MAKALAH Konsep Fiqih Ibadah
MAKALAH Konsep Fiqih Ibadah
MAKALAH Konsep Fiqih Ibadah
Disusun oleh :
Meishinta 200341044
Kelompok 2
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini dapat terselesaikan atas bantuan dan bimbingan dari semua
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut
membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada :
1. Bapak Supiandi, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah “Al – Islam
II”
2. Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak memberi masukan untuk
makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Masalah................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Fiqih....................................................................................................3
B. Sumber-sumber Hukum Islam.........................................................................6
C Pengertian Fiqih Ibadah....................................................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat
ilmiyah,Logis dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti
tasawuf yang Lebih merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan
seperti tarekat yang Merupakan pelaksanaan ritual-ritual.Pembekalan
materi yang baik dalam lingkup Sekolah, akan membentuk pribadi yang
mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki Budi pekerti yang luhur.
Sehingga memudahkan peserta didik dalam Mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Apalagi di zaman modern Sekarang semakin
banyak masalah-masalah muncul yang membutuhkan kajian
Fiqih dan syari’at. Oleh karena itu, peserta didik membutuhkan
dasar ilmu dan Hukum Islam untuk menanggapi permasalahan di
masyarakat sekitar.1Tujuan pembelajaran Fiqih adalah untuk membekali
peserta didik agar Dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum
Islam secara terperinci dan Menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan dalil
aqli melaksanakan dan Mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan
benar.2Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat
Ilmiyah logis dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti
tasawufYang lebih merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan
seperti tarekat yang Merupakan pelaksanaan ritual-ritual. Pembekalan
materi yang baik dalam lingkupsekolah, akan membentuk pribadi yang
mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki budi pekerti yang luhur.
Sehingga memudahkan peserta didik dalam mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Apalagi di zaman modern sekarang semakin banyak
masalah-masalah muncul yang membutuhkan kajian fiqih dan syari’at.
Oleh karena itu, peserta didik membutuh ilmu dan Hukum Islam untuk
menanggapi permasalahan di masyarakat sekitar.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penjabaran Hakikat Fiqih sebenarnya?
2. Apa Saja Sumber – sumber Hukum dalam Islam?
3. Apa Pengertian dari Fiqih Ibadah Tersebut?
4. Jelaskan maksud dari yang dibicarakan bersifat Amaliyah Furi’iyah dan
Berikan contohnya!
5. Bagaimana implementasi Fiqih Ibadah dalam islam?
6. Jelaskan pengertian dari hadist Mutawatir, Masyhur dan Ahad?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui hakikat Fiqih sebenarnya.
2. Untuk mengetahui sumber-sumber hukum islam yang benar.
3. Untuk mengetahui Pengertian Fiqih Ibadah yang benar.
4. Untuk mengetahui Implementasi Fiqih Ibadah dalam Islam dengan
benar.
5 Untuk mengetahui sifat-sifat Islam dalam Fiqih Ibadah.
6.Untuk mengetahui contoh dari beberapa hadist.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Fiqih
Kata “fiqih”, secara etimologis berarti “paham yang mendalam Bila “paham”
dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat lahiriyah maka fiqih berarti paham
yang menyampaikan ilmu zhahir kepada ilmu batin. Karena itulah al-Tirmizi
menyebutkan, “Fiqh tentang sesuat berarti mengetahui batinnya sampai kepada
kedalamannya.
Ulama yang mengharamkan adalah bukan hanya ulama secara individu, tetapi
lembaga fatwa juga ada yang mengharamkan seperti Dewan Fatwa Ulama Arab
Saudi, Al-Lajnah ad-Daimah Lil Bahuts Al-‘Ilmiyyah Wal Ifta (komite permanen
untuk penelitian Islam dan fatwa) mereka merupakan lembaga yang paling depan
dalam mengeluarkan fatwa haram perayaan tahun baru.
Dari sabda Rasulullah SAW diatas dapat dikatakan bahwa seseorang yang
menyerupai suatu kaum berarti dia termasuk dari golongan mereka.
Sedangkan ulama yang memperbolehkan perayaan tahun baru masehi hanya atas
nama individu dan belum ada yang mengatasnamakan sebuah lembaga, seperti
Yusuf Al-Qardawi, Musthafa Az-Zarqa, Ali Jumah, dan Quraish Shihab. Dengan
demikian secara ringkas dapat dikatakan, “Fiqh itu adalah dugaan kuat yang
dicapai oleh seorang mujtahid dalam usahanya menemukan hukum Allah”. Kajian
ilmu fiqih itu adalah mengetahui hukum dari setiap perbuatan mukallaf, tentang
halal, haram, wajib, mandub, makruh atau mubahnya. Beserta dalil-dalil yang
menjadi dasar ketentuan-ketentuan hukum tersebut, apakah dalilnya itu
dinyatakan dalam Al-Qur’an atau As-Sunnah.
Sumber -sumber hukum Islam secara keseluruhan ada tiga, yaitu Al-Qur’an,
al-Sunnah (Hadits) dan Ijma’ Paparan rinci tentang norma-norma hukum dari Al-
Qur’an dan al-Sunnah untuk persoalan diluar aspek ibadah, belum menjangkau
secara tegas berbagai fenomena yang terjadi. Sehingga diperlukan kajian lebih
lanjut untuk mengetahui ketentuan hukumnya dengan merujuk AlQur’an dan al-
Sunnah. Untuk itu para ulama melahirkan berbagai metodologi dan pendekatan
kajian hukumnya diantaranya qiyas, istihsan, istishlahal-dzari’ah dan ‘urf.
1. Al-Qur’an
Secara etimologis, kata AlQur’an merupakan ‘isim mashdar dari fi’il madli
“Qara’a” yang artinya membaca, bacaan, menelaah, mempelajari, menyampaikan,
mengumpulkan dsb. Secara terminologis dari beberapa definisi para ahli kalam
dan ahli ushul fiqih maupun ahli fiqih dapat disimpulkan pengertian Al-Qur’an
sebagai kalam Allah SWT yang bersifat qadim, bersifat ‘azali, penuh hikmah
merupakan mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad secara mutawatir,
tersusun rapi dari surat al-Fatihah dan diakhiri surat An-Nas, ditulis dalam mushaf
dan dianggap ibadah bagi yang membacanya. Dari total ayat Al-Qur’an yang
mencapai 6360, ayat hukum menurut versi penghitungan Abdu al-Wahab Khallaf
yang dikutip Harun Nasution, hanya mencapai 368 ayat, atau kurang lebih 5,8%
dari total keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an.
a. ibadah mahdhah, seperti shalat, puasa, zakat dan haji sebanyak 140 ayat.
b. Aspek kehidupan keluarga, seperti perkawinan, perceraian, mawarits dan
yang sebagainya sebanyak 70 ayat
c. Aspek perekonomian yang berkaitan dengan masalah perdagangan, sewa-
menyewa, kontrak dan hutang-piutang sebanyak 70 ayat.
d. Aspek kepidanaan yang berkaitan dengan norma-norma hukum tentang
pelanggaran kriminal sebanyak 30 ayat.
e. Aspek qadha yang berkaitan dengan persaksian dan sumpah dalam proses
pengadilan sebanyak 13 ayat.
f. Aspek politik dan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak-hak
warga negara dan hubungan pemerintah dengan warganya, sebanyak 10
ayat.
g. Hubungan sosial antara umat Islam dengan non-Islam dalam negara Islam,
serta hubungan negara Islam dengan negara nonIslam sebanyak 25 ayat.
h. Hubungan kaya-miskin, yakni peraturan-peraturan tentang pendistribusian
harta terhadap orang-orang miskin, serta perhatian negara mengenai hal
ini. Ayat-ayat yang mengatur persoalan ini berjumlah 10 ayat.
Secara etimologis, Hadits mempunyai arti kabar, kejadian, sesuatu yang baru,
perkataan, hikayat dan cerita. Secara terminologis, hadits adalah sesuatu yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW, baik berupa perkataan, perbuatan dan
ketetapannya setelah beliau diangkat menjadi Nabi.
Selain hadits ada ulama menggunakan Sunnah sebagai sumber Islam. Pengertian
Sunnah lebih umum daripada pengertian Hadits. Secara etimologis Sunnah berarti
perjalanan hidup, jalan/cara, tabi’at, syari’ah, yang jamaknya adalah al-sunan.
Sedangkan secara terminologis, sunnah menurut ulama Hadits yaitu setiap sesuatu
yang bersumber dari Rasul SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan,
sifat kemakhlukan, akhlak atau perjalanan hidupnya, baik hal tersebut terjadi
ketika beliau belum menjadi Rasul seperti bersemedi digua Hira atau sesudah
menjadi Rasul.
Hadits merupakan sumber kedua bagi hukum Islam, dan hukum-hukum yang
dibawa oleh hadits ada tiga macam:
a. Sunnah qauliyah, yaitu ucapan Nabi yang didengar oleh sahabat beliau dan
disampaikannya kepada orang lain. Umpamanya sahabat menyampaikan
bahwa ia mendengar Nabi bersabda. “Siapa yang tidak shalat karena
tertidur atau karena ia lupa, hendaklah ia mengerjakan shalat itu ketika ia
telah ingat”.
b. Sunnah fi’liyah, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW yang dilihat atau diketahui oleh sahabat, kemudian disampaikannya
kepada orang lain dengan ucapannya. Umpamanya sahabat berkata.” Saya
melihat Nabi Muhammad SAW melakukan shalat sunat dua rakaat
sesudah shalat zuhur”
c. Sunnah taqririyah, yaitu perbuatan seorang sahabat atau ucapannya yang
dilakukan dihadapan atau sepengetahuan Nabi, tetapi tidak ditanggapi atau
dicegah oleh Nabi. Diamnya Nabi itu disampaikan oleh sahabat yang
menyaksikan kepada orang lain dengan ucapannya. Umpamanya sebuah
kisah disampaikan oleh sahabat yang mengetahuinya dengan ucapannya,
“Saya melihat seorang sahabat memakan daging dhab di dekat Nabi, Nabi
mengetahui tetapi Nabi tidak melarang perbuatan itu”.
Dari segi banyak sedikitnya orang yang meriwayatkan, hadits dibagi menjadi
tiga, yaitu: