Proposal BAB 1-4 Edit-2
Proposal BAB 1-4 Edit-2
Proposal BAB 1-4 Edit-2
Oleh:
Nama :
NIM :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah aset bangsa dan generasi penerus bangsa maupun
keluarga (Supartini, 2012). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 1 ayat 1,
menjelaskan anak adalah seseorang yang belum delapan belas tahun termasuk
anak yang masih dalam kandungan. Anak akan mencapai tingkat
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sesuai dengan usianya
(Supartini, 2012). Anak sebagai individu dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan, maka mudah sekali terkena penyakit dan terkadang harus
dirawat dirumah sakit (Wong, 2008). Anak usia prasekolah adalah anak usia
3-6 tahun. Anak-anak dibawah usia 6 tahun kurang mampu berpikir tentang
suatu peristiwa secara keseluruhan, belum bisa menentukan perilaku yang
dapat mengatasi suatu masalah yang baru dihadapi dan kurang memahami
suatu peristiwa yang dialami (Supartini, 2004).
Anak diartikan sebagai seseorang yang berusia kurang dari delapan
belas tahun dalam masa tumbuh kembang dan kebutuhan khusus baik
kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual (Hidayat, 2005). Anak dengan
berbagai karakteristiknya memiliki respon imun dan kekuatan pertahanan diri
yang belum optimal, sehingga anak memiliki peluang yang lebih besar untuk
mengalami sakit (Wong, 2009). Nyeri adalah suatu keadaan individu
mengalami dan melaporkan adanya rasa tidak nyaman yang berat atau
perasaan tidak menyenangkan (Carpenito, 2009).
Rumah sakit merupakan tempat dimana anak sering mengalami
prosedur medis yang menyakitkan dan tak terduga seperti pemasangan infus
sehingga menimbulkan stress situasional dan kecemasan yang mengarahkan
pada pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak. Reaksi yang
ditunjukkan juga bermacam-macam sesuai dengan usia mereka. Reaksi anak
prasekolah terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan
2
ekspresi, baik secara verbal maupun non verbal karena anak sudah mampu
mengkomunikasikannya. Anak-anak cenderung bertindak agresif yaitu sebagai
pertahanan diri, bertindak dengan mengekspresikan secara verbal yaitu dengan
mengeluarkan kata-kata mendesis, membentak dan sebagainya, serta dapat
bersikap dependent yaitu menutup diri, tidak kooperatif. (Supartini, 2004;
Wong, 2008).
Pemasangan infus merupakan hal menyakitkan karena menimbulkan
rasa nyeri, sehingga perlu adanya penanganan nyeri yang efektif untuk
mengurangi ketidak nyamanan (Hockkenberry & Wilson, 2015).
Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan
tindakan yang sering dilakukan dirumah sakit yang merupakan prosedur yang
beresiko tinggi terjadinya infeksi yang akan menambah tingginya biaya
perawatan dan waktu perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas
apabila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah
ditetapkan, sehingga kejadian infeksi atau berbagai permasalahan akibat
pemasangan infus dapat dikurangi bahkan tidak terjadi (Priharjo, 2008).
Reaksi fisik maupun psikologis dapat terjadi pada anak diantaranya
kecemasan, merasa asing akan lingkungan yang baru, berhadapan dengan
sejumlah individu yang belum dikenal, perubahan gaya hidup serta harus
menerima tindakan medik atau perawatan yang menyakitkan ketika dirawat di
rumah sakit. Ketika anak sakit dan harus menjalani rawat inap dirumah sakit,
berbagai reaksi yang komplek dan bervariasi akan muncul diantaranya regresi
(rasa tergantung atau tidak mau ditinggalkan), rasa takut dan cemas, merasa
dipisahkan dari keluarga, putus asa dan protes (Wong, 2009).
Gejala yang tidak normal seperti nyeri tiba-tiba yang ditunjukkan
anak-anak dapat membuat orangtua cemas bahkan ketakutan. Pencapaian
tujuan serta upaya proses pengobatan pada anak yang terindikasi pemasangan
infus, sangat dibutuhkan kerjasama perawat, tim kesehatan dan orangtua yang
ikut serta menjelaskan dan berusaha mendukung anak dalam proses
penatalaksanaan dan proses hospitalisasi. Dukungan yang diberikan oleh
orangtua berupa dukungan emosional, dukungan penilaian, dukungan
instrumental, dan dukungan informatif. Asuhan pada anak baik sehat maupun
3
sakit paling baik dilakukan oleh orangtua dengan bantuan tenaga kesehatan
yang kompeten sesuai kebutuhannya (Supartini,2004).
Mengurangi intensitas nyeri merupakan kebutuhan dasar dan hak dari
setiap anak. Profesional kesehatan sebaiknya memiliki kemampuan untuk
mencoba berbagai intervensi untuk mengontrol intensitas nyeri. Dalam
penatalaksanaan nyeri biasa digunakan manajemen nyeri baik secara
farmakologik dengan menggunakan analgetik dan narkotik maupun non
farmakologik seperti teknik distraksi, teknik relaksasi dan teknik stimulasi
kulit. Namun sebaiknya tindakan nonfarmakologis harus di dahulukan
daripada tindakan farmakologis. Karena tindakan nonfarmakologis lebih
ekonomis, lebih adekuat dalam mengontrol nyeri dan tidak ada efek samping.
Hal ini dilakukan dengan harapan anak tidak mengalami trauma psikologis
dan melakukan penolakan terhadap tindakan invasif pemasangan infus
(Priharjo, 1993).
Intervensi nonfarmakologis dalam mengatasi nyeri pada anak paling
efektif bila disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Teknik distraksi
sangat efektif digunakan untuk mengalihkan nyeri, hal ini disebabkan karena
distraksi merupakan metode dalam upaya menurunkan nyeri pada anak, dan
sering membuat pasien lebih banyak menahan nyeri.( Hasanpour dikutip
dalam Tufecki et al, 2009).
Kombinasi antara distraksi pendengaran (audio) dan distraksi
penglihatan (visual) disebut distraksi audiovisual, yang digunakan untuk
mengalihkan perhatian pasien terhadap hal-hal yang membuatnya tidak
nyaman, cemas atau takut dengan cara menampilkan tayangan favorit berupa
gambar – gambar bergerak dan bersuara ataupun animasi dengan harapan
pasien asik terhadap tontonannya sehingga mengabaikan rasa tidak nyaman
dan menunjukkan respons penerimaan yang baik (Rusman, 2012).
Berdasarkan data Perhimpunan Nasional Rumah Sakit Anak di
Amerika, sebanyak 6,5 juta anak/tahun yang menjalani perawatan di rumah
sakit dengan usia kurang dari 17 tahun (Roberts, 2010). Sedangkan berdasar
data WHO (2012) bahwa 3-10% anak dirawat di Amerika Serikat baik anak
usia toddler, prasekolah ataupun anak usia sekolah, sedangkan di Jerman
4
sekitar 3 sampai dengan 7% dari anak toddler dan 5 sampai dengan 10% anak
prasekolah yang menjalani hospitalisasi (Purwandari, 2013).
Sementara di Indonesia jumlah anak yang dirawat pada tahun 2014 sebayak
15,26% (Sunsenas, 2014). Mitra Keluarga Cikarang memiliki data rekam
medis bahwa pasien usia prasekolah yang dilakukan pemasangan infus sejak
oktober sampai desember 2020 sebanyak ... pasien.
Dari hasil wawancara ke beberapa perawat di instalasi gawat darurat
dan unit keperawatan anak dalam penanganan nyeri saat pemasangan infus
pada anak dengan pemberian audivisual belum pernah dilakukan, hanya
melakukan komunikasi terapeutik saat pemasangan infus pada anak.
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi dasar bagi instalasi gawat darurat dan
unit keperawatan anak untuk menyediakan media distraksi audiovisual sebagai
upaya mengurangi respons buruk anak selama dilakukan injeksi intravena
pada saat pemasangan infus dan untuk memenuhi kebutuhan bermain/hiburan
bagi anak selama menjalani perawatan di Rumah Sakit. Berdasarkan uraian
diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh
distraksi audio visual terhadap penurunan nyeri pada anak prasekolah pada
saat pemasangan infus di Mitra Keluarga Cikarang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut: “Bagaimanakah pengaruh distraksi audio visual terhadap
penurunan nyeri pada anak prasekolah pada saat pemasangan infus di Mitra
Keluarga Cikarang?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran tingkat nyeri yang
dirasakan anak usia prasekolah pada pemasangan infus dengan teknik
distraksi audiovisual di Mitra Keluarga Cikarang.
5
2. Tujuan Khusus
Mengidentifikasi tingkat nyeri yang dirasakan anak usia prasekolah pada
pemasangan infus dengan teknik distraksi audiovisual.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai kajian pustaka
untuk menambah kasanah keilmuan dalam bidang keperawatan anak.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Bidang Ilmu Keperawatan dan Institusi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan literatur di keperawatan dan menjadi
tambahan informasi tentang pengaruh distraksi audiovisual terhadap
penurunan nyeri pada anak prasekolah pada saat pemasangan infus.
b. Bagi Perawat dan Rumah sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar
pengetahuan tambahan dikeperawatan, keterampilan baru bagi pelayanan
terhadap penanganan nyeri saat melakukan pemasangan infus dengan
teknik distraksi audio visual khususnya pada anak-anak prasekolah.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan oleh peneliti
selanjutnya terkait dengan memodifikasi konten audiovisual, variabel
bebas dan dapat mengendalikan variabel pengganggu.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Anak
1. Pengertian Anak
Menurut undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
menjelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas
tahun , termasuk anak yang masih dalam kandungan. Menurut Word Health
Organization (WHO) Batasan usia anak adalah sejak anak berada dalam
kandungan sampai anak berusia 19 tahun (Depkes, 2014). Masa anak yaitu masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari periode prenatal
(konsepsi sampai lahir) masa bayi (0-1 tahun) masa kanak-kanak awal toddler (1-
3 tahun), masa kanak-kanak awal prasekolah (3-6 tahun), masa kanak-kanak
pertengahan/usia sekolah (6-12 tahun) masa kanak-kanak akhir prapubertas (10-
13 tahun) hingga masa kanak-kanak akhir remaja (13-18 tahun) (Hockenberry &
Wilson, 2015). Anak satu dengan anak lainnya memiliki rentang yang
berbeda mengingat latar belakang anak berbeda. Anak memiliki rentang
perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentangcepat dan lambat.
Anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku
sosial dalam proses perkembangannya (Winarno, 2012).
Anak merupakan individu yang rentan karena perkembangan
kompleks yang terjadi di setiap tahap masa kanak-kanak dan masa remaja. Anak
juga secara fisiologis lebih rentan dibandingkan orang dewasa serta memiliki
pengalaman yang terbatas, yang mempengaruhi pemahaman dan persepsi
mereka mengenai dunia (Supartini, 2012). Penyakit awal yang menyerang anak
seringkali mendadak dan penurunan status kesehatan dapat berlangsung dengan
cepat. Faktor yang mempengaruhi adalah sistem pernapasan dan
kardiovaskular yang belum matang, memiliki tingkat metabolisme yang lebih
cepat, pertukaran gas yang lebih besar dan asupan cairan serta asupan kalori
yang lebih tinggi per kilogram berat badan dibandingkan orang dewasa.
7
d. Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak menurut Kohlberg didasarkan dari
perkembangan kognitif anak dan terdiri atas tiga tahapan utama , yaitu : 1. Pre
Conventional 2.Conventional 3.Post Conventional (Supartini, 2012).
10
a. Faktor Herediter
Supartini (2004) menjelaskan bahwa faktor herediter merupakan faktor
pertumbuhan yang dapat diturunkan, yaitu suku, ras dan jenis kelamin.
b. Faktor Lingkungan
(Hidayat, 2008), Faktor lingkungan merupakan faktor yang berperan penting
dalam menentukan tercapai dan tidak suatu potensi yang sudah dimiliki.
Faktor lingkungan dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Faktor Pranatal
Faktor pranatal merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai dari
konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi ibu hamil, lingkungan mekanis,
toksin/zat kimia, hormon, radiasi, infeksi, kelainan imunologis dan kondisi
psikologis ibu.
2) Faktor Paskanatal
Faktor paskanatal merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi anak
setelah lahir. Secara umum dapat digolongkan menjadi lingkungan
biologis, faktor fisik, faktor psikososial, dan faktor keluarga.
B. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan baik yang aktual maupun potensial.
Dari defenisi ini, pemahaman tentang nyeri lebih menitikberatkan bahwa nyeri
adalah kejadian fisik, yang tentu saja untuk penatalaksanaan nyeri
menitikberatkan pada manipulasi fisik atau menghilangkan kausa nyeri (Tamsuri,
2007).
Nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut yaitu nyeri yang biasanya
berlangsung singkat (waktu atau durasinya dari 1 detik sampai kurang dari 6
bulan) dan nyeri kronik yaitu nyeri yang berkembang lebih lambat dan terjadi
dalam waktu yang lebih lama sehingga terkadang pasien sulit untuk mengingat
sejak kapan nyeri tersebut dirasakan. Nyeri juga dapat dibedakan menjadi nyeri
somatogenik yaitu nyeri secara fisik dan nyeri psikogenik yaitu nyeri secara psikis
atau mental. Nyeri merupakan tanda penting terhadap adanya gangguan atau
akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional. Oleh karena itu
12
nyeri pada stimulus kecil dan sudah berupaya mencegah nyeri sebelum
nyeri itu datang.
Keberadaan enkafalin dan endorphin membantu menjelaskan
bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus
yang sama. Kadar endorphin berbeda pada tiap individu dimana
individu dengan kadar endorphin tinggi sedikit merasakan nyeri
sedangkan individu dengan kadar endorphin yang rendah merasakan
nyeri lebih besar. Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan
berbagai cara, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh.
Ekspresi yang ditunjukkan itulah yang digunakan perawat untuk
mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus
melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit
mengekspresikan nyerinya. Karena belum tentu orang yang tidak
mengekspresikan nyeri tidak mengalami nyeri. Kasus seperti itu
tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien
mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
c) Fase akibat (pasca nyeri)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini
klien masih membutuhkan kontrool dari perawat. Karena nyeri bersifat
krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca
nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon
akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Peran
perawat dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk
meminimalkan rasa
takut akan kemunkinan berulang.
3. Mengkaji Persepsi Nyeri
Brunner & Suddart tahun 2002 menyatakan bahwa alat-alat pengukuran
nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri seseorang. Agar alat-alat
pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut harus mmenuhi kriteria berikut :
a. Mudah dimengerti dan digunakan
b. Memerlukan sedikit upaya pada pihak pasien
c. Mudah dinilai
17
menghasilkan score yang lebih besar dan lebih mudah digunakan dari pada
skala horizontal. VAS ini dapat digunakan pada anak yang mampu memahami
perbedaan dan mengindikasikan derajat nyeri yang sedang dialaminya (Wong,
1996).
Skala Visual Analog
Dari skala diatas, tingkatan nyeri yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Skala 1 : tidak ada nyeri
2) Skala 2-4 : nyeri ringan, dimana klien belum mengeluh nyeri, atau masih
dapat ditolerir karena masih dibawah ambang rangsang.
3) Skala 5-6 : nyeri sedang, dimana klien mulai merintih dan mengeluh, ada
yang sambil menekan pada bagian yang nyeri
4) Skala 7-9 : termasuk nyeri berat, klien mungkin mengeluh sakit sekali dan
klien tidak mampu melakukan kegiatan biasa
19
5) Skala 10 : termasuk nyeri yang sangat, pada tingkat ini klien tidak dapat
lagi mengenal dirinya.
c. Faces Rating Scale dari Wong Baker
Instrumen dengan menggunakan Faces Rating Scale terdiri dari 6 gambar
skala wajah yang bertingkat dari wajah yang tersenyum untuk “no pain”
sampai wajah yang berlinang air mata. Penjelasan Faces Rating Sacle yaitu:
1) Nilai 0; nyeri tidak dirasakan oleh anak
2) Nilai 1: nyeri dirasakan sedikit saja
3) Nilai 2: nyeri agak dirasakan oleh anak
4) Nilai 3: nyeri yang dirasakan anak lebih banyak
5) Nilai 4: nyeri yang dirasakan anak secara keseluruhan
6) Nilai 5; nyeri sekali dan anak menjadi menangis
Kelebihan dari skala wajah ini yaitu anak dapat menunjukkan sendiri
rasa nyeri yang baru dialaminya sesuai dengan gambar yang telah ada dan
skala wajah ini baik digunakan pada anak usia prasekolah
nyaman), 1-3 (nyeri ringan), 4-6 (nyeri sedang), dan 7-10 (nyeri
hebat/ketidaknyamanan berat)
5. Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri mencakup baik pendekatan farmakologis dan
nonfarmakologis. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan
pasien secara individu. Semua intervensi akan sangat berhasil bila dilakukan
sebelum nyeri menjadi parah, dan keberhasilan terbesar sering dicapai jika
beberapa intervensi diterapkan secara simultan. (Brunner & Suddarth,2002)
a. Intervensi Farmakologis
22
4) Teknik Distraksi
Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain nyeri. Teknik distraksi antara lain : distraksi visual, distraksi audio
visual, distraksi pendengaran, distraksi pernapasan, distraksi intelektual,
distraksi taktil kinetic dan imajinasi terbimbing.
5) Teknik relaksasi
Teknik relaksasi dapat merilekskan ketegangan otot yang menunjang
nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan
frekwensi lambat, berirama.
6) Imajinasi Terbimbing
Adalah kegiatan membuat suatu bayangan yang menyenangkan dan
mengkonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur
membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri
7) Hipnotis
Hipnotis mungkin membantu dalam memberikan peredaan nyeri terutama
dalam situasi sulit misalnya luka bakar.Keefektifan hipnotis juga
tergantung pada kemudahan hipnotik individu.
C. Teknik Distraksi
Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori
bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika seseorang menerima
input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke
otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien), Stimulus yang
menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga
stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri
secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya
modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh
24
karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih
efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri,
2007).
1. Tujuan dan Manfaat Teknik Distraksi
Teknik distraksi dalam intervensi keperawatan bertujuan untuk pengalihan
atau menjauhkan perhatian klien terhadap sesuatu yang sedang dihadapi, misalnya
rasa nyeri. Sedangkan manfaat dari penggunaan teknik ini yaitu agar seseorang
yang menerima teknik ini merasa lebih nyaman, santai dan merasa berada pada
situasi yang menyenangkan. (Asmadi, 2012).
fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi
perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian
menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu
sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi
pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik
ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.
Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan
pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada
bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan
memutar di area nyeri. Pernapasan dalam adalah teknik yang termudah yang
digunakan untuk anak kecil. Anak di instruksikan mengambil napas melalui
hidung dan meniup keluar melalui mulut. Sambil menghitung respirasi anak,
perhatian dapat dipusatkan pada pernapasannya. Bagi anak usia sekolah,
dengan meminta mereka menahan napas sewaktu prosedur yang menyakitkan
akan memindahkan perhatian mereka pada pernapasannya bukan pada
prosedurnya. Meminta anak “meniup keluar nyeri” telah didiskusikan sebagai
alat distraksi yang efektif (French, Painterand Coury, 1994)
d. Distraksi Intelektual
Distraksi intelektual dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain
dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di
tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita. Pada anak
dapat digunakan teknik menghitung benda atau barang yang ada di sekeliling
anak.
e. Distraksi sentuhan
Distraksi sentuhan merupakan distraksi dengan memberi sentuhan pada
lengan, mengusap, dan menepuk nepuk tubuh klien. Tindakan ini dapat
digunakan untuk mengaktifkan saraf lainnya guna menerima respons atau
teknik gateway control.
f. Distraksi audiovisual
Distraksi audiovisual merupakan jenis distraksi gabungan dari distraksi audio
dan visual. Contoh distraksi audiovisual adalah meononton animasi kartun
yang menggunakan media animasi kartun dalam pelaksanannya. Media
26
animasi adalah media berupa gambar yang bergerak disertai dengan suara
(Utami, 2007). Kartun biasa disebut animasi 2 dimensi. Kartun berasal dari
kata Cartoon yang berarti gambar lucu. Contohnya Upin dan Ipin, Tom and
Jerry, Scooby Doo, Doraemon. Teknik ini dapat menggunakan bantuan media
elektornik, seperti TV, tablet, smarphone, dan lainnya tergantung usia anak,
misalnya untuk anak usia dini dapat menggunakan media yang sesusai dengan
ukuran tubuhnya agar anak dapat menikmati animasi kartun yang diberikan.
Anak anak menyukai unsur-unsur gambar, warna cerita, dan emosi (sedih,
senang, seru, bersemangat) yang terdapat dalam film kartun merupakan unsur
otak kanan dan suara yang timbul dari film tersebut.
D. Pemasangan Infus
1. Pengertian
Memasang infus merupakan suatu tindakan yang dilakukan pada
pasien dengan cara memasukkan cairan melalui intravena dengan bantuan
infus set, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
(Hidayat & Uliyah,2016).
Pemasangan infus adalah suatu tindakan keperawatan yang dilakukan
kepada pasien yang memerlukan masukan cairan melalui intravena (infus).
Untuk melakukan tindakan pemasangan infus, perawat sebaiknya memahami
tentang teknik sterilisasi karena tindakan ini berhubungan langsung dengan
pembuluh darah (Suytanto & Fitriana, 2017).
2. Tujuan
Terapi intravena diberikan pada bayi dan anak dengan alasan sebagai berikut :
a. Penggantian cairan
b. Pemeliharaan cairan
c. Rute pemberian obat atau substansi terapeutik lain (misalnya darah,
produk darah, immunoglobulin).
3. Pemilihan Vena
Pada umumnya, vena yang harus digunakan padaa terapi IV adalah venavena
distal pada tangan dan lengan seperti vena basilica, vena sefalika dan vena
metakarpal. Sebelum vena dipilih, ekstremitas harus diobservasi dan dipalpasi
untuk melihat kekenyalan dan lokasi. Sebaiknya vena yang digunakan adalah
27
vena yang belum digunakan dan lurus. Adapun pedoman untuk pemilihan
vena yaitu :
a. Gunakan vena-vena distal terlebih dahulu
b. Gunakan lengan pasien yang tidak dominan jika mungkin
c. Pilih vena-vena diatas area fleksi
d. Pilih vena yang cukup besar untuk memungkinkan aliran darah yang
adekuat ke dalam kateter
e. Palpasi vena untuk menentukan kondisinya. Selalu pilih vena yang lunak,
penuh dan yang tidak tersumbat, jika ada
f. Pastikan bahwa lokasi yang dipilih tidak mengganggu aktivitas pasien
sehari-hari
g. Pilih lokasi yang tidak akan mempengaruhi posedur-prosedur yang
direncanakan.
Pertimbangan pediatrik :
a. Vena dorsal kaki memungkinkan anak mempunyai mobilitas yang paling
besar
b. Selalu memilih tempat penusukan yang akan menimbulkan pembatasan
yang minimal
c. Tempat penusukan pada kaki, kulit kepala dan antekubiti adalah yang
paling umum digunakan pada kelompok umur bayi sampai pada anak usia
bermain (toodler)
4. Peralatan
a. Larutan IV yang tepat
b. Jarum/kateter untuk pungsi vena yang sesuai
c. Untuk infus cairan IV
d. Tourniquet
1) Perangkat pemberian (pilihan tergantung pada tipe larutan dan
kecepatan pemberian, bayi dan anak kecil memerlukan selang
mikrodrip, yang memberikan 60 tetes/ml)
2) Filter 0,22 μm 9bila diperlukan oleh kebijakan institusi atau bila
bahan berpartikel akan diberikan)
3) Tambahan selang (digunakan bila jalur IV lebih panjang perlu)
28
5. Pelaksanaan
a. Cuci tangan
b. Atur peralatan di samping atau di atas meja tempat tidur
c. Buka kemasan steril dengan menggunakan teknik aseptic
d. Periksa larutan terhadap warna, kejernihan dan tanggal kadaluarsa
e. Bila menggunakan larutan IV dalam botol, lepaskan penutup logam dan
lempeng karet dan logam di bawah penutup
f. Buka set infus, mempertahankan sterilitas pada kedua ujung
g. Pasang klem rol sekitar 2 sampai 4 cm di bawah balik drip dan pindahkan
klem rol pada posisi “off”
h. Tusukkan set infus ke dalam botol cairan
i. Isi selang infus
1) Tekan bilik drip dan lepaskan, biarkan terisi
2) Lepaskan pelindung jarum dan klem rol uuntuk memungkinkan cairan
memenuhi bilik drip melalui selang ke adapter jarum. Kembalikan
klem rol ke posisi off setelah selang terisi
3) Pastikan selang bersih dari udara dan gelembung udara
j. Pilih jarum IV yang tepat
k. Pilih tempat distal vena yang digunakan, bila mungkin letakkan
ekstremitas pada posisis dependen
l. Letakkan torniket 10 sampai 12 cm di atas tempat penususkan
m. Kenakan sarung tangan sekali pakai
29
Salah satu teknik distraksi audio visual yang dapat dilakukan pada
anak dalam penatalaksanaan nyeri adalah menonton film kartun. Pada
flim kartun animasi terdapat unsur gambar, suara, warna dan cerita
30
BAB III
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konsep ialah suatu hubungan antara konsep satu dengan
dengan yang lainnya terhadap masalah yang diteliti oleh peneliti (Kartika,
2017). Kerangka konsep didapatkan dari konsepteori atau ilmu yang
digunakan sebagai landasan penelitian yang ada ditinjauan pustaka,
yangdihubungkan dengan garis sesuai dengan variabel yang akan diteliti
(Kartika, 2017).
Keterangan
Diteliti
Tidak diteliti
Pengaruh
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual
32
B. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah teori atau konsep yang telah dijabarkan
dalam bentuk variabel penelitian agar variabel tersebut mudah dipahami,
diukur atau diamati (Suyanto,2011)
C. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara dari jawaban rumusan masalah
(Sujarweni, 2014). Hipotesis sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis
diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam pernyataan yang
dapat diuji (Noor, 2013). Hipotesis penelitian ini adalah:
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah pre
eksperiment design : post test only design yaitu penelitian yang dilakukan dengan
memberikan intervensi / perlakuan kemudian dilihat hasilnya (Notoatmodjo,
2010). Dalam penelitian ini, peneliti memberikan perlakuan berupa teknik
distraksi audiovisual pada saat pemasangan infus. Setelah itu di ukur tingkat nyeri
yang dirasakan oleh anak dengan menggunakan skala nyeri “FLACC”.
N
n=
N (d 2 )+1
Keterangan:
n : Jumlah sampel yang dicari
N : Jumlah populasi
d : Nilai presisi (ditentukan sebesar a=0,1)
34
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu hal yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2009
dalam Sujarweni, 2014).
1. Variabel independent (bebas)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi penyebab munculnya maupun perubahan pada variabel
dependent (Sujarweni, 2014). Variabel independent pada penelitian
ini adalah distraksi audiovisual.
2. Variabel Dependent (terikat)
35
D. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Mitra Keluarga Cikarang yang berlokasi
Jalan Raya Industri No.100, Mekarmukti, Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan lembar prosedur pelaksanaan teknik distraksi,
skala nyeri dengan skala peringkat nyeri “FLACC” dan lembar observasi yang
berisi catatan tentang intensitas nyeri yang dirasakan anak setelah dilakukan
teknik distraksi audiovisual pada saat pemasangan infus.
36
G. Pengolahan data
Proses pengolahan data yang dilakukan adalah :
1. Editing,
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data
yangdiperoleh atau dikumpulkan. Editingdapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
37
2. Coding,
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric
(angka)terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian
kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data
menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga
daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk
memudahkan kembali melihat dan arti suatu kode dari suatu variabel.
3. Data Entry,
Memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel
computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana.
4. Analisa Data, melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan
menggunakan ilmu statistic (Hidayat A, 2017).
H. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisa univariat pada umumnya dalam analisis ini menghasilkan
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.
2. Analisis Bivariat
Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan (Hidayat A, 2017).
kebenaran (α) 0,05 dipergunakan software SPSS versi 23, dimana nilai
p (p value) lebih kecil dari nilai alpha (α) (p < α = 0,05) maka ada
perbedaan yang signifikan, sehingga akan diketahui pengaruh perlakuan
distraksi audiovisual terhadap penurunan nyeri pada anak prasekolah saat
pemasangan infus dengan membandingkan nilai posttest dengan pretest.
Sedangkan apabila p > α = 0,05 maka tidak ada perbedaan yang
signifikan, sehingga diketahui tidak ada pengaruh distraksi audiovisual
terhadap penurunan nyeri pada anak pra sekolah saat pemasangan infus.
39
DAFTAR PUSTAKA