Keakuratan Pediatric Appendicitis Score Dalam Menegakkan Diagnosis Apendisitis Akut Pada Anak Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Keakuratan Pediatric Appendicitis Score Dalam Menegakkan Diagnosis Apendisitis Akut Pada Anak Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Keakuratan Pediatric Appendicitis Score Dalam Menegakkan Diagnosis Apendisitis Akut Pada Anak Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Oleh
dr. Erjan Fikri, M.Ked.(Surg.), SpB., SpBA. dr. Iqbal Pahlevi Nasution, SpBA.
NIP: 19630127 198911 1 001 NIP: 19730721 200912 1 001
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang merupakan salah satu persyaratan tugas
akhir untuk memperoleh keahlian Magister Kedokteran Klinik Program Studi Ilmu Bedah
di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU). Selawat dan salam tak
lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.
Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Bapak Rektor USU, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K),
dan Bapak Dekan FK USU, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH atas
kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan
Magister Kedokteran Klinik Program Studi Ilmu Bedah di FK USU.
2. Bapak Ketua Departemen Ilmu Bedah FK USU, dr. Emir T. Pasaribu, SpB(K)Onk.,
dan Bapak Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal, SpB, SpBTKV, serta
Bapak Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, dr. Asrul S, SpB-KBD, yang telah
bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran
selama penulis menjalani pendidikan.
3. Bapak Ketua Divisi Bedah Anak, dr. Erjan Fikri, MKed.(Surg.), SpB, SpBA, dan
dr. Iqbal Pahlevi Nasution, SpBA sebagai pembimbing penelitian ini, serta
Prof. dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK sebagai konsultan metodologi penelitian, dan
dr. Jamaluddin, SpPA sebagai konsultan patologi anatomi. Penulis mengucapkan
terima kasih terima serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas bimbingan,
dorongan, dan dukungan yang Bapak berikan selama penulis menjalani pendidikan
hingga penulis menyelesaikan tesis ini dengan baik.
4. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada guru-
guru saya: Prof. dr. Bachtiar Surya, SpB-KBD, dr. Mahyono, SpB, SpBA,
dr. Suyatno, SpB(K)-Onk, dr. Liberti, SpB-KBD, dr. Bungaran Sihombing, SpU,
dr. Utama Tarigan, SpBP-RE, serta seluruh dosen dan staf FK USU dan RSUP Haji
Adam Malik Medan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
5. Kedua orang tua, ayahanda Hadi Suprapto, Ak. dan ibunda dr. Asfawati, MSc,
AIFO yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran, kasih
sayang dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan yang tiada henti.
6. Istri tercinta, dr. Wina Yulinda, dan ananda tersayang Azfar Wafiq Arradhi, atas
segala pengorbanan, pengertian, dukungan, semangat, kesabaran, dan kesetiaan
dalam segala suka duka mendampingi saya selama menjalani masa pendidikan.
7. Kepada teman-teman sejawat yang telah memberi dukungan dan motivasi selama
penulis menjalani pendidikan.
Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan karunianya kepada semua pihak yang
telah memberi dukungan pada penulis selama pendidikan. Amin.
Nomor
Judul Tabel Halaman
Tabel
Tabel 2.1. Perbandingan CT scan tanpa kontras dan USG 17
Tabel 2.2. Pediatric Appendicitis Score 19
Perbandingan laparoscopic appendectomy dan open
Tabel 2.3. 23
appendectomy
Tabel 4.1. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin 31
Tabel 4.2. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan usia 31
Tabel 4.3. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan rerata usia 32
Deskripsi nilai PAS kelompok apendisitis akut dan
Tabel 4.4. 32
bukan apendisitis akut
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan keluhan nyeri
Tabel 4.5. 33
saat batuk, perkusi atau melompat
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan keluhan
Tabel 4.6. 33
penurunan nafsu makan
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan peningkatan
Tabel 4.7. 34
suhu tubuh lebih dari 38,0 oC
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan keluhan nyeri
Tabel 4.8. 34
perut kuadran kanan bawah
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan peningkatan
Tabel 4.9. 34
jumlah leukosit lebih dari 10.000/mm3
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan keluhan mual
Tabel 4.10 35
atau muntah
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan peningkatan
Tabel 4.11. 35
jumlah neutrofil lebih dari 7.500 sel/mikroliter
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan keluhan nyeri
Tabel 4.12. 36
yang bermigrasi
Tabel 4.13. Deskripsi suhu tubuh subjek penelitian 37
Tabel 4.14. Deskripsi jumlah leukosit subjek penelitian 37
Tabel 4.15. Deskripsi jumlah neutrofil subjek penelitian 37
Deskripsi komplikasi subjek penelitian kelompok
Tabel 4.16. apendisitis akut pada anak berdasarkan hasil pemeriksaan 38
patologi anatomi
Deskripsi komplikasi apendisitis akut pada anak
Tabel 4.17. 39
berdasarkan jenis kelamin
Deskripsi komplikasi apendisitis akut pada anak
Tabel 4.18. 39
berdasarkan usia
Deskripsi komplikasi apendisitis akut pada anak
Tabel 4.19. 40
berdasarkan kelompok usia
Deskripsi nilai PAS berdasarkan komplikasi apendisitis
Tabel 4.20. 40
akut pada anak
Tabel 4.21. Hubungan nilai PAS dengan apendisitis akut pada anak 41
Lampiran
1. Evidence Level and Strength of Recommendations ............. 52
2. Susunan Peneliti ........................................................................ 53
3. Anggaran Penelitian.................. ......................................... 54
4. Jadwal Penelitian ............................................................ 55
5. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian............. 56
6. Persetujuan Setelah Penjelasan .......................................... 57
7. Formulir Penelitian ......................................................... 58
8. Daftar Riwayat Hidup ..................................................... 59
Methods: Design of this study is cohort, with single blind consecutive sampling. Data
analyzed with Chi square and T test. This study was conducted in Haji Adam Malik
Hospital Medan on January to April 2015. Study population was pediatric patient in Haji
Adam Malik Hospital Medan with abdominal pain suspected appendicitis and willingly
joint this study. The subject was exclude if onset of abdominal pain over 72 hours, history
of appendectomy, could not speak / not cooperative, and concomitant infection.
Results: Of the 23 subjects, 18 were diagnosed acute appendicitis (study group) and 5
(control group) were not. PAS > 6 significantly had higher incidence of acute appendicitis
(x2 = 7,886, df = 1, p value = 0,04), sensitivity 85,71 %, specifisity 40%, and accuracy
86,95% to diagnose pediatric acute appendicitis. PAS > 9 significantly had higher
insidence of complicate appendicitis (x2 = 7,901, df = 1, p value = 0,009).
Conclusion: Accuracy of PAS was good enough to diagnose pediatric acute appendicitis
with sensitivity 85,71 %, spesificity 40%, and accuracy 86,95%, so that PAS could be
recommended as diagnosis tool in pediatric acute appendicitis, espescially in primary care
unit where imaging studies (ultrasonogram, appendicogram, and CT scan) were not
available. PAS > 9 significantly had higher insidence of complicate appendicitis.
Latar Belakang: Apendisitis akut pada anak merupakan salah satu penyebab
kegawatdaruratan abdomen. Insidensi apendisitis akut pada anak di dunia berkisar antara
1 – 8 % dari seluruh pasien anak yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan
keluhan nyeri abdomen akut. Pada tahun 2006 apendisitis akut menduduki peringkat ke-4
terbanyak di Indonesia. Diagnosis dini dan akurat sangat penting karena bila terlambat
akan meningkatkan morbiditas, mortalitas dan biaya pengobatan. Untuk menegakkan
diagnosis apendisitis akut pada anak dengan cepat, telah diperkenalkan beberapa sistem
skoring pada berbagai literatur terdahulu, salah satunya Pediatric Appendicitis Score
(PAS). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keakuratan PAS dalam
menegakkan diagnosis apendisitis akut pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Haji Adam Malik Medan.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort. Pengambilan sample dengan cara
single blind dan consecutive sampling. Analisis data menggunakan uji Chi square dan Uji
T. Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari sampai April
2015. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien anak yang berobat ke RSUP HAM
dengan keluhan nyeri perut dan diduga apendisitis dan bersedia mengikuti penelitian.
Subjek penelitian dieksklusi bila onset nyeri perut lebih dari 72 jam, memiliki riwayat
apendektomi, belum bisa bicara / tidak kooperatif, dan ada infeksi lain.
Hasil: Dari 23 subjek penelitian, 18 orang didiagnosis apendisitis akut (kelompok studi)
dan 5 orang bukan apendisitis akut (kelompok kontrol). Nilai PAS > 6 secara signifikan
memiliki insidensi apendisitis akut pada anak lebih tinggi daripada nilai PAS < 6 (x2 =
7,886, df = 1, nilai p = 0,04). Nilai PAS > 6 memiliki sensitivitas 85,71 %, spesifisitas
40%, dan akurasi 86,95% dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut pada anak. Nilai
PAS > 9 secara signifikan memiliki insidensi apendisitis akut komplikata yang lebih
tinggi (x2 = 7,901, df = 1, nilai p = 0,009).
Simpulan: Keakuratan PAS untuk mendiagnosis apendisitis akut pada anak cukup baik,
dimana sensitivitas 85,71 %, spesifisitas 40%, dan akurasi 86,95% sehingga PAS dapat
direkomendasikan sebagai alat untuk mendiagnosis apendisitis akut pada anak, terutama
pada sarana pelayanan kesehatan primer di mana alat pencitraan seperti ultrasonografi,
apendikogram, dan CT-scan tidak tersedia. Nilai PAS > 9 secara signifikan memiliki
insidensi apendisitis akut komplikata yang lebih tinggi.
2.2.Apendisitis
2.2.1. Definisi
Apendisitis adalah inflamasi pada appendiks vermiformis (DynaMed, 2013).
Menurut definisi lain, apendisitis adalah inflamasi bagian dalam dari apendiks
vermiformis yang menyebar ke bagian-bagian lainnya (Craig, 2013).
Menurut Minkes (2013) apendisitis akut adalah inflamasi dan infeksi akut
dari apendiks vermiformis, yang secara sederhana sering disebut sebagai
apendiks. Apendiks adalah suatu struktur yang buntu, berasal dari sekum.
Apendiks dapat terlibat dalam berbagai proses infeksi, inflamasi, atau proses
kronis yang dapat menyebabkan dilakukan apendektomi. Kata “apendisitis” dan
“apendisitis akut” digunakan secara bergantian dengan maksud yang sama
(Minkes, 2013).
2.2.2. Epidemiologi
Apendisitis merupakan penyebab utama nyeri abdomen yang membutuhkan
tindakan operasi segera pada anak-anak (Lee, 2010, Maki, 2013, Huckins, 2013,
Saucier, 2013). Di Amerika Serikat dijumpai 77.000 kasus apendisitis akut pada
anak per tahun. Laki-laki lebih berisiko menderita apendisitis daripada perempuan
dengan rasio 1,4:1. Puncak insidensi apendisitis pada usia 10 – 20 tahun
(DynaMed, 2013).
Di negara-negara barat, sekitar 7 % populasi mengalami apendisitis pada
suatu waktu dalam kehidupannya (Lee, 2013). Di Inggris dilaporkan 40.000
pasien per tahun dirawat karena apendisitis (DynaMed, 2013). Di Spanyol pada
tahun 2003 dilaporkan bahwa kasus apendisitis sebanyak 132,1 kasus per 100.000
populasi di mana proporsi apendisitis perforasi sebesar 12,1 % dan proporsi
operasi apendektomi negatif sebesar 4,3 %, sedangkan angka mortalitas 0,38 %
(Ballester, 2009).
Di Afrika Selatan, pada akhir abad ke-20 diperkirakan 10 % populasi
berkulit putih menjalani operasi apendektomi, sedangkan populasi berkebangsaan
Afrika hanya kurang dari 1 % yang menjalani operasi apendektomi. Perkiraan
insidensi apendisitis pada orang Afrika adalah 10 kasus per 100.000 populasi.
Perbedaan ini biasanya disebabkan oleh perbedaan pola makan, di mana orang
dari negara sedang berkembang mengkonsumsi makanan yang rendah lemak dan
tinggi serat (Victor, 2012).
Di Korea Selatan dilaporkan bahwa insidensi apendisitis 22,71 kasus per
10.000 populasi per tahun, yang dioperasi apendektomi 13,56 kasus per 10.000
populasi per tahun, dan insidensi apendisitis perforasi 2,91 kasus per 10.000
2.2.3. Etiologi
Etiologi pasti apendisitis akut hingga saat ini belum diketahui. Jumlah asupan
makanan berserat, obstruksi lumen, dan faktor genetik diduga berperan dalam
proses terjadinya penyakit. Sejumlah penyakit infeksi dan parasit diketahui
melibatkan apendiks dan kadang-kadang dapat menyebabkan inflamasi apendiks
(Smallman-Raynor, 2010).
Apendisitis diawali obstruksi lumen apendiks diikuti oleh infeksi (Lee,
2013, DynaMed, 2013). Obstruksi dapat disebabkan oleh hiperplasia limfoid (60
%), fekalit (35 %), benda asing (4 %), tumor (1 %) (Lee, 2013). Obstruksi juga
dapat disebabkan oleh parasit Enterobius vermicularis dengan proporsi
0,2 – 41,8 % di seluruh dunia (Maki, 2012 dan Minkes, 2013).
2.2.4. Patofisiologi
Patofisiologi dasar apendisitis adalah obstruksi lumen apendiks diikuti oleh
infeksi (Lee, 2013 dan DynaMed, 2013). Pada 60 % pasien, obstruksi disebabkan
oleh hiperplasia folikel di submukosa. Hal ini paling sering ditemui pada anak-
anak dan disebut sebagai apendisitis katar. Pada 35 % pasien, obstruksi
disebabkan oleh fekalit dan biasanya dijumpai pada pasien dewasa (Lee, 2013).
Bersamaan dengan terjadinya obstruksi, sekresi mukus terus berlangsung
dan meningkatkan tekanan intraluminal. Kemudian terjadi pertumbuhan bakteri
yang berlebihan. Mukus di dalam lumen berubah menjadi pus dan tekanan
intraluminal terus meningkat. Hal ini menyebabkan distensi apendiks dan nyeri
viseral yang khas di daerah epigastrik atau periumbilikus karena apendiks
dipersarafi oleh pleksus saraf torakal sepuluh (T 10) (Minkes, 2013 dan Saucier,
2013).
Karena tekanan intraluminal terus meningkat, terjadi obstruksi aliran
limfe, yang menyebabkan edema dinding apendiks. Stadium ini dikenal sebagai
apendisitis akut atau fokal (Minkes, 2013). Karena inflamasi semakin hebat,
terbentuk eksudat pada permukaan serosa dari apendiks. Ketika eksudat mencapai
peritoneum parietal, timbul nyeri yang lebih intens dan terlokalisasi pada
abdomen kuadran kanan bawah. Inilah yang disebut gejala klasik apendisitis (Lee,
2013).
Peningkatan tekanan intraluminal lebih lanjut menyebabkan obstruksi
vena, yang menyebabkan edema dan iskemia apendiks. Hal ini memudahkan
invasi bakteri ke dinding apendiks yang dikenal sebagai apendisitis akut supuratif.
Akhirnya, dengan peningkatan tekanan intraluminal yang terus berlanjut, terjadi
trombosis vena dan kegagalan arteri yang menyebabkan gangren dan perforasi
(Lee, 2013).
f. Pemeriksaan Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis bermanfaat untuk mendeteksi infeksi saluran kemih dan
batu ginjal (Craig, 2013 dan Minkes, 2013). Jika ditemukan dua puluh atau lebih
leukosit per lapangan pandang besar mengindikasikan infeksi saluran kemih. Jika
ditemukan hematuria perlu dipertimbangkan kemungkinan batu ginjal, infeksi
saluran kemih, atau sindroma hemolitik uremikum (Minkes, 2013).
Walaupun demikian, iritasi kandung kemih atau ureter oleh apendiks yang
inflamasi dapat menyebabkan pyuria ringan dan hematuria ringan (Craig, 2013
dan Minkes, 2013). Hal ini dihubungkan dengan apendisitis subsekal atau pelvikal
(DynaMed, 2013). Ketonuria mengindikasikan adanya dehidrasi dan sering
ditemukan pada apendisitis perforasi (Minkes, 2013).
Hasil urinalisis yang normal tidak memiliki nilai diagnostik pada
apendisitis (Minkes, 2013).
Gambar 2.4. Gambaran USG apendisitis akut pada anak (Minkes, 2013)
2.2.8.2. Apendektomi
Apendektomi merupakan terapi definitif pada apendisitis karena dapat dicapai
perbaikan spontan setelah apendektomi dan angka kekambuhan setelah terapi
konservatif dengan antibiotik cukup besar (14 – 35 %) (DynaMed, 2013).
Indikasi apendektomi adalah (Lee, 2013):
Pasien dengan gejala klasik apendisitis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
yang mendukung apendisitis.
Pasien dengan gejala atipikal dan temuan radiografi konsisten dengan
apendisitis.
Pasien dengan gejala atipikal yang mengalami perburukan (nyeri menetap
dan suhu meningkat, pemeriksaan klinis memburuk, leukosit meningkat)
Tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan operasi apendektomi. Akan
tetapi, pasien dengan abses periapendiks yang berbatas tegas, operasi apendektomi
biasanya ditunda. Abses dilakukan drainase terlebih dahulu, baik secara per kutan
maupun operasi (level of evidence A-II) (The Medical University of South
Carolina Library website, 2013).
Operasi apendektomi dapat dilakukan dengan prosedur laparoscopic
appendectomy maupun dengan open appendectomy. Prosedur mana yang harus
dipilih, ditentukan oleh tingkat kemahiran ahli bedah dalam melakukan prosedur
tersebut (The Medical University of South Carolina Library website, 2013).
Perbandingan laparoscopic appendectomy dan open appendectomy dipaparkan
pada tabel 2.3.
2.2.10. Komplikasi
Komplikasi apendisitis antara lain (Craig, 2013 dan Minkes, 2013):
Perforasi
Sebanyak 20 – 35 % pasien akut apendisitis saat terdiagnosis sudah
mengalami perforasi apendiks. Risiko perforasi 7,7 % dalam 24 jam pertama,
dan meningkat seiring dengan waktu.
Sepsis
Syok
Perlengketan paska operasi
Infeksi luka operasi
27
d2
Keterangan :
zα : 1,96 (pada confidence interval 95 %)
p : proporsi apendisitis pada anak 1 %6 = 0,01
q : 1 – p = 1 – 0,01 = 0,99
d : ketepatan absolute 5 % = 0,05
n = (1,96)2 x 0,01 x 0,99 = 15,21
(0,05)2
Maka jumlah sampel minimal penelitian ini adalah 16 orang.
