MAKALAH Konsep Fiqih Ibadah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Konsep Fiqih Ibadah

Disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Al-Islam

Dosen Pengampu: Supiandi,M.Pd

Disusun oleh :

Hoirun Nisa’ A 200341028

Meishinta 200341044

Siti Hafifah 200341045

Kelompok 2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANGKA BELITUNG
TAHUN 2021
Kata Pengantar

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.

Penyusunan makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman


mengenai Konsep Fiqih Ibadah serta untuk memahami salah satu tugas dalam
mata kuliah Al- Islam II.

Makalah ini dapat terselesaikan atas bantuan dan bimbingan dari semua
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut
membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada :

1. Bapak Supiandi, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah “Al – Islam
II”
2. Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak memberi masukan untuk
makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca terutama Mahasiswa Pendidikan Matematika
Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung.

Pangkalanbaru, Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Masalah................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Fiqih....................................................................................................3
B. Sumber-sumber Hukum Islam.........................................................................6
C Pengertian Fiqih Ibadah....................................................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat
ilmiyah,Logis dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti
tasawuf yang Lebih merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan
seperti tarekat yang Merupakan pelaksanaan ritual-ritual.Pembekalan
materi yang baik dalam lingkup Sekolah, akan membentuk pribadi yang
mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki Budi pekerti yang luhur.
Sehingga memudahkan peserta didik dalam Mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Apalagi di zaman modern Sekarang semakin
banyak masalah-masalah muncul yang membutuhkan kajian
Fiqih dan syari’at. Oleh karena itu, peserta didik membutuhkan
dasar ilmu dan Hukum Islam untuk menanggapi permasalahan di
masyarakat sekitar.1Tujuan pembelajaran Fiqih adalah untuk membekali
peserta didik agar Dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum
Islam secara terperinci dan Menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan dalil
aqli melaksanakan dan Mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan
benar.2Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat
Ilmiyah logis dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti
tasawufYang lebih merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan
seperti tarekat yang Merupakan pelaksanaan ritual-ritual. Pembekalan
materi yang baik dalam lingkupsekolah, akan membentuk pribadi yang
mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki budi pekerti yang luhur.
Sehingga memudahkan peserta didik dalam mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Apalagi di zaman modern sekarang semakin banyak
masalah-masalah muncul yang membutuhkan kajian fiqih dan syari’at.
Oleh karena itu, peserta didik membutuh ilmu dan Hukum Islam untuk
menanggapi permasalahan di masyarakat sekitar.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penjabaran Hakikat Fiqih sebenarnya?
2. Apa Saja Sumber – sumber Hukum dalam Islam?
3. Apa Pengertian dari Fiqih Ibadah Tersebut?
4. Jelaskan maksud dari yang dibicarakan bersifat Amaliyah Furi’iyah dan
Berikan contohnya!
5. Bagaimana implementasi Fiqih Ibadah dalam islam?
6. Jelaskan pengertian dari hadist Mutawatir, Masyhur dan Ahad?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui hakikat Fiqih sebenarnya.
2. Untuk mengetahui sumber-sumber hukum islam yang benar.
3. Untuk mengetahui Pengertian Fiqih Ibadah yang benar.
4. Untuk mengetahui Implementasi Fiqih Ibadah dalam Islam dengan
benar.
5 Untuk mengetahui sifat-sifat Islam dalam Fiqih Ibadah.
6.Untuk mengetahui contoh dari beberapa hadist.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Fiqih

Menurut bahasa “fiqih” berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqihan yang berarti


mengerti atau paham berari juga paham yang mendalam. Konsep fiqih adalah
hukum yang bersumber dari syari’at islam yang berkaitan dengan penghambaan
diri kepada Allah yang berhungan dengan segala amaliah mukalaff baik yang waji
sunah, mubah, makruh atau haram yang digali dari dalil dalil yang jelas.

Kata “fiqih”, secara etimologis berarti “paham yang mendalam Bila “paham”
dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat lahiriyah maka fiqih berarti paham
yang menyampaikan ilmu zhahir kepada ilmu batin. Karena itulah al-Tirmizi
menyebutkan, “Fiqh tentang sesuat berarti mengetahui batinnya sampai kepada
kedalamannya.

Secara definitif, fiqh berarti “Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yangbersifat


amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili Kata “tafsili” dalam
definisi itu menjelaskan tentang dalil-dalilyang digunakan seorang faqih atau
mujtahid dalam penggalian danpenemuannya. Karena itu, ilmu yang diperoleh
orang awam dari seorang mujtahid yang terlepas dari dalil tidak termasuk ke
dalam pengertian fiqh. Al-Amidi memberikan definisi fiqh yang berbeda dengan
definisi di atas, yaitu: “Ilmu tentang seperangkat hukum-hukum syara’ yang
bersifat furu’iyah yang berhasil didapatkan melalui penalaran atauistidlal”. Kata
“furu’iyah” dalam definisi al-Amidi ini menjelaskan bahwa ilmu tentang dalil dan
macam-macamnya sebagai hujjah bukanlah fiqh menurut artian ahli ushul,
sekalipun yang diketahui itu adalah hukum yang bersifat nazhari. Fiqih ibadah
adalah ilmu yang menerangkan tentang dasar dasar hukum-hukum syar‟i
khususnya dalam ibadah khas seperti meliputi thaharah, shalat, zakat, shaum,
hajji, kurban, aqiqah dan sebagainya yang kesemuanya itu ditujukan sebagai rasa
bentuk ketundukan dan harapan untuk mencapai ridla Allah SWT. Adapun cara
kita menginplementasikan nya dalam kehidupan kita adalah melaksankan nya
Dengan baik dengan rasa ikhlas dan ridho kepada Allah SWT.Dengan
menganalisa kedua definisi yang disebutkan di atas dapat ditemukan hakikat dari
fiqih yaitu:

a. Fiqih itu adalah ilmu tentang hukum Allah;


b. Yang dibicarakan adalah hal-hal yang bersifat amaliyah furu’iyah;
c. Pengetahuan tentang hukum Allah itu didasarkan kepada dalil tafsili;
d. Fiqih itu digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal seorang
mujtahid atau faqih.

furu'iyah berarti perbedaan. Perbedaan-perbedaan disini dapat berupa


perbedaan pandangan, pola fikir, pendapat, faham, dan berbagai perbedaan lain
yang seringkali memicu perpecahan salah satu contoh saat ini adalah Perayaan
tahun baru masehi sudah menjadi agenda rutin bagi sebagian besar masyarakat di
berbagai belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Penanggalan masehi
menjadi patokan waktu bergantinya tahun dan bulan. Hal ini menjadi perdebatan
yang panjang tentang hukum merayakan tahun baru masehi, para ulama memiliki
pandangan yang berbeda-beda ada yang memperbolehkan adapula yang
mengharamkan.

Ulama yang mengharamkan adalah bukan hanya ulama secara individu, tetapi
lembaga fatwa juga ada yang mengharamkan seperti Dewan Fatwa Ulama Arab
Saudi, Al-Lajnah ad-Daimah Lil Bahuts Al-‘Ilmiyyah Wal Ifta (komite permanen
untuk penelitian Islam dan fatwa) mereka merupakan lembaga yang paling depan
dalam mengeluarkan fatwa haram perayaan tahun baru.

Mereka yang mengharamkannya berpegang pada sabda Rasulullah SAW “Barang


siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk giolongan mereka.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud).

Dari sabda Rasulullah SAW diatas dapat dikatakan bahwa seseorang yang
menyerupai suatu kaum berarti dia termasuk dari golongan mereka.
Sedangkan ulama yang memperbolehkan perayaan tahun baru masehi hanya atas
nama individu dan belum ada yang mengatasnamakan sebuah lembaga, seperti
Yusuf Al-Qardawi, Musthafa Az-Zarqa, Ali Jumah, dan Quraish Shihab. Dengan
demikian secara ringkas dapat dikatakan, “Fiqh itu adalah dugaan kuat yang
dicapai oleh seorang mujtahid dalam usahanya menemukan hukum Allah”. Kajian
ilmu fiqih itu adalah mengetahui hukum dari setiap perbuatan mukallaf, tentang
halal, haram, wajib, mandub, makruh atau mubahnya. Beserta dalil-dalil yang
menjadi dasar ketentuan-ketentuan hukum tersebut, apakah dalilnya itu
dinyatakan dalam Al-Qur’an atau As-Sunnah.

B. Sumber – sumber Hukum Islam

Sumber -sumber hukum Islam secara keseluruhan ada tiga, yaitu Al-Qur’an,
al-Sunnah (Hadits) dan Ijma’ Paparan rinci tentang norma-norma hukum dari Al-
Qur’an dan al-Sunnah untuk persoalan diluar aspek ibadah, belum menjangkau
secara tegas berbagai fenomena yang terjadi. Sehingga diperlukan kajian lebih
lanjut untuk mengetahui ketentuan hukumnya dengan merujuk AlQur’an dan al-
Sunnah. Untuk itu para ulama melahirkan berbagai metodologi dan pendekatan
kajian hukumnya diantaranya qiyas, istihsan, istishlahal-dzari’ah dan ‘urf.

1. Al-Qur’an

Secara etimologis, kata AlQur’an merupakan ‘isim mashdar dari fi’il madli
“Qara’a” yang artinya membaca, bacaan, menelaah, mempelajari, menyampaikan,
mengumpulkan dsb. Secara terminologis dari beberapa definisi para ahli kalam
dan ahli ushul fiqih maupun ahli fiqih dapat disimpulkan pengertian Al-Qur’an
sebagai kalam Allah SWT yang bersifat qadim, bersifat ‘azali, penuh hikmah
merupakan mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad secara mutawatir,
tersusun rapi dari surat al-Fatihah dan diakhiri surat An-Nas, ditulis dalam mushaf
dan dianggap ibadah bagi yang membacanya. Dari total ayat Al-Qur’an yang
mencapai 6360, ayat hukum menurut versi penghitungan Abdu al-Wahab Khallaf
yang dikutip Harun Nasution, hanya mencapai 368 ayat, atau kurang lebih 5,8%
dari total keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an.

Distribusi ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:

a. ibadah mahdhah, seperti shalat, puasa, zakat dan haji sebanyak 140 ayat.
b. Aspek kehidupan keluarga, seperti perkawinan, perceraian, mawarits dan
yang sebagainya sebanyak 70 ayat
c. Aspek perekonomian yang berkaitan dengan masalah perdagangan, sewa-
menyewa, kontrak dan hutang-piutang sebanyak 70 ayat.
d. Aspek kepidanaan yang berkaitan dengan norma-norma hukum tentang
pelanggaran kriminal sebanyak 30 ayat.
e. Aspek qadha yang berkaitan dengan persaksian dan sumpah dalam proses
pengadilan sebanyak 13 ayat.
f. Aspek politik dan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak-hak
warga negara dan hubungan pemerintah dengan warganya, sebanyak 10
ayat.
g. Hubungan sosial antara umat Islam dengan non-Islam dalam negara Islam,
serta hubungan negara Islam dengan negara nonIslam sebanyak 25 ayat.
h. Hubungan kaya-miskin, yakni peraturan-peraturan tentang pendistribusian
harta terhadap orang-orang miskin, serta perhatian negara mengenai hal
ini. Ayat-ayat yang mengatur persoalan ini berjumlah 10 ayat.

2. Rasul SAW (Sunnah)

Secara etimologis, Hadits mempunyai arti kabar, kejadian, sesuatu yang baru,
perkataan, hikayat dan cerita. Secara terminologis, hadits adalah sesuatu yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW, baik berupa perkataan, perbuatan dan
ketetapannya setelah beliau diangkat menjadi Nabi.
Selain hadits ada ulama menggunakan Sunnah sebagai sumber Islam. Pengertian
Sunnah lebih umum daripada pengertian Hadits. Secara etimologis Sunnah berarti
perjalanan hidup, jalan/cara, tabi’at, syari’ah, yang jamaknya adalah al-sunan.
Sedangkan secara terminologis, sunnah menurut ulama Hadits yaitu setiap sesuatu
yang bersumber dari Rasul SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan,
sifat kemakhlukan, akhlak atau perjalanan hidupnya, baik hal tersebut terjadi
ketika beliau belum menjadi Rasul seperti bersemedi digua Hira atau sesudah
menjadi Rasul.

Hadits merupakan sumber kedua bagi hukum Islam, dan hukum-hukum yang
dibawa oleh hadits ada tiga macam:

a. Sebagai penguat hukum yang dimuat dalam Al-Qur’an.


b. Sebagai penjelas (keterangan) terhadap hukum-hukum yang dibawa oleh
Al-Qur’an dengan macam-macamnya penjelasan, seperti pembatasan arti
yang umum, merincikan persoalanpersoalan pokok dan sebagainya.
c. Sebagai pembawa hukum baru yang tidak disinggung oleh AlQur’an
secara tersendiri.

Ahli Ushul membagi sunnah kedalam tiga macam, yaitu:

a. Sunnah qauliyah, yaitu ucapan Nabi yang didengar oleh sahabat beliau dan
disampaikannya kepada orang lain. Umpamanya sahabat menyampaikan
bahwa ia mendengar Nabi bersabda. “Siapa yang tidak shalat karena
tertidur atau karena ia lupa, hendaklah ia mengerjakan shalat itu ketika ia
telah ingat”.
b. Sunnah fi’liyah, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW yang dilihat atau diketahui oleh sahabat, kemudian disampaikannya
kepada orang lain dengan ucapannya. Umpamanya sahabat berkata.” Saya
melihat Nabi Muhammad SAW melakukan shalat sunat dua rakaat
sesudah shalat zuhur”
c. Sunnah taqririyah, yaitu perbuatan seorang sahabat atau ucapannya yang
dilakukan dihadapan atau sepengetahuan Nabi, tetapi tidak ditanggapi atau
dicegah oleh Nabi. Diamnya Nabi itu disampaikan oleh sahabat yang
menyaksikan kepada orang lain dengan ucapannya. Umpamanya sebuah
kisah disampaikan oleh sahabat yang mengetahuinya dengan ucapannya,
“Saya melihat seorang sahabat memakan daging dhab di dekat Nabi, Nabi
mengetahui tetapi Nabi tidak melarang perbuatan itu”.

Dari segi banyak sedikitnya orang yang meriwayatkan, hadits dibagi menjadi
tiga, yaitu:

a. Hadits Mutawatir yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak


perawi yang secara kebiasaan tidak mungkin merekabersepakat untuk
berdusta sejak tingkat awal sanad sampai akhir sanad
b. Hadits Masyhur yaitu hadits yang diriwayatkan oleh banyak sahabat, tetapi
tidak sebanyak orang yang meriwayatkan hadits mutawatir, kemudian
menyamai tingkatan mutawatir pada masamasa sahabat dan pada masa-
masa sesudahnya.
c. Hadits ‘Ahad yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu orang atau dua
orang atau lebih yang tidak terpenuhi syarat masyhur atau mutawatir.

Langkah-langkah Rasulullah memberikan penjelasan terhadap ajaran-ajaran Al-


Qur’an, baik melalui perkataan ataupun perbuatan visual, telah memperoleh
legalitas dari Al-Qur’an, bahkan dalam hal ini Tuhan menyuruh umat manusia
untuk mengikuti perintah serta anjuran-anjurannya. Hal ini terlihat pada ayat 59
surah an-Nisaa’ yang berbunyi:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya,
dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(Sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian,
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik” (Q.S.an-Nisa’/4:59).
C. Pengertian Fiqih Ibadah
bahasa “fiqih” berasal dari kata faqiha–yafqahu-fiqihan yang berarti mengerti
atau paham berarti juga paham yang mendalam. Dari sini di tariklah perkataan
fiqih, yang memberi pengertian kepahaman dalam hukum syariat yang sangat
dianjurkan oleh Allah dan rasulnya.
Jadi, fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah yang berhubungan
dengan segala amalliah mukallaf baik yang wajib, sunah, mubah, makruh atau
haram yang digali dari dalil dalil yang jelas atau (tafsili). Sedangkan ibadah ialah
segala sesuatu yang diridhoi dan disenangi oleh Allah SWT baik berupa perbuatan
perkataan, maupun bisika dalam hati.
Fiqih ibadah adalah ilmu yang menerangkan tentang dasar dasar hukum-
hukum syar‟i khususnya dalam ibadah khas seperti meliputi thaharah, shalat,
zakat, shaum, hajji, kurban, aqiqah dan sebagainya yang kesemuanya itu ditujukan
sebagai rasa bentuk ketundukan dan harapan untuk mencapai ridla Allah SWT.
Adapun cara kita menginplementasikan nya dalam kehidupan kita adalah
melaksankan nya Dengan baik dengan rasa ikhlas dan ridho kepada Allah SWT.
Berdasarkan pengertian fiqih dan ibadah diatas maka cangkupan fiqih ibadah
meluputi hukum syariat yang menyangkut seluruh aktivitas seorang hamba yang
dilakukan karena mengharap keridhoan Allah swt. Aktivitas tersebut tidak
terbatas hanya yang berkaitan dengan kegiatan yang menghubungkan seorang
hamba dengan Allah tuhannya, akan tetapi meliputi semua kegiatan yang
dilakukan seorang hamba dalam hubungan nya dalam sesama manusia, seperti
bergeraknya seorang hamba dalam rangka berikhtiar untuk menutupi kebutuhan
sehari hari dirinya dan anggota keluarganya.
Secara etimologi ibadah berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri dan
hina. Secara umum ibadah itu nama yang mencakup segala perbuatan yang
disukai dan diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan,
baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah
SWT dan mengharapkan pahalanya.
Fiqih ibadah sebagaimana dikemukakan Mushthafa Zarqa adalah mengetahui
ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan penghambaan seorang
mukallaf kepada Allah sebagai Tuhannya, sebagai hasil penelaahan yang
mendalam terhadap dalil-dalil tafsil yang terdapat dalam Al-Qur’an dan al-
Sunnah. Maksud dari penghambaan adalah rangkaian peribadatan yang harus
dilakukan setiap mukallaf dan dijalankan semata-mata untuk mengabdi kepada
Allah serta taat terhadap segala perintahNya.
Fiqih ibadah menurut Yusuf Musa mencakup lima peribadatan yaitu shalat,
zakat, puasa, ibadah haji dan jihad. Wahbah sependapat dengan Yusuf Musa
namun tidak memasukkan jihad dalam ibadah mahdhah namun memasukkan
nazar serta kafarah sumpah. Dengan adanya perkembangan zaman ruang lingkup
fiqh ibadah yang dikemukakan Wahbah cenderung lebih diterima. Ibadah shalat,
puasa dan haji mempunyai karakteristik yang sama, rasional atau tidak rangkaian
peribadatannya tidak dapat diubah dan akan terus begitu sampai umat Nabi
Muhammad ini berakhir. Sedangkan kafarah, sumpah dan nadzar,
implementasinya lebih berkaitan dengan dimensi kehidupan sosiologis, tapi
terlaksana atau tidaknya amat dipengaruhi oleh tingkat kesadaran teologis dari
orangorang mukallaf yang terkena kewajiban tersebut. Ketaatan terhadap
ketentuan hukum tidak boleh ditendensikan pada kepentingan kehidupan dunia.
Allah sebagai syari’ menetapkan ketentuan syari’ah bukan sebagai perangkat
kehidupan yang mengatur hubungan perekonomian anggota masyarakat dengan
prinsip saling menguntungkan. Namun semata sebagai sarana untuk mewujudkan
ketaatan mereka sebagai makhluk terhadap Allah sebagai khaliqnya.

Implementasi Fiqih Ibadah Dalam Islam sebagai berikut:

a. Mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum islam dalam mengatur


ketentuan dan tata cara menjalankan hubungan manusia dengan Allah Swt.
yang diatur dalam fiqih ibadah dan hubngan manusia dengan sesama yan
diatur dalam fiqih muammalah
b. Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum islam dengan benar
dalam melaksanakan ibadah kepada Allah Swt. dan ibadah sosial.
Pengalaman tersebut diharapkan dapat menumbuhkan ketaatan
menjalankan hukum islam disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi
dalam kehidupan pribadi maupun sosial.
BAB III
PENUTUP

Fiqih ibadah meluputi hukum syariat yang menyangkut seluruh


aktivitas seorang hamba yang dilakukan karena mengharap keridhoan
Allah swt. Aktivitas tersebut tidak terbatas hanya yang berkaitan dengan
kegiatan yang menghubungkan seorang hamba dengan Allah tuhannya,
akan tetapi meliputi semua kegiatan yang dilakukan seorang hamba dalam
hubungan nya dalam sesama manusia, seperti bergeraknya seorang hamba
dalam rangka berikhtiar untuk menutupi kebutuhan sehari hari dirinya dan
anggota keluarganya.
Fiqih ibadah adalah ilmu yang menerangkan tentang dasar dasar
hukum-hukum syar‟i khususnya dalam ibadah khas seperti meliputi
thaharah, shalat, zakat, shaum, hajji, kurban, aqiqah dan sebagainya yang
kesemuanya itu ditujukan sebagai rasa bentuk ketundukan dan harapan
untuk mencapai ridla Allah SWT. Adapun cara kita menginplementasikan
nya dalam kehidupan kita adalah melaksankan nya Dengan baik dengan
rasa ikhlas dan ridho kepada Allah SWT. Fiqih ibadah sebagaimana
dikemukakan Mushthafa Zarqa adalah mengetahui ketentuan-ketentuan
hukum yang berkaitan dengan penghambaan seorang mukallaf kepada
Allah sebagai Tuhannya, sebagai hasil penelaahan yang mendalam
terhadap dalil-dalil tafsil yang terdapat dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah
DAFTAR PUSTAKA

Abidin Zaenal. 2020.Fiqh Ibadah.yogyakarta:CV Budi Utama.


Yulita Fitria Ningsih dkk 2021. Fiqih. Bandung: Media Sains Indonesia.
Rasyid, Sulaiman 2016. Fiqh.Bandung:Sinar Baru Algensindo.
ndungps://sg.docworkspace.com/d/sIJCftqVZnoiZjwY

Anda mungkin juga menyukai