Critical Review Jurnal Perencanaan Pesis

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 13

CRITICAL REVIEW JURNAL

ANALISIS POTENSI KONFLIK PEMANFAATAN RUANG KAWASAN PESISIR:


INTEGRASI RENCANA TATA RUANG DARAT DAN PERAIRAN PESISIR

Mata Kuliah : Perencanaan Pesisir

Dosen Pengampu :

Ariyaningsih, S.T., M.T., M.Sc.


Dwiana Novianti Tufail, S.T., M.T.
Anggit Suko Rahajeng, S.T., M.T.
Muhammad Rizky Pratama, ST., M.T.

Disusun Oleh :
Muhammad Didi Muchtar (08161046)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN

BALIKPAPAN

2019
A.) Identitas Jurnal

Judul Jurnal : Analisis Potensi Konflik Pemanfaatan Ruang Kawasan


Pesisir: Integrasi Rencana Tata Ruang Darat dan Perairan
Pesisir

Nama Penulis : Luky Adrianto, Kadarwan Soewardi, dan Yusli Wardianto

Penerbit : Institut Pertanian Bogor

Tahun : 2016

B.) Isu-isu yang Dibahas

Penelitian yang telah dilakukan ini dilakukan berdasarkan latar belakang wilayah
pesisir yang rentan terhadap konflik. Peneliti menuturkan bahwa pemetaan konflik
merupakan suatu teknik yang digunakan.untuk menggambarkan secara grafis,
menghubungkan pihak-pihak dengan masalah dan dengan pihak-pihak lainnya.Pemetaan
potensi konflik pemanfaatan ruang pesisir yang akan dikaji merupakan bagian dari salah satu
analisis yang dilakukan dalam penelitian mengenai Model Rencana Zonasi Kawasan Pesisir
dengan Pendekatan Keterkaitan Spasial antara daratan dan perairan pesisir.

Dalam penelitian ini, tahapan yang dilakukan dalam penyusunan rencana alokasi
ruang dalam proses penyusunan rencana zonasi Kawasan pesisir yaitu dengan melakukan
identifikasi dan pemetaan konflik. Adapun langkah pertama yang dilakukan dalam mengelola
Kawasan pesisir yaitu mengidentifikasi semua penggunaan dan konflik sebagai bahan
masukan untuk perencanaan tata ruang. Proses dalam perencanaan dapat mengidentifikasi
konflik yang terjadi di Kawasan pesisir dengan melihat interaksi kegiatan manusia dan
dampak kumulatif dari kegiatan tersebut.

Penelitian tersebut dilakukan di kawasan pesisir Kota Bontang, Kalimantan Timur.


Adapun berbagai kegiatan yang terdapat di wilayah pesisir Kota Bontang antara lain:
perikanan, industri migas, pemukiman, pariwisata dan konservasi, sehingga memberikan
tekanan bagi ekosistem pesisir Kota Bontang. Peneliti menuturkan bahwa area studi dalam
penelitian yang dilakukan difokuskan untuk wilayah Bontang bagian selatan, yang
merupakan kawasan yang belum semuanya terbangun, sehingga akan memudahkan dalam
perencaanaan kawasan tersebut.
Peneliti menggunakan beberapa acuan terkait kebijakan perencanaan ruang Kawasan
pesisir dan laut antara lain UU 26/2007 yang menyebut bahwa pengaturan ruang laut akan
diatur dengan undang-undang tersendiri. Secara umum, UU 26/2007 mengatur pada bagian
darat saja, sehingga untuk ruang laut dibuat undang-undang sendiri. Kemudian pada UU No
32 Tahun 2014 Tentang Kelautan yang menjadi undang-undang dalam perencanaan ruang
laut. Perencanaan ruang Laut sebagaimana disebutkan dalam Dalam UU 32 tahun 2014
tentang Kelautan pasal 43 meliputi: (1) perencanaan Tata Ruang Laut Nasional; (2)
Perencanaan zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil); dan (3) perencanaan Zonasi
Kawasan Laut. UU 32/2014 juga menyebutkan bahwa, perencanaan tata ruang laut nasional
mencakup wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi. Wilayah perairan meliputi (a) perairan
pedalaman; (b) perairan kepulauan; dan (c) laut territorial. Sedangkan wilayah yurisdiksi
meliputi (a) Zona Tambahan, (b) Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan (c) Landas
Kontinen.

Selanjutnya peneliti melakukan survey lapangan terkait dengan konsentrasi sektoral


pemanfaatan sumberdaya pesisir dan menemukan bahwa kontestasi sektoral terhadap
penguasaan sumberdaya alam pesisir dan jasa lingkungan terkait erat dengan tumpang
tindihnya peraturan penundang-undangan sektoral, menguatnya ego antar sektoral dan
kurangnya pemahaman pemangku kepentingan atau aktor terhadap sifat dan fungsi
sumberdaya pesisir sebagai sistem daya dukung kehidupan antara darat dan laut. Pemangku
kepentingan yang terlibat dalam kontestasi sektoral, menempatkan sumberdaya pesisir dan
laut semata-mata sebagai komoditi ekonomi dan mengabaikan fungsinya sebagai daya
dukung lingkungan pesisir. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dengan tujuan
ekonomi semata, tanpa mempertimbangkan sebagai fungsi daya dukung lingkungan sebagai
daya dukung kehidupanakan berakibat terganggunya dan rusaknya keseimbangan
keseluruhan ekosistem pesisir, dan akhirnya akan berpengaruh pada kesejahateraan
masyarakat. Perbedaaan kepentingan terhadap sumberdaya juga menjadi salah satu potensi
konflik pemanfaatan . Pihak-pihak yang berperan di kawasan pesisir Kota Bontang
mempunyai banyak kepentingan terhadap sumberdaya yang ada.

Berdasarkan tingkatnya aktor dalam sistem pengelolaan pesisir Kota Bontang dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu (1) aktor penentu kebijakan, merupakan aktor yang mempunyai peran
dalam menyusun aturan main atau konsitusi dalam mengelola dan memanfaatkan ruang
kawasan pesisir dan (2) aktor operasional, yaitu aktor yang secara langsung melaksanakan
kebijakan di lapangan. Hasil analisis yang dilakukan menunjukan bahwa aktor-aktor
pengelolaan dan pemanfaatan ruang di kawaasan pesisir Kota Bontang memiliki peran
menyusun dan menentukan kebijakan dan aturan main formal dalam pengelolaan dan
pemanfaatan ruang kawasan pesisir Kota Bontang. Selama ini masing-masing aktor dalam
menjalankan perannya didasarkan kepada keputusan masing-masing aktor. Salah satu
sebabnya adalah belum adanya aktor yang berperan sebagai kooordinasi antar aktor-aktor
tersebut dalam mengelola dan meanfaatkan ruang pesisir dan laut Kota Bontang. Akibatnya
adalah terjadinya konflik antar aktor dalam yang terlibat dalam menjalankan aktivitasnya.

Pada penelitian nya, peneliti melakukan analisis konflik pemanfaatan ruang Kawasan
pesisir dan laut Kota Bontang dengan melakukan identifikasi kegiatan-kegiatan yang
memanfaatkan ruang di Kawasan Pesisir dan Laut Kota Bontang dengan berdasrkan hasil
temuan lapangan. Kemudian untuk melihat hubungan antar kegiatan satu dengan yang
lainnya dilalakukan analisis matriks keterkaitan kegiatan, yaitu menjelaskan hubungan antar
kegiatan apabila kedua kegiatan tersebut berdampingan yang dianalisis dengan analisis
pemetaan konflik. Penelitian yang dilakukan menggunakan dua jenis data yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan dua Teknik, yaitu observasi lapangan
berupa pengamatan yang terjadi dan kedua melalui kuesioner. Kemudian data sekunder
diperoleh dari studi literatur dengan dengan mempelajari literatur yang terkait dengan
penelitian, hasil penelitian sebelumnya, dan dokumen-dokumen yang relevan dengan topik
penelitian. Kemudian prosedur dalam pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan
purposive sampling dengan tetap mempertimbangkan posisi dan peran mereka dalam
kegiatan sehari-hari. Adapun responden yang terpilih antara lain masyarakat pesisir, swasta,
aparatur pemerintah setempat, dan tenaga ahli. Penelitian dilakukan dengan meminta
pendapat setiap stakeholder dari masyarakat, swasta, aparatur pemerintah, maupun tenaga
ahli terhadap kesesuaian/keterkaitan antar kedua kegiatan apabila berdampingan

Berdasarkan hasil analisis perspektif, maka kebijakan pemanfaatan ruang kawasan


pesisir Kota Bontang harus benar-benar memperhatikan ketujuh kegiatan yang ada, yaitu
perikanan statis, budidaya rumput laut, alur laut, industri MIGAS, PLTU, Pelabuhan dan
Kegiatan konservasi. Hal ini karena ketujuh kegiatan ini mempunyai pengaruh kuat dan
ketergantungan yang kuat terhadap kondisi lingkungan pesisir Kota Bontang dan berpotensi
menimbulkan konflik berat apabila saling berdampingan.

C.) Argumentasi
Dari pembahasan isu-isu pada jurnal yang berjudul “Analisis Potensi Konflik
Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir: Integrasi Rencana Tata Ruang Darat dan Perairan
Pesisir” ini terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan kembali. Berikut merupakan
penjabaran dari reviewer terkait jurnal dalam penelitian ini.

1) Struktur penulisan jurnal penelitian tidak terbagi dalam bab. Sehingga penulisan yang
ada terkesan tercampur menjadi satu bagian. Artinya sistematika penulisan jurnal tidak
seperti pada jurnal pada umumnya dimana jurnal pada umumnya terdapat pendahuluan,
landasan teori, metodologi penelitian, hasil penelitian, dan penutup yang meliputi
kesimpulan, saran dan rekomendasi. Landasan teori yang ada pun juga terkesan kurang
mendukung penelitian tersebut.
2) Pada penelitian yang telah dilakukan, peneliti tidak menjelaskan tujuan dilakukannya
penelitian, dan tidak menjelaskan mengapa peneliti mengambil tema terkait konflik yang
terjadi di wilayah pesisir khususnya pada Kota Bontang.
3) Gambaran umum wilayah dijelaskan secara singkat yang langsung berfokus pada inti
permasalahan yaitu konflik daerah pesisir dan laut yang terjadi.
4) Pada penulisan jurnal terdapat kesalahan penulisan atau typo bahkan tulisan yang terbalik
seperti pada acuan undang-undang yang tertulis pertama adalah UU No.32/2014 menjadi
UU No.23/2014 pada baris berikutnya. Hal ini dapat menyebabkan ambigu oleh para
pembaca.
5) Data-data pendukung yang ditampilkan terkesan kurang untuk memperkuat pernyataan
yang dikeluarkan oleh peneliti.
6) Terdapat pengulangan kata seperti hasil analisis yang banyak bermunculan pada hampir
setiap penulisan dalam jurnal penelitian ini.
7) Hasil data yang diperoleh peneliti disajikan tidak pada tempatnya. Maksudnya seperti
pada tabel alokasi ruang di Kawasan Pesisir di Lokasi Penelitian. Tabel tersebut disajikan
pada halaman ke-tiga di dalam jurnal, sedangkan data tersebut baru diinterpretasikan
pada halaman ke-empat, dimana sebelum narasi tabel 2 dibuat, terdapat beberapa bagian
yang dibuat oleh peneliti yang tidak berkaitan dengan data yang ada pada tabel 2. Hal ini
juga terjadi pada hasil matriks pemetaan konflik ruang di Kawasan Pesisir Kota Bontang
dan penyajian hasil data lainnya.
8) Secara keseluruhan, jurnal disajikan cukup singkat sehingga tidak merepotkan pembaca,
walaupun beberapa poin tidak dapat terjelaskan dalam jurnal penelitian ini.

D.) Rekomendasi

Berdasarkan dari argumentasi terkait jurnal penelitian tersebut, dapat ditarik


kesimpulan bahwa secara keseluruhan, penyajian jurnal sudah cukup baik dan mengikuti
kaidah penulisan jurnal yang ada. Namun untuk kedepannya agar peneliti dapat menjelaskan
tujuan dari penelitian yang dilakukan agar jurnal yang disajikan dapat selaras dengan tujuan
yang disampaikan serta tidak menimbulkan ambigu untuk pembaca. Selain itu, penelti dapat
menambahkan beberapa data pendukung lagi untuk memperkuat pernyataan yang
dikemukakan oleh peneliti agar pernyataan peneliti dapat menjadi pernyataan yang valid.
Selain itu dalam penulisan dapat dibuat lebih terstruktur lagi agar tidak ada lagi pengulangan
kata yang terdapat pada penulisan jurnal.
Daftar Pustaka

Ardianto, Luky. Soewardi, Kawardan. Wardianto, Yusli. 2016. “Analisis Potensi Konflik
Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir: Integrasi Rencana Tata Ruang Darat dan Perairan
Pesisir”. Bogor : Institut Pertanian Bogor
ANALISIS POTENSI KONFLIK PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN PESISIR: INTEGRASI RENCANA TATA RUANG
DARAT DAN PERAIRAN PESISIR

Analysis of Potential Spatial Conflicts at Coastal and Marine Zones :


Integration of the Spatial Planning of Land and Coastal Water

Mujio*), Luky Adrianto, Kadarwan Soewardi dan Yusli Wardiatno

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL), Sekolah Pascasarjana, IPB

*)
E-mail : [email protected]

ABSTRACT

Analysis of potential conflict mapping that will be studied and discussed is part of one of the analyzes performed in the study of Spatial
Planning Model Coastal Area With Spatial Approach Connectivity.The purpose of this study is the mapping of potential conflicts
between activities in the coastal zone Bontang City’s. Identification of potential conflicts is very necessary in preparing coastal spatial
planning. Management and control of the conflict will facilitate allocation of space by considering the interests of various parties

Keyword: conflic, zoning, spatial planning, zone, coastal

ABSTRAK

Analisis potensi konflik yang akan dikaji dan dibahas ini merupakan bagian dari salah satu analisis yang dilakukan dalam penelitian
mengenai Model Perencanaan Tata Ruang Kawasan Pesisir dengan pendekatan keterkaitan spasial (Spatial Connectivity). Tujuan
Penelitian ini adalah memetakan potensi konflik antar kegiatan di kawasan pesisir Kota Bontang.Identifikasi potensi konflik sangat
diperlukan dalam menyusun recana tata ruang pesisii. Pengelolaan dan pengendalian konflik akan memudahkan pengambilan keputusan
dalam memutuskan alokasi ruang yang mempertimbangkan kepentingan antar pihak.

Kata kunci: konflik, zonasi, tata ruang, kegiatan, Pesisir

PENDAHULUAN dalam perencanaan ruang kawasan pesisir secara berkelanjutan


akan menjadi penting dibandingkan dengan pendekatan penataan
Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat ruang yang berbasis kepada penyusunan struktur dan pola ruang.
dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut (UU Salah satu tujuan penataan ruang adalah untuk mengelola dan
No.27/2007 jo UU No.1/20114 tentang Pengelolaan Pesisir meminimalkan konflik antar pengguna sumberdaya dan jasa
dan pulau-pulau kecil). Dengan melihat definisi tersebut, maka lingkungan. (Douvere et al., 2009; Halpern et al., 2008; Tuda et
pemanfaatan ruang pesisir secara berkelanjutan harus al., 2014).
memperhatikan dua aspek kewilayahan, yaitu aspek Perencanaan tata ruang pesisir sangat penting untuk memecahkan
ruang daratan dan aspek ruang perairan (laut) (Makino konflik pemanfaatan ruang, yaitu dengan mengidentifikasi
et al., 2013; Stojanovic and Ballinger, dan memetakan semua penggunaan, peraturan dan konflik
2009; Pourebrahim, 2011; Samhouri and Levin, 2011). yang terjadi (Prestelo and Vianna, 2013).Pada awalnya konflik
Pendekatan perencanaan ruang pesisir dan laut dengan terjadi pada aspek ekologi, kemudian menuju konflik sosial dan
pendekatan kewilayahan adalah sangat penting bagi keberlanjutan akhirnya konflikekonomi (Brown and Christipher 2013). Fisher
pengelolaan sumberdaya alam, karena pada tingkatan tersebut et al. (2000).
terdapat penggabungan interaksi yang sangat kompleks dari
fenomena ekologi, sosial, dan ekonomi diantara kedua wilayaj Pemetaan konflik merupakan suatu teknik yang digunakan.
tersebut (Conacher dan Conacher, 2000). untuk menggambarkan secara grafis, menghubungkan pihak-
pihak dengan masalah dan dengan pihak-pihak lainnya.Pemetaan
Kawasan pesisir yang notabene terdiri dari wilayah daratan potensi konflik pemanfaatan ruang pesisir yang akan dikaji
(teresterial) dan wilayah perairan mempunyai karakteristik merupakan bagian dari salah satu analisis yang dilakukan dalam
wilayah sangat dinamis, dimana antara wilayah teresterial dan penelitian mengenai Model Rencana Zonasi Kawasan Pesisir
perairan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya baik dengan Pendekatan Keterkaitan Spasial (Spatial Connectivity)
secara ekologi maupun sosial (Habtemariam, 2016). Beragam antara daratan dan perairan pesisir.
sumberdaya alam yang terdapat di kawasan periaran pesisir sangat
retan dan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di daratan. Salah satu tahapan penyusunan rencana alokasi ruang dalam
(Gilliland, 2008, Douvere, 2009, Agostini, 2010). Kawasan proses penyusunan rencana zonasi kawasan pesisir adalah
pesisir juga merupakan pusat kegiatan manusia dengan berbagai melakukan identifikasi dan pemetaan konflik. Identifikasi
macam aktivitas terdapat di dalamnya. Perubahan-perubahan dan pemetaan konflik dilakukan terhadap berbagai kegiatan
sangat cepat terjadi di kawasan pesisir baik secara alami (zona) di kawasan pesisir yang bersinggungan atau berdekatan,
maupun oleh kegiataan manusia. (Dahuri, 1997, Lieberknecht, baik yang berpotensi tidak sesuai (compatible) maupun yang
2004).Dengan melihat kondisi tersebut di atas maka model sesuai di antara keduanya (Diposaptono 2015). Langkah
pendekatan keterpaduan antara daratan dan perairan pesisir pertama yang dilakukan untuk mengelola kawasan pesisir
Gambar 1. Kebijakan Penataan Ruang Nasional (Ruang Darat dan Ruang Laut) berdasarkan UU No. 26/2007, UU No. 27/2007 Jo
UU No. 1 tahun 2004 dan UU 32/ 2014.

adalah mengidentifikasi semua penggunaan (aktor) dan konflik lain, menyebutkan bahwa dalam undang-udang tersbeut, hanya
sebagai bahan masukan untuk perencanaan tata ruang (Prestrelo mengatur ruang darat saja. Pertanyaannya adalah peraturan
dan Vianna perundangan mana yang mengatur penataan ruang laut yang sudah
2013). Proses perencanaan dapat mengidentifikasi dan membantu diamanat UU 26/2007 yang menyebutkan bahwa pengaturan
konflik yang di terjadi di kawasan pesisir, interaksi kegiatan ruang laut akan diatur dengan undang-undang tersendri.
manusia, dan dampak kumulatif dari kegiatan tersebut, terutama
terutama konflik antara beberapa pengguna kawasan [Douvere et UU No, 32 tahun 2014 tentang kelautan merupakan salah
al., 2009; Halpern et al., 2008; Tuda et al., 2014; Lorenzen et al., satu Undang-undang yang mengamanatkan perencanaan
2010; Riolo, 2006;, Tambubolon dan Satria 2013 Menggabungkan ruang laut. Perencanaan ruang Laut sebagaimana disebutkan
proses indentifikasi konflik dalam proses perencanaan tata ruang dalam Dalam UU 32 tahun 2014 tentang Kelautan pasal
kawasan pesisir merupakan langkah untuk mencapai kesepakatan 43 meliputi: (1) perencanaan Tata Ruang Laut Nasional;
bersama untuk mencapai tujuan tujuan ekologi dan sosial- (2) Perencanaan zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil);
ekonomi [Crowder et al., 2006; Young et al., 2007; Dalton et al., dan (3) perencanaan Zonasi Kawasan Laut.
2010; Sanchirico et al., 2010). Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi konflik dan memetakan potensi konflik terhadap Masih dalam UU No. 23/2014 tersebut menyebutkan
kegiatan-kegiatan yang berdampingan. Dengan mengetahui bahwa, perencanaan tata ruang laut nasional mencakup
konflik tersebut akan diperoleh arahan kebijakan kedepan dalam wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi. Wilayah
mengelolaa kawasan tersebut. perairan meliputi (a) perairan pedalaman; (b)
perairan kepulauan; dan (c)
Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Kota Bontang, laut territorial, sedangkan wilayah yurisdiksi meliputi (a) Zona
Kalimantan Timur. Kota Bontang secara astronomi terletak di Tambahan, (b) Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan (c)
antara 001’ Lintang Utara - 0˚12’ Lintang Utara dan 117˚23’ Bujur Landas Kontinen. Sedangkan, perencanaan zonasi kawasan Laut
Timur - 117˚38’ Bujur Timur. Kota Bontang menempati wilayah merupakan perencanaan untuk menghasilkan rencana zonasi
seluas 497,57 km2 yang didominasi oleh lautan, yaitu seluas kawasan strategis nasional, rencana zonasi kawasan strategis
349,77 km2 (70,30%) sedangkan wilayah daratannya hanya seluas nasional tertentu, dan rencana zonasi kawasan antar wilayah.
147,8 km2 (29,70%). Secara geografis, wilayah Kota Bontang
terletak di bagian tengah wilayah Propinsi Kalimantan Timur.
Berbagai kegiatan terdapat di wilayah pesisir Kota Bontang Kontestasi Sektoral Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir
antara lain: perikanan, industri migas, pemukiman, pariwisata
dan konservasi, sehingga memberikan tekanan bagi ekosistem Kontestasi penguasaan sumberdaya alam dan jasa lingkungan di
pesisir Kota Bontang. Area studi penelitian ini difokuskan untuk kawasan pesisir dan laut berlangsung pada skala makro (nasional)
wilayah Bontang bagian selatan, yang merupakan kawasan yang dan skala mikro (masyarakat). Pada skala makro kontestasi
belum semuanya terbangun, sehingga akan memudahkan dalam penguasaan sumberdaya alam dan jasa lingkungan ditunjukan
perencaanaan kawasan ini. oleh berbagai kekuatan politik dan ekonomi yang diperkuat
dengan sejumlah peraturan perundang-undangan. Lahirnya
Kebijakan Perencaaan Ruang Kawasan Pesisir dan Laut sejumlah peraturan perundangan tersebut, menjadi pemicu
terjadinya kontestasi sektoral. Hal teresbeut ditandai dengan
Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah tumpang tindihnya regulasi dan lemahnya sinergi dan koordinasi
yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang masing-masing sektor dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dan monitoring.
sebagai satu kesatuan (UU No.26/2007). Sehingga dengan kata

140 | Mujio. et. al. Analisis Potensi Konflik Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir: Integrasi Rencana Tata Ruang Darat dan Perairan Pesisir
Tabel 1. Peta Kepentingan terhadap Sumberdaya Pesisir Tabel 2.Alokasi Ruang di kawasan Pesisir di Lokasi Penelitian
Pihak-pihak yang berperan Kepentingan terhadap Pemanfaatan
di Lokasi Sumberdaya Pesisir Konservasi Alur Laut
Umum
Pembudidaya Rumput Laut Mempunyai kepentingan untuk 1. Budidaya 1. Konservasi Alur pelayaran
memanfaatkan periaran pesisir Rumput Perairan pesisir
untuk kegiatan budidaya rumput
Laut
laut.
Nelayan Belat (Perikanan Mempunyai kepentingan untuk 2. Industri 2. Sempadan
Tangkap Statis) memanfaatkan periaran pesisir Migas dan Pantai
untuk kegiatan perikanan yang PKT
berbenturan ruang dengan 3. PLTU
kegiatan budiya rumput laut dan
alur pelayaran. 4. Pelabuhan
Pelaku Pariwisata Memanfaatkan Pulau Beras Basah 5. Pariwisata
sebagai kegiatan pariwisata yang 6. Perikanan
berbenturan kepentingan dengan
Statis
kegiatan alur pelayaran
(Belat)
PT. Badak LNG dan PT.PKT Memanfaatkan sebagian perairan
(Industri Migas) pesisir untuk alur pelayaran yang
berbenturan dengan kegiatan Kehutanan, UU No. 22/2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi,
pariwisata. UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. UU No.5/1990
Pemerintah daerah Menginginkan kesejateraan tentang Konservasi sumberdaya hayati. UU. No 23/2014 tentang
masyarakat, keamanan dan Pemerintahan Daerah, UU No.32 / 2014 Tentang Kelautan, UU
kenyaman melakukan kegiatan No.17/2008 tentang pelayaran serta berbagai banyak peraturan
ekonomi dan kelestarian perudangan lainnya baik itu peraturan pemerintah, peraturan
lingkungan pesisir. menteri maupun peraturan daerah.
Sumber : Hasil survey Lapang
Sebagai salah salah contoh terjadinya kontestasi sektoral di
Dari hasil analisis lapangan, diketahui bahwa kontestasi wilayah pesisir dan laut adalah pengelolaan hutan mangrove.
sektoral terhadap penguasaan sumberdaya alam pesisir dan jasa Dengan melihat karaktertisk sifat dan fungsinya, hutan
lingkungan terkait erat dengan tumpang tindihnya peraturan mangrove merupakan ekosistem yang mempunyai peran besar
penundang-undangan sektoral, menguatnya ego antar sektoral dalam dinamika kehidupan di pesisir dan laut, sehingga secara
dan kurangnya pemahaman pemangku kepentingan atau aktor de facto ekosistem mangrove yang berada di kawasan pesisir
terhadap sifat dan fungsi sumberdaya pesisir sebagai sistem daya merupakan wilayah kewenangan Kementerian Kelautan dan
dukung kehidupan antara darat dan laut. Perikanan, tetapi de jure pengelolaan hutan mangrove merupakan
kewenangan dari Kementerian Kehutanan (Hidayat, 2011).
Selama ini pemangku kepentingan atau aktor yang terlibat Dengan adanya tumpang tindih regulasi dan kewenangan ini,
dalam kontestasi sektoral, menempatkan sumberdaya pesisir dan sebagian besar hutan mangrove tidak terawat, kritis yang akan
laut semata-mata sebagai komoditi ekonomi dan mengabaikan menurunkan produksi perikanan dan akhirnya akan berakibat
fungsinya sebagai daya dukunglingkungan pesisir. Pengelolaan pada kesejahteraan masyarakat.
dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dengan tujuan ekonomi
semata, tanpa mempertimbangkan sebagai fungsi daya dukung Perbedaaan kepentingan terhadap sumberdaya juga menjadi salah
lingkungan sebagai daya dukung kehidupanakan berakibat satu potensi konflik pemanfaatan (Marina dan Dharmawan, 2011).
terganggunya dan rusaknya keseimbangan keseluruhan ekosistem Pihak-pihak yang berperan di kawasan pesisir Kota Bontang
pesisir, dan akhirnya akan berpengaruh pada kesejahateraan mempunyai banyak kepentingan terhadap sumberdaya yang ada.
masyarakat. Berikut ini adalah Peta Kepentingan terhadap sumberdaya pesisir
bagi pihak-pihak yang berpotensi konflik di Kawasan Pesisir
Kurangnya pemahaman memilah dan memilih fungsi Kota Bontang berdasarkan survey lapang.
sumberdaya alam sebagai stock, barang publik dan sebagai
komoditi, mengakibatkan pengelolaan dan penguasaan Aktor Kontestasi Sektoral dalam Pemanfaatan Ruang
sumberdaya tidak memperhatikan karakteristik sifat dan fungsi Kawasan Pesisir
sumberdaya (Hidayat, 2011). Pelaksanaan tata kelola sumberdaya
lebih didasarkan pertimbangan teknis, kepentingan ekonomi, Terjadinya kontestasi sektoral di wilayah pesisir dan laut tidak
administrasi politik pemerintahan dan wilayah kekuasaan/ bisa dilepaskan dengan peran pemangku kepentingan atau aktor
administratif daripada perbaikan kesejahteraan rakyat. Padahal yang bermain di wilayah tersebut. Pemangku kepentingan atau
karakteristik sumberdaya pesisir tidak bisa dibagi-bagikan aktor tersebut berperan sesuai dengan tingkatannya atau level
berdasarkan unit administratif pemerintahan. (Ostrom, 1994). Berdasarkan tingkatnya aktor dalam system
pengelolaan pesisir Kota Bontang dibagi menjadi 2 (dua), yaitu
Terjadinya konflik yang melibatkan antara masyarakat dengan (1) aktor penentu kebijakan (constitutional), adalah aktor yang
pemerintah dan perusahaan disebabkan oleh perspektif yang mempunyai peran dalam menyusun aturan main atau konsitusi
berbeda dalam memandang sumber daya alam. (Zainudin dkk., dalam mengelola dan memanfaatkan ruang kawasan pesisir
2012).Kekurang-pahaman atas karakteristik sumberdaya dan dan (2) aktor operasional (operational), yaitu aktor yang secara
besarnya kepentingan politik dan ekonomi sektoral, menyebabkan langsung melaksanakan kebijakan di lapangan.
sejumlah peraturan perundang-undangan menimbulkan konflik
jurisdiksi. Beberapa peraturan perundang-undangan yang Berdasarkan hasil analisis dilapangan aktor-aktor pengelolaan
menimbulkan konflik sektoral antara lain: UU No.27/2007 jo. dan pemanfaatan ruang di kawaasan pesisir Kota Bontang yang
UU No.1/2014 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, tergolong kedalam level penentu kebijakan adalah Dinas Kelautan
UU No. 45/2009 tentang Perikanan, UU No. 41/1999 tentang dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur, dan Dinas Kelautan,

Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan | Agustus 2016, hal 139-144 | 141


Gambar 3. Matriks Pemetaan Konflik Ruang di Kawasan Gambar 4. hasil Analisis Perspektif terhadap potensi Konflik
Pesisir Kota Bontang (Hasil analisis, 2016) di Perairan pesisir Kota Bontang

Perikanan dan Pertanian Kota Bontang, DPRD Kota Bontang,


Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah(Bappeda) Kota Tabel 2. merupakan kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya
Bontang dan Dinas Perhubungan Kota Bontang. Aktor-aktor alam di kawasan pesisir dan laut.yaitu kawasan pemanfaatan
ini ini mempunyai peran menyusun dan menentukan kebijakan umum, kawasan konservasi dan alur laut. Kawasan
dan aturan main formal dalam pengelolaan dan pemanfaatan pemanfaatan umum terdiri dari enam kegiatan, yaitu Kegiatan
ruang kawasan pesisir Kota Bontang. Sementara itu aktor yang Budidaya rumput laut, Kegiatan Industri Migas/PKT, Kegiatan
terlibat lainnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan ruang PLTU, Kegiatan Pelabuhan, Kegiatan Pariwisata dan Kegiatan
kawasan pesisir Kota Bontang adalah aktor tingkat operasional Perikanan Statis (Belat). Kawasan konservasi terdiri dari dua
(operational choice level), yaitu antara lain kelompok industri/ kegiatan yaitu Kegiatan Konservasi Perairan dan Kegiatan
swasta, kelompok pembudidaya rumput laut, kelompok nelayan, Sempadan Pantai serta Kawasan alur laut, yaitu alur pelayaran.
dann pelaku pariwisata. Beberapa kegiatan yang saling mendukung antara lain kegiatan
konservasi dengan pariwisata, kegiatan konservasi dengan
Berdasarkan hasil analisis aktor dalam pengelolaan dan budidaya rumput laut, kegiatan budidaya rumput laut dengan
pemanfaatan ruang kawasan pesisir Kota Bontang teridentifikasi kegiatan pariwisata, kegiatan budidaya rumput laut dengan
bahwa selama ini masing-masing aktor dalam menjalankan kegiatan alur pelayaran, dan kegiatan budidaya rumput laut
perannya didasarkan kepada keputusan masing-masing aktor. dengan kegiatan sempadan pantai. Kegiatan alur pelayaran
Salah satu sebabnya adalah belum adanya aktor yang berperan dapat saling mendukung dengan kegiatan pelabuhan, kegiatan
sebagai kooordinasi antar aktor-aktor tersebut dalam mengelola migas, dan PLTU.
dan meanfaatkan ruang pesisir dan laut Kota Bontang. Akibatnya
adalah terjadinya konflik antar aktor dalam yang terlibat dalam Untuk melihat hubungan antar kegiatan satu dengan yang
menjalankan aktivitasnya. lainnya dilalakuka analisis matriks keterkaitan kegiatan, yaitu
zakan menjelaskan hubungan antar kegiatan apabila kedua
Belum optimalnya aktor pemerintah yang berperan sebagai kegiatan tersebut berdampingan yang dianalisis dengan analisis
koordinasi dalam menyatukan masing- masing kepentingan aktor pemetaan konflik.
menjadi salah satu sebabnya. Aktor Kelompok industri/swasta
yang notabene merupakan kelompok yang merasa pertama Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data
memanfaatkan dan mengelolaa kawasan pesisir Kota Bontang, sekunder. Data primer diperoleh melalui dua teknik, yakni
juga berperan terjadinya konflik antar aktor1. pertama, observasi (observation) yakni dengan melakukan
pengamatan yang terjadi dilapang. Kedua, melalui kuisioner,
Potensi Konflik Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir dan yakni dengan memberikan penjelasan terlebuh dahulu terhadap
Laut Kota Bontang responden tentang maksud dan tujuan kuisioner dan upaya
menjawabnya. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur
Langkah pertama yang dilakukan dalam melakukan analisis dengan mempelajari literaur yang terkait dengan penelitian,
konflik pemanfatan ruang kawasan pesisir dan laut Kota hasil penelitian sebelumnya dan dokumen-dokumen lain yang
Bontang adalah dengan melakukan identifiaksi kegiatan- relevan dengan topik penelitian.
kegiatan yang memanfaatkan ruang di kawasan Pesisir dan Laut
Kota Bontang. Berdasakan hasil survey di lapagan kegiatan
Pemilihan responden dalam penelitian ini ditentukan secara
pemanfaatan ruang kawasan pesisir di Kota Bontang adalah
sengaja (purposive sampling) dengan tetap mempertimbangkan
sebagai berikut:
posisi dan peran mereka dalam kegiatan sehari-hari masing-
1 Kota Bontang dibentuk berdasarkan UU No. 47/ 1999. yang masing, yaitu masyarakat pesisir (nelayan, pembudidaya ikan,
sebelumnya berbentuk Kota Adminstasi di bawah Kabupaten Kutai pengrajin perahu, dan masyarakat pesisir lainya baik yang
Kertanegara. Ketiga perusahaan besar Badak NGL (gas alam), Pupuk bekerja di pesisir atau di darat luar pesisir), swasta ada beberapa
Kalimantan Timur (pupuk dan amoniak) dan Indominco Mandiri
responden yang mewakili swasta, aparatur pemerintah, yaitu
(batubara), yang berperan dalam pembangunan Bontang sebelum
menjadi Kota . dinas terkait dalam urusan pengelolaan kawasan pesisir di Kota

142 | Mujio. et. al. Analisis Potensi Konflik Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir: Integrasi Rencana Tata Ruang Darat dan Perairan Pesisir
Bontang, yang tersebar merata dari kepala dinas, kepala bidang, Gambar berikut menunjukkan hasil analisis prospektif terhadap
kepala seksi, staff dan tenaga ahli (expert) (Fletcher 2003). konflik yang terjadi di kawasan pesisir Kota Bontang.

Analisis pemetaan konflik dalam penelitian ini dengan metode Gambar 4. menunjukan hasil dari analisis prospektif, yaitu
kuisioner, yaitu meminta pendapat setiap stakeholder baik itu pengaruh dan ketergantungan antar kegiatan. Dari Sembilan
masyarakat, swasta, aparatur pemerintah maupun tenaga ahli atribut pengkungkit/kegiatan yang dianalisis, teridentifikasi 7
(ekspert) terhadap kesesuaian/keterkaitan antar kedua kegiatan faktor atau kegiatan dominan yang berpengaruh pada sistem.
apabila berdampingan. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah kawasan pesisir Kota Bontang. Ketujuh faktor dominan tersebut
yang terjadi apabila kedua kegiatan dalam posisi berdampingan, terdapat pada kuadran kedua, yaitu mempunyai pengaruh
apakah (1) saling mendukung? (2) Tidak ada pengaruh? (3) kuat dan ketergantungan yang kuat (leverage variables)
terjadi konflik ringan (hanya salah satu konflik yang terjadi terhadap kondisi lingkungan pesisir lokasi penelitian. Ketujuh
dari tiga konflik yang diidentifikasi yaitu ekologi, social dan kegiatan tersebut adalah perikanan statis (belat), budidaya
ekonomi)?, (4) konflik sedang (hanya salah dua konflik yang rumput laut, alur laut, industri MIGAS, PLTU, Pelabuhan
terjadi dari tiga konflik yang diidentifikasi yaitu ekologi, sosial dan Kegiatan konservasi. Kegiatan-kegiatan ini merupakan
dan ekonomi) ? atau konflik berat (terjadi tiga konflik sekaligus faktor-faktor peubah yang kuat dalam sistem wilayah pesisir.
yaitu ekologi, sosial dan ekonomi)?. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang mempunyai pengaruh
kecil tetapi mempunyai ketergantungannya tinggi terhadap
Berdasarkan hasil analisis peringkat agregat dari semua kondisilingkungan pesisir Kota Bontang adalah kegiatan
stakeholder yang terdiri dari 115 responden stakeholder pariwisata dan sempadan pantai. Kegiatan pariwisata dan
dengan variasi umur, latar belakang pendidikan, jabatan dalam sempadan pantai pengaruhnya sangat kecil terhadap kegiatan-
pekerjaan, dan status pekerjaannya, diperoleh matriks konflik kegiatan lainnya tetapi kegiatan ini sangat tergantung terhadap
penggunaan ruang antar kegiatan seperti padaGambar 3. kondisi lingkungan pesisir sekitarnya. Apabila kondisi
lingkungan pesisir sudah rusak, kegiatan pariwisata dan zoba
Gambar 3. menunjukkan kegiatan konservasi dan kegiatan sempadan pantai terancam hilang.
budidaya rumput laut masing-masing apabila kegiatan tersebut
bersandingan dengan kegiatan perikanan tangkap statis (belat), Atas dasar hasil analisis perspektif di atas, maka kebijakan
kegiatan industri MIGAS, dan kegiatan PLTU akan berpotensi pemanfaatan ruang kawasan pesisir Kota Bontang harus
menimbulkan konflik berat, yaitu berpotensi terjadinya konflik benar-benar memperhatikan ketujuh kegiatan di atas, yaitu
ekologi, konflik sosial, maupun konflik ekonomi. Begitu perikanan statis (belat), budidaya rumput laut, alur laut, industri
juga untuk kegiatan perikanan tangkap statis (belat) apabila MIGAS, PLTU, Pelabuhan dan Kegiatan konservasi. Hal ini
berdampingan dengan kegiatan alur pelayaran akan berpotensi karena ketujuh kegiatan ini mempunyai pengaruh kuat dan
menimbulkan konflik berat. Charles (2000) mengemukakan ketergantungan yang kuat terhadap kondisi lingkungan pesisir
bahwa sektor perikanan memiliki potensi konflik dengan sektor Kota Bontang dan berpotensi menimbulkan konflik berat
lainnya dalam pemanfaatan lahan. Sementara itu kegiataan apabila saling berdampingan.
lainnya yang berpotensi konflik berat adalah kegiatan sempadan
pantai akan berpotensi menimbulkan konflik berat apabila KESIMPULAN DAN SARAN
kegiatan tersebut bersandingan dengan kegiatan pelabuhan,
PLTU, dan industri migas. Kesimpulan

Kegiatan yang berpotensi konflik sedang dengan kegiatan Pemetaan potensi konflik ruang menjadi salah satu analisis
lainnya adalah konservasi pesisir dengan pelabuhan, dan penting dalam proses penyusunan rencana zonasi ruang pesisir
pariwisata dengan perikanan tangkap statis. Konflik sedang yang mengintegrasikan perencanaan darat dan perairan. Dengan
terjadi apabila kedua kegiatan berpotensi konflik pada aspek mengetahui konflik antar kegiatan pemanfaatan ruang di kedua
pembangunan berkelanjutan dari tiga aspek ekologi, sosial dan wilayah tersebut kita sudah mengantasipasi solusi dan arahan
ekonomi. kebijakan kedepannya. Pelibatan stakeholder terkait di sekitar
lokasi perencanaan sangat penting dalam proses pemetaan konflik
Potensi Konflik ringan terjadi apabila kedua kegiatan berpotensi khususnya dan dalam proses penataan ruang pesisir pada umumnya.
menimbulkan salah satu konflik dari aspek pembangunan Rekomendasi dalam penelitian ini adalah semakin banyak
berkelanjutan, yaitu ekologi, atau ekonomi. Beberapa kegiatan stakeholder dan semakin beragam latar belakang pendidikan dan
yang berpotensi menimbulkan konflik ringan adalah antara profesinya akan mempertajam dalam analisis pemetaan konflik.
perikanan statis dengan kegiatan PLTU, industry migas, Sedangkan saran bagi pengambil kebijakan dalam penyusunan
sempadan pantai dan pelabuhan. Kegiatan pelabuhan juga akan rencana tata ruang pesisir adalah melibatkan stakeholder sejak awal
berpotensi konflik ringan dengan kegiatan budiaya rumput laut. akan mempermudah proses dalam pengelolaan ruang kawasan
Kegiatan pariwisata dengan kegiatan industri migas dan PLTU pesisir.
juga berpotensi menimbulkan konflik ringan.
Berbagai konflik yang muncul tersebut memerlukan pengelolaan DAFTAR PUSTAKA
konflik, yaitu suatu proses yang diarahkan pada pengelolaan
konflik agar terjadi suatu kondisi yang lebih terkendali melalui Bourgeois R and F. Jesus. 2004. Participatory Prospective
suatu rekayasa yang dilakukan untuk mengendalikan konflik Analysis, Exploring and Anticipating Challenges
agar menjadi lebih baik (Diposaptono 2015). Pengelolaan dan With Stakesholders. Center for Alleviation of Poverty
pengendalian konflik akan memudahkan pengambilan keputusan through Secondery Crops Development in Asia and The
dalam memutuskan alokasi ruang yang mempertimbangkan Pacific and French Agricultural Research Center for
kepentingan antar pihak. International Development. Monograph (46) : 1 - 29.
Brown K., Tompskin E., Adger W.N. 2001. Trade-off Analysis
Dalam rangka untuk mendefinisikan dan mendeskripsikan for Participatory Coastal Zone Decision- Making.
strategi kebijakan yang relevan terhadap kegiatan yang Norwich; Overses Development Group, University of
berpotensi menimbulkan konflik dilakukan analisis prospektif. East Anglia.

Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan | Agustus 2016, hal 139-144 | 143


Brown G and C.M. Raymond 2013 Methods for identifying Nguyen T G, 2005 A Methodology For Validation Of
land use conflict potential using participatory mapping. Integrated Systems Models With An Application To
Elsevier. Landscape dan Urban Planning. Coastal-Zone Management In South-West Sulawesi,
Charles Anthony. 2001. Sustainable Fishery System. UK; Dissertation. ISBN 90-365-2227-7. Printed by:
Blackwell Science Ltd. PrintPartners Ipskamp, (138) : 49 -64.
Cooke R M., 1991. Experts In Uncertainty: Opinion and Ostrom E, Gardner, R and Walker,J, 1994. Rules, Games and
Subjective Probability in Science. Oxford University Common Pool Resources. University of Michigan
Press, New York.Crowder L B., G. Osherenko, O.R. Press, An Arbor, MI.
Young, S. Airamé, E.A. Norse, N. Baron. 2006. Resolving Lorenzen K., R.S. Steneck, R.R. Warner, A.M. Parma, F.C.
Mismatches In U.S. Ocean Governance, Science 80 (313) Coleman, K.M. Leber. 2010. The spatial dimensions
617–618.Dahuri R., Rais Y., Putra S.G., Sitepu. M.J., of fisheries: putting it all in place, Bull. Mar. Sci. 86
1996. Pengelolaan Sumeberdaya Wilayah Pesisir dan 169–177.
LAutan Secara Terpadu. Jakarta; PT. Pradnya Paramita. Marina I. dan AH. Dharmawa. 2011.Analisis konflik
Dalton T., R. Thompson, D. Jin. 2010. Mapping Human sumberdaya hutan di kawasan konservasi (Analysis of
Dimensions In Marine Spatial Planning And resource forest conflict in conservation area). Sodality:
Management: An Example From Narragansett Bay, R. I. Jurnal Sosiologi Pedesaan|. Vol. 05, No. 01 hlm 90-96.
Mar. Policy (34) 309–319. Prestelo L., E.M Vianna, 2016.. Identifying multiple-use
Diposaptono Subandono. 2015. Membangun Poros Maritim conflicts prior to marine spatial planning: A case study
Dunia: Dalam Perspektif Tata Ruang Laut. Kementrian of A multi-legislative estuary in Brazil. Elsevier. Marine
Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Kelautan, Policy. (67) 83-93.
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Direktirat Tata Ruang Laut, Riolo F A. 2006. Geographic Information
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta. (328) : 196 – 197. System For Fisheries Management In
Douvere F C., N. Ehler. 2009, New perspectives on sea use American Samoa, Environ. Model. Softw. (21)1025–
management: initial findings from European experience with 1041.
marine spatial planning, J. Environ. Manag. (90) 77–88. Sanchirico J N,. J. Eagle, S. Palumbi, B.H.
Fisher S, Abdi DK, Ludin J, Smith R, Williams S and Williams Thompson Jr. 2010. Comprehensive Plan
S. 2001. Mengelola konflik: keterampilan dan strategi Ning, Dominant-Use Zones, And User Rights: S New
untuk bertindak. The British Council, Jakarta, Indonesia. Era In Ocean
Fletcher A, Guthrie J, Steane P, Roos G, Pike S. 2003. Mapping Tuda A O., T.F. Steven L. D. Rodwell. 2014. Resolving coastal
Stakeholders Perception for A Third Sector Organization. conflicts using marine spatial planning Elsevier.
Journal of Intellectual Capital. 4 (4) : 505 – 527. Journal of Environmental Managament. (133) 59-68.
Halpern B S., S. Walbridge, K.A. Selkoe, C.V. Kappel, F. Young O R., G. Osherenko, J. Ekstrom, L.B. Crowder, J.
Micheli, C. D’Agrosa. 2008. A global map of human Ogden, J.A. Wilson, 2007., Solving the crisis in Ocean
impact on marine ecosystems, Science 319 (2008) 948– Governance: place-based management of marine
952. ecosystems, Environment (49) 20–32,.
Hidayat. 2011. POLITIK AGRARIA TRANSFORMATIF: Zainuddin S., E. Soetarto, S. Adiwibowo, NK. Pandjaitan.
Studi Peluruhan Kelembagaan Lokal Dan Kegagalan 2012. Kontestasi dan konflik memperebutkan emas di
Politik Tata Kelola Agraria Pada Komunitas Petani poboya (Contestation and Conflict in the Seizure of
Di DAS Cidanau Kabupaten Serang Provinsi Banten. Gold in Poboya). Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan|.
(desertasi). Institut Pertanian Bogor.Bogor. Vol. 06, No. 02 hlm 145-159.

144 | Mujio. et. al. Analisis Potensi Konflik Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir: Integrasi Rencana Tata Ruang Darat dan Perairan Pesisir

Anda mungkin juga menyukai