Rumus perhitungan besar sampel di atas digunakan karena data yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan data nominal berupa nilai PAS yang dikorelasikan
dengan diagnosis apendisitis akut. Penelitian ini menggunakan zα = 1,96 untuk
memperoleh interval kepercayaan (confidence interval 95%) pada hasil penelitian.
Selain itu penulis menetapkan d = 0,05 untuk mendapatkan ketepatan absolut 5 %.
Nilai Bukan
PAS apendisi tis akut
mening kat Operasi
& Histopat Apendisitis
PAS akut sederhana
ologi
6-8
Apendisi
PAStis akut Apendisitis
akut komplikata
≥9
Variabel
Dependen Variabel
Independen
Tabel 4.4. Deskripsi nilai PAS kelompok apendisitis akut dan bukan apendisitis
akut
Nilai Kelompok apendisitis akut Kelompok bukan apendisitis Total
PAS akut
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
5 0 0 2 40 2
6 2 11,11 0 0 2
7 5 27,78 1 20 6
8 4 22,22 1 20 5
9 4 22,22 1 20 5
10 3 16,67 0 0 3
Subtotal 18 100 5 100 23
Dari tabel 4.4. dapat disimpulkan bahwa pada nilai PAS < 6, tidak ada
subjek penelitian yang menderita apendisitis akut pada anak. Nilai PAS yang
paling sering dijumpai pada kelompok apendisitis akut pada anak adalah nilai
PAS 7, yaitu sebanyak 5 orang (27,78%), sedangkan pada kelompok bukan
apendisitis akut adalah nilai PAS 5, yaitu sebanyak 2 orang (40%). Nilai PAS
Tabel 4.5. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan keluhan nyeri saat batuk,
perkusi atau melompat
Nyeri saat batuk, Kelompok Kelompok bukan Total
perkusi atau apendisitis akut apendisitis akut
melompat
Ya 15 2 17
Tidak 3 3 6
Total 18 5 23
Dari tabel 4.5. dapat disimpulkan bahwa pada kelompok apendisitis akut
pada anak sebanyak lima belas orang subjek penelitian memiliki keluhan nyeri
saat batuk, perkusi, atau melompat. Namun, pada kelompok bukan apendisitis
akut, hanya dua orang subjek penelitian yang memiliki keluhan tersebut.
Berdasarkan uji Chi Square, keluhan nyeri saat batuk, perkusi, atau melompat
tidak secara signifikan lebih sering dijumpai pada kelompok apendisitis akut pada
anak bila dibandingkan dengan kelompok bukan apendisitis akut (x2 = 3,811, df =
1, nilai p = 0,089).
Tabel 4.8. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan keluhan nyeri perut kuadran
kanan bawah
Nyeri perut kuadran Kelompok Kelompok bukan Total
kanan bawah apendisitis akut apendisitis akut
Ya 18 4 22
Tidak 0 1 1
Total 18 5 23
Dari tabel 4.8. dapat disimpulkan bahwa pada kelompok apendisitis akut
pada anak semua subjek penelitian memiliki keluhan nyeri perut kuadran kanan
bawah. Namun, pada kelompok bukan apendisitis akut, hanya empat orang subjek
penelitian yang memiliki keluhan tersebut. Berdasarkan uji Chi Square, keluhan
nyeri perut kuadran kanan bawah tidak secara signifikan lebih sering dijumpai
pada kelompok apendisitis akut pada anak bila dibandingkan dengan kelompok
bukan apendisitis akut (x2 = 3,764, df = 1, nilai p = 0,217).
Tabel 4.10. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan keluhan mual atau muntah
Mual atau muntah Kelompok Kelompok bukan Total
apendisitis akut apendisitis akut
Ya 12 4 16
Tidak 6 1 7
Total 18 5 23
Dari tabel 4.10. dapat disimpulkan bahwa pada kelompok apendisitis akut
pada anak sebanyak dua belas orang subjek penelitian memiliki keluhan mual atau
muntah. Namun, pada kelompok bukan apendisitis akut, sebanyak empat orang
subjek penelitian yang memiliki keluhan tersebut. Berdasarkan uji Chi Square,
keluhan mual atau muntah tidak secara signifikan lebih sering dijumpai pada
kelompok apendisitis akut pada anak bila dibandingkan dengan kelompok bukan
apendisitis akut (x2 = 0,329, df = 1, nilai p = 0,508).
Tabel 4.17. Deskripsi komplikasi apendisitis akut pada anak berdasarkan jenis
kelamin
Jenis kelamin Komplikasi Total
Komplikata Sederhana
Laki-laki 5 3 8
Perempuan 3 7 10
Total 8 10 18
Dari tabel 4.17. dapat disimpulkan bahwa apendisitis akut komplikata
lebih sering terjadi pada laki-laki, yaitu 5 dari 8 kasus (62,5%). Apendisitis akut
komplikata pada perempuan hanya 3 dari 10 kasus (30%). Namun, berdasarkan uji
Chi Square, tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
insidensi apendisitis akut komplikata pada anak (x2 = 1,901, df = 1, nilai p =
0,342).
Tabel 4.18. Deskripsi komplikasi apendisitis akut pada anak berdasarkan usia
Usia (tahun) Komplikasi apendisitis akut Total
Komplikata Sederhana
4 1 0 1
5 1 0 1
7 2 0 2
9 1 1 2
10 0 1 1
12 1 1 2
13 1 1 2
14 0 1 1
15 1 3 4
17 0 2 2
Total 8 10 18
Dari tabel 4.18. dapat disimpulkan bahwa apendisitis akut komplikata
paling sering dijumpai pada anak usia 7 tahun, yaitu 2 dari 8 kasus (25%).
Apendisitis akut komplikata paling jarang dijumpai pada anak usia 4, 5, 9, 12, 13
dan 14 tahun, masing-masing 1 kasus.
Jika tabel di atas dikelompokkan berdasarkan usia lebih besar dari 10
tahun dan lebih kecil atau sama dengan 10 tahun, maka diperoleh tabel 2x2
sebagai berikut:
Tabel 4.20. Deskripsi nilai PAS berdasarkan komplikasi apendisitis akut pada
anak
Kategori PAS Komplikasi Total
Komplikata Sederhana
PAS > 9 6 1 7
PAS < 9 2 9 11
Total 8 10 18
Dari tabel 4.20. diketahui bahwa apendisitis komplikata lebih banyak
dijumpai pada nilai PAS > 9, yaitu nilai PAS 6 dari 7 kasus (85,71 %), sedangkan
pada nilai PAS < 9, jumlah apendisitis kompikata hanya 2 dari 11 kasus (18,18
%). Berdasarkan uji Chi Square, nilai PAS > 9 secara signifikan memiliki
insidensi apendisitis akut komplikata yang lebih tinggi (x2 = 7,901, df = 1, nilai
p = 0,009).
Dari delapan belas subjek penelitian yang dilakukan operasi apendektomi,
tidak satu orangpun yang meninggal karena apendisitis akut yang dideritanya.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa walaupun anak mengalami apendisitis
komplikata, angka mortalitasnya sangat kecil, bahkan mencapai nol persen.
Penelitian ini dilakukan secara prospektif pada 23 orang subjek penelitian. subjek
penelitian berdasarkan standard operasional prosedur dikombinasi dengan nilai
PAS. Pasien dengan nilai PAS 1 sampai 5 dianggap bukan apendisitis akut pada
anak dan tidak dilakukan operasi apendektomi. Pasien dengan nilai PAS 6 sampai
10 dianggap menderita apendisitis akut, dilakukan operasi apendektomi, dan
dibandingkan dengan hasil histologi jaringan apendiks pasien.
Risiko menderita apendisitis akut berdasarkan jenis kelamin bervariasi
pada beberapa penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan apendisitis akut pada
anak lebih sering dijumpai pada perempuan daripada laki-laki, dengan
perbandingan 1,25 : 1. Anak perempuan secara signifikan memiliki risiko
menderita apendisitis akut lebih tinggi daripada anak laki-laki (x2 = 4,915, df = 1,
nilai p = 0,038). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Jangra et al. (2013) yang
dilakukan pada 395 anak yang secara histologi terbukti apendisitis akut,
perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah 4 : 1. Begitu juga dengan hasil
penelitian Narsule et al. (2011) pada 202 pasien anak yang dilakukan
apendektomi di Amerika Serikat, dimana apendisitis akut pada anak lebih sering
dijumpai pada laki-laki daripada perempuan, dengan perbandingan 1,16 : 1. Hasil
penelitian lainnya menunjukkan bahwa insidensi apendisitis akut pada anak
relatif sama baik pada laki-laki maupun perempuan, yaitu 1,08 : 1 pada penelitian
Saucier et al. (2013), dan 1 : 1 pada penelitian Goulder (2008). Dapat disimpulkan
bahwa terdapat variasi insidensi apendisitis akut pada anak berdasarkan jenis
kelamin. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh perbedaan ras subjek penelitian tempat
dilakukan penelitian apendisitis akut pada anak.
Rata-rata usia subjek penelitian pada kelompok apendisitis akut pada anak
adalah 11,61 + 4,02 tahun. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan
penelitian Saucier et al. (2013), dimana rata-rata usia apendisitis akut pada anak
10,7 + 3,64 tahun. Begitu juga dengan hasil penelitian Mandeville et al. (2011),
dimana median usia apendisitis akut pada anak adalah 9,8 tahun. Dapat
disimpulkan bahwa insidensi apendisitis akut pada anak paling tinggi pada usia
6.1. Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan cut off
point nilai PAS > 6, keakuratan PAS untuk mendiagnosis apendisitis akut pada
anak cukup baik, dimana sensitivitas 85,71 %, spesifisitas 40%, dan akurasi
86,95%.
Nilai PAS > 9 secara signifikan memiliki insidensi apendisitis akut
komplikata yang lebih tinggi (x2 = 7,901, df = 1, nilai p = 0,009).
6.2. Saran
Akurasi PAS cukup tinggi sehingga PAS dapat direkomendasikan sebagai alat
untuk mendiagnosis apendisitis akut pada anak, terutama pada sarana pelayanan
kesehatan primer di mana alat pencitraan seperti ultrasonografi, apendikogram,
dan CT-scan tidak tersedia. Namun, mengingat penelitian ini hanya dilakukan
pada satu sentral pelayanan kesehatan, sebaiknya dilakukan pembuktian hasil
penelitian ini pada sentral pelayanan kesehatan lainnya.
Adelia. Prevalensi apendisitis akut pada anak di rumah sakit Immanuel Bandung
periode Januari-Desember 2011. Bandung. Skripsi, FK Universitas
Kedokteran Maranatha Bandung. 2012.
Appendicitis. In DynaMed [database online]. EBSCO Information Services.
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&site=DynaMed&id=1
15548. Updated November 21, 2013. Accesssed November 28, 2013.
Bahar, Mehrabi M, Jangjoo, et al. Wound infection incidence in patients with
simple ang gangrenous or perforated appendicitis. Archives of Iranian
Med. 2010;13(1):13-16.
Ballester JCA, Sanchez AG, Ballester F. Epidemiology of appendectomy and
appendicitis in the Valencian community (Spain) 1998-2007. Dig Surg.
2009;26:406-412.
Bansal, Samiksha, Benever, et al. Appendicitis in children less than 5 years old:
influence of age in presentation and outcome. The Am J of Surg.
2012;204(6):1031-1035.
Bhatt M. Prospective validation of the pediatric appendicitis score in a Canadian
pediatric emergency department. Montreal. Thesis, McGill University.
2008.
Craig S. Appendicitis. Medscape reference.
http://emedicine.medscape.com/article/773895. Updated November 25,
2013. Accessed December 2, 2013.
Deng Y, David C, Chang, et al. Seasonal and day of the weak variations of
perforated appendicitis in US children. Pediatr Surg Int. 2010;26:691-696.
Eylin. Karakteristik pasien dan diagnosis histologi pada kasus apendisitis
berdasarkan data registrasi depatremen patologi anatomi FKUI RSUPN
Cipto Mangunkusumo pada tahun 2003-2007. Jakarta. Skripsi, FK
Universitas Indonesia. 2009.
Fallon SC, Hassan SF, Larimer EL, et al. Modification of evidence-based protocol
fo advanced appendicitis in children. J of Surg Research.
2013;185(1):273-277.
Goldman RD, Carter S, Stephens D, et al. Prospective validation of pediatric
appendicitis score. J Pediatr. 2008; 153:278-282.
Goulder F and Simpson T. Pediatric appendicitis score: a retrospective analysis. J
Indian Assoc Pediatr Surg. 2008;13(4)125-127.
Groves, Leslie B, Ladd, et al. Comparing the cost and outcomes of laparoscopic
versus appendectomy for perforated appendicitis in children. The Am Surg.
2013;79(9):861-864.
Huckins, David S, Simon, et al. A novel biomarker panel to rule out acute
appendicitis in pediatric patients with abdominal pain. The Am J of Emerg
Med. 2013;31(9):1368-1375.
Ivan CP. Karakteristik penderita apendisitis di RSUP Haji Adam Malik Medan
pada tahun 2009. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21908.
Diakses pada tanggal 27 November 2013.
James, Iyore A, Druhan, et al. The presence but not the location of an
appendicolith affects the success of interval appendectomy in children
with ruptured appendicitis. Surg Science. 2011;2(2):39-44.
49
Evidence Levels
1. Evidence obtained from > 1 randomized controlled clinical trial and/or
systematic review of randomized trials.
2. Evidence obtained from only 1 well-designed randomized clinical trial.
3. Evidence obtained from nonrandomized cohort studies with a control group
(either concurrent or historical) or a meta-analysis of such studies.
4. Evidence obtained from retrospective studies, such as case-control studies, or
meta-analysis of such studies.
5. Evidence obtained from case series withaout a control group.
6. Evidence based on the opinion of experts or committees of experts, as
indicated in guidelines or consensus conferences, or based on the opinion of
members of the guideline development working group.
Strength of Recommendations
A. Strong recommendation in favor of a particular procedure or diagnostic test;
recommendation is supported by good-quality scientific evidence, although
not necessarily type 1 or 2.
B. It is doubtful that the particular procedure or intervention should always be
recommended, but it should always be carefully taken into consideration.
C. It is uncertain whether the procedure or intervention should or should not be
recommended.
D. The procedure or intervention is not recommended.
E. The procedure or intervention is strongly discouraged.
Peneliti
Nama Lengkap : dr. Radhitya Eko Satria
Pangkat/ Gol./ NIP :-
Jabatan Fungsional : PPDS Departemen Ilmu Bedah
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Pembimbing I
Nama Lengkap : dr. Erjan Fikri, MKed. (Surg.), Sp.B.,
Sp.BA Pangkat/ Gol./ NIP : -/ IV c / 19630127 198911 1 001
Jabatan Fungsional : Staf Departemen Ilmu Bedah FK
USU Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Ilmu Bedah Anak
Pembimbing II
Nama Lengkap : dr. Iqbal Pahlevi Nasution, Sp.BA
Pangkat/ Gol./ NIP : -/ IV a / 19730721 200912 1 001
Jabatan Fungsional : Staf Departemen Ilmu Bedah FK
USU Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Ilmu Bedah Anak
Bapak/ Ibu yang terhormat, saya dr. Radhitya Eko Satria, peserta Program Pendidikan
Dokter Spesialis Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini
melakukan penelitian untuk Tesis saya yang berjudul : Keakuratan Pediatric
Appendicitis Score dalam Menegakkan Diagnosis Apendisitis Akut pada Anak di
RSUP H.Adam Malik Medan
Dalam penelitian ini, keluarga Bapak/ Ibu yang diduga menderita appendisitis
akut akan dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratoroium darah
rutin, urin rutin, dan foto toraks sebelum dilakukan tindakan operasi usus buntu. Jaringan
usus buntu tersebut akan diperiksakan ke laboratorium patologi anatomi untuk
memastikan diagnosis apendisitis akut.
Adapun tujuan dari penelitian saya ini adalah untuk mengetahui keakuratan
Pediatric Appendicitis Score yang dihitung berdasarkan hasil wawancara, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium darah rutin dalam mendiagnosis appendisitis akut
pada anak. Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian saya ini adalah pasien dapat
dideteksi secara cepat dan tepat kecurigaan apendisitis akut pada anak, terhindar dari
pemeriksaan penunjang yang berlebihan dalam menegakkan apendisitis akut, serta
meminimalkan kemungkinan tindakan operasi apendektomi yang seharusnya tidak
diperlukan pada apendiks normal, sehingga mengurangi morbiditas, biaya pengobatan,
dan appendektomi negatif pada pasien anak dengan kecurigaan appendisitis akut.
Karena penelitian ini mengambil sampel pasien-pasien yang memang harus
dilakukan pemeriksaan tersebut bila diindikasikan, maka biaya pemeriksaan darah rutin,
urin rutin, foto toraks, dan histopatologi ditanggung oleh Pemerintah/ RSUP H.Adam
Malik Medan bila Bapak/ Ibu merupakan peserta BPJS dan Askes. Namun, bila peserta
umum atau pribadi, biaya pemeriksaan tersebut akan ditanggung oleh Bapak/ Ibu.
Pada penelitian ini identitas subjek disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota
peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat data subjek yang diteliti. Kerahasiaan
data subjek akan dijamin sepenuhnya. Partisipasi subjek dalam penelitian ini bersifat
sukarela, tanpa paksaan pihak manapun.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/ Ibu atas
kesediaannya untuk dilakukan pemeriksaan ini. Bila ada keluhan setelah dilakukan
pemeriksaan, maka dapat menghubungi saya, Nama : dr. Radhitya Eko Satria, nomor HP:
08126006259, Alamat: Komplek Puri Zahara no.C-45 Medan. Peneliti akan bertanggung
jawab dan membantu mengatasi keluhan tersebut. Atas perhatian Bapak/Ibu, diucapkan
terima kasih.
Hormat saya,
Peneliti
PERSETUJUAN
Untuk dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah rutin, urin rutin, foto
toraks, serta pemeriksaan histopatologi jaringan appendiks (bila dilakukan operasi usus
buntu) terhadap pasien:
Nama : ...............................................
Umur : ..............tahun L/P
Alamat :………..……………………………………….........................................
yang tujuan dan manfaat pemeriksaan tersebut, serta risiko yang dapat ditimbulkannya
telah dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.
Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa
paksaan.
Medan,............................2015
Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan