Analisis Debit Puncak Dan Runoff Sub DAS Maros

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 25

“Analisis Debit Puncak dan Runoff Sub DAS

Maros”

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang beriklim tropis dengan curah


hujan sangat tinggi. Pada musim hujan terjadi bencana banjir yang menyebabkan
kerugian yaitu kehilangan nyawa dan harta benda. Kondisi tersebut merupakan
bencana rutin yang selalu mengancam kehidupan masyarakat. Curah hujan yang
tinggi di daerah pegunungan menyebabkan besarnya aliran air sungai yang menuju ke
dataran rendah. Pada daerah dataran rendah peluang bencana yang akan melandanya
adalah bencana banjir.
Daerah dataran rendah di wilayah provinsi Sulawesi Selatan tersebar di pantai
barat, selatan, timur dan tengah. Di wilayah bagian barat yang sering terjadi banjir yaitu
kabupaten Maros. Di wilayah Kabupaten Maros terdapat DAS besar yaitu Daerah Aliran
Sungai Maros yang melewati ibu kota Kabupaten Maros dan sekaligus jalur lintas
provinsi Sulawesi Selatan. Jika terjadi banjir bukan hanya masyarakat yang bermukim
disitu yang mengalami masalah akan mempengaruhi masyarakat lain yang akan
melewati wilayah itu menuju Kota Makassar.
Turun naiknya kondisi suatu DAS pada umumnya disebabkan beberapa faktor,
antara lain : adanya tekanan penduduk, tekanan pembangunan, dan tekanan sosial
ekonomi masyarakat dalam kawasan daerah aliran sungai (DAS) (Soemarwoto, 1978).
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk membantu proses
penentuan DAS, penggunaan lahan yang ada didalamnya hingga pemodelan potensi
bahaya yang dapat terjadi pada sebuah DAS. Selain itu pemodelan awan
menggunakan data penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengestimasi curah
hujan.

1.2 Tujuan

1. Menghitung Debit Puncak (Qp) Sub Das Maros menggunakan metode Rasional
2. Menghitung Volume Runoff (V) Sub Das Maros menggunakan metode SCS-CN
BAB II
METODOLOGI

2.1 Tinjauan Pustaka

Siklus hidrologi adalah sebuah proses pergerakan air dari bumi ke armosfer dan
kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara kontinyu (Triadmodjo, 2008). Selain
berlangsung secara kontinyu, siklus hidrologi juga merupakan siklus yang bersifat
konstan pada sembarang daerah (Wisler dan Brater, 1959). Siklus hidrologi dimulai
dengan terjadinya penguapan air ke udara. Air yang menguap tersebut kemudian
mengalami proses kondensasi (penggumpalan) di udara yang kemudian membentuk
gumpalan – gumpalan yang dikenal dengan istilah awan (Triadmodjo, 2008). Awan
yang terbentuk kembali jatuh ke bumi. Tahap mencairnya awan karena tidak mampu
menahan suhu yang kian lama kian meningkat dikenal dengan istilah presipitasi. Pada
tahap ini sendiri kemudian akan terjadi salah satu gejala alam yang dinamakan dengan
hujan atau jatuhnya butiran air ke permukaan bumi. Jika suhu sekitar kurang dari 0
derajat celcius, kemudian akan terjadilah hujan es hingga hujan salju.Jatuhnya air ke
permukaan bumi mengalami infiltrasi maupun mengalir dipermukaan menjadi limpasan
(Run Off). Infiltrasi ini merupakan tahap dimana air hujan kemudian berubah menjadi
air tanah. Proses perembesan air hujan ke pori-pori tanah inilah yang kemudian disebut
sebagai infiltrasi untuk kemudian kembali ke laut secara keseluruhan. Run off memiliki
nama lain limpasan dimana pada tahap ini air hujan kemudian akan bergerak.
Pergerakan yang terjadi dari permukaan yang lebih tinggi ke yang lebih rendah dengan
sebelumnya melalui berbagai saluran. Saluran yang dimaksud diantaranya sungai, got,
laut, danau hingga samudera.
DAS adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah
topografis dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen,
polutan, dan unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal
(Kemenhut, 2013). Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi wilayah-wilayah yang ada
disekitar sungai secara langsung mempengaruhi kelangsungan sungai itu sendiri
(Ruhimat dkk, 2006). DAS dibatasi oleh titik-titik tertinggi yang berbentuk punggungan
muka bumi sebagai batas daerah aliran (garis pemisah DAS).
Debit aliran adalah jumlah zat cair yang mengalir melalui tampang lintang aliran
tiap satu satuan waktu, diberi notasi Q. Debit aliran biasanya diukur dalam volume zat
cair tiap satuan waktu, sehingga satuannya adalah meter kubik per detik (m3/dtk)atau
satuan yang lain (liter/det,liter/menit, dsb) (Triatmodjo, 2008). Data debit atau aliran
sungai merupakan informasi yang paling penting bagi pengelola sumber daya air. Debit
puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir. Sementara
data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi (pemanfaatan) air untuk
berbagai macam keperluan, terutama pada musim kemarau panjang (Asdak. C, 2014).
Metode Rasional merupakan pemodelan hidrologi sederhana yang sering
digunakan untuk mengestimasi debit puncak suatu DAS. Konsep yang terdapat pada
metode Rasional terbilang canggih karena membutuhkan pengetahuan teknik yang
sangat dalam terutama dalam karakteristik hidrologi seperti waktu konsentrasi (Hayes
dan Young, 2005).
Soil Conservation Service Curve Number atau SCS-CN adalah model yang
dikembangkan oleh NRCS CN dengan tujuan mengestimasi besarnya runoff suatu
wilayah sungai atau sub wilayah sungai. Metode ini mengkaitkan penggunaan tanah,
jenis tanah dengan bilang kurva CN yang menunjukkan poteni air aliran untuk curah
hujan tertentu (Asdak, 2014)

2.2 Metodologi

2.2.1 Menentukan sub-DAS

Dalam penelitian ini, penentuan batas sub DAS dilakukan menggunakan cara
interpretasi manual dengan mendelineasi batas sub DAS dari data Demnas yang
diperoleh dari Indonesia Geospasial Portal pada situs web
https://tanahair.indonesia.go.id/. Data Demnas tersebut diolah menjadi data hillshade
menggunakan software ArcGIS untuk mempermudah interpretasi dan delineasi batas
sub DAS. Data Demnas yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1, sementara
data hillshade hasil dari pengolahan data Demnas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Data Demnas dari Indonesia Geospasial Portal


Gambar 2. Data hillshade hasil pengolahan data Demnas

Dari data hillshade yang sudah didapat, kemudian ditambahkan data kontur
dan sungai untuk membantu menentukan area sub DAS-nya. Data-data tersebut
dapat dilihat pada Gambar 3. Pada penelitian ini sub DAS yang dicari adalah sub DAS
dengan luas ±300 ha.

Gambar 3. Overlay data hillshade, kontur dan sungai untuk delineasi sub DAS

2.2.2 Mengumpulkan data sekunder berupa Peta hidrologi tanah, peta penutupan
lahan

Selain data curah hujan harian yang didapat dari website CHRS, dalam
penelitian ini juga menggunakan data spasial berupa peta hidrologi tanah dan peta
penutupan lahan. Peta hidrologi tanah dan peta penutupan lahan ini akan digunakan
untuk mencari nilai Curve Number (CN).
Peta hidrologi tanah yang digunakan adalah peta skala 1 : 50.000 yang
diperoleh dari Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). Untuk peta
penutupan lahan, data yang digunakan adalah peta penutupan lahan skala 1 : 50.000
hasil interpretasi visual dengan cara deliniasi tutupan lahan pada daerah penelitian.
Interpretasi dilakukan menggunakan citra Google Satellite yang diunduh dengan
aplikasi Sas Planet.
2.2.3 Mengumpulkan data curah hujan harian dari tahun 2011-2020 sumber website
Center for Hydrometeorology and Remote Sensing (CHRS)

Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa data curah hujan harian
yang didapat dari website CHRS dengan menggunakan data Precipitation Estimation
from Remotely Sensed Information using Artificial Neural Networks (PERSIANN) -
Cloud Classification System (CCS) yang merupakan suatu algoritma yang digunakan
untuk mendapatkan estimasi curah hujan berbasis satelit.

2.2.4 Menghitung parameter statistik

Menghitung parameter statistik dari data yaitu: Mean (x), Standar Deviasi (S),
Coeffisient of Varation (Cv), Coeffisient of Skewness (Cs), Coeffisient of Kurtosis (Ck)
didapat dari persamaan dibawah ini.

Mean

Standar Deviasi:

Nilai Ck, Cv dan Cs:

2.2.5 Menentukan jenis distribusi (normal, log normal, gumbel, log person tipe III)
dan Uji Kecocokan

Menurut Suripin (2004), ada 4 (empat) jenis distribusi frekuensi yang sering
digunakan dalam hidrologi, yaitu:

1. Distribusi Normal
Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang
bersifat normal.

2. Distribusi log normal


Merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu dengan mengubah
menjadi algoritma.

3. Distribusi Gumbel
Distribusi ini banyak digunakan untuk analisa data maksimum, seperti analisa
untuk banjir
4. Distribusi Log Pearson III
Distribusi tipe ini banyak digunakan dalam analisa Hidrologi terutama dalam
analisa data maksimum dan minimum dengan nilai ekstrem.

Menurut Widyasari (2005), untuk menentukan dugaan (hipotesa) distribusi


sebaran data sesuai parameter statistik sebagai berikut:

a. Distribusi Normal, bila Cs=0 dan Ck=3


b. Distribusi Log Normal, bila Cs = 3Cv, Cv=0
c. Distribusi Gumbel, bila Cs=1,4 dan Ck =5,4
d. Distribusi Log Pearson, bila Cs=0, Ck>4 s.d 6

Analisa uji kecocokan distribusi dilakukan untuk menguji kecocokan distribusi


frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat
menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Metode yang sering
digunakan dalam uji kecocokan adalah uji Chi-Kuadrat dan SmirnovK olmogorov.
a) Uji Chi-Kuadrat
Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi
yang akan dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.
Analisa dapat diterima jika nilai chi kuadrat terhitung < chi-kuadrat kritis.

b) Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan smirnov kolgomorov sering disebut juga uji kecocokan non
parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi disribusi tertentu.
Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya
peluang dari masing-masing data tersebut. X1 = p(x1); X2 = p(x2); X3 = p(x3),
dan seterusnya.
2. Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data
(persamaan distribusinya). X1 = p’(x1); X2 = p’(x2); X3 = p’(x3) dan
seterusnya.
3. Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih tersebarnya antar peluang
pengamatan dengan peluang teoritis.

2.2.6 Menghitung hujan rencana 2, 5, 10 tahun menggunakan distribusi log normal

Persamaan metode distribusi Log Normal (Sri Harto Br, 1993) adalah:

Dengan :

XTr : Besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun

Log X : Nilai rata-rata dari data =


KTr : Variabel reduksi Gauss

S log X: Simpangan Baku =

2.2.7 Menghitung Koefisien Limpasan ( C )

C merupakan keofisien pengaliran/llimpasan. Faktor utama yang mempengaruhi


C adalah laju infiltrasi tanah atau prosesntase kedap air, kemiringan lahan, tanaman
penutup tanah, dan intensitas hujan. Kodoatie dan Syarief (2005) menjelaskan
bahwa koefisien limpasan ( C ) dapat diperoleh dengan meninjau tata guna lahan.
Menurut Supirin (2004) variasi topografi dan penggunaan lahan yang membuati nilai
C berbeda-beda. Nilai C pada berbagai penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel
di bawah.
Tabel 1. Nilai Koefisien Limpasan ( c )

Sumber: Kodoatief dan Syarief,2005

DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien limpasan
yang berbeda maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat dihitung dengan
rumus (Supirin, 2004) :

Dimana:

Ai = Luas daerah penutup lahan dengan jenis penutup lahan i

Ci = Koefisien limpasan permukaan jenis penutupan i

N = Jumlah jenis penutup lahan

2.2.8 Menghitung intensitas hujan (I)

Intensitas Hujan adalah tinggi curah hujan dalam periode tertentu yang
dinyatakan dalam mm/jam. Intensitas hujan ditentukan dengan persamaan

(Subarkah, 1980):
Dimana :
I : Intensitas Hujan (mm/jam)
R24 : Hujan Harian Maksimum (mm)
Tc : Waktu Konsentrasi (Jam)
Waktu konsentrasi (Tc) merupakan waktu yang dibutuhkan air hujan saat jatuh
di permukaan bumi untuk mengalir dari titik terjauh hingga ke tempat keluaran DAS
(titik kontrol) setelah tanah menemui jenuh dan depresi-depresi kecil sudah terpenuhi
(Suripin, 2004).

Waktu konsentrasi (Tc) ditentukan menggunakan sebagai berikut (Kirpich, 1940):

Dimana :
Tc : Waktu Konsentrasi (Jam)
L : Panjang Sungai Utama (Km)
S : Kemiringan Sungai (Km)

2.2.9 Menghitung Debit Puncak Qp

Estimasi debit puncak ( Qp ) dihitung menggunakan metode rasional dengan


menggunakan rumus sebagai berikut ( Subarkah ,1980 ):

Qp = 0,278. C.I.A

Keterangan:

Qp = Debit puncak (m3/detik)

C = Koefisien Limpasan

I = Intensitas hujan ( mm/jam )

A = Luas DAS (Km2)


MENGETAHUI VOLUME RUNOFF MENGGUNAKAN METODE SCS-CN

2.2.10 Menentukan kelompok hidrologi tanah

Klasifikasi tanah secara hidrologi dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu:

Tabel 2 . Kelompok Hidrologi Tanah


Kelompok Karakteristik

A karakteristik tanah dengan tekstur pasiran & profil dalam, dengan laju
infiltrasi > 0.75 cm/jam

B tekstur tanah pasir bergeluh & profil dangkal.

C tekstur tanah lempung bergeluh & kandungan BO sedikit,

D tekstur tanah lempung & laju infiltrasi < 0.15 cm/jam

2.2.11 Menghitung nilai CN

Curve Number (CN) merupakan pendekatan empiris guna mengestimasikan


aliran permukaan (runoff) dari hubungan antara hujan, tutupan lahan serta kelompok
hidrologi tanah / Hydrologic Soil Group (HSG) dari karakteristik DAS.

a. Menghitung nilai CN pada kondisi normal (hujan 5 hari sebelumnya antara


36-53 mm). Nilai CN pada kondisi normal ditentukan dengan tabel berikut
ini:

Tabel 3. Nilai CN pada Beberapa Penutupan Lahan


berdasarkan Hasil Pemrosesan Citra Penginderaan Jauh

b. Menghitung nilai CN pada kondisi kering dan basah


Langkah sebelumnya (a) menghasilkan nilai CN pada kondisi
normal (CN II), yaitu ketika hujan 5 hari sebelumnya antara 36-53 mm.
Apabila hujan kurang dari 36 mm atau lebih dari 53 mm maka diperlukan
perhitungan nilai CN dengan rumus-rumus sebagai berikut:

Tabel 4.Pedoman Penentuan Kondisi Kelembaban Tanah

1) Rumus CN pada Kondisi Kering (CN I):


CN (I) = (4,2 CN (II)) / ( 10 – 0,058 CN (II))

2) Rumus CN pada Kondisi Basah (CN III):


CN (III) = (23 CN (II)) / ( 10 + 0,13 CN (II))

Menentukan Nilai CN Wilayah

Nilai CN wilayah ditentukan dengan rerata timbang sebagai berikut:

CN = (CN1A1 + CN2A2 + .... + CNnAn)/ (A1 + A2 + .... + An)

Keterangan:
CN = Curve Number
A = Luas masing-masing poligon yang diwakili satu nilai CN

2.2.12 Menentukan 5 hari curah hujan berturut turut

Estimasi limpasan menggunakan metode SCS-CN atau Bilangan


Kurva adalah berdasarkan suatu kejadian hujan yang sangat dipengaruhi
oleh besarnya hujan 5 hari sebelumnya. Data hujan dikumpulkan dalam
bentuk hujan harian, paling tidak 10 (sepuluh) tahun terakhir dari portal
CHRS. Dari data hujan harian tersebut ditentukan curah hujan harian
maksimum 5 hari berturut-turut. Hasil kumulasi 5 hari berturut-turut akan
diperoleh satu nilai hujan maksimum untuk perhitungan selanjutnya.

2.2.13 Menghitung Retensi Potensial Maksimum Air oleh Tanah (S)

Untuk menghitung kapasitas retensi maksimum air oleh tanah (S)


menggunakan rumus berikut :

S dihitung dengan Rumus:

S = (25.400/CN) – 254

Keterangan:
S = Retensi Potensial Maksimum Air Oleh Tanah (mm)
CN = Curve Number sesuai dengan kondisi tanah (berdasarkan
jumlah hujan 5 hari sebelumnya). CN yang digunakan sesuai dengan
kondisi kelembaban tanah
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka akan diperoleh volume
retensi potensial maksimum air oleh tanah yang dianalisis.

2.2.14 Menghitung Kedalaman Hujan Efektif/ Ketebalan Surface Run Off (Pe)

Nilai Pe dihitung berdasarkan rumus:

Pe = ((P – 0,2S)2) / (P+0,8S)

Keterangan:

Pe = Kedalaman Hujan Efektif / Ketebalan Surface Run Off (mm)

P = Tebal Hujan Sesaat / Hujan Harian (mm)

S = Retensi Potensial Maksimum Air Oleh Tanah

2.2.15 Menghitung Volume Runoff (V)

Volume Run Off dihitung dengan menggunakan rumus:

V = Pe x A

Keterangan:

V = Volume Runoff (m3)

Pe = Tebal Hujan Efektif (satuan mm diubah menjadi m)

A = Luas Wilayah Tangkapan Hujan/ DAS (m2)


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Daerah Penelitian

Daerah penelitian yang telah diperoleh dari delineasi berdasarkan data


hillshade dan kontur dengan luas ±300 ha berada di bagian hulu sungai Salo
Pattunuangasue yang bermuara di Sungai Erelembang. Wilayah administrasi dari
daerah penelitian ini masuk di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Cenrana dan
Tompobulu. Pemilihan daerah penelitian dari delineasi ini dapat dilihat pada Gambar
4, sementara pada Gambar 5 dapat dilihat sub DAS yang menjadi daerah penelitian ini.
Luas daerah penelitian ini adalah 369 ha atau 3,69 km2.

Gambar 4. Hasil deliniasi batas sub DAS yang dipilih (polygon warna kuning)

Gambar 5. Daerah penelitian (polygon warna kuning)

3.2 Data Hidrologi Tanah dan Penutupan Lahan


Dari peta hidrologi tanah yang diperoleh dari BBSDLP, daerah penelitian ini
terbagi menjadi dua klasifikasi tanah secara hidrologi, yaitu Typic Dystrudepts dan
Typic Eutrudepts. Kelas hidrologi tanah Typic Dystrudepts memiliki luas area sebesar
2,69 km2, sementara kelas tanah Typic Eutrudepts memiliki luas area sebesar 1 km 2.
Dalam perhitungan CN, kedua klasifikasi ini masuk dalam klas D, dengan karakteristik
tekstur tanah lempung & laju infiltrasi < 0.15 cm/jam. Klasifikasi hidrologi tanah pada
daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Peta jenis tanah pada daerah penelitian

Untuk peta penutupan lahan, dari hasil interpretasi citra satelit, telah diperoleh
data spasial penutupan lahan yang terbagi menjadi empat kelas, yaitu hutan, lahan
pertanian, lahan terbuka dan perumahan. Penutupan lahan pada daerah penelitian
didominasi oleh hutan yang mencakup 95,82% dari luas daerah penelitian. Penutupan
lahan terkecil adalah perumahan, yaitu sebesar 0,21%. Luas masing-masing
penutupan lahan hasil interpretasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Klasifikasi penutupan lahan hasil interpretasi

Sebaran penutupan lahan pada daerah penelitian dapat dilihat pada peta
penutupan lahan pada Gambar 7.

Gambar 7. Peta penutupan lahan pada daerah penelitian


Dari peta hidrologi tanah dan peta penutupan lahan, dilakukan overlay peta
untuk mendapatkan data baru yaitu penutupan lahan pada masing-masing kelas tanah.
Data ini nantinya digunakan untuk menentukan nilai CN. Peta dan tabel hasil overlay
peta hidrologi tanah dan peta penutupan lahan dapat dilihat masing-masing pada
Gambar 8 dan Tabel 6.

Gambar 8. Peta hasil overlay hidrologi tanah dan penutupan lahan

Tabel 6. Tabel hasil overlay hidrologi tanah dan penutupan lahan


dengan nilai CN

3.3 Mengumpulkan data curah hujan harian dari tahun 2011-2020 sumber website
Center for Hydrometeorology and Remote Sensing (CHRS)

Data curah hujan didapat dari website CHRS dengan rentang waktu
pengumpulan data dari tahun 2011-2020. Data yang digunakan berupa PERSIAAN-
CCS yang menetapkan nilai curah hujan ke piksel dalam setiap awan menggunakan
algoritma yang sudah dikembang oleh University of California.
Gambar 9. Data Portal website CHRS untuk mengumpulkan data curah hujan

Hasil pengumpulan data dari portal data CHRS berupa data curah hujan harian
dan curah hujan bulan dari rentang waktu 2011-2020. Hasil pengumpulan data terlampir
pada tabel berikut ini :

Tabel 7. Data Curah Hujan sub-DAS Maros Tahun 2011-2020

3.4 Menghitung parameter statistik

Paremeter statistik dihitung berdasarkan data curah hujan yang sudah


dikumpulkan menggunakan portal data CHRS.

Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai parameter sebagai berikut:

Tabel 8. Hasil Perhitungan Parameter Statistik

(X ) 192.04

Sx 44.610216

Cv=Sx/X 0.2322945

a 68871.612

Cs=a/S^3 0.7757777

Ck 1.9531929
3.5 Penentuan Jenis Distribusi

Berdasarkan data perhitungan parameter statistik yang dikaitkan dengan


dugaan/hipotesa awal sebaran data menurut Widyasari (2005), didapat bahwa data
kami lebih mengarah kepada Distribusi Log Normal. Selanjutnya menentukan apakah
distribusi yang sudah terpilih sudah tepat atau tidak, dengan cara pengujian Chi
Kuadrat dan uji Smirnov Kologomorov.

Tabel 9. Uji Chi kuadrat

Hasil Gumbel Normal Log Normal Log Pearson III

Chi kuadrat hitung 3 1 1 2.5

Chi kuadrat Kritis 5.991 5.991 5.991 5.991

Hipotesa sesuai sesuai sesuai Sesuai

*Sesuai jika nilai Chi kuadrat hitung lebih kecil dari nilai Chi kuadrat kritis =5,991

Tabel 10. Uji Smirnov Kolgomorov

Hasil Gumbel Normal Log Normal Log Pearson III

ΔP maks 10.88200729 0.176164 0.136363636 0.899100061

ΔPkritis 0.41 0.41 0.41 0.41

Hipotesa tidak sesuai sesuai sesuai tidak sesuai

*Sesuai jika nilai ΔP maks hitung lebih kecil dari nilaiΔP kritis =0,41

3.6 Koefisien Limpasan ( C )

DAS di daerah penelitian ini terdiri dari berbagai macam penutup lahan yaitu
hutan lahan kering primer, lahan pertanian kering, permukiman, sawan, tanah terbuka.
Penutup lahan yang berbeda menyebabkan koefisien limpasan yang berbeda, maka
C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat dihitung dengan menjumlahkan hasil
perkalian setiap nilai c pada setiap jenis penggunaan lahan dengan luas tiap jenis
penggunaan lahan tersebut, lalu membaginya dengan jumlah total luas daerah DAS
tersebut. Semakin terbuka lahan maka semakin besar nilai koefisien limpasan. Hal
tersebut dikarenakan semakin terbuka lahan maka semakin besar limpasan di
permukaan tanah karena tidak ada tutupan di permukaan yang menahan
limpasan/aliran air.
Tabel 11 Perhitungan Koefisien Limpasan Permukaan Jenis Penutupan Lahan
(Ci) dan Luas Daerah Penutup Lahan dengan Jenis Penutup Lahan (Ai)

Dari tabel perhitungan koefisien limpasan permukaan jenis penutupan lahan (Ci)
dan Luas daerah penutup lahan dengan jenis penutup lahan (Ai) di atas dapat
diketahui bahwa jumlah luas keseluruhan dari tiap penggunaan lahan ( ΣAi ) 3,6825
Km2 dan jumlah jumlah keseluruhan hasil perkalian antara luas dan nilai koefisien
limpasan untuk tiap penggunaan lahan adalah 0,1030386. Nilai C pada DAS dapat
diketahui dari perhitungan tersebut.

C = (ΣCi.Ai) : ΣAi

= 0,10386103 : 3,682556

= 0,0282035168

Nilai C pada DAS daerah penelitian adalah 0,0282035168. Nilai C tersebut


kemudian digunakan untuk menghitung Debit puncak ( Q )

3.7 Menghitung analisa curah hujan rencana metode distribusi log Normal periode
2, 5 dan 10 tahun.

Dihitung menggunakan rumus di bawah ini :

Dengan :
Hasilnya disajikan pada tabel di bawah ini :

Tabel 12. Perhitungan Analisisa curah hujan maksimun kala ulang 2, 5 dan 10 tahun.

3.8. Perhitungan Intensitas hujan (I) pada kala ulang 2,5 dan 10 tahun dan
Perhitungan waktu konsentrasi (Tc)

Grafik 1. Kurva Intensitas Durasi Frekuensi (Hasil Pengolahan, 2021) Berdasarkan kurva

IDF yang dihasilkan durasi hujan yang semakin lama maka


intensitasnya semakin kecil dan kala ulang tahun yang semakin lama maka intensitas akan
semakin tinggi.

Pada metode rasional ini, perhitungan nilai t menggunakan nilai waktu konsentrasi. Hasil
perhitungan waktu konsentrasi terlampir pada tabel 13 dibawah ini
Tabel 13. Perhitungan waktu konsentrasi

Setelah mendapat nilai Tc atau waktu konsentrasi, maka dilakukan perhitungan Intensitas
hujan (I) pada kala ulang 2,5 dan 10 tahun

Tabel 14. Perhitungan intensitas hujan kala ulang 2, 5 dan 10 tahun.

3.9. Perhitungan Debit Puncak ( Qp )

Salah satu indikator kesehatan DAS adalah debit puncak. Dengan menghitung debit
puncak, maka dapat diketahui perkiraan besarnya air larian puncak (peak runoff).
Debit puncak yang tinggi menggambarkan tingkat kerusakan suatu DAS. Nilai debit
puncak dipengaruhi oleh besaran koefisien limpasan DAS, intensitas hujan, dan
luas DAS. Perhitungan debit puncak pada lokasi DAS penelitian dilakukan dengan
variasi intensitas hujan, yaitu intensitas hujan selama 2 tahun, intensitas hujan
selama 5 tahun, dan intensitas hujan selama 10 tahun.

Tabel15.Perhitungan Debit Puncak ( Qp )

Hasil perhitungan debit puncak menggunakan metode rasional untuk waktu dengan
intensitas hujan 2 tahun (Qp 2) adalah 15,78012839 m3/s, debit puncak dengan
intensitas hujan 5 tahun (Qp 5) adalah 19,063574 m3/s, dan debit puncak dengan
intensitas hujan 10 tahun (Qp 10) yaitu 21,047758 m3/s. Dari perhitungan tersebut
dapat disimpulkan bahwa lama/banyaknya intensitas hujan sangat mempengaruhi
debit puncak. Semakin lama intensitas hujan maka semakin besar debit puncak.
Semakin lama intensitas hujan maka semakin tinggi potensi kerusakan DAS.
PERHITUNGAN VOLUME RUNOFF MENGGUNAKAN METODE SCS-CN

3.10 Menentukan kelompok hidrologi tanah

Kelompok hidrologi tanah dibagi menjadi empat yaitu A, B, C, dan D yang


dikelompokkan berdasarkan tekstur tanahnya (McCuen, 1998). Jenis tekstur tanah ini
menentukan kelompok hidrologi karena berkaitan dengan kapasitas air efektif tanah
dan mempengaruhi proses infiltrasi. Berdasarkan data tanah dari BBSDLP, daerah
penelitian ini terbagi menjadi dua klasifikasi tanah, yaitu Typic Dystrudepts dan Typic
Eutrudepts. Typic Dystrudepts memiliki tekstur tanah berupa lempung berliat dan untuk
typic Eutrudepts memiliki tekstur tanah liat berdebu ( E., Waas, et al., 2014). Kelompok
Hidrologi Tanah / Hydrologic Soil Group (HSG) berdasarkan jenis tanah dan tekstur
tanah tersebut dikelompokkan menjadi 1 kelompok yaitu kelompok D, ditunjukkan pada
tabel 16

Tabel 16 Klasifikasi Kelompok Hidrologi Tanah (HSG) sub DAS Maros

3.11 Menghitung nilai CN

Kelompok hidrologi tanah D memiliki karakteristik konsistensi tanah lekat dan


plastis dengan potensi aliran tinggi dan kecepatan infiltrasi sangat rendah. Hasil
penentuan HSG digunakan untuk menentukan nilai Curve Number (CN). CN
merupakan pendekatan empiris guna mengestimasikan aliran permukaan (runoff) dari
hubungan antara hujan, tutupan lahan serta HSG dari karakteristik DAS. Hasil
penentuan nilai CN ditunjukan pada tabel 17

Tabel 17. Klasifikasi Penggunaan lahan berdasarkan Nilai Curve Number (CN)

Nilai CN yang berada pada sub DAS Maros pada kondisi normal atau AMC II
berkisar dari 77 hingga 90, dengan nilai 77 berupa penggunaan tanah hutan, nilai CN
87 berupa kawasan perumahan dan lahan pertanian, dan untuk nilai CN terbesar
berupa lahan terbuka dengan nilai 90. Nilai CN rata-rata (kondisi normal atau AMC II)
dari sub DAS Maros sebesar 78. Penggunaan lahan dengan tutupan vegetasi yang
rapat, maka nilai CN semakin kecil karena besar kapasitas infiltrasi berbanding terbalik
dengan besarnya aliran.

3.12 Menentukan 5 hari curah hujan berturut turut

Berdasarkan data curah hujan yang tersaji pada tabel 18 selama 5 hari dari
tanggal 11 November 2017 hingga 15 November 2017, Curah Hujan (CH) total sebesar
294 mm sehingga kondisi tersebut kategori AMC II sehingga perlu dihitung nilai CN
kondisi basah.

Tabel 18. Curah Hujan sub DAS Maros November 2017

CN (III) = (23 CN (II)) / ( 10 + 0,13 CN (II))

CN (III) = (23 x 78) / ( 10 + 0,13 x 78)

CN (III) = 89

Setelah mendapatkan nilai CN maka diperlukan menghitung nilai CN


keseluruhan wilayah dengan menggunakan rerata tertimbang

CN wilayah = (CN1A1 + CN2A2 + .... + CNnAn)/ (A1 + A2 + .... + An)


CN wilayah = 328,65 / 3,7
CN wilayah = 89

3.13 Menghitung Retensi Potensial Maksimum Air oleh Tanah

Hasil CN yang sudah dihitung digunakan sebagai nilai masukkan untuk


menghitung nilai retensi potensial maksimum air oleh tanah. Perhitungan yang
dilakukan adalah :

S=(25.400/CN)-254

S=(25.400/89)-254

S= 31,957 mm
3.14 Menghitung Kedalaman Hujan Efektif/ Ketebalan Surface Run Off

Nilai S yang sudah dihasilkan digunakan untuk menghitung nilai kedalaman hujan
efektif dengan hasil perhitungan sebagai berikut:

Pe = ((P – 0,2S)2) / (P+0,8S)

Pe = ((10 – 0,2 x 31,957)2) / (10+0,8 x 31,957)

Pe = 0,366 mm = 0,000366 m

3.15 Menghitung Volume Runoff (V)

Setelah mendapat nilai Pe tujuan akhir perhitungan dapat dilakukan yakni untuk
mengetahui volume run off yang terjadi pada sub DAS Maros. Hasil perhitungan
menunjukan nilai volume run off sebesar:

V = Pe x A

V = 0,000366 x 3700000

V = 1354,64 m3
BAB IV
KESIMPULAN

1. Pola distribusi hujan yang digunakan pada metode Rasional untuk menentukan
Debit Puncak pada sub DAS Maros adalah distribusi Log Normal

2. Estimasi Debit Puncak (Qp) pada Sub Das Maros menggunakan metode Rasional
untuk hujan rencana 2 tahunan memiliki nilai estimasi debit puncak sebesar
15,78012839 m3/s, untuk hujan rencana 5 tahunan memiliki nilai estimasi sebesar
debit puncak sebesar 21,047758 m3/s, dan untuk hujan rencana 10 tahunan
memiliki nilai estimasi sebesar debit puncak sebesar 16,23 m3/s

3. Estimasi Volume Runoff (V) Sub Das Maros menggunakan metode SCS-CN
memiliki nilai estimasi sebesar 1354,64 m3
Daftar Pustaka

Asdak. C. 2014. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press

Bambang Triatmodjo, 2008.Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.

E., Waas, E. D., Ayal, J., Sheny Kaihatu. (2014). EVALUATION AND DETERMINATION OF
LAND IN THE DISTRICT OF WEST SERAM. 16(2), 336–348.

Harto, Sri.1993. Analisis Hidrologi. Jakarta: PT.Gramedia.

Hayes, D.C. and R.L. Young.2005. Comparison of Peak Discharge and Runoff

Kodoatie, R.J dan Syarief, Rustam. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Yogyakarta: ANDI

McCuen, R.H. (1998). Hydrologic Analysis and Design. 2nd edition. USA: Prentice Hall.
Ney Jersey

Muharomah, Riani. 2014. Analisis Run-off Sebagai Dampak Perubahan Lahan Sekitar
Pembangunan Underpass Simpang Palembang dengan memanfaatkan Teknis GIS. ISSN
2355-374X.Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Vol.2.No.3

Samaawa, Adzicky dan M. Pramono Hadi. Estimasi Debit Puncak Berdasarkan Beberapa
Metode Penentuan Koefisien Limpasan Di Sub Das Kedung Gong, Kabupaten Kulonprogo,
Yogyakarta.

Subarkah, I. 1980. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung: Ideal Dharma

Suheri, Asep, Cecep Kusmana, Moh.Yanuar J.Purwanto, Yudi Setiawan. Model Puncak
Limpasan Berbasis Eksisting Penggunaan Lahan Dan Rencana Induk Pengembangan
Wilayah Sentul City. ISSN 2356-0266.

Supirin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Wisler, C.O., and E.F. Brater. 1959. Hydrology. John Wiley & Sons, Inc., New York.

SNI.7645:2010. Klasifikasi Penutup Lahan.

https://www.google.com/amp/s/www.gramedia.com/literasi/siklus-hidrologi/amp/

https://www.hec.usace.army.mil/confluence/hmsdocs/hmstrm/infiltration-and-runoff- volume/scs-
curve-number-loss-model

Anda mungkin juga menyukai