morfern unik dedet [dadat] '...', gabungan kata itu menjadi peteng
dedet [pata9 dadat] 'gelap gulita'. ternyata jenis kata gabung itu
tetap sebagai kata sifat. Kata sifatjenis mi karni sebut kata sifat
majemuk.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kata sifat
bahasa Bali apabila dipandang dari segi bentuknya dapat
dibedakan menjadi (1) kata sifat dasar, (2) kata sifat berirnbuhan,
(3) kata sifat ulang, dan (4) kata sifat majemuk. Setelah data
yang terkurnpul dianalisis, kita dapat mengatakan bahwa tidak
sernua bentuk kata sifat dalarn bahasa Bali dapat mengalarni
proses pengulangan. Kata sifat majernuk tidak rnengalarni proses
pengulangan. Dengan dernikian, kata sifat ulang dapat dibagi
rnenjadi dua, yaitu (1) perulangan kata sifat bentuk dasar dan
(2) perulangan kata sifat berimbuhan.

3.3.1 Perulangan Kata Sifat Morfem Dasar


Setiap rnorfem dasar kata sifat bahasa Bali dapat mengalami
proses pengulangan. Pengulangan sejenis mi disebut perulangan
bentuk dasar. Bentuk dasar kata sifat adalah kata yang berupa
morfern dasar kata sifat. Proses pengulangan itu dapat beruba
pengulangan seluruhnya (dwilingga) dan bisa pula berupa
pengulangan sebagian (dwipurna);

1) Bentuk Dasar Mang Seluruh


Contoh : bentuk dasar ulang seluruhnya adalah sebagai berikut.
badeng-badeng [badaj bada] 'hitarn-hitam' bentuk
dasarnya badeng [bade] 'hitam'
jelek-jelek Ualek jlek] 'jelek-jelek' bentuk dasarnya jelek
/jalek/ 'jelek'

52
adeng-adeng [adeB ade] 'pelan'pelan' bentuk dasarnya
adeng [adeBil 'pelan
joh-joh [joh joh] 'jauh-jauh' bentuk dasarnya joh [johil jauh'
gelem-gelem [galam gal am] 'sakit-sakit' bentuk dasarnya
gelem [galam] 'sakit'
liu-liu [liyu liyu] 'banyak-banyak' bentuk dasarnya liu
[liyu] 'banyak
tegeh-tegeh [tagah tagah] 'tinggi-tinggi' bentuk dasarnya
tegeh [tagah] 'tinggi'
linggah-linggah [1ijgah li9gah] 'luas-luas' bentuk dasarnya
linggah [Iigah] 'luas'
dawa-dawa [dawa dawa] 'panjang.panjang' bentuk dasarnya
dawa [dawa] 'panjang'
cenik-cenik (canik canik) 'kecil-kecil' bentuk dasarnya
dawa [dawa] 'panjang'

2) Perulangan Morfem Dasar Berubah Bunyi


Contoh perulangan morfem dasar berubah bunyi adalah sebagai
berikut.
kenyar-kenyir [kañar kañir] 'tersenyum-senyum' bentuk
dasarnya kenyir [kahir] 'senyum'
cekah-cekoh [cakah cakoh] 'terbatuk-batuk' bentuk
dasarnya cekoh [cakoh] 'batuk'
serayang-seruyung [saraya saruyu9] 'terhuyung-huyung'
bentuk dasarnya seruyung [saruyuj] 'terhuyung'
serarat-seririt [sararat saririt] 'tergelincir-gelincir bentuk
dasarnya seririt [saririt] 'tergelincir'
serandang-serendeng [sarandan sarendan] 'terhuyung -
huyung' bentuk dasarnya serendeng [sarendeij] 'terhuyung'
geradag-gerudug [garadag garudug] 'kian kemari tidak
menentu' bentuk dasarnya gerudug [garudug] 'guruh'
keramak-kerimik [karamak karimik] 'berbicara tidak jelas'

53
bentuk dasarnya kerimik [karamak] 'berbicara tidak jelas'

3) Perulangan Bentuk Dasar Sebagian dengan Pengu-


langan Suku prtama (Dwipurwa)
Sering juga terjadi perulangan dwipurwa kata sifat diikuti i akhiran
(-an).
Contoh
sesumbar [sasumbar] 'sesumbar'
bebeki [babeki] 'suka mengganggu'
gegabah [gagabahil 'gegabah'
gegeson [gageson] 'tergesa-gesa'
gegancangan [gagacangan] 'cepat-cepat'
pepolosan [papolosan] 'dengan jujur'
pepetengan [papataan] 'kegelapan'
peputihan [paputihan] 'serba putih'

3.3.2 Perulangan Kata Sifat Berimbuhan


Bentuk dasar kata sifat mi berupa kata sifat berimbuhan,
tetapi terbatas pada kata sifat berakhiran (-an) saja. Kata sifat
dengan akhiran (-an) mi dapat mengalami proses pengulangan
seluruh dan dapat pua mengalami pengulangan sebagian.
Disamping itu, bagi bentuk ulang sebagian dengan pengulangan
suku terakhir (dwiwasana) umumnya kata sifat tersebut disertai
awalan (pa-). Dengan demikian, berdasarkan cara pengulangan
bentuk dasarnya kata sifat berimbuhan dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu (1) kata sifat berimbuhan ulang seluruh, (2) kata
sifat berimbuhan ulang sebagian, dan (3) kata sifat ulang mendapat
konfiks.

3.3.2.1 Kata Sifat Berimbuhan Mang Seluruh


Bentuk dasar kata sifat berimbuhan ulang seluruh ialah

54
berupa kata sifat berimbuhan, dengan akhiran (-an) dengan arti
'lebih'
Contoh

putihan-putihan [putih an-putihani 'lebih putih-lebih putih'


bentuk dasarnya putihan [putihan] 'lebih putih'
bawakan-bawakan [bawakan-bawakan] 'lebih pendek-lebih
pendek' bentuk dasarnya bawakan [bawakan] 'Iebih pendek'
bajangan-bajangan [bajangan bajangan] 'Iebih muda-lebih
muda bentuk dasarnya bajangan [bajaan] 'Iebih muda'
jelekan-jelekan [ja]ekan jalekanil 'lebih jelek-Iebih jelek'
bentuk dasarnya jelekan [jalekan] 'lebih jelek'
cenikan-cenikan [canikan canikan] 'lebih kecil-lebih kecil'
bentuk dasarnya cenikan [canikan] 'lebih kecil'
beragan-beragan [baragan baragan] 'lebih kurus-lebih
kurus' bentuk dasarnya beragan [baragan] 'lebih kurus'

3.3.2.2 Kata Sifat Berimbuhan Ulang Sebagian


Kata sifat yang berakhiran (-an) umumnya dapat mengalami
pengulangan sebagian. Bentuk dasar kata sifat berimbuhan ulang
sebagian adalah berupa kata sifat berakhiran (-an) yang berarti
'lebih'.
Contoh
barak-barakan [barak barakan] 'Iebih merah-merah' bentuk
dasarnya barakan [barakan] 'lebih merah'
panes-panesan [panas panasan] 'Iebih panas-panas'bentuk
dasarnya panesan [panasan] 'lebih panas
tua-tuaan [tuwa tuwawan] 'lebih tua-tua' bentuk dasarnya
tuaan [tuwawan]'lebih tua'
siteng-sitengan [sitaj sitaan] 'lebih kuat-kuat' bentuk
dasarnya sitengan [sitean] 'Iebih kuat'

55
joh-johan [joh johan] 'lebih jauh-jauh bentuk dasarnya
johan [johan] 'Iebih jauh'
bawak-bawakan [bawak-bawakan] 'lebih pendek-pendek
bentuk dasarnya bawakan [bawakan] 'lebih pendek'
berag-beragan [barag baragan] 'lebih kurus-kurus' bentuk
dasarnya beragan [baragan]'lebih kurus
lais-laisan Pais laisan] 'Iebih laris-laris' bentuk dasarnya
laisan [laisan] 'lebih laris'

Selain bentuk kata sifat berimbuhan ulang sebagian seperti


contoh diatas ada pula kata sifat berimbuhan ulang sebagian
suku àkhir (dwiwasana).
Contoh
pakenyahnyah [pakaiiah?iah] 'bersinar-sinar'
pakenyornyor [pakaflorñor] 'bernyala-nyala'
pakebiarbiar [pakabyarbyar] 'berkelip-kelip'
paketeltel [pakateltel] 'menetes-netes'
pakecoscos [pakacoscos] 'berlompat-lompat'

3.3.2.3 Kata Sifat Mang Mendapat Konfiks


Kata sifat ulang berimbuhan yang mengalami proses
pengulangan dan konfiks secara serempak dapat dilihat dalam
contoh berikut.
mapanes-panesan [mapanas panasan] 'saling memanasi
bentuk dasarnya panes [panas] 'panas/marah' mademen-
demenen [madaman-damanan] 'pilih kasih' bentuk dasamya
demen [daman]'sayang' atau 'seneng'
mejoh-johan [majoh johan] 'saling berjauhan' bentuk
dasarnya johanijohan] 'jauh'
nyegeg-nyegegang [flageg fiagegaI1 'makin cantik' bentuk
dasarnya jegeg [jageg] 'cantik'

56
ngalang-ngalangang kplaD galaDagl'makin terang' bentuk
dasarnya galang [gala] 'terang'
nialiang-liangan [malia liaDan] 'saling bersenang' bentuk
dasarnya hang [liya] 'senang'
ngelingsir-ngelingsirang [Uali9sir rjalijsiran] makin sore'
atau makin tua'bentuk dasarnya lingsir [lisir] 'sore, tua'
sabagus-bagusne [sabagus bagusnel 'sebagus-bagusnya
bentuk dasarnya bagus [bagus] 'bagus'
sejoh-johne [sajoh johne] 'sejauh-jauhnya' bentuk dasarnya
joh [Joh] 'jauh'

3.4 Pemajemukan Kata sifat


3.4.1 Ciri-ciri Kata Majemuk Kata Sifat Bahasa Bali
Seperti sudah dibicarakan sebelumnya (Bab II) konsep
pemajemukan yang digunakan dalam penelitian mi bertitik tolak
pada konsep yang telah dikemukakan oleh Masinambouw
(penyunting) dalam bukunya Kata Majemuk (1980). Dalam buku
mi diungkapkan beberapa kesepakatan bersama diantara para
ahli mengenai konsep kata majemuk yang dituangkan dalam
kesimpulan sebagai berikut.

1) Prinsip yang harus dipegang di dalam mengindentifikasikan


apakah suatu konstruksi merupakan konstruksi majemuk
atau tidak ialah bahwa konstruksi memperlihatkan derajat
keeratan yang tinggi sehingga merupakan kesatuan yang
tidak terpisahkan.

2) Sebagai kesatuan yang tidak terpisahkan, konstruksi


majemuk berperilaku sebagai kata, artinya tiap-tiap
konstituen dari konstruksi hilang otonominya. Hilangnya
otonomi itu berarti bahwa tiap-tiap konstituen tidak dapat
dimodifikasikan secara terpisah dan diantaranya tidak dapat
disisipi morfem lain tanpa perubahan atas makna aslinya.

57
3) Keeratan konstruksi majemuk itu ditentukan oleh ciri dan
sekurang-kurangnya satu konstituen yang memperlihatkan
asosiasi (afinitas) yang konstan itu terwujud melalui pola
kombinasi morfem dasar yang merupakan konstituen
konstruksi majemuk sebagai berikut :.
a) sekurang-kurangnya satu morfem dasar memperlihatkan
diri tidak produktif;
b) sekurang-kurangnya satu morfem dasar merupakan
bentuk unik;
c) sekurang-kurangnya satu morfem dasar merupakan
morfem terikat namun tidak tergolong sebagai bentuk
afiks.
4) Sebagai pangkal tolak penelitian lebih lanjut terhadap ciri-
ciri konstruksi majemuk, terutama menurut derajat
kepukalannya dapatlah dibuat daftar semua konstruksi
menurut kontinum kepukalan.
5) Oleh karena batas-batas dalam suatu kontinum tidak jelas
maka terdapatkan konstruksi-konstruksi peralihan (inter-
mediary form) antara yang jelas bersifat majemuk dan yang
jelas bersifat frase. Masalah penamaan bagi golongan
konstruksi mi perlu memperoleh kesepakatan lebih lanjut
(Masinambouw), (penyunting), 1980:72-73).

Di dalam bahasa Bali—berdasarkan penelitian-penelitian


yang telah dilakukan memang ditemukan kata majemuk
disamping frase. Begitu pula, seperti sudah disinggung didepan,
pemajemukan kata sifat juga ada di dalam bahasa Bali.
Sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian mi,
yaitu teori struktural yang memperhatikan bentuk dan arti, dalam
usaha menemukan ciri kata sifat majemuk bahasa Bali akan
dilihat ciri arti dan ciri bentuk kata yang bersangkutan.
3.4.1.1 Ciri Arti
Walaupun ciri arti lebih banyak bersifat batin, tidaklah
berarti bahwa segi arti tidak dapat dijadikan ciri pembeda untuk
menentukan suatu konstruksi sintaksis sebagai kata majemuk
atau frase. Malahan, ciri arti sangat membantu dalam menentukan
jenis suatu kata. Suatu gabungan kata yang sudah diketahui
menimbulkan arti baru dapat pula ditentukan sebagai kata
majemuk. Konstruksi sintaksis semacam itu berstatus sebagai
satu kata karena kata itu sudah memiliki satu arti dengan tidak
menonjol akan arti unsurnya masing-masing. Agar uraian diatas
menjadi lebih jelas dapat dilihat dalam analisis data di bawah
mi.
Barak Wing muane.
#barak biiD muwane#
Merah padam mukanya.'

Dadongne tua cakiuk.


#dado9ne tuwa cakluk#
'Neneknya tua ranta.'
Gabungan kata barak Wing [barak biyi 'merah padam'
didalam kalimat diatas, setelah diteliti, menimbulkan satu arti
baru, yaitu menyatakan itentitas. Unsur barak [barak] 'merah
merupakan morfem asal (dasar) yang berarti merah, sedangkan
unsur Wing [biyiI merupakan morfem asal yang berarti 'merah'.
Morfem mi termasuk morfem yang 'tidak produktif karena
pemakaiannya sangat terbatas. Morfem asal Wing [biyi9ll 'merah'
hanya ditemukan pemakaiannya pada kata barak Wing [barak
biyi1 dan kelompok kata siap Wing [siyap biyirjl 'ayam merah'.
Setelah kedua kata itu (barak dan biing) digabung, timbullah
arti baru, yaitu menyatakan itensitas : 'merah sekali' atau 'merah
padam'.
OIeh karena itu, gabungan kata itu termasuk kata majemuk
kata sifat (saah satu unsurnya berupamorfem asal yang tidak
produktif). Demikian pula gabungan kata tua cakiuk [tuwa ca-

59
kiuk] 'tua renta' di dalam contoh kalimat di atas. Bentuknya
terdiri atas morfem asal tua [tuwa] 'tua' dan morfem unik cakiuk
[cakiuk] yang tidak jelas artinya. Setelah kedua kata itu digabung
ternyata timbul satu arti, yaitu 'tua renta'. Sesuai dengan konsep
kata majemuk yang telah diuraikan di depan, gabungan kata
itu pun dapat dimasukkan ke dalam kata majemuk.
Dari kedua contoh diatas jelaslah bahwa arti yang dikandung
setiap unsur kata dalam suatu gabungan kata itu sudah terdesak
sehingga arti unsur itu masing-masing tidak terasa lagi. dengan
demikian, kalau dilihat dari segi arti, kata sifat majemuk
mengandung suatu arti baru yang lain dengan arti yang dikandung
oleh setiap unsurnya. Arti yang dikandung setiap unsurnya tidak
menonjol lagi.

3.4.1.2 Ciri Bentuk


Selain ciri arti yang lebih bersifat batin seperti telah
diuraikan diatas, pemajemukan kata sifat bahasa Bali juga me-
miliki ciri bentuk. Berikut mi diberikan ciri bentuk kata sifat
majemuk yang ditemukan dalam penelitian mi.
Contoh
putih nyentak [putih intak] 'putih bersih'
peteng dedet [pata dadat] 'gelap gulita'
nyunyur manis [ñuflur manis] 'manis sekali'

Suatu konstruksi yang ditentukan sebagai kata majemuk


atau frase dapat dilihat dari morfem yang menjadi unsurnya.
Konstrukasi kata yang minimum satu unsurnya berupa morfem
unik dapat ditentukan sebagai kata majemuk. Kalau diperhatikan
contoh di atas konstruksi itu masing-masing terdiri atas dua
morfem. Pola konstruksinya berupa morfem dasar (asal) morfem
unik.
Dalam konstruksi putih nyentak [putih nantak] 'putih
bersih' atau 'putih sekali', peteng dedet [pata3 dadat] 'gelap
gulita'ternyata susunannya berupa morfem dasar (asal) pada
unsurnya yang pertama adalah putih [putih] 'putih' dan peteng
[patan] .gelap', sedangkan unsurnya yang kedua adalah nyentak
[nantak] dan dedet [dadat] berupa morfem unik yang tidak jelas
artinya. Dengan demikian, konstruksi tersebut dapat dikatakan
sebagai kata majemuk dengan pola susunannya terdiri atas morfem
dasar dan morfem unik sebagai unsur kedua.

Contoh kata sifat majemuk yang berpola morfem dasar dan


morfem unik (MD/MA + MU)
tua cakiuk [tua cakiuk] 'tua renta
badeng kotot [badj kotot] 'hitam legam'
tegeh ngalik [tagah a1ik] 'tinggi sekali'
pakeh ngelek [pakah na1k] 'asin sekali'
Dalam konstruksi nyuntur manis [ñuiur manis] 'manis
sekali' -- dilihat dari susunannya -- yang pertama nyurnyur
[nunur] berupa morfem unik dan nsurnya yang kedua berupa
morfem dasar (asal) manis [manis] 'manis'. Konstruksi mi pun
dapat dimasukkan sebagai kata majemuk dengan po]a susunannya
morfem unik + morfem dasar (asal). Konstruksi semacam mi
hanya beberapa buah yang ditemukan contohnya.
Contoh kata sifat majemuk yang berpola morfem unik dan morfem
dasar (asal) (MU = MD/MA) seperti itu adalah sebagai berikut.

lumlum gading []umum gadi] 'kuning bersih'


janjang jamprah [janja9 jamprah] 'sombong sekali'

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kata sifat


majemuk bahasa Bali terdiri atas dua unsur dan saah satu
unsurnya berupa morfem unik.

3.4.2.Jenis Kata Sifat Majemuk


Dari pola pemajemukan kata sifat bahasa bali seperti terlihat
dalam ciri bentuknya, ternyata hubungan antarunsurnya padu

61
sekali. Di samping itu, salah satu unsurnya dapat menggantikan
distribusi kata majemuk tersebut dan tidak bisa dihilangkan.
Hal mi dapat diperjelas dengan contoh kalimat di bäwah mi.
I Rai mabaju kuning melencing.
# rai mbaju kuning malncing #
'I Rai berbaju kuning sekali.'
Di dalam contoh kalimat di atas ditemukan sebuah kata
majemuk kuning malencing [kunin malanci] 'kuning sekali'
yang terdiri atas dua unsur yaitu kuning [kuniD] yang berarti
kuning dan malencing [malnci9] yang tidak jelas artinya. Unsur
kuning [kuni] dapat menggantikan distribusi kata majemuk
kuning malencing [kunij malanciji 'kuning sekali' dan unsur
mi tidak dapat dihilangkan. Hal mi dapat dibuktikan sebagai
berikut.
I rai mabaju kuning malencing.
# i rai mabaju kunnij m 1ancij #
'I Rai berbaju kuning sekali'.

I Rai mabaju kuning


# i rai mbaju kuni #
'I Rai berbaju kuning'.

I Rai mabaju malencing.


# i rai mabajii ma1anci #
'I Rai berbaju
Dari contoh di atas ternyata unsur kuning [kunij1 kuning
dapat menggantikan distribusi kata majemuk kuning malencing
[kunij malanci] 'kuning sekali' dan unsur mi tidak dapat
dihilangkan karena kalau dihilangkan kalimat itu menjadi tidak
biasa dipakai.
Unsur yang kedua malencing [malanciB] tidak dapat
menggantikan distribusi kata majemuk itu. Kalau kata mi
dihilangkan ternyata kalimat itu masih dapat dipakaillni berarti

62
bahwa kata malencing [malanciI dapat dihlangkan. Unsur yang
dapat menggantikan distribusi kata majemuk dan tidak dapat
dihilangkan disebut unsur pusat, sedangkan unsur yang tidak
dapat menggantikan distribusi kata majemuk dan dapat
dihilangkan disebut unsur atribut. Kalau diperhatikan dalam
contoh diatas, yaitu kata sifat majemuk kuning malencing [kuni
malancij] kuning sekali' unsur kuning 'kuning' sebagai unsur
pusat dan malencing [malancin] sebagai atribut. Unsur pusat
merupakan unsur yang diterangkan dan unsur atributif sebagai
unsur yang menerangkan. Jenis kata majemuk mi disebut kata
majemuk endosentrik, Kata sifat majemuk bahasa Bali
kebanyakan berupa kata mejemuk endosentrik, sedangkan kata
sifat majemuk eksosentris tidak ditemukan dalam penelitian mi.
Dari data yang terkumpul tampaklah bahwa kata sifat
majemuk bahasa Bali kebanyakan termasuk kata sifat majemuk
endosentrik karena salah satu unsurnya sebagai unsur pusat,
sedangkan unsur lainnya sebagai atribut.
Contoh
berag tegres [barag tegres] 'kurus sekali'
gadäng melengkang [gada.B mlnka] 'hijau sekali'
pakeh ngelek [pakah jlk] 'asin sekali'
pelung inggung [paluD igu] 'biru sekali'
kembang lelem [kmbaD lemlem] 'pusat pasi'
nyunyur manis [fluñur manis] 'manis sekali'
lumlum gading [lulum gadi] 'putih kekuning-kuningan'
janjang jamprah Uaniaj jamprah] 'sombong sekali'
manis melenyad [manis mla?id] 'manis sekali'
peteng dedet [patj ddt] 'gelap gulita'
tegeh ngalik [tagah lik] 'tinggi sekali'
putih nyentak [putih ?intak] 'putih sekali'
tuh naraktak [tiih naraktak] 'kering sekali'
tuh gaing Ruh gain] 'kering kerontang'

63
i I'1
FUNGSI DAN ARTI MORFOLOGIS
KATA SWAT BA}IASA BALI

Pembicaraan fungsi dan arti morfologis kata sifat bahasa


Bali sebenarnya tidak bisa dilepas dengan apa yang disebut kelas
kata. Melalui proses morfologis bentuk dasar kelas kata dapat
diketahui sampai berapa jauh terjadinya pergeseran nilai fungsi
dan arti leksikal menjadi fungsi dan arti gramatikal. Pergeseran
nilai yang disebabkan oleh proses morfologis itu akan membawa
pengaruh berupa berpindahnya kelas kata tertentu menjadi kelas
kata lain. Misalnya, dari kelas kata sifat menjadi kelas kata
benda atau kerja. peristiwa perpindahnya kelas kata menjadi
kelas kata yang lain disebut transposisi. Contohnya ialah sebagai
berikut.
ririh [ririh] ---> karirihan [karirihan] 'kepandaian'
sengsara [sansara] --- > kasengsaran [kasasaran] ke-
sengsaraan'
tuyuh [tuyuh] ---> katuyuhan [katuyuhan] 'ketuyuhan'
punyah [puflahi memunyah [mamunah] 'bermabuk-
mabukan'
bawak [bawak ---> mamawak [mamawak] nekat'
buduh [buduh] ---> mamuduh [mamuduh] 'membuat jadi
gila
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas di bawah
miakan diuraikan pengertian fungsi dan arti gramatikal secara
mandiri. Sesudah itu akan disusul dengan uraian mengenal fungsi

64
dan arti setiap afiks yang terlihat langsung dalam proses morfologis
kata sifat bahasa Bali itu.

4.1 Pengertian Fungsi Gramatikal


Sebenarnya pengertian fungsi gramatikal itu agak berbeda
dengan pengertian fungsi dalam hubungan dengan jabatan kalimat,
seperti fungsi subjek, predikat, objek, dan keterangan, yang
merupakan bagian dari distribusi sintaksis kelas-kelas kata
(Verhaar, 1982:70/71). Pengertian fungsi disini semata-mata
mengacu pada distribusi morfologis, yang ditandai oleh ciri-ciri
tertentu berupa melekatnya afiks pada bentuk dasar. Perubahan
bentuk dasar menjadi bentuk kompleks menyebabkan terjadinya
pergeseran fungsi kata sifat yang pada mulanya menerangkan
kata benda menjadi fungsi gramatikal. Hal mi disebut fungsi
gramatikal karena tataran morfologi itu pada hakekatnya masuk
dalam rangkuman tata bahasa. Contohnya adalah sebagai berikut.

1) Bentuk dasar kata sifat mendapat prefiks (ma(N)-)


bakuh [bakuh] ---> memakuh [mamakuh] 'membuat jadi
kuat'
putih [putih] ---> memutih [mmutih] 'menjadi atau
kelihatan putih'
barak [barak] ---> memarak [mamarak] 'menjadi atau
kelihatan merah'
bucu [bucu] ---> mamucu [mamucu] 'bertempat atau berada
di sudut'

2) bentuk dasar kata benda mendapat prefiks (ma(N))


batu [batu] ---> mamatu [mmatu] 'menyerupai batu'
biligo [bligo] ---> mamligo [mamligo] 'penjang seperti labu
cina'
pusuh [pusuh] - mamusuh [mmusuh] 'seperti jantung
pisang'

65
3) Bentuk dasar kata bilangan mendapat prefiks
{ma(N)-J
besik [basik] - mamesik [mamasik] 'bulat'
Berdasarkan contoh proses morfologis bentuk dasar diatas
dapat diketahui bahwa fungsi prefiks itu adalah sebagai pembentuk
kata kerja intransitif serta mengubah kelas kata sifat, kata benda,
dan kata bilangan menjadi kelas kata kerja.

4.2 Pengertian Ieksikal dan Gramatikal


Pembicaraan tentang arti atau makna sebenarnya menying-
gung salah satu cabang ilmu bahasa yang menyelidiki masalah
makna yang disebut semantik. Kalau orang membicarakan soal
arti/makna suku kata pada hakikatnya mereka telah memasuki
persoalan yang rumit dan pelik. Chomsky seperti yang dikutip
Jendra (1980:143) menyebut masalah makna itu sebagai deep
structure (struktur dalam atau struktur batin). Hal itu sangat
sulit dipahami karena bidang makna itu tidak dapat dilihat dan
diraba oleh indra manusia. Wujudnya digambarkan dengan
lambang yang sifatnya arbiter.
Bahasa sebagai sistim lambang terdiri atas bentuk dan
makna. Keduanya merupakan satu kesatuan yang komposit yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila ditelusuru lebih
,jauh wujud merupakan salah satu aspek dari tanda (sign), yang
mempunyai nilai penting bagi kehidupan manusia. Ilmu yang
mempelajari sistem tanda disebut semiotik (Hakim, 1979:61).
Oleh karena bahasa dalam perwujudannya bertumpu pada sistem
lambang, kajiannya tentang bahasa pada hakikatnya termasuk
juga dalam ruang ]ingkup semiotik itu sendiri (Anttila, 1972:18).
Selanjutnya, Anttila membedakan tanda itu menjadi tiga tipe,
yaitu ikon, indeks, dan simbol. Dalam perkembangan bahasa
ketiga tipe tanda itu penting sekali artinya.
Penelusuran struktur makna dapat dilakukan dengan
beberapa cara. Salah satu cara ialah dengan melihat oposisinya.
Berpangkal tolak dari oposisi itu dapat diketahui jenis-jenis oposisi
makna sebagai berikut.

MM
a) Oposisi mutlak seperti makna kata hidup dan mati;
b) Oposisi jenis, seperti bunga mawar, cempaka, anggrek,
dahlia, kenanga, mas, perak, tembaga, dan kuningan;
C) Oposisi bentuk, seperti tiwas, sugih, gede, cantik, panjang,
pendek, dalem, dan deken;
d) Oposisi hubungan, seperti guru, murid, panak, bapa,
luanan, dan teben;
e) Oposisi hirarki, seperti sa, dua, telu; sentimeter, desi-
meter, dan meter; dan
f) Oposisi terbalik, seperti mirib, konden, suba, makejang,
mcli, dan ngadep (Hakim dkk., 1979:71-78).
Selain pokok pikiran di atas, masih ada cara lain yang
dimaksudkan mi berorientasi pada pengalaman sejarah, tujuan,
dan perasaan pemakai bahasa Indonesia (Parera, 1976:4).
Selanjutnya Parera menggolongkan ragam makna berdasarkan
hubungan pemakaian bahasa Indonesia atas beberapa macam.
Sistem penggolongan mi sudah barang tentu ada relevansinya
dengan bahasa Bali, mengingat bahasa Bali dan bahasa Indone-
sia berasal dari rumpun bahasa Austronesia. Macam-macam makna
dalam kehidupan bahasa adalah sebagai berikut.

1) Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara
eksplisit. Orang lain menyebutkannya dengan istilah makna konsep
atau makna lugas, misalnya luh 'perempuan', muani 'laki', buruh
'buruh', petani 'petani', yeh 'air, dan kayu 'kayu'.

2) Makna Asosiatif
Makna asosiatif mi berhubungan erat dengan ruang lingkup
masyarakat pemakai bahasa. Menurut parera makna mi
berhubungan dengan pribadi pemakai bahasa, perasaan pemakai
bahasa, nilai- nilai masyarakat pemakai bahasa itu sendiri. Makna
asosiatif itu masih dapat dibedakan atas beberapa macam sebagai
berikut.

67
(1) Makna Konotatif
Orang lain sering menyebut makna mi dengan istilah makna
tambahan. Contohnya sebagai berikut.
beling 'mengandung' sering disebut mobot 'hamil'; gede
'besar' disebut ageng, agung 'besar; mati 'mati' sering
disebut seda, padem, mantuk.

(2) Makna Stilistik


Makna mi berkaitan erat dengan gaya bahasa dalam retorik.
Salah satu contoh makna mi dalam bahasa Bali ialah gaya tutur
seperti dalam cerita dongeng, seperti ungkapan gelising satua,
'cerita dipercepat', dan suud keto lantas 'lalu sesudah itu'.

(3) Makna Reflektif


Makna reflektif ialah makna yang merangkaikan makna
konsep yang satu dengan yang lain. Contoh dalam bahasa Indonesia
adalah sebagai berikut.
Ia tidak malu; Ia tidak mempunyai kemaluan (parere,
1976:7).

(4) Makna kolokatif


Makna mi jelas sekali tampak pada satuan frase.

Contoh
buah basang 'anak kandung'
bungan keneh 'kesayangan, buah hati'
langsing lanjar 'tinggi semampai'
jegeg ngoler 'cantik jelita'
gede gangsuh 'tinggi besar'
kembang lelem 'pucat pasi'
(5) Makna Iriterpretatif
Makna mi berhubungan dengan penafsiran dan tanggapan
Contoh data belum ditemukan.
Bertitik tolak dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik
suatu konsep umum tentang makna itu menjadi dua pokok pikiran
utama, yaitu makna denotatif dan makna konotatif (Poedjosoe-
darmo dkk., 1981:84).
Kembali pada pokok masalah, yakni masalah arti leksikal
dan arti gramatikal. Jika diperhatikan dari ruang lingkup masalah
arti leksikal itu, pada dasarnya segala sesuatunya masih mengacu
pada pokok pikiran di atas, yaitu dalam hubungan makna denotatif,
makna konsep, atau makna lugas. Konsep arti leksikal itu identik
dengan arti pokok atau arti yang lebih kurang tetap terkandung
dalam kata-kata. (Bandingkan pendapat Poerwadarminta, 1979:40;
Jendra, 1980:61; dan Ramlan, 1976:77), misalnya lima tangan',
baju 'baju', umah 'rumah', desa 'desa', jagung 'jagung', ant
'sabit', tambah 'cangkul'.
Adapun mengenai pengertian arti gramatikal memang agak
berbeda dengan arti leksikal di muka. Yang dimaksud dengan
arti gramatikal ialah arti yang timbul sebagai akibat dari peristiwa
gramatis (Ramlan, 1976:77). Pihak lain ada yang memberi
pengertian sebagai arti yang berdasarkan peristiwa gramatika
karena adanya awalan, sisipan, dan akhiran (Poerwadarminta,
1979:40).
Dalam pembicaraan mengenai fungsi dan arti morfologi
kata sifat bahasa Bali, masalah fungsi dan arti gramatikal patut
juga mendapat perhatian karena ada kaitannya dengan struktur
bentuk serta arti yang didukungnya.

4.3 Fungsi dan Arti Afiks


Dalam proses morfologi kata sifat bahasa Bali hanya
terdapat beberapa buah afiks yang terlibat dalam proses
pembentukan kata baru. Miks yang memainkan peranan penting
dalam pembentukan kata baru antara lain adalah sebagai benikut.

zu
4.3.1 Prefiks
1) Prefiks (ma-)
(1) Prefiks (ma-) melekat pada morfem pangkal. Untuk
lebih jelasnya perhatikan contoh kalimat berikut mi.
a. Uli joh suba ngenah makenyah kamben sarunge ento.
# uli joh suba janah makanah kamban saruje anto#
'Dari jauh sudah kelihatan berkilauan kain sarung itu.'

b. Di pekan majeijel gati anake mablanja.


# di pakan majaijal gati anake mablanja#
'Di pasar penuh sesak sekali orang berbelanja'.

c. Jani ia suba mawaset suud mamotoh.


# jani ia suba mwaset suwud mamotoh#
'Sekarang ia sudah nekad berhenti main judi.'

Kata makenyah 'berkilauan', majeijel 'penuh sesak', dan


mawaset nekad' adalah kata sifat bersambungan. Dari proses
morfologi itu dapat dikatakan bahwa fungsi (ma-) pembentuk
kata sifat yang mengacu pada bentuk dasar, yang berarti
berki)auan,; penuh sesak; nekad.

(2) Prefiks (ma-) melekat pada modem dasar kata sifat.


Misalnya adalah sebagai berikut.
a. Bungan kapase ento mamutih ngenah uli joh.
#buan kapase anto mamutih Uanah uli joh#
'Bunga kapas itu serba putih kelihatan dari jauh.'

b. Ulihan sai-sai uelina teken bapanne jani ia mewawak


milu matransmigrasi.

70
# ulihan sai-sai uweliria taken bapane jani iya mawawak
milu matransmigrasi #
'Karena sering dimarahi oleh ayahnya sekarang ia nekad
turut bertransmigrasi.'

c. Makejang mamarak bajunne ngenah uli joh


# makajaj mamarak bajunne I)anah uli joh#
'Semua serba merah kelihatan bajunya dari jauh.'

d. Bani ia mai mameteng padidiina.


# bani iya mai mamatal) padidiin#
'Berani ia kemari dalam keadaan geap sekali sendirian.'

Da)am ka)imat di atas terdapat kata mamutih 'serba putih';


mawawak 'nekad'; mamarak 'serba merah'; dan mameteng
'dalam keadaan ge)ap gulita' adalah kata sifat bersambungan
yang menunjukkan bahwa fungsi (ma-) pembentuk kata sifat
yang mengacu pada morfem dasar, yang berarti dalam keadaan
yang ditunjukkan oleh morfern dasar.

(3) Prefiks (ma-) melekat pada morfem dasar kata


bilangan, dalam penelitian mi baru dijumpai satu
contoh saja.
Misa)nya:

Jani ia suba mamesik kenehne masekolah.


# jani iya suba mamasik kanahne masakolah#
Sekarang ia sudah bulat pikirannya bersekolah.'

Fungsi (ma-) membentuk kata sifat sesuài yang ditunjuk


oleh morfen dasar, yang berarti sepenuh hati (bulat).

71
2) Prefiks [pa-]
(1) Prefiks [pa-] melekat pada modem pangkal, seperti
dalam kalimat berikut.
a. Inguh icang ningalin panganggo panake makejang
pagletak di kamar.
# iuh ica_g nija1in paija9gon panake makajan pagletak di
kamar#
'Bingung saya melihat pakaian anak-anak semua berserakan
di kamar.'

b. Beli demen ningalin buah bligone paglayut makejang.


# bh daman niaIin buwah bligone paglayut makaja#
'Kakak senang memandang buah labu cina itu semua dalam
keadaan bergantungan.'

c. Patlanjuk tongos bukune di mejane.


# pt1anjuk tops bukune di mejane#
'Sembraut letak buku itu di meja.'

d. Cerik-cerike paglayah masare jumaan.


# crik-carike paglayah masare jumaan#
'Anak-anak saling bertelentangan tidur di dalam.'

e. Pacladuk tongos padaarane di mejane.


# pcIaduk tonos padaarane di mejane#
'Campur-baur letak alat-alat makan di meja.'
Fungsi (pa-) ialah sebagai pembentuk kata sifat. Artinya dalam
keadaan seperti ditunjuk oleh morfem pangkal.

(2) Prefiks [pa-] melekat pada modem dasar kata sifat.

72
Contoh
la suba pangeden jelemane dm1.
#iya suba paden jiamane dini#
'Ia orang yang paling besar di sini.'

I Didi pamelog muride di sekolahane ento.


#i didi pamalog muride di sakolahane anto#
'Si Didi murid yang paling bodoh di sekolah itu.'

la mula pangririhe di desane erie.


#iya mula prjririe di desane ane.'
'Memang ia orang yang paling pintar di desa mi.'

Beli nawang nyen panyugihe didi?


#bli nawaj hen pañugihe dini#
'Kakak tahu siapa orang yang paling kaya di sini?'
Fungsi (pa-) di sini pembentuk kata sifat tingkat perbandingan,
yang berarti paling.

4.3.2 Infiks
Infiks yang ada dalam bahasa Bali adalah infiks (-ma).
Afiks mi terbatas sekali produktivitasnya dalam proses
pembentukan kata sifat bersambungan bahasa Bali. Pada
penelitian mi diketengahkan hany satu contoh saja. Misalnya
Apang sumeken ja cening nglegaang barange ento
teken bapa.
# apaq sumakan ja caniB UglagaaD bara9e anto taken bapa#
'Supaya mekin jelas anak mengikhlaskan barang itu kepada
bapak.'

73
Fungsi (-urn) membentuk kata sifat bersambungan, yang artinya
semakin jelas (terang).

4.3.3 Sufiks
Dalarn proses pembentukan kata sifat bersambung bahasa
Bali hanya sufiks (-an) yang memainkan peranan. Melekatnya
terbatas hanya pada morfem dasar kata sifat seperti contoh berikut.

a. Yen jumah i Sid enu lekigan teken embokne.


# yen jurnah i siti anu lakigan taken ambokne#
'Bila di rurnah si Siti rnasih lebih malas daripada kakaknya.'

b. Icang baang bukune ane tebelan.


# icari baarj bukune ane tabalan#
'Saya berikan buku yang lebih tebal.'

c. la mula duegan timpalne di sekolahne ento.


# ja mula duagan taken timpalne di sakolane anto#
Ia mernang lebih pintar daripada temannya di sekolah
itu.'

d. Mara sugihan Usman sombon gati


# mara sugihan Usman sornbo!3 gati#
'Baru merasa lebih kaya Usman sombong sekali.'
Fungsi (-an) membentuk kata sifat rnengacu pada morfem dasar,
artinya menyatakan Iebih.

4.3.4 Konfiks
Dalarn proses pembentukan kata sifat bersambungan bahasa

74
Bali, terdapat dua konfIks yang memainkan peranan. Konfiks
itu ialah (ma/-an) dan (ka-I-an)]. Untuk mengetahui fungsi dan
arti dari afiks diatas baiklah periksa contoh berikkut.

1) Konfiks (ma-/-an)
Kemampuan melekat konfiks mi dalam rangka pembentukan
kata sifat bersambungan, terbatas pada morfem pangkal saja,
dan produktivitas agak terbatas.

a. Tingalin ja mabrarakan bajun adine.


# tingalin ja mabrarakan bajun adine#
'Coba lihat berserakan baju adikmu.'

b. Kanti makejengan bell baana teken munyin keplugane


ento.
# kanti makajan bali baana taken munnin kaplugane
anto#
'Sampai terkejut kakak oleh bunyi letusan itu.

c. Ibuk atin icange ningalin luu makacakan dini.


# ibuk atin icaje nir3alin luwu makacakan dini#
'Siisah hati saya melihat sampah berserakan disini.'
Fungsi [ma-/-an) sebagai pembéntuk kata sifat, yang berarti
menunjukkan keadaan.

2) Konfiks (ka-/-an)
Konfiks mi mampu melekat hanya pada morfem dasar kata
sifat dalam proses pembentukan kata sifat bersambungan.
Misalnya
a. Mirib ia jani kapanesan tulang.

75
# mirib ia jani kapanasan uta #
'Barangkali ia sekarang susah karena utang.'

b. Indaang edengang kawanenan caine.


# indaa edegag kawanenan caine#
'Coba tunjukkan keberanianmu.'

c. Lek atin icange di aep anak liu katuaan icange


sambata.
# lak atin icae di aep anak liyu katuwaan icaq sambata#
'Malu saya didepan orang banyak hal ketuaan saya
disebutnya.'

d. Tusing pantes ngomongang kalacuran anak len.


# tusi5 pantas romorjaj kalacuran anak len# -
Tidak pantas membicarakan kemiskinan orang lain.'
Dari contoh kalimat di atas dapat dikatakan fungsi dan
arti afiks itu sebagai berikut
Fungsi (ka-/-an) sebagai pembentuk kata sifat bersambungan,
yang berarti menyatakan keadaan yang mengacu pada morfem
dasar.

4.4 Arti Perulangan Kata Sifat


Berdasarkan penelitian mi perulangan kata sifat dalam
bahasa Bali secara garis besar mempunyai beberapa arti, yaitu
(1) menyatakan jamak, (2) menyatakan arti intensitas atau
mengeraskan, (3) menyatakan arti saling, bersaing, atau
perbandingan, (4) berarti makin menjadi, (5) berarti paling atau
lebih, dan (6) berarti dalam keadaan. Tentu arti yang lain masih
ada setelah perulangan kata sifat itu berada dalam konteks
kalimat.

76
4.4.1 Arti Jamak
Arti jamak dalam perulangan kata sifat menunjuk pada
jumlah benda yang diterangkan oleh kata sifat itu. Akibat
perulangan kata sifat yang menerangkan benda yang diikutinya
dapat diketahui bahwa benda itu lebih dari satu walaupun benda
itu tidak diulang. Beberapa contoh dapat dilihat dalam kalimat-
kalimat dibawah mi.
Ia ngelah sampi berag-berag.
#iya Dalah sampi barag barag#
'Ia mempunyai sapi. kurus-kurus.'

Anake mabelanja jegeg-jegeg.


# anake mabalanja jageg jageg#
'Orang yang berbelanja cantik-cantik.'

I Bapa meli siap putih-putih.


# i bapa mali siyap putih putih #
'Ayah membeli ayam putih-putih.'

Buah nangkane berek-berek.


# buwah nakane barak barak #
'Buah nagka busk-busuk.'

Di Badung anake sugih-sugih.


# di baduD anake sugih sugih #
Ti Badung orang kaya-kaya.'

4.4.2 Arti Penekanan


Di dalam kalimat tertentu perulangan kata sifat sering
mempunyai makna penekanan. Dalam contoh kalimat-kalimat

77
berikut perulangan kata sifat mempunyai makna penekanan.

Lamun ngomong ede keras-keras.


# lamun yomog aa karas karas#
'Kalau berbicara jangan keras-keras.'

I Made Dana majalan adeng-adeng.


# i made dana majalan adej adeB#
'I Made Dana berjalan pelan-pelan.'

U1ing-uIingia mula mayus.


# ulij uliq iya mula mayus#
Sejak dahulu ia memang malas.'

Ia teka mara-mara ene.


# iya taka mara mara ane#
'Ta datang baru-baru mi.'

Apin panakne selem-selem liu masih anake dot.


# apin panakne salam salam llyu masih anake dot#
'Walaupun anaknya hitam-hitam tetapi banyak orang
mengingininya.'

4.4.3 Perulangan Kata Sifat yang Menyatakan SaTing


Bersaing/Perbandingan
Perulangan kata sifat yang menyatakan arti saling bersaing/
perbandingan umumnya perulangan kata sifat dengan imbuhan
(ma+ an). Hal mi dapat dilihat dalam contoh kalimat berikut.

ME
la mategenan masiteng-sitengan.
it ja mtgnan masita sitajan#
'Mereka memikul mengadu kekuatan.'

Hidupne meliang-liangan dogen.


# hidupne m1iaj Iia9an dogen#
'Hidupnya bersenang-senagn saja.'

Eda anake enggal mapanes-panesan.


# ada anake e9gal mdpanas pansan #
'jangan cepat saling memarahi.'

Ia mandaar makereng-kerengan.
# iya madaar mkaraD karaan#
Mereka makan saling mengadu kekuatan.'

Di pura anake mageden-geden aturaan.


# di pura anake mgden gadenan aturan#
Ti pura orang saling berlomba saling memperbesar
persembahan.'

4.4.4 Perulangan Kata Sifat yang menyatakan Makin Menjadi


Perulangan kata sifat yang menyatakan arti makin menjadi
seperti yang disebut bentuk dasarnya umumnya perulangan dengan
imbuhan (N+ an-). Berikut mi beberapa contoh kalimat dengan
peruangan kata sifat, yang berarti makin menjadi seperti yang
disebut bentuk dasarnya.
Nua-nuaang boke ngancan putih.
#nuwa nuwaj boke ncan putih#
'Makin tua rambut mi makin putih.'

79
Majang-majangang gobane nyegegang.
# maja3 majaga.3 gobane nagegan #
'Makin remaja rupanya makin cantik.'

Ngancan makelo gumine ngalang-ngalangang


# jancan makalo gumine qala5 alaa #
'Makin lama bumi mi menjadi makin terang.'

Ngelih-ngelihang tingkahne nyelek-nyelekang.


# 9alih 9alihan tinkahne fllek iialekaj #
'Makin besar tingkah lakunya makin jelek.'

Yen alih ngejoh-ngejohang.


# yen alih igajoh I)ajoha_q #
'Jika dicari makin jauh saja.'

4.4.5 Perulangan Kata Sifat yang Menyatakan Paling atau


Lebih
Perulangan kata sifat yang menyatakan arti paling atau
lebih umumnya perulangan dengan pembubuhan imbuhan (sa-),
(sa-.../ - ne), dan (-an). Berikut mi beberapa contoh kalimat dengan
perulangan kata sifat yang berarti paling/lebih.

Sajegeg-jegeg anake luh masih ada cacadne.


# anake luh masih ada cacadne#
'Secantik-cantik seorang wanita pasti ada cacatnya.'

Sasugih-sugih anak ada masih kuangan.


# ssugih-sugih anak ada masih kuwaBan#
'Sekaya-kaya orang ada saja kurangnya.'
Selacur-lacurne enu masih ia nyidaang madaar.
# salacur lacurne anu masih iya nidaa_q madaar#
' semi skin-miskinnya ia masih bisa makan.'

Sadueg-duegne ia enu masih ada ane duwegan.


# saduwag duwagne ia anu masih ada ane duwagan#
Sepandai-pandainya dia masih ada yang lebih pandai.'

Pedih-pedihan anake cenik tusing ja makelo.


# padih padihan anake canik tusing ja makelo#
'Semarah-marahnya anak kecil tidaklah lama.'

4.4.6 Perulangan Kata Sifat yang Menyatakan dalam


Keadaan
Dalam perulangan dwipurwa dengan pembubuhan sufiks
(-an) arti yang didukungnya tidak berubah dan sering menyatakan
dalam keadaan seperti disebut pada bentuk dasarnya.
Contoh dalam kalimat

Pepetengan kenehne tepen unduk keto.


# ppataan kanhne tapen unduk keto#
Kegelapan pikirannya ditimpa persoalan seperti itu.'

Ia ngomong papolosan.
# iyD gomogpapolosan #
Ia berbicara sejujurnya.'

Wadahne mula paputihan.


# wadahne mulD paputihan #
'Wadahnya (tempat usungan mayat waktu ngaben) memang
serba putih.'
Sasumbar pesan rawosne.
# sasumbar pasan rawosne #
'Sesumbar sekali perkataannya.'

La magae sasepian.
# iya magae ssapiyan #
'la bekerja menyepi (tidak memberi tabu siapa-siapa).'

M
.
BABY
KESIMPULAN

Bahasa Bali sebagai salah satu bahasa daerah masih


dipertahankan pemakaiannya sampai sekarang karena fungsinya
masih potensial sebagai alat komunikasi. Sehubungan dengan
itu, sudah barang tentu penelitian morfologi kata sifat bahasa
Bali sekarang mi ada relevansinya dalam rangka pengenalan
aturan-aturan yang berlaku dalam struktur bentuk bahasa Bali;
serta dapat pula memberi sumbangan positifbagi pengembangan
pengajaran bahasa daerah di daerah Bali.
Masalah yang .diungkap dalam penelitian mi mencakup
beberapa aspek. Sebelum membicarakan aspek, terlebih dahulu
dilakukan uraian mengenai kerangka teori struktur serta metode
deskriptif yang dijadikan acuan dalam memecahkan masalah
yang dihadapi penelitian morfologi kata sifat bahasa Bali.
Aspek yang mendapat perhatian dalam penelitian mi antara
lain mengenai corak kata sifat bahasa Bali, peristiwa morfologis,
dan fungsi serta arti gramatikal.
Pada bagian corak bahasa Bali disinggung tentang
pengertian kata sifat, ciri-ciri kata sifat, dan pengelompbkan
bentuk kata sifat menjaadi dua bagian, yaitu bentuk tunggal
dan bentuk kompleks. Penjabaran masalah sifatnya semata-mata
mengetengahkan komentar, ditambah dengan pokok pikiran yang
berhubungan dengan pola umum struktur bentuk kata sifat bahasa
Bali seperti digambarkan dengan diagram pohon dan bagan
mengenai komponen- komponen yang membangun struktur bentuk
kata sifat bahasa Bali.
Istilah corak bahasa Bali cakupannya jauh lebih luas dan

RN
pada makna ciri. Pengertian ciri hanya mengacu pada bentuk
dan makna, sedangkan corak mencakup juga tentang sistem
cananic form (persukuan) kata sifat bahasa Bali yang terdiri
atas satu suku, dua, tiga, dan empat khususnya bagi bentuk
tunggal.
Untuk bentuk kompleks disinggung mengenai tipe kata
ulang yang menyatakan sifat atas beberapa bagian, yaitu kata
ulang yang sifatnya utuh, kata ulang partial, kata ulang
berubah bunyi, kata kata ulang dwipurwa, dan kata ulang
dwiwasana. Rangkaian peristiwa kata ulang menjadi beberapa
tipe itu dimanifestasikan lewat konstruksi diagram pohon.
Sesudah mengetengahkan tipe-tipe perulangan, lalu
rnenyusul uraian sistem pemajemukan bahasa Bali. Hal itu penting
dalam rangkaian pengenalan struktur bentuk kompleks kata sifat
bahasa Bali keseluruhan.
Selain dari asfek diatas, pada bagian corak dikemukakan
juga kerangka umum struktur bentuk kata bersambungan kata
sifat bahasa Bali, misalnya mengenai bentuk dasar atau morfem
dasar/morfem pangkal sebagai satuan dan bentuk tunggal yang
rnembangun kata sifat bahasa Bali bersambungan. Bentuk dasar
itu dalam perkembangan berikutnya dapat bertumbu pada kelas
kata lain diluar kelas kata sifat, di dalam membentuk kata
bersambungan, misalnya kelas kata benda, kata kerja, dan kata
bilangan.
Penjabaran mengenai peristiwa morfologis yang merangkum
masalah afiksasi berupa penambahan afiks tertentu pada bentuk
dasar, uraian tentang terjadinya morfofonemis, dan masalah
periilangan, pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih
terperinci dari pada uraian sebelumnya. Semuanya itu diuraikan
sebagaimana terlihat pada bab III.
Dalam proses morfologis kata sifat bahasa Bali, tidak semua
afiks bahasa Bali terlibat didalamnya, melainkan hanya beberapa
buah. penambahan afiks dikelompokkan atas empat bagian sebagai
berikut.
1) Prefiks
Satuan prefiks yang ikut membentuk kata sifat bahasa
Bali bersambungan hanya terdiri atas (ma-) dan (pa-1.

2) Infiks
Satuan infiks yang ikut memainkan peranan penting dalam
pembentukan kata sifat bersambungan hanya (-urn-1. Pemakaian
infiks mi sangat terbatas.

3) Sufiks
Satuan sufiks yang terlibat dalam pembentukan kata sifat
bersambungan ialah sufiks (-an).

4) Konfiks
Satuan konfiks yang ikut membentuk kata sifat bersam-
bungan ialah sebagai berikut : [pa-...+ -an] ; [ma-...+ -an]; dan
[ka-...+ -an].
Dalam membicarakan masalah perulangan, terdapat
beberapa topik yang mendapat perhatian. Topik pertama ialah
mengenai perulangan morfem dasar yang mencakup juga
perulangan morfem dasar berubah bunyi. Topik yang lain ialah
perulangan kata sifat berimbuhan yang mencakup perulangan
berimbuhan seluruhnya dan perulangan sebagian.
Topik yang tidak kalah pentingnya dalam membangun
bentuk komplek kata sifat bahasa Bali ialah pemajemukan. Dalam
masalah pemajemukan mi diketengahkan ciri-ciri tertentu dalam
usaha mengidentifikasi kata majemuk bahasa Bali, penelitian
mi berorientasi pada pokok pikiran Masinambouw (penyunting)
dalam buku berjudul Kata Majemuk 1980.
Bidang fungsi dan arti juga mendapat perhatian dalarn
penelitian ini. Fungsi yang diungkap hanya menyangkut fungsi
gramatikal yang terbatas pada distribusi morfologis.
Pembicaraan tentang arti dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu arti leksikal dan arti gramatikal. Masalah arti dalam
kehidupan bahasa sesungguhnya menyangkut hal yang sangat
rumit dan sukar.
Sudah banyak diketengahkan teori tentang arti atau makna.
Dari sekian konsep tentang arti atau makna itu, dapat ditarik
dua konsep umum, yaitu arti denotatif dan arti konotatif.
Dalam menjabarkan proses morfologis kata sifat bahasa
Bali, arti gramatikal yang cukup banyak mewarnai uraian dalam
penelitian mi. Hal itu berkaitan erat dengan proses transposisi
kelas kata yang satu ke kelas yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Antilla, Raimo. 1979. An Introduction to historial and Corn-


paratif Linguistics. London : Callier Mac Millan
Limited.

Chomsky, A Noan. 1977. Aspect of the Theory of Syntax.


Cambrisge Mass : MIT Press.

Denes, Made et al. 1982. "Morfologi Kata Benda Bahasa Bali".


Jakarta: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra
Indonesia dan Daerah, Pusat pembinaan dan pengem-
bangan bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebu-
dayaan.

Halim, Amran. Editor. 1976. Politik Bahasa Nasional (Jilid II).


Jakarta : Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan Sastra Seni IIUP Padang.

Hakim, Usman A. et al. 1979. Pengantar ilmu Kosa Kata


(Leksikologi). Padang : Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Keguruan Sastra Seni IKIP
Padang.
Jendra, I Wayan, 1976. "Morfologi Bahasa Bali". Jakarta: Proyek
Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Derah,
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

RE
.1980 "Pengantar Ringkas Linguistik Umum" Jilid I.
denpasar: Lembaga Penelitian Dokumentasi dan
Publikasi Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Keraf, Gorys. 1975. Tatabahasa Indonesia. Ende : Nusa Indah.


Lyos, John.Tanpa Tahun. Introduction to The-oritical Lin-
guistics. New York : Uni-versity Press Cambridge
London.

Masinambouw, E.M.K. 1980. Kata Majemuk. Jakarta: Fakultas


Sastra Universitas Indonesia.

Palmer, F.R. 1976. Semantics A New Outline. New York:


Cambridge University Press Cambridge London.

Parera, Yos Daniel. 1976. "Diksi". Pengajaran Bahasa dan


Sastra. No. 3. Jakarta : Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Poedjosoedarmo, Gloria et al.. 1981. Sistem Perulangan Bahasa


Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan..

Ramlan. 1967. Ilmu Bahasa Indonesia. Morfologi. Yogyakarta


U.P. Indonesia.

Subawa, Duarsa et al. 1979/1980. "Perulangan Bahasa Bali".


Jakarta : Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra In-
donesia dan Daera Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Verhaar, J.W.M. 1977/1981. Pengantar Linguistik. Yogyakarta


Gajah Mada Universitas Press.
Lampiran I irrl jLlx J_-. UI_litU JuAl 4I

laut Java

audra Indonesia
I
CT-
pen.litiafl Skala: I :... ........
Lampiran 2

INSTRUMEN PENELITIAN
MORFOLOGI KATA SWAT BABASA BALI

Kegiatan penelitian mi tidak dapat lepas dari sarana


penunjang yang lazim disebut instrumen penelitian. Bentuknya
bermacam-macam, antara lain, berupahal berikut.

1. Tape Recorder
Instrumen mi sangat membantu dalam merekam data primer
yang berasal dari bahasa lisa yang diucapkan informan.
Hasil rekaman itu kemudian ditranskripsikn ke dalam
ejaan yang memakai hurup latin.

2. Kartu
Selain tape recorder,•kartu-kartujuga besar kegunaannya
untuk membantu pengumpulan data. Dalam penelitian mi
tidak digunakan ragam warna kartu, tetapi hanya kartu
putih saja, itu pun sifatnya sementara saja.Untuk lebih
jelasnya diberikan sistem pengartuan sebagai berikut.

(1)
Ki kaset No.1
nad bunganne# Ni nama informasi
'pohon jeruk tampak menjadi A side A
putih karena lebat bunganya.' 7 putaran ke 7
(2)
gobane == K1 kaset No.2
#makejan goban panakne Ni nama informan
denel-denel# B side B
'semua wajah anaknya cantik-cantik. 12 putaran ke-12

(3)
muane == K2 kaset No. 2
# muwanne kamban lEmlEm# Ni nama informan
'mukanya pucat sekali' A side a
Ki. Ni. B/19 19 putaran ke -19

Dalam mengartikan data perlu ditulis identitas informan


atau korpus data di sudut kanan bawab; materi data di
sudut kiri atas; ejaan orthografis ; transkripsi fonemis dan
terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia.

3. Pedoman wawancara
Setiap petugas lapangan yang akan mengumpulkan data
terlebih dulu harus membekali diri dengan keterampilan
berwawancara dengan para informan. Pertama petugas
lapangan harus mampu menciptakan suasana keakraban
dengan lingkungan informan. Kedua petugas lapangan harus
tahu memanfaatkan waktu dan tempat dalam berwawancara
derigan kesanggupan memberi umpan balik pada setiap
topik pembicaraan, yang bertumpu pada pola bahasa Bali
sebagai berikut.

91
INDIKATF AXTIFIPASJF

Polaal Q+ F
D + Q

a2 PR
+ SF

•r

Pola b Q + + Q

b2 PR

+ SF

Polac : Q + M + Q

Catatan D kata dasar


=
U = kata ulang
M = kata majemuk
PR= prefiks
SF= sufiks
Q = kosong

D4fTL1
92
/JT R 7 rq 7

Anda mungkin juga menyukai