Alfi, Amd - KL
Alfi, Amd - KL
Alfi, Amd - KL
PADA MANUSIA
Oleh
Natasyah Rahmadani
PO713221211029
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita berbagai
macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa
keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan
akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai
menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta
teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun
materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa
maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian,
yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami
jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan
makalah-makah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-
mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-
teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau
mengambil hikmah dari karya tulis ilmiah ini sebagai tambahan dalam menambah
referensi yang telah ada.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3. Tujuan……………………………………………………………......................2
BAB II PEMBAHASAN
2.2. Sistem Pertahanan pada Manusia, Cara Kerja dan Efek Toksik……………….7
3.1. Kesimpulan……………………………………………………………………27
3.2. Saran…………………………………………………………………………..27
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Interaksi manusia dengan lingkungan adalah hal yang kodrati dan mutlak. Manusia
tak bisa hidup tanpa adanya lingkungan. Lingkungan di mana manusia hidup dan
beraktivitas ini lah yang kita sebut sebagai lingkungan hidup. Di samping interaksi,
secara hakiki manusia sebenarnya tergantung pada lingkungan hidupnya.
Sampai pada tempat tinggal, di mulai dari dalam gua, pohon hingga sekarang di
pemukiman dan rumah sebagaimana yang kita lihat hari ini. Adanya jalan raya untuk
transportasi, perkantoran dan gedung lain untuk tempat jasa dan perdagangan serta
pabrik-pabrik industri. Kesemuanya adalah bagaimana manusia tergantung dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
1
Manusia tergantung pada lingkungan, sekaligus berinteraksi dengan lingkungan
tersebut. Semua limbah yang dibuang oleh manusia, di atas, dikembalikan kepada
lingkungan. Selanjutnya, bagaimana kondisi lingkungan akibat manusia itu pun akan
memberikan aksi dan pengaruh pada manusia. Itu lah artinya interaksi. Sama halnya
dengan hukum fisika, di mana ada aksi maka akan reaksi, dan begitulah terus-
menerus.
Manusia memberikan aksi dan menerima aksi pula dari lingkungan sebagai reaksi
dari apa yang dilakukan manusia terhadap lingkungan. Sehingga dengan demikian,
apabila limbah yang dikeluarkan manusia lalu dibuang ke lingkungan berada pada
kondisi yang melebihi kemampuan lingkungan untuk melakukan self purification
(kemampuan alami lingkungan membersihkan dirinya melalui system keseimbangan)
maka yang terjadi adalah kondisi lingkungan berpotensi memberikan aksi atau
pengaruh buruk pada manusia oleh karena itu diperlukan suatu monitori atau
biomonitoring terhadap paparan bahan kimia racun pada manusia. Dalam
hubungannya dengan risiko terhadp kesehatan, pendekatan pemantauan biologi dan
pemantauan ambien terhadap risiko kesehatan dapat dinilai dengan beberapa cara.
Cara tersebut antara lain membandingkan hasil perhitungan parameter dengan nilai
perkiraan maksimum yang diperkenankan yaitu Treshold Limit Value (TLV) atau
Biological Limit Value (BLV).
1.3. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dialami manusia karena zat kimia berada di udara, maupun karena kontak
melalui media air atau udara. Pencemaran yang terjadi di dalam udara, air
maupun tanah dapat di sebabkan oleh sebab toksik zat kimia yang masuk
ke dalam lingkungan.
Racun kimia adalah zat tertentu yang memiliki efek merugikan pada
jaringan manusia, organ, atau proses biologi. Sedangkan toksisitas merujuk
pada sifat-sifat zat kimia yang menggambarkan efek samping yang
mungkin dialami manusia akibat kontak kulit atau mengkonsumsinya. Efek
dari toksik pada manusia dapat diklasifikasikan sebagai efek akut dan efek
kronis. Jika ada respon yang cepat dan serius dengan dosis tinggi tetapi
berumur pendek dari racun kimia maka disebut efek akut. Racun akut akan
mengganggu proses fisiologis, yang menyebabkan berbagai gejala
gangguan, dan bahkan menyebabkan kematian jika gangguan tersebut
cukup parah. Efek kronis cenderung menghasilkan racun dengan dosis
rendah selama periode yang relatif lama.
Toksisitas akut relatif mudah untuk mengukur. Efek racun pada toksisitas
akut cukup tinggi pada tingkat fungsi tubuh, bersifat jelas dan cukup
konsisten di individu dan spesies. Untuk bahan kimia yang berbeda,
tingkat ini sangat bervariasi. Di beberapa tingkat hampir semuanya
beracun, dan perbedaan antara beracun dan non beracun adalah pada
masalah derajat toksisitasnya.
Indeks yang paling banyak digunakan dalam toksisitas akut yakni LD50,
dosis mematikan untuk 50 persen dari populasi. Dosis umumnya
dinyatakan sebagai berat dari kimia per kilogram berat badan. Nilai LD50
dapat diperoleh dengan memplot jumlah kematian diantara kelompok
percobaan hewan (biasanya tikus) pada berbagai tingkat paparan bahan
kimia dan interpolasi kurva dosis-respons yang dihasilkan untuk dosis di
mana setengah hewan mati. Dengan melakukan studi LD50 untuk berbagai
zat (massa racun per unit berat badan kita dapat menetapkan peringkat
toksisitas zat ini sebagai berikut:
4
Tabel 2.1. Tingkat Daya Racun
5. Racun ekstrim 5 – 50
a. Sumber alamiah/buatan
Klasifikasi ini membedakan racun asli yang berasal dari flora dan
fauna dan kontaminasi organisme dengan berbagai racun yang
berasal dari bahan baku industri beracun ataupun buangan beracun
dan bahan sintetis beracun.
5
dll. Buangan komersial dapat sangat beragam, demikian pula
dengan buangan industry
a. Wujud Pencemar
a. Korosif
b. Radioaktif
6
terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan
medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara
lain tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan
bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.
c. Evaporatif
d. Eksplosif
Adalah suatu zat padat atau cair atau campuran keduanya yang
karena suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah
dan tekanan yang besar serta suhu yang tinggi, sehingga
menimbulkan kerusakan disekelilingnya. Zat eksplosif amat peka
terhadap panas dan pengaruh mekanis (gesekan atau tumbukan),
ada yang dibuat sengaja untuk tujuan peledakan atau bahan peledak
seperti trinitrotoluene (TNT), nitrogliserin dan ammonium nitrat
(NH4NO3). Contoh lainnya adalah asetilena dan amonium nitrat.
2.2. Sistem Pertahanan pada Manusia, Cara Kerja dan Efek Toksik
Tubuh manusia secara konstan ditantang oleh bakteri, virus, parasit, radiasi
matahari, dan polusi. Stres emosional atau fisiologis dari kejadian ini adalah
tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat. Biasanya kita dilindungi
oleh sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, terutama makrofaga, dan
cukup lengkapnya kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan. Kelebihan tantangan
negatif, bagaimanapun, dapat menekan sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan
tubuh, dan mengakibatkan berbagai penyakit yang fatal.
7
Praktik medis saat ini adalah untuk mengobati penyakit saja. Infeksi bakteri
dilawan dengan antibiotik, infeksi virus dengan antivirus dan infeksi parasit
dengan antiparasit terbatas obat-obatan yang tersedia. Sistem pertahanan tubuh,
sistem kekebalan tubuh, depresi disebabkan oleh stres emosional diobati dengan
anti depresan atau obat penenang. Kekebalan depresi disebabkan oleh kekurangan
gizi jarang diobati sama sekali, bahkan jika diakui, dan kemudian disarankan
untuk mengonsumsi makanan yang lebih sehat.
Pelatihan medis saat ini umumnya meliputi pengetahuan tentang sistem kekebalan
tubuh dan makrofaga, diakui sebagai komponen yang paling penting dari sistem
pertahanan tubuh. Diakui bahwa makrofaga diaktifkan sangatlah penting untuk
akhirnya "mengobati" setiap penyakit. Pertimbangan dari respon imun, terutama
pengembangan vaksin atau metode menyelidiki menekan respon imun dalam
rangka untuk meningkatkan succss atau transplantasi organ. Sistem imun bawaan,
benar-benar diretor inisiator dan respons pertahanan tubuh, yang menjaga
kesehatan tubuh yang selalu waspada dan konstan dasar
ini diabaikan. Penyakit hanya terjadi ketika sistem kekebalan tubuh, sistem
pertahanan tubuh menurun, hal ini akan terlihat jelas bahwa akan diperlukan untuk
merangsang dan mengaktifkan dan meningkatkan aktivitas sistem pertahanan
alam. Melalui salah satu kurangnya pengetahuan tentang "kecerdasan seluler" dari
makrofaga atau kurangnya kesadaran akan metode merangsang dan mengaktifkan
makrofaga, memperlakukan sistem pertahanan tubuh umumnya tidak
dipertimbangkan. Hanya penyakit ini diobati, sedangkan peningkatan mekanisme
pertahanan alami sama sekali tidak dipraktikkan.
8
2.2.1. Mekanisme Pertahanan Tubuh
Sistem pertahanan tubuh merupakan suatu sistem dalam tubuh yang
bekerja mempertahankan tubuh kita dari serangan suatu bibit penyakit atau
patogen yang masuk ke dalam tubuh. Berdasarkan cara mempertahankan
diri dari penyakit, sistem pertahanan tubuh digolongkan menjadi dua yaitu
pertahanan tubuh spesifik dan nonspesefik. Beberapa lapisan pertahanan
tubuh dijelaskan dalam tabel berikut
Tabel 2.2. Lapisan Pertahanan Tubuh
Pertahanan Tubuh Nonspesifik Pertahanan Tubuh
Spesifik
Pertahanan Pertama Pertahanan Kedua Pertahanan Ketiga
- Kulit - Inflamasi - Limfosit
- Membran - Sel-sel fagosit - Antibodi
mukosa - Protein
- Cairan sekresi antimikroba
dari kulit dan
membran
mukosa
9
toksik/farmakologi setelah xenobiotika terabsorpsi. Umumnya hanya
tokson yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi molekular dapat
terabsorpsi menuju sistem sistemik. Dalam konstek pembahasan efek
obat, fase ini umumnya dikenal dengan fase farmaseutika. Fase
farmaseutika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat, kemudian zat
aktif melarut, terdispersi molekular di tempat kontaknya. Sehingga zat
aktif berada dalam keadaan siap terabsorpsi menuju sistem
sistemik. Fase ini sangat ditentukan oleh faktor-faktor farmseutika dari
sediaan farmasi.
1. Jenis Kelamin
Pada umumnya racun pestisida atau racun lainnya lebih tahan kepada
jenis kelamin Wanita daripada yang berjenis kelamin laki – laki. Hal ini
dikarenakan yang berjenis kelamin Wanita biasanya memiliki lemak yang
lebih banyak dari pada yang berjenis kelamin laki – laki , sehingga bahan
– bahan racun dapat terikat dalam lemak.
10
2. Umur
Kaum lanjut usia dan anak – anak biasanya lebih peka terhadap racun
daripada usia orang – orang dewasa. Jadi biasanya pada saat sakit anak –
anak diberi dosis obat yang lebih rendah ari usia dewasa. Selain itu
masalah yang paling bahaya yatu tentang Cd seperti menghirup debu
halus cadmium yang dapat menyebabkan peneumonitis, pembengkakakn
paru – paru (pulmonary edema) dan kematian (Hayes,2007)
Semakin tinggi dosis obat atau racun dan semakin besar atau berat hewan
merupakan prinsip dari farmakologi. Untuk ukuran kg per berat badan
bisanya diukur menggunakan ukuran dosis seperti LD50. Dari hasil
penelitian yang dilakukan pada serangga , menujukkan bahwa semakin
besar ukuran badan atau semakin berat badan dari serangga maka semakin
tinggi dosis yang digunakan, hal ini dimaksudkan bahwa dosis yang
dibutuhkan akan semakin tinggi apabila tinggi berat badan hewan semakin
berat. Semakin beracun bahan kimia tersebut, makan semakin rendah
LD50 makan paparan terhadap manusia pun semakin parah. Pada
seseorang yang mengalami penyakit Alzheimer akan meningkat pada unsur
tembaga bebas (Brewer,2010)
4. Makanan
5. Kesehatan
11
A, dapat dihubungkan dengan kerancunan arensik, sehingga dapat
mengakibatkan buta malam (night blindes)
Pada berbagai daerah diseluruh organ itu, kadar akhir terkait zat kimia
besarnya berbeda – beda. Untuk tidak bermateri, untuk meningkat,
atau menghambat perpindahan zat kimia yang dimaksud melewati
organ, hal ini tergantung atas kemampuan membrannya. Jika pada satu
kesempatan organ tersebut dicerca dengan kadar toksis minimal suatu
zat kimia asing, maka diharapkan untuk tidak akan memperlihatkan
keseluruhan toksisitasnya, selama jangka waktu yang panjang akan
menimbulkan suatu akibat cercaan yang berkesinambungan oleh kadar
zat kimia yang sama. Misalnya dengan cara pemedahan atau secara
kimia 50 % hati anjing dapat dirusak. Paling tidak dalam memenuhi
persyaratan minimalnya, anjing dapat bertahan hidup karena sisa hati
12
yang tidak terusak oleh zat kimia dapat melakukan fungsi normal.
Karena organ memiliki kapasitas fungsi cadangan yang hanya
digunakan dalam kondisi mendesak maka keadaan tersebut dapat
terjadi. Keadaan ini dapat merugikan jika dipandang dari segi
toksikologi. Ketoksikan racun dapat ditutupi karena adanya fungsional
cadangan. Sebagai contoh Seseorang terpapar dengan Aflatoksin B1
yang mencemari makanan, maka kemungkinan wujud efek toksik
aflatoksik yaitu nekrosis sel hati, yang pada awalnya tidak nampak dan
tidak terdeteksi. Hal ini dikarenakan berfungsinya hati secara normal
sebagai kapasitas fungsional cadangan menyebabkan berbagai gejala
klinis tidak Nampak. Efek toksik aflaktoksin tersebut akan nampak
apabila kerusakan sudah meluas dan menyebabkan kapasitas
fungsional cadangan hati tidak dapat menopang fungsi normal hati
kembali. Sehingga jelas bahwa kapasitas cadangan akan menutupi
ketoksikan suatu racun.
Bila zat kimia masuk kedalam sistem sirkulasi, maka zat itu harus
dieliminasi dari system sirkulasi itu sebelum makhluk hidup bebas dari
zat kimia. Apabila zat kimia tersebut ada sebagai gas pada suhu tubuh
dalam bentuk larutan, maka zat tersebut akan muncul didalam udara
yang dihembuskan pada pernafasan makhluk hidup, dan bila
merupakan suatu senyawa yang tak menguap, maka mungkin melalui
sistem kencing, keringat, ataupun ludah yang melibatkan ekskresi oleh
ginjal.
13
menghasilkan pengambilan zat kimia tersebut oleh organisme dan
selanjutnya terjadi eliminasi dari organisme itu. Mekanisme,
pengikatan, dan penyimpanan yang tersedia bagi zat kimia tersebut
didalam organisme akan mempengaruhi laju eliminasi oleh zat kimia
tersebut.
1. Suhu
Secara umum, kecepatan reaksi kimia menjadi dua kali lipat dengan
meningkatnya suhu sebesar 100C meskipun dalam kenyataannya
peningkatan suhu tersebut tidak hanya dua kali lipat, tetapi ada yang
tiga bahkan empat kali lipat. Dilaporkan juga bahwa memasak buncis
14
merah dengan suhu 800C akan meningkatkan toksisitas racun lektin
lima kali lebih tinggi dari kacang segar. Bakteri dapat dikelompokkan
dalam empat kategori menurut suhu pertumbuhannya, yaitu bakteri
psikrofil yang hidup pada suhu rendah (0-200C), seperti
Flavobacterium sp., psikrotrof pada suhu 20-400C seperti Listeria sp.,
mesofil pada suhu 40-600C seperti Escherichia sp. dan termofil yang
hidup pada suhu 60-800C seperti Thermus sp. Manakala suatu jenis
bakteri hidup pada suhu yang berbeda dengan suhu normal untuk
pertumbuhannya, maka sifat racunnya akan menjadi tawar ataupun
hilang sama sekali
2. Kelembaban
3. Curah Hujan
4. Cahaya
Kebanyakan hewan biasanya aktif pada waktu siang tetapi tidak aktif
pada waktu malam (nocturnal). Contohnya ular Malaya, Bungarus
candidus adalah yang paling mematikan dalam spesies ini. Ular ini
15
bersifat sangat agresif bila dalam gelap untuk menghasilkan racun yang
sangat mematikan bagi saraf.
5. Angin
Sama halnya dengan air hujan, maka angin akan mempengaruhi racun
pestisida bila diaplikasikan dalam cuaca berangin. Butiran-butiran atau
cairan pestisida yang disemprotkan ke tanaman akan diterbangkan oleh
angin dan secara langsung mengencerkan konsentrasi atau dosis
pestisida.
6. Faktor Kimia/Fisika
- Oksigen
16
- Ionisasi
- pH
- Formulasi Racun
17
Demikian halnya dengan debu kromium yang dapat mengakibatkan
kanker bagi para pekerja dalam pabrikpabrik yang menggunakan
kromium. Lain halnya dengan pestisida bentuk cair yang harus
lewat mulut atau kulit untuk dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan. Tungau debu rumah, Dermatophagoides sp. dapat
mengakibatkan alergi atau dermatitis pada manusia. Rumah-rumah
yang berdebu dan yang kurang dibersihkan akan mengumpulkan
debu dan menjadi sarang bagi pertumbuhan dan perkembangan
tungau debu rumah
7. Kondisi Pemejanan
- Jalur Pemejanan
18
adalah zat kimia utuhnya atau bentuk metabolitnya. Dan peristiwa
ini terjadi melalui serangkaian proses absorpsi, distribusi, dan
eliminasi. Ketiga proses inilah yang menentukan keberadaan zat
beracun di dalam sel sasaran. Dengan demikian, ketiga proses ini
pulalah yang menentukan toksisitas sesuatu zat beracun (Eddy,
2008).
- Dosis Pemejanan
Penilaian resiko pada manusia berhubumgan erat dengan penilaian resiko toksin
pada lingkungan. Penilaian resiko pada lingkungan yang dapat dilakukan dengan
beberapa metode, yaitu metode langsung dan tak langsung sedangkan perhitungan
paparan bahan kimia manusia dihitung dengan menggunakan TLV (Threshold
19
Limit Values). TLV adalah konsentrasi suatu bahan kimia di udara yang diijinkan
memapar manusia secara kontinu, tanpa menyebabkan efek sampin yang
merugikan pada tubuh manusia. TLV tidak bisa digunakan untuk mengukur
tingkat polusi udara, relative index of toxicity, dan memperkirakan bahaya
keracuran dari paparan kontinu tanpa adanya jeda.
Terdapat faktor faktor yang menentukan resiko keracunan akibat paparan bahan
kimia. Zat toksik adalah merupakan zat yang dapat menimbulkan kerja yang
merusak dan berbahaya bagi kesehatan. Zat toksik ini lebih dikenal dengan
sebutan racun. Dalam prakteknya, senyawa dikatakan sebagai racun bila resiko
yang ditimbulkan relatif besar. Ada beberapa faktor yang menentukan. Faktor –
faktor tersebut akan dibahas dalam hubungannya dengan tiga fase toksik yaitu:
fase eksposisi dan fase toksokinetika.
- Dosis
20
- Keadaan dan Kebersihan Tempat Kerja dan Perorangan
Hal yang penting antara lain adalah penyimpanan zat yang berbahaya
seperti zat kimia, termasuk yang digunakan dalam rumah tangga,
contohnya deterjen, kosmetika, dan obat. Zat –zat tersebut sebaiknya
disimpan ditempat yang aman dan jauh dari jangkauan anak. Karena
keteledoran dalam penyimpanan sering menimbulkan keracunan pada
anak – anak. Hal yang penting adalah pakaian yang tercemar
dibersihkan secara teratur dan ditangani secara terpisah dari pakaian
atau benda yang lain.
21
- Keadaan Fungsi Organ yang Kontak
Zat kimia yang dapat mempengaruhi kornea mata antara lain: asam
dan basa, asap, detergen. Asam dan basa dengan mudah menembus
kornea dan dapat menyebabkan kerusakan baik kecil maupun besar
(yaitu: kerusakan dangkal jaringan yang dapat sembuh dengan mudah
sampai keburaman kornea dan perforasi). Zat asam dapat membakar
jaringan kornea karena rendahnya pH disamping karena afinitas
anionnya terhadap jaringan kornea. Awal kerja efek basa biasanya
lebih lambat daripada yang disebabkan oleh asam, meskipun ada ion
basa seperti ion amonium (banyak terdapat pada produk rumah tangga
seperti detergen) yang dapat dengan mudah menembus iris.
22
- Keadaan Fungsi Organ yang Berperan pada Eksresi dan Detoksifikasi
Organ yang berperan penting adalah hati dan ginjal. Pada organ hati,
zat atau xenobiotik didetoksifikasi dan dimetabolisme membentuk
produk yang mudah diekskresi di ginjal. Pada ginjal, zat akan
diekskresi bersama dengan urine. Apabila hati dan / atau ginjal
menderita kerusakan, maka akan terjadi perlambatan detoksifikasi dan
ekskresi zat termasuk zat toksik.
Menghitung paparan bahan kimia pada manusia dapat dilakukan dengan beberapa
cara, salah satunya dengan menggunakan TLV (Threshold Limit Values). TLV
adalah besarnya konsentrasi suatu bahan kimia di udara yang diijinkan memapar
manusia secara terus menerus, tanpa menyebabkan efek sampin yang merugikan
pada tubuh. TLV tidak bisa digunakan untuk mengukur tingkat polusi udara
relative index of toxicity, dan memperkirakan bahaya keracuran dari paparan
secara terus menerus tanpa adanya jeda.
23
2. TLV-STEL (Threshold Limit Values - Short Term Exposure Limit), besarnya
konsentrasi yang di ijinkan dari suatu bahan kimia, memapar pekerja secara
terus menerus dalam waktu singkat (15 menit), tanpa menyebabkan suatu
cedera, iritasi yang berat, efek kronis terhadap jaringan lunak, efek membius.
Diperbolehkan tidak lebih dari 4 kali pemaparan, dengan sedikitnya istirahat 60
menit disetiap periode pemaparan, asalkan TLV-TWA harian tidak terlampaui.
Satuan TLV yaitu menggunakan ppm (part per million by volume), mg/m3
(milligram uap per meter kubik udara), mppcf (millions of particle per cubic foot
air). Bagaimana kit membayangkan 1 ppm.? yaitu kita bisa mengandaikan nilai
dari 1 detik dalam 11,5 har (1000000 detik). Metode yang digunakan untuk
menentukan tingkat paparan suatu baha kimia terhadap pekerja yaitu dengan cara
melakukan monitoring terhadap konsentrasi racu yang ada diudara selama
pekerjaan itu berlangsung. Dari data hasil monitoring kita dapa menghitung
konsentrasi TWA (Time Weight Average) dengan menggunakan rumus di bawah
ini:
Keterangan :
tw = Shift pekerja (jam)
C (t) = konsentrasi bahan kimia diudara (ppm atau mg/m3)
Integral ini selalu membagi 8 jam, merupakan kondisi jam kerja seseorang dalam
satu shift. Apabila pekerja terpapar selama 12 jam (1 shift = 12 jam) dan dihitung
dengan menggunakan rumus ini maka TLV-TWA akan melampaui karena rumus
ini hanya digunakan untuk 8 jam kerja dalam 1 shift. Monitoring merupakan
kegiatan yang tidak biasa karena perlu ada fasilitas dan perlatan yang mencukupi
untuk melakukan kegiatan ini. Yang sering digunakan untuk memperoleh sample
adalah dengan melakukan pengukuran dengan memilih beberapa waktu paling
tepat untuk melakukan pengukuran. Apabila kita beramsumsi konsentrasi Ct
24
adalah tetap (atau rata-rata) dalam sebuah periode pengukuran Ti, maka TWA bisa
dihitung dengan:
Seluruh sistem monitoring mempunyai kekurangan karena : (1) pekerja keluar dan
masuk tempat kerja dan (2) konsentrasi racun mungkin bervariasi di tempat yang
berbeda. Industrial Hygienists harus menerapkan peraturan khusus dalam
pemilihan lokasi dan penempatan peralatan monitoring dalam pengambilan data.
Apabila bahan kimia yang terdapat di tempat kerja lebih dari satu, salah satu
prosedur untuk memperkirakan efek dari racun (kecuali ada informasi lain yang
berbeda) yaitu dengan mengkombinasikan TLV-TWA yang berbeda, dari paparan
beberapa bahan beracun dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Di mana
n = Jumlah total bahan beracun
Ci = konsentrasi bahan kimia dengan memperhatikan bahan kimia lain
(TLVTWA)
i = TLV-TWA dari bahan kimia jenis i
Apabila hasil perhitungan rumus lebih dari 1, waktu itu pekerja terpapar
berlebihan Perhitungan TLV-TWA campuran dapat diperoleh dari:
25
Contoh:
Jawaban:
2. Tentukan TWA dalam 8 jam apabila seorang pekerja terpapar uap toluene
seperti data berikut ini : Terpapar selama 2 jam = 70 ppm, 4 jam 90 ppm, 3
jam = 80 ppm? Berilah kesimpulan dan saran pada kasus di atas.
Jawaban:
Jadi pekerja masih menerima paparan toluene dibawah standar (batas standar
paparan toluene 100 ppm). Saran bagi pekerja tetap menggunakan masker
walaupun paparan toluene masih dibawah standar namun sudah mendekati
angka batas paparan.
26
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan karya tulis
ilmiah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun
nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan karya tulis ilmiah ini
dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari para pembaca.
27
DAFTAR PUSTAKA
Lu, F.C. (1995), “Toksikologi dasar, asas, organ sasaran, dan penilaian resiko”, UI- Press,
Jakarta.
Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press,
Semarang
Des W. Connel & Gregory J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Frank C. Lu. Toksikologi dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, edisi kedua.
Universitas Indonesia Press,Yakarta.1985.
28