(Studi Pada Kantor Moderamen GBKP Kabanjahe) : Universitas Sumatera Utara

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 138

PERANAN MODERAMEN GBKP (GEREJA BATAK KARO PROTESTAN)

DALAM PERBAIKAN KUALITAS HIDUP

KORBAN ERUPSI GUNUNG SINABUNG

(Studi Pada Kantor Moderamen GBKP Kabanjahe)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan

Pendidikan Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Administrasi Negara

IRENE JODA CHRISTINA SITEPU

120903129

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRATSI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh ;

Nama : Irene Joda Christina Sitepu

NIM : 120903129

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Peranan Moderamen GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) Dalam Perbaikan
Kualitas Hidup Korban Erupsi Gunung Sinabung (Studi Pada Kantor
Moderamen GBKP Kabanjahe)

Medan, Agustus 2016

Dosen Pembimbing Ketua Departemen


Ilmu Administrasi Negara

Drs. Robinson Sembiring, M.Si Drs. Rasudyn Ginting, M.Si


NIP:196004201988031002 NIP:195908141986011002

Dekan
FISIP USU MEDAN

Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si


NIP : 197409302005011002

ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Pertama-tama, puji dan syukur saya ucapkan kepada Yesus Kristus yang

senantiasa menemani satiap langkah kehidupan saya sehingga saya dapat

menyelesaikan pendidikan dan mendapat gelar sarjana.

Kedua saya sangat bersyukur kepada Yesus Kristus karena telah

memberikan orangtua yang selalu senantiasa bersusah payah menyekolahkan

hingga di tingkat perkuliahan saya tanpa mengenal putus asa dan selalu semangat

dalam membimbing saya terima kasih buat bapak saya Effendi Sitepu, S.Pi yang

selalu ada buat saya, selalu membimbing saya, yang selalu memperjuangkan saya

dan memberikan motivasi buat saya dan terima kasih juga buat mamak saya

Alemina br Tarigan wanita luar biasa dalam hidup saya, yang selalu memberikan

dorongan dalam pengerjaan skripsi, kasihnya yang tiada berkesudahan, selalu

mengajarkan saya untuk selalu berserah kepada Yesus Kristus, untuk abang saya

Ferry Prayoga Sitepu dan adik saya Yoga Alvarizi Sitepu terima kasih untuk

selalu peduli kepada saya dan selalu mendukung saya dalam menyelesaikan

skripsi.

Adapun judul skripsi ini adalah “Peranan Moderamen GBKP Dalam

Perbaikian Kualitas Hidup Pengungsi Korban Erupsi Gunung Sinabung” Studi

Kantor Moderamen GBKP Kabanjahe, Tanah Karo.

Penulis menyadari begitu banyak kekurangan dalam pengerjaan skripsi ini

baik itu dari permasalahan penulisan redaksi maupun dari subtansi penulisan.

iii

Universitas Sumatera Utara


Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi

kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa dibalik proses

penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bimbingan dan

kemudahan sehingga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Unuversitas Sumatera Utara.

2. Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II dan Pembantu Dekan III serta

Bapak/ Ibu pegawai.

3. Ketua Departemen Imu Administrasi Negara Bapak Drs. Rasudyn Ginting,

M. Si.

4. Kepada Dosen Pembimbing Bapak Drs. Robinson Sembiring, M.Si terima

kasih untuk selalu memberikan motivasi selama pengerjaan skripsi,

memberikan pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga,

memotivasi saya untuk selalu rajin membaca dan benar-benar memahami

setiap tulisan yang saya tuangkan dalam skripsi ini.

5. Seluruh dosen pengajar di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membimbing saya dan

memberikan ilmu pengetahuan untuk maasa depan saya.

6. Terima kasih kepada seluruh staff Departemen Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik khususnya Kak Mega dan Kak Dian yang telah banyak membantu

iv

Universitas Sumatera Utara


dalam mengurus berbagai keperluan administrasi selama penulisan

menuntut ilmu di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik.

7. Terima kasih kepada pengurus Moderamen GBKP dan seluruh pegawai

khususnya kepada Pdt. Agustinus Purba, S.Th,Ma, Pdt. Rosmalia br Barus,

S.Th, Pdt. Dormanis Pandia S.Th dan Pdt. Rehpelita Ginting, S.Th yang

memberikan pengalaman yang luar biasa selama pengerjaan skripsi dan

membantu dalam pengumpulan data untuk dapat menyelesaikan skripsi.

8. Terima kasih buat sahabat seperjuangan saya GK dari awal perkuliahan

sampai akhir perjuangan dalam perkuliahaan saling mendukung dan

mendoakan, Debi Sari Mita Ginting (sahabat yang paling cerewet dalam

segala hal, selalu nemenin aku ke mana aja, paling enak di ajak jalan,

makasi wa udah nemanin aku penelitian di Kabanjahe) Sani Sembiring (

sahabat yang banyak kekonyolannya, paling enak di ajak makan, paling

peduli pokoknya, makasi juga udah bantu editin skripsiku) Apritania

Kaban (senina topku nih, teman curhat banget udah kalah psikologi dibuat

seninaku ini, suka marahi aku kalau malas kuliah haha) Jesika Tarigan

(sahabat yang selalu motivasi aku selama skripsi sampai detik-detik

terakhir pengerjaan skripsi, paling enak diajak kerjasama dan bantu selama

perkuliahaan).

9. Terima kasih buat sahabat-sahabatku sebut saja Macarons : Triwani

Mentari Tarigan, Laura Esterlita Sinuhaji, Tirza Ulina Tarigan, Ayu Elsa

Putri Depari, Bertha Ulina Ginting, Esi Agnes Pencawan yang selalu

Universitas Sumatera Utara


mendukung dan mendoakan aku. Terima kasih untuk selalu peduli

terutama dalam pengerjaan skripsi ini.

10. Terima kasih buat PERMATA Timotius II GBKP Rg. Bambu Raya

Simalingkar terutama kepada teman sepelayananku Defry Mamana

Sebayang, S.E, Sari Salsalina Tarigan, Bertha Ulina Ginting, Antares

Miralbi Barus, Yunus Tarigan dan Tryana Natalia Sembiring yang ikut

mendukung dan selalu mendoakan selama pengerjaan skripsi.

11. Terima kasih kepada pak uda Martin Singarimbun dan mak uda Anggun

Barus telah banyak membantu selama penelitian di Kabanjahe.

12. Terima kasih untuk buat sahabat dalam segalanya yang selalu mendukung

dan mendoakan selama pengerjaan skripsi Ari Tarigan.

13. Terima kasih untuk Benny Prananta Sebayang, Amd. yang selalu

mendukung, mendoakan serta membantu selama pengerjaan skripsi ini

selesai.

Terima kasih untuk setiap dukungan dan doa yang diberikan terkhusus

bagi nama-nama yang belum tercantumkan, tanpa kalian mungkin skripsi ini tidak

dapat terselesaikan.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Medan, Agustus 2016

Penulis
Irene Joda Christina Sitepu

vi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
Bencana erupsi Gunung Sinabung di Tanah Karo menjadi pusat perhatian
masyarakat, letusan ini terjadi pada tahun 2010. Sempat berhenti tetapi di tahun
2013 letusan Gunung Sinabung kembali lagi hingga saat ini yang berstatus level
awas. Bantuan demi bantuan berdatangan untuk masyarakat yang mengungsi,
banyak lembaga- lembaga masyarakat maupun pemerintah yang ikut
berpartisipasi dalam menanggulangi bencana dan memberikan bantuan. Selain itu
Moderamen GBKP juga turut merangkul dan melayani pengungsi erupsi Gunung
Sinabung.
Moderamen GBKP ikut berperan penting dalam menganggulangi bencana
erupsi Gunung Sinabung, banyak bantuan dan kebutuhan pengungsi yang telah
diberikan oleh Moderamen GBKP. Dalam penanggulangan bencana Moderamen
GBKP telah membuat Tim GBKP, Asigana dan menyiapkan tenaga relawan.
Moderamen GBKP juga turut berperan dalam memeperbaiki kualitas hidup
pengungsi. Banyak dampak akibat letusan Gunung Sinabung terutama dampak
yang dialami oleh masyarakat yang mengungsi. Seperti kehilangan rumah, lahan
pertania rusak, kehilangan mata pencaharian, kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan sehari- hari, permasalahan ekonomi keluarga, dampak psikologi sosial,
terancam putus sekolah dan lain sebagainya. Untuk menigkatkan kualitas hidup
pengungsi maka tidak lepas dari kebutuhan pengungsi untuk dapat memperbaiki
kualitas hidup pengungsi. Moderamen GBKP terus berupaya dalam memberikan
bantuan dalam segala aspek kebutuhan pengungsi seperti makanan, air, pakaian,
pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal.
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa Moderamen GBKP
sudah dapat dikatakan berhasil dalam berperan untuk memperbaiki kualitas hidup
pengungsi erupsi Gunung Sinabung. walaupun banyak kendala yang mereka
hadapi tetapi Moderamen GBKP selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk
pengungsi. Kehadiran Moderamen GBKP sangat turut berperan penting dalam
mengurangi beban pengungsi, hal ini menjadi pengalaman yang sangat berharga
bagi Moderamen GBKP sendiri.
Kata Kunci: Peranan Moderamen GBKP, Penanggulangan Bencana, Kualitas

Hidup, Kebutuhan Dasar Manusia

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Judul...............………………………………………………………………….......i
Halaman Persetujuan..………………………………………………………….…ii
Halaman Pengesahan……………………………………………………………..iii
Abstrak.....................…………………………………….……………………..... iv
Kata Pengantar........................................................................................................ v
Daftar Isi................................................................................................................ ix
Daftar Gambar……………………………...……….……………………...….... xi
Daftar Tabel...……………………………………….…………………………....xi
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 7
1.5 Kerangka Teori ........................................................................................ 7
1.5.1 Peranan ............................................................................................. 8
1.5.2 Organisai ......................................................................................... 9
1.5.3 Penanggulangan Bencana ............................................................. 10
1.5.3.1 Upaya Penanggulangan Bencana ......................................... 12
1.5.4 Manajemen Bencana ...................................................................... 16
1.5.5 Manajemen Tanggap Darurat/Kedaruratan .................................... 17
1.5.6 Kualitas Hidup..................................................................................19
1.5.6.1 Pengertian Kualitas........................................................... 19
1.5.6.2 Pengertian Kualitas Hidup................................................ 21
1.5.6.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup........ 23
1.5.6.4 Aspek-Aspek Kualitas Hidup........................................... 27
1.5.6.5 Dimensi Kualitas Hidup................................................... 27
1.5.7 Teori Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Basic Needs)................ 28
1.5.7.1 Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan...... 31
1.6 Defenisi Konsep ................................................................................... 33
1.7 Sistematika Penulisan ........................................................................... 35

viii

Universitas Sumatera Utara


BAB II METODE PENELITIAN ........................................................................ 37
2.1 Bentuk Penelitian .................................................................................. 37
2.2 Lokasi Penelitian .................................................................................. 38
2.3 Informan Penelitian .............................................................................. 38
2.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 39
2.5 Tenik Analisis Data .............................................................................. 40
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN .................................................... 43
3.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karo ......................................... 43
3.2 Gamabaran Umum Moderamen GBKP................................................ 44
3.2.1 Visi Dan Misi Moderamen GBKP....................................... 44
3.2.2 Struktur Dan Susunan Organisasi GBKP............................ 45
BAB IV PENYAJIAN DATA PENELITIAN ..................................................... 69
4.1 Karakteristik Informan Penelitian ......................................................... 69
4.2 Wawancara Dengan Pengurus Moderamen GBKP dan Pengungsi
Gunung Sinabung.................................................................................... 71
BAB V ANALISIS DATA ................................................................................... 85
5.1 Peranan Moderamen GBKP ................................................................. 85
5.2 Penanggulangan Bencana Yang Dilakukan Moderamen GBKP……....87
5.3 Manajemen Bencana Yang Dilakukan Oleh Moderamen GBKP…...... 89
5.4 Peran Dalam Memperhatikan Kualitas Hidup Pengungsi…………..... 95
5.5 Peranan Moderamen GBKP Dalam Perbaikan Kualitas Hidup Korban
Erupsi Gunung Sinabung………………………………………………98
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 100
6.1 Saran ................................................................................................... 102
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 103
Daftar Lampiran…………………………………………………...…………... 104

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Siklus Manajemen Bencana…………………………………………. 17
Gambar 2 Struktur Organisasi Kepengurusan Moderamen GBKP……………... 46

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data Pengungsi Posko GBKP per Juni 2014 ............................................. 5
Tabel 2 Data Informan Pengurus Moderamen GBKP ......................................... 70
Tabel 3 Data Informan Pengungsi Erupsi Gunung Sinabung ............................... 71
Tabel 4 Gedung GBKP Tempat Pengungsian........................................................90
Tabel 5 Penyaluran Insentif Pendidikan/Beasiswa................................................97

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Maraknya kabar mengenai negara-negara maupun daerah-daerah yang

terkena bencana alam menghiasi surat kabar maupun berita-berita yang ada di

televisi, bencana alam tidak dapat dianggap sebagai masalah yang biasa saja. Dari

setiap bencana alam yang terjadi pasti menimbulkan kerugian yang besar dari

setiap aspek kehidupan. Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang

merusak pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur

dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup

kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas,

sementara kerusakan lingkungan dapat mecakup hancurnya hutan yang

melindungi daratan.

Letak geografis Indonesia yang berada pada posisi pertemuan tiga

lempeng tektonik yang saling bertabrakan yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo

Australia dan Lempeng Pasifik, membuat Negara Indonesia berada pada

rangkaian gunung api yang aktif. Setiap tahun ada saja gunung api di Indonesia

yang berpeluang meletus dengan tipe dan jenis letusan yang variatif. Dengan

demikian tingkat bahayanya pun bervariasi, tergantung tipe letusan yang terjadi

dan tingkat kepadatan penduduk di dekat lokasi gunung api. Hingga saat ini

tercatat ada sembilan letusan gunung api terhebat di Indonesia, antara lain Gunung

Toba, Gunung Tambora, Gunung Krakatau, Gunung Galunggung, Gunung

Universitas Sumatera Utara


Merapi, Gunung Kelud, Gunung Agung, Gunung Maninjau dan Gunung

Samalas.1

Terdapat beberapa gunung di Sumatra Utara yang aktif maupun tidak aktif

yaitu sebagai berikut, Gunung Sibuatan yang merupakan gunung tertinggi di

Sumatera Utara tidak aktif. Dengan ketinggian 2457 mdlp, maka bila

dibandingkan secara geogarafis Sibuatan berada diposisi pertama mengalahkan

Gunung Sinabung yang memiliki ketinggian 2460 mdlp, Gunung Toba (Pusuk

Buhit) Sumatra Utara terdiri dari beberapa wilayah, memiliki nilai-nilai yang

begitu mengagumkan dan mendukung kemajuan dunia kepariwisataan Kabupaten

Samosir yang berada persis ditengah Danau Toba dengan status tidak aktif.

Gunung Sibayak merupakan salah satu gunung api aktif di Sumatera Utara yang

terletak di Kabupaten Karo tepatnya tidak jauh dari Kota Berastagi. Gunung ini

tidak berbahaya untuk didaki intinya adalah berhati-hati. Gunung Sinabung

merupakan salah satu objek pariwisata kebanggaan Sumatera Utara, berada pada

titik puncak dengan ketinggian 2.460 meter diatas permukaan air laut dengan

status aktif.2

Di Tanah Karo sendiri terdapat dua gunung api yang masih aktif yaitu

Gunung Sibayak dengan ketinggian 2040 mdpl berada di Kecamatan Berastagi

dan Gunung Sinabung dengan ketinggian 2460 mdpl dan berada di Kecamatan

Simpang Empat. Salah satu hal yang menjadi perhatian utama masyarakat

Indonesia belakangan ini adalah Gunung Sinabung, gunung yang merupakan

1
http://simomot.com//2014/02/15/9-letusan-gunung-berapi-terdahsyatdiindonesia/9/.html,
pada tanggal 17 Maret 2015 pukul 17.00
2
http://anthonynh.blogspot.com/2012/07/5-gunung-di-sumatera-utara.html, pada tanggal 15
Juni 2014 pukul 15:23

Universitas Sumatera Utara


puncak tertinggi di Sumatera Utara ini secara tiba-tiba erupsi pada 26 Agustus

2010. Dimana sebelumnya gunung ini tidak menunjukkan adanya tanda-tanda

akan meletus, seperti suhu sekitar gunung yang meningkat atau berpindahnya

sebagian hewan-hewan dari kawasan gunung ke pemukiman warga. Kejadian ini

mengejutkan semua pihak khususnya masyarakat Tanah Karo yang bermukim di

sekitar Gunung Sinabung. Pengungsi terbanyak pada 2010, menurut data

Moderamen GBKP mencapai 17.597 orang yang tersebar di 17 tempat

pengungsian, jumlah ini terjadi pada 30 Agustus 2010.3

Pada tahun 2013 Gunung Sinabung meletus kembali sampai 18 September

2013 telahterjadi 4 kali letusan. Letusan pertama terjadi pada tanggal 15

Sebtember 2013 dini hari kemudian terjadi kembali pada sore harinya pada 17

Sebtember 2013, terjadi 2 kali letusan pada siang dan sore hari letusan ini

melepasakan awan panas dan debu vulkanik. Tidak ada tanda-tanda sebelum

peningkatan aktivitas sehingga tidak ada peringatan dini sebelumnya,tidak ada

korban jiwa dilaporkan, tetapi ribuan warga permukiman sekitar terpaksa

mengungsi ke kawasan aman.

Akibat pristiwa ini status Gunung Sinabung dinaikan ke level 3 menjadi

siaga. Setelah aktivitas cukup tinggi selama beberapa hari pada tanggal 29

September 2013 status diturunkan menjadi level 2 waspada. Aktivitas tidak

berhenti dan kondisinya fluktuatif. Memasuki bulan November terjadi

peningkatan aktivitas dengan letusan-letusan yangsemakin menguat sehingga pada

tanggal 3 November 2013 pukul 03.00 status dinaikankembali menjadi siaga,

3
Siburian, Sahat dan Deonal Sinaga, Kabar dari Tanah Karo Simalem, Kabanjahe, 2016, hal. 42.

Universitas Sumatera Utara


pengungsian penduduk di desa-desa dilakukan sekitar berjarak 5 km . Gunung ini

mengelurkan luncuran awan panas dan hujan debu vulkanik yang menyelimuti

daerah sekitar Gunung Sinabung. Erupsi ini terjadi terus menerus hampir disetiap

hari, level dan status Gunung Sinabung juga tidak stabil karena proses erupsi

yang bervariasi. Tetapi pada 24 November 2013 pukul 10.00 WIB, status Gunung

Sinabung dinaikkan ke level tertinggi yaitu level 4 (Awas). Hal ini mengakibatkan

sebanyak 20 ribu warga sekitar Gunung Sinabung dievakuasi untuk mengungsi ke

daerah yang lebih aman. Pada tahun 2013 menurut data BNPB, pengungsi

terbanyak terjadi tanggal 30 Desember 2013. Jumlahnya 19.126 orang atau 5.979

kepala keluarga, mereka terpencar di 31 tempat pengungsian serta di hunian

sementara atau rumah sewa.4

Banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam penanggulangan bencana

ini, salah satunya adalah mengevakuasi penduduk desa-desa yang dianggap rawan

terkena letusan Sinabung, memberikan bantuan logistik dan beasiswa bagi anak-

anak pengungsi yang masih sekolah. Selain pemerintah, banyak Lembaga

Swadaya Masyarakat, masyarakat sekitar dan para relawaan yang ikut turun

tangan dalam memberikan bantuan kepada korban erupsi Sinabung. Bantuan yang

diberikan yaitu posko dapur umum, aksi siaga sehat, aksi siaga gizi, penyaluran

makanan, obat-obatan, logistik, toilet portable, sanitasi dan trauma healing. Paket

bantuan beras, mie instan, gula, susu, telur, bantuan pendidikan untuk anak-anak

dalambentuk beasiswa, buku-buku cerita berbahasa Inggris (bilingual), dan

4
Siburian, Sahat dan Deonal Sinaga, Kabar dari Tanah Karo Simalem, Kabanjahe, 2016, hal. 43.

Universitas Sumatera Utara


peralatan sekolah terlihat masih banyak berdiri posko-posko yang setiap poskonya

dihuni sedikitnya 100 atau bahkan ada yang jumlahnya mencapai ribuan jiwa.

Moderamen Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) menjadi salah satu

lembaga yang berperan penting dalam penanggulangan terhadap kualitas hidup

pengungsi, peran Moderamen GBKP sebagai lembaga penguatan iman, penguatan

nilai-nilai sosial, pendorong dan perbaikan serta penguatan ekonomi jemaat.

Untuk itu perlu dilakukan program yang berkelanjutan dan mengevaluasikan

dampak dan keutuhan pelayanan Moderamen GBKP. Secara khusus

penanggulangan pasca erupsi Gunung Sinabung, Moderamen GBKP selama ini

tidak hanya sekedar pendistribusian logistik, tetapi juga melakukamn advokasi

masyarakat yang berhubungan dengan hak-hak mereka dalam bidang kesehatan,

perumahan, pendidikan termaksud kebijakan- kebijakan pemerintah.

Dalam laporan umum Moderamen juga tertera secara rinci kondisi

masyarakat sekitar Gunung Sinabung yang terkena dampak yang masih berada di

12 posko pengungsian yaitu: Serbaguna GBKP Simpang VI, KWK GBKP

Berastagi, GBKP Berastagi Kota, Kantor Klasis Kabanjahe, GBKP Tanjung, GBKP

Katepul, Losd Desa Katepul, GBKP Jalan Kota Cane, GBKP Kabanjahe Kota , GBKP

Asrama Kodim, Kantor Klasis Berastagi, dan PPWG Zentrum.

Tabel 1: Data Pengungsi Posko GBKP per Juni 2014

NO POSKO KK JIWA BALITA ANAK LANSIA

1. GBKP Berastagi Kota 84 235 16 51 42

2. Kantor Klasis Kabanjahe 178 416 36 97 46

Universitas Sumatera Utara


3. GBKP Tanjung 84 235 88 67 42

4. GBKP Simpang VI 167 514 29 128 40

5. GBKP Katepul 77 220 54 60 35

6. Losd Desa Katepul 53 207 27 49 13

7. GBKP Jalan Kota Cane 207 727 43 357 25

8. GBKP Kabanjahe Kota 401 1109 93 242 134

9. GBKP Asrama Kodim 67 234 24 44 27

10. KWK Berastagi 190 663 77 171 45

11. Kantor Klasis Berastagi 224 767 101 184 39

12. PPWG Zentrum 146 414 52 117 21

TOTAL 1878 5741 640 1585 509

Sumber : Posko GBKP, 2015

Untuk itu GBKP melalui Komisi Penanggulangan Bencana (KPB) terus

melakukan berbagai upaya termaksud dalam penanganan pengungsi Gunung

Sinabung termaksud perkembangan HIV-AIDS dan narkoba serta bidang

pendidikan memberikan program beasiswa bagi anak- anak mahasiswa termaksud

membina 48 orang anak yang tinggal di asrama KWK Berastagi. Moderamen

GBKP secara aktif terus melakukan kerjasama serta memberikan masukan-

masukan kepada BNPB, BPDB, Pemerintah Kabupaten maupun Pusat terutama

dalam kebijakan-kebijakan terhadap masyarakat pengungsu Gunung Sinabung.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis tertarik

untuk meneliti dengan judul Peranan Moderamen GBKP Dalam Perbaikan

Kualitas Hidup Korban Erupsi Gunung Sinabung.

Universitas Sumatera Utara


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :“Bagaimana peranan Moderamen GBKP

dalam perbaikan kualitas hidup korban erupsi Gunung Sinabung ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan

penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami

Peranan GBKP dalam perbaikan kualitas hidup korban erupsi Gunung Sinabung.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain :

1. Bagi peneliti, untuk melatih dan mengembangkan wawasan penulis

melalui penulisan karya ilmiah, khususnya peranan dalam perbaikan

kualitas hidup korban erupsi.

2. Bagi instansi terkait, sebagai bahan masukan dan evaluasi yang berkaitan

dengan masalah peranan dalam perbaikan kualitas hidup korban erupsi.

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

refrensi dalam penelitian yang sejenis di masa yang akan datang.

1.5 Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara


Teori adalah serangkaian asusmsi, konsep, konstruk, dan proposisi untuk

menerangkan suatu fenomena sosail secara sistematis dengan cara

mengkonstruksi hubungan antar konsep dan proposisi dengan menggunakan

asumsi dan logika tertentu5. Menurut defenisi ini, teori mengandung tiga makna.

Pertama, teori adalah serangkain proposisi antarkonsep yang saling berhubungan.

Kedua, teori menerangkan secara sistematis suatu fenomena sosial dengan cara

menentukan hubungan antarkonsep. Ketiga, teori menerangkan fenomena tertentu

dengan cara menentukan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya

1.5.1 Peranan

Bila individu-individu menempati kedudukan-kedudukan tertentu, maka

mereka merasa bahwa setiap kedudukan yang mereka tempati itu manimbulkan

harapan-harapan tertentu dari orang-orang di sekitarnya. Dalam peranan yang

berhubungan dengan pekerjaannya, seseorang diharapkan menjalankan

kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya.

Oleh karena itu Gross, Mason dan McEachern mendefinisikan peranan sebagai

seperangkat harapan-harapan yang dikenakan para individu yang menempati

kedudukan sosial tertentu.6 Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari

norma-norma sosial dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peranan itu

ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, maksudnya: kita diwajibkan

untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh “masyarakat” di dalam pekerjaan

kita, di dalam keluarga dan di dalam peranan-peranan lainnya.

5
Menurut Karlinger (1973: 9)
6
Gross, Mason dan McEachern, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, Jakarta, 1995, hlm. 99.

Universitas Sumatera Utara


Di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu:

1. Harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau

kewajiban-kewajiban dari pemegang peran

2. Harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peran terhadap

“masyarakat” atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya

dalam menjalankan perannya atau kewajiban-kewajibannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peranan adalah perbuatan atau

hal yang diharapkan dimiliki dari tugas. Peranan Moderamen GBKP adalah

perbuatan atau hal yang diharapkan dimiliki dan menjadi tugas dari Moderamen

GBKP dalam memperbaiki kualitas hidup pengungsi di Tanah Karo.

1.5.2 Organisasi

Organisasi adalah suatu integrasi dari sejumlah spesialisasi-spesialisasi yang

bekerja sama sangat rasional impersonal untuk mencapai beberapa tujuan spesifik

yang telah diumumkan sebelumnya.7

Organisasi sesuai dengan persektifnya. dimerumuskan organisasi sebagai

berikut:“an organization is a system of consciously coordinated personal

activities or forces of two or more persons”(suatu organisasi adalah suatu sistem

dari aktivitas-aktivitas orang yang terkoordinasikan secara sadar atau kekuatan-

kekuatan yang terdiri dari dua orang atau lebih).8

Organisasi ialah penyatuan secara sistematis bagian yang saling

bergantungan bersama-sama guna membentuk suatu keseluruhan yang bulat

7
Victor A. Thompson pada Dimock dan Dimock, Administrasi Negara, Jakarta, 1992, hlm. 123
8
Chester Barnard sendirijuga pada Dimock dan Dimock, Administrasi Negara, Jakarta, 1992, hlm. 124

Universitas Sumatera Utara


melalui mana kekuasaan, koordinasi dan pengawasan dapat dijalankan untuk

mencapai maksud tertentu. Oleh karena bagian-bagian yang saling bergantungan

itu terdiri dari orang-orang yang harus dipimpin serta digerakkan dan yang

pekerjaan yang harus dikoordinasikan agar tercapai tujuan-tujuan usaha, maka

organisasi itu adalah struktur dan hubungan manusia.

Dikatan bahwa struktur itu tiada lain daripada peta-peta, diagram-diagram,

rutine-rutine, buku-buku petunjuk, instruksi-instruksi atau kata-kata, sampai

munculnya fungsi kepegawaian untuk memilih orang-orang yang akan mengisi

kedudukan-kedudukan yang telah diletakkan diatas gambar dan tertera di dalam

rencana organisasi dan melatih mereka untuk menjalankan kewajiban masing-

masing serta pelbagian ragam hubungan-hubungannya. Sebagai sebuah organisasi,

Moderamen GBKP menjadi salah satu yang berperan penting dalam perbaikan

kualitas hidup pengungsi yang terjadi pada erupsi Gunung Sinabung di Tanah

Karo.

1.5.3 Penanggulangan Bencana

Penanggulangan berasal dari kata “tanggulang” yang berarti menghadapi,

mengatasi dan “penanggulangan” yang berarti proses, cara, perbuatan

menanggulangi. Penanggulangan adalah upaya yang dilaksanakan untuk

mencegah, menghadapi, atau mengatasi suatu keadaan. Bencana adalah peristiwa

atau rangkain peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor

non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa

manusia, kerusakan lingkunagn, kerugian harta benda, dan dampak psikologis

10

Universitas Sumatera Utara


serta memerlukan bantuan luar dalam penanganannya. Berdasarkan defenisi

bencana dari UNISDR sebagaimana disebutkan diatas, dapat digeneralisasikan

bahwa untuk dapat disebut “bencana” harus dipenuhi beberapa kriteria/kondisi

sebagai berikut:

1. Ada peristiwa

2. Terjadi karena faktor alam atau karena ulah manusia

3. Terjadi secara tiba-tiba (sudden) akan tetapi dapat juga terjadi secara

perlahan-lahan/bertahap (slow)

4. Menimbulkan hilangnya jiwa manusia, harta benda, kerugian sosial-

ekonomi, kerusakan lingkungan, dan lain-lain

5. Berada di luar kemampuan masyarakat untuk menanggulanginya

Penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi

penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan

pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitas.

Tujuan dari penanggulangan bencana adalah;

1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana

2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada

3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,

terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh

4. Menghargai budaya lokal

5. Membangun partipasi dan kemitraan publik serta swasta

6. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan

kedermawanan

11

Universitas Sumatera Utara


7. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara

1.5.3.1 Upaya Penanggulanagan Bencana

Secara garis besar, upaya penanggulangan bencana meliputi:

a. Kesiapsiagaan: keadaan siap setiap saat bagi orang, petugas serta institusi

pelayaan (termkasud pelayanan kesehatan) untuk melakukan tindakan dan

cara-cara menghadapi bencana baik sebelum, sedang, maupun sesudah

bencana.

b. Penanggulangan: upaya untuk menanggulangi bencana, baik yang ditimbulkan

oleh alam maupun ulah manusia, termaksud dampak kerusakan yang meliputi

kegiatan pencegahan, penyelematan, rehabilitas dan rekonstruksi.

Tujuan dari upaya di atas ialah mengurangi jumalah kesakitan, risiko

kecactan dan kematian pada saat terjadi bencana; mencegah atau mengurangi

risiko munculnya penyakit menular dan mengatasi dampak kesehatan lingkungan

akibat bencana. Penanganan atau penaggulangan bencana meliputi 3 fase yaitu

fase sebelum terjadinya bencana, fase saat terjadinya bencana, dan fase sesudah

terjadinya bencana.

a. Sebelum Bencana

Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerugian harta dan

korban manusia yang disebabkan oleh bahaya dan memastikan bahwa

kerugian yang ada juga minimal ketika terjadi bencana. Meliputi

kesiapsiagaan dan mitigasi.

b. Saat Bencana (Tanggap Darurat)

12

Universitas Sumatera Utara


Serangkain kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian

bencana yang bertujuan untuk menangani dampak buruk yang

ditimbulkan. Meliputi kegiatan:

1. Penyelamatan dan evakuasi korban maupun harta benda

2. Pemenuhan kebutuhan dasar

3. Perlindungan

4. Pengurusan pengungsi

5. Penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana

c. Pasca Bencana (Recovery)

Penanggulangan pasca bencana meliputi dua tindakan utama yaitu

rehabilitas dan rekonstruksi. Penanggulangan bencana secara umum:

1. Pencegahan

Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali

atau mengurangiancaman. Contoh tindakan pencegahan:

a. Pembuatan hujan buatan untuk mencegah terjadinya kekeringan di

suatu wilayah

b. Melarang atau menghentikan penebangan hutan

c. Menanam tanaman bahan pangan pokok alternatif

d. Menanam pepohonan di lereng gunung

2. Mitigasi atau pengurangan

Mitigasi atau pengurangan adalah upaya untuk mengurangi atau meredam

risiko. Kegiatan mitigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu fisik dan non-fisik.

Contoh tindakan mitigasi atau peredaman dampak ancaman:

13

Universitas Sumatera Utara


a. Membuat bendungan, tanggul, kanal untuk mengendalikan banjir;

pembangunan tanggul sungai dan lainnya

b. Penetapan dan pelaksanaan peraturan, sanksi; pemberian penghargaan

mengenai

c. Penggunaan lahan, tempat membangun rumah, aturan bangunan

d. Penyediaan informasi, penyuluhan, pelatihan, penyusunan kurikulum

pendidikan

e. Penanggulangan bencana

3. Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan adalah upaya menghadapi situasi darurat serta mengenali

berbagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pada saat itu. Hal ini

bertujuan agar warga mempunyai persiapan yang lebih baik untuk menghadapi

bencana. Contoh tindakan kesiapsiagaan:

a. Pembuatan sistem peringatan dini

b. Membuat sistem pemantauan ancaman

c. Membuat sistem penyebaran peringatan ancaman

d. Pembuatan rencana evakuasi

e. Membuat tempat dan sarana evakuasi

f. Penyusunan rencana darurat, rencana siaga

g. Pelatihan, gladi dan simulasi atau uji coba

h. Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini

4. Tanggap darurat

14

Universitas Sumatera Utara


Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera setelah bencana terjadi

untuk mengurangi dampak bencana, seperti penyelamatan jiwa dan harta

benda. Contoh tindakan tanggap darurat:

a. Evakuasi

b. Pencarian dan penyelamatan

c. Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD)

d. Pengkajian cepat kerusakan dan kebutuhan

e. Penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan sanitasi, pangan, sandang,

papan, kesehatan, konseling

f. Pemulihan segera fasilitas dasar seperti telekomunikasi, transportasi,

listrik, pasokan airuntuk mendukung kelancaran kegiatan tanggap

darurat

5. Pemulihan

Pemulihan adalah upaya yang dilakukan untuk mengembalikan kondisi hidup

dan kehidupan masyarakat seperti semula atau lebih baik dibanding sebelum

bencana terjadi melalui kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi. Contoh

tindakan pemulihan: memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar fisik,

pendidikan, kesehatan, kejiwaan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan,

lingkungan, prasarana transportasi, penyusunan kebijakan dan pembaharuan

struktur penanggulangan bencana di pemerintahan.

6. Pembangunan berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah upaya yang dilakukan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mempertimbangkan faktor

15

Universitas Sumatera Utara


risiko bencana sehingga masyarakat akan mampu mencegah, mengurangi,

menghindari ancaman atau bahaya dan memulihkan diri dari dampak bencana.

Contoh tindakan pembangunan berkelanjutan: membangun prasarana dan

pelayanan dasar fisik, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya,

keamanan, lingkungan, pembaharuan rencana tata ruang wilayah, sistem

pemerintahan dan lainnya yang memperhitungkan faktor risiko bencana.

1.5.4 Manajemen Bencana

Manajemen bencana adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari bencana

beserta segala aspek yang berkaitan dengan bencana, terutama resiko bencana dan

bagaimana menghindari risiko bencana. Manejemen bencana merupakan proses

dinamis tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen yang kita kenal selama ini

misalnya planning, organizing, actuating, dan controlling. Cara bekerja

manajemen bencana adalah melalui kegiatan-kegiatan yang ada pada tiap kuadran/

siklus bidang kerja yaitu pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan, tanggap darurat

serta pemulihan. Sedangkan tujuannya (secara umum) antara lain untuk

melindungi masyarakat beserta harta-bendanya dari (ancaman) bencana.

Format standar/dasar manajemen bencana sebagaimana dukemukanan oleh

Nick Carter dalam buku The Disaster Management Cyle, digambarkan di bawah

ini.

16

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1: Siklus Manajemen Bencana

Gambar format standar/dasar manajemen bencana di atas hendaknya

dimaknakan bahwa jika telah dilakukan langkah-langkah/kegiatan sejak fase

pencegahan/mitigasi, dan kesiapsiagaan, jika kemudian terjadi bencana maka hal

tersebut memasuki fase tanggap darurat, kemudian fase pemulihan dan kemudian

kembali lagi ke fase pencegahan/mitigasi. Pencegahan/mitigasi sebagaimana

dimaksud pada akhir kalimat diperlukan untuk menghadapi kemungkinan

terjadinya bencana di masa yang akan datang. Berdasarkan pemahaman ini, maka

kalimat “kembali lagi ke fase pencegahan/mitigasi” hendaknya diartikan sebagai

fase pencegahan/mitigasi pada siklus manajemen bencana berikutnya (kontinum

atau spiral, di mana hilir tidak bertemu dengan hulu) dan bukan seperti siklus

dalam bentuk cicin (hilir akan bertemu atau kembali lagi ke hulu).

1.5.5 Manajemen Tanggap Darurat /Kedaruratan

Manajemen kedaruratan adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek

perencanaan dan penanggulangan kedaruratan, pada saat menjelang, saat darurat

17

Universitas Sumatera Utara


dan sesudah terjadi keadaan darurat, yang mencakup kesiapsiagaan darurat,

tanggap darurat dan pemulihan darurat, termaksud di dalamnya adalah transisi

dari darurat ke pemulihan khususnya pemulihan dini (early recovery). Dari

pengertian tersebut, manajemen kedaruratan mencakup kegiatan-kegiatan pada

tahap siaga darurat dan saat terjadi bencana serta pada fase transisi dari darurat ke

pemulihan. Lebih jelas lagi, posisi manajemen kedaruratan dalam manajemen

bencana adalah dimulai sejak adanya tanda-tanda kemungkinan akan terjadi

bencana (pada tahap kesiapsiagaan darurat) sampai dengan transisi dari kondisi

darurat ke pemulihan/kondisi normal dimana kegiatan sosial-ekonomi masyarakat

sudah mulai berjalan walaupun dalam batas minimal9.

Manajemen Kedaruratan mempunyai beberapa tujuan, terutama yaitu untuk:

1. Mencegah bertambah besarnya jumlah korban dan kerusakan/kerugian

2. Meringankan penderitaan. Dengan kegiatan tanggap darurat dan

bantuan darurat, masyarakat/korban bencana mendapatkan

perlindungan dan hak-hak dasarnya yang mengacu pada standar

pelayanan minimum. Melalui kegiatan ini para korban bencana/

masyarakat dapat mempertahankan hidup meskipun dalam kondisi

minim, antara lain berupa bantuan pangan dan non-pangan, layanan

kesehatan dan hunian sementara, air bersih dan sanitasi.

3. Stabilitas kondisi korban/pengungsi. Kondisi korban/pengungsi

diupayakan menjasi stabil melalui bantuan darurat yang diberikan

secara berkesinambungan secara memadai.

9
(Nurjanah, dkk : 2012, hal:55)

18

Universitas Sumatera Utara


4. Mengamankan asset vital atau fasilitas kunci. Pengamanan asset/

fasilitas kunci dipriotaskan untuk asset-asset yang terkai dengan hajat

hidup orang banyak, misalnya instalasi air minum, jaringan listrik, dan

jaringan telekomunikasi.

5. Meyediakan pelayanan dasar dalam penanganan pasca-darurat.

Pelayanan dasar diberikan selama darurat dan penanganan pasca-

darurat mencakup perbaikan prasarana/sarana dan fasilitas umum/

sosial serta rehabilitas psiko-sosial.

6. Meringankan beban masyarakat setempat. Hal ini dimaksudkan

sebagai upaya atau kegiatan untuk menghindari agar masyarakat tidak

terbebani dengan melampaui kemampuan sumber daya mereka.

7. Dalam memenuhi kebutuhan dasar selama darurat, perlu diperhatikan

hak-hak kelompok retan (orang jompo, ibu hamil, balita, orang sakit,

orang cacat, dan usia lanjut) dan pembangunan “manusia”-nya.

Sasarannya adalah tumbuh-kembangnya kegiatan sosial, ekonomi, dan

budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, serta bangkitnya peran serta

masyarakat dalam segala aspek kehidupan.

1.5.6 Kualitas Hidup

1.5.6.1 Pengertian Kualitas

Kualitas pada dasarnya merupakan kata yang menyandang arti relatif

karena bersifat abstrak, kualitas dapat digunakan untuk menilai atau menentukan

tingkat penyesuaian suatu hal terhadap persyaratan atau spesifikasinya. Bila

persyaratan atau spesifikasi itu terpenuhi berarti kualitas suatu hal yang dimaksud

19

Universitas Sumatera Utara


dapat dikatakan baik, sebaliknya jika persyaratan tidak dapat dipenuhi maka dapat

dikatakan tidak baik. Dengan demikian, untuk menentukan kualitas diperlukan

indikator. Karena spesifikasi yang merupakan indikator yang harus dirancang

berarti kualitas secara tidak langsung merupakan hasil rancangan yang tidak

tertutup kemungkinan untuk diperbaiki atau ditingkatkan.

Mutu sebenarnya tidak dapat diukur karena merupakan hal yang maya

(imaginer) jadi bukan suatu besaran yang terukur. Oleh sebab itu, perlu dibuat

indikator yang merupakan besaran yang terukur demi untuk menentukan kualitas

baik produk maupun jasa. Berbagai upaya dilakukan untuk membuat indikator

yang terukur dan cocok bagi masalah penentuan kualitas sedemikian rupa

sehingga pembuatan produk atau pelayanan jasa dan pengontrolan kualitasnya

terjamin terlaksananya.

Kualitas, adalah 1) kesesuaian dengan persyaratan/tuntutan, 2) kecocokan

pemakaian, 3) perbaikan atau penyempurnaan keberlanjutan, 4) bebas dari

kerusakan, 5) pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat, 6)

melakukan segala sesuatu benar semenjak awal, 7) sesuatu yang bisa

membahagiakan pelanggan10. Kualitas merupakan “the extent to which product

meet the requirement of people who use them”11. Jadi suatu produk, apakah itu

bentuknya barang atau jasa, dikatakan bermutu bagi seseorang kalau produk

tersebut dapat memenuhi kebutuhan.

1.5.6.2 Pengertian Kualitas Hidup

10
Fandy Tjiptono (2004:2)
11
Montgomery dan Supramto (2001),

20

Universitas Sumatera Utara


Kualitas hidup merupakan suatu model konseptual, yang bermaksud untuk

menggambarkan perspektif pengungsi dengan berbagai istilah, dimana pengertian

kualitas hidup ini berbeda bagi orang sakit dan orang sehat 12. Menurut Cella, ada

dua komponen dasar dari kualitas hidup yaitu subjektivitas dan multidimensi.

Subjektivitas mengandung arti bahwa kualitas hidup hanya dapat ditentukan dari

sudut pandang pengungsi saja dan ini dapat diketahui dengan hanya bertanya

langsung kepada pengungsi. Multidimensi mengandung arti bahwa kualitas hidup

dipandang dari keseluruhan aspek kehidupan seseorang secara holistik meliputi

aspek biologis, fisik, emosi, sosiokultural dan spriritual.13 Kualitas hidup

mempuyai pengertian yang bersifat subjektif dan individual, kualitas hidup terdiri

dari berbagai aspek kehidupan serta dipengaruhi oleh pengalaman hidup

seseorang dan bagaimana cara pandangnya terhadap pengalaman hidup seseorang

dan bagaimana cara pandangannya terhadap pengalaman hidup yang telah

dilewatinya tersebut sehingga akan memberikan perasaan senang dan puas di

masa yang akan datang.14

Ada tiga pendekatan konseptual untuk mengukur kualitas hidup, yaitu15:

1. Pendekatan pertama, yang dikembangkan erat dengan riset psikologis,

dipijakkan pada gagasan tentang kesejahteraan subjektif. Pendekatan ini

terkait erat dengantradisi utilitarian, yang menyatakan bahwa

12
(Farquahar dan B owling, 1995 dalam Agustianti, 2006)
13
(Kinghorn dan Gamli, 2001 dalam Agustiati, 2006)

14
(Agustiana, 2006).

15
Stiglizt, Sen & Fitoussi (2011: 70-71)

21

Universitas Sumatera Utara


mengupayakan manusia untuk bahagia dan puas dengna hidup mereka

merupakan tujuan universal eksistensi manusia.

2. Pendekatan kedua berakar pada gagasan tentang kapabilitas. Pendekatan

ini melihat hidup seseorang sebagai kombinasi antara berbagai kegiatan

dan kedirian dan kebebasannya untuk memilih di antara fungsi-fungsi

tersebut. Dasar pendekatan kapabilitas ini memiliki akar kuat pada ide

filosofis mengenai keadilan sosial, mencerminkan fokus pada tujuan

manusia dan menghargai kemampuan individu untuk mengejar dan

merealisasikan tujuan yang dia yakini, serta memainkan peran prinsip-

prinsip etis dalam merancang masyarakat yang baik.

3. Pendekatan ketiga, yang dikembangkan dalam tradisi ilmu ekonomi,

didasarkan pada gagasan tentanf alokasi yang adil. Dasar pemikirannya,

banyak ditemui dalam ilmu ekonomi kesejahteraan, adalah menimbang

berbagai dimensi non-moneter kualitas hidup dengan suatu cara yang

menghargai prefensi seseorang.

Kemudian menyebutkan ada bebrapa bidang yang terkait dengan kualitas

hidup, diantaranya yaitu: kesehatan, pendidikan, aktivitas personal, hak suara

politik dan tata kelola pemerintah, koneksi sosial, kondisi lingkungan, serta

ketidakamanan pribadi16.

1.5.6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

16
Stiglizt, Sen & Fitoussi (2011: 70-71)

22

Universitas Sumatera Utara


Persepsi individu mengenai kualitas hidupnya dipengaruhi oleh konteks

budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal 17. Kualitas hidup bervariasi

antara individu yang tinggal di kota/wilayah satu dengan yang lain bergantung

pada konteks budaya, sistem, dan berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah

tersebut18. Berbagai penelitian mengenai kualitas hidup menemukan beberapa

faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup. Berikut beberapa faktor

yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu :

1. Gender atau Jenis Kelamin

Gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup19.

Baik adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan

perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik daripada

kualitas hidup perempuan20. Bertentangan dengan penemuan baik21

menemukan bahwa kualitas hidup perempuan cenderung lebih tinggi

daripada laki-laki. Ryff dan Singer mengatakan bahwa secara umum,

kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun

perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat

positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek

pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik22.

2. Usia

17
WHOQOL (dalam Nofitri, 2003)
18
Fadda dan Jiron (1999)
19
Moons, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009)
20
dkk (2003) dalam (Nofitri, 2009)
21
dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009)
22
(1998) dalam (Nofitri, 2009)

23

Universitas Sumatera Utara


Usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup23.

Adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan

yang penting bagi individu24. Individu dewasa mengekspresikan

kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa25. kontribusi dari faktor

usia tua terhadap kualitas hidup subjektif.26

3. Pendidikan

Pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas

hidup subjektif27. kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih

tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu28. adanya

pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun

tidak banyak29.

4. Pekerjaan

Perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar,

penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang

mencari pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau

memiliki disablity tertentu)30.menemukan bahwa status pekerjaan

berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita31.

5. Status Pernikahan

23
Moons, dkk (2004) dan Dalkey (2002) dalam (Nofitri, 2009)
24
Wagner, Abbot, & Lett (2004)
25
Ryff dan Singer (1998) dalam (Nofitri, 2009)
26
Rugerri, dkk (2001) dalam (Nofitri, 2009)
27
Moons, dkk (2004) dan Baxter (1998) dalam (Nofitri, 2009)
28
Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009)
29
Noghani, dkk (2007) dalam (Nofitri, 2009)
30
Moons, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009)
31
Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009)

24

Universitas Sumatera Utara


Perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu

bercerai ataupun janda, dan individu yang menikah atau kohabitasi32.

Penelitian empiris di Amerika secara umum menunjukkan bahwa individu

yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu

yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda/duda akibat pasangan

meninggal33.Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh

menemukan bahwa baik pada pria maupun wanita, individu dengan status

menikah atau kohabitasi memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi34.

6. Penghasilan

Adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan dengan

kualitas hidup yang dihayati secara subjektif35. Adanya kontribusi yang

lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup subjektif namun

tidak banyak.

7. Hubungan dengan orang lain

Adanya pengaruh dari faktor demografi berupa faktor jaringan sosial

dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif36. pada saat

kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui

hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui

pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik baik

secara fisik maupun emosional37. faktor hubungan dengan orang lain

32
Moons, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009)
33
Glenn dan Weaver (1981) dalam (Nofitri, 2009)
34
Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009)
35
Baxter, dkk (1998) dan Dalkey (2002) dalam (Nofitri, 2009)
36
Baxter, dkk (1998) dalam (Nofitri, 2009)
37
Kahneman, Diener, & Schwarz (1999) dalam (Nofitri, 2009)

25

Universitas Sumatera Utara


memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup

subjektif38.

8. Standard referensi

Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standard referensi yang digunakan

seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara

diri individu dengan orang lain39. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas

hidup bahwa kualitas hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan

standard dari masing-masing individu40. Berbagai standard referensi yang

digunakan oleh individu, komparasi sosial memiliki pengaruh yang kuat

terhadap kualitas hidup yang dihayati secara subjektif41. Jadi, individu

membandingkan kondisinya dengan kondisi orang lain dalam menghayati

kualitas hidupnya.

1.5.6.4 Aspek- Aspek Kualitas Hidup

Aspek dilihat dari seluruh kualitas hidup dan kesehatan secara umum42:

38
Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) dalam (Nofitri, 2009)
39
O’Connor (1993) dalam (Nofitri, 2009)
40
oleh WHOQoL (Power, 2003) dalam (Nofitri, 2009),
41
Glatzer dan Mohr (1987) dalam (Nofitri, 2009)
42
(WHOQOL Group, 1998)

26

Universitas Sumatera Utara


1. Kesehatan fisik: penyakit dan kegelisahan, tidur dan beristirahat, energi

dan kelelahan, mobilitas, aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada obat

dan bantuan medis, kapasitas pekerjan.

2. Psikologis: perasaan positif, berfikir, belajar, mengingat, dan konsentrasi,

penampilan, dan gambaran jasmani, persaan negatif, kepercayaan individu

3. Hubungan sosial: hubungan pribadi, dukungan sosial

4. Lingkungan: kebebasan, keselamatan fisik dan keamanan, lingkungan

rumah, sumber keuangan, kesehatan, dan kepedulian sosial, aktivitas di

lingkungan, transportasi

1.5.6.5 Dimensi Kualitas Hidup

Menurut Cella, kualitas hidup seseorang dapat diukur melalui empat

dimensi utama yaitu kesejahteraan fungsional, fisik, psikologis/emosional, dan

sosial43.

a. Kesejahteraan Fungsional

Kesejahteraan fungsional yaitu kemampuan seseorang untuk berfungsi

secara optimal dalam kehidupan sehari-hari meliputi bekerja, melakukan

transaksi di bank, belanja, belajar, membersihkan rumah, merawat diri,

berpakaian, menyiapkan makanan, dan toilting Kesejahteraan Fisik.44

43
(Kinghorn dan Gamli, 2001 dalam Agustianti, 2006)
44
(Nies, 2001 dalam Agustianti, 2006)

27

Universitas Sumatera Utara


Kesejahteraan fisik adalah kemampuan organ tubuh untuk berfungsi secara

optimal sehingga dapat melakukan aktivitas ehari- hari secara mandiri

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.45

b. Kesejahteraan Psikologis/Emosional

Kesejahteraan psikologis/emosiaonal adalah kemampuan seseorang untuk

menciptakan perasaan senang dan puas terhadap suatu peristiwa atau

kejadian yang dialami dalam kehidupan seseorang terhindar dari

timbulnya masalah psikologis.

c. Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial adalah kemampuan seseorang untuk membina

hubungan interpersonal dengan orang lain, dimana hubungan yang terbina

adalah hubungan yang mempunyai kedekatan dan keharmonisan.

1.5.7 Teori Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Basic Needs)

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh

manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis,

yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.

Mungkin orang yang pertama yang mengemukakan basic needs adalah Mahbud ul

Haq dari Bank Dunia dan orang kedua adalah James Grant, presiden The Overseas

Development Council.

Paul Streeten dari Bank Dunia juga mendukung strategi basic needs. Dia

mendukung bahwa pendekatan basic needs dilihat sebagai prinsip untuk

mengorganisasi pemikiran dan usaha pembangunan. Tujuan dan target harus

45
(Agustianti, 2006).

28

Universitas Sumatera Utara


mencapai kebutuhan dasar bagi semua rakyat di mana pun. Kebutuhan dasar ini

termaksud makanan, air, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan dan

partisipasi dalam pengambilan keputusan.46 Namun, kebutuhan ini harus dilihat

dalam kaitannya dengan keseluruhan sistem ekonomi dan sosial dari makanan dan

barang-barang produksi, penyerapan tenaga kerja, pendidikan, kesehatan, dan

perbaikan gizi. Elemen utama dari sistem yang terlibat untuk pemenuhan basic

needs diidentifikasikan, selanjutnya masing-masing elemen harus dianalisis

sebagai sistem yang harus dipahami. Kemudian strategi alternatif untuk

mengefektifkanelemen dapat dipilih.

Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam teori Hirarki,

kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar

yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri.47

Beberapa kebutuhan manusia tertentu lebih mendasar daripada kebutuhan lainnya.

Oleh karena itu beberapa kebutuhan harus dipenuhi sebelum kebutuhan lainnya.

Kebutuhan dasar manusia seperti makan ,air, keamanan dan cinta merupakan hal

yang penting bagi manusia. Konsep hierarki menjelaskan bahwa manusia

senantiasa berubah, dan kebutuhannya pun terus berkembang. Jika seseorang

merasakan kepuasan, ia akan menikmati kesejahteraan dan bebas untuk

berkembang menuju potensi yang lebih besar. Sebaliknya, jika proses pemenuhan

kebutuhan itu terganggu, akan timbul suatu kondisi patologis.

Prinsip-prinsip dalam pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasar:

46
Fakih, Mansour, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakarta, 2001, hal. 64
47
Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin, Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik,
Jakarta, 2007, hal. 1

29

Universitas Sumatera Utara


1) Cepat dan Tepat : cepat dan tepat adalah bahwa dalam pemberian bantuan

pemenuhan kebutuhan dasar dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai

dengan tuntutan keadaan.

2) Prioritas : prioritas adalah bahwa pemberian bantuan pemenuhan

kebutuhan dasar harus diutamakan kepada kelompok rentan.

3) Koordinasi dan Keterpaduan : koordinasi adalah bahwa pemberian

bantuan pemenuhan kebutuhan dasar didasarkan pada koordinasi yang

baik dan saling mendukung. Keterpaduan adalah bahwa pemberian

bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dilaksanakan oleh berbagai sektor

secara terpadu didasarkan kerjasama yang baik dan saling mendukung.

4) Berdaya Guna dan Berhasil Guna. : bahwa pemberian bantuan pemenuhan

kebutuhan dasar dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan

biaya yang berlebihan. Berhasil guna adalah bahwa pemberian bantuan

pemenuhan kebutuhan dasar harus berhasil guna, khususnya dalam

mengatasi kesulitan korban bencana dengan tidak membuang waktu,

tenaga, dan biaya yang berlebihan.

5) Transparansi dan Akuntabilitas : transparansi adalah bahwa pemberian

bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dilakukan secara terbuka dan dapat

dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas adalah bahwa pemberian bantuan

pemenuhan kebutuhan dasar dilakukan secara terbuka dan dapat

dipertanggungjawabkan secara etika dan hukum.

6) Kemitraan : kemitraan adalah bahwa pemberian bantuan pemenuhan

kebutuhan dasar harus melibatkan berbagai pihak secara seimbang.

30

Universitas Sumatera Utara


7) Pemberdayaan : pemberdayaan adalah bahwa pemberian bantuan

pemenuhan kebutuhan dasar dilakukan dengan melibatkan korban

bencana secara aktif.

8) Non-Diskriminatif. : non-diskriminatif adalah bahwa pemberian