Tugas 1 Etika Administrasi Pemerintahan
Tugas 1 Etika Administrasi Pemerintahan
Tugas 1 Etika Administrasi Pemerintahan
MAKALAH
Di kerjakan oleh :
UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL, DAN ILMU POLITIK
PRODI 50/ ILMU ADMINISTRASI NEGARA (S1)
BAB I
PENDAHULUAN
Praktek penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia saat ini masih penuh dengan
ketidakpastian biaya, waktu dan cara pelayanan. Mengurus pelayanan publik ibaratnya memasuki
hutan belantara yang penuh dengan ketidakpastian. Waktu dan biaya pelayanan tidak pernah jelas bagi
para pengguna pelayanan. Hal ini terjadi karena prosedur pelayanan tidak pernah mengatur kewajiban
dari penyelenggara pelayanan dan hak dari warga sebagai pengguna. Prosedur cenderung hanya
mengatur kewajiban warga ketika berhadapan dengan unit pelayanan. Ketidakpastian yang sangat
tinggi ini mendorong warga untuk membayar pungli kepada petugas agar kepastian pelayanan bisa
segera diperoleh. Ketidakpastian bisa juga mendorong warga memilih menggunakan biro jasa untuk
menye lesaikan pelayanannya daripada menyelesaikannya sendiri. Disamping itu juga sering dilihat
dan didengar adanya tindakan dan perilaku oknum pemberi pelayanan yang tidak sopan, tidak ramah,
dan diskriminatif. Sebagai konsekuensi logisnya, dewasa ini kinerja pemerintah sebagai pelayan publik
banyak menjadi sorotan, terutama sejak timbulnya iklim yang lebih demokratis dalam pemerintahan.
Rakyat mulai mempertanyakan akan nilai yang mereka peroleh atas pelayanan yang dilakukan oleh
instansi pemerintah.
Semua permasalahan tersebut, pada hakekatya tidak perlu terjadi secara drastis dan dramatis.
Sebagaimana yang pernah dialami selama ini, seandainya pemerintah dan aparatur pemerintahannya
memiliki kredibilitas yang memadai dan kewibawaan yang dihormati oleh rakyatnya. Pemerintah yang
memiliki etika dan moralitas yang tinggi dalam menjalankan kewenangan pemerintahannya, tentu
memiliki akuntabilitas dan penghormatan yang tinggi pula terhadap tuntutan aspirasi dan kepentingan
masyarakat yang dilayaninya. Dalam pemerintahan yang demikian itu pula iklim keterbukaan,
partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat dapat diwujudkan, sebagai manifestasi dari gagasan
yang dewasa ini mulai dikembangkan, yaitu penerapan etika dalam pelayanan publik Melihat betapa
kompleksnya masalah yang terjadi dalam praktek penyelenggaraan pelayanan publik, maka upaya
penerapan etika pelayanan publik di Indonesia msenuntut pemahaman dan sosialisasi yang
menyeluruh, dan menyentuh semua dimensi persoalan yang dihadapi oleh birokrasi pelayanan.
Permasalahannya sekarang adalah sejauhmana pemahaman dan penerapan etika pelayanan publik oleh
birokrasi pemerintah Indonesia? Masalah ini perlu pengkajian secara kritis dan mendalam, karena
berbagai praktek buruk dalam penyelenggaraan pelayanan publik seperti: ketidakpastian pelayanan,
pungutan liar, dan pengabaian hak dan martabat warga pengguna pelayanan, masih amat mudah
dijumpai dihampir setiap satuan pelayanan publik.
Faktor utama dalam keterpurukan pelayanan publik di Indonesia adalah lemahnya etika sumber
daya manusia (SDM), yaitu birokrat yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika
pelayanan publik harus berorientasi kepada kepentingan masyarakat berdasar asas transparansi dan
akuntabilitas demi kepentingan masyarakat. Dalam pemberian pelayanan publik khususnya di
Indonesia, pelanggaran moral dan etika dapat kita amati mulai dari proses kebijakanpublik yaitu
pengusulan program, proyek, dan kegiatan yang tidak didasarkanatas kenyataan desain organisasi
pelayanan publik mengenai pengaturan struktur, formalisasi, dispersi otoritas terhadap kepentingan
tertentu, proses manajemen pelayanan publik yang penuh rekayasa dan kamuflase mulai dari
perencanaan teknis, pengelolaan keuangan, sumber daya manusia,informasi yang semuanya itu
nampak dari sifat-sifat tidak transparan, tidak responsif, tidak akuntabel, tidak adil sehingga tidak dapat
memberikan kualitas pelayanan yang unggul kapada masyarakat. Sudah sepantasnnya pelayanan
umum dilakukan secara beretika agartidak adanya kekecewaan dalam suatu masyarakat.
BAB II
Etika sebagai suatu studi yang bersifat umum adalah salah satu cabang dari rincian filsafat
sistematis. Untuk menegaskan kedudukannya sebagai cabang filsafat, etika dapat juga disebut filsafat
moral dan filsafat etis. Dari 2 penyebutan nama yang merupakan sinonim itu kata moral dan kata etis
dianggap mempunyai pengertian yang sama. Dalam bahasa Inggris istilah ethics (etika) dan morality
(moralitas) merupakan 2 kata sepadan yang sama artinya. Istilah ethics berasal dari kata Yunani
ethikos dan istilah morality berasal dari kata Latin moralis. Berdasarkan asal mula katanya, kedua
istilah itu mempunyai kadar arti yang sama.
Dalam dunia pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat moral atau nilai, dan disebut
dengan “profesional standars” (kode etik) atau “right rules of conduct” (aturan perilaku yang benar)
yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik.6 Sebuah kode etik meru-muskan berbagai
tindakan apa, kelakuan mana, dan sikap bagaimana yang wajib dijalankan atau dihindari oleh para
pemberi pelayanan. Aplikasi etika dan moral dalam praktek dapat dilihat dari kode etik yang dimiliki
oleh birokrasi publik. Kode etik di Indonesia masih terbatas pada beberapa kalangan seperti ahli hukum
dan kedokteran. Kode etik tidak hanya sekedar bacaan, tetapi juga diimplementasikan dalam
melakukan pekerjaan, dinilai tingkat implementasinya melalui mekanisme monitoring, kemudian
dievaluasi dan diupayakan perbaikan melalui konsensus. Komitmen terhadap perbaikan etika ini perlu
ditunjukkan, agar masyarakat semakin yakin bahwa birokrasi publik sungguh- sungguh akuntabel
dalam melaksanakan kegiatan pelayanan publik. Untuk itu, kita barangkali perlu belajar dari negara
lain yang sudah maju dan memiliki kedewasaan beretika.
BAB III
PEMBAHASAN
Etika termasuk etika birokrasi mempunyai dua fungsi, yaitu: pertama, sebagai pedoman, acuan,
refrensi bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam menjalankan tugas dan kewenangannya agar
tindakannya dalam organisasi tadi dinilai baik, terpuji, dan tidak tercela. Kedua, etika birokrasi sebagai
standar penilaian mengenai sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi publik dinilai baik, tidak tercela dan
terpuji. Leys berpendapat bahwa: “Seseorang administrator dianggap etis apabila ia menguji dan
mempertanyakan standar-standar yang digunakan dalam pembuatan keputusan, dan tidak mendasarkan
keputusannya semata-mata pada kebiasaan dan tradisi yang sudah ada”. Selanjutnya, Anderson
menambahkan suatu poin baru bahwa: “standar-standar yang digunakan sebagai dasar keputusan
tersebut sedapat mungkin merefleksikan nilai-nilai dasar dari masyarakat yang dilayani”. Berikutnya,
Golembiewski mengingatkan dan menambah elemen baru yakni: “standar etika tersebut mungkin
berubah dari waktu-kewaktu dan karena itu administrator harus mampu memahami perkembangan
standar-standar perilaku tersebut dan bertindak sesuai dengan standar tersebut”.
Setiap birokrasi pelayan publik wajib memiliki sikap mental dan perilaku yang mencerminkan
keunggulan watak, keluharan budi, dan asas etis. Ia wajib mengembangkan diri sehingga sungguh-
sungguh memahami, menghayati, dan menerapkan berbagai asas etis yang bersumber pada kebajikan-
kebajikan moral khususnya keadilan dalam tindakan jabatannya. Secara umum nilai-nilai moral terlihat
dari enam nilai besar atau yang dikenal dengan “six great ideas”5 yaitu nilai kebenaran (truth),
kebaikan (goodness), keindahan (beauty), kebebasan (liberty), kesamaan (equality), dan keadilan
(justice). Dalam kehidupan berma- syarakat, seseorang sering dinilai dari tutur katanya, sikap dan
perilakunya sejalan dengan nilai-nilai tersebut atau tidak. Begitu pula dalam pemberian pelayanan
publik, tutur kata, sikap dan perilaku para pemberi pelayanan seringkali dijadikan obyek penilaian
dimana nilai-nilai besar tersebut dijadikan ukurannya. Disamping nilai-nilai dasar tersebut, mungkin
ada juga nilai-nilai lain yang dianggap penting untuk mensukseskan pem- berian pelayanan, yang dari
waktu ke waktu terus dinilai, dikembangkan dan dipromosikan.
Masalah utama pelayanan publik pemerintahan daerah sebenarnya adalah peningkatan kualitas
pelayanan publik itu sendiri. Pelayanan publik yang berkualitas dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu
bagaimana pola penyelenggaraannya, sumber daya manusia yang mendukung, dan kelembagaan.
Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat.
Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai
permasalahan yang telah disebutkan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang
memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang
dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar
pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan
dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat
dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui
proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan,
perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan
biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan
yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung
terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan
kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas
pelayanan yang akan ditanganinya.
Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian
kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan
yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh
karena itu, survei kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan
publik.
Bayu Suryaningrat. 1984. Etika Administrasi Negara, Etika Pemerintahan, Etika Jabatan.
Bandung: Pustaka.
Wahyudi , Kumorotomo. 1992. Etika administrasi Negara. Rajawali Pers: Jakarta.
Gie, The Liang, Djohermansyah Djohan, dan Milwan. 2021. Etika Administrasi Pemerintahan Edisi 3.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
2. Hal-hal yang harus dilakukan seorang administrator pemerintahan harus bekerja, sehingga
menciptakan rasa aman dan damai dimasyarakat:
a. Kesetiaan
Kesetiaan adalah kesadaran untuk setulusnya patuh pada tujuan bangsa, peraturan perundang-
undangan dan institusi demi tercapainya sebuah tujuan.
b. Pengabdian (dedication)
Merupakan suatu keinginan untuk menjalankan tugas - tugas pekerjaan dengan semua tenaga
(mentak atau pikiran & fisik), seluruh semangat kegairahan, & sepenuh perhatian tanpa pamrih
apa - apa yang bersifat pribadi, misalnya ingin cepat naik pangkat / diberi tanda jasa. Setiap
petugas dalam administrasi pemerintahan dalam melaksanakan tugas-nya
harus selalu dan terus menerus menunjukkan keterlibatan diri (involvement of selself) &
penuh antusiasme. Kecenderungan bekerja setengah hati/asal jadi, tidak boleh ada
dalam diri setiap petugas yang baik. Pengabdian itu terarah pada jabatannya,
keahliannya, dan bidang profesinya.
c. Kesetiaan (loyality)
Kesetiaan adalah suatu kebajikan moral, yaitu sebagai kesadaran seseorang petugas untuk
setulusnya patuh kepada konstitusi negara, tujuan bangsa, peraturan perundang- undangan,
jabatan / badan / instansi, tugas, maupun atasan demi tercapainya cita - cita bersama yang
diharapkan. Pelaksanaan tugas pekerjaan dengan ukuran rangkap, pertimbangan untung - rugi
atau bahkan dengan kebiasaan sabotase, tidak dikenal dalam setiap petugas yang baik. Jika
seorang petugas tidak dapat menjalankan tugas jabatannya dengan sepenuh
kemampuan, tidak bersedia terikat patuh pada badan / instansinya, atau tidak merasa cocok
dengan kebijakan pihak pimpinannya, maka tindakan etis adalah dengan mengundurkan diri dari
jabatannya.
3. Pada dasarnya manusia dalam kehidupannya tidak bisa hidup dengan seenaknya sendiri, karena
dalam kehidupan masyarakat terdapat berbagai aturan, dimana aturan-aturan tersebut sesuai dengan
norma-norma dan nilai-nilai yang sesuai dengan kaidah yang berlaku di masyarakat. Sehingga
manusia atau individu yang memiliki moral baik, dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan
norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
SUMBER:
Gie, The Liang, Djohermansyah Djohan, dan Milwan. 2021. Etika Administrasi Pemerintahan Edisi 3.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.