Kompre Catin 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN INDIVIDU

PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN PRAKONSEPSI


PADA Nn “R” USIA 23 TAHUN
DI PUSKESMAS GADING SURABAYA
Tanggal Praktik : 29 November – 17 Desember 2021

NYUSTIN ELSERA WAHYUNINGTIAS


P27824421073

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATANSURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ALIH JENIS KEBIDANAN
TAHUN 2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Kebidanan pada Prakonsepsi yang dilaksanakan sebagai


dokumentasi/laporan praktik Asuham Kebidanan Prakonsepsi yang telah dilaksanakan Di
Puskesmas Gading
Periode Praktik tanggal 29 November s.d 17 Desember 2021

Surabaya, 17 Desember 2021


Mahasiswa

Nyustin Elsera Wahyuningtias


P27824421073

Pembimbing Lahan Pembimbing Pendidikan Pembimbing Pendidikan

Maria Mandalena Budiarti , Titi Maharrani, SST., M.Keb Siti Alfiah, S.Kep.Ns., M.Kes
SST, Bd, M.Kes NIP 198503202006042003 NIP 19690501198032002
NIP 196502061987032016

Mengetahui,

Ka Prodi Sarjana Terapan Kebidanan

Dwi Purwanti, S.Kp.,SST.,M.Kes


NIP 196702061990032003

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena limpahan taufiq dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan individu yang berjudul “Praktik Asuhan
Kebidanan Prakonsepsi Pada Nn. R Usia 23 Tahun di Puskesmas Gading
Surabaya”. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas
Asuhan Kebidanan Prakonsepsi pada Pendidikan D4 Alih Jenjang Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Surabaya.
Dalam penyusunan laporan, penulis banyak mendapat bimbingan, petunjuk
dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. drg. Bambang Hadi Sugito, M.Kes., selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Surabaya, yang telah memberikan kesempatan menyusun laporan
ini.
2. Astuti Setiyani, S.ST., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Surabaya yang telah memberikan kesempatan menyusun laporan
ini.
3. Dwi Purwanti, S.Kp.,SST.,M.Kes, selaku Ketua Prodi Pendidikan D4
Kebidanan Sutomo Poltekkes Kemenkes Surabaya, yang telah memberikan
kesempatan menyusun laporan ini.
4. dr. Thoms Danantosa , selaku Kepala Puskesmas Gading sekaligus
pembimbing praktik lapangan yang telah memberi arahan, masukan dan
bimbingan dalam menyusun laporan ini.
5. Maria Mandalena Budiarti , SST, Bd, M.Kes, selaku Bidan Koordinator
Puskesmas Gading sekaligus pembimbing praktik lapangan yang telah
memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam menyusun laporan ini.
6. Titi Maharrani, SST., M.Keb, selaku pembimbing pendidikan 1 yang telah
memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam menyusun laporan ini.
7. Siti Alfiah, S.Kep.Ns., M.Kes, selaku pembimbing pendidikan 2 yang telah
memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam menyusun laporan ini

iii
8. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan dan penyusunan
laporan ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan praktik ini jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini. Semoga Allah SWT memberikan
balasan pahala atas segala amal baik yang telah diberikan. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Surabaya, Desember 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

COVER..............................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Tujuan Praktik...............................................................................................3
1.3 Lama Prakik..................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................4
2.1 Konsep Prakonsepsi......................................................................................4
2.2 Tinjauan Asuhan Kebidanan pada Prakonsepsi............................................18
BAB III TINJAUAN KASUS...........................................................................27
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................36
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................37
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................38
LAMPIRAN.......................................................................................................40

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Calon pengantin merupakan kelompok sasaran yang startegis dalam upaya
peningkatan kesehatan masa sebelum hamil. Menjelang pernikahan, banyak calon
pengantin yang tidak mempunyai cukup pengetahuan dan informasi tentang
kesehatan reproduksi dalam berkeluarga, sehingga setelah menikah kehamilan
sering tidak direncanakan dengan baik serta tidak di dukung oleh status kesehatan
yang optimal. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan dampak negatif seperti
adanya resiko penularan penyakit, komplikasi kehamilan, kecatatan bahkan
kematian ibu dan bayi. Pemberian komunikasi informasi dan edukasi tentang
kesehatan reproduksi kepada calon pengatin sangat diperlukan untuk memastikan
setiap calon pengantin mempunyai pengetahuan yang cukup dalam merencanakan
kehamilan dan mempersiapkan keluarga yang sehat (Kemenkes, 2018).
Kualitas kesehatan keluarga dapat ditentukan sejak sebelum pernikahan
melalui skrining kesehatan pranikah. Pre marital check up (pemeriksaan
kesehatan pra nikah) merupakan sebuah tindakan pencegahan yang wajib
dilakukan untuk mencegah terjadinya permasalahan kesehatan pada diri sendiri,
pasangan, maupun keturunan ke depannya. Pemeriksaan kesehatan pra nikah
merupakan serangkaian tes yang harus dilakukan pasangan sebelum menikah. Di
negara-negara lain, pemeriksaan kesehatan pra nikah sudah menjadi persyaratan
wajib bagi pasangan yang akan menikah. Hal ini dilakukankarena tidak semua
orang mempunyai riwayat kesehatan yang baik (Promkes Kemenkes, 2018).
Dalam rangka mendukung kebijakan oemerintah terkait Keluarga Berencana
serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-
undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, serta untuk membantu calon pengantin dalam mengambil
keputusan dan mewujudkan hak reproduksi secara bertanggungjawab, maka
diperlukan adanya pemeriksaan kesehatan dan penyuluhan kesehatan reproduksi
kepada calon pengantin. Sehingga seluruh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA)

1
dan Pimpinan Lembaga Keagamaan yang ada di Surabaya diharapkan dapat
menginstruksi calon pengantin untuk melakuakn pemeriksaan kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi standar pelayanan kesehatan masa
sebelum hamil pada puskesmas yang dibuktikan dengan adanya surat sehat dan
dengan mengikuti penyuluhan kesehaan reporduksi di lembaga keagamaan yang
berada di wilayah Kota Surabaya (Instruksi Wali Kota Suarabaya, 2017).
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan genetik, penyakit
menular dan infeksi melalui darah. Pemeriksaan kesehatan pra nikah bertujuan
untuk mencegah agar penyakit tersebut tidak menurun pada keturunannya di
kemudian hari sehingga hidup sehat bersama keluarga bisa tercapai (Promkes
Kemenkes, 2018).
Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) telah bekerjasama dengan
Kantor Urusan Agama (KUA) dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di
tiap Kecamatan, sehingga sudah dapat melaksanakan kursus pranikah bagi calon
pengantin selama 1-7 hari sebelum melakukan pernikahan. Materi pemberian
kursus pranikah antara lain program kesehatan reproduksi tentang upaya menjaga
kesehatan ibu hamil melahirkan, pentingnya program keluarga berencana (KB),
hukum syariah tentang perkawinan dalam islam, seperti menyucikan hadas besar
dan kecil serta manajemen keuangan. Calon pengantin perlu dibekali pengetahuan
yang cukup tentang kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi sehingga calon
pengantin siap menjadi seorang ibu dan seorang ayah (Hidayat, 2016).
Dasar hukum kesehatan reproduksi berasal dari pemenuhan hak reproduksi
Menurut International Conference for Population and Development (1994), siklus
hidup dalam pemenuhan kesehatan reproduksi termasuk pemberdayaan
perempuan dan kesetaraan gender. Terintegrasinya program komponen kesehatan
reproduksi melalui Pembekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dan
Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) kesehatan Reproduksi (Mulinda, 2017).
Menurut data Kemenkes RI (2018) menyatakan keputusan tentang kesehatan
reproduksi dan seksual bagi calon pengantin. Perwujudan generasi tersebut
dimulai dari menyiapkan calon pengantin (Catin) yang memiliki status tingkat
kesehatan yang baik terutama calon pengantin perempuan yang kelak akan hamil

2
dan melahirkan anak-anak bangsa dengan tingkat kecerdasan yang luar biasa
(BKKBN, 2018).
1.2 Tujuan Asuhan
1.1.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui tentang Asuhan Pranikah
1.1.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan usia yang tepat untuk menikah
2. Mengetahui pemeriksaan apa saja yang dilakukan kepada calon pengantin
sebelum menikah
3. Mengetahui asuhan apa saja yang diberikan kepada calon pengantin
1.3 Lama Asuhan
Praktik Asuhan Kebidanan pada Prakonsepsi yang dilakukan pada periode
praktik tanggal 29 November – 17 Desember 2021 di Puskesmas Gading
Surabaya.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Prakonsepsi


2.1.1 Definisi Pernikahan
Kata dasar dari pranikah ialah “nikah” yang merupakan ikatan (akad)
perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.
Imbuhan kata pra yang memiliki makna sebelum, sehingga arti dari pranikah
adalah sebelum menikah atau sebelum adanyanya ikatan perkawinan (lahir batin)
antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri (Setiawan, 2017).
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan batas usia 19 tahun untuk laki-
laki dan 16 tahun untuk perempuan. Akan tetapi, berdasarkan UU No. 35 tahun
2014 tentang perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,
usia kurang dari 18 tahun masih tergolong anak-anak. Oleh karena itu, BKKBN
memberikan batasan usia pernikahan 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun
untuk pria. Selain itu, umur ideal yang matang secara biologis dan psikologis
adalah 20-25 tahun bagi wanita dan umur 25-30 tahun bagi pria (BKKBN, 2017).
Sedangkan, pasangan yang akan melangsungkan pernikahan/akad perkawinan
disebut calon pengantin (Setiawan, 2017)
2.1.2 Definisi Pranikah
Skrining Pranikah merupakan bagian dari asuhan kebidanan pranikah.
Skrining Pranikah dapat di ibaratkan seperti paspor yang digunakan dalam
melakukan perjalanan jauh namun kali ini terjadi pada kehamilan, dimana janin
yang melakukan perjalanan jauh itu masih mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan yang memerlukan perjalanan panjang sejak dari pembuahan
hingga pembentukan organ, Skrining Pranikah dapat digunakan untuk
memaksimalkan proses pertumbuhan dan perkembangan tersebut agar setiap
pembentukan organ menjadi sempurna dan janin memiliki tingkat intelegensi

4
yang baik, juga melakukan pencegahan terhadap hal-hal yang dapat menganggu
proses pertumbuhan dan perkembangan janin pada fase tersebut (Macdonald &
Julia, 2011).
2.1.3 Tujuan Asuhan Pranikah
Menurut Kemenkes (2014), penyelenggaraan pelayanan kesehatan
masa sebelum hamil (prakonsepsi) atau pranikah bertujuan untuk:
a. Menjamin kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan
berkualitas.
b. Mengurangi angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.
c. Menjamin tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak reproduksi.
d. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu
dan bayi baru lahir yang bermutu, aman, dan bermanfaat sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.1.4 Persiapan Pernikahan
Dalam Pelatihan Peer Konselor Kota Depok (2011) dan Kemenkes (2015),
persiapan pernikahan meliputi kesiapan fisik, kesiapan mental/psikologis dan
kesiapan sosial ekonomi.
a. Kesiapan Fisik
Secara umum, seorang individu dikatakan siap secara fisik apabila telah
selesai fase pertumbuhan tubuh yaitu sekitar usia 20 tahun. Persiapan fisik
 pranikah meliputi pemeriksaan status kesehatan, status gizi, dan laboratorium
(darah rutin dan yang dianjurkan).
b. Kesiapan Mental/Psikologis
Dalam sebuah pernikahan, individu diharapkan suda merasa siap untuk
mempunyai anak dan siap menjadi orang tua termasuk mengasuh dan
mendidik anak.

c. Kesiapan Sosial Ekonomi

5
Dalam menjalankan sebuah keluarga, anak yang dilahirkan tidak hanya
membutuhkan kasih sayang orang tua namun juga sarana yang baik untuk
membuatnya tumbuh dan berkembang dengan baik. Status sosial ekonomi
 juga dapat mempengaruhi status gizi calon ibu, seperti status sosial ekonomi
yang kurang dapat meningkatkan risiko terjadi KEK dan anemia.
2.1.5 Pelayanan Kesehatan Pranikah
Pelayanan kesehatan sebelum hamil di Indonesia telah diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK No. 97 tahun 2014) dan telah tertulis dalam
buku saku kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin maupun
bagi penyuluhnya yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI. Pemerintah baik
daerah provinsi maupun kabupaten/kota telah menjamin ketersediaan sumber daya
kesehatan, sarana, prasarana, dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebelum
hamil sesuai standar yang telah ditentukan.
Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil dilakukan untuk
mempersiapkan perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang sehat
dan selamat serta memperoleh bayi yang sehat. Pelayanan kesehatan masa
sebelum hami sebagaimana yang dimaksud dilakukan pada remaja, calon
pengantin, dan pasangan usia subur (PMK No. 97 tahun 2014). Menurut
Kemernkes (2015) dan PMK No. 97 tahun 2014, kegiatan pelayanan kesehatan
masa sebelum hamil atau persiapan pranikah sebagaimana yang dimaksud
meliputi:
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan minimal meliputi pemeriksaan tanda vital
(tekanan darah, suhu, nadi, dan laju nafas) dan pemeriksaan status gizi
(menanggulangi masalah kurang energi kronis (KEK) dan pemeriksaan status
anemia). Penilaian status gizi seseorang dapat ditentukan dengan menghitung
Indeks Masa Tubuh (IMT) berdasarkan PMK RI Nomor 41 Tahun 2014
tentang Pedoman Gizi Seimbang, sebagai berikut:

BB (kg)
IMT =
¿¿
Keterangan :

6
BB = Berat Badan (kg)
TB = Tinggi Badan (m)

Dari hasil perhitungan tersebut dapat diklasifikasikan status gizi sebagai


berikut:
Tabel 1.1 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 -27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Sumber : Depkes, 2011; Supariasa, dkk, 2014
Jika seseorang termasuk kategori :
1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan
berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.
2. IMT 17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan
berat badan tingkat ringan atau KEK ringan (Depkes, 2011).
Menurut Supariasa, dkk (2014), pengukuran LILA pada kelompok Wanita
Usia Subur (usia 15  –  45 tahun) adalah salah satu deteksi dini yang mudah
untuk mengetahui kelompok berisiko Kekurangan Energi Kronis (KEK).
Ambang batas LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm.
Apabila LLA < 23,5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya wanita
tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi
lahir rendah (BBLR), BBLR mempunyai risiko kematian, gizi kurang,
gangguan pertumbuhan, dan perkembangan anak (Supariasa, dkk, 2014).
b. Pemeriksaan Penunjang
Pelayanan kesehatan yang dilakukan berdasarkan indikasi medis, terdiri
atas pemeriksaan darah rutin, darah yang dianjurkan, dan pemeriksaan
urin yang diuraikan sebagai berikut (Kemenkes, 2015):
1. Pemeriksaan darah rutin

7
Meliputi pemeriksaan hemoglobin dan golongan darah. Pemeriksaan
hemoglobin untuk mengetahaui status anemia seseorang. Anemia
didefinisikan sebagai berkurangnya satu atau lebih parameter sel darah
merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah.
Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g%
pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO
yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar
hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita.
Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada penderita dengan
keganasan. Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia selalu
merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya (Oehadian,
2012). Anemia defisiensi zat besi dan asam folat merupakan salah satu
masalah masalah kesehatan gizi utama di Asia Tenggara, termasuk di
Indonesia (Ringoringo, 2009). Saat ini program nasional menganjurkan
kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis
anemia (Fatimah, 2011).
2. Pemeriksaan darah yang dianjurkan
Meliputi gula darah sewaktu, skrining thalassemia, malaria (daerah
endemis), hepatitis B, hepatitis C, TORCH (Toxoplasma, rubella,
ciromegalovirus, dan herpes simpleks), IMS (sifilis), dan HIV, serta
pemeriksaan lainnya sesuai dengan indikasi.
a) Pemeriksaan gula darah
Kadar gula darah yang tinggi atau penyakit diabetes dapat
mempengaruhi fungsi seksual, mesnstruasi tidak teratur (diabetes tipe
1), meningkatkan risiko mengalami  Polycystic ovarian syndrome
(PCOS) pada diabetes tipe 2, inkontensia urine, neuropati, gangguan
vaskuler, dan keluhan psikologis yang berpengaruh dalam patogenesis
terjadinya penurunan libido, sulit terangsang, penurunan lubrikasi
vagina, disfungsi orgasme, dan dyspareunia. Selain itu diabetes juga
berkaitan erat dengan komplikasi selama kehamilan seperti
meningkatnya kebutuhan seksio sesarea, meningkatnya risiko

8
ketonemia, preeklampsia, dan infeksi traktus urinaria, serta
meningkatnya gangguan perinatal (makrosomia, hipoglikemia,
neonatus, dan ikterus neonatorum) (Kurniawan, 2016).

b) Pemeriksaan hepatitis
Penyakit yang menyerang organ hati dan disebabkan oleh virus
hepatitis B, ditandai dengan peradangan hati akut atau menahin yang
dapat berkembang menjadi sirosis hepatis (pengerasan hati) atau
kanker hati. Gejala hepatitis B adalah terlihat kuning pada bagian
putih mata dan pada kulit, mual, muntah, kehilangan nafsu makan,
penurunan berat badan, dan demam. Dampak hepatitis B pada
kehamilan dapat menyebabkan terjadinya abortus, premature, dan
IUFD. Dapat dicegah dengan melaksukan vaksinasi dan menghindari
hal-hal yang menularkan hepatitis B (Kemenkes, 2017). Cara
penularan hepatitis B melalui darah atau cairan tubuh yang terinfeksi,
hubungan seksual dengan penderita hepatitis B, penggunaan jarum
sutik bersama, dan proses penularan dapat ditularkan dari ibu hamil
penderita hepatitis B ke janinnya.
c) Pemeriksaan TORCH
Suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi toxoplasma gondii,
rubella, cytomegalovirus (CMV),  dan herpes simplex virus II
(HSV II). Dapat ditularkan melalui:
1) Konsumsi makanan dan sayuran yang tidak terlalu bersih dan
tidak dimasak dengan sempurna atau setengah matang
2) Penularan dari ibu ke janin
3) Kotoran yang terinfeksi virus TORCH (kucing, anjing, kelelawar,
burung)
Dampak TORCH bagi kesehatan dapat menimbulkan masalah
kesuburan baik wanita maupun laki-laki sehingga menyebabkan
sulit terjadinya kehamilan, kecacatan janin, dan risiko keguguran,

9
kecacatan pada janin seperti kelainan pada syaraf, mata, otak, paru,
telinga, dan terganggunya fungsi motoric.
4) Pemeriksaan IMS (Infeksi Menular Seksual)
Penyakit infeksi yang dapt ditularkan melalui hubungan seksual.
Penyakit yang tergolong dalam IMS seperti sifilis,gonorea,
klamidia, kondiloma akuminata, herpes genitalis, HIV, dan
hepatitis B, dan lain-lain.
Gejala umum infeksi menular seksual (IMS) pada perempuan:
1) Keputihan dengan jumlah yang banyak, berbau, berwarna, dan
gatal
2) Gatal di sekitar vagina dan anus
3) Adanya benjolan, bintil, kulit, atau jerawat di sekitar vagina
atau anus
4) Nyeri di bagian bawah perut yang kambuhan, tetapi tidak
berhubungan dengan menstruasi
5) Keluar darah setelah berhubungan seksual
6) Demam
Gejala umum infeksi menular seksual pada laki-laki:
1) Kencing bernanah, sakit, perih atau panas pada saat kencing
2) Adanya bintil atau kulit luka atau koreng sekitar penis dan
selangkangan paha
3) Pembengkakan dan sakit di buah zakar
4) Gatal di sekitar alat kelamin
5) Demam
Dampak infeksi menular seksual yaitu kondisi kesehatan menutun,
mudah tertular HIV/AIDS. Mandul, keguguran, hamil di luar
kandungan, cacar bawaan janin, kelainan penglihatan, kelainan
syaraf, kanker serviks, dan kanker organ seksual lainnya.
d) Pemeriksaan HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang
menyerang dan melemahkan sistem pertahanan tubuh untuk melawan

10
infeksi sehingga tubuh mudah tertular berbagai penyakit. AIDS
(Acquire Immuno Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala
dan tanda penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh HIV. Seseorang yang menderita HIV, tiak langsung
menjadi AIDS dalam kurun waktu 5  –  10 tahun. Penularan HIV di
dapatkan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya (cairan sperma,
cairan vagina, dan air susu ibu). Cara penularan HIV melalui:
1) Hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
2) Penggunaaan jarum suntik bersama-sama dengan orang yang sudah
terinfeksi HIV (alat suntik, alat tindik, dan alat tato).
3) Ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dikandungnya. Penularan
dapat terjadi selama kehamilan, saat melahirkan, dan saat
menyusui.
4) Transfusi darah atau produk darah lainnya yang terkontaminasi
HIV.
Semua orang bisa berisiko tertular HIV, tetapi risiko tinggi terdapat
pada pekerja seksual, pelanggan seksual, homoseksual (sesame jenis
kelamin), dan penggunaan narkoba suntik. Cara pencegahan
penularan HIV – AIDS dapat dilakukan dengan ABCDE yaitu:
1) Abstinence (tidak berhubungan seksual)
2)  Be faithful (saling setia, tidak berganti pasangan)
3) Use Condom (menggunakan kondom jika memiliki perilaku
seksual berisiko)
4)  No Drugs (tidak menggunakan obat-obat terlarang, seperti
narkotika, zat adiktif, tidak berbagi jarum (suntik, tindik, tato)
dengan siapapun.
5)  Education (membekali informasi yang benar tentang HIV/AIDS)
3. Pemeriksaan urin rutin
Urinalissis atau tes urin rutin digunakan untuk mengetahui fungsi
ginjal dan mengetahui adanya infeksi pada ginjal atau saluran kemih.
4. Pemeriksaan Imunisasi

11
Pemberian imunisasi dilakukan dalam upaya pencegahan dan
perlindungan terhadap penyakit tetanus, sehingga akan memiliki
kekebalan seumur hidup untuk melindungi ibu dan bayi terhadap
penyakit tetanus. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT)
dilakukan untuk mencapai status T5 hasil pemberian imunisasi
dasar dan lanjutan. Status T5 sebagaimana dimaksud ditujukkan agar
wanita usia subur memiliki kekebalan penuh. Dalam hal status
imunisasi belum mencapai status T5 saat pemberian imunisasi dasar
dan lanjutan, maka pemberian imunisasi tetanus toxoid dapat
dilakukan saat yang bersangkutan menjadi calon pengantin.
Tabel 1.2 Perlindungan Status Imunisasi TT
Sta Interval Lama Perlindungan
tus Pemberian
TT
TT Langkah awal pembentukan
I kekebalan tubuh terhadap
penyakit Tetanus
TT 4 Minggu 3 Tahun
II setelah TT I
TT 6 Bulan 5 Tahun
III setelah TT II
TT 1 Tahun 10 Tahun
IV setelah TT III
TT 1 Tahun >25 Tahun*)
V setelah TT IV
Sumber: Kemenkes, 2017
*) Yang dimaksud dengan masa perlindungan >25 tahun adalah apabila
telah mendapatkan imunisasi TT lengkap mulai TT 1 - TT 5.
5. Suplemen Gizi
Peningkatan status gizi calon pengantin terutama perempuan melalui
penanggulangan KEK (Kekurangan Energi Kronis) dan anemia gizi

12
besi, serta defisiensi asam folat. Dilaksanakan dalam bentuk
pemberian edukasi gizi seimbang dan tablet tambah darah.
6. Konseling/Komsultasi Kesehatan Pranikah
Konseling pranikah dikenal dengan sebutan pendidikan pranikah,
konseling edukatif pranikah, terapi pranikah, maupun program
persiapan pernikahan. Konseling pranikah merupakan suatu proses
konseling yang diberikan kepada calon pasangan untuk mengenal,
memahami dan menerima agar mereka siap secara lahir dan batin
sebelum memutuskan untuk menempuh suatu perkawinan
(Triningtyas, dkk, 2017).
Bimbingan konseling pra nikah merupakan kegiatan yang
diselenggarakan kepada pihak-pihak yang belum menikah,
sehubungan dengan rencana pernikahannya. Pihak-pihak tersebut datang
ke konselor untuk membuat keputusannya agar lebih mantap dan dapat
melakukan penyesuaian di kemudian hari secara baik (Latipun, 2010).
Konseling pernikahan atau yang biasa disebut marriage counseling)
merupakan upaya membantu pasangan calon pengantin. Konselig
pernikahan ini dilakukan oleh konselor yang professional. Tujuannya
agar mereka dapat berkembang dan mampu memecahkan masalah yang
dihadapinya melalui cara-cara yang saling menghargai, toleransi, dan
komunikasi, agar dapat tercapai motivasi berkeluarga, perkembangan,
kemandirian, dan kesejahteraan seluruh anggota keluarganya (Willis, 2009).
Konseling pernikahan juga disebut dengan terapi untuk pasangan yang akan
menikah. Terapi tersebut digunakan untuk membantu pasangan agar saling
memahami, dapat memecahkan masalah dan konflik secara sehat, saling
menghargai perbedaan, dan dapat meningkatkan komunikasi yang baik
(Kertamuda, 2009).Bimbingan konseling pra nikah mempunyai objek yaitu
calon pasangan suami istri dan anggota keluarga calon suami istri. Calon
suami istri atau lebih tepatnya pasangan laki-laki dan perempuan yang
dalam perkembangan hidupnya baik secara fisik maupun psikis sudah siap
dan sepakat untuk menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius

13
(pernikahan). Anggota keluarga calon suami istri yaitu individu-individu
yang mempunyai hubungan keluarga dekat, baik dari pihak suami maupun
istri (Zulaekha, 2013).
Menurut Kemenkes (2015), informasi pranikah yang dibutuhkan sebelum
memasuki jenjang pernikahan meliputi:
1. Kesehatan reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental,
dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi.
Catin perlu mengetahui mengetahui informasi kesehatan reproduksi
untuk menjalankan proses fungsi perilaku reproduksi yang sehat dan
aman.
Catin perempuan akan menjadi calon ibu yang harus mempersiapkan
kehamilannya agar dapat melahirkan anak yang sehat dan berkualitas.
Catin laki-laki akan menjadi calon ayah yang harus memiliki
kesehatan yang baik dan berpartisipasi dalam perencanaan keluarga,
seperti menggunakan alat kontrasepsi serta mendukung kehamilan dan
persalinan yang aman. Laki-laki dan perempuan mempunyai risiko
masalah kesehatan reproduksi terhadap penularan penyakit. Perempuan
lebih rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi yang terjadi pada
saat berhubungan seksual,hamil, melahirkan, nifas, keguguran, dan
pemakaian alat kontrasepsi, karena struktur alat reproduksinya lebih
rentan secara sosial maupun fisik terhadap penularan infeksi menular
seksual. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang
sama untuk menjaga kesehatan reproduksi.
2. Hak dan kesehatan reproduksi seksual
Hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap laki-laki dan perempuan
yang berkaitan dengan kehidupan reproduksinya. Hak inii menjamin
setiap pasangan dan individu untuk memutuskan secara bebas dan
bertanggung jawab mengenai jumlah, jarak, dan waktu memiliki anak
serta untuk memperoleh informasi kesehatan reproduksi. Informasi yang

14
perlu diketahui natra lain:
a) Kesehatan reproduksi, permasalahan, dan cara mengatasinya.
b) Penyakit menular seksual, agar perempuan dan laki-laki terlindung
dari infeksi meular seksual (IMS), HIV  – AIDS, dan infeksi saluran
reproduksi (ISR), serta memahamicara penularannya, upaya
pencegahan, dan pengobatan.
c) Pelayanan Keluarga Berencana (KB) yang aman, efektif, terjangkau,
dapat diterima, sesuai dengan pilihan, dan tanpa paksaan serta
mengetahui dan memahami efek samping dan komplikasi dari masing-
masinng alat dan obat kontrasepsi.
d) Catin laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan reproduksi yang dibutuhkan. Catin perempuan berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan agar
sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan, persalinan, nifas, serta
memperoleh bayi yang sehat.
e) Hubungan suami istri harus didasari rasa cinta dan kasih sayang,
saling menghargai dan menghormati pasangangan, serta dilakukan
dalam kondisi dan waktu yang diinginkan bersama tanpa unsur
pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.
Perilaku yang harus dihindari dalam aktivitas seksual antara lain :
a) Melakukan hubungan seksual saat menstruasi dan nifas
b) Melakukan hubungan seksual saat dubur dan mulut beresiko dalam
penularan penyakit dan merusak organ reproduksi
3. Kesetaraan gender dalam kesehatan reproduksi
Gender adalah pembagian dalam peran kedudukan dan tugas
antara laki- laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat
berdasarkan sifat laki-laki dan perempuan yang dianggap pantas
sesuai norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan
masyarakat. Kesetaraan gender adalah suatu dan kondisi (kualitas
hidup) adalah sama, laki-laki dan perempuan bebas
mengembangkan kemampuan personil mereka dan membuat

15
pilihan- pilihan tanpa dibatasi oleh stereotip, peran gender yang
kaku. Penerapan kesetaraan gender dalam pernikahan:
a) Pernikahan yang ideal dapat terjadi ketika perempuan dan laki-laki
dapat saling menghormati dan menghargai satu sama lain, misalnya:
Dalam mengambil keputusan dalam rumah tangga dilakukan secara
bersama dan tidak memaksakan ego masing-masing.
1) Suami-istri saling membantu dalam pekerjaan rumah tangga,
pengasuhan, dan pendidikan anak.
2) Kehamilan merupakan tanggung jawab bersama laki-laki dan
perempuan.
3) Laki-laki mendukung terlaksananya pemberian ASI eksklusif
b) Parnikahan yang bahagia harus terbebas dari hal-hal dibawah ini:
1) Kekerasan secara fisik (memukul, menampar, menjambak
rambut, menyudut dengan rokok, melukai, dan lain-lain)
2) Kekerasan secara psikis (selingkuh, menghina, komentar-
komentar yang merendahkan, membentak, mengancam, dan
lain- lain)
3) Kekerasan seksual
4) Penelantaran rumah tangga
4. Cara merawat organ reproduksi
Untuk menjaga kesehatan dan fungsi organ reproduksi perlu
dilakukan perawatan baik pada laki-laki dan perempuan, antara lain:
a) Pakaian dalam diganti minimal 2x sehari
b) Menggunakan pakaian dalam yang menyerap keringat dan
cairan.
c) Bersihkan organ kelamin sampai bersih dan kering.
d) Menggunakan celana yang tidak ketat
e) Membersihkan organ kelamin setelah BAK dan BAB.
Cara merawat organ reproduksi perempuan antara lain:
a) Bersihkan organ kelamin dari depan ke belakang dengan
menggunakan air bersih dan dikeringkan.

16
b) Sebaiknya tidak menggunakan cairan pembilas vagina karena dapat
membunuh bakteri baik dalam vagina dan memicu tumbuhnya
jamur.
c) Pilihlah pembalut berkualitas yang lembut dan mempunyai daya
serap tinggi. Jangan memakai pembalut dalam waktu lama. Saat
menstruasi, ganti pembalut sesering mungkin.
d) Jika sering keputihan, berbau, berwarna, dan terasa gatal, serta
keluhan organ reproduksi lainnya segera memeriksakan diri ke
petugas kesehatan.
Cara merawat organ reproduksi laki-laki antara lain :
a) Menjaga kebersihan organ kelamin
b) Dianjurkan sunat untuk menjaga kebersihan kulup kulit luar
yang menutup penis.
Jika ada keluhan pada organ kelamin dan daerah sekitar
kelamin segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan.
5. Periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
Periode 1000 HPK begitu penting sehingga ada yang menyebutnya
sebagai periode emas, periode sensitif, dan Bank Dunia menyebutnya
sebagai "Window of Opportunity". Maknanya, kesempatan (opportunity)
dan "sasaran" untuk meningkatkan mutu SDM generasi masa datang,
ternyata serba sempit (window) yaitu ibu prahamil (remaja perempuan)
dan hamil sampai anak 0-2 tahun, serta waktunya pendek yaitu hanya
1000 hari sejak hari pertama kehamilan.
Status gizi dan kesehatan ibu pada masa pra-hamil, saat
kehamilannya dan saat menyusui merupakan periode yang sangat kritis.
Periode seribu hari, yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari
pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya, merupakan periode
sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan
bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Dampak tersebut tidak
hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental
dan kecerdasannya, yang pada usia dewasa terlihat dari ukuran fisik yang

17
tidak optimal serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat
pada rendahnya produktivitas ekonomi. (Depkes, 2013)
Intervensi pada program 1000 HPK antara lain, adalah
a. Program spesifik
1. Ibu hamil
a) Perlindungan terhadap kekurangan zat besi, asam folat, dan
kekurangan energi dan protein kronis.
b) Perlindungan terhadap kurang iodium
c) Perlindungan ibu hamil terhadap Malaria
2. Anak usia 0-23 bulan
a) ASI Eksklusif
b) Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).
c) Kecacingan.
b. Program sensitive
1. Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi
2. Ketahanan Pangan dan Gizi

18
2.1 Konsep Teori Asuhan Kebidanan Prakonsepsi
2.1.1 Data Subjektif
1) Biodata / Identitas
(1) Umur
a. Perempuan
Umur reproduksi sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun
(Prawirohardjo, dkk, 2010).
b. Laki-laki
Perkembangan organ reproduksi pria mencapai keadaan stabil
umur 20 tahun. Tingkat kesuburan akan bertambah sesuai dengan
pertambahan umur dan akan mencapai puncaknya pada umur 25
tahun. Setelah usia 25 tahun kesuburan pria mulai menurun
secara perlahan-lahan, dimana keadaan ini disebabkan karena perubahan
bentuk dan faal organ reproduksi (Khaidir, 2006).
(2) Alamat
Kondisi lingkungan tempat tinggal ikut memberikan
pengaruh terhadap kesehatan istri dan suami pada masa
prakonsepsi.
(3) Pekerjaan
Pekerjaan merupakan jembatan untuk memperoleh uang dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat
pelayanan kesehatan yang diinginkan. Pendapatan seseorang
berpengaruh terhadap kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan
hidup, salah satunya adalah kebutuhan nutrisi.
(4) Riwayat Menstruasi
a) Usia menarche: umumnya remaja wanita mengalami menarche usia 12-16
tahun.
b) Siklus menstruasi: siklus menstruasi merupakan waktu sejak hari pertama
menstruasi sampai datangnya menstruasi periode berikutnya. Siklus
menstruasi pada wanita normal berkisar antara 21-32 hari dan hanya 10-
15% yang memiliki siklus menstruasi 28 hari (Proverawati & Misaroh,

19
2009).
c) Lama menstruasi: normalnya menstruasi berlangsung 3-7 hari (Ramaiah,
2006), sedangkan menurut Proverawati & Misaroh (2009) lama mestruasi
berlangsung selama 3-5 hari dan ada juga yang 7-8 hari.
d) Keluhan saat haid: umumnya mengeluh nyeri haid/ dismenorea (Kusmiran,
2012)
(5) Riwayat Imunisasi
Skrining status imunisasi perlu dilakukan pada calon ibu terutama
imunisasi TT. Indonesia merupakan salah satu negara yang belum
dapat mengeliminasi tetanus 100% sehingga status imunisasi ibu/calon
ibu harus selalu diskrining (Kemenkes RI, 2012).
(6) Riwayat Konsepsi
Penggunaan kontrasepsi berhubungan dengan masa kembalinya kesuburan
pada perempuan. Organ reproduksi memerlukan waktu untuk pemulihan
setelah lepas/berhenti dari pemakaian kontrasepsi. Hal ini seperti diungkapkan
oleh Handayani, dkk (2010), bahwa lama kembalinya kesuburan dari wanita
pasca menggunakan KB suntik 3 bulan adalah 6 bulan dan yang paling lama
adalah 13 bulan.
(7) Riwayat Obstetri yang Lalu
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas terdahulu yang berkaitan
dengan morbiditas dan masalah-masalah lain adalah signifikan dan
perlu digali dengan cermat untuk menghasilkan riwayat yang akurat
sebelum memberikan nasihat tentang konsepsi.
(8) Riwayat Kesehatan Klien
Untuk mengetahui apakah klien menderita suatu penyakit kronis dan keluhan
yang dialami klien saat ini
(9) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit pada keluarga dapat menurun karena faktor genetik,
dan bisa menular kepada klien. Riwayat penyakit keluarga memegang
peran penting dalam mengkaji kondisi medis yang diwariskan dan
kelainan gen tunggal. Beberapa jenis kanker, penyakit arteri koroner,

20
diabetes melitus tipe 2, depresi, dan trombofilia merupakan penyakit
yang memiliki tendensi familial dan dapat berpengaruh pada kesehatan
reproduksi wanita dan laki-laki (Varney, 2007).
(10) Pola Kebiasaan Sehari-hari
a) Nutrisi
Widyakarya Nasional Pangan Gizi VI (WKNPG VI) menganjurkan
angka kecukupan gizi (AKG) energi untuk remaja dan dewasa muda
perempuan 2000-2200 kkal, sedangkan untuk laki-laki antara 2400-
2800 kkal setiap hari. Kekurangan nutrisi akan berdampak pada
penurunan fungsi reproduksi (Felicia, dkk, 2015).
b) Personal Hygine
Persomal hygiene yang buruk dapat menimbulkan infeksi pada organ
reproduksi (Kemenkes, 2015). Menggati pakaian dalam 2kali sehari, tidak
menggunakan pakaian dalam yang ketat dan berbahan non sintetik. Saat
menstruasi normalnya ganti pembalut maksimal 4 jam sekali atau sesering
mungkin (Kemenkes RI, 2015). Menggunakan air bersih saat mencuci vagina
dari arah depan ke belakang dan tidak perlu sering menggunakan sabun
khusus pembersih vagina ataupun obat semprot pewangi vagina (Fitriyah,
2014).
c) Istirahat
Ketidakseimbangan istirahat/tidur, misalnya kurang istirahat, dapat
menyebabkan tubuh mudah terserang penyakit. Tidur/istirahat pada
malam hari sangat baik dilakukan sekitar 7-8 jam dan istirahat siang
sekitar 2 jam.
d) Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar meliputi
frekuensi, jumlah konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi
frekuensi, warna dan jumlah (Anggraini, 2010).
e) Aktifitas
Apa saja aktivitas yang dilakukan ibu, kelelahan dapat mempengaruhi
sistem hormonal. Aktivitas fisik dapat memicu penurunan sirkulasi

21
hormone seksual (Idrissi, dkk, 2015).
f) Riwayat Ketergantungan
Seorang perokok pasif akan memiliki risiko yang sama dengan perokok
aktif. Hampir semua komplikasi pada plasenta dapat ditimbulkan oleh
rokok, seperti abortus, solusio plasenta, infusiensi plasenta, plasenta
previa dan BBLR.
Konsumsi jamu-jamuan yang belum jelas komposisinya dapat
membahayakan janin dan ibu. Satu hal yang menjadi perhatian medis
adalah kemungkinan mengendapnya material jamu pada air ketuban.
Air ketuban yang tercampur dengan residu jamu membuat air ketuban
menjadi keruh dan menyebabkan bayi hipoksia sehingga mengganggu
saluran napas janin (Purnawati, dkk, 2012).
Memiliki binatang peliharaan seperti kucing dapat menyebabkan
penyakit toxoplasmosis (Wijayanti, dkk, 2014).
g) Riwayat Alergi
Mengetahui riwayat alergi diperlukan pada catin untukmenentkan apakah
tubuh seseorang memiliki reaksi alergi terhadap zat tertentu.Tes ini meliputi
tes darah, tes kulit, atau eliminasi jenis makanan.
h) Riwayat Pernikahan
Mengetahui riwayat pernikahan dulu dan berapa lama usia pernikahan,
alasan berpisah. Tujuannya mengetahui jumlah pasangan sebelumnya
dan hubungan dengan pasangan sebelumnya yang dapat mempengaruhi
hubungannya dengan pasangan sekarang.
i) Riwayat Psikososial Budaya dan Spiritual
Kondisi psikologis individu yang perlu di kaji saat
premarital psychological screening antara lain : kepercayaan diri
kedua pihak sebelum membangun sebuah keluarga, kemandirian
masing-masing calon dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
misal bekerja atau kendaraan dan tempat tinggal pribadi, tidak lagi
selalu bergantung pada orang tua, kemampuan komunikasi antara
kedua belah pihak yang dapat membantu menyelesaikan persoalan

22
dalam rumah tangga serta penentuan pengambil keputusan dalam
keluarga, efek masa lalu yang belum terselesaikan harus dapat
dikomunikasikan secara terbuka antara kedua pihak. Selain itu
hubungan antara kedua pihak keluarga, seberapa jauh keluarga besar
dapat menerima atas pernikahan tersebut (Kemenkes, 2013).
2.1.2 Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
(1) Tanda-Tanda Vital
a) Tekanan Darah
Bertujuan untuk menilai adanya gangguan pada sistem kardiovaskuler.
Normalnya 120/80 mmHg.
b) Nadi
Pemeriksaan nadi disertai pemeriksaan jantung untuk mengetahui
pulsus defisit (denyut jantung yang tidak cukup kuat untuk
menimbulkan denyut nadi sehingga denyut jantung lebih tinggi dari
denyut nadi). Normal antara 80-110 x/menit.
c) Suhu
Digunakan untuk menilai keseimbangan suhu tubuh serta
membantu menentukan diagnosis penyakit. Normal antara
36,0°C – 37,0°C.
d) Respirasi
Bertujuan untuk menilai frekuensi pernapasan, irama, kedalaman,
dan tipe/pola pernapasan. Pernafasan normal antara 18-24 kali per
menit.
(2) Antropometri
a) Berat Badan
Apabila klien yang datang untuk mendapat konseling
prakonsepsi mengalami amenore dan berat badannya dibawah
normal, maka harus diindikasikan untuk meningkatkan asupan
kalori. Sebaliknya, apabila mengalami obesitas, harus dianjurkan
untuk mengurangi asupan kalori supaya berat badannya turun

23
sampai rentang normal pada saat konsepsi, karena obesitas dalam
masa kehamilan meningkatkan resiko preeklampsia dan gangguan
tromboembolisme.
b) Tinggi Badan
TB yang normal yaitu > 145cm. Pada calon ibu yang memiliki TB
<145cm (low high) akan meningkatkan resiko panggul sempit
(Laming, dkk, 2013).
c) LILA
Ukuran LILA normal yaitu > 23,5cm. Jika < 23,5 cm merupakan
indikator ibu kurang gizi sehingga beresiko untuk melahirkan
BBLR (Maryam, 2016).
d) IMT
Untuk mengetahui apakah obesitas atau tidak.
2) Pemeriksaan Fisik
(1) Wajah
Keadaan muka pucat merupakan salah satu tanda anemia (Mariana,
dkk, 2013). Sedangkan oedem pada muka bisa menunjukkan adanya
masalah serius jika muncul dan tidak hilang setelah beristirahat dan
diikuti dengan keluhan fisik yang lain (Prawirohadjo, 2010).
(2) Leher
Pembengkakan kelenjar getah bening merupakan tanda adanya infeksi pada
klien. Pembengkakan vena jugularis untuk mengetahui adanya kelainan
jantung dan kelenjar tyroid untuk mengetahui adanya penyakit graves dan
tirotoksikosis.
(3) Abdomen
Menilai ada tidaknya massa abnormal dan ada tidaknya nyeri tekan
(4) Genetalia
Tidak terdapat tanda-tanda IMS seperti bintil-bintil berisi cairan,
lecet, kutil seperti jengger ayam pada daerah vulva dan vagina. Tidak
terdapat tanda-tanda keputihan patologis

24
(5) Ekstermitas
Tidak ada odema, CRT < 2 detik, akral hangat, pergerakan bebas (Sugiarto,
dkk, 2017).
3) Pemeriksaan Penunjang
(1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Albumin
Untuk menyingkirkan proeinuria (mengidentifikasikan pielonefritis atau
penyakit ginjal kronis)
b) Reduksi Urin
Untuk menyingkirkan glikosuria (mengidentifikasikan DM)
c) Hemoglobin
Apabila kadar HB rendah, penyebabnya harus dipastikan dan diberikan
terapi yang tepat.
d) Golongan Darah dan Resus
e) HbsAg
f) HIV/AIDS
g) IMS (Sifilis)
2.1.3 Diagnosa
Nn. “X” usia...dengan pemeriksaan kesehatan untuk persiapan pernikahan.
2.1.4 Perencanaan
Intervensi dibuat sesuai dengan masalah yang ditemukan dalam
pengkajian, (Kemenkes RI, 2017) meliputi:
1. Jelaskan hasil pemeriksaan dengan bahasa yang mudah dimengerti
sangat penting bagi klien memahami kondisinya dan dapat mengambil
keputusan terkait dengan masalah yang dihadapi.
2. Berikan informed consent.
Rasional: sebagai pertanggungjawaban bahwa klien bersedia atau tidak
diberi asuhan dan pelayanan sesuai kondisinya.

25
 Lakukan deteksi dini masalah kesehatan jiwa, menggunakan kuesioner yang
dikembangkan oleh WHO yaitu Self Reporting Questionnaire (SRQ-20) ,
dan berikan edukasi terkait kestabilan emosional pada calon pengantin.
 Berikan KIE kesehatan reproduksi dan gizi seimbang untuk mempersiapkan
konsepsi. Rasional: pengetahuan dan pendidikan kesehatan reproduksi dan
gizi seimbang bertambah, mampu menerapkan pada dirinya sehingga
kesehatan semakin baik untuk mempersiapkan kehamilan.
 Berikan KIE mengenai kehamilan dan perencanaan kehamilan.
Rasional: agar klien dapat mempersiapkan kehamilan dengan baik sehingga
tidak terjadi komplikasi.
 Berikan KIE mengenai kondisi dan penyakit yang perlu diwaspadai oleh
calon pengantin. Rasional: pengetahuan dan pendidikan mengenai
penyakit yang perlu diwaspadai pada calon pengantin bertambah, sehingga
dapat menjaga kesehatan untuk mempersiapkan kehamilan.
 Berikan KIE mengenai kesuburan (masa subur).
Rasional: pengetahuan mengenai masa subur bertambah sehingga klien
dapat menentukan masa suburnya.
 Jelaskan mengenai kekerasan dalam rumah tangga.
Rasional: pengetahuan mengenai kekerasan dalam rumah tangga bertambah
sehingga diharapkan klien dapat terhindar dari kekerasan dalam rumah
tangga.
 Berikan pelayanan skrining imunisasi TT dan suntik TT bagi klien dengan
status TT belum lengkap.
 Berikan KIE tentang kesehatan reproduksi, persiapan kehamilan,
persalian, nifas dan menyusui serta meningkatkan pengetahuan pasangan
tentang kesehatan reproduksi dan prakonsepsi.
 Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah sebagai
deteksi dini penyakit menular/ keturunan.

26
Rasional: agar dapat diketahui ada atau tidak penyakit menular pada calon
pengantin sehingga dapat dicegah mengenai komplikasi yang mungkin
dapat terjadi.
 Berikan pengobatan atau terapi bagi calon pengantin sesuai indikasi yang
dibutuhkan.

2.1.5 Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011:6). Bidan melaksanakan rencana
asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman
berdasarkan evidence based kepada klien/pasien dalam bentuk upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara
mandiri, kolaborasi dan rujukan.
2.1.6 Evaluasi
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan
untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai
dengan perubahan perkembangan kondisi klien. Evaluasi atau penilaian
dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi
klien. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien
dan/atau keluarga. Hasil evaluasi harus ditindaklanjuti sesuai dengan
kondisi klien/pasien.
Menurut Kemenkes RI (2011:7), evaluasi ditulis dalam bentuk
catatan perkembangan SOAP, yaitu sebagai berikut:
S : data subjektif, mencatat hasil anamnesa.
O : data objektif, mencatat hasil pemeriksaan.
A : hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan.
P : penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan
yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera,
tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi
atau follow up dan rujukan.

27
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 9 Desember 2021
Pukul : 09.00 WIB
Tempat Pengkajian : Puskesmas Gading
3.1 Data Subjektif
1. Biodata
Nama : Nn. R
Umur : 5-7-1998 (23 Tahun)
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
No Hp : 0813943xxxxx
Alamat : Setro Baru
Rencana : Setro Baru
Domisili
2. Keluhan Utama :
Calon pegantin perempuan mengatakan tidak ada keluhan.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Calon pengantin wanita dalam keadaan sehat tidak sedang menderita
gejala yang mengarah pada penyakit menular seperti Hepatitis, TBC,
HIV/AIDS PMS, dan penyakit menurun seperti hipertensi, DM, Asma.
Serta tidak pernah menderita penyakit menahun seperti jantung, paru-
paru dan TORCH.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Calon pengantin wanita dalam keadaan sehat tidak sedang menderita
gejala yang mengarah pada penyakit menular seperti Hepatitis, TBC,
HIV/AIDS PMS, gondongan dan penyakit menurun seperti hipertensi,

28
DM, Asma. Serta tidak pernah menderita penyakit menahun seperti
jantung, paru-paru dan TORCH.
c. Riwayat Penyakit Obstetri dan Ginekologi
Calon pengantin wanita tidak pernah dan tidak sedang menderita
penyakit obstetri ginekologi seperti kista dan miom, kanker payudara.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Saat ini keluarga calon pengantin wanita dalam keadaan sehat, tidak
ada riwayat penyakit menular, menurun, dan menahun, serta tidak
keturunan kembar dan tidak ada riwayat cacat bawaan.
4. Riwayat Kebidanan
a. Riwayat Haid
Calon pengantin menarche usia 13tahun, siklus 28 hari, teratur, lama
5-6 hari, warna merah segar. Hari pertama dan kedua biasanya agak
bergumpal dan selanjutnya encer, pada hari ke 1-3 ganti pembalut 4-5
kali/hari dan hari ke 4-6 ganti pembalut 2-3 kali/hari. Calon pengantin
dismeorhea pada hari pertama dan kedua menstruasi. Tidak mengalami
perdarahan diluar siklus haid. Tidak pernah mengalami keputihan yang
berbau anyir, berwarna kehijauan dan gatal. HPHT : 18 November
2021.
b. Riwayat Pernikahan
Bagi kedua calon pengantin ini merupakan pernikahan pertama,
rencana menikah tanggal 24 Januari 2021.
c. Riwayat Kehamilan
Calon pengantin wanita dan pria sepakat untuk tidak menunda
kehamilan
d. Riwayat Imunisasi TT
Calon pengantin wanita imunisasi saat bayi sudah lengkap dan sudah
mendapatkan imunisasi TT saat SD. Imunisasi TT sudah TT5 pada
kelas 3 SD tahun 2007 sehingga antibodi perlindungan 25 tahun.
Dapat dilakukan TT ulang pada tahun 2032.

29
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Calon pengantin wanita bekerja sebagai pegawai perusahaan dan calon
pengantin pria bekerja sebagai pegawai perusahaan, calon pengantin pria
dan wanita tidak pernah terpapar panas di area organ reproduksi, baik di
pekerjaan maupun perilakunya.
6. Riwayat Seksual
Calon pengantin wanita tidak pernah melakukan hubungan seksual
pranikah atau perilaku seksual beresiko, tidak pernah melakukan
kekerasan seksual, tidak menderita IMS/HIV.
7. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Nutrisi
Calon pengantin wanita makan 3 kali sehari dengan porsi sedang, nasi,
lauk, sayur, dan buah. Minum air putih 7-8 gelas sehari. Tidak ada
pantangan atau alergi makanan.
b. Eliminasi
Calon Pengantin wanita BAB 1 kali sehari, konsistensi lunak, warna
kecoklatan. BAK 5-6 kali sehari, warna kuning jernih. Tidak ada
keluhan BAB dan BAK.
c. Istirahat
Calon pengantin wanita tidur malam ± 7-8 jam. Tidak ada keluhan
pola istirahat.
d. Aktivitas
Calon pengantin wanita berjualan online dirumah, melakukan aktifitas
rumah dan terkadang kalau sore mengantar barang dagangan.
e. Hygine
Calon pengantin wanita mandi 2x sehari, ganti celana dalam 2x/hari
dan apabila lembab. Calon penganti wanita tidak pernah menggunakan
sabun pembersih kewanitaan dan cebok dari depan ke belakang.
8. Riwayat Ketergantungan

30
Calon pengantin tidak pernah mengonsumsi obat-obat terlarang, minuman
keras, minuman bersoda, kopi, jamu dan rokok.
9. Riwayat Psikologi Budaya
Keluarga dari kedua calon pengantin merestui pernikahan. Calon
pengantin akan menikah tanpa adanya keterpaksaan dari pihak manapunn.
Sudah siap secara mental dan finansial untuk menikah. Calon pengantin
segera menginginkan keturunan setelah menikah. Tidak ada budaya atau
tradisi tertentu yang berpengaruh buruk bagi kehidupan sehari-hari
maupun persiapan pernikahan.
10. Riwayat Alergi
Calon pengantin tidak pernah mengalami riwayata alergi apapun.
3.2 Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda-anda Vital :

Tekanan Darah : 110/70 mmhg Nadi : 80 x/menit


Respirasi : 20 x/menit Suhu : 36,7 ⁰C
2. Pemeriksaan Antropometri

BB : 60 kg TB : 145 cm
IMT : 28,6 kg/m2 LILA : 28 cm
3. Pemeriksaan Fisik Calon Pengantin Wanita

a. Kepala : Bentuk normal, persebaran rambut merata, warna


hitam, bersih dan tidak ada benjolan abnormal.
b. Muka : Tidak pucat, kelopak mata tidak ada benjolan
abnormal, konjungtiva palpebrae merah muda,
sclera putih.
c. Mulut : Bibir tidak pucat, lembab tidak kering.
d. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan limfe

31
serta tidak ada pembendungan vena jugularis.
e. Telinga : Simetris, tidak ada serumen.
f. Dada : Simetris, tidak ada wheezing atau ronchi, suara
jantung normal, tidak ada penarikan intrakosta,
payudara simetris, puting menonjol, bersih.
g. Abdomen : Tidak ada bekas operasi, tidak ada benjolan
abnormal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesarah uterus.
h. Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
i. Ekstermitas : simetris, tidak ada varises dan tidak odema, tidak
ada cacat bawaan baik atas maupun bawah.
4. Pemeriksaan Penunjang
Golongan darah : tidak dilakukan
Hb : 13,6 gr/dl
Hematokrit : 42,6%
Leukosit : 9.600/ul
Eritrosit : 5,1*6/ul
Trombosit : 355.000/ul
MCV : 82,5
MCH : 26,7
MCHC : 32,3
RDW-SD : 42,9
RDW-CV : 13,8
HIV/AIDS : non reaktif
PITC : non reaktif
Thalasemia : MCV = 16,18 (> 13 normal)
Eritrosit
3.3 Analisa Data
Calon pengantin wanita sehat.

32
3.4 Penatalaksanaan
No Tanggal Penatalaksanaan Paraf
1 09/12/2021  Menjelaskan kepada klien tentang hasil pemeriksaan
bahwa klien dalam keadaan yang baik. Klien
mengerti bahwa sedang dalam keadaan yang baik
 Menjelaskan kepada klien mengenai skrining
pranikah, meliputi tahapan skrining, tujuan
dilakukan skrining serta manfaat skrining pranikah.
Klien mengerti tentang skrining pranikah dan setuju
untuk dilakukan skrining
 Memberikan KIE kepada calon pengantin mengenai
kesehatan reproduksi, persiapan kehamilan,
perencanaan keluarga risiko masalah kesehatan
reproduksi terhadap penularan penyakit, dan hak
reproduksi. Klien mengerti penjelasan yang
disampaikan
 Memberikan KIE kepada calon pengantin mengenai
persiapan fisik serta persiapan mental dengan adanya
perubahan peran remaja yang akan menjadi seorang
ibu
Klien mengerti penjelasan yang disampaikan.
 Mendiskusikan dengan calon pengantin mengenai
pentingnya persiapan kebutuhan gizi, meliputi:
- Konsumsi gizi seimbang, untuk mendapatkan
masukan gizi yang seimbang ke dalam tubuh catin
perlu mengonsumsi lima kelompok pangan yang
beraneka ragam setiap hari/setiap makan. Kelima
kelompok pangan tersebut adalah makanan pokok,
lauk pauk, sayuran, buah-buahan dan minuman.

33
Proporsinya dalam setiap kali makan dapat
digambarkan dalam “isi piringku”.
- Menjaga agar tubuh tetap sehat dengan
membiasakan minum air putih 8 gelas/hari
(ukuran gelas 230 mL) atau 2 liter/hari, karena
asupan cairan yang cukup dapat mencegah
sembelit dan mencegah terjadinya dehidrasi,
menghindari minum teh/kopi setelah makan
karena dapat menghambat penyerapan zat besi,
serta membatasi konsumsi garam, gula dan
lemak/minyak, terlalu banyak mengkonsumsi
garam dapat memicu terjadinya hipertensi,
mengkonsumsi gula dan lemak yang berlebih juga
dapat memicu terjadinya diabetes melitus dan
obesitas.
- Melakukan aktivitas fisik untuk memperlancar
metabolisme tubuh
Klien mengerti penjelasan yang diberikan dan bersedia
menerapkannya
 Melakukan kolaborasi dengan Psikolog Puskesmas
untuk persiapan psikis dan mental sebelum
pernikahan, meliputi:
- Menginformasikan tentang kesetaraan gender
dalam rumah tangga termasuk harus saling
menghormati dan menghargai dalam rumah
tangga
- Menginformasikan tentang kekerasan dalam
rumah tangga dan macam-macam kekerasan
rumah tangga seperti, kekerasan secara fisik
(memukul, menendang, menampar, menjambak
rambut, menyundut dengan rokok dan melukai),

34
kekerasan psikis (menghina, komentar
merendahkan, mengancam, melarang pasangan
mengunjungi saudara), kekerasan seksual
(memaksa dan menuntut hubungan seksual,
berhubungan seksual yang tidak aman),
penelantaran (tidak memberi nafkah, melarang
pasangan bekerja), dan eksploitasi
(memanfaatkan, memprdagangkan dan
memperbudak pasangan).
Klien mengerti penjelasan yang diberikan dan
bersedia menerapkannya
 Melakukan kolaborasi dengan tim 1000 HPK untuk
persiapan kehamilan
- Mengonsumsi tablet tambah darah (TTD) yang
mengandung zat besi dan asam folat seminggu
sekali
- Pengetahuan tentang fertilitas/kesuburan (masa
subur)
- Memberikan konseling tentang kehamilan dan
perencanaan kehamilan
Klien berencana untuk langsung hamil setelah
menikah dan sudah mempersiapkan kehamilannya
mulai dari sekarang
 Menganjurkan klien untuk membiasakan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS)
Klien mengerti tentang PHBS dan bersedia
menerapkannya saat sudah berumahtangga
 Menginformasikan tentang kesehatan reproduksi dan
menganjurkan klien untuk menjaga kesehatan organ
reproduksi
Klien mengerti pentingnya menjaga kesehatan

35
reproduksi dan bersedia menerapkannya
 Menginformasikan tentang kondisi kesehatan dan
penyakit yang perlu diwaspadai catin seperti anemia,
kekurangan gizi, hepatitis B, diabetes melitus,
malaria, TORCH, Thalasemia, Hemofilia, Infeksi
saluran reproduksi, Infeksi menular seksual, dan
HIV/AIDS
Klien mengerti tentang kondisi kesehatan dan
penyakit yang perlu diwaspadai

36
BAB 4
PEMBAHASAN

Setelah dilakukan asuhan kepada Nn. R umur 23 tahun dengan


prakonsepsi maka ada beberapa hal yang ingin penulis uraikan, antara lain:
1. Pengkajian
Pada kasus Nn. R umur 23 tahun dengan prakonsepsi didapatkan
data subyektif yaitu umur catin wanita 23 tahun, dan catin pria 25 tahun. Status
imunisasi TT lengkap dan data obyektif yaitu kesadaran composmentis,
tanda vital yaitu TD; 110/70 mmHg, N: 80 x/menit, R: 20 x/menit, S:
36,7’C.
Menurut Prawirohardjo, dkk, 2010. Umur reproduksi sehat dan
aman adalah umur 20–35 tahun. Skrining status imunisasi perlu dilakukan
pada calon ibu terutama imunisasi TT. Dari data yang ditemukan tidak ada
kesenjangan antara teori dan kasus.
2. Analisa
Pada analisa data di dapatkan diagnosa kebidanan yaitu Wanita Usia
Subur Nn. R usia 23 tahun dengan prakonsepsi. Hal tersebut sesuai dengan
teori bahwa pada analisa data, data yang dikumpulkan dari hasil
wawancara, observasi, pemeriksaan dan dokumentasi di interpretasikan
kedalam diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan. Diagnosa
kebidanan dapat disimpulkan WUS Nn. X umur …. tahun dengan
prakonsepsi.
3. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan asuhan kebidanan pada
prakonsepsi merupakan dari rencana tindakan yang menyeluruh.
Semua rencana sudah dilaksanakan dengan baik sesuai rencana dan
remaja mendapatkan perawatan yang baik. Sehingga tidak ada
kesenjangan pada pelaksanaan kasus ini.

37
BAB 5
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pengkajian pada Nn. R umur 23 tahun dengan
prakonsepsi. Penulis dapat mengambil kesimpulan :
1. Usia Nn “R” merupakan usia yang ideal untuk menikah
2. Pemeriksaan pra nikah yang dilakukan pada Nn “R” meliputi pemeriksaan
fisik, pemeriksaan lab (Hb, golongan darah, rhesus, PP Test, HbsAg, PITC
dan HIV/AIDS) dan tes SRQ-20
3. Asuhan yang diberikan kepada Nn “R” dan calon suaminya yaitu, memberikan
informasi pranikah seperti persiapan fisik, persiapan gizi, imunisasi TT,
kesehatan reproduksi, kesehatan jiwa, kesetaraan gender dalam rumah tangga
dan KDRT, penyakit-penyakit yang perlu diwaspadai, dan memberikan
konsultasi tentang kesuburan serta kehamilan serta informasi tentang PHBS.
3.1 Saran
1. Bagi bidan/tenaga kesehatan lain
Diharapkan dapat meningkatkan memberikan pelayanan kebidanan
dengan konseling, informasi dan edukasi (KIE) prakonsepsi kepada calon
pengantin wanita maupun pria.
2. Bagi Pasien
Diharapkan calon pengantin mempersiapkan sematang mungkin
pernikahannya, memegang teguh norma perkawinan dan mematangkan
diri secara bertanggung jawab yang akann dijalani sebagai suami istri,
dapat menjaga keseimbangan biologis, psikologis, spiritual sehingga
lancer menghadapi kehidupan sebagai suami istri.

38
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, R. dan P. Siswantara. 2018. Efektivitas Penyuluhan Kesehatan
Reproduksi Pada Calon Pengantin Di Puskesmas Pucang Sewu Surabaya.
Jurnal Biometrika dan Kependudukan. 1(7) : 29-38
Emma K. 2018. Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Kesehatan Reproduksi
denganKesiapan Menikah pada Calon Pengantin. Jurnal Universitas
“Aisyiyah Yogyakarta : Yogyakarta.
Evrianasari N dan Dwijayanti J. 2017. Pengaruh Buku Saku Kesehatan
Reproduksi Dan Seksual Bagi Catin Terhadap Pengetahuan Catin Tentang
Reproduksi Dan Seksual Di Kantor Urusan Agama (KUA) Tanjung
Karang Pusat Tahun 2017. Jurnal Kebidanan, Vol. 3 No. 4, Oktober
2017 :211-216.
Instruksi Walikota Surabaya, 2017, Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan dan
Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Calon Pengantin, Surabaya: Walikota
Surabaya
Kementrian Kesehatan RI. 2015. Kesehatan Reproduksi dan Seksual Bagi Calon
Pengantin. Jakarta : Kemenkes RI
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Buku Saku Penyuluhan Pernikahan Kesehatan
Reproduksi Calon Pengantin. Jakarta : Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Pedoman Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil. Jakarta : Kemenkes RI.
Kumalasari. 2012. Pendidikan Calon Pengantin. Jurnal Bimas Islam, Vol. 7 No. 2
Tahun 2012.
Lestari, W.T., E. Ulfiana, dan Suparmi. 2011. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi :
Berbasis Kompetensi. Jakarta : EGC
Mia Fatmawati. 2016. Pengetahuan dan Sikap Wanita Prakonsepsi Tentang Gizi
dan Kesehatan Reproduksi Sebelum dan Sesudah Suscatin di Kecamatan
Ujung Tanah Tahun 2016 (Skripsi). Makassar.

39
Pertiwi. 2018. Pernikahan Dini dan Dampaknya. Jurnal Yudisia 2018, 7(2): 354-
384.
Rahim, R., A.R Thaha, Citrakesumasari. 2013. Pengetahuan dan Sikap Wanita
Prakonsepsi Tentang Gizi dan Kesehatan Reproduksi Sebelum dan Setelah
Suscatin di Kecamatan Ujung Tanah. Jurnal MKMI. 1-15

40
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai