Plered-Dinamika Ibukota Mataram Islam A Photobook - 2019

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 34

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Badan Penelitian dan Pengembangan


Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta
2019

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta
2019
a Photobook

PLERED
Dinamika Ibukota Mataram Islam
Pasca-Kotagede

Hery Priswanto Alifah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta
2019
Sambutan Kepala Balai Arkeologi D.I.Y iii

a Photobook
Sambutan Kepala Balai Arkeologi D.I.Y
PLERED

P
Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede
uji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha merupakan sebuah kota, ibukota Mataram Islam bahkan. Pembaca
© Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta Kuasa karena berkat kuasa-Nya buku pengayaan pendidikan juga akan paham bahwa Plered waktu itu adalah kota penting dalam
dalam bentuk photobook ini dapat diterbitkan. Masyarakat perkembangan kerajaan Mataram Islam. Simak kutipan dari buku ini:
ISBN: 978-623-91488-0-5 adalah bagian terpenting dalam hasil kerja penelitian arkeologi, tidak
“Kerajaan Mataram Islam muncul sebagai kekuatan baru pada abad
terkecuali para siswa sebagai bagian dari dunia pendidikan. Buku
ke-16 yang berpusat di Kotagede. Kerajaan Islam eksis selama
Penanggung Jawab: pengayaan pendidikan merupakan salah satu dari tiga pilar utama
kurang lebih 170 tahun dan telah mengalami pergantian kekuasaan
Kepala Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta Program Rumah Peradaban, selain destinasi pendidikan dan peraga
Sugeng Riyanto di bawah beberapa orang penguasa serta mengalami perpindahan
pendidikan. Oleh karena itu saya menyambut dengan sangat antusias
- pusat pemerintahan mulai dari Kotagede, Kerto, Plered, Kartasura,
Penulis: penerbitan photobook ini, sebagai upaya untuk memperkaya
dan Surakarta.”
Hery Priswanto pengetahuan siswa dan masyarakat pada umumnya mengenai situs
Alifah Plered, yang menjadi bagian dari mata rantai sejarah Indonesia, Untuk itu kiranya sangat cocok jika photobook ini diberi judul “Plered:
-
khususnya Mataram Islam. Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede”. Bukan hanya
Editor:
karena Plered memang dulunya ibukota, tetapi juga menjadi bagian
Muhammad Chawari Photobook merupakan “gaya” publikasi visual yang mengedepankan
- penting dalam dinamika sejarah peradaban yang berdampak pada
Redaktur: unsur images berupa foto sebagai kekuatan utama. Foto-foto
berpindah-pindahnya pusat pemerintahan.
Hari Wibowo tersebut terangkai dan saling berkaitan sedemikian rupa sehingga
-
membentuk alur imajinasi yang kokoh dan runut. Teks dan image lain Selain menyambut dengan gembira, saya juga berharap buku ini
Sekretariat: memang diperlukan, seperti peta atau gambar, yang menjadi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan dunia pendidikan yang
Penerbit
Bayu Indra Saputro sudah menantikan untuk membaca, sekaligus menjadi inspirasi bagi
- Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta “sisipan” guna lebih melancarkan alur cerita berdasarkan susunan
Layout & Desain Grafis: Jl. Gedongkuning 174, Yogyakarta 55171 foto-foto sebagai bahan dasarnya. “Gaya” publikasi visual jenis ini segenap stakeholders untuk mengerti dan memahami situs Plered.
Kurnia Satrio Adi Telp/fax: 0274-377913 cocok dijadikan media pembelajaran, khususnya dalam bentuk buku Atas segala upaya yang telah dilakukan oleh Hery Priswanto dan
Jentera Intermedia e-mail: [email protected] pengayaan pendidikan. Alifah sebagai penulis, para pendukung teknis dan Tim Penerbitan,
-
Laman: arkeologijawa.kemdikbud.go.id serta peran berbagai pihak dalam proses penerbitan, saya memberi
Fotografer: Melalui photobook seluk-beluk kepurbakalaan beserta dinamika dan
Hery Priswanto penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima
Cetakan pertama, Oktober 2019 latar sejarah situs Plered disajikan dengan lebih lugas dan sederhana,
Alifah kasih. Semoga segala sesuatu yang kita sumbangkan dapat
©Hak cipta dilindungi undang-undang sehingga pesan-pesan edukatif mudah dimengeti dan dimaknai.
Andreas Eka Atmaja bermanfaat untuk semua, khususnya dunia pendidikan.
- Dilarang memperbanyak karya tulis ini Nantinya pembaca akan mengerti bahwa situs Plered bukan sekadar
Operator Drone: dalam bentuk dan dengan cara apapun kumpulan spot kepurbakalaan, bukan pula hanya serakan bata dan
Shoim Abdul Azis tanpa izin tertulis dari penerbit. batu kuno, tetapi masing-masing saling terkait dan dulunya Sugeng Riyanto
iv Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede Pengantar Editor v

Pengantar Editor

P
uji syukur kami panjatkan kehadlirat Allah SWT dengan juga melakukan beberapa pembebasan tanah di Situs Plered dan 1. Situs Kerto dengan tinggalan berupa balok-balok batu putih, Pasuruan pada tahun 1614 TU, pengepungan Surabaya terjadi
telah selesainya pembuatan buku Photobook dengan sekitarnya antara lain Ker to, Masjid Agung, Kedaton 1 struktur bata berbentuk melengkung, balok-balok batu andesit, pada tahun 1625 TU, pengepungan Batavia terjadi pada tahun
judul PLERED: Dinamika Sebuah Ibukota Mataram Islam (Srimanganti), Kedaton 2 (Saluran Air), Kedaton 3 (Tembok Keliling batu andesit dengan ceruk di bagian tengahnya. 1628 TU dan 1629 TU. Beberapa pertempuran lain terjadi dalam
Pasca-Kotagede. Plered adalah situs dari masa Mataram Islam sisi timur) guna pengelolaan situs di masa sekarang dan masa yang 2. Masjid Agung tinggalannya berupa pondasi bangunan mihrab, rangka penaklukan terhadap Pati, Giri, dan Blambangan yang
setelah pusat pemerintahan pindah dari Kotagede. Situs ini akan datang. tembok sisi utara, tembok sisi selatan, tembok sisi timur, dan berakhir pada tahun 1640 TU. Prestasi lainnya adalah berupa
(Kotagede, Plered beserta Kerta) merupakan peninggalan dinasti beberapa umpak bangunan masjid. membuat sistem kalender baru yang merupakan perkawinan antara
Photobook dengan judul PLERED: Dinamika Sebuah Ibukota
Mataram Islam yang cukup penting yang dapat menggambarkan 3. Kedaton 1 tinggalannya berupa struktur bangunan hasil perhitungan tahun Hijriyah dan tahun Çaka yang waktu itu
Mataram Islam Pasca-Kotagede bersifat melengkapi buku-buku
keadaan kraton pada waktu itu. Gambaran tentang kraton tersebut penggalian, disebut dengan nama Srimanganti. menunjukkan tahun 1555 Çaka. Kalender tersebut oleh masyarakat
sebelumnya. Disebut demikian karena di dalam buku ini secara
diperoleh dari hasil beberapa penelitian terdahulu. Beberapa 4. Kedaton 2 tinggalannya berupa struktur bangunan saluran air. Jawa masih digunakan hingga sekarang ini.
kronologis berisi foto-foto mulai Situs Kerta hingga Plered yang
penelitian yang telah dilakukan di situs ini antara lain oleh Pusat 5. Kedaton 3 tinggalannya berupa struktur bangunan sisa tembok
disajikan secara utuh dan lengkap dengan narasi yang jelas. Dengan
Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional Jakarta melalui keliling sisi timur.
membaca dan menghayati buku ini diharapkan orang akan Editor
survei di daerah Kota Gede, Karta, dan Plered yang dilakukan pada 6. Makam Putri Malang tinggalannya berupa kompleks makam dan
mendapatkan gambaran tentang Plered di masa lalu. Selain itu tidak
tahun 1976. Proyek Penelitian dan Penggalian Purbakala Daerah kompleks kolam, masing-masing dilengkapi dengan tembok
menutup mata bahwa Situs Plered sudah mengalami banyak
Istimewa Yogyakarta melakukan penelitian di Situs Plered dan Karta keliling.
kehilangan data. Salah satu yang terlihat adalah tembok keliling sisi
pada tahun 1978. Kemudian Balai Arkeologi Yogyakarta bersama timur menyisakan data arkeologi yang sangat minim akibat Selain itu pentingnya Situs Plered dapat diberikan gambaran yaitu
Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, dan pemanfaatan bata menjadi semen merah oleh masyarakat sekitar di pada saat pusat pemerintahan berada di Plered inilah muncul
Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Daerah Istimewa masa lalu. seorang tokoh yang “monumental” yaitu Sultan Agung. Tokoh ini
Yogyakarta (sekarang BPCB) melakukan penelitian lanjutan di Situs mulai muncul sejak pusat pemerintahan berada di Kotagede. Pada
Dewasa ini Situs Plered masih menyisakan tinggalan-tinggalan
Plered pada tahun 1985. Selanjutnya sejak tahun 2007 hingga saat Sultan Agung inilah pusat pemerintahan dipindahkan dari
arkeologis sebagai bukti kejayaan di masa lampau. Beberapa
2019 Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan Kotagede ke Plered. Kegiatan politiknya antara lain serangan ke
tinggalan yang masih bisa dilacak antara lain:
kegiatan penelitian di Situs Kerto dan Plered. Bahkan dinas tersebut
vi Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede Daftar Isi vii

Pengantar Penulis Daftar Isi

K
ami panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Mahas Esa Islam pasca-Kotagede. Variasi dan karakter tinggalan arkeologi era
dengan selesainya penyusunan “a photobook: Plered – Plered ini telah menarik berbagai peneliti maupun stakeholder terkait
Dinamika Sebuah Ibukota Mataram Islam Pasca Kotagede”. untuk melakukan eksplorasi dan penelitian. Pada kesempatan ini,
iii Sambutan Kepala Balai Arkeologi D.I.Y 13 BAB III
Penyusunan buku ini meliputi 75% grafis dan 25% narasi yang penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada: Gilang Gemilang Plered
berisi informasi mengenai historiografi dan tinggalan arkeologi di 1. Kepala Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta iv Pengantar Editor a. Plered Ibukota Mataram Islam
Kawasan Cagar Budaya Kerta – Plered yang diawali dari masa 2. Kepala Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta b. Tapak Keagungan Plered
pasang hingga surutnya Plered. Informasi grafis yang dimaksud 3. KITLV atas beberapa foto dan gambar yang digunakan dalam vi Pengantar Penulis
berisi informasi mengenai peta, gambar, dan foto. Foto dan gambar photobook ini 35 BAB IV
yang digunakan dalam photobook ini sejumlah 105 foto yang terdiri 4. Tim penyusun buku vii Daftar Isi Senjakala Plered
dari 51 dokumentasi dari Balai Arkeologi, 36 foto dari hasil 5. Beberapa pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu a. Rona-Rona Meredupnya Plered
dokumentasi Dinas Kebudayaan DIY dan 18 foto dan gambar
01 BAB I b. Plered yang Mulai Dilupakan
Penulis buku ini adalah peneliti di Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta Terbitnya Sang Surya di Bumi Mentaok
dokumentasi dari KITLV.
bidang Arkeologi Klasik dan bidang Arkeologi Prasejarah yang a. Awal Mula Mataram Islam 41 BAB V
Penyusunan buku ini dikemas dalam bahasa ilmiah populer dengan pernah terlibat dalam kegiatan penelitian di Situs Plered. b. Pasang – Surut Kotagede Metamorfosis Plered
desain sederhana sehingga mudah dipahami berbagai kalangan Penyusunan buku ini masih jauh dari sempurna dan belum dapat a. Plered Masih Ada
khususnya bagi dunia pendidikan. Semoga penyusunan buku ini memenuhi harapan berbagai pihak. Kritik dan saran yang konstruktif 05 BAB II b. Plered – Kini dan Mendatang
menambah infromasi terkini dan pengetahuan sekilas mengenai kami harapkan sebagai upaya perbaikan di masa mendatang dengan Plered Pasca-Kotagede
keberadaan Plered dalam konstelasi historiografi Mataram Islam memunculkan dan menghasilkan buku-buku sejenis. a. Kotagede ke Kerto 55 Daftar Bacaan
b. Karto – Singgasana Sultan Agung
pada masa lampau.
Plered sekarang merupakan sebuah wilayah administratif di
Penulis
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu Kecamatan
Pleret Bantul dengan potensi tinggalan arkeologi masa Mataram

Makam Kotagede.
BAB I - Terbitnya Sang Surya di Bumi Mentaok 01

BAB I
Terbitnya Sang Surya di Bumi Mentaok

A. Awal Mula Mataram Islam

M
asuknya pengaruh Islam ke Nusantara, tidak hanya Setelah Kerajaan Pajang runtuh muncul Kerajaan Mataram.
berkaitan dengan hal keagaman, perdagangan, dan Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya Kerajaan
kehidupan sosial namun juga kehidupan politik Mataram Islam maka Kerajaan Pajang yang semula berkuasa atas
nusantara. Beberapa kerajaan Islam banyak bermunculan wilayah Mataram, terjadi sebaliknya, Pajang kemudian menjadi
terutama di Pulau Jawa. Pertama adalah Kerajaan Demak yang wilayah bawahan dari Kerajaan Mataram Islam.
didirikan oleh Raden Patah berpusat di daerah Bintoro, sebelah
Kerajaan Mataram Islam muncul sebagai kekuatan baru pada
timur Kota Semarang. Kemunculan Kerajaan Demak sekaligus
abad ke-16 yang berpusat di Kotagede. Kerajaan Mataram Islam
menutup babak sejarah kebesaran kerajaan-kerajaan bercorak
eksis selama kurang lebih 170 tahun dan telah mengalami
Hindu-Budha. Pada saat Kerajaan Demak mengalami
pergantian kekuasaan di bawah beberapa orang penguasa serta
kemunduran muncullah tokoh yang bernama Jaka Tingkir
mengalami perpindahan pusat pemerintahan mulai dari
(Ricklefs, 1978, dalam Inajati, 2000). Tokoh inilah yang kemudian
Kotagede, Kerto, Pleret, Kartasura, dan Surakarta. Pada tahun
memindahkan pusat pemerintahan ke daerah pedalaman yang
1755 Kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi dua, yaitu
dinamakan Pajang dan berkuasa di daerah tersebut dengan gelar
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Perpecahan
Kelir dan beberapa komponen bangunan yang ada di kompleks Sultan Hadiwijaya. Kerajaan Pajang memiliki daerah kekuasaan
Masjid Kotagede dapat menggambarkan bagaimana situasi tersebut tertuang dalam perjanjian Giyanti yang sekaligus
yang cukup luas di antaranya adalah wilayah Mataram yang
masayakat Mataram Islam kala itu. Unsur Hindu-Budha masih dapat merupakan babak baru dalam sejarah Kerajaan Islam di Jawa.
ditemukan pada arsitektur dan ornamen-ornamen yang digunakan. berada di Hutan Mentaok atau sebelah barat Pajang.
02 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB I - Terbitnya Sang Surya di Bumi Mentaok 03

B. Pasang – Surut Kotagede

Ki Ageng Pemanahan atau Ki Ageng Mataram merupakan pendiri


dari Kerajaan Mataram Islam. Kerajaan Mataram Islam pada awal
berdirinya berpusat di Kotagede. Tempat ini digunakan sebagai
pusat pemerintahan selama tiga periode kepemimpinan, yaitu
masa Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati, dan
Panembahan Anyokrowati. Sebagai sebuah pusat pemerintahan Foto 1.01.

kerajaan, Kotagede memiliki komponen bangunan yang


mendukung aktifitas kraton seperti benteng keliling, kompleks
kediaman penguasa, civics center yang terdiri atas masjid dan
pasar, pemakaman yang berada di luar benteng (cepuri) dan juga
perkampungan dan pengelompokan penduduk atas dasar etnis
dan pekerjaan (Adrisijanti, 2000).

Foto 1.02. Foto 1.04.


Pada masa Kerajaan Mataram Islam berpusat di Kotagede,
banyak terjadi penaklukan wilayah hingga Jawa bagian utara dan
timur sepeti Pati, Jepara, Madiun, dan Surabaya. Namun saat ini Foto 1.01. “Bokong Semar”. Struktur ini merupakan sisa benteng cepuri Kraton
Kotagede yang didokumentasikan pada tahun 2004. Benteng ini berada di sebelah
kebesaran Kotagede hanya tinggal beberapa yang dapat dijumpai Sungai Gajah Wong karena bentuknya, benteng ini sering disebut sebagai “Bokong
seperti: Masjid Agung Kotagede, Makam Kotagede, struktur Semar”. Berdasarkan Babad Tanah Jawi dan Babad Momana, Benteng Cepuri
Kotagede ini dibangun selama sembilan tahun, yaitu dari tahun 1585-1594 M.
benteng cepuri dan baluwarti, Situs Watugilang (bukan struktur
Foto 1.02, 1.03, dan 1.04. “Bokong Semar” kondisi benteng cepuri setelah
Peta 1.01. Peta toponimi Kotagede. Berdasarkan nama kampung yang ada
bangunan) dan jagang/parit. dilakukan pemugaran dokumentasi tahun 2019.
dapat diketahui bagaimana tata letak dari komponen bangunan kraton dan Foto 1.03.
pemukiman yang ada di sekitarnya. (Sumber: Riyanto, 2006)
04 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB II - Pleret Pasca-Kotagede 05

Foto 1.06. Foto 1.04. BAB II


Plered Pasca-Kotagede

A. Kotagede ke Kerto

P
ada masa kepemimpinan Sultan Agung pusat Keberadaan ibukota Kerajaan Mataram Islam telah mengalami
pemerintahan dipindahkan ke Kerto (Suryanegara, perpindahan pada masa pemerintahan raja ketiganya.

Foto 1.05. Foto 1.07.


tanpa tahun, Alifah, 2009) dan pada masa Amangkurat I Keberadaan Kotagede telah tergantikan oleh tempat baru yang
pusat kerajaan dipindahkan dari Kerto ke Pleret pada tahun 1647 tidak banyak diketahui oleh khalayak hingga saat ini. Tempat
Foto 1.08.
Foto 1.05. Masjid Kotagede. Babad Momana M (Ricklefs, 1991). Plered sebagai sebuah ibukota kerajaan tersebut adalah Kerto.
menyebutkan bahwa masjid ini dibangun pada
sebenarnya sudah direncanakan sejak Kerajaan Mataram Islam di
tahun 1511 Jawa atau tahun 1589 M. Namun pada
masa penguasa berikutnya dilakukan penambahan bawah kepemimpinan Sultan Agung, beberapa komponen
bangunan pendukung. B. Kerto – Singgasana Sang Sultan Agung
bangunan yang ada di Plered telah mulai dibangun oleh Sultan
Foto 1.06. Makam Kotagede. Menurut Babad
Momana, kompleks makam Kotagede dibangun
Agung ketika beliau memerintah dan berkraton di Kerto. Kerto atau Kerta merupakan nama dari dusun yang ada di wilayah
bersamaan waktunya dengan pembangunan Komponen-komponen tersebut salah satu di antaranya adalah Kecamatan Pleret. Belum banyak yang mengetahui bahwa Kerto
Masjid Kotagede. “1511 taun Dal, adegipun Masjid
Ageng, sareng mangun Antaka-pura”. Proses Segarayasa. Lokasi Kraton Plered tidak jauh dari Kraton Kerto, dulunya tidak hanya sekedar sebuah dusun namun pernah
pembangunan baru selesai pada tahun 1606 M. yaitu kurang lebih 1,5 km di sebelah timur laut, sehingga beberapa menjadi satu tempat penting dalam sejarah perkembangan
Foto 1.07. dan 1.08. Ornamen Kala tampak pada komponen yang telah dibangun oleh Sultan Agung pada waktu
puncak gapura makan dan gapura masjid Kerajaan Mataram Islam pada masa pemerintahan raja yang
Kotagede. memerintah di Kerto kemudian juga menjadi bagian dari ketiga, yaitu Sultan Agung (Graaf, 1986). Keberadaan Kraton
Foto 1.09. Pagar keliling Makam Kotagede. komponen Kraton Plered. Kerto seolah terabaikan dalam rekonstruksi sejarah. Hal ini
Foto 1.09.
06 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB II - Pleret Pasca-Kotagede 07

dikarenakan minimnya data, baik yang berupa tinggalan Beberapa sumber sejarah menyebut nama Kerto dengan Kerto pernah muncul dari catatan Jan Vos yang menyebutkan 2 tahun setelah pindahnya Sultan Agung ke Kerto dari Kotagede.
bangunan fisik maupun data tertulis yang menginformasikan hal beberapa versi seperti Charta, Karta, Kerta, maupun Kerto (Graaf, bahwa Charta atau Kerto merupakan tempat yang cukup luas. Setelah pembangunan Prabayeksa, sekitar setahun kemudian,
tersebut. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa 1986; Alifah, 2009). Wilayah kekuasaan Mataram pada masa Berita lain juga didapat dari sketsa yang dibuat oleh R van Goens yaitu tahun 1543 J (1621 M) ibu suri pindah ke Kerto. Kemudian
Kerto hanyalah merupakan sebuah pesanggrahan yang pemerintahan Sultan Agung sangat luas yaitu hampir seluruh yang memberikan gambaran tentang kondisi keruangan dari pada tahun 1548 J (1626 M) kediaman putra mahkota yang baru
digunakan sebelum kraton yang sesungguhnya selesai dibangun. Pulau Jawa (Graaf, 1985: 297). Selain itu beliau menjalin Kraton Kerto (perlu dicari peta no. 25, Arsip Kerajaan Belanda). mulai ditempati (Graff, 1986). Beberapa pembangunan masih
Namun bila dilihat dari masa penghuniannya, yaitu sejak 1618 M hubungan persahabatan dengan negara tetangga. Namun hal Berita lain yang mebahas tentang Kerto diperoleh dari catatan terus dilakukan di Kraton Kerto. Pada tahun 1625-1626 M terjadi
(sesuai dengan data Babad Momana) sampai dengan tahun 1646 yang menjadi misteri justru mengapa sampai saat ini informasi Hendrick de Haen, namun demikian catatan tersebut lebih banyak perluasan kraton, seperti pembangunan siti inggil kraton.
M (saat wafatnya Sultan Agung), sangatlah panjang untuk tentang pusat pemerintahannya belum dapat terekonstruksi membahas tentang peristiwa yang ditemui selama perjalanan Mengenai bagaimana kondisi dinamika Kerto kala digunakan
penghunian sebuah pesanggrahan sebagai tempat sementara secara sempurna. Sebagai salah satu situs peninggalan masa dari Kerto pada tahun 1662 M. Sementara Laporan Umum sebagai pusat pemerintahan hingga saat ini belum ditemukan
(Alifah, 2009). Hipotesis Kerto sebagai pusat pemerintahan juga Sultan Agung, tentunya Kraton Kerto mempunyai peranan yang Belanda (Generale Missive) pada tanggal 13 Desember 1626 M data yang bisa mengungkapnya. Babad Momana hanya
didukung oleh informasi yang menyebutkan bahwa sekitar tahun cukup penting pada masanya mengingat nama besar Sultan menginformasikan bahwa Raja Mataram menarik banyak sekali menyebutkan tentang proses hancurnya Kraton Kerto.
1617-1618 M, ketika orang-orang Pajang melakukan Agung yang semasa hidupnya melakukan aktivitas di tempat orang dari segala penjuru dan mereka dikerahkan untuk pekerjaan
Informasi tentang kerusakan kraton menyebutkan bahwa terjadi
pemberontakan kepada Mataram. Setelah pemberontakan dapat tersebut. Meskipun kemudian sepeninggal Sultan Agung, kraton yang besar, yaitu pembangunan siti inggil. Sebagai kelengkapan
beberapa kali kebakaran di dalam kraton yang menghanguskan
teratasi kemudian Sultan Agung memerintahkan agar penduduk berpindah ke Plered. fasilitas kraton, Sultan Agung juga membangun kolam sebagai
beberapa Dalem Ageng dan menewaskan beberapa abdi dalem
Pajang melakukan bedhol desa pindah ke Kerto. Penduduk sarana rekreasi raja dan para selirnya (Graaf, 1986).
Sumber sejarah yang dapat menggambarkan keberadaan Kraton kraton. Informasi tersebut terdapat dalam Babad Momana:
Pajang tersebut kemudian dipekerjakan di kerajaan sebagai
Kerto sangatlah minim, di antaranya adalah beberapa babad yang Babad Momana dan Babad Sengkala menyebutkan bahwa “Angka: 1589, taun Jimawal, pambesemipun Prabayeksa ing
pembuat bata, karena kerajaan sedang mempersiapkan proyek
tentu saja keabsahan informasinya masih perlu dilakukan dengan Kraton Kerto mulai difungsikan pada tahun 1617 M, namun Karta, nunggil mangsa dadosipun yasa Dalem serat Caraka-
pembangunan yang cukup besar ( Yudodiprojo, 1994).
memperbandingkan dengan sumber tertulis lainnya. Babad demikian pada saat itu ibu suri masih tinggal di Kotagede. Hal ini basa.” yang dapat diartikan: bahwa “Angka: 1589, tahun Jimawal,
Pembuatan bata yang cukup banyak di tahun 1617-1618 M ini
Momana dan Babad Sengkala, merupakan beberapa di dikarenakan pembangunan komplek kraton belum sempurna, hancurnya Prabayeksa di Kerto, bersamaan dengan selesainya
kemungkinan besar digunakan untuk membangun Kraton Kerto
antaranya. Beberapa catatan Belanda lebih banyak memberikan fasilitas yang ada di Kraton Kerto ini belum sepenuhnya lengkap. Serat Caraka-basa.” data ini memberikan informasi bahwa Kraton
dan fasilitas-fasilitas pendukungnya.
informasi mengenai keberadaan dan kondisi Kraton Plered masa Babad Momana menyebutkan bahwa Prabayeksa atau tempat Kerto yang dibangun oleh Sultan Agung telah ditinggalkan dan
pemerintahan Amangkurat. Namun demikian kata Charta atau tinggal raja baru dibangun pada tahun 1542 J atau 1620 M sekitar rusak akibat kebakaran.
08 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB II - Pleret Pasca-Kotagede 09

Foto 2.01. “Tempuran kali”, demikian orang sering menyebut


pertemuan dua sungai, yaitu Sungai Opak dan Sungai Gajah
Wong yang menjadi lokasi situs Kerto dan Plered.

Foto 2.02. Penelitian arkeologi dengan melakukan ekskavasi di


Situs Lemah Duwur, Dusun Kerto, Kecamatan Pleret. Situs Lemah
Duwur diduga sebagai bekas dari bagian Kraton Kerto. Tinggalan
arkeologis saat ini yang masih dapat dijumpai adalah dua umpak
berbahan batu andesit dan beberapa struktur bangunan berbahan
batu andesit dan batu putih.

Foto 2.01.

Peta 2.01.

Peta 2.01. Peta situasi situs Kerto dan Plered yang ada
di Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, DIY.
Terlihat bahwa pertemuan dua sungai selalu dipilih
sebagai lokasi pusat pemerintahan kerajaan. Secara teknis
sungai dapat digunakan sebagai benteng pertahanan,
yang dapat difungsikan sebagai jagang alam.

(Sumber: Koleksi Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta)


Foto 2.02.
10 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB II - Pleret Pasca-Kotagede 11

Foto 2.07.

Foto 2.07. Temuan struktur lantai


Foto 2.03. Umpak Kerto yang
berbahan batu putih di sebelah
merupakan bagian dari bangunan
barat laut Dusun Kerto.
Kraton Kerto. Umpak Kerto sebenarnya
Berdasarkan keletakannya,
jumlahnya lebih dari satu, namun seiring
struktur ini diduga merupakan
berjalannya waktu telah terjadi
bagian dari komponen bangunan
pemanfaatan ulang. Umpak yang sama
pendukung Kraton Kerto.
saat ini berada di Tamansari dan
digunakan sebagai penyangga tiang Foto 2.08, 2.09, 2.10, dan 2.11.
pada Masjid Saka Tunggal, Tamansari. Beberapa variasi “cowean” pada
bata yang di temukan di situs
(Sumber: Dinas Kebudayaan DIY, 2013)
Kerto. ‘Cowean’ diduga digunakan
Foto 2.04. Stuktur undak-undakan dan oleh para pembuat bata masa itu
pintu masuk di Situs Lemah Duwur untuk menunjukan identitasnya.
Kerto yang tersusun dari batu andesit Pembangunan komponen
dan batu kapur. Sebagian batu andesit bangunan kraton yang dimulai
Foto 2.03. menunjukkan indikasi pemanfaatan pada tahun 1606 M telah
kembali dari komponen bangunan melibatkan rakyat Mataram Islam
sebelumnya. untuk berpartisipasi, salah
Foto 2.04.
satunya dengan pembuatan bata.
(Sumber: Dinas Kebudayaan DIY, 2013)
(Sumber: Dinas Kebudayaan DIY,
Foto 2.05. dan 2.06. Beberapa
2013)
komponen batu andesit sebagai bagian
dari bangunan Kraton Kerto, beberapa
Foto 2.05. di antaranya menunjukkan tanda
pemakaian ulang dari bagian bangunan
sebelumnya. Ornamen takian dan relief
gana yang menunjukkan bahwa batu ini
merupakan bagian dari bangunan candi
yang kemudian dimanfaatkan ulang
untuk pembangunan fasilitas kraton.

Foto 2.06. Foto 2.08. Foto 2.09. Foto 2.10. Foto 2.11.
12 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB III - Gilang-Gemilang Plered 13

BAB III
Gilang-Gemilang Plered

A
wal abad XVII atau tepatnya tahun 1647 M, yaitu merah sebagai persiapan bangunan-bangunan penting di Kerto
perpindahan Kraton Plered yang bernama Purarya maupun di Plered. Setelah Sultan Agung wafat pada tahun 1646
atau Ngeksiganda dari Karta. Pada tahun 1647 M M, tampuk kekuasaan beralih ditangan Sunan Amangkurat I
inilah awal Plered dengan berbagai dinamikanya, yang dimulai (1646-1677 M). Berdasarkan serat Babad Momana tahun 1570 J
dengan pembangunan Kraton Plered berserta komponennya
(1648 M) ibukota Mataram diperintahkan oleh Sunan
hingga intrik-intrik internal di bawah kekuasaan Amangkurat I
Amangkurat I untuk dialihkan dari Kerto ke Plered. Babad Tanah
sampai menjelang keruntuhan Kraton Plered tahun 1677 M.
Jawi berkisah mengenai perpindahan kraton dari Kerto ke Plered,
bahwa Amangkurat I memerintahkan rakyatnya mencetak bata
untuk keperluan pembangunan Kraton Plered. Amangkurat I juga
A. Plered Ibukota Mataram Islam
memerintahkan pembangunan benteng keliling kraton, kemudian
Plered merupakan calon ibukota Mataram Islam yang telah membangun Masjid Agung, dan memperluas Krapyak wetan.
direncanakan oleh Sultan Agung, ketika Sultan Agung masih
Beberapa sumber tertulis menyebutkan bahwa di Plered banyak
tinggal di Kerto. Pembangunan calon ibukota ini mengerahkan
Foto 2.12. terdapat infrastruktur keairan terutama Kraton Plered. Salah
rakyat dari beberapa desa yang berada di bawah kekuasaan
satunya membangun bendungan dan danau buatan. Bendungan
Foto 2.12. Temuan struktur bata yang ada di Situs Lemah Duwur. (Sumber: Dinas Kebudayaan, 2013) Mataram dengan melakukan bedhol desa untuk membuat bata
14 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB III - Gilang-Gemilang Plered 15

B. Tapak Keagungan Plered dan Keputren; terkait dengan bangunan air, yaitu Segarayasa, dan Alifah 2011: 122). Dua sumber sejarah yang menyebutkan
itu dimanfaatkan untuk irigasi pertanian. Mataram merupakan
Bale Kambang; terkait komponen kota Plered yaitu alun-alun dan informasi mengenai waktu pembangunan Masjid Agung Kauman
negara yang bertumpu pada sektor agraris. Mataram menjadi
Plered sebagai ibukota Kerajaan Mataram Islam disebutkan di kedaton (Adrisijanti, 2000: 78). Sementara itu toponimi yang Plered adalah Serat Babad Momana dan Babad Ing Sengkala.
salah satu negara pengekspor beras dan palawija. Amangkurat I
dalam bukunya Arkeologi Perkotaan Mataram Islam. Penulis buku terkait dengan pendukung atau masyarakat masa Kraton Plered Babad Momana menyebutkan bahwa Masjid Agung Kauman
menyadari pentingnya menjaga kedaulatan pangan. Baginya
tersebut menyampaikan bahwa hal tersebut didasarkan atas hingga kini juga masih dapat dijumpai, yaitu toponim Kauman, Plered didirikan pada tahun 1571 J atau sekitar 1649 M atau tiga
pangan berhubungan erat dengan kedaulatan sebuah bangsa.
sumber tertulis dari babad, berita yang ditulis oleh utusan Gerjen, Kepanjeng, Kunden, Semarangan, Sampangan, dan tahun setelah Amangkurat I naik tahta (Suryanagara, 1865).
Sungai-sungai yang mengitari Istana Plered kemudian
Belanda pada waktu mengunjungi Plered, data topinimi, maupun Bintaran. Data-data tersebut memperlihatkan kelompok profesi, Sedangkan Babad ing Sangkala menyatakan bahwa pendirian
dibendung, yaitu Sungai Opak, Sungai Winanga, dan Sungai data arkeologi. Dari data-data tersebut diperoleh informasi nama tokoh, dan daerah asal. Masjid Agung Kauman Plered terjadi pada bulan Muharram tahun
Gajahwong. Raja ingin memiliki bangunan indah di atas air. mengenai gambaran tentang Plered dan keistimewaannya yang 1571 Jawa (Adrisijanti: 2000). Menurut catatan Lons pada tahun
Tinggalan arkeologi masa Plered sebagai Ibukota Kerajaan
Amangkurat I ingin punya keraton di atas segara (danau). tidak dijumpai di situs kota kerajaan lain, khususnya di Jawa. 1733 M bangunan masjid masih utuh berdiri meskipun sudah
Mataram Islam yang masih tersisa dan dapat kita jumpai antara
Awalnya pada tahun 1659 M bendungan dibangun di sisi selatan Komponen-komponen kota yang dijumpai di Plered, yaitu pintu rusak.
lain Masjid Agung Kauman Plered, Kraton Plered, Benteng Kraton
dan timur. Kemudian diperluas ke sebelah timur alun-alun. Dua gerbang pabean, jaringan jalan, pasar, Masjid Agung, tembok
Plered, dan Pemakaman. Keberadaan bangunan-bangunan Keberadaan bangunan Kraton Plered masih tercantum dalam
tahun kemudian air yang mengalir bukan hanya dari selatan dan keliling, tanggul dan bendungan, bangunan-bangunan air, alun-
tersebut kondisinya tidak seperti yang kita bayangkan masih utuh karya P.J.F. Louw, yaitu De Java Oorlog van 1825-1830 tertulis
timur namun juga dari utara dan barat. Disebutkan pula alun, kraton, taman dan Krapyak, permukiman penduduk, dan
dan lengkap namun berupa reruntuhan di atas permukaan tanah mengenai Kraton Plered masih meninggalkan jejak berupa
infrastruktur keairan tersebut juga dibangun bersama-sama oleh pemakaman. Dari kesemua komponen kota yang pernah dimiliki
bahkan juga keberadaannya diketahui berdasarkan hasil toponim Kedaton, namun berdasarkan hasil penelitian yang
Plered, beberapa di antaranya sekarang berupa tinggalan
rakyat Mataram setempat, rakyat pesisiran, rakyat mancanegara ekskavasi (penggalian secara arkeologis). dilakukan Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta tahun 2013
toponim dan sisa-sisa reruntuhan.
maupun para prajurit (Ricklefs, 1978: 71-72). Pembangunan memperoleh informasi yang cukup signifikan terkait sisa-sisa
Masjid Agung Kauman Plered yang terletak di Dusun Kauman
infrastruktur di Plered berjalan terus tanpa henti setidak-tidaknya Toponimi yang terkait dengan keberadaan komponen kota Plered bangunan Kraton Plered, yaitu Situs Kedaton Plered merupakan
dengan luas bangunan 40×40 m dan yang tersisa hanyalah
sampai tahun 1668 M, yaitu ketika selesainya pembangunan abad XVII tersebut antara lain toponimi terkait keberadaan situs permukiman yang mempunyai sistem pranata sosial mapan
bagian pengimaman (mihrab), umpak berjumlah 22 buah, pagar
makam Ratu Malang di Gunung Kelir (Adrisijanti, 2000: 63). bangunan kraton yaitu Sitinggil, Nglawang, Suranatan, Sumur dan kompleks. Berdasarkan bentuk data artefaktual yang
masjid, dan beberapa struktur pondasi bangunan inti masjid. Di
Gumuling, Kedaton, Bangsal Kencana, Gedong Kuning, Gedong dijumpai sebagian besar berbentuk wadah berbahan gerabah
sebelah barat Masjid Agung Kauman terdapat kompleks makam
Kemuning, Masjid Kraton, Tratag Rambat, Pungkuran, Kanoman, dan keramik berkualitas bagus. Temuan data monumental di Situs
Ratu Labuhan yang merupakan istri dari Amangkurat I (Priswanto
16 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB III - Gilang-Gemilang Plered 17

Kedaton semakin memperkuat interpretasi karakter Situs Foto 3.01.


Kedaton sebagai lokasi Kraton Plered, yaitu bagian dari Cepuri
Keben, Bangsal Suronatan, dan Bangsal Srimanganti (Pratama &
Priswanto, 2013: 239).

Plered sebagai ibukota kerajaan juga dilengkapi dengan benteng


kraton. Berdasarkan dari serangkaian penelitian arkeologi
dijumpai sisa-sisa tembok benteng keliling kraton. Benteng
Kraton Plered berbentuk jajaran genjang dengan sudut
kemiringan 12°, tersusun dari bahan bata, batu putih, dan andesit,
lebar benteng bagian dasar atau tubuh berkisar 220 – 280 cm. í
Sisa benteng yang dapat terlacak hanya sisi barat, selatan, dan Foto 3.02.

timur, sementara sisi utara tidak ditemukan reruntuhannya (Alifah


dan Priswanto 2012, 190). Pada masa Perang Diponegoro,
benteng Kraton Plered dimanfaatkan sebagai lokasi markas dan
tempat perlindungan bala tentara Pangeran Diponegoro.
Peta 3.02

Pemakaman sebagai salah satu komponen kota juga dijumpai di Tembok Benteng Sisi Barat
Plered. Sampai saat ini yang dijumpai di Plered adalah makam
beberapa tokoh dari masa kejayaan Plered, yaitu makam Ratu Peta 3.02. Lokasi sisa tembok benteng sisi barat (tanda panah).

Labuhan yang berada di sebelah barat reruntuhan Masjid Agung Foto 3.01. Detail sisi luar tembok benteng.

Kauman Plered, Gunung Kelir sebagai tempat Ratu Malang Peta 3.01 Foto 3.02. Detail struktur sisa tembok benteng.

dimakamkan, dan Banyusumurup tempat keluarga kerajaan yang (Sumber Peta dan Foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta)
Peta 3.01. Daerah sekeliling Kraton Plered - Menurut denah Van Goens.
dihukum mati dimakamkan. (Sumber: Denys Lombard - Nusa Jawa Silang Budaya 3)
18 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB III - Gilang-Gemilang Plered 19

Foto 3.03.

í
Foto 3.05.

Peta 3.04

Peta 3.03 Peta 3.04

Tembok Benteng Sisi Selatan Tembok Benteng Sisi Timur

Peta 3.03. Lokasi sisa tembok benteng sisi selatan (tanda panah). Peta 3.04. Lokasi sisa tembok benteng sisi timur (tanda panah).

Foto 3.03. Detail ketinggian sisa tembok benteng. Foto 3.05. Struktur bata tembok benteng sisi selatan yang tersisa.

Foto 3.04. Struktur bata tembok benteng sisi selatan yang tersisa. Foto 3.06. Detail lebar sisa tembok benteng.

(Sumber Peta dan Foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta) (Sumber Peta dan Foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta)
Foto 3.06.
20 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB III - Gilang-Gemilang Plered 21

Foto 3.07. Foto 3.10.

Foto 3.11.

Foto 3.12.

í í

Peta 3.05 Foto 3.08. Peta 3.06

Tembok Benteng Bagian Sudut Tenggara Tembok Benteng Bagian Sudut Barat Daya

Peta 3.05. Lokasi sisa tembok benteng sudut tenggara (tanda panah). Peta 3.06. Lokasi sisa tembok benteng sudut barat daya (tanda panah).

Foto 3.07. Reruntuhan bata tembok benteng sudut tenggara. Foto 3.10. dan 3.11. Sisa tinggi struktur tembok benteng sudut barat daya.

Foto 3.08. dan 3.09. Reruntuhan batu putih tembok benteng sudut tenggara. Foto 3.12. Dorpel pada struktur tembok benteng sudut barat daya.

(Sumber Peta dan Foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta) (Sumber Peta dan Foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta)
Foto 3.09.
22 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB III - Gilang-Gemilang Plered 23

Foto 3.13. Foto 3.14.

Foto 3.16. Foto 3.17.

Peta 3.07 Peta 3.08

Struktur Saluran Resapan Air Struktur Pondasi Kraton Plered (Srimanganti)

Peta 3.07. Lokasi struktur saluran resapan air (tanda panah). Peta 3.08. Lokasi sisa tembok benteng sisi timur (tanda panah).

Foto 3.13. Detail tinggi struktur resapan air yang tersisa. Foto 3.16. dan 3.17. Struktur bata bagian pondasi (Srimanganti) yang tersisa.

Foto 3.14. dan 3.15. Detail struktur saluran resapan air dilihat dari atas. Foto 3.18. Detail tinggi struktur pondasi (Srimanganti) yang tersisa.

(Sumber Peta dan Foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta) (Sumber Peta dan Foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta)
Foto 3.15. Foto 3.18.
24 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB III - Gilang-Gemilang Plered 25

Foto 3.21.

Foto 3.19. Foto 3.22.


Kompleks Makam Gunung Kelir

Foto 3.20.
Foto. 3.21. Pintu Gerbang
Komplek Makam Gunung Kelir.
Peta 3.09
Foto. 3.22. Komplek Makam
Makam Ratu (P) Labuhan Gunung Kelir tampak dari atas.

Foto. 3.23. Tembok dinding


Komplek Makam Gunung Kelir.
Peta 3.09. Lokasi Makam Ratu (P)Labuhan (tanda panah).
Foto. 3.24. Nisan Makam Ratu
Foto 3.19. Pintu gerbang Makam Ratu (P)Labuhan sisi barat. Malang di Komplek Makam
Gunung Kelir.
Foto 3.20. Cungkup Makam Ratu (P)Labuhan.
(Sumber Foto: Dinas
(Sumber Peta: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta)
Kebudayaan D.I. Yogyakarta)
Foto 3.23. Foto 3.24.
26 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB III - Gilang-Gemilang Plered 27

Foto 3.25. Kompleks Makam Imogiri Foto 3.28. Foto 3.30.

Foto 3.25. dan 3.26. Gapura Pintu Masuk Makam Imogiri.

Foto 3.27. Lokasi area Makam Sultan Agung.

Foto 3.28. dan 3.29. Cungkup Makam Sultan Agung.

Foto 3.30. Susunan anak tangga Makam Imogiri.

(Sumber Foto: KITLV - 1930)

Foto 3.26. Foto 3.29.

Foto 3.27.
28 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB III - Gilang-Gemilang Plered 29

Foto 3.31. Foto 3.35. Makam Tegal Arum

Foto 3.31, 3.32, dan 3.33. Cungkup Makam


Amangkurat I pada tahun 1915.
Foto 3.32.
(Sumber Foto: KITLV - 1915)

Foto 3.34. Cungkup Makam Amangkurat I


tahun 2019.

Foto 3.35. Gapura masuk menuju Cungkup


Makam Amangkurat I tahun 2019.

Foto 3.36. Gapura masuk menuju Cungkup


Makam Amangkurat I pada tahun 1915.

(Sumber Foto: KITLV - 1915)

Foto 3.33. Foto 3.34. Foto 3.36.


30 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB III - Gilang-Gemilang Plered 31

Foto 3.37. Masjid Kauman Plered

Foto 3.37. Masjid Agung Kauman Plered tampak dari sisi tenggara.

(Sumber Foto: Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta)

Foto 3.38. Mihrab Masjid Agung Kauman Plered sebelum dilakukan


pemugaran.

Foto 3.39. Mihrab dan umpak Masjid Agung Kauman Plered.

Foto 3.40. Sisa struktur tembok dinding barat dengan mihrab Masjid
Agung Kauman Plered.

(Sumber Foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta)

Foto 3.38.

Foto 3.39. Foto 3.40.


32 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB III - Gilang-Gemilang Plered 33

Foto 3.41. Foto 3.42. Foto 3.43. Gunung Permoni / Rasawuni

Foto 3.41. Gunung Permoni.

Foto 3.42, 3.43, dan 3.44. Lokasi


penambangan batu putih.

Foto 3.45. Tapak Kuda Sembrani tahun 2019.

Foto 3.46. Tapak Kuda Sembrani tahun 1935.

(Sumber Foto: KITLV - 1935)

Foto 3.47. Watu Payung di Gunung Permoni


tahun 1935.

Foto 3.48. Watu/Batu Amben di Gunung


Permoni tahun 1935.

Foto 3.49. Watu/Batu Jaran di Gunung


Permoni tahun 1935.

(Sumber Foto: KITLV - 1935)

Foto 3.45. Foto 3.46.

Foto 3.47. Foto 3.48. Foto 3.49.

Foto 3.44.
34 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB IV - Senjakala Plered 35

BAB IV
Senjakala Plered

A
khir masa Kraton Plered sebagai pusat pemerintahan A. Rona-Rona Meredupnya Plered
Mataram Islam ditandai dengan serbuan pasukan
Trunajaya, yang mengakibatkan Amangkurat I Gonjang-ganjing Kraton Plered mulai terendus oleh Kompeni
meninggalkan Plered pada tanggal 28 juni 1677 M. Kemudian dengan adanya surat yang diterima Residen Jepara pada tahun
disebutkan bahwa Pangeran Puger, salah satu putra Amangkurat 1622 M. Hal ini merupakan kewajaran pada akhir pemerintahan
I, kembali ke Plered dan berhasil merebut dari tangan Trunajaya. Ia Amangkurat I, pertanda kemunduran Kraton Plered semakin jelas
tinggal di Plered sampai tahun 1644 J dan kemudian pindah ke terlihat karena terjadi perpecahan internal dan tidak mulusnya
Kartasura. Setelah itu, Kraton Plered tidak berfungsi lagi, dan suksesi kekuasaan. Konflik Amangkurat I dengan putra mahkota
pada masa kemudian dimanfaatkan sebagai benteng dalam dan bahkan keenam putra Amangkurat I saling bermusuhan.
Perang Diponegoro. Akumulasi rasa tidak senang terhadap Amangkurat I ini diawali

Selanjutnya pada masa Kolonial Belanda, bekas-bekas bangunan semenjak Amangkurat I berkuasa. Konflik Amangkurat I dengan

di Plered diambil batanya untuk membangun pabrik gula Kedaton adiknya, yaitu Pangeran Alit, dan paman-pamannya, yaitu

Plered serta maraknya penggunaan semen merah oleh Pangeran Selarong dan Pangeran Purbaya; serta dengan

masyarakat setempat, yaitu semen yang berasal dari bata-bata menyingkirkan orang kepercayaan Sultan Agung, yaitu

kuna dari Situs Kraton Plered yang telah dihancurkan untuk Temenggung Singaranu.
Peta 3.10.

keperluan pembangunan pemukiman.


Peta 3.10. Peta Kraton Kotagede, Kerto, Plered oleh GP Rouffaer tahun 1889 (Sumber: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl).
36 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB IV - Senjakala Plered 37

Dalam politik luar negeri pun mengalami penurunan drastis. Pada B. Plered yang Mulai Dilupakan waktu perang Diponegoro, tembok keliling Kraton Plered masih untuk membangun pabrik gula. Hal ini diperparah lagi dengan
awalnya Amangkurat I banyak mengklaim kekuasaan sepihak dimanfaatkan sebagai tempat pertahanan Pangeran Diponegoro semakin berkembangnya pembangunan dan permukiman di
seperti di Palembang, Jambi, Kalimantan, Banten, Batavia, dan Sepeninggal Amangkurat I akibat penyerbuan Trunajaya, Plered dan prajuritnya setelah wilayah Dekso di Kulonprogo diserbu sekitar Plered. Pada tahun 1980-an terjadi penjarahan terhadap

Blambangan. Wilayah-wilayah yang diklaim tersebut merupakan mulai terlupakan. Pangeran Adipati Anom, salah satu putra Belanda. komponen sisa-sisa bangunan benteng dan Kraton Plered berupa

sisa-sisa kejayaan masa Sultan Agung dan bukan hasil ekspansi Amangkurat menyatakan diri sebagai raja baru menggantikan bata yang kemudian dihancurkan untuk digunakan sebagai semen
Plered menjadi semakin merana ketika pada masa Kolonial
Amangkurat. Akhirnya pada tahun 1660 M tidak tersisa ayahandanya dan bergelar Susuhunan Amangkurat II. Sisa merah. Sehingga paripurna sudah derita Plered yang pada
Belanda wilayah Yogyakarta menjadi daerah perkebunan tebu
kekuatan pengikut setia Amangkurat bersepakat merebut akhirnya hanya sebagian kecil kemegahan Plered yang masih
kekuasaan Dinasti Mataram Islam yang berada di luar Jawa. dengan 17 pabrik gula. Bangunan-bangunan di bekas ibukota
kembali kekuasaan Trunajaya dengan minta bantuan kepada tersisa dan dapat dinikmati hingga kini.
Plered tersebut yang didominasi bata dan batu putih digunakan
Ancaman kekuatan lokal juga menunggu waktu yang tepat untuk Kompeni Belanda di Batavia. Pada tahun 1677 M Amangkurat II
melakukan perlawanan. Keluarga Ki Ageng Giring dan keluarga menyerang Adipati Trunojoyo di Kediri dan berhasil
Penembahan Kajoran merupakan ancaman terselubung bagi menangkapnya dan kemudian dijatuhi hukuman mati.
Dinasti Mataram Islam. Pada tanggal 28 Juni 1677, Kraton Plered
Setelah memadamkan perlawanan Trunajaya, Amangkurat II
diserbu oleh Trunajaya, seorang pangeran dari Madura yang
berencana membuat kraton yang baru. Amangkurat II memberi
merupakan menantu Panembahan Kajoran, yang mengakibatkan
perintah kepada Pangeran Nerangkusuma agar membuka hutan
Kraton Plered jatuh. Amangkurat I melarikan diri bersama Foto 4.01. Pabrik Gula
Wanakerta dan dibangun menjadi kawasan permukiman. Dalam Kedaton Pleret yang bahan
pengikut dan kerabatnya serta sejumlah harta pusaka kerajaan bangunannya menggunakan
kurun waktu dua tahun hutan Wanakerta sudah berubah menjadi
bata dan batu putih dari
kearah barat melalui Imogiri, Jagabaya, Rawa, Bocor, Petanahan, sebuah kota yang besar. Pada tanggal 11 September 1680 Kraton Plered.
Nampudadi, Pucang, Ambanan, Banyumas, Ajibarang. Selama 16 Amangkurat II secara resmi menempati ibukota kerajaan yang (Sumber Foto: KITLV - 1935)
hari rombongan Amangkurat I tersebut terlunta-lunta hingga baru. Sejak saat itu nama Wanakerta diganti dengan nama
akhirnya di Wanayasa, Amangkurat I meninggal pada tanggal 10 Kartasura Adiningrat.
Juli 1677 dan dimakamkan di Tegalwangi pada 13 Juli 1677.
Pada tahun 1680 M merupakan awal Plered ditinggalkan dan
Foto 4.01.
tidak lagi berfungsi sebagai ibukota Mataram Islam. Namun pada
38 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB IV - Senjakala Plered 39

Foto 4.02
Foto 4.02. Aktivitas produksi gula di Pabrik Kedaton Pleret dengan
cerobong asap yang hitam mengepul.

(Sumber Foto: KITLV - 1935)

Foto 4.03. Stand Pasar Pleret yang masih menggunakan rangka besi.

(Sumber Foto: Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta - 2014)

Foto 4.04. Plakat besi yang menginformasikan perusahaan kontruksi yang


membangun Pasar Plered.

(Sumber Foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta - 2014) Foto 4.05. Kondisi lingkungan ibukota
Mataram Islam Kerto-Plered.

Foto 4.06. Sisa-sisa dinding tembok


Foto 4.03
Kraton Kerto. Foto 4.06

Foto 4.07. Kondisi bekas ibukota


Foto 4.05 Mataram Islam Kerto-Plered.

Foto 4.08. Suasana jalan di bekas


ibukota Mataram Islam Kerto-Plered
dengan sisa-sisa tembok benteng di
sekitarnya.

(Sumber Foto: KITLV - 1935)

Foto 4.04

Foto 4.07 Foto 4.08


40 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB V - Metamorfosis Plered 41

Gambar 4.01 BAB V


Metamorfosis Plered

A. Plered Masih Ada

D
ewasa ini, Plered atau sekarang lebih dikenal dengan Pungkasan adalah festival tradisional yang diadakan setiap hari
sebutan Pleret merupakan sebuah kecamatan di Rabu terakhir di bulan Safar (bulan Jawa). Pada acara tersebut
Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta. Lokasi ini makanan khas yang dihidangkan, yaitu lemper. Pada acara
berada sekitar 13 km di sebelah timur ibukota Kabupaten Bantul. penutupan upacara Rebo Pungkasan tersebut, diarak sebuah
Kecamatan Pleret terdiri dari 5 desa dan 47 pedukuhan dengan lemper raksasa untuk kemudian dibagikan kepada warga.
Peta 4.01
luas wilayah sekitar 22,97 km². Kecamatan Pleret berada di Sementara seni tradisi Montro merupakan salah satu warisan
dataran rendah pada ketinggian 60 meter diatas permukaan air budaya tak benda di wilayah Plered, pertama kali dijumpai di
laut. Kecamatan Pleret dihuni oleh 10.473 KK atau sekitar 34.020 Dusun Kauman, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten
Gambar 4.01. Lukisan yang menggambarkan penyerbuan Belanda terhadap
laskar Pangeran Diponegoro yang bensembunyi di bekas benteng Kraton Plered. orang dengan tingkat kepadatan penduduk 8.163 jiwa/Km . Data
2
Bantul. Kesenian ini berupa pembacaan sholawat yang diiringi
(Sumber Gambar: KITLV - 1900) monografi tahun 2018 tercatat 18.331 orang atau 53,88% dengan musik dan tarian. Alat musik yang digunakan adalah
Peta 4.01. Peta sketsa pergerakan laskar Pangeran Diponegoro. penduduk Kecamatan Pleret bekerja di sektor pertanian. Pada beberapa rebana dalam berbagai ukuran dengan fungsi nada
(Sumber Gambar: KITLV - 1833)
sektor pertanian yang masih kental dengan kehidupan tradisi. masing-masing (ada yang berfungsi sebagai kendang, gong,
Peta 4.02. Peta rencana penyerbuan laskar Pangeran Diponegoro yang
Hingga kini masih lestari adanya tradisi Rebo Pungkasan atau kempul, dan lain-lain). Sedangkan tarian yang mengiringi
bersembunyi di benteng Kraton Plered.

(Sumber Gambar: KITLV - 1833)


Rabu Wekasan serta seni tradisi Montro. Rebo Pungkasan dilakukan dengan duduk dan berdiri, sambil sedikit jalan.
Peta 4.02
merupakan seni tradisi yang sangat dikenal di Plered. Rabu
42 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB V - Metamorfosis Plered 43

Geliat kehidupan perekonomian di Pleret juga mewarnai geliat tahun 1997. Pasar klithikan di Ketonggo ini marak setelah pasar B. Plered - Kini dan Mendatang salah satu bekas ibukota pemerintahan Mataram Islam Masa
perekonomian Yogyakarta. Pleret terkenal dengan wisata klithikan di Pasar Beringharjo mengalami kelesuan dan Amangkurat I ini oleh berbagai pihak dari stakeholder yang terkait
kulinernya, yaitu sate klatak. Kuliner ini bukan hanya menjadi ikon penyempitan lahan. Pasar klithikan di Pasar Beringharjo, Plered sebagai salah satu bekas pusat pemerintahan Mataram hingga masyarakat. Kegiatan penelitian arkeologi di wilayah
Pleret, tetapi sudah menjadi ikon D.I. Yogyakarta. Sate klatak Yogyakarta itu konon banyak digerakkan oleh pedagang- Islam, setelah Kotagede, sisa-sisa kemegahannya hampir tidak Plered, sebagai upaya untuk melacak jejak kebesaran Kraton

sendiri merupakan kuliner sate kambing tanpa bumbu yang pedagang dari wilayah Plered. bisa kita lihat saat ini. Berdasarkan babad dan catatan kolonial, Plered dan komponen pendukungnya hampir sekitar 4 dekade

dibakar dengan tusuk satenya berupa jeruji dan dimakan dengan Plered sebagai pusat Kerajaan Mataram Islam masa Amangkurat I yang diawali pada tahun 1970 hingga tahun 2019. Deretan stake
Di pasar tersebut semua onderdil atau spare part kendaraan jenis
kuah. Sentra kuliner sate klatak dengan mudah dijumpai di (1646 – 1677 M), dalam imajinasi historis boleh jadi merupakan holder yang melakukan penelitian dan kajian arkeologi di Plered
sepeda motor bisa diperoleh. Mulai dari skrup, baut, kabel, peleg, yaitu Pusat Penelitian Arkeologi Nasional – Jakarta, Balai
sepanjang Jalan Imogiri Timur dan juga di Pasar Wonokromo, ibukota Mataram Islam yang paling cantik dibanding masa
sadel, lampu, accu, ban, karburasi, klakson, variasi motor, dan lain sebelum dan sesudahnya. Bayangkan sebuah kompleks istana Arkeologi D.I. Yogyakarta, Balai Pelestarian Cagar Budaya D.I.
yaitu di sebelah selatan perempatan Jejeran. Selain sate klatak,
sebagainya. Interaksi penjual dan pembeli yang kental dengan dengan danau buatan yang sangat luas dan batang-batang air di Yogyakarta, Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta, Departemen
Pleret juga dikenal sebagai sentra penghasil krecek, tepatnya di
nuansa kekeluargaan bebas melakukan tawar menawar dan sekelilingnya, juga Pegunungan Seribu sebagai latar Arkeologi Universitas Gadjah Mada, dan IKIP PGRI Yogyakarta
Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. Krecek
memilah serta memilih barang yang dikehendaki. Banyak warga belakangnya. Namun kini Plered merupakan pusat pemerintahan memberikan kontribusi narasi historiografi tentang Plered.
merupakan makanan tradisional yang terbuat dari kulit kerbau
Yogyakarta sering mendatangi Jejeran untuk perbaikan atau tingkat kecamatan seperti wilayah kecamatan lainnya di wilayah
atau sapi yang dikeringkan. Krecek dapat digunakan untuk Berbagai aktifitas dari institusi, masyarakat, dan komunitas juga
bahkan rehabilitasi sepeda motornya. Mereka merasa bahwa Bantul. Sisa-sisa kemegahan Plered masa lampau yang masih
membuat masakan atau dibuat kerupuk. Cara memasaknya hadir dalam upaya melakukan pelestarian dan revitalisasi “ruh”
memilih onderdil di pasar klithikan terasa lebih bebas, harga bisa dapat dilihat, yaitu reruntuhan Masjid Agung Kauman Plered,
dengan menggunakan bumbu-bumbu yang sama dengan Plered sebagai salah satu bekas kota pemerintahan Mataram
murah, kalau beruntung bisa mendapatkan barang yang struktur bata sisa benteng Kraton Plered, Makam Ratu Malang di
bumbu-bumbu untuk membuat sambal goreng. Sambal goreng Islam pasca Kotagede ini. Keberadaan Plered merupakan salah
berkualitas bagus, bisa menawar, dan hampir semua onderdil Gunung Kelir, dan Museum Plered (d/h lokasi temuan sumur kuna
krecek ini biasanya dipadukan dengan kuliner Gudeg. satu potensi sumber daya budaya yang dimiliki oleh Yogyakarta,
tersedia. Pasar Klithikan Jejeran yang terletak di Dusun Ketonggo yang berada di dalam lingkungan Kraton Plered dan kemudian
yang mau tidak mau harus exist dan berkembang di masa
Selain potensi ekonomi berupa kuliner, Pleret juga mempunyai kira-kira berjarak 10 kilometer dari pusat Kota Yogyakarta. Jalur masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah Sumur
mendatang seiring dengan ritme perkembangan waktu dan
potensi bisnis dan jual beli barang bekas yang berpusat di Dusun terdekat untuk mencapainya lokasi bisa dari Terminal Giwangan Gumuling).
pengembangan wilayah. Kegiatan pemugaran terhadap sisa-sisa
Ketonggo, Desa Wonokromo, Kecamatan Pleret, yaitu lebih terus ke arah selatan sekitar 4 km.
Berbagai daya upaya telah dilakukan untuk tetap kepurbakalaan era Plered seperti Masjid Agung Kauman Plered
dikenal dengan Pasar Klithikan Jejeran. Pasar ini berdiri sejak dan Museum Plered oleh Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta
mempertahankan dan melestarikan eksistensi Plered sebagai
44 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB V - Metamorfosis Plered 45

sebagai pionirnya untuk dapat mempertahan eksistensi Plered. Kebudayaan. Kegiatan itu sejalan dengan visi dari gubernur D.I.
Museum Plered yang awal berdirinya ber tujuan untuk Yogyakarta dalam konteks keistimewaan, yaitu menggagas
mengumpulkan artefak-artefak yang ditemukan di sekitar Plered renaisans Yogyakar ta sebagai cita–cita luhur dengan
khususnya maupun Bantul pada umumnya. Kegiatan tersebut mengedepankan basis budaya dalam pembangunan daerah.
dikemudian hari diharapkan dapat sebagai pusat informasi terkait
Jelajah Situs Plered, sebuah aktifitas yang sering dijumpai di
dengan kesejarahan dan kepurbakalaan Plered bagi masyarakat.
kawasan Plered dengan tujuan untuk melacak jejak tinggalan
Peran yang selama ini berada di sektor stakeholder terkait, sedikit Foto 5.01. Museum Sejarah
sejarah dan arkeologi Kraton Plered yang pernah eksis hingga Purbakala Plered yang
demi sedikit memberikan porsi yang lebih banyak pada berada di dalam area bekas
awal abad XVII masehi. Dengan melibatkan berbagai pihak dan
masyarakat untuk ikut juga berperan aktif dalam pelestarian Situs Kraton Plered.
stakeholder terkait hingga masyarakat mencoba membangun Foto 5.02. Gedung bangunan
Plered.
kolektif memori bahwa pada masanya Plered merupakan salah Museum Sejarah Sejarah
Purbakala Plered dengan
Event formal maupun non formal secara periodik yang satu ibukota Mataram Islam dengan berbagai komponen beberapa gazebo di
dilaksanakan di wilayah Plered ini membuat Plered tidak bangunan dan dinamika sejarahnya, meski sekarang sisa-sisa sekitarnya.

“ditinggalkan atau tersisih” namun justru menjadi nilai tambah bangunan dan toponimi terkait Kraton Plered yang jadi saksinya. Foto 5.03. Kondisi awal
Sumur Gumuling pada saat
bagi Plered yang merupakan bagian dari hegemoni sejarah dan Foto 5.01
ditemukan dan sekarang
budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan acara Perayaan lokasinya berdiri Museum
Sejarah Purbakala Pleret.
Warisan Budaya Tak Benda DIY 2018 di Plered yang
(Sumber foto: KITLV - 1935)
diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta dengan
----- Plered Masih Ada – Plered Tidak Sendiri ----
tema Golong Gilig Mataram. Maksud dan tujuan kegiatan ini
adalah untuk mengenalkan lebih dekat kepada masyarakat secara
langsung tentang warisan budaya tak benda yang ada di D.I.
Yogyakarta. Terlebih lagi warisan budaya tak benda yang sudah
mendapatkan sertifikat dari Kementerian Pendidikan dan Foto 5.02 Foto 5.03
46 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB V - Metamorfosis Plered 47

Foto 5.04 Foto 5.07


Foto 5.04. Situs Masjid Agung Kauman Plered tampak
dari sisi timur laut.

Foto 5.05. Sisa mihrab Masjid Agung Kauman Plered


setelah dilakukan pengamanan berupa pendirian
bangunan peneduh.

(Sumber foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta -


2010)

Foto 5.06. Mihrab Masjid Agung Kauman Plered yang


dengan beberapa makam yang berada di sebelah
baratnya.

(Sumber foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta -


2010)

Foto 5.07. Kesenian Montro - warisan budaya tak


benda yang lahir dan berkembang di Kauman Plered
sejak tahun 1939.

(Sumber foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta -


2018)

Foto 5.08. Kesenian Montro merupakan seni tradisi


sholawatan dengan gerakan tari dengan iringan musik.
Foto 5.05 Foto 5.06
(Sumber foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta -
2018)

Foto 5.09. Pementasan kesenian Montro dalam


Festival Warisan Budaya Tak Benda di Pleret tahun
2019.

(Sumber foto: Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta -


2018)

Foto 5.08 Foto 5.09


48 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB V - Metamorfosis Plered 49

Foto 5.13

Foto 5.13. Kunjungan Sri Sultan Hamengkubuwono X


di lokasi pameran dalam rangkaian Festival Warisan
Budaya Tak Benda di Pleret tahun 2019.

Foto 5.14. Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta mengikuti


pameran dalam rangkaian Festival Warisan Budaya
Tak Benda di Pleret tahun 2019.

Foto 5.15. Pengujung pameran dalam rangkaian


Festival Warisan Budaya Tak Benda di Pleret tahun
2019.

Foto 5.10 Foto 5.11

Foto 5.12 Foto 5.14

Foto 5.10, 5.11, dan 5.12. Arak-


arakan peserta Festival Warisan
Budaya Tak Benda di Pleret
tahun 2019.

Foto 5.15
50 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB V - Metamorfosis Plered 51

Foto 5.16 Foto 5.17 Foto 5.19 Foto 5.20

Foto 5.18 Foto 5.21

Foto 5.16. Menara siaran


Upacara Tradisi Rebo
Pungkasan sebagai sarana Foto 5.19. Balai Desa Wonokromo
informasi bagi masyarakat. menjadi lokasi terakhir arak-arakan
Upacara Tradisi Rebo Pungkasan.
Foto 5.17. Masjid Nurul
Huda di Karanganom Foto 5.20. Lemper raksasa yang berakhir
Wonokromo – lokasi awal di Balai Desa Wonokromo kemudian akan
arak-arakan Upacara dibagikan kepada masyarakat.
Tradisi Rebo Pungkasan.
Foto 5.21. Pasukan pengawal dalam
Foto 5.18. Pengusung rangkaian tradisi Rebo Pungkasan
lemper raksasa di arak- menuju ke Balai Desa Wonokromo.
arakan Upacara Tradisi
Rebo Pungkasan.
52 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede BAB V - Metamorfosis Plered 53

Foto 5.22 Foto 5.24 Foto 5.25

Foto 5.22. Sentra klithikan spare part kendaraan bermotor


di Kanggotan, Pleret.

Foto 5.23. Salah satu kios klithikan spare part kendaraan


bermotor dengan mudah dijumpai di sepanjang Jalan Foto 5.24. Sate klatak ini akan
Wonokromo – Kanggotan, Pleret. disajikan dengan kuah gule
atau tongseng.

(Sumber foto: Dinas


Kebudayaan D.I. Yogyakarta -
2018)

Foto 5.25. Kuliner sate klatak


berupa sajian daging kambing
tanpa bumbu dibakar diatas
bara api dengan
menggunakan jeruji sepeda
motor.

(Sumber foto: Dinas


Kebudayaan D.I. Yogyakarta –
2018)

Foto 5.26. Sentra kuliner sate


klatak dengan mudah
dijumpai sepanjang Jalan
Imogiri Timur.

Foto 5.23 Foto 5.26


54 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede Daftar Bacaan 55

Foto 5.27 Daftar Bacaan

Adrisijanti, Inajati. 2000. Arkeologi Perkotaan Mataram Islam. Graaf, H.J. De. 1985. Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan
Yogyakarta: Penerbit Jendela. dari Majapahit ke Mataram. Jakarta: Grafiti Press.

Alifah. 2009. Jejak Kraton Sultan Agung: Rekonstruksi Awal Graaf, H.J. De. 1986. Puncak Kekuasaan Mataram: Politik
Berdasarkan Data Arkeologis dan Historis. Berkala Arkeologi Ekspansi Sultan Agung. Jakarta: Grafiti Press.
Foto 5.27. Denyut perekonomian Edisi November 2009. Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta.
industri rumah tangga terkini di Lombard, Denys. 2008. Nusa Jawa: Silang Budaya – Warisan
Segoroyoso sebagai sentra Alifah dan Hery Priswanto. 2012. “Benteng Kraton Pleret: Data Kerajaan-Kerajaan Konsentris 3. Jakarta: Gramedia Pustaka
rambak sapi di Yogyakarta. Historis dan Data Arkeologi” dalam Berkala Arkeologi Vol. 32 Utama.
Foto 5.28. Kampung rambak sapi No. 2 – November 2012. Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta.
Foto 5.28 di Segoroyoso. Nayati, Widya. 1982. Keletakan Bekas Kota Pleret di Kabupaten
Carey, Peter. 2004. Asal Usul Perang Jawa – Pemberontakan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan Interpretasi
Sepoy & Lukisan Raden Saleh. Jakarta: LKiS. Foto Udara. Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Arkeologi FS UGM.

Graff, H.J. De. 1987. Disintegrasi Mataram di Bawah


Amangkurat I. Jakarta: Grafiti Press.
56 Plered - Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-Kotagede

Pratama, Henki Riko & Hery Priswanto, 2013. “Sebuah Informasi Suryonegoro, K.P.A. Tanpa Tahun. Serat Babad Momana. Naskah
Mutakhir Hasil Penelitian Tahun 2013 Di Situs Kedaton Pleret, ketikan koleksi Badan Penerbit Soemodidjojo Maha Dewa. Tidak
Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta.” Dalam Berkala Arkeologi diterbitkan.
Vol.33 Edisi No.2/November 2013. Yogyakarta: Balai Arkeologi
Yogyakarta. Tim Penelitian, 2013. Laporan Ekskavasi Situs Purbakala Di
Kawasan Cagar Budaya Pleret Tahun 2013 Situs Kedaton
Ricklef, M.C. 2008. Sejarah Indonesi Modern 1200 - 2008. (TahapVI). Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa
Jakarta: Serambi. Yogyakarta.

Riyanto, Sugeng. 2006. “Tembok Benteng Kotagede (Baluwarti)


Yogyakarta Barangsur-angsur Musnah!”. Berkala Arkeologi Edisi
Mei 2006. Yogyakarta: Balai Arkeologi.

Anda mungkin juga menyukai