Alfi, Amd - KL

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 31

PERHITUNGAN PAPARAN BAHAN KIMIA RACUN

PADA MANUSIA

Oleh

Natasyah Rahmadani
PO713221211029

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI SANITASI LINGKUNGAN
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita berbagai
macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa
keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan
akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai
menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta
teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun
materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa
maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian,
yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami
jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan
makalah-makah kami dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-
mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-
teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau
mengambil hikmah dari karya tulis ilmiah ini sebagai tambahan dalam menambah
referensi yang telah ada.

Makassar, Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang…………………………………………………………………1

1.2. Rumusan Masalah……………………………………………………………...2

1.3. Tujuan……………………………………………………………......................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Toksikologi Lingkungan dan Konsep Dasar Racun……………………………3

2.2. Sistem Pertahanan pada Manusia, Cara Kerja dan Efek Toksik……………….7

2.3. Penilaian Risiko pada Manusia……………………………………………….19

2.4. Perhitungan Paparan Bahan Kimia Racun pada Manusia…………………….23

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan……………………………………………………………………27

3.2. Saran…………………………………………………………………………..27

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Makhluk hidup di dunia ini sangatlah tergantung kepada lingkungan demi


kelangsungan hidupnya. Pada umumnya, makhluk hidup terutama manusia sangat
memanfaatkan sumber yang berasal dari lingkungan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Hubungan saling ketergantungan antara semua elemen yang ada dalam
lingkungan sangat penting diketahui terutama oleh manusia sebagai pengelola utama
agar keberlangsungan hubungan dengan lingkungan dapat terus dipertahankan untuk
keberlanjutan sistem kehidupan di atas muka bumi.

Laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat membuat kebutuhan


penduduk juga meningkat pula, maka persoalan mengenai lingkungan mulai
dirasakan dampaknya oleh manusia secara meluas akibat berbagai aktivitas manusia
terutama pencemaran lingkungan yang berdampak pada ekosistem di dalamnya.

Interaksi manusia dengan lingkungan adalah hal yang kodrati dan mutlak. Manusia
tak bisa hidup tanpa adanya lingkungan. Lingkungan di mana manusia hidup dan
beraktivitas ini lah yang kita sebut sebagai lingkungan hidup. Di samping interaksi,
secara hakiki manusia sebenarnya tergantung pada lingkungan hidupnya.

Dalam kehidupannya, manusia memanfaatkan lingkungan hidup tidak hanya sebagai


wadah untuk hidup. Namun, juga dalam hal memenuhi kebutuhan hidup itu sendiri.
Mulai dari bernapas manusia membutuhkan udara, untuk mencuci dan mandi serta
minum membutuhkan air. Begitu juga hal untuk makanan, manusia mengambil dari
flora dan fauna yang ada di lingkungan hidupnya.

Sampai pada tempat tinggal, di mulai dari dalam gua, pohon hingga sekarang di
pemukiman dan rumah sebagaimana yang kita lihat hari ini. Adanya jalan raya untuk
transportasi, perkantoran dan gedung lain untuk tempat jasa dan perdagangan serta
pabrik-pabrik industri. Kesemuanya adalah bagaimana manusia tergantung dan
berinteraksi dengan lingkungannya.

1
Manusia tergantung pada lingkungan, sekaligus berinteraksi dengan lingkungan
tersebut. Semua limbah yang dibuang oleh manusia, di atas, dikembalikan kepada
lingkungan. Selanjutnya, bagaimana kondisi lingkungan akibat manusia itu pun akan
memberikan aksi dan pengaruh pada manusia. Itu lah artinya interaksi. Sama halnya
dengan hukum fisika, di mana ada aksi maka akan reaksi, dan begitulah terus-
menerus.

Manusia memberikan aksi dan menerima aksi pula dari lingkungan sebagai reaksi
dari apa yang dilakukan manusia terhadap lingkungan. Sehingga dengan demikian,
apabila limbah yang dikeluarkan manusia lalu dibuang ke lingkungan berada pada
kondisi yang melebihi kemampuan lingkungan untuk melakukan self purification
(kemampuan alami lingkungan membersihkan dirinya melalui system keseimbangan)
maka yang terjadi adalah kondisi lingkungan berpotensi memberikan aksi atau
pengaruh buruk pada manusia oleh karena itu diperlukan suatu monitori atau
biomonitoring terhadap paparan bahan kimia racun pada manusia. Dalam
hubungannya dengan risiko terhadp kesehatan, pendekatan pemantauan biologi dan
pemantauan ambien terhadap risiko kesehatan dapat dinilai dengan beberapa cara.
Cara tersebut antara lain membandingkan hasil perhitungan parameter dengan nilai
perkiraan maksimum yang diperkenankan yaitu Treshold Limit Value (TLV) atau
Biological Limit Value (BLV).

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari karya tulis ilmiah ini adalah:


1) Apa yang dimaksud dengan toksikologi lingkungan?
2) Apa yang memengaruhi toksisitas racun dalam tubuh?
3) Bagaimana cara melakukan perhitungan paparan kimia racun pada tubuh
manusia?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:


1) Mengetahui definisi toksikologi lingkungan
2) Mengetahui hal-hal yang memengaruhi toksisitas racun dalam tubuh
3) Mengetahui perhitungan paparan kimia racun pada tubuh manusia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Toksikologi Lingkungan dan Konsep Dasar Racun

Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan (adverse


effects) dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Gabungan antara berbagai
efek potensial yang merugikan serta terdapatnya beraneka ragam bahan kimia di
lingkungan kita membuat toksikologi sebagai ilmu yang sangat luas
(Kusnoputranto, 1996). Selanjutnya juga dinyatakan bahwa toksikologi
lingkungan umumnya merupakan suatu studi tentang efek dari polutan terhadap
lingkungan hidup serta bagaimana hal ini dapat mempengaruhi ekosistem. Dengan
demikian pembahasan mengenai toksikologi lingkungan merupakan bahasan yang
sangat kompleks.
Semua zat beracun ataupun metabolitnya tentu akan kembali memasuki
lingkungan, sehingga kualitas lingkungan akhirnya bertambah buruk dengan
terdapatnya berbagai racun. Dapat dipahami bahwa, baik racun maupun
kontaminan lingkungan dengan zat berbahaya bukanlah hal yang baru. Sejak
beberapa puluh tahun yang lalu, duniapun sudah sepakat bekerja sama untuk
membuat lingkungan menjadi tempat yang tidak berbahaya untuk dihuni.
Perhatian dunia terhadap toksikologi lingkungan didasarkan atas hasil
inventarisasi ataupun perkiraan jumlah produksi zat kimia yang semakin
meningkat. Butler mengemukakan, pada tahun 1978 saja diperkirakan terdapat
300.000 zat kimia yang digunakan di seluruh dunia dan jumlah ini diperkirakan
bertambah setiap tahun dengan 1.000 – 2.000 jenis (Soemirat, 2009).
2.1.1. Pengertian Toksikologi dan Racun
Toksikologi lingkungan merupakan studi tentang efek dari polutan
terhadap lingkungan hidup serta bagaimana hal itu dapat mempengaruhi
ekosistem. Toksikologi lingkungan merupakan cabang toksikologi yang
menguraikan pemaparan yang tidak disengaja dalam jaringan Biologi.
(Mahluk hidup) dengan zat kimia yang pada dasarnya merupakan bahan
dasar industri (makanan, kosmetika, obat, pestisida, dll) dan penyebab
pencemar lingkungan (udara, air, dan tanah). Toksikologi lingkungan
terutama menyangkut efek berbahaya dari zat kimia baik secara kebetulan

3
dialami manusia karena zat kimia berada di udara, maupun karena kontak
melalui media air atau udara. Pencemaran yang terjadi di dalam udara, air
maupun tanah dapat di sebabkan oleh sebab toksik zat kimia yang masuk
ke dalam lingkungan.

Racun kimia adalah zat tertentu yang memiliki efek merugikan pada
jaringan manusia, organ, atau proses biologi. Sedangkan toksisitas merujuk
pada sifat-sifat zat kimia yang menggambarkan efek samping yang
mungkin dialami manusia akibat kontak kulit atau mengkonsumsinya. Efek
dari toksik pada manusia dapat diklasifikasikan sebagai efek akut dan efek
kronis. Jika ada respon yang cepat dan serius dengan dosis tinggi tetapi
berumur pendek dari racun kimia maka disebut efek akut. Racun akut akan
mengganggu proses fisiologis, yang menyebabkan berbagai gejala
gangguan, dan bahkan menyebabkan kematian jika gangguan tersebut
cukup parah. Efek kronis cenderung menghasilkan racun dengan dosis
rendah selama periode yang relatif lama.

Toksisitas akut relatif mudah untuk mengukur. Efek racun pada toksisitas
akut cukup tinggi pada tingkat fungsi tubuh, bersifat jelas dan cukup
konsisten di individu dan spesies. Untuk bahan kimia yang berbeda,
tingkat ini sangat bervariasi. Di beberapa tingkat hampir semuanya
beracun, dan perbedaan antara beracun dan non beracun adalah pada
masalah derajat toksisitasnya.

Indeks yang paling banyak digunakan dalam toksisitas akut yakni LD50,
dosis mematikan untuk 50 persen dari populasi. Dosis umumnya
dinyatakan sebagai berat dari kimia per kilogram berat badan. Nilai LD50
dapat diperoleh dengan memplot jumlah kematian diantara kelompok
percobaan hewan (biasanya tikus) pada berbagai tingkat paparan bahan
kimia dan interpolasi kurva dosis-respons yang dihasilkan untuk dosis di
mana setengah hewan mati. Dengan melakukan studi LD50 untuk berbagai
zat (massa racun per unit berat badan kita dapat menetapkan peringkat
toksisitas zat ini sebagai berikut:

4
Tabel 2.1. Tingkat Daya Racun

No. Tingkat Daya Racun LD50(mg/kg)

1. Secara praktis tidak beracun > 15.000

2. Sedikit beracun 5.000 – 15.000

3. Cukup beracun 500 – 5.000

4. Sangat beracun 50 – 500

5. Racun ekstrim 5 – 50

6. Super beracun <5

2.1.2. Pengertian Toksikologi/Racun


Racun dapat diklasifikasikan berdasarkan atas berbagai hal seperti:
sumber, sifat kimiawi dan fisikanya, bagaimana dan kapan terbentuknya,
efek terhadap kesehatan, kerusakan organ, dan hidup/tidaknya racun
tersebut.

1. Klasifikasi berdasar sumber

a. Sumber alamiah/buatan

Klasifikasi ini membedakan racun asli yang berasal dari flora dan
fauna dan kontaminasi organisme dengan berbagai racun yang
berasal dari bahan baku industri beracun ataupun buangan beracun
dan bahan sintetis beracun.

b. Sumber berbentuk titik, area, dan bergerak

Klasifikasi sumber seperti ini biasanya dipergunakan orang yang


berminat melakukan pengendalian. Tentunya sumber titik lebih
mudah dikendalikan daripada sumber area dan bergerak.

c. Sumber domestic, komersial, dan industry

Sumber domestik biasanya berasal dari permukiman, kurang


beracun kecuali bercampur dengan buangan pestisida, obat-obatan

5
dll. Buangan komersial dapat sangat beragam, demikian pula
dengan buangan industry

2. Klasifikasi berdasar wujud

a. Wujud Pencemar

• Padat: padatan yang sangat halus dapat terbang bersama udara,


disebut debu, fume, mist, sehingga dampaknya dapat sangat
luas.

• Cair: banyak dipergunakan dalam pertanian dan biasanya


ditambah pengencer dampaknya tidak secepat gas.

• Gas: dapat berdifusi sehingga menyebar lebih cepat dari pada


cairan dan zat padat.

b. Ukuran pencemar, densitas, serta komposisi

Hal ini akan memberikan petunjuk mudah tidaknya pencemar


memasuki tubuh host dan cepat tidaknya menimbulkan efek serta
seberapa jauh efeknya.

3. Klasifikasi atas dasar sifat fisika dan kimia

a. Korosif

Korosif adalah sifat suatu subtantsi yang dapat menyebabkan benda


lain hancur atau memperoleh dampak negatif. Korosif dapat
menyebabkan kerusakan pada mata, kulit, sistem pernapasan, dan
banyak lagi. Contoh bahan kimia yang bersifat korosif antara lain
asam sulfat, asam astetat,asam klorida dan lain-lain.

b. Radioaktif

Bahan radioaktif adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan


memancarkan sinar radioaktif dangan aktivitas jenis lebih besar
dari 0,002 microcuri per gram. Suatu bahan kimia dapat termasuk
diantara satu atau lebih klasifikasi diatas, karena memang
mempunyai sifat ganda. Contohnya Benzena. Benzena adalah zat
beracun, karsiogenik tetapi juga mudah terbakar, klor adalah zat
beracun yang juga bersifat korosif. Radioaktif adalah bahan yang

6
terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan
medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara
lain tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan
bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.

c. Evaporatif

Bahan toksin evaporatif adalah bahan yang mudah menguap dan


biasanya jenis bahan kimia ini mudah terbakar. Di dalam
laboratorium dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu
sebagai berikut:

• Padat, misalnya, belerang, hidrida logam, logam alkali, fosfor


merah dan kuning.

• Cair, misalnya, alkohol, aseton, benzena, eter, methanol, n-


heksana, pentana.

• Gas, misalnya, hidrogen dan asetilen.

d. Eksplosif

Adalah suatu zat padat atau cair atau campuran keduanya yang
karena suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah
dan tekanan yang besar serta suhu yang tinggi, sehingga
menimbulkan kerusakan disekelilingnya. Zat eksplosif amat peka
terhadap panas dan pengaruh mekanis (gesekan atau tumbukan),
ada yang dibuat sengaja untuk tujuan peledakan atau bahan peledak
seperti trinitrotoluene (TNT), nitrogliserin dan ammonium nitrat
(NH4NO3). Contoh lainnya adalah asetilena dan amonium nitrat.

2.2. Sistem Pertahanan pada Manusia, Cara Kerja dan Efek Toksik

Tubuh manusia secara konstan ditantang oleh bakteri, virus, parasit, radiasi
matahari, dan polusi. Stres emosional atau fisiologis dari kejadian ini adalah
tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat. Biasanya kita dilindungi
oleh sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, terutama makrofaga, dan
cukup lengkapnya kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan. Kelebihan tantangan
negatif, bagaimanapun, dapat menekan sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan
tubuh, dan mengakibatkan berbagai penyakit yang fatal.

7
Praktik medis saat ini adalah untuk mengobati penyakit saja. Infeksi bakteri
dilawan dengan antibiotik, infeksi virus dengan antivirus dan infeksi parasit
dengan antiparasit terbatas obat-obatan yang tersedia. Sistem pertahanan tubuh,
sistem kekebalan tubuh, depresi disebabkan oleh stres emosional diobati dengan
anti depresan atau obat penenang. Kekebalan depresi disebabkan oleh kekurangan
gizi jarang diobati sama sekali, bahkan jika diakui, dan kemudian disarankan
untuk mengonsumsi makanan yang lebih sehat.

Pelatihan medis sangat menekankan ke arah 'mengobati penyakit' di mana yang


'mengobati pasien' umumnya diabaikan. Sebagai contoh, semua dokter tahu bahwa
antibiotik oral tidak hanya membunuh patogen, tetapi juga kumpulan bakteri
dalam usus yang diperlukan untuk pencernaan. Mereka tahu bahwa antibiotik
menyebabkan iritasi usus dan menguras konten gizi, terutama vitamin B
kompleks. Hal ini sangat jarang terjadi, namun, bagi seorang dokter untuk
meresepkan mengonsumsi yoghurt untuk membangun kembali bakteri yang
terkuras di flora usus atau untuk meresepkan suplemen vitamin B kompleks untuk
membantu mengatasi defisit gizi yang disebabkan oleh pemakaian antibiotik.

Pelatihan medis saat ini umumnya meliputi pengetahuan tentang sistem kekebalan
tubuh dan makrofaga, diakui sebagai komponen yang paling penting dari sistem
pertahanan tubuh. Diakui bahwa makrofaga diaktifkan sangatlah penting untuk
akhirnya "mengobati" setiap penyakit. Pertimbangan dari respon imun, terutama
pengembangan vaksin atau metode menyelidiki menekan respon imun dalam
rangka untuk meningkatkan succss atau transplantasi organ. Sistem imun bawaan,
benar-benar diretor inisiator dan respons pertahanan tubuh, yang menjaga
kesehatan tubuh yang selalu waspada dan konstan dasar

ini diabaikan. Penyakit hanya terjadi ketika sistem kekebalan tubuh, sistem
pertahanan tubuh menurun, hal ini akan terlihat jelas bahwa akan diperlukan untuk
merangsang dan mengaktifkan dan meningkatkan aktivitas sistem pertahanan
alam. Melalui salah satu kurangnya pengetahuan tentang "kecerdasan seluler" dari
makrofaga atau kurangnya kesadaran akan metode merangsang dan mengaktifkan
makrofaga, memperlakukan sistem pertahanan tubuh umumnya tidak
dipertimbangkan. Hanya penyakit ini diobati, sedangkan peningkatan mekanisme
pertahanan alami sama sekali tidak dipraktikkan.

8
2.2.1. Mekanisme Pertahanan Tubuh
Sistem pertahanan tubuh merupakan suatu sistem dalam tubuh yang
bekerja mempertahankan tubuh kita dari serangan suatu bibit penyakit atau
patogen yang masuk ke dalam tubuh. Berdasarkan cara mempertahankan
diri dari penyakit, sistem pertahanan tubuh digolongkan menjadi dua yaitu
pertahanan tubuh spesifik dan nonspesefik. Beberapa lapisan pertahanan
tubuh dijelaskan dalam tabel berikut
Tabel 2.2. Lapisan Pertahanan Tubuh
Pertahanan Tubuh Nonspesifik Pertahanan Tubuh
Spesifik
Pertahanan Pertama Pertahanan Kedua Pertahanan Ketiga
- Kulit - Inflamasi - Limfosit
- Membran - Sel-sel fagosit - Antibodi
mukosa - Protein
- Cairan sekresi antimikroba
dari kulit dan
membran
mukosa

2.2.2. Cara Kerja dan Efek Toksik


Suatu kerja toksik pada umumnya merupakan hasil dari sederetan proses
fisika, biokimia, dan biologik yang sangat rumit dan komplek. Proses ini
umumnya dikelompokkan ke dalam tiga fase yaitu: fase eksposisi
toksokinetik dan fase toksodinamik. Dalam menelaah interaksi
xenobiotika/tokson dengan organisme hidup terdapat dua aspek yang perlu
diperhatikan, yaitu: kerja xenobiotika pada organisme dan pengaruh
organisme terhadap xenobiotika. Yang dimaksud dengan kerja tokson pada
organisme adalah sebagai suatu senyawa kimia yang aktif secara biologik
pada organisme tersebut (aspek toksodinamik). Sedangkan reaksi
organisme terhadap xenobiotika/tokson umumnya dikenal dengan fase
toksokinetik (Wirasuta, 2007).

1. Fase eksposisi merupakan kontak suatu organisme dengan xenobiotika,


pada umumnya, kecuali radioaktif, hanya dapat terjadi efek

9
toksik/farmakologi setelah xenobiotika terabsorpsi. Umumnya hanya
tokson yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi molekular dapat
terabsorpsi menuju sistem sistemik. Dalam konstek pembahasan efek
obat, fase ini umumnya dikenal dengan fase farmaseutika. Fase
farmaseutika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat, kemudian zat
aktif melarut, terdispersi molekular di tempat kontaknya. Sehingga zat
aktif berada dalam keadaan siap terabsorpsi menuju sistem
sistemik. Fase ini sangat ditentukan oleh faktor-faktor farmseutika dari
sediaan farmasi.

2. Fase toksikinetik disebut juga dengan fase farmakokinetik. Setelah


xenobiotika berada dalam ketersediaan farmasetika, pada mana
keadaan xenobiotika siap untuk diabsorpsi menuju aliran darah atau
pembuluh limfe, maka xenobiotika tersebut akan bersama aliran
darah atau limfe didistribusikan ke seluruh tubuh dan ke tempat kerja
toksik (reseptor). Pada saat yang bersamaan sebagian molekul
xenobitika akan termetabolisme, atau tereksresi bersama urin melalui
ginjal, melalui empedu menuju saluran cerna, atau system eksresi
lainnya.

3. Fase toksodinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor


(tempat kerja toksik) dan juga proses-proses yang terkait dimana pada
akhirnya muncul efek toksik/farmakologik. Interaksi tokson-reseptor
umumnya merupakan interaksi yang bolak-balik (reversibel). Hal
ini mengakibatkan perubahan fungsional, yang lazim hilang, bila
xenobiotika tereliminasi dari tempat kerjanya (reseptor)

2.2.3. Faktor-Faktor Biotik yang Memengaruhi Toksisitas Racun dalam Tubuh

1. Jenis Kelamin

Pada umumnya racun pestisida atau racun lainnya lebih tahan kepada
jenis kelamin Wanita daripada yang berjenis kelamin laki – laki. Hal ini
dikarenakan yang berjenis kelamin Wanita biasanya memiliki lemak yang
lebih banyak dari pada yang berjenis kelamin laki – laki , sehingga bahan
– bahan racun dapat terikat dalam lemak.

10
2. Umur

Kaum lanjut usia dan anak – anak biasanya lebih peka terhadap racun
daripada usia orang – orang dewasa. Jadi biasanya pada saat sakit anak –
anak diberi dosis obat yang lebih rendah ari usia dewasa. Selain itu
masalah yang paling bahaya yatu tentang Cd seperti menghirup debu
halus cadmium yang dapat menyebabkan peneumonitis, pembengkakakn
paru – paru (pulmonary edema) dan kematian (Hayes,2007)

3. Berat Badan dan Ukuran

Semakin tinggi dosis obat atau racun dan semakin besar atau berat hewan
merupakan prinsip dari farmakologi. Untuk ukuran kg per berat badan
bisanya diukur menggunakan ukuran dosis seperti LD50. Dari hasil
penelitian yang dilakukan pada serangga , menujukkan bahwa semakin
besar ukuran badan atau semakin berat badan dari serangga maka semakin
tinggi dosis yang digunakan, hal ini dimaksudkan bahwa dosis yang
dibutuhkan akan semakin tinggi apabila tinggi berat badan hewan semakin
berat. Semakin beracun bahan kimia tersebut, makan semakin rendah
LD50 makan paparan terhadap manusia pun semakin parah. Pada
seseorang yang mengalami penyakit Alzheimer akan meningkat pada unsur
tembaga bebas (Brewer,2010)

4. Makanan

Cacing Trichinella spp. dan Tanea spp. yang menyebabkan penyakit –


peyakit seperti Trichinelosis dan Taeniasis. Cacing - cacing tersebut dapat
hidup dalam daging babi, dikenal dengan sebtan cacing babi, sedangkan
cacing yang hidup dalam daging sapi adalah Taenia spp. dikenal dengan
sebutan cacing sapi. Seseorang akan menjadi kurus dan tidak sehat apabila
mengkonsumsi makanan yang tidak sehat dan tidak bergizi, sehingga dapat
terkenan serangan pathogen penyakit atau zat racun.

5. Kesehatan

Potensialitas racun yang dimakan dapat ditentukan oleh kesehatan


seseorang juga. Bisanya orang yang sehat lebih tahan terhadap racun
dibandingkan dengan orang yang tidak sehat (lemah). Kekurangan vitamin

11
A, dapat dihubungkan dengan kerancunan arensik, sehingga dapat
mengakibatkan buta malam (night blindes)

6. Faktor Intrinsik Makhluk Hidup

Kardiovaskuler merupakan suatu sistem yang kompleks melibatkan


beberapa organ utama yaitu jantung, pembuluh darah, ginjal, maupun
sistem saraf pusat dan otonom.. Selain faktor keadaan fisiologis diatas,
terdapat beberapa uraian tentang keadaan fisiologis yang belum tercakup
dalam uraian tersebut meliputi:

- Kapasitas Fungsional Cadangan

Pada dasarnya untuk melakukan berbagai fungsi, aneka ragam organ


tubuh memiliki kapasitas cadangan untuk melakukan keseluruhan
fungsinya. Untuk mengukur fungsi organ tersebut biasanya melibatkan
satu atau lebih bentuk uji terhadap kerusakan pada organ hidup yang
disebabkan oleh zat kimia. Karena telah dinyatakan bahwa sebagian
besar organ dapat dirusak sebelum kapasitas cadangannya berkurang
cukup banyak untuk mendorong terjadinya gangguan fungsionalnya,
maka mungkin sekali terjadi bahwa uji fungsi yang dilakukan tidak
akan memperlihatkan kerusakan karena zat kimia yang sedikit.
Sepanjang organ tersebut masih mempertahankan kapasitas
(kelebihan) cadangan untuk melakukan keseluruhan fungsinya, maka
organ melangsungkan fungsinya pada tingkat maksimal.

Pada berbagai daerah diseluruh organ itu, kadar akhir terkait zat kimia
besarnya berbeda – beda. Untuk tidak bermateri, untuk meningkat,
atau menghambat perpindahan zat kimia yang dimaksud melewati
organ, hal ini tergantung atas kemampuan membrannya. Jika pada satu
kesempatan organ tersebut dicerca dengan kadar toksis minimal suatu
zat kimia asing, maka diharapkan untuk tidak akan memperlihatkan
keseluruhan toksisitasnya, selama jangka waktu yang panjang akan
menimbulkan suatu akibat cercaan yang berkesinambungan oleh kadar
zat kimia yang sama. Misalnya dengan cara pemedahan atau secara
kimia 50 % hati anjing dapat dirusak. Paling tidak dalam memenuhi
persyaratan minimalnya, anjing dapat bertahan hidup karena sisa hati

12
yang tidak terusak oleh zat kimia dapat melakukan fungsi normal.
Karena organ memiliki kapasitas fungsi cadangan yang hanya
digunakan dalam kondisi mendesak maka keadaan tersebut dapat
terjadi. Keadaan ini dapat merugikan jika dipandang dari segi
toksikologi. Ketoksikan racun dapat ditutupi karena adanya fungsional
cadangan. Sebagai contoh Seseorang terpapar dengan Aflatoksin B1
yang mencemari makanan, maka kemungkinan wujud efek toksik
aflatoksik yaitu nekrosis sel hati, yang pada awalnya tidak nampak dan
tidak terdeteksi. Hal ini dikarenakan berfungsinya hati secara normal
sebagai kapasitas fungsional cadangan menyebabkan berbagai gejala
klinis tidak Nampak. Efek toksik aflaktoksin tersebut akan nampak
apabila kerusakan sudah meluas dan menyebabkan kapasitas
fungsional cadangan hati tidak dapat menopang fungsi normal hati
kembali. Sehingga jelas bahwa kapasitas cadangan akan menutupi
ketoksikan suatu racun.

- Penyimpanan Racun dalam Diri Makhluk Hidup

Bila zat kimia masuk kedalam sistem sirkulasi, maka zat itu harus
dieliminasi dari system sirkulasi itu sebelum makhluk hidup bebas dari
zat kimia. Apabila zat kimia tersebut ada sebagai gas pada suhu tubuh
dalam bentuk larutan, maka zat tersebut akan muncul didalam udara
yang dihembuskan pada pernafasan makhluk hidup, dan bila
merupakan suatu senyawa yang tak menguap, maka mungkin melalui
sistem kencing, keringat, ataupun ludah yang melibatkan ekskresi oleh
ginjal.

Zat kimia yang di metabolisme dan dideposit didalam lemak


mengalami rentang kehidupan yang pendek dalam darah dan jaringan
tak berlemak. Hal ini terjadi karena zat kimia yang berada di dalam
darah dengan segera mengalami perubahan menjadi bentuk
takanestesia dan sisanya dideposit didalam lemak. Kemudian agar
darah tetap secara esensial bebas dari kadar efektifnya maka zat kimia
segera diubah menjadi bentuk obat tak aktif pada saat obat menyebar
dari lemak ke dalam darah Pada umumnya pemejaan tunggal suatu
organisme eksperimental dengan zat kimia tertentu

13
menghasilkan pengambilan zat kimia tersebut oleh organisme dan
selanjutnya terjadi eliminasi dari organisme itu. Mekanisme,
pengikatan, dan penyimpanan yang tersedia bagi zat kimia tersebut
didalam organisme akan mempengaruhi laju eliminasi oleh zat kimia
tersebut.

Di dalam tubuh terdapat gudang penyimpanan senyawa yang masuk


kedalam tubuh misalnya protein, lemak, dan tulang. Bagi racun yang
bersifat sangatlipofil dan tidak atau sulit termetabolisme, cenderung
ditimbun dalam jaringan yang kaya akan lemak, sehingga racun akan
sulit dikeluarkan dari tubuh. Selain itu karena mobilisasi racun dari
gudang penyimpanan ke sirkulasi darah, memungkinkan terjadinya
pelepasan racun dan meyebar ke tempat aksi tertentu. Efek toksik yang
tidak diharapkan akan terjadi apabila kadar racun di tempat aksi
melebihi harga KTMnya. Keadaan ini dapat terjadi bila gudang
penyimpanan telah terpenuhi oleh racun, mengingat makanan
dikonsumsi setiap hari sehingga memungkinkan terjadinya akumulasi
racun dalam gudang penyimpanan. Contoh klasiknya ialah
penumpukan insektisida DDT dan senyawa pelunak dietilftalat.
Kecuali lemak, tempat pengikatan tak khas atau gudang penyimpanan
lainya adalah tulang, enzim, dan protein. Tempat deposisi, adsorpsi
dan reaksi zat kimia ini, membatasi kemampuan tubuh untuk
mengekskresikan racun dari tubuh. Oleh karena itu penyimpanan
racun di dalam tubuh dapat mengurangi atau meningkatkan ketoksikan
racun.

2.2.4. Faktor-Faktor Biotik yang Memengaruhi Toksisitas Racun dalam Tubuh

Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi toksisitas racun dala


tubuh adalah sebagai berikut (Dantje, 2015).

1. Suhu

Secara umum, kecepatan reaksi kimia menjadi dua kali lipat dengan
meningkatnya suhu sebesar 100C meskipun dalam kenyataannya
peningkatan suhu tersebut tidak hanya dua kali lipat, tetapi ada yang
tiga bahkan empat kali lipat. Dilaporkan juga bahwa memasak buncis

14
merah dengan suhu 800C akan meningkatkan toksisitas racun lektin
lima kali lebih tinggi dari kacang segar. Bakteri dapat dikelompokkan
dalam empat kategori menurut suhu pertumbuhannya, yaitu bakteri
psikrofil yang hidup pada suhu rendah (0-200C), seperti
Flavobacterium sp., psikrotrof pada suhu 20-400C seperti Listeria sp.,
mesofil pada suhu 40-600C seperti Escherichia sp. dan termofil yang
hidup pada suhu 60-800C seperti Thermus sp. Manakala suatu jenis
bakteri hidup pada suhu yang berbeda dengan suhu normal untuk
pertumbuhannya, maka sifat racunnya akan menjadi tawar ataupun
hilang sama sekali

2. Kelembaban

Mikotoksin yang berasal dari makanan yang dapat mengganggu


kesehatan manusia di negaranegara sedang berkembang beriklim tropis
adalah fumonisins dan aflatoxins tetapi kurang di negara-negara yang
tidak beriklim tropis. Hal ini disebabkan oleh karena jamur-jamur
Aspergillus sp dan jamur-jamur lainnya berkembang dengan baik di
daerah yang memiliki kelembaban dan suhu tinggi. Pada umumnya
jamur akan berkembang dengan baik pada kelembaban yang tinggi
tetapi sulit berkembang bila kelembaban rendah atau kering.

3. Curah Hujan

Curah hujan akan mempengaruhi toksisitas racun terutama pestisida


bila diaplikasikan untuk pengendalian hama dan penyakit pada
tanaman pertanian. Bila sesudah penyemprotan terjadi hujan, maka
deposit pestisida akan diencerkan oleh adanya tambahan air sehingga
konsentrasi racun berkurang atau racun tersebut tercuci dan jatuh ke
tanah. Air hujan dapat engencerkan senyawa-senyawa racun dalam
tanah.

4. Cahaya

Kebanyakan hewan biasanya aktif pada waktu siang tetapi tidak aktif
pada waktu malam (nocturnal). Contohnya ular Malaya, Bungarus
candidus adalah yang paling mematikan dalam spesies ini. Ular ini

15
bersifat sangat agresif bila dalam gelap untuk menghasilkan racun yang
sangat mematikan bagi saraf.

5. Angin

Sama halnya dengan air hujan, maka angin akan mempengaruhi racun
pestisida bila diaplikasikan dalam cuaca berangin. Butiran-butiran atau
cairan pestisida yang disemprotkan ke tanaman akan diterbangkan oleh
angin dan secara langsung mengencerkan konsentrasi atau dosis
pestisida.

6. Faktor Kimia/Fisika

Di lingkungan kita terdapat berbagai macam bahan kimia yang tanpa


kita sadari secara langsung atau tidak langsung akan memberi pengaruh
terhadap tubuh kita. Dari banyaknya bahan kimia yang ada, kandungan
senyawa kimia yang satu dengan yang lain dapat dibedakan dengan
melihat sifat kimia-fisika dan struktur kimianya. Contohnya metanol
dan etanol. Kedua senyawa ini sama turunan dari alkohol dan memiliki
sifat fisika dan kimia hampir sama salah satunya yaitu cairan tidak
berwarna dah mudah menguap, tetapi efek toksik yang dihasilkan
antara keduanya lebih toksik metanol. Struktur kimia dari metanol
CH3OH dan etanol C2H5OH. Adapun beberapa faktor kimia/fisika
yang dapat mempengaruhi toksik antara lain:

- Oksigen

Semua hewan dan tumbuhan bertumbuh dan berkembang dalam


kondisi aerob dimana terdapat kadar oksigen yang cukup. Tanpa
oksigen mereka akan mati. Namun terdapat mikroorganisme seperti
bakteri Clostridium botulinum yang hanya dapat hidup dan
menghasilkan racun botulism dalam kondisi anaerob atau tanpa
oksigen. Meskipun bakteri inimungkin dapat hidup dalam kondisi
oksigen yang sangat minim, tetapi hanya dapat menghasilkan racun
dalam kondisi yang benar-benar tanpa oksigen.

16
- Ionisasi

Di dalam tubuh terdapat aneka ragam membran biologi yang


merupakan penghalang bagi translokasi zat beracun yang memiliki
sifat fisika-kimia yang khas. Senyawa yang tak polar (misalnya
etanol), ternyata mampu melintas semua membran biologi dengan
cepat. Ketidakpolaran suatu senyawa, salah satunya ditentukan oleh
tingkat ionisasinya di dalam larutan. Karena itu, tingkat ionisasi
racun dalam larutan merupakan salah satu penentu kemampuannya
melintas membran dan translokasinya dalam tubuh. Sebagian besar
toksik berupa asam atau basa organik lemah. Karena itu, hanya
bentuk tak-terionkan saja yang mudah larut di dalam lipid sehingga
translokasinya di dalam tubuh akan lebih mudah (Eddy, 2008)

- pH

Kebanyakan racun berfungsi dalam kondisi pH normal yaitu 6-7,5.


Namun terdapat patogen mokroorganisme yang aktif dan
menghasilkan racun pada kondisi asam, yaitu pada pH dibawah 4,5
atau sebaliknya pH di atas 7,5 dalam kondisi basa. Namun bakteri
Salmonela sp. yang sangat beracun pada manusia biasanya tumbuh
pada suhu optimum 370C tetapi dapat juga tumbuh sampai pada
suhu 540C serta dapat tumbuh dalam makanan pada suhu 2-40C
dengan pH optimum 6,5 sampai dengan 7,5.

- Formulasi Racun

Faktor yang penting terutama untuk jenis pestisida yang digunakan


dalam pengendalian hama atau vektor penyakit adalah formulasi
racun tersebut. Pestisida biasanya diformulasi dalam bentuk debu,
granular atau pelet, tepung, tepung embus, pekatan emulsi, cairan
yang dapat mengalir, perekat, aerosol, fumigan, campuran pestisida
dengan pupuk, dan lain sebagainya. Bentuk debu dan gas sering
jauh lebih membahayakan bagi kesehatan manusia daripada
bentuk-bentuk lainnya. Debu dan gas kadmium contohnya. Akan
sangat membahayakan kesehatan manusia yaitu dapat
mengakibatkan peneumonia dan pembengkakan paru-paru.

17
Demikian halnya dengan debu kromium yang dapat mengakibatkan
kanker bagi para pekerja dalam pabrikpabrik yang menggunakan
kromium. Lain halnya dengan pestisida bentuk cair yang harus
lewat mulut atau kulit untuk dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan. Tungau debu rumah, Dermatophagoides sp. dapat
mengakibatkan alergi atau dermatitis pada manusia. Rumah-rumah
yang berdebu dan yang kurang dibersihkan akan mengumpulkan
debu dan menjadi sarang bagi pertumbuhan dan perkembangan
tungau debu rumah

7. Kondisi Pemejanan

Kondisi pemejanan meliputi jalur pemejanan (intravaskular atau


ekstravaskular), dan takaran atau dosis pemejanan (Eddy, 2008)

- Jalur Pemejanan

Pada dasarnya zat beracun dapat masuk ke dalam tubuh melalui


jalur intravaskular (misal: intravena, intrakardial, intraarteri) atau
ekstravaskular (misal: oral, inhalasi, intramuskular, subkutan,
intraperitoneal, rektal). Selanjutnya untuk dapat sampai ke sirkulasi
sistemik, zat beracun selanjutnya mengalami disposisi ke cairan
atau jaringan tubuh. Disposisi mencakup dua peristiwa, yakni
distribusi dan eliminasi. Adanya peristiwa distribusi,
memungkinkan zat beracun (dalam bentuk utuh) mencapai sesuatu
sel atau jaringan sasaran ( reseptor atau tempat aksi ). Di sel sasaran
ini, secara langsung atau tak langsung, zat beracun tadi melakukan
interaksi, yang akibatnya berupa timbulnya sesuatu efek toksik
yang tak di inginkan. Pada sisi lain, zat beracun mengalami
eliminasi, yakni langsung diekskresikan ke luar tubuh atau
mengalami metabolisme terlebih dahulu sebelum di ekskresikan.
Meskipun demikian, hasil metabolisme sesuatu zat beracun, tidak
selalu bersifat tak aktif (tidak toksik). Adakalanya, metabolit toksik
ini, mungkin mengalami redistribusi, sehingga dapat mencapai sel
tertentu, dan menimbulkan efek toksik. Bila demikian, yang
bertanggung jawab terhadap timbulnya efek toksik zat beracun,

18
adalah zat kimia utuhnya atau bentuk metabolitnya. Dan peristiwa
ini terjadi melalui serangkaian proses absorpsi, distribusi, dan
eliminasi. Ketiga proses inilah yang menentukan keberadaan zat
beracun di dalam sel sasaran. Dengan demikian, ketiga proses ini
pulalah yang menentukan toksisitas sesuatu zat beracun (Eddy,
2008).

- Dosis Pemejanan

Timbulnya keracunan dapat disebabkan oleh dosis atau pemberian


yang salah. Pengujian LD50 dilakukan untuk menentukan efek
toksik suatu senyawa yang akan terjadi dalam waktu yang singkat
setelah pemejanan dengan takaran tertentu. Pada pengujian
toksisitas akut LD50 akan didapatkan gejala ketoksikan yang dapat
menyebabkan kematian hewan percobaan. Mutschler dalam
Supriyono 2007, kisaran nilai LD50 diperlukan untuk mengetahui
tingkat toksisitas suatu zat. Semakin besar kisaran LD50 semakin
besar pula kisaran toksisitasnya. Suatu toksikan akan mengalami
proses librasi yaitu penghancuran sediaan di saluran pencernaan.
Toksikan kemudian akan diabsorbsi oleh darah dan limfe serta
didistribusikan ke seluruh tubuh. Toksikan akan mengalami proses
toksikodinamik di dalam sel. Toksikodinamik adalah proses reaksi
antara toksikan dan reseptor. Biotransformasi terjadi setelah
terjadinya reaksi toksikan dengan reseptor. Biotransformasi akan
menghasilkan zat baru. Zat baru yang dihasilkan dapat bersifat
lebih toksik atau kurang toksik dari sebelumnya. Zat baru yang
kurang toksik dari sebelumnya mengakibatkan terjadinya
detoksikasi sedangkan zat baru yang lebih toksik dapat
menimbulkan gangguan fungsi sel.

2.3. Penilaian Risiko pada Manusia

Penilaian resiko pada manusia berhubumgan erat dengan penilaian resiko toksin
pada lingkungan. Penilaian resiko pada lingkungan yang dapat dilakukan dengan
beberapa metode, yaitu metode langsung dan tak langsung sedangkan perhitungan
paparan bahan kimia manusia dihitung dengan menggunakan TLV (Threshold

19
Limit Values). TLV adalah konsentrasi suatu bahan kimia di udara yang diijinkan
memapar manusia secara kontinu, tanpa menyebabkan efek sampin yang
merugikan pada tubuh manusia. TLV tidak bisa digunakan untuk mengukur
tingkat polusi udara, relative index of toxicity, dan memperkirakan bahaya
keracuran dari paparan kontinu tanpa adanya jeda.

Terdapat faktor faktor yang menentukan resiko keracunan akibat paparan bahan
kimia. Zat toksik adalah merupakan zat yang dapat menimbulkan kerja yang
merusak dan berbahaya bagi kesehatan. Zat toksik ini lebih dikenal dengan
sebutan racun. Dalam prakteknya, senyawa dikatakan sebagai racun bila resiko
yang ditimbulkan relatif besar. Ada beberapa faktor yang menentukan. Faktor –
faktor tersebut akan dibahas dalam hubungannya dengan tiga fase toksik yaitu:
fase eksposisi dan fase toksokinetika.

2.3.1. Faktor Penentu Risiko pada Fase Eksposisi

- Dosis

Pada Ernst Mutchler (1991) menyebutkan bahwa semua zat adalah


racun dan tidak ada zat yang bukan racun; hanya dosislah yang
membuat suatu zat bukan racun. Hal ini berarti zat yang potensial
belum tentu menyebabkan keracunan. Hampir tiap individu dapat
dideteksi sejumlah tertentu zat seperti DDT dan timbal, tetapi zat-zat
tersebut tidak menimbulkan reaksi keracunan karena dosis yang ada
masih berada dibawah konsentrasi toksik. Setelah dosis berada pada
dosis toksik maka zat tersebut dapat menimbulkan kercunan. Hal yang
sebaliknya terjadi, jika zat yang digunakan dalam konsentrasi / jumlah
yang besar maka dapat menimbulkan kerusakan atau keracunan bagi
tubuh, bahkan air sekalipun. Karenanya perlu pengetahuan yang
mendasari tentang resiko toksisitas suatu zat. Dosis terutama
ditentukan oleh: konsentrasi dan lamanya ekposisi zat. Racun pada
konsentrasi yang rendah tetapi terdapat kontak yang lama dapat
menimbulkan efek toksik yang sama dengan zat yang terpapar pad
konsentrasi tinggi dengan waktu kontak yang singkat.

20
- Keadaan dan Kebersihan Tempat Kerja dan Perorangan

Hal yang penting antara lain adalah penyimpanan zat yang berbahaya
seperti zat kimia, termasuk yang digunakan dalam rumah tangga,
contohnya deterjen, kosmetika, dan obat. Zat –zat tersebut sebaiknya
disimpan ditempat yang aman dan jauh dari jangkauan anak. Karena
keteledoran dalam penyimpanan sering menimbulkan keracunan pada
anak – anak. Hal yang penting adalah pakaian yang tercemar
dibersihkan secara teratur dan ditangani secara terpisah dari pakaian
atau benda yang lain.

Higiene kerja (Kebersihan tempat kerja) seseorang penting artinya


terutama dalam hal pembatasan pembentukan debu atau pemaparan zat
kimia, meminimalkan kontak antara bahan berbahaya dengan kulit,
ataupun anggota tubuh yang lain. Untuk itu perlunya pengetahuan dan
peraturan tentang penggunaan alat-alat kerja, sarung tangan, dan lain
secara benar. Hal yang penting adalah, pengetahuan dan peraturan
tersebut harus dilaksanakan dan ditaati secara cermat dan dipatuhi
dengan konsisten.

Keadaan tempat kerja juga mempengaruhi terjadinya ekposisi racun


antara lain: ada atau tidaknya ventilasi ruangan; filter pada alat yang
menghasilkan debu. Apabila ruangan tertutup rapat dan tidak terdapat
ventilasi, maka tidak ada pergantian udara dalam ruangan tersebut.
Bila dalam ruangan terpapar oleh zat beracun misalnya gas H2S, maka
konsentrasi H2S akan semakin tinggi dengan bertambahnya waktu,
karena gas H2S terkepung dalam ruangan dan tidak ada jalan untuk
keluar, misalnya ventilasi. Apabila terdapat makhluk hidup pada
ruangan tersebut misalnya manusia maka dapat berakibat fatal
(kelumpuhan atau bahkan kematian). Sedangkan apabila manusia
menghirup debu yang terus menerus maka dapat menyebabkan
berbagai hal antara lain alergi, atau infeksi saluran pernapasan. Untuk
menghindari hal tersebut perlu dilakukan suatu tindakan untuk
meminimalkan debu, antara lain dengan pemasangan filter pada alat
yang menghasilkan debu atau penggunaan masker penutup hidung.

21
- Keadaan Fungsi Organ yang Kontak

Keadaan fungsi organ yang kontak dengan zat toksik akan


mempengaruhi eksposisi zat tersebut. Contohnya pada:

Kulit, Absorbsi melalui kulit dipengaruhi oleh kandungan


kelembaban, peredaran darah kulit, dan keadaan setiap lapisan kulit.
Apabila lapisan permukaan kulit rusak maka fungsi kulit sebagai
barrier (penghambat) terhadap zat-zat yang masuk ke tubuh menjadi
berkurang . Hal ini menyebabkan zat – zat (tidak hanya yang lipofil
saja yang bisa masuk tapi juga yang hidrofil) bahkan bakteri dan virus
akan lebih mudah masuk ke dalam jaringan kulit

Saluran pernapasan, adanya industrialisasi , menyebabkan terjadi


polusi terhadap udara. Hal ini menyebabkan saluran pernapasan
menjadi terpejan oleh zat toksik yang berada pada udara. Kondisi
saluran napas dan paru-paru yang telah mengalami eksposisi
sebelumnya dapat mempengaruhi keadaan organ tersebut pada pajanan
berikutnya atau pajanan yang lebih lama. Contoh: apabila paru-paru
telah terkena Arsen maka dapat terjadi iritasi lokal pada organ
tersebut, apabila pajanan terjadi lebih lama maka dapat menyebabkan
kanker paru-paru.

2.3.2. Faktor Penentu Risiko pada Fase Taksokinetika

- Sifat Keasaman dari Suatu Zat (pH)

Zat kimia yang dapat mempengaruhi kornea mata antara lain: asam
dan basa, asap, detergen. Asam dan basa dengan mudah menembus
kornea dan dapat menyebabkan kerusakan baik kecil maupun besar
(yaitu: kerusakan dangkal jaringan yang dapat sembuh dengan mudah
sampai keburaman kornea dan perforasi). Zat asam dapat membakar
jaringan kornea karena rendahnya pH disamping karena afinitas
anionnya terhadap jaringan kornea. Awal kerja efek basa biasanya
lebih lambat daripada yang disebabkan oleh asam, meskipun ada ion
basa seperti ion amonium (banyak terdapat pada produk rumah tangga
seperti detergen) yang dapat dengan mudah menembus iris.

22
- Keadaan Fungsi Organ yang Berperan pada Eksresi dan Detoksifikasi

Organ yang berperan penting adalah hati dan ginjal. Pada organ hati,
zat atau xenobiotik didetoksifikasi dan dimetabolisme membentuk
produk yang mudah diekskresi di ginjal. Pada ginjal, zat akan
diekskresi bersama dengan urine. Apabila hati dan / atau ginjal
menderita kerusakan, maka akan terjadi perlambatan detoksifikasi dan
ekskresi zat termasuk zat toksik.

- Faktor Genetik dan Keturunan

Perbedaan genetik dan keturunan dapat mempengaruhi proses dalam


tubuh. Misalnya: Metabolisme isoniazid (obat anti tuberculosis) pada
orang Jepang dan Eskimo berbeda dengan orang Eropa Timur dan
Mesir, yang dikarenakan proses N-asetilasi. Pada orang Jepang dan
orang Eskimo, isoniazid masa kerjanya lebih pendek dan lebih cepat
diekskresikan dalam asetilisoniazid yang tidak aktif, sehingga perlu
pemakaian dosis lebih besar. Sedangkan pada orang Eropa Timur dan
Mesir, terjadi hal yang sebalikya yaitu masa kerja lebih lambat dan
lebih lambat diekskresi.

2.4. Perhitungan Paparan Bahan Kimia Racun pada Manusia

Menghitung paparan bahan kimia pada manusia dapat dilakukan dengan beberapa
cara, salah satunya dengan menggunakan TLV (Threshold Limit Values). TLV
adalah besarnya konsentrasi suatu bahan kimia di udara yang diijinkan memapar
manusia secara terus menerus, tanpa menyebabkan efek sampin yang merugikan
pada tubuh. TLV tidak bisa digunakan untuk mengukur tingkat polusi udara
relative index of toxicity, dan memperkirakan bahaya keracuran dari paparan
secara terus menerus tanpa adanya jeda.

Ada beberapa tipe dari TLV:

1. TLV-TWA (Threshold Limit Values - Time Weight Average), besarnya


konsentrasi suatu bahan kimia diudara yang diijinkan memapar manusia secara
terus menerus selama 8 jam setiap hari, 40 jam dalam satu minggu, tanpa
menyebabkan efek samping yang merugikan pada tubuh.

23
2. TLV-STEL (Threshold Limit Values - Short Term Exposure Limit), besarnya
konsentrasi yang di ijinkan dari suatu bahan kimia, memapar pekerja secara
terus menerus dalam waktu singkat (15 menit), tanpa menyebabkan suatu
cedera, iritasi yang berat, efek kronis terhadap jaringan lunak, efek membius.
Diperbolehkan tidak lebih dari 4 kali pemaparan, dengan sedikitnya istirahat 60
menit disetiap periode pemaparan, asalkan TLV-TWA harian tidak terlampaui.

3. TLV-C (Threshold Limit Values – Ceiling), batas paling maximum.


Konsentrasi yang tidak boleh dilanggar, dan seketika itu juga harus diambil
tindakan.

Satuan TLV yaitu menggunakan ppm (part per million by volume), mg/m3
(milligram uap per meter kubik udara), mppcf (millions of particle per cubic foot
air). Bagaimana kit membayangkan 1 ppm.? yaitu kita bisa mengandaikan nilai
dari 1 detik dalam 11,5 har (1000000 detik). Metode yang digunakan untuk
menentukan tingkat paparan suatu baha kimia terhadap pekerja yaitu dengan cara
melakukan monitoring terhadap konsentrasi racu yang ada diudara selama
pekerjaan itu berlangsung. Dari data hasil monitoring kita dapa menghitung
konsentrasi TWA (Time Weight Average) dengan menggunakan rumus di bawah
ini:

Keterangan :
tw = Shift pekerja (jam)
C (t) = konsentrasi bahan kimia diudara (ppm atau mg/m3)

Integral ini selalu membagi 8 jam, merupakan kondisi jam kerja seseorang dalam
satu shift. Apabila pekerja terpapar selama 12 jam (1 shift = 12 jam) dan dihitung
dengan menggunakan rumus ini maka TLV-TWA akan melampaui karena rumus
ini hanya digunakan untuk 8 jam kerja dalam 1 shift. Monitoring merupakan
kegiatan yang tidak biasa karena perlu ada fasilitas dan perlatan yang mencukupi
untuk melakukan kegiatan ini. Yang sering digunakan untuk memperoleh sample
adalah dengan melakukan pengukuran dengan memilih beberapa waktu paling
tepat untuk melakukan pengukuran. Apabila kita beramsumsi konsentrasi Ct

24
adalah tetap (atau rata-rata) dalam sebuah periode pengukuran Ti, maka TWA bisa
dihitung dengan:

Seluruh sistem monitoring mempunyai kekurangan karena : (1) pekerja keluar dan
masuk tempat kerja dan (2) konsentrasi racun mungkin bervariasi di tempat yang
berbeda. Industrial Hygienists harus menerapkan peraturan khusus dalam
pemilihan lokasi dan penempatan peralatan monitoring dalam pengambilan data.
Apabila bahan kimia yang terdapat di tempat kerja lebih dari satu, salah satu
prosedur untuk memperkirakan efek dari racun (kecuali ada informasi lain yang
berbeda) yaitu dengan mengkombinasikan TLV-TWA yang berbeda, dari paparan
beberapa bahan beracun dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Di mana
n = Jumlah total bahan beracun
Ci = konsentrasi bahan kimia dengan memperhatikan bahan kimia lain
(TLVTWA)
i = TLV-TWA dari bahan kimia jenis i

Apabila hasil perhitungan rumus lebih dari 1, waktu itu pekerja terpapar
berlebihan Perhitungan TLV-TWA campuran dapat diperoleh dari:

Apabila hasil perhitungan konsentrasi dari campuran berbagai bahan beracun


melebihi kuantitas, maka pekerja disaat itu terpapar secara berlebihan. Untuk
campuran bahan kimia dengan efek yang berbeda (seperti uap asam yang
bercampur dengan asap) TLVnya tidak bisa dihitung.

25
Contoh:

1. Hitung apakah TLV-TWA pada kasus: udara di industri x mengandung


diethylamine 10 ppm (TLV-TWA = 10 ppm), cyclohexanol 30 ppm (TLV-
TWA = 50 ppm) dan propylene oxide 15 ppm (TLV-TWA = 20 ppm), berapa
TLV-TWA campuran dan apakah levelnya melebihi batas paparan?Berilah
kesimpulan dan saran pada kasus di atas.

Jawaban:

Total konsenterasi campuran = 10 + 30 + 15 = 55 ppm. Jadi Tenaga kerja


tersebut menerima paparan berlebihan. Saran kepada pekerja haru
menggunakan alat pelindung diri (masker) dan bagi industri membuat
ekshauser da menyediakan air minum serta membuat evaluasi kesehatan
pekerja dan pemantaua cemaran lingkungan industri secara berkala.

2. Tentukan TWA dalam 8 jam apabila seorang pekerja terpapar uap toluene
seperti data berikut ini : Terpapar selama 2 jam = 70 ppm, 4 jam 90 ppm, 3
jam = 80 ppm? Berilah kesimpulan dan saran pada kasus di atas.

Jawaban:

Jadi pekerja masih menerima paparan toluene dibawah standar (batas standar
paparan toluene 100 ppm). Saran bagi pekerja tetap menggunakan masker
walaupun paparan toluene masih dibawah standar namun sudah mendekati
angka batas paparan.

26
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Toksikologi lingkungan merupakan studi tentang efek dari polutan terhadap


lingkungan hidup serta bagaimana hal itu dapat mempengaruhi ekosistem.
Toksikologi lingkungan merupakan cabang toksikologi yang menguraikan
pemaparan yang tidak disengaja dalam jaringan Biologi. (Mahluk hidup)
dengan zat kimia yang pada dasarnya merupakan bahan dasar industri
(makanan, kosmetika, obat, pestisida, dll) dan penyebab pencemar lingkungan
(udara, air, dan tanah).

2. Faktor yang memengaruhi toksisitas racun dalam tubuh dibedakan menjadi


factor biotik dan factor abiotic. Faktor biotik terdiri atas jenis kelamin, umur,
berat badan dan ukuran, makanan, Kesehatan, dan factor intrinsic makhlik
hidup. Sedangkan factor abiotic terdiri atas suhu, kelembaban, curah hujan,
cahaya, angin, factor kimia/fisika, dan factor pemejanan

3. Menghitung paparan bahan kimia pada manusia dapat dilakukan dengan


beberapa cara, salah satunya dengan menggunakan TLV (Threshold Limit
Values). TLV adalah besarnya konsentrasi suatu bahan kimia di udara yang
diijinkan memapar manusia secara terus menerus, tanpa menyebabkan efek
sampin yang merugikan pada tubuh. TLV tidak bisa digunakan untuk
mengukur tingkat polusi udara relative index of toxicity, dan memperkirakan
bahaya keracuran dari paparan secara terus menerus tanpa adanya jeda.

3.2. Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan karya tulis
ilmiah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun
nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan karya tulis ilmiah ini
dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari para pembaca.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ariens,E.J., Mutschler,E., Simonis,A.M., 1985, Toksikologi Umum, Pengantar,


Wattimena,Y.R.(terj.), Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.

Kusnoputranto, H.(1996), Pengantar Toksikologi Lingkungan, BKPSL, Jakarta

Lu, F.C. (1995), “Toksikologi dasar, asas, organ sasaran, dan penilaian resiko”, UI- Press,
Jakarta.

Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press,
Semarang

Mukono, H.J., (2010), Toksikologi Lingkungan, Airlangga University Press, Surabaya

Des W. Connel & Gregory J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

Donatus, I. A., Toksikologi Dasar. Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas


Farmasi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta..2001

Frank C. Lu. Toksikologi dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, edisi kedua.
Universitas Indonesia Press,Yakarta.1985.

H.J. Mukono. 2002. Epidemiologi Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.

Mutschler, E., 1991 Dinamika Obat. Edisi kelima.Diterjemahkan oleh Mathilda B.


Widianto dan Anna Setiadi Ranti. Penerbit ITB. Bandung.

28

Anda mungkin juga menyukai