Kajian Penerapan Jembatan Timbang Guna Memenuhi Kecepatan Yang Diinginkan (Studi Kasus Ruas Jalan Tol Semarang-Bawen)
Kajian Penerapan Jembatan Timbang Guna Memenuhi Kecepatan Yang Diinginkan (Studi Kasus Ruas Jalan Tol Semarang-Bawen)
Kajian Penerapan Jembatan Timbang Guna Memenuhi Kecepatan Yang Diinginkan (Studi Kasus Ruas Jalan Tol Semarang-Bawen)
Abstract
The vehicle payload has been set up in notification letter of the Ministry of Transportation Directorate
General of Land Transportation on 2008. In fact found many vehicle which overload, especially heavy
vehicle. It make vehicle drove slowly and cannot fulfill minimum speed in toll road. Based on that case,
vehicle was needed checking the number of weight to fulfill minimum speed. Immplementation of Weigh
Bridge in toll road expected to reduce violation of the vehicle which overload. Moreover, it also expected to
contribute increasing safety and security for road users. To support of the realization of it must be
cooperation between the different linked to make good synergy. If the supporting factors are applied properly
and consistently expected problems of the speed limit minimum can be resolved.
Keywords: Vehicle Payload, Velocity, Heavy Vehicle, Toll Road, Weight Bridge
Abstrak
Muatan kendaraan barang telah diatur dalam surat edaran Kementerian Perhubungan Direktur Jendral
Perhubungan Darat tahun 2008. Namun, berdasarkan kondisi lapangan ditemukan kendaraan yang
mengangkut muatan melebihi ketentuan sehingga mengakibatkan kendaraan melaju dengan kecepatan rendah
dan tidak memenuhi Standar Pelayanan Minimum mengenai batas kecepatan di jalan tol. Dari permasalahan
tersebut diperlukan pengcekan jumlah berat muatan kendaraan yang melintas di jalan tol. Penerapan
jembatan timbang di jalan tol diharapkan dapat mengurangi pelanggaran jumlah berat muatan kendaraan.
Selain itu, juga diharapkan mampu memberikan andil dalam meningkatkan keselamatan dan keamanan bagi
para pengguna jalan. Untuk mendukung terwujudnya hal tersebut harus ada kerjasama antara berbagai pihak
yang terkait untuk saling bersinergi. Apabila faktor-faktor pendukung tersebut diterapkan dengan baik dan
konsisten diharapkan permasalahan lalu lintas terkait pemenuhan batas kecepatan minimum dapat teratasi.
Kata Kunci: Muatan Kendaraan, Kecepatan, Kendaraan Barang, Jalan Tol, Jembatan Timbang.
PENDAHULUAN
1
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016
Dewasa ini transportasi mempunyai peran vital dalam kehidupan sehari-hari, terutama
pada sektor ekonomi dan industri dimana kendaraan barang dibutuhkan dalam
pendistribusian barang. Semakin berkembang sebuah industri semakin luas pula cakupan
daerah pendistribusiannya. Dengan melihat faktor biaya produksi, banyak perusahaan yang
menggunakan moda transportasi darat sebagai opsi utama dalam penditribusian barang.
Selain lebih hemat biaya, penditribusian barang menggunakan moda darat juga lebih
praktis dalam pengangkutannya. Namun hal tersebut mengakibatkan sejumlah perusahaan
mengangkut barang melebihi jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) sehingga sering kali
ditemukan kendaraan yang berjalan lambat.
TINJAUAN PUSTAKA
Penggolongan Kendaraan Bermotor Pada Jalan Tol
Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 370/KPTS/M/2007 golongan
kendaraan di jalan tol dibagi menjadi 6 (enam) golongan antara lain sebagai berikut :
Jembatan Timbang
2
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016
3
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Penelitian
Mulai A
Batasan Masalah :
Identifikasi Masalah
Peranan Jembatan timbang guna
mewujudkan kecepatan yang diinginkan
Perumusan Masalah : bagi kendaraan barang (golongan II s.d V)
1. Bagaimana kecepatan kendaraan di
ruas jalan tol Semarang-Bawen.
Studi Literatur
2. Bagaimana peran jembatan timbang
dalam mewujudkan kecepatan yang
diinginkan? Pengumpulan Data
Survei Observasi
Tujuan :
Kecepatan Lapangan
1. Mengetahui kecepatan kendaraan di
ruas jalan tol Semarang-Bawen.
Analisis Data
2. Mengetahui peran jembatan timbang
dalam mewujudkan kecepatan yang
diinginkan Kesimpulan
A Selesai
Gambar 1 Kerangka Penelitian
PEMBAHASAN
Data Kecepatan Kendaraan
Time Mean Speed yaitu rata-rata kecepatan dari seluruh kendaraan yang melewati suatu
titik pada jalan selama periode waktu tertentu. Untuk mendapatkan data TMS, diperlukan
survey kecepatan sesaat. Fraenkel dan Wallen (1993), menyarankan besar sampel
minimum untuk penelitian deskriptif sebanyak 100. Berdasarkan hasil survei pengukuran
kecepatan sesaat untuk jalur A dan B, didapatkan hasil kecepatan terendah adalah km/jam
pada jalur dan kecepatan tertinggi km/jam pada jalur .
4
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa kecepatan kendaraan barang yang melewati
jalan tol Semarang - Bawen baik jalur A maupun jalur B tidak memenuhi kriteria batas
kecepatan minimum di jalan tol tersebut yaitu 60 km/jam. Hal ini membenarkan
pernyataan Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan BPJT bahwa kendaraan barang tidak
dapat mencapai kecepatan minimum yang diharuskan saat melintas di jalan tol dikarenakan
kelebihan muatan. Selain itu berdasarkan hasil observasi lapangan ditemukan kendaraan
yang mengangkut barang melebihi muatan.
5
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016
Hal tersebut bertujuan untuk menertibkan para pengguna kendaraan barang agar
mematuhi aturan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut serta dimensi kendaraan pada
saat berlalu lintas. Selain itu, penerapan jembatan timbang juga akan berdampak terhadap
keselamatan dan keamanan pengguna jalan lain yang diakibatkan terpenuhinya standar
kecepatan minimum di jalan tol oleh kendaraan barang.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Arief, Bagus & Okty (2014) menyebutkan bahwa
jembatan timbang yang dioperasikan sesuai prosedur akan berdampak positif pada daya tahan
perkerasan jalan, sedangkan untuk pengoperasian jembatan yang tidak memenuhi standar akan
mengurangi umur rencana perkerasan jalan yang semula direncanakan selama 10 tahun
menjadi 9,48 tahun untuk kondisi aktual dimana beban >125% tetap boleh lewat. Hal ini
menjelaskan bahwa pengoperasian jembatan timbang bukan hanya beroperasi namun harus
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Selain melihat dari faktor keselamatan lalu lintas, jembatan timbang juga dapat
memberikan penambahan pendapatan. Penambahan pendapatan yang dapat diperoleh dari
pengoperasian jembatan timbang dinilai potensial, seperti pada penilitian yang dilakukan
oleh Ilham (2015) di jembatan timbang Lubuk Buaya, dalam 3 (tiga) tahun jembatan
timbang tersebut berperan menambah pendapatan daerah sebesar Rp. 91.112.200.000
dengan jumlah kendaraan masuk 811.122 kendaraan.
Penerapan jembatan timbang pada daerah kota atau kabupaten tentunya tidak lepas dari
pelanggaran. Mayoritas pelanggaran yang terjadi dikarenakan pengemudi dan oknum
petugas yang kurang bertanggung jawab. Maka dari itu penulis memberi gambaran apabila
6
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016
penerapan jembatan timbang ditempatkan pada jalan tol, dimana jalan tol merupakan salah
satu jalur dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi, dengan demikian maka diharapkan
pelanggaran kendaraan yang melebihi muatan akan berkurang.
Pada saat terjadi pelanggaran di jembatan timbang petugas jembatan timbang wajib
memberi sanksi tegas pada setiap pelanggar. Sanksi yang dapat diberikan yaitu dengan
menurunkan muatan kendaraan yang melebihi ketentuan atau dengan tidak mengijinkan
kendaraan tersebut untuk melanjutkan perjalanan. Namun, pada kondisi di lapangan masih
terdapat kendaraan yang bermuatan berlebih dapat lewat atau lolos dari petugas jembatan
timbang dengan hanya membayar denda menurut berat dari muatan kendaraan yang
berlebih (Setyo & Rosyid, 2012). Hal ini memerlukan perbaikan sistem operasional pada
jembatan timbang yang akan diterapkan pada jalan tol.
Sistem operasional jembatan timbang yang diterapkan pada jalan umum kurang cocok
apabila diterapkan pada jalur akses masuk jalan tol. Salah satu penyebabnya ialah untuk
menggunakna jasa jalan tol pengguna jalan harus membayarkan sejumlah uang sehingga
apabila pengguna kendaraan barang dipaksa untuk membayar 2 (kali), hal tersebut akan
menimbulkan efek negatif terhadap pelaksanaan operasi jalan tol. Para pengguna
kendaraan barang akan lebih memilih menggunakan jalan arteri dibandingkan jalan tol. Hal
ini diakibatkan oleh timbulnya persepsi uang ekstra yang harus dikeluarkan untuk
menggunkan jasa jalan tol.
Hal tersebut perlu disiasati dengan sistem pembayaran yang ditata sedemikian rupa agar
tidak menimbulkan persepsi terdapat uang ekstra untuk melintas di jalan tol. Salah satu
cara yang dapat diterapkan ialah pembayaran operasional jembatan timbang hanya
dibayarkan oleh kendaraan barang yang lulus dan diperbolehkan melintas. Pembayaran
operasional jembatan timbang digabungkan dengan pembayaran tol. Berikut standar
operasional prosedur yang dapat diterapkan pada penerapan jembatan timbang di jalur
akses masuk jalan tol dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini :
Mulai A
A Selesai
7
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016
1. Pengawasan terhadap jumlah berat muatan kendaraan yang telah diatur di dalam surat
edaran Kementrian Perhubungan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Tahun 2008
tentang Panduan batasan masksimum perhitungan JBI (Jumlah Berat yang diijinkan)
dan JBKI (Jumlah Berat Kombinasi yang diijinkan untuk mobil barang, kendaraan
khusus, kendaraan penarik berikut kereta tempelan/kereta gandeng.
2. Petugas jembatan timbang berhak dan wajib memberikan sanksi yaitu mengurangi
muatan atau tidak memberi ijin jalan. Fasilitas pergudangan perlu disediakan untuk
menyimpan hasil pengurangan muatan. Namun terdapat batas waktu penitipan apabila
melebihi batas waktu barang menjadi milik negara.
3. Jembatan Timbang dapat berperan ganda, tidak hanya menimbang muatan namun juga
melakukan pemeriksaan kondisi kendaraan.
4. Pemeriksaan kondisi kesehatan dan adanya fasilitas istirahat pada pengemudi.
Pemberian fasilitas istirahat juga sangat diperlukan karena dapat membantu pengemudi
untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan.
5. Pengaturan jadwal piket sangat efektif dilakukan agar kinerja petugas dapat efektif dan
maksimal. Pengawasan juga perlu dilakukan kepada petugas jembatan timbang untuk
menghindari terjadinya pungutan liar atau suap ketika terdapat kendaraan yang
melanggar jumlah berat muatan.
Dengan upaya-upaya tersebut diahrapkan penerapan jembatan timbang pada akses jalan
tol dapat memberi dampak positif terhadap pemenuhan kriteria batas kecepatan minimum
di jalan tol. Selain itu, penerapan jembatan timbang juga akan berdampak terhadap
keselamatan dan keamanan pengguna jalan lain yang diakibatkan terpenuhinya standar
kecepatan minimum di jalan tol oleh kendaraan barang.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan tentang kajian penerapan
jembatan timbang guna memenuhi kecepatan yang diinginkan yang mengambil studi kasus
di ruas jalan tol Semarang – Bawen dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. kecepatan kendaraan barang yang melewati jalan tol Semarang - Bawen baik jalur A
maupun jalur B tidak memenuhi kriteria batas kecepatan minimum di jalan tol. Dari
hasil penghitungan menggunakan metode persentile ke-85 diketahui kecepatan pada
jalur A 49 Km/jam sedangkan pada jalur B 50 Km/jam.
2. Jembatan timbang berperan untuk menertibkan para pengguna kendaraan barang agar
mematuhi aturan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut serta dimensi kendaraan
pada saat berlalu lintas. Selain itu, penerapan jembatan timbang juga akan berdampak
terhadap keselamatan dan keamanan pengguna jalan lain yang diakibatkan terpenuhinya
standar kecepatan minimum di jalan tol oleh kendaraan barang.
8
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016
DAFTAR PUSTAKA
Atiya, A.F, dkk.2014. Analisis Pengaruh Kinerja Jembatan Timbang Terhadap Kinerja
Perkerasan Dan Umur Rencana Jalan (Studi Kasus Jembatan Timbang Salam,
Magelang). Universitas Diponegoro. Semarang.
Cahyono, S.D. & Rohman, R.K. 2012. Optimalisasi Kinerja Jembatan Timbang Untuk
Menciptakan Angkutan Jalan yang Berkeselamatan. Universitas Merdeka.
Madiun.
Erianto, I. 2015. Peranan Jembatan Timbang Oto (Jto) Lubuk Buaya Dalam Mendukung
Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Barat. Universitas Tamansiswa.
Padang.
Fraenkel, J. & Wallen, N. 1993. How to Design and evaluate research in education. Edisi
Kedua. McGraw-Hill Inc. New York.
Hendrianto, A. 2013. Kajian Yuridis Terhadap Jembatan Timbang Dalam Fungsi
Pengawasan Angkutan Barang Oleh Pemerintah Daerah. Universitas Jember.
Jember.
Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
370/KPTS/M/2007 tentang Golongan Jenis Kendaraan Bermotor pada Jalan Tol
yang Sudah Beroperasi. Jakarta.
__________. 2014. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2014 tentang
Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol. Jakarta.
__________. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
Jakarta.
__________. 2009. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Jakarta.
Setiawan, A.T dkk. 2013. Pengaruh Kinerja Jembatan Timbang. Politeknik Keselamatan
Transportasi Jalan. Tegal