Makalah Tentang Kemiskinan Dan Ketahanan Pangan
Makalah Tentang Kemiskinan Dan Ketahanan Pangan
Makalah Tentang Kemiskinan Dan Ketahanan Pangan
Disusun oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt. atas limpahan rahmat, hidayah serta inayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tanpa suatu halangan yang berarti. Tidak
lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di
Indonesia ini adalah sebagai pemenuhan tugas yang diberikan demi tercapainya tujuan
pembelajaran yang telah direncanakan.
Tidak lupa ucapan terimakasih kami tujukan kepada pihak-pihak yang turut mendukung
terselesaikannya makalah ini,
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
terciptanya makalah yang lebih baik selanjutnya. Dan semoga dengan hadirnya makalah ini
dapat memberi manfaat bagi pembaca sekalian.
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul...................................................................................................... 1
Daftar Isi.............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian kemiskinan………………………….....................................…….7
B. Konsep Kemiskinan……………………………………….………..…..…….7
C. Indikator-indikator Kemiskinan………………………………………………8
E. Penyebab Kemiskinan…………………………………………………….…10
3
C. Tujuan Pembangunan Ketahanan Pangan…………………………………….15
PemerintahdalamMencapaiKetahananPangan……………………………………16
BAB IV
Kesimpulan…………………………………………………………………….….24
4
BAB I
PENDAHULUAN
Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan lahir bersamaan
dengan keterbatasan sebagian manusia dalam mencukupi kebutuhannya. Kemiskinan telah ada
sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat dipastikan
adanya golongan konglomerat dan golongan melarat. Dimana golongan yang konglomerat selalu
bisa memenuhi kebutuhannya, sedangkan golongan yang melarat hidup dalam keterbatasan
materi yang membuatnya semakin terpuruk.
Pada sebagian besar pendapat manusia mengenai kemiskinan pada intinya mereka berpendapat
bahwa kemiskinan menggambarkan sisi negatif, yaitu pengamen yang membuat tidak nyaman
pengguna jalan raya, pengemis, gubuk kumuh dibawah jembatan layang yang nampak tidak
indah, mencemari sungai karena membuang sampah sembarangan, penjambretan, penodongan,
pencurian,dll. Dengan demikian, kemiskinan
Sangat indentik dengan kotor, kumuh, malas, sulit diatur, tidak disiplin, sumber penyakit,
kekacauan bahkan kejahatan.
Sebagai masalah yang menjadi isu global disetiap negara berkembang, wacana kemiskinan dan
pemberantasanya haruslah menjadi agenda wajib bagi para pemerintah pemimpin negara. Peran
serta pekerja sosial dalam menagani permasalahan kemiskinan sangat diperlukan, terlebih dalam
memberikan masukan (input) dan melakukan perencanaan strategis tentang apa yang akan
menjadi suatu kebijakan dari pemerintah.
5
3. Apa saja penyebab kemiskinan?
7. Untuk mengetahui pengaruh ketahanan pangan terhadap aspek ketahanan yang lainnya
6
BAB II
PEMBAHASAN
KEMISKINAN
A. Pengertian kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat
disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami
istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral
dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di
sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik danekonomi di seluruh dunia.
B. Konsep Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai
dengan taraf hidup kelompoknya dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun
fisiknya dalam kelompok tersebut.
7
Diliahat dari kebijakan umum kemmiskinan meliputi aspek primer yang berupa mikin akan
asset-aset, organisaisi politik dan pengetahuan serta keterampilan san aspek yang sekunder yang
berupa miskin jaringan social dan sumber-sumber keuangan dan informasi. Dimensi-dimensi
kemiskinan tersebut memanifestasikan dirinya dalam bentuk kekurangan
gizi,air dan perumahan yang tidak sehat dan perawatan kesehatan yang kurang baik serta
pendisikan yang juga kurang baik .
Kedua, Aspek kemiskinan tadi saling berkaitn baik secara maupun tidak langsung. Hal ini berarti
bahwa kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau
kemunduran pada aspek lainnya.
Ketiga, bahwa yang miskin adalah manusianya baik secara individual mupun kolektif. Kita
seering mendengar perkataan kemiskinan pesesaan (rural proferty) dan sebagainya, namun ini
bukan desa atau kota, an sich yang mengalami kemiskianan tetapi orang – orang atau penduduk
atau juga manusianya yang menderita miskin jadi miskin adalah orang-orangnya penduduk atau
manusianya Adapun cirri-ciri kemiskinan pada umumnya adalah. Pertama pada umumya mereka
tidak memiliki factor produksi seperti tanah modal ataupun keterampilan sehingga kemmpuan
untuk memperoleh pendapatan menjadi terbatas. Kedua mereka tidak memmiliki kemungkinan
untk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Ketiga tingkat poendidikan rendah
waktu mereka tersita untuk mencari nafkah dan mendapatkan pendapatan penghasilan. Keempat
kebanyakan mereka tinggal di pedesaan. Kelima mereka yang hidup di kota masih berusia muda
dan tidak didujung oleh keterampilan yang memadai.
C. Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-
indikator kemiskinan tersebut. Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari
Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi,
air bersih dan transportasi).
8
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Era Jokowi (Sep 2014-Mar 2019)
Angka kemiskinan dalam lima tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)
menunjukkan tren penurunan seperti terlihat pada grafik. Data Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan, pada 2014 jumlah penduduk miskin mencapai 27,73 juta jiwa atau sekitar 10,96
persen dari total populasi. Ketika pemerintah mencabut subsidi BBM pada 2015, jumlah
penduduk miskin sempat naik menjadi 28,59 juta jiwa. Namun secara bertahap mengalami
penurunan hingga 2019.
9
Ekonomi tumbuh sekitar 5%, Angka pengangguran, Kemiskinan dan Ketimpangan Turun
Per Maret 2019, jumlah penduduk miskin sebesar 25,14 juta jiwa. Jumlah ini susut 2,59 juta jiwa
dibanding posisi September 2014, sebulan sebelum Jokowi menjabat sebagai presiden. Demikian
pula persentase penduduk miskin turun 155 basis poin menjadi 9,41 persen.
E. Penyebab Kemiskinan
1. Kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia di Indonesia, Seperti kita ketahui lapangan
pekerjaan yang terdapat di Indonesia tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang ada dimana
lapangan pekerjaan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduknya
2. Tidak meratanya pendapatan penduduk Indonesia Pendapatan penduduk yang didapatkan dari
hasil pekerjaan yang mereka lakukan relative tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari
sedangkan ada sebagian penduduk di Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih
3. Tingakat pendidikan masyarakat yang rendah Banyak masyarakat Indonesia yang tidak
memiliki pendidikan yang di butuhkan oleh perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja. Dan
pada umumya untuk memperoleh pendapatan yang tinggi diperlukan tingkat pendidikan yang
tinggi pula atau minimal mempunyai memiliki ketrampilan yang memadai .
10
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan
per-kapita:
Banyak dampak yang terjadi yang disebabkan oleh kemiskinan diantaran adalah sebagai berikut:
1. Kesejahteraan masyarakat sangat jauh dari sangat rendah Ini berarrti dengan adanya tingkat
kemiskian yang tinggi banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki pendapatan yang
mencukupi kebutuhan hidup masyarakat.
2. Tingkat kematian meningkat, ini dimksudkan bahwa masy6arakat Indonesia banyak yang
menagalmi kemtain akibat kelaparan atau melakukan tindakan bunuh diri karena tidak kuat
dalam menjalani kemiskinan yang di alami.
3. Banyak penduduk Indonesia yang kelaparan karena tidak mampu untuk membeli kebutuha
akan makanan yang merka makan sehari-hari.
4. Tidak bersekolah (tingkat pendidikan yang rendah) ini menyebnabkan masyarakat si Indonesia
tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk memperoleh pekerjaan dan tidak memiliki
keterampilan yang cukup untuk memperoleh pendapatan.
11
G. Kebijaksanaan Dasar Pengentasan Kemiskinan
Kebijaksanaan tidak lansung diarahkan pada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan
setiap upaya penanggulangan kemiskinan. Kondisi yang dimaksudkan antara lain adalah suasana
social politik yang tentera,ekonomi yang stabil dan budaya yang berkembang. Upaya
penggolongan ekonomi makro yang yang berhati-hati melalui kebijaksanaan keuangan dan
perpajakan merupakan bagian dari upaya menaggulangi kemiskinan. Pengendalain tingkat inflasi
diarahkan pada penciptaan situsasi yang kondusif bagi upaya penyediaan kebutuhan dasar seperti
sandang,pangan,papan,pendidikan,dan kesehatan dengan harga yang terjangkau oleh penduduk
miskin.
2. Kebijaksanaan langsung
Kebijaksaan langsung diarahkan kepada peningkatan peran serta dan peroduktifitas sumber daya
manusi, khususnya golongan masyarakat berpendapatan rendah, melalui penyediaan kebutuhan
dasar seperti sandang pangan papan kesehatan dan pendidikan,serta pengembangan kegiatan-
kegiatan social ekonomi yang bekelanjutan untuk mendorong kemandirian golangan masyarakat
yang berpendapatan rendah. Pemenuhan kebutuhan dasar akan memberiakn peluang bagi
penduduk miskin untuk melakukan kegiatan social–ekonomi yang dapat memberikan pendapatan
yang memadai.
Memasuki Maret 2016 penduduk miskin tercatat 28,01 juta atau 10,86%. Kemudian Maret 2017
penduduk miskin tercatat 27,77 juta atau 10,64%. Terakhir pada Maret 2018 jumlah penduduk
miskin tercatat 25,95 juta orang atau 9,82%.
Dari data juga disebutkan jumlah orang miskin di daerah perkotaan periode 2018 tercatat 10,14
juta turun 128,2 ribu orang dibandingkan periode September 2017 sebesar 10,27 juta. Sementara
12
itu di daerah perdesaan turun sebanyak 505 ribu orang (dari 16,31 juta orang pada September
2017 menjadi 15,81 juta orang pada Maret 2018).
Sedangkan dari segi persentase penduduk miskin di daerah perkotaan tercatat 7,02% lebih
rendah dibanding periode September 2017 sebesar 7,26%. Sementara itu, persentase penduduk
miskin di daerah perdesaan pada September 2017 sebesar 13,47%, turun menjadi 13,20% pada
Maret 2018.
Beberapa program yang dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan antara lain
dengan memfokuskan arah pembangunan pada tahun 2008 pada pengentasan kemiskinan. Fokus
program tersebut meliputi 5 hal antara lain :
berbasis masyarakat.
13
masyarakat miskin.
Dari lima fokus program pemerintah tersebut, diharapkan jumlah rakyat miskin yang ada dapat
tertanggulangi sedikit demi sedikit. Beberapa langkah teknis yang dilakukan pemerintah terkait
lima program tersebut antara lain:
a. Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok. Program ini bertujuan menjamin daya beli
masyarakat miskin atau keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok terutama beras dan
kebutuhan pokok utama selain beras. Program yang berkaitan dengan fokus ini seperti :
b. Mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin. Program ini bertujuan
mendorong terciptanya dan terfasilitasinya kesempatan berusaha yang lebih luas dan berkualitas
bagi masyarakat atau keluarga miskin.
d. Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar. Fokus program ini bertujuan
untuk meningkatkan akses penduduk miskin memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan
prasarana dasar.
14
BAB III
KETAHANAN PANGAN
Ketahanan pangan merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya
memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, dan aman yang didasarkan
pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik.
Secara umum, ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu kecukupan, akses, keterjaminan dan
waktu. Dengan adanya keempat aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang sebagai suatu
sistem, yang merupakan rangkaian dari komponen utama yaitu ketersediaan dan stabilitas
pangan, kemudahan memperoleh pangan dan pemanfaatan pangan.
Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu sistem yang terdiri dari
berbagai subsistem yang saling berinteraksi, yaitu subsistem ketersediaan mencakup pengaturan
kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan. Ketersediaan pangan menyangkut masalah
produksi, stok, impor dan ekspor, yang harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun
produksi pangan sebagaian bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, pangan yang
tersedia bagi keluarga harus cukup volume dan jenisnya, serta stabil dari waktu kewaktu.
Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah mencapai ketahanan dalam bidang pangan dalam
kondisi terpenuhinya pangan bagi seluruh masyarakat yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, jumlah dan mutu, aman, merata dan terjangkau seperti apa yang diamanatkan dalam
UU pangan.
15
D. Aspek-aspek Tentang Permasalahan dan Tantangan Yang Dihadapi Pemerintah dalam
Mencapai Ketahanan Pangan
Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan menurunnya
kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor faktor teknis
dan sosial – ekonomi.
1. Faktor Teknis
Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke industri dan
perumahan (laju 1%/tahun).
Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.
Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.
Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan kemampuannya
semakin menurun..
2. Faktor sosial-ekonomi
1. Faktor Teknis
Belum memadainya infrastruktur, prasarana distribusi darat dan antar pulau yang dapat
menjangkau seluruh wilayah konsumen.
16
Belum merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan distribusi
pangan kecuali beras.
Sistem distribusi pangan yang belum efisien.
Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim menuntut
kecermatan dalam mengelola sistem distribusi pangan agar pangan tersedia sepanjang
waktu diseluruh wilayah konsumen.
Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan secara baik dalam menyangga
kestabilan distribusi dan harga pangan.
Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah pusat dan daerah serta
berbagai pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran telah menghasilkan
biaya distribusi yang mahal dan meningkatkan harga produk pangan
1. Faktor Teknis
Belum berkembangnya teknologi dan industri pangan berbasis sumber daya pangan
local.
Belum berkembangnya produk pangan alternatif berbasis sumber daya pangan lokal.
17
d.Aspek Pemberdayaan Masyarakat
1. Keterbatasan prasarana dan belum adanya mekanisme kerja yang efektif di masyarakat
dalam merespon adanya kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran pangan kepada
masyarakat yang membutuhkan.
2. Kurang efektifnya program pemberdayaan masyarkat yang selama ini bersifat top-down
karena tidak memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang
bersangkutan.
3. Belum berkembangnya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan
akurat dalam mendeteksi kerawanan panagan dan gizi pada tingkat masyarakat.
4. Keterbatasan keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya usaha
seperti permodalan, teknologi, informasi pasar dan sarana pemasaran meyebabkan mereka
kesulitan untuk memasuki lapangan kerja dan menumbuhkan usaha.
e. Aspek Manajemen
1. Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang pangan.
2. Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup instansi dan antar
instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat dan daerah dan antar
daerah.
3.Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten, dipercaya dan mudah diakses yang
diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan.
18
E. Strategi dan Program dalam Upaya Ketahanan Pangan
Dengan memperhatikan pedoman dan ketentuan hukum, serta tujuan dan strategi untuk
mewujudkan ketahanan pangan, maka kebijakan dan program yang akan ditempuh
dikelompokkan dalam :
Program jangka pendek ditujukan untuk peningkatan kapasitas produksi pangan nasional dengan
menggunakan sumberdaya yang telah ada dan teknologi yang telah teruji. Komponen utama
program ini adalah :
Ekstensifikasi lahan pertanian ditujukan untuk memperluas lahan produksi pertanian, sehingga
produksi pangan secara nasional yang sekarang dapat ditingkatkan.
2. Intensifikasi
Program ini diarahkan untuk peningkatan produksi melalui peningkatan produktifitas pertanian.
Intensifikasi ditujukan pada lahan-lahan pertanian subur dan produktif.
3. Diversifikasi
Kegiatan diversifikasi ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan pokok alternatif selain
beras, penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok alternatif yang
berimbang dan bergizi serta berbasis pada pangan lokal.
Program jangka menengah ditujukan pada pemantapan pembangunan ketahanan pangan yang
lebih efisien dan efektip dan berdaya saing tinggi. Beberapa program yang relevan untuk
dilakukan adalah :
19
2. Modernisasi pertanian dengan lebih mendekatkan pada pada peningkatan efisiensi dan
produktivitas lahan pertanian, penggunaan bibit unggul, alat dan mesin pertanian dan
pengendalian hama terpadu dan pasca panen dan pengolahan pangan.
3. Pengembangan jaringan dan sistem informasi antar instansi, lembaga yang terkait dalam
bidang pangan serta pola kemitraan bisnis pangan yang berkeadilan.
Ketahanan pangan dipandang sebagai hal yang sangat penting dalam rangka Pembangunan
nasional untuk membentuk manusia Indonesia berkualitas, mandiri, dan sejahtera. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu diwujudkan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu,
bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya
beli masyarakat (Dewan Ketahanan Pangan, 2002). Ketahanan pangan menurut Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1996, diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Ketahanan pangan sesungguhnya sangat erat kaitannya dan berpengaruh besar terhadap sektor
produksi suatu negara, yang kemudian berpengaruh pada devisa suatu negara, yang akan
dimanfaatkan dalam sektor ekspornya, dan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu
negara.
Masalah ketahanan pangan merupakan salah satu sub dari unsur ketahanan nasional, yang dapat
dikaitkan dengan ketahanan ekonomi maupun ketahanan sosial budaya, bahkan dapat masuk
dalam ketahanan dalam bidang pertahanan dan keamanan bila kita melihat bahwa kualitas dan
kuantitas pangan akan berpengaruh juga terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia yang
merupakan salah satu sumber daya nasional utama bagi sistem pertahanan negara. Selain itu,
20
Ketahanan pangan nasional merupakan modal besar bagi suatu bangsa untuk menstabilkan
proses pembangunannya karena berkaitan langsung dengan eksistensi kehidupan rakyat.
Rentannya kondisi ketahanan pangan akhir-akhir ini, telah memperlambat proses pembangunan
nasional.
Ancaman terhadap ketahanan pangan telah mengakibatkan Indonesia harus sering mengimpor
produk-produk pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam keadaan jumlah
penduduk yang masih terus meningkat jumlahnya, ancaman-ancaman terhadap produksi pangan
telah memunculkan kerisauan akan terjadi keadaan rawan pangan pada masa yang akan datang.
Akibatnya dalam waktu yang akan datang Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan
pangan dan lahan pangan.
Pada laporan GFSI, ada empat aspek dalam penilaian indeks ketahanan pangan, yaitu
keterjangkauan, ketersediaan, kualitas dan keamanan, juga sumber daya. Bila ditelisik, skor
aspek keterjangkauan pangan Indonesia adalah sebesar 55,2 (peringkat 63 dari 113 negara). Skor
aspek ketersediaan adalah 58,2; menempati posisi ke-58. Sementara skor aspek kualitas dan
keamanan sebesar 44,5 (peringkat 84) dan skor faktor sumber daya alam adalah 43,9 (peringkat
111). Secara garis beras, indeks ketahanan pangan di Indonesia memang membaik. Bagaimana
bila melihatnya secara detail untuk masing-masing daerah? Pemerintah melalui BKP,
Kementerian Pertanian, sudah menyusun Indeks Ketahanan Pangan (IKP). Ada sembilan
21
Indikator yang merupakan turunan dari tiga aspek ketahanan pangan, yaitu ketersediaan,
keterjangkauan dan pemanfaatan pangan. Selanjutnya, IKP dikelompokkan dalam enam
kelompok, angka enam paling punya ketahanan pangan dan angka satu sebagai wilayah yang
paling rentan pangan.
Berdasarkan skor IKP, mayoritas kabupaten dan kota di Indonesia memiliki tingkat ketahanan
pangan yang baik. Namun, ada 81 kabupaten (19,47 persen) dan 7 kota (7,14 persen) di
Indonesia yang perlu mendapat prioritas penanganan kerentanan pangan yang komprehensif.
Di tingkat kabupaten, sebanyak 81 wilayah atau 19,47 persen dari 416 kabupaten memiliki skor
IKP yang rendah. Artinya, 81 daerah tersebut masuk dalam kelompok IKP 1 sampai 3. Sebaran
wilayah kelompok rentan ini adalah 26 kabupaten (6,25 persen) masuk kelompok 1, 21
kabupaten (5,05 persen) masuk kelompok 2, dan 34 kabupaten (8,17 persen) masuk kelompok 3.
Dari 26 kabupaten kelompok 1, sebanyak 17 kabupaten berada di Provinsi Papua, 6 kabupaten di
Provinsi Papua Barat, 2 kabupaten di Provinsi Maluku dan 1 kabupaten di Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Pada wilayah kota, mayoritas wilayah memiliki ketahanan pangan yang baik.
Sebanyak 32 kota (32,65 persen) masuk dalam kelompok 5 dan 50 kota (51,02 persen) ada di
kelompok 6. Namun, ada 7 kota (7,14 persen) memiliki tingkat ketahanan pangan yang rentan.
22
Ada dua kota (2,04 persen) masuk kelompok 1, yaitu Kota Subulussalam di Aceh dan Kota Tual
di Maluku, 2 kota (2,04 persen) masuk kelompok 2, yaitu Kota Gunung Sitoli di Sumatera Utara
dan Kota Pagar Alam di Sumatera Selatan, dan 3 kota (3,06 persen) yang masuk kelompok 3,
yaitu Kota Tanjung Balai di Sumatera Utara, Kota Lubuk Linggau di Sumatera Selatan, dan Kota
Tidore Kepulauan di Maluku Utara.
Beberapa indikasi rentannya 81 kabupaten dan 7 kota adalah kabupaten dan kota tersebut sangat
tergantung pada pasokan pangan dari wilayah lain untuk memenuhi kebutuhan pangan
penduduknya dan akses yang terbatas terhadap infrastruktur dasar air bersih.
Pengeluaran pangan di wilayah tersebut pun lebih dari 65 persen terhadap total pengeluaran.
Selain itu, tingkat penduduk miskin dan angka balita stunting atau kerdil tergolong tinggi. Di
wilayah Papua masih memiliki masalah kekurangan pangan yang serius.
23
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan.
Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin
meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin
banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan
masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan tanggung jawab
bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja sama yang romantis baik dari
pemerintah, nonpemerintah dan semua lini masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak
perlu sampai 2030 kemiskinan akan mencapai hasil yang seminimal mungkin.
Ketahanan pangan merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan ketahanan
nasional. Sebagai suatu aspek yang penting, ketahanan pangan ini harus diupayakan untuk
tercapai oleh suatu bangsa. Kemajuan dibidang ketahanan pangan tentu memberikan dampak
yang baik dibidang ekonomi dan bidang lainnya dan menjadikan negara yang bersangkutan
tumbuh sebagai kekuatan dunia.
24