Modul Sementara

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

1

MODUL

PENGARUH PSIKOEDUKASI KELUARGA TERHADAP KEMAMPUAN


KELUARGA DALAM MARAWAT PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJD
PROVINSI JAMBI

Oleh :

ELIN HIKMAH

2015 22 022

PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM

JAMBI 2019
2

PROSEDUR PELAKSANAAN TERAPI

Pelaksanaan terapi psikoedukasi keluarga terdiri dari 5 sesi. Setiap sesi


dilakukan selama 45-60 menit. Adapun urutan dari terapi ini adalah sebagai
berikut:
SESI 1 : Pengkajian Masalah Keluarga
Pada sesi pertama ini terapis dan keluarga bersama-sama
mengidentifikasi masalah yang timbul di keluarga karena memiliki klien
gangguan jiwa. Terapi ini mengikutsertakan seluruh anggota keluarga yang
terpengaruh dan terlibat dalam perawatan klien, terutama caregiver. Hal yang
perlu diidentifikasi adalah makna gangguan jiwa bagi keluarga dan dampaknya
pada orangtua, anak, saudara kandung, dan pasangan. Pengkajian dibuat terpisah
antara masalah yang dirasakan oleh caregiver dan anggota keluarga yang lain.
Pengkajian berfokus pada masalah dalam merawat klien sakit dan
masalah yang muncul pada diri karena merawat klien. Beberapa pertanyaan yang
dapat diajukan pada saat mengkaji masalah ini adalah sebagai berikut (Saunders,
1997 dalam Stuart, 2009).
-
Situasi bagaimana yang membuat stress pada keluarga anda?
-
Bagaimana perasaan anda mengenai ketergantungan, interaksi sosial atau
respon terhadap tindakan pada anggota keluarga yang sakit?
-
Seberapa besar dukungan yang anda dapatkan dari profesional kesehatan
mental, komunitas atau keluarga besar anda?
A.
Tujuan sesi I
1.
Peserta dapat menyepakati kontrak program psikoedukasi keluarga
2.
Peserta mengetahui tujuan program psikoedukasi keluarga
3.
Peserta mendapat kesempatan untuk menyampaikan pengalamannya dalam
merawat klien dengan gangguan jiwa (masalah dalam merawat dan masalah
pribadi yang dirasakan karena merawat)
4.
Peserta dapat menyampaikan keinginan dan harapannya selama mengikuti
program psikoedukasi keluarga
3

B.
Setting
Peserta (keluarga) duduk berhadapan dengan terapis dalamposisi yang nyaman
C.
Alat dan bahan
Leaflet/lembar balik, modul, dan buku kerja keluarga (format evaluasi dan
dokumentasi)
D.
Metode
Curah pendapat, ceramah, diskusi, dan tanya jawab
E.
Langka-langka
1. Persiapan
a. Mengingatkan keluarga 2 hari sebelum pelaksanaan terapi
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Pelaksanaan
Fase Orientasi:
a. Salam terapeutik: salam dari terapis
b. Memperkenalkan nama dan panggilan terapis
c. Menanyakan nama dan panggilan peserta
d. validasi
Menanyakan bagaimana perasaan peserta dalam mengikuti program
psikoedukasi keluarga saat ini.
e. kontrak
Menjelaskan tujuan pertemuan pertama yaitu untuk bekerjasama dalam
membantu keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan gangguan
jiwa.
f. Terapis mengingatkan langkah-langkah setiap sesi sebagai berikut:
a.
Menyepakati pelaksanaan terapi selama 5 sesi
b.
Lama kegiatan 45 – 60 menit
c.
Keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai dengan anggota
keluarga yang tidak berganti
Fase Kerja :
a.
Menanyakan tentang apa yang dirasakan keluarga selama ini terkait
dengan gangguan jiwa yang dialami salah satu anggota keluarga.
4

1.
Masalah pribadi yang dirasakan anggota keluarga sendiri
2.
Masalah dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa
3.
Keluarga menuliskan masalahnya pada buku kerja keluarga
4.
Terapis menuliskan pada buku kerja sendiri
5.
Menanyakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga
dengan adanya salah satu anggota keluarga yang menderita gangguan
jiwa (Setiap anggota keluarga diberi kesempatan untuk
menyampaikan perubahan-perubahan yang dialami dalam keluarga)
b.
Menanyakan keinginan dan harapan keluarga selama mengikuti
psikoedukasi keluarga
c.
Memberikan kesempatan keluarga untuk mengajukan pertanyaan terkait
dengan hasil diskusi yang sudah dilakukan.
Fase Terminasi:
a.
Evaluasi
1.
Menyimpulkan hasil diskusi sesi I
2.
Menanyakan perasaan keluarga setelah selesai sesi I
3.
Memberikan umpan balik positif atas kerjasama dan kemampuan
keluarga dalam menyampaikan apa yang dirasakan
b.
Tindak Lanjut
Menganjurkan keluarga untuk menyampaikan dan mendiskusikan
pada anggota keluarga yang lain tentang masalah yang dihadapi keluarga
dan perubahan-perubahan yang terjadi pada keluarga dengan gangguan
jiwa.
c.
Kontrak
1.
Menyepakati topik sesi 2 yaitu menyampaikan tentang gangguan jiwa
dan cara merawat klien gangguan jiwa
2.
Menyepakati waktu dan tempat untuk pertemuan selanjutnya
5

F.
Evaluasi Dan Dokumentasi
1.
Evaluasi proses
Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja,
keaktifan keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan kegiatan
secara keseluruhan.
2.
Dokumentasi kemampuan
Pada dokumentasi dituliskan ungkapan secara singkat apa yang telah
disampaikan oleh keluarga yaitu masalah pribadi yang dirasakan anggota
keluarga dan masalah yang dialami selama merawat anggota keluarga
dengan gangguan jiwa dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
keluarga.

SESI 2 : Perawatan Klien Gangguan Jiwa


Sesi II ini berfokus pada edukasi mengenai masalah yang dialami oleh
klien. Edukasi yang diberikan kepada keluarga terkait dengan diagnosa medis dan
diagnosa keperawatan yang dialami klien. Edukasi pada sesi II ini disesuaikan
dengan SAK keluarga yang telah dikembangkan pada untuk intervensi generalis.
Intervensi yang diberikan pada sesi II ini didasarkan dengan diagnosa
keperawatan yang muncul pada klien.
Bellack dan Mueser (1993 dalam Fortinash & Worret, 2004) menyatakan
bahwa intervensi dengan memberikan edukasi pada keluarga dapat membantu
keluarga menghadapi stressor karena klien sakit, yang berefek positif pada kondisi
klien. Townsend (2009) menyatakan dampak positif program psikoedukasional
secara tidak langsung pada klien yaitu bahwa dengan memberikan informasi
mengenai penyakit klien pada keluarga dan memberikan saran mengenai koping
yang baik, akan menurunkan kecenderungan klien untuk kambuh dan menurunkan
kemungkinan pengaruh berbahaya gangguan jiwa terhadap anggota keluarga yang
lain.
Sebuah keluarga yang anggotanya menderita skizofrenia cenderung
tertutup dan enggan diwawancarai oleh orang asing. Sepertinya hal ini disebabkan
oleh stigma, rasa malu dan penyalahan dari lingkungan sosial yang dialami
keluarga. Kehadiran skizofrenia dalam keluarga mereka sungguh menimbulkan
6

aib yang besar. Hal ini tidak terbatas pada keluarga dengan status sosial-ekonomi-
pendidikan yang rendah saja, namun juga dialami oleh keluarga kalangan atas.
Biasanya keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita skizofrenia
akan menyerahkan sepenuhnya perawatan dan pengobatan kepada pihak rumah
sakit jiwa karena mereka kurang mengetahui bagaiman cara merawat penderita
skizofrenia dan mereka berkeyakinan bahwa dengan menjalani perawatan di
rumah sakit jiwa maka pasien akan mendapat perawatan dan pengobatan yang
tepat sehingga kemungkinan untuk pulih sangat besar (Anwar, 2013).
Biasanya pasien yang pertama kali dibawa ke rumahsakit jiwa untuk
berobat pasti akan meronta-ronta, mengamuk bahkan cenderung bersikap kasar
karena dia menolak untuk diobati. Tetapi pihak rumah sakit harus bisa
menenangkan pasien tersebut untuk pengobatan selanjutnya. Setelah diberi
pengobatan dan terapi-terapi psikologis, pasien akan mulai terbiasa dan bisa
beradaptasi dengan lingkungan sekitar serta mulai bisa menerima obat-obatan anti
psikotik yang dia konsumsi (Anwar, 2013).
Perawatan di rumah sakit jiwa menurunkan stres pada pasien dan
membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di
rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas
pengobatan rawat jalan. Penelitian telah menunjukkan bahwa perawatan singkat di
rumah sakit jiwa (empat sampai enam minggu) adalah sama efektifnya dengan
perawatan jangka panjang di rumah sakit jiwa dan bahwa rumah sakit jiwa dengan
pendekatan perilaku yang aktif adalah lebih efektif daripada institusi yang
biasanya dan komunitas terapeutik berorientasi-tilikan. Dengan mendapat
perawatan yang tepat dari pihak rumah sakit jiwa, keluarga pasien penderita
skizofrenia berharap bahwa pasien akan pulih dari simtom-simtom penyebab
gangguan tersebut dan dapat beraktivitas seperti biasa serta tidak lagi membebani
keluarga dan masyarakat. Pasien rawat inap yang sudah menunjukkan perilaku
yang baik setelah pengobatan dan tidak lagi menunjukkan gejala-gejala yang
buruk maka dapat direkomendasikan oleh rumah sakit jiwa untuk pulang ke
rumah dan menjalani rawat jalan dengan pengawasan keluarganya. Namun
bagaimana jika seorang pasien yang sebelumnya mendapat perawatan yang cukup
7

baik dan pengobatan yang sesuai dengan dosis yang diberikan oleh dokter serta
diizinkan untuk menjalani rawat jalan tidak berapa lama mengalamikekambuhan
dengan menunjukkan gejala-gejala seperti saat belum mendapatkan perawatan
dirumah sakit jiwa. Hal inilah yang biasa disebut dengan relaps atau kekambuhan
kembali (Anwar, 2013).
A.
Tujuan sesi II
1.
Keluarga mengetahui tentang gangguan jiwa yang dialami oleh klien.
2.
Keluarga mengetahui tentang pengertian, gejala, etiologi, prognosis,
intervensi dan terapi yang dapat diberikan kepada klien gangguan jiwa
3.
Keluarga mengetahui cara merawat klien dengan gangguan jiwa di rumah
4.
Keluarga mampu memperagakan cara merawat klien dengan gangguan jiwa
di rumah.
B.
Setting
Peserta (keluarga) duduk berhadapan dengan terapis dalamposisi yang nyaman.
C.
Alat dan bahan
Leaflet/lembar balik, modul, dan buku kerja keluarga (format evaluasi dan
dokumentasi).
D.
Metode
Curah pendapat, ceramah, diskusi, dan tanya jawab
E.
Langka-langka
1. Persiapan
a. Mengingatkan keluarga 2 hari sebelum pelaksanaan terapi
b. Mempersiapkan diri, tempat dan peserta
2. Pelaksanaan
Fase Orientasi:
a. Salam terapeutik: salam dari terapis
b. Evaluasi: menanyakan perasaan keluarga hari ini dan menanyakan apakah
keluarga mempunyai pertanyaan dari pertemuan sebelumnya, misalnya
tentang masalah yang dialami oleh anggota keluarga yang lain.
8

c. Kontrak
Menyepakati waktu dan lama sesi.

Fase Kerja :
a. Mendiskusikan tentang gangguan jiwa yang dialami oleh salah satu
anggota keluarga (misalnya: perilaku kekerasan, halusinasi).
1. Anggota keluarga menyampaikan pengalamannya selama ini
2. Memberi kesempatan anggota keluarga lain untuk memberi pendapat
b. Menyampaikan tentang konsep gangguan jiwa meliputi pengertian,
penyebab, tanda, prognosis, intervensi dan terapi.
1. Anggota keluarga menyampaikan pengalaman mereka
2. Memberi kesempatan kepada keluarga untuk bertanya
c. Mendiskusikan cara merawat klien dengan gangguan jiwa yang selama
ini dilakukan oleh keluarga.
d. Mendemonstrasikan cara merawat klien dengan gangguan jiwa, misalnya
klien dengan halusinasi atau perilaku kekerasan.
1. Meminta keluarga untuk mendemonstrasikan kembali salah satu cara
merawat klien dengan gangguan jiwa, misalnya halusinasi.
2. Memberi masukan terhadap hal–hal yang perlu ditingkatkan oleh
keluarga.
3. Memberi kesempatan anggota keluarga lain untuk memperagakan cara
merawat klien dengan gangguan jiwa di rumah.

Fase Terminasi:
a.
Evaluasi
1.
Menanyakan perasaan keluarga setelah sesi II selesai.
2.
Memberikan umpan balik positif atas kerjasama peserta yang baik.
b.
Tindak Lanjut
Menganjurkan keluarga untuk menyampaikan tentang materi
gangguan jiwa yang telah dijelaskan kepada anggota keluarga yang
lain.
9

c. Kontrak
Menyepakati topik sesi berikutnya, waktu dan tempat untuk pertemuan
berikutnya.
F.
Evaluasi Dan Dokumentasi
1.
Evaluasi proses
Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja,
keaktifan keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan kegiatan
secara keseluruhan.
2.
Dokumentasi kemampuan
Pada dokumentasi dituliskan ungkapan secara singkat apa yang telah
disampaikan oleh keluarga

SESI 3 : Manajemen Stres Keluarga


Stress adalah kondisi ketidakseimbangan yang terjadi saat ada
kesenjangan keinginan individu dalam lingkungan internal atau eksternalnya
dengan kemampuannya untuk menghadapi keinginan-keinginan tersebut
(Townsend, 2009). Stressor adalah keinginan dari lingkungan internal atau
eksternal individu yang meningkatkan respon fisiologis dan/atau psikologis
seseorang. Kondisi klien dengan schizophrenia dapat menjadi stressor tersendiri
bagi keluarga. Setiap stressor dapat dihadapi dengan memiliki kemampuan koping
yang baik. Untuk meningkatkan kemampuan koping yang baik, diperlukan
manajemen stress yang tepat.Manajemen stress adalah berbagai metode yang
digunakan oleh seseorang untuk mengurangi tekanan dan respon maladaptif lain
terhadap stress dalam hidup; termasuk latihan relaksasi, latihan fisik, musik,
mental imagery, atau teknik teknik lain yang berhasil pada individu tersebut.
Stres family caregiver orang dengan skizofrenia merupakan suatu kondisi
ketegangan keluarga yang terjadinya karena respon terhadap perawatan bagi orang
dengan skizofrenia. Kondisi stres family caregiver orang dengan skizofrenia
dimanifestasikan dalam bentuk ketegangan fisik, kebosanan, keputusasaan, cemas,
peningkatan rasa malu yang berlebihan kepada masyarakat sekitar, isolasi sosial,
sedih berkepanjangan, bahkan frustasi mencari pengobatan orang dengan
skizofrenia (Zulfatul, 2018).
10

Stres family caregiver terjadi karena orang dengan skizofrenia


membutuhkan proses perawatan dan pengobatan yang panjang, jangka waktu
yang lama, dan pengobatan yang teratur, dan keluarga dalam hal ini menjadi
sistem pendukung utama dalam perawatan kesehatan orang dengan skizofrenia.
Stres family caregiver terjadi karena strategi koping keluarga yang tidak adaptif
secara efektif dalam mengatasi berbagai bentuk ancaman stressor. Family
caregiver tidak mampu mengelola emosi akan jatuh pada kondisi psikologis yang
tidak menyenangkan dalam upaya beradaptasi terhadap tuntutan peran keluarga
sebagai caregiver orang dengan skizofrenia (Zulfatul, 2018).
Keluarga seharusnya memanfaatkan strategi koping internal dalam
menghadapi stres, yang meliputi strategi kognitif dan strategi komunikasi. Strategi
koping dapat berasal dari dalam diri individu berupa kemampuan suatu individu
melakukan manajemen diri terhadap stressor, optimisme, kemampuan memahami
diri sendiri, serta kemampuan mengelola dan penataan emosi (self compassion).
Family caregiver yang menggunakan self compassion dalam menghadapi
peristiwa dalam hidupnya, menurunkan tingkat depresi, pencapaian optimisme,
lebih menyayangi diri sendiri, mengenal dirinya terhadap masalah yang dialami
(Zulfatul, 2018).
Sesi III dari FPE adalah sesi untuk membantu mengatasi masalah
masing-masing individu keluarga yang muncul karena merawat klien. Stress akan
terjadi terutama pada caregiver yang setiap saat berinteraksi dengan klien. Pada
sesi III ini, terapis mengajarkan cara-cara memanajemen stress pada seluruh
anggota keluarga, terutama caregiver.
A.
Tujuan sesi III
1. Keluarga mampu berbagi pengalaman dengan anggota keluarga lain tentang
stres yang dirasakan akibat salah satu anggota mengalami gangguan jiwa
dalam keluarga
2. Keluarga mendapatkan informasi tentang cara mengatasi stres yang dialami
akibat salah satu anggota mengalami gangguan jiwa dalam keluarga
3. Keluarga mampu mendemonstrasikan cara mengatasi stres.
4. Keluarga dapat mengatasi hambatan dalam mengurangi stres.
11

B.
Setting
Peserta (keluarga) duduk berhadapan dengan terapis dalamposisi yang nyaman.
C.
Alat dan bahan
Leaflet/lembar balik, modul, dan buku kerja keluarga (format evaluasi dan
dokumentasi) alat bantu disesuikan dengan teknik manajemen stres yang
dipilih.
D.
Metode
Ceramah, diskusi, curah pendapat, role play (bermain peran) dan tanya jawab
E.
Langka-langka
1. Persiapan
a. Mengingatkan keluarga 2 hari sebelum pelaksanaan terapi
b. Mempersiapkan diri, tempat dan peserta
2. Pelaksanaan
Fase Orientasi:
a. Salam terapeutik: salam dari terapis
b. Evaluasi: menanyakan perasaan keluarga hari ini dan menanyakan apakah
keluarga mempunyai pertanyaan dari pertemuan sebelumnya, misalnya
tentang materi gangguan jiwa dan cara merawat klien di rumah.
c. Kontrak
Menyepakati lama waktu terapi (sesi) serta materi yang akan disampaikan.

Fase Kerja :
a. Menanyakan pada keluarga terkait stres yang mereka alami dengan adanya
klien gangguan jiwa.
a. Anggota keluarga menyampaikan pengalamannya selama ini
b. Memberikan pujian/penghargaan atas kemampuan anggota keluarga
menyampaikan pendapat/perasaannya.
c. Menjelaskan tentang stres yang dialami keluarga akibat salah satu
anggota mengalami gangguan jiwa dengan menggunakan leaflet.
d. Meminta anggota keluarga mengidentifikasi tanda dan gejala serta cara
mengurangi stres sesuai dengan penjelasan terapis
12

e. Mendemontrasikan cara mengurangi stres yang dialami oleh anggota


keluarga.
f. Meminta anggota keluarga untuk mendemonstrasikan kembali cara
mengurangi stres yang telah diajarkan.
Fase Terminasi:
a.
Evaluasi
1.
Menanyakan perasaan keluarga setelah sesi III selesai.
2.
Memberikan umpan balik positif atas kerjasama peserta yang baik.
b.
Tindak Lanjut
Menganjurkan keluarga untuk berlatih cara mengurangi stres.
c.
Kontrak
Menyepakati topik sesi berikutnya, waktu dan tempat untuk pertemuan
berikutnya.
F. Evaluasi Dan Dokumentasi
a.
Evaluasi proses
Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja,
keaktifan keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan kegiatan
secara keseluruhan.
b.
Dokumentasi kemampuan
Pada dokumentasi dituliskan ungkapan secara singkat apa yang telah
disampaikan oleh keluarga. Yaitu cara mengatasi stres dalam merawat
anggota keluarga dengan gangguan jiwa.

SESI 4 : Manajemen Beban Keluarga


Pada sesi IV ini terapis bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga,
membicarakan mengenai masalah yang muncul karena klien sakit dan mencari
pemecahan masalah bersama-sama. Pada sesi ini sangat diperlukan kontribusi dari
seluruh anggota keluarga untuk memecahkan masalah yang dirasakan keluarga.
Family psychoeducation telah terbukti dapat memperbaiki gejala umum
penyakit dan mengatasi penolakan dan beban yang dirasakan keluarga. Pengaruh
dari adanya anggota keluarga dengan gangguan mental sering disebut dengan
beban keluarga (Stuart, 2009). Sebuah survey mengenai caregiver di keluarga
13

menunjukkan bahwa beban yang paling besar dirasakan adalah mengkhawatirkan


masa depan, berkurangnya konsentrasi, terganggunya rutinitas sehari-hari, merasa
bersalah karena merasa apa yang dilakukan tidak cukup baik, merasa terperangkap
di rumah, dan merasa sedih karena perubahan pada anggota keluarga (Rose et al.,
2006 dalam Stuart, 2009).
Beban dapat bersifat subjektif atau objektif. Beban objektif terkait dengan
perilaku klien, penampilan peran, efek luas pada keluarga, kebutuhan akan
dukungan, dan biaya yang dikeluarkan karena penyakit. Beban subjektif adalah
perasaan terbebani yang dirasakan oleh seseorang; bersifat individual dan tidak
selalu berhubungan dengan bagian dari beban objektif. Dengan mengkaji beban
keluarga perawat dapat bekerja sama dengan keluarga untuk mengidentifikasi
dalam hal mana keluarga memerlukan bantuan (Stuart, 2009).
Beban keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia
berhubungan dengan perawatan termasuk biaya pengobatan, tanggung jawab
untuk mengawasi kondisi mental orang dengan skizofrenia, stigma sehubungan
dengan mental orang dengan skizofrenia yang muncul dari interaksi dengan
masyarakat, serta distress emosional akibat dari simtom skizofrenia. keluarga
orang dengan skizofrenia merasakan beban (burden) yang berbeda dengan
keluarga lain pada umumnya., burden itu sendiri merupakan beban fisik dan
mental yang dialami oleh keluarga sebagai keluarga dari orang dengan
skizofrenia(Gitasari N, 2015).
Keluarga merasakan beban yang sangat berat, namun demikian keluarga
pada umumnya tetap menunjukkan rasa tanggung jawab, dukungan, dan kasih
sayang yang besar terhadap anggota keluarga mereka yang orang dengan
skizofrenia, proses perawatan orang dengan skizofrenia yang bertahun-tahun tak
jarang menimbulkan rasa jenuh dan bosan bagi keluarga, terutama apabila peran
keluarga hanya satu orang sehingga tidak dapat beristirahat dan kontrol terhadap
orang dengan skizofrenia tidak maksimal. Tanda lain dari adanya beban
psikologis adalah keluarga merasa terpaksa merawat orang dengan skizofrenia,
ingin pergi, marah terhadap orang dengan skizofrenia dan Tuhan, tetapi secara
14

bersamaan merasa bersalah karena memikirkan segala ketidaknyamanan yang


dirasakan (Gitasari N, 2015).
Keluarga mengalami tekanan yang berat selama tinggal bersama orang
dengan skizofrenia. Keluarga yang utamanya adalah keluarga atau disebut
keluarga dituntut menggunakan sebagian besar waktunya untuk merawat dan
memberikan dukungan sosial demi kondisi orang dengan skizofrenia yang lebih
baik. Keluarga juga dihadapkan dengan stigma masyarakat mengenai orang
dengan skizofrenia yang dapat berdampak pada timbulnya rasa malu hingga
penarikan diri secara sosial, selain itu biaya perawatan yang tinggi serta
perubahan peran dan tanggung jawab antar anggota keluarga menimbulkan
dinamika perubahan tertentu dalam keluarga. Hal ini dapat berpengaruh pada
kondisi kesehatan keluarga, menimbulkan kecemasan hingga depresi, dan pada
akhirnya dapat menjadikan keluarga ataupun keluarga tersebut mengalami
ketidakberdayaan. Hal tersebut mendasari peneliti untuk mengetahui bagaimana
pengalaman keluarga orang dengan skizofrenia (Gitasari N, 2015).
A.
Tujuan sesi IV
1. Keluarga mengenal beban subjektif maupun objektif yang dialami keluarga
akibat adanya anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa.
2. Keluarga mengetahui cara mengatasi beban yang dialami akibat adanya
anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa.
3. Keluarga mampu menjelaskan cara mengatasi beban yang telah diajarkan
oleh terapis.
4. Semua anggota keluarga menyepakati cara mengatasi beban keluarga dan
perannya masing-masing dalam mengatasi beban keluarga.
B.
Setting
Peserta (keluarga) duduk berhadapan dengan terapis dalamposisi yang nyaman.
C.
Alat dan bahan
Leaflet/lembar balik, modul, dan buku kerja keluarga (format evaluasi dan
dokumentasi) .
15

D.
Metode
Ceramah, diskusi, curah pendapat, role play (bermain peran) dan tanya jawab
E.
Langka-langka
1. Persiapan
a. Mengingatkan keluarga 2 hari sebelum pelaksanaan terapi
b. Mempersiapkan diri, tempat dan peserta
2. Pelaksanaan
Fase Orientasi:
a. Salam terapeutik: salam dari terapis
b. Evaluasi: menanyakan penerapan cara mengatasi stres yang sudah dilakukan
keluarga di rumah sesuai dengan diajarkan pada sesi sebelumnya dan hasil
yang dirasakan.
c. Kontrak
Menyepakati kontrak waktu dan topik yang akan disampaikan yaitu tentang
beban keluarga.
Fase Kerja :
a.
Menanyakan apa yang dirasakan anggota keluarga tentang beban objektif
maupun subjektif yang dialami keluarga akibat adanya anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa.
1. Anggota keluarga menyampaikan pengalamannya selama ini
2. Memberikan kesempatan anggota keluarga lain untuk memberikan
tanggapan.
3. Memberikan pujian dan penghargaan atas kemampuan anggota keluarga
menyampaikan pendapat atau perasaanya.
b. Menanyakan pendapat anggota keluarga tentang cara mengatasi beban yang
sudah dilakukan dengan adanya anggota keluarga yang menderita gangguan
jiwa.
c. Menjelaskan macam-macam beban keluarga dan cara mengatasi beban yang
dialami keluarga karena adanya anggota keluarga yang menderita gangguan
jiwa dengan menggunakan leaflet.
16

d. Meminta anggota keluarga untuk mengulangi menyebutkan macam-macam


beban keluarga dan cara mengatasi beban yang dirasakan keluarga akibat
adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa sesuai dengan
penjelasan terapis.
e. Terapis mendemonstrasikan satu cara untuk mengatasi beban yang dipilih
oleh keluarga.
f. Memberi kesempatan anggota keluarga untuk mendemonstrasikan ulang.
g. Memberikan pujian atas partisipasi anggota keluarga selama pelaksanaan
terapi.
Fase Terminasi:
a.
Evaluasi
1.
Menanyakan perasaan keluarga setelah sesi IV selesai.
2.
Memberikan umpan balik positif atas kerjasama peserta yang baik.
b.
Tindak Lanjut
Menganjurkan keluarga untuk menerapkan cara mengatasi beban yang telah
diajarkan.
c. Kontrak
Menyepakati topik sesi berikutnya, waktu dan tempat untuk pertemuan
berikutnya.
F.
Evaluasi Dan Dokumentasi
1.
Evaluasi proses
Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja,
keaktifan keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan kegiatan
secara keseluruhan.
2.
Dokumentasi kemampuan
Pada dokumentasi dituliskan ungkapan secara singkat apa yang telah
disampaikan oleh keluarga. Yaitu cara mengatasi beban keluarga serta
demonstrasi cara mengatasi beban keluarga.
17

SESI 5 : Pemberdayaan Komunitas Untuk Membantu Keluarga


Pada sesi V ini, akan dibahas mengenai pemberdayaan sumber-sumber di
luar keluarga, yaitu di komunitas untuk membantu permasalahan di keluarga
dengan klien gangguan jiwa. Keluarga yang merawat klien dengan gangguan jiwa
seringkali merasa malu, merasa dikucilkan dan merasa sendiri dalam merawat.
Sumber-sumber dukungan yang sebelumnya ada dapat hilang atau terbatas karena
kebutuhan untuk merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa. Keluarga
dapat merasa malu atau takut jika anggota keluarga yang sakit menunjukkan
perilaku yang tidak pantas pada orang lain. Semua aspek dari beban subjektif
dapat membatasi akses pada sistem dukungan sosial. Keluarga seperti ini
memerlukan bantuan untuk membangun kembali dukungan sosialnya (Stuart,
2009).
Komunitas memiliki pengaruh yang besar dalam rehabilitasi dan
pemulihan klien dengan gangguan jiwa. Pemberi layanan kesehatan, termasuk
perawat, harus menjalani peran pemimpin dalam mengkaji keadekuatan dan
keefektifan sumber-sumber di komunitas dan dalam merekomendasikan
perubahan untuk memperbaiki akses dan kualitas dari layanan kesehatan mental
karena keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang menjadi klien
(penerima) asuhan keperawatan. Keluarga berperan dalam menentukan asuhan
keperawatan yang diperlukan oleh anggota keluarga yang sakit. Keberhasilan
keperawatan di rumah sakit akan menjadi sia-sia jika tidak di lanjutkan dengan
perawatan di rumah secara baik dan benar oleh klien atau kelaurganya. Secara
empiris, hubungan antara kesehatan anggota keluarga terhadap kualitas kehidupan
keluarga sangat berhubungan atau signifikan (Effendi, 2009).
Keluarga menempati posisi di antara individu dan masyarakat, sehingga
dengan memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga, perawat mendapatkan
dua keuntungan sekaligus. Keuntungan pertama adalah memenuhi kebutuhan
individu, dan keuntungan kedua adalah memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam
memberikan pelayanan kesehatan, perawat harus memperhatikan nilai-nilai yang
di anut keluarga, budaya keluarga, serta berbagai aspek yang terkait dengan apa
yang di yakini dalam keluarga tersebut (Effendi, 2009).
18

A.
Tujuan sesi V
1. Keluarga dapat mengungkapkan hambatan dalam merawat klien gangguan
jiwa di rumah.
2. Keluarga dapat mengungkapkan hambatan dalam berhubungan dengan
tenaga kesehatan dan mengetahui cara mengatasi hambatan dalam
berkolaborasi.
3. Keluarga dapat berdiskusi dengan tenaga kesehatan dari puskesmas tentang
sistem rujukan, advokasi hak-hak klien gangguan jiwa dan mencari
dukungan untuk pembentukan Self Help Group.
B.
Setting
Peserta (keluarga) duduk berhadapan dengan terapis dalamposisi yang nyaman.
C.
Alat dan bahan
Leaflet/lembar balik, modul, dan buku kerja keluarga (format evaluasi dan
dokumentasi) .
D.
Metode
Ceramah, diskusi, curah pendapat, role play (bermain peran) dan tanya jawab
E.
Langka-langka
1. Persiapan
a. Mengingatkan keluarga 2 hari sebelum pelaksanaan terapi
b. Mempersiapkan diri, tempat dan peserta
2. Pelaksanaan
Fase Orientasi:
a.
Salam terapeutik: salam dari terapis
b.
Evaluasi: mengevaluasi hasil keluarga dalam menerpakan cara untuk
mengatasi beban pada keluarga.
a.
Kontrak
Menyampaikan topik pada sesi ini yaitu tentang pemberdayaan komunitas.
Fase Kerja :
a.
Menanyakan hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa
di rumah
19

1.
Masing-masing keluarga diberi kesempatan untuk menyampaikan
pendapat
2.
Memberi kesempatan kepada keluarga lain untuk menanggapi
b.
Menanyakan hambatan dalam berhubungan dengan tenaga kesehatan selama
ini.
1. Masing-masing keluarga diberi kesempatan untuk menyampaikan
pendapat
2. Memberi kesempatan kepada keluarga lain untuk menanggapi
c.
Menjelaskan kepada keluarga bagaimana seharusnya hubungan keluarga
dengan tenaga kesehatan.
d.
Menjelaskan kepada keluarga bagaimana cara mengatasi hambatan dalam
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan.
e.
Memberi kesempatan keluarga untuk berdiskusi dengan tenaga kesehatan
dari Puskesmas (atau yang mewakili) tentang sistem rujukan, advokasi hak-
hak klien gangguan jiwa dan mencari dukungan untuk pembentukan Self
Help Group.
1. Masing-masing keluarga diberi kesempatan untuk menyampaikan
pendapat
2. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk bertanya
3. Memfasilitasi dialog antara keluarga dengan pihak Puskesmas
4. Menyimpulkan hasil diskusi

Fase Terminasi:
a.
Evaluasi
1.
Menanyakan perasaan keluarga setelah sesi V selesai.
2.
Memberikan umpan balik positif atas kerjasama peserta yang baik.
b.
Tindak Lanjut
Menganjurkan keluarga untuk tetap menerapkan apa yang telah dilakukan selama
terapi yaitu merawat klien dengan gangguan jiwa di rumah, menyarankan
keluarga untuk memanfaatkan sistem rujukan yang telah ada, menjalankan
kelompok swabantu yang akan difasilitasi oleh pihak puskesmas dan disepakati
oleh keluarga.
20

c. Terminasi akhir yaitu menyerahkan kelompok pada pihak puskesmas.


F.
Evaluasi Dan Dokumentasi
1.
Evaluasi proses
Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja,
keaktifan keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan kegiatan
secara keseluruhan.
c.
Dokumentasi kemampuan
Pada dokumentasi dituliskan ungkapan secara singkat apa yang telah
disampaikan oleh keluarga, yaitu hambatan yang dialami dalam merawat
klien dan dalam berhubungan dengantenaga kesehatan, menyebutkan cara
mengatasi hambatan dan kesepakatan keluarga untuk pembentukan Self
Help Group yang akan difasilitasi oleh Puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai