LP Mobilisasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN (KONSEP KDM)

MOBILISASI
DI HOLISTIC NURSING THERAPHY, PROBOLINGGO

NAMA : INDRI ANITA


NIM : 21101040

PRODI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
MOBILISASI
1.1. Pengertian
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur,
mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Santosa & Budi, 2017). Mobilisasi
adalah kemampuan individu untuk melakukan gerakan fisik yang disengaja dari tubuh.ketika
seseorang mampu bergerak, dia biasanya mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari /
Activity Daily Living (ADL) seperti makan, berpakaian, dan berjalan. Kemampuan ini
terutama tergantung pada fungsi sistem saraf pusat dan perifer dan sistem moskulos keletal
dan kadang-kadang disebut sebagai kemampuan fungsional (Ignatavicius, Workman, &
Rebar (2017)).
Mobilisasi dini merupakan aktivitas yang dilakukan pasien post pembedahan dimulai
dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan pernafasan, latihan batuk efektif dan
menggerakkan tungkai) sampai dengan pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke
kamar mandi dan berjalan keluar kamar (Haswita dan Sulistyowati, 2017). Fisiologi
pergerakan Menurut Haswita dan Sulistyowati (2017) pergerakan merupakan rangkaian
aktivitas yang terintegritasi antara sistem muskuloskeletal dan sistem persyarafan di dalam
tubuh.
1. Sistem Muskuloskeletal: Sistem muskuloskeletal terdiri atas rangka (tulang), otot dan
sendi. Sistem ini sangat berperan dalam pergerakan dan aktivitas manusia. Rangka
memiliki bebrapa fungsi, yaitu:
a. Menyokong jaringan tubuh, termasuk memberi bentuk pada tubuh (postur tubuh),
b. Melindungi bagian tubuh yang lunak, seperti otak, paru-paru, hati dan medulla
spinalis,
c. Sebagai tempat melekatnya otot dan tendon, termasuk jugaligmen,
d. Sebagai sumber mineral, seperti garam, fosfat dan lemak,berperan dalam proses
hematopoiesis (produksi sel darah) Sementara otot berperan dalam proses
pergerakan, memberi bentuk pada postur tubuh dan memproduksi panas melalui
aktivitas kontraksi otot (Haswita & Sulistyowati,2017).
2. Mekanika Tubuh: Mekanika tubuh merupakan cara menggunakan tubuh secara efisien,
terkoordinasi, dan aman sehingga menghasilkan gerakan yang baik dan memelihara
keseimbangan selama beraktivitas. Mekanika tubuh yang baik bukan hanya untuk
plahragawan, tetapi jugapentinguntuk perawat maupun klien (Sustanto & Fitriana,
2017).
 Cara Mengukur Kekuatan Otot
Kekuatan dari sebuah otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktifitas. Semua
gerakan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon
motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban
berupa beban eksternal mapun beban internal. Kekuatan otot sangat berhubungan
dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf
mengaktivasi otot untuk melakukan kontraksi.
Kekuatan otot dapat diukur pada ekstremitas atas dan bawah. Kekuatan otot
ekstremitas atas adalah kemampuan otot pada ekstremitas atas, ektremitas atas dibagi
atas daerah bahu (hubungan antara lengan dan beban), lengan atas, lengan bawah dan
tangan. Kekuatan otot ekstremitas bawah ialah kemampuan otot pada ekstremitas
bawah untuk melakukan fungsinya antara lain berpindah tempat, penopangan beban
berat, dan menjadi tumpuan yang stabil sewaktu berdiri. Ekstremitas atas terdiri dari
tungkai atas dan tungkai bawah.

Tingkat Deskripsi
0 Kontraksi otot tidak terdeteksi
1 Kejapan yang hamper tidak terdeteksi atau bekas kontraksi dengan
observasi atau palpasi
2 Pergerakan aktif bagian tubuh dengan mengeliminasi gravitasi
3 Pergerakan aktif hanya melawan gravitasi dan tidak melawan tahanan
4 Pergerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit tahanan
5 Pergerakan aktif melawan tahana penuh tanpa adanya kelelahan otot
(kekuatan otot normal)
1.2. Etiologi
1.2.1 Gangguan Mobilitas Fisik
a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidak bugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Penurunan massa otot
f. Penurunan kekuatan otot
g. Kekakuan sendi
h. Gangguan muskulokeletal
1.2.2 Intoleransi Aktivitas
a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b. Tirah baring
c. Kelemahan
d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton
1.2.3 Keletihan
a. Gangguan tidur
b. Gaya hidup monoton
c. Kondisi fisiologis (misal penyakit kronis, penyakit terminal, anemia, malnutrisi,
kehamilan)
d. Program perawatan /pengobatan jangka panjang
e. Peristiwa hidup negatif
f. Stress berlebihan
g. Depresi

1.3. Manifestasi Klinis


1.3.1 Tanda dan Gejala
a. Gangguan Mobilitas Fisik
1) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
2) Kekuatan otot
3) Rentang gerak (ROM) menurun
4) Nyeri saat bergerak
5) Enggan melakukan pergerakan
6) Sendi kaku
7) Gerakan tidak terkoordinasi
b. Intoleransi Aktivitas
1) Mengeluh lelah
2) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
3) Dispnea saat/setelah aktivitas
4) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
5) Merasa lelah
6) Sianosis
c. Keletihan
1) Merasa energy tidak pulih walaupun telah tidur
2) Merasa kurang tenaga
3) Mengeluh lelah
4) Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin
5) Tampak lesu
6) Kebutuhan istirahat meningkat
1.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
Faktor yang mempengaruhi mobilisasi:
1. Sistemneuromuscular
2. Gaya hidup
3. Ketidakmampuan
4. Tingkat energi
5. Tingkatperkembangan
a) Bayi: sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas lentur dan
persendian memiliki ROM lengkap. Posturnya kaku karena kepala dan tubuh
bagian atas dibawa ke depan dan tidak seimbang sehingga mudah terjatuh.
b) Batita: kekakuan postur tampak berkurang, garis pada tulang belakang servikal
dan lumbal lebih nyata.
c) Balita dan anak sekolah: tulang-tulang panjang pada lengan dan tungkai
tumbuh. Otot, ligamen, dan tendon menjadi lebih kuat, berakibat pada
perkembangan postur dan peningkatan kekuatan otot. Koordinasi yang lebih
baik memungkinkan anak melakukan tugas-tugas yang membutuhkan
keterampilan motorik yang baik.
d) Remaja: remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang lebih dulu dibanding
yang laki-laki. Pinggul membesar, lemak disimpan di lengan atas, paha, dan
bokong. Perubahan laki-laki pada bentuk biasanya menghasilkan pertumbuhan
tulang panjang dan meningkatnya massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang
dan pinggul menjadi lebih sempit. Perkembangan otot meningkat di dada,
lengan, bahu, dan tungkai atas.
e) Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan normal pada
tubuh dan kesegarisan tubuh pada orang dewasa terjadi terutama pada wanita
hamil. Perubahan ini akibat dari respon adaptif tubuh terhadap penambahan
berat dan pertumbuhan fetus. Pusat gravitasi berpindah ke bagian depan.
Wanita hamil bersandar ke belakang danagakberpunggung lengkung. Dia
biasanya mengeluh sakit punggung.
f) Lansia: kehilangan progresif pada massa tulang total terjadi pada orangtua.
6. Kondisipatologik

 Postur abnormal:

 Tortikolis: kepala miring pada satu sisi, di mana adanya kontraktur pada otot
sternokleidomanstoid
 Lordosis: kurva spinal lumbal yang terlalu cembung ke depan/anterior

 Kifosis: peningkatan kurva spinal torakal d. Kipolordosis: kombinasi dari


kifosis dan lordosis
 Skolioasis: kurva spinal yang miring ke samping, tidak samanya tinggi hip/
pinggul danbahu
 Kiposkoliosis: tidak normalnya kurva spinal anteroposterior danlateral
 Footdrop: plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki karena kerusakan
saraf peroneal - Gangguan perkembangan otot, seperti distropsi muskular,
terjadi karena gangguan yang disebabkan oleh degenerasi serat ototskeletal.

 Kerusakan sistem saraf pusat

 Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal: kontusio, salah urat, dan


fraktur.
1.4. Patofisiologi
Neuromuskular berupa sistem otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartilago, dan saraf
sangat mempengaruhi mobilisasi. Gerakan tulang diatur otot skeletal karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagi sistem pengungkit. Tipe
kontraksi otot ada dua, yaitu isotonik dan isometrik. Peningkatan tekanan otot menyebabkan
otot memendek pada kontraksi isotonik. Selanjutnya, pada kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak terjadi pemendekan atau gerakan aktif
dari otot, misalnya menganjurkan pasien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter
merupakan gerakan kombinasi antara kontraksi isotonik dan kontraksi isometrik. Perawat
harus memperhatikan adanya peningkatan energi, seperti peningkatan kecepatan pernapasan,
fluktuasi irama jantung, dan tekanan darah yang dikarenakan pada latihan isometrik
pemakaian energi meningkat. Hal ini menjadi kontraindikasi pada pasien yang memiliki
penyakit seperti infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik. Kepribadian dan
suasana hati seseorang digambarkan melalui postur dan gerakan otot yang tergantung pada
ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan kelompok otot tergantung tonus otot dan aktivitas dari otot
yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot sendiri merupakan
suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Kontraksi dan relaksasi yang bergantian
melalui kerja otot dapat mempertahankan ketegangan. Immobilisasi menyebabkan aktivitas
dan tonus otot menjadi berkurang. Rangka pendukung tubuh yang terdiri dari mpat tipe
tulang, seperti panjang, pendek, pipih, dan irreguler disebut skeletal. Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah (Potter dan Perry, 2012).
Pengaruh imobilisasi yang cukup lama akan terjadi respon fisiologis pada sistem otot
rangka. Respon fisiologis tersebut berupa gangguan mobilisasi permanen yang menjadikan
keterbatasan mobilisasi. Keterbatasan mobilisasi akan mempengaruhi daya tahan otot
sebagai akibat dari penurunan masa otot, atrofi dan stabilitas. Pengaruh otot akibat
pemecahan protein akan mengalami kehilangan masa tubuh yang terbentuk oleh sebagian
otot. Oleh karena itu, penurunan masa otot tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa
peningkatan kelelahan. Selain itu, juga terjadi gangguan pada metabolisme kalsium dan
mobilisasi sendi. Jika kondisi otot tidak dipergunakan atau karena pembebanan yang kurang,
maka akan terjadi atrofi otot. Terjadinya atrofi otot dikarenakan serabut-serabut otot tidak
berkontraksi dalam waktu yang cukup lama sehingga perlahan akan mengecil dimana terjadi
perubahan antara serabut otot dan jaringan fibrosa.
1.5. Pathway/W.O.C
1.6. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes cairan sendi. Cairan diambil dari sendi yang sakit dengan jarum, lalu dipelajari di
bawah mikroskop yang bertujuan untuk memeriksa apakah kristal ada di sana.
b. Tes darah. Tes darah dapat memeriksa kadar asam urat. Tingkat asam urat yang tinggi
tidak selalu berarti gout, tetapi berarti terdapat risiko untuk mendapat gout

c. X-ray. Gambar dari sendi akan membantu mengesampingkan masalah lain.

d. USG. Tes tanpa rasa sakit ini menggunakan gelombang suara untuk melihat area asam
urat.

1.7. Komplikasi
a. Penyakit jantung
b. Kerusakan sendi
c. Gagal ginjal
1.8. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan/ Farmakologi dan Non Farmakologi/
Konvensional dan Komplementer
1.8.1 Penatalaksanaan keperawatan :
a. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
b. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
c. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (misal tongkat)
d. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (Contoh terapi
komplementer invasif seperti akupuntur dan cupping (Bekam) yang menggunakan
jarum dalam pengobatannya)
e. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
mobilisasi/pergerakan
f. Ajarkan mobilisasi dini
1.8.2 Penatalaksaan Medis
a. Pemberian Obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID)
b. Pemberian obat kortikosteroid
1.9 Konsep Keperawatan
1.9.1 Pengkajian
a. Riwayat penyakit saat ini dan teradulu untuk mendapatkan data dari klien
b. Observasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah
untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjek.
c. Pengumpulan data
1) Identitas klien : Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama : Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3) Riwayat penyakit sekarang : Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung
sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu : Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga : Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi ataupun diabetes militus.
6) Riwayat psikososial : Pengobotan tentu membutuhkan biaya yang lumayan besar.
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran
klien dan keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan : Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya
ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
8) Pola nutrisi dan metabolisme : Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.
9) Pola eliminasi : Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
10) Pola aktivitas dan latihan : Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
11) Pola tidur dan istirahat : Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
kejang otot/nyeri otot.
12) Pola hubungan dan peran : Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
13) Pola persepsi dan konsep diri : Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, tidak kooperatif.
14) Pola sensori dan kognitif : Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berpikir.
15) Pola reproduksi seksual : Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari
beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
16) Pola penanggulangan stress : Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
17) Pola tata nilai dan kepercayaan : Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena
tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
1.9.2 Diagnosa Keperawatan (PPNI, 2018)
Diagnosa : Gangguan mobilitas fisik (D.0077)
1) Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisikdari salah satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri.
2) Penyebab
 Kerusakan integritas struktur tulang
 Perubahan metabolism
 Ketidakbugaran fisik
 Penurunan kendali otot
 Penurunan massa otot
 Penurunan kekuatan otot
 Kekakuan sendi
3) Tanda dan gejala
a. Tanda dan gejala mayor
Subjektif :
 Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif :
 Kekuatan otot menurun
 Rentang gerak (ROM) menurun
b. Tanda dan gejala minor
Subjektif :
 Nyeri saat bergerak
 Enggan melakukan pergerakan
 Merasa cemas saat bergerak
Objektif :
 Sendi kaku
 Gerakan tidak terkoordinasi
 Gerakan terbatas
 Fisik lemah
1.9.3 Perencanaan
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik Tujuan: Dukungan Mobilisasi (I. 05173)
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Aktivitas:
penurunan kekuatan otot keperawatan 3x24 jam, O :
dibuktikan dengan pasien diharapkan nyeri dapat di  Monitor frekuensi jantung dan
mengatakan kaki kiri sulit atasi degan kriteria hasil: tekanan darah sebelum
digerakkan, Ny. R tampak Mobiltas fisik (L. 05042) mobilisasi.
kesulitan menggerakkan Indikator SA ST  Monitor kondisi umum selama
kaki kirinya, TD : 160/80 Pergerakan 2 4 melakukan mobilisasi.
mmHg, nadi : 95 ekstremitas T:
kali/menit. Kekuatan 3 4  Fasilitasi aktivitas mobilisasi
Kode Diagnosa otot dengan alat bantu (misal:
Keperawatan Indonesi: Rentang 2 4 tongkat).
D.0054 gerak (ROM)  Libatkan keluarga untuk

Keterangan: membantu pasien dalam

1 : Menurun meningkatkan pergerakan


2 : Cukup Menurun E:
3 : Sedang  Anjurkan mobilisasi dini
4 : Cukup Meningkat  Jelaskan tujuan dan prosedur
5 : Meningkat mobilisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Haswita & Reni Sulistyowati. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta Timur: CV. Trans Info
Media.

Ignatavicius, Workman, & Rebar. 2017. Medical Surgical Nursing: Concepts For
Interprofessional Collaborative Care (9 th ed.). St. Louis : Elsevier, Inc.

Potter, A & Perry, A 2012, Buku ajar fundamental keperawatan; konsep, proses, dan praktik,
vol.2, edisi keempat. Jakarta: EGC
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai