Analisis Debit Puncak Dan Runoff Sub DAS Maros
Analisis Debit Puncak Dan Runoff Sub DAS Maros
Analisis Debit Puncak Dan Runoff Sub DAS Maros
Maros”
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Menghitung Debit Puncak (Qp) Sub Das Maros menggunakan metode Rasional
2. Menghitung Volume Runoff (V) Sub Das Maros menggunakan metode SCS-CN
BAB II
METODOLOGI
Siklus hidrologi adalah sebuah proses pergerakan air dari bumi ke armosfer dan
kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara kontinyu (Triadmodjo, 2008). Selain
berlangsung secara kontinyu, siklus hidrologi juga merupakan siklus yang bersifat
konstan pada sembarang daerah (Wisler dan Brater, 1959). Siklus hidrologi dimulai
dengan terjadinya penguapan air ke udara. Air yang menguap tersebut kemudian
mengalami proses kondensasi (penggumpalan) di udara yang kemudian membentuk
gumpalan – gumpalan yang dikenal dengan istilah awan (Triadmodjo, 2008). Awan
yang terbentuk kembali jatuh ke bumi. Tahap mencairnya awan karena tidak mampu
menahan suhu yang kian lama kian meningkat dikenal dengan istilah presipitasi. Pada
tahap ini sendiri kemudian akan terjadi salah satu gejala alam yang dinamakan dengan
hujan atau jatuhnya butiran air ke permukaan bumi. Jika suhu sekitar kurang dari 0
derajat celcius, kemudian akan terjadilah hujan es hingga hujan salju.Jatuhnya air ke
permukaan bumi mengalami infiltrasi maupun mengalir dipermukaan menjadi limpasan
(Run Off). Infiltrasi ini merupakan tahap dimana air hujan kemudian berubah menjadi
air tanah. Proses perembesan air hujan ke pori-pori tanah inilah yang kemudian disebut
sebagai infiltrasi untuk kemudian kembali ke laut secara keseluruhan. Run off memiliki
nama lain limpasan dimana pada tahap ini air hujan kemudian akan bergerak.
Pergerakan yang terjadi dari permukaan yang lebih tinggi ke yang lebih rendah dengan
sebelumnya melalui berbagai saluran. Saluran yang dimaksud diantaranya sungai, got,
laut, danau hingga samudera.
DAS adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah
topografis dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen,
polutan, dan unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal
(Kemenhut, 2013). Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi wilayah-wilayah yang ada
disekitar sungai secara langsung mempengaruhi kelangsungan sungai itu sendiri
(Ruhimat dkk, 2006). DAS dibatasi oleh titik-titik tertinggi yang berbentuk punggungan
muka bumi sebagai batas daerah aliran (garis pemisah DAS).
Debit aliran adalah jumlah zat cair yang mengalir melalui tampang lintang aliran
tiap satu satuan waktu, diberi notasi Q. Debit aliran biasanya diukur dalam volume zat
cair tiap satuan waktu, sehingga satuannya adalah meter kubik per detik (m3/dtk)atau
satuan yang lain (liter/det,liter/menit, dsb) (Triatmodjo, 2008). Data debit atau aliran
sungai merupakan informasi yang paling penting bagi pengelola sumber daya air. Debit
puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir. Sementara
data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi (pemanfaatan) air untuk
berbagai macam keperluan, terutama pada musim kemarau panjang (Asdak. C, 2014).
Metode Rasional merupakan pemodelan hidrologi sederhana yang sering
digunakan untuk mengestimasi debit puncak suatu DAS. Konsep yang terdapat pada
metode Rasional terbilang canggih karena membutuhkan pengetahuan teknik yang
sangat dalam terutama dalam karakteristik hidrologi seperti waktu konsentrasi (Hayes
dan Young, 2005).
Soil Conservation Service Curve Number atau SCS-CN adalah model yang
dikembangkan oleh NRCS CN dengan tujuan mengestimasi besarnya runoff suatu
wilayah sungai atau sub wilayah sungai. Metode ini mengkaitkan penggunaan tanah,
jenis tanah dengan bilang kurva CN yang menunjukkan poteni air aliran untuk curah
hujan tertentu (Asdak, 2014)
2.2 Metodologi
Dalam penelitian ini, penentuan batas sub DAS dilakukan menggunakan cara
interpretasi manual dengan mendelineasi batas sub DAS dari data Demnas yang
diperoleh dari Indonesia Geospasial Portal pada situs web
https://tanahair.indonesia.go.id/. Data Demnas tersebut diolah menjadi data hillshade
menggunakan software ArcGIS untuk mempermudah interpretasi dan delineasi batas
sub DAS. Data Demnas yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1, sementara
data hillshade hasil dari pengolahan data Demnas dapat dilihat pada Gambar 2.
Dari data hillshade yang sudah didapat, kemudian ditambahkan data kontur
dan sungai untuk membantu menentukan area sub DAS-nya. Data-data tersebut
dapat dilihat pada Gambar 3. Pada penelitian ini sub DAS yang dicari adalah sub DAS
dengan luas ±300 ha.
Gambar 3. Overlay data hillshade, kontur dan sungai untuk delineasi sub DAS
2.2.2 Mengumpulkan data sekunder berupa Peta hidrologi tanah, peta penutupan
lahan
Selain data curah hujan harian yang didapat dari website CHRS, dalam
penelitian ini juga menggunakan data spasial berupa peta hidrologi tanah dan peta
penutupan lahan. Peta hidrologi tanah dan peta penutupan lahan ini akan digunakan
untuk mencari nilai Curve Number (CN).
Peta hidrologi tanah yang digunakan adalah peta skala 1 : 50.000 yang
diperoleh dari Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). Untuk peta
penutupan lahan, data yang digunakan adalah peta penutupan lahan skala 1 : 50.000
hasil interpretasi visual dengan cara deliniasi tutupan lahan pada daerah penelitian.
Interpretasi dilakukan menggunakan citra Google Satellite yang diunduh dengan
aplikasi Sas Planet.
2.2.3 Mengumpulkan data curah hujan harian dari tahun 2011-2020 sumber website
Center for Hydrometeorology and Remote Sensing (CHRS)
Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa data curah hujan harian
yang didapat dari website CHRS dengan menggunakan data Precipitation Estimation
from Remotely Sensed Information using Artificial Neural Networks (PERSIANN) -
Cloud Classification System (CCS) yang merupakan suatu algoritma yang digunakan
untuk mendapatkan estimasi curah hujan berbasis satelit.
Menghitung parameter statistik dari data yaitu: Mean (x), Standar Deviasi (S),
Coeffisient of Varation (Cv), Coeffisient of Skewness (Cs), Coeffisient of Kurtosis (Ck)
didapat dari persamaan dibawah ini.
Mean
Standar Deviasi:
2.2.5 Menentukan jenis distribusi (normal, log normal, gumbel, log person tipe III)
dan Uji Kecocokan
Menurut Suripin (2004), ada 4 (empat) jenis distribusi frekuensi yang sering
digunakan dalam hidrologi, yaitu:
1. Distribusi Normal
Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang
bersifat normal.
3. Distribusi Gumbel
Distribusi ini banyak digunakan untuk analisa data maksimum, seperti analisa
untuk banjir
4. Distribusi Log Pearson III
Distribusi tipe ini banyak digunakan dalam analisa Hidrologi terutama dalam
analisa data maksimum dan minimum dengan nilai ekstrem.
b) Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan smirnov kolgomorov sering disebut juga uji kecocokan non
parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi disribusi tertentu.
Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya
peluang dari masing-masing data tersebut. X1 = p(x1); X2 = p(x2); X3 = p(x3),
dan seterusnya.
2. Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data
(persamaan distribusinya). X1 = p’(x1); X2 = p’(x2); X3 = p’(x3) dan
seterusnya.
3. Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih tersebarnya antar peluang
pengamatan dengan peluang teoritis.
Persamaan metode distribusi Log Normal (Sri Harto Br, 1993) adalah:
Dengan :
DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien limpasan
yang berbeda maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat dihitung dengan
rumus (Supirin, 2004) :
Dimana:
Intensitas Hujan adalah tinggi curah hujan dalam periode tertentu yang
dinyatakan dalam mm/jam. Intensitas hujan ditentukan dengan persamaan
(Subarkah, 1980):
Dimana :
I : Intensitas Hujan (mm/jam)
R24 : Hujan Harian Maksimum (mm)
Tc : Waktu Konsentrasi (Jam)
Waktu konsentrasi (Tc) merupakan waktu yang dibutuhkan air hujan saat jatuh
di permukaan bumi untuk mengalir dari titik terjauh hingga ke tempat keluaran DAS
(titik kontrol) setelah tanah menemui jenuh dan depresi-depresi kecil sudah terpenuhi
(Suripin, 2004).
Dimana :
Tc : Waktu Konsentrasi (Jam)
L : Panjang Sungai Utama (Km)
S : Kemiringan Sungai (Km)
Qp = 0,278. C.I.A
Keterangan:
C = Koefisien Limpasan
A karakteristik tanah dengan tekstur pasiran & profil dalam, dengan laju
infiltrasi > 0.75 cm/jam
Keterangan:
CN = Curve Number
A = Luas masing-masing poligon yang diwakili satu nilai CN
S = (25.400/CN) – 254
Keterangan:
S = Retensi Potensial Maksimum Air Oleh Tanah (mm)
CN = Curve Number sesuai dengan kondisi tanah (berdasarkan
jumlah hujan 5 hari sebelumnya). CN yang digunakan sesuai dengan
kondisi kelembaban tanah
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka akan diperoleh volume
retensi potensial maksimum air oleh tanah yang dianalisis.
2.2.14 Menghitung Kedalaman Hujan Efektif/ Ketebalan Surface Run Off (Pe)
Keterangan:
V = Pe x A
Keterangan:
Gambar 4. Hasil deliniasi batas sub DAS yang dipilih (polygon warna kuning)
Untuk peta penutupan lahan, dari hasil interpretasi citra satelit, telah diperoleh
data spasial penutupan lahan yang terbagi menjadi empat kelas, yaitu hutan, lahan
pertanian, lahan terbuka dan perumahan. Penutupan lahan pada daerah penelitian
didominasi oleh hutan yang mencakup 95,82% dari luas daerah penelitian. Penutupan
lahan terkecil adalah perumahan, yaitu sebesar 0,21%. Luas masing-masing
penutupan lahan hasil interpretasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Sebaran penutupan lahan pada daerah penelitian dapat dilihat pada peta
penutupan lahan pada Gambar 7.
3.3 Mengumpulkan data curah hujan harian dari tahun 2011-2020 sumber website
Center for Hydrometeorology and Remote Sensing (CHRS)
Data curah hujan didapat dari website CHRS dengan rentang waktu
pengumpulan data dari tahun 2011-2020. Data yang digunakan berupa PERSIAAN-
CCS yang menetapkan nilai curah hujan ke piksel dalam setiap awan menggunakan
algoritma yang sudah dikembang oleh University of California.
Gambar 9. Data Portal website CHRS untuk mengumpulkan data curah hujan
Hasil pengumpulan data dari portal data CHRS berupa data curah hujan harian
dan curah hujan bulan dari rentang waktu 2011-2020. Hasil pengumpulan data terlampir
pada tabel berikut ini :
(X ) 192.04
Sx 44.610216
Cv=Sx/X 0.2322945
a 68871.612
Cs=a/S^3 0.7757777
Ck 1.9531929
3.5 Penentuan Jenis Distribusi
*Sesuai jika nilai Chi kuadrat hitung lebih kecil dari nilai Chi kuadrat kritis =5,991
*Sesuai jika nilai ΔP maks hitung lebih kecil dari nilaiΔP kritis =0,41
DAS di daerah penelitian ini terdiri dari berbagai macam penutup lahan yaitu
hutan lahan kering primer, lahan pertanian kering, permukiman, sawan, tanah terbuka.
Penutup lahan yang berbeda menyebabkan koefisien limpasan yang berbeda, maka
C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat dihitung dengan menjumlahkan hasil
perkalian setiap nilai c pada setiap jenis penggunaan lahan dengan luas tiap jenis
penggunaan lahan tersebut, lalu membaginya dengan jumlah total luas daerah DAS
tersebut. Semakin terbuka lahan maka semakin besar nilai koefisien limpasan. Hal
tersebut dikarenakan semakin terbuka lahan maka semakin besar limpasan di
permukaan tanah karena tidak ada tutupan di permukaan yang menahan
limpasan/aliran air.
Tabel 11 Perhitungan Koefisien Limpasan Permukaan Jenis Penutupan Lahan
(Ci) dan Luas Daerah Penutup Lahan dengan Jenis Penutup Lahan (Ai)
Dari tabel perhitungan koefisien limpasan permukaan jenis penutupan lahan (Ci)
dan Luas daerah penutup lahan dengan jenis penutup lahan (Ai) di atas dapat
diketahui bahwa jumlah luas keseluruhan dari tiap penggunaan lahan ( ΣAi ) 3,6825
Km2 dan jumlah jumlah keseluruhan hasil perkalian antara luas dan nilai koefisien
limpasan untuk tiap penggunaan lahan adalah 0,1030386. Nilai C pada DAS dapat
diketahui dari perhitungan tersebut.
C = (ΣCi.Ai) : ΣAi
= 0,10386103 : 3,682556
= 0,0282035168
3.7 Menghitung analisa curah hujan rencana metode distribusi log Normal periode
2, 5 dan 10 tahun.
Dengan :
Hasilnya disajikan pada tabel di bawah ini :
Tabel 12. Perhitungan Analisisa curah hujan maksimun kala ulang 2, 5 dan 10 tahun.
3.8. Perhitungan Intensitas hujan (I) pada kala ulang 2,5 dan 10 tahun dan
Perhitungan waktu konsentrasi (Tc)
Grafik 1. Kurva Intensitas Durasi Frekuensi (Hasil Pengolahan, 2021) Berdasarkan kurva
Pada metode rasional ini, perhitungan nilai t menggunakan nilai waktu konsentrasi. Hasil
perhitungan waktu konsentrasi terlampir pada tabel 13 dibawah ini
Tabel 13. Perhitungan waktu konsentrasi
Setelah mendapat nilai Tc atau waktu konsentrasi, maka dilakukan perhitungan Intensitas
hujan (I) pada kala ulang 2,5 dan 10 tahun
Salah satu indikator kesehatan DAS adalah debit puncak. Dengan menghitung debit
puncak, maka dapat diketahui perkiraan besarnya air larian puncak (peak runoff).
Debit puncak yang tinggi menggambarkan tingkat kerusakan suatu DAS. Nilai debit
puncak dipengaruhi oleh besaran koefisien limpasan DAS, intensitas hujan, dan
luas DAS. Perhitungan debit puncak pada lokasi DAS penelitian dilakukan dengan
variasi intensitas hujan, yaitu intensitas hujan selama 2 tahun, intensitas hujan
selama 5 tahun, dan intensitas hujan selama 10 tahun.
Hasil perhitungan debit puncak menggunakan metode rasional untuk waktu dengan
intensitas hujan 2 tahun (Qp 2) adalah 15,78012839 m3/s, debit puncak dengan
intensitas hujan 5 tahun (Qp 5) adalah 19,063574 m3/s, dan debit puncak dengan
intensitas hujan 10 tahun (Qp 10) yaitu 21,047758 m3/s. Dari perhitungan tersebut
dapat disimpulkan bahwa lama/banyaknya intensitas hujan sangat mempengaruhi
debit puncak. Semakin lama intensitas hujan maka semakin besar debit puncak.
Semakin lama intensitas hujan maka semakin tinggi potensi kerusakan DAS.
PERHITUNGAN VOLUME RUNOFF MENGGUNAKAN METODE SCS-CN
Tabel 17. Klasifikasi Penggunaan lahan berdasarkan Nilai Curve Number (CN)
Nilai CN yang berada pada sub DAS Maros pada kondisi normal atau AMC II
berkisar dari 77 hingga 90, dengan nilai 77 berupa penggunaan tanah hutan, nilai CN
87 berupa kawasan perumahan dan lahan pertanian, dan untuk nilai CN terbesar
berupa lahan terbuka dengan nilai 90. Nilai CN rata-rata (kondisi normal atau AMC II)
dari sub DAS Maros sebesar 78. Penggunaan lahan dengan tutupan vegetasi yang
rapat, maka nilai CN semakin kecil karena besar kapasitas infiltrasi berbanding terbalik
dengan besarnya aliran.
Berdasarkan data curah hujan yang tersaji pada tabel 18 selama 5 hari dari
tanggal 11 November 2017 hingga 15 November 2017, Curah Hujan (CH) total sebesar
294 mm sehingga kondisi tersebut kategori AMC II sehingga perlu dihitung nilai CN
kondisi basah.
CN (III) = 89
S=(25.400/CN)-254
S=(25.400/89)-254
S= 31,957 mm
3.14 Menghitung Kedalaman Hujan Efektif/ Ketebalan Surface Run Off
Nilai S yang sudah dihasilkan digunakan untuk menghitung nilai kedalaman hujan
efektif dengan hasil perhitungan sebagai berikut:
Pe = 0,366 mm = 0,000366 m
Setelah mendapat nilai Pe tujuan akhir perhitungan dapat dilakukan yakni untuk
mengetahui volume run off yang terjadi pada sub DAS Maros. Hasil perhitungan
menunjukan nilai volume run off sebesar:
V = Pe x A
V = 0,000366 x 3700000
V = 1354,64 m3
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pola distribusi hujan yang digunakan pada metode Rasional untuk menentukan
Debit Puncak pada sub DAS Maros adalah distribusi Log Normal
2. Estimasi Debit Puncak (Qp) pada Sub Das Maros menggunakan metode Rasional
untuk hujan rencana 2 tahunan memiliki nilai estimasi debit puncak sebesar
15,78012839 m3/s, untuk hujan rencana 5 tahunan memiliki nilai estimasi sebesar
debit puncak sebesar 21,047758 m3/s, dan untuk hujan rencana 10 tahunan
memiliki nilai estimasi sebesar debit puncak sebesar 16,23 m3/s
3. Estimasi Volume Runoff (V) Sub Das Maros menggunakan metode SCS-CN
memiliki nilai estimasi sebesar 1354,64 m3
Daftar Pustaka
Asdak. C. 2014. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
E., Waas, E. D., Ayal, J., Sheny Kaihatu. (2014). EVALUATION AND DETERMINATION OF
LAND IN THE DISTRICT OF WEST SERAM. 16(2), 336–348.
Hayes, D.C. and R.L. Young.2005. Comparison of Peak Discharge and Runoff
Kodoatie, R.J dan Syarief, Rustam. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Yogyakarta: ANDI
McCuen, R.H. (1998). Hydrologic Analysis and Design. 2nd edition. USA: Prentice Hall.
Ney Jersey
Muharomah, Riani. 2014. Analisis Run-off Sebagai Dampak Perubahan Lahan Sekitar
Pembangunan Underpass Simpang Palembang dengan memanfaatkan Teknis GIS. ISSN
2355-374X.Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Vol.2.No.3
Samaawa, Adzicky dan M. Pramono Hadi. Estimasi Debit Puncak Berdasarkan Beberapa
Metode Penentuan Koefisien Limpasan Di Sub Das Kedung Gong, Kabupaten Kulonprogo,
Yogyakarta.
Subarkah, I. 1980. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung: Ideal Dharma
Suheri, Asep, Cecep Kusmana, Moh.Yanuar J.Purwanto, Yudi Setiawan. Model Puncak
Limpasan Berbasis Eksisting Penggunaan Lahan Dan Rencana Induk Pengembangan
Wilayah Sentul City. ISSN 2356-0266.
Supirin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Wisler, C.O., and E.F. Brater. 1959. Hydrology. John Wiley & Sons, Inc., New York.
https://www.google.com/amp/s/www.gramedia.com/literasi/siklus-hidrologi/amp/
https://www.hec.usace.army.mil/confluence/hmsdocs/hmstrm/infiltration-and-runoff- volume/scs-
curve-number-loss-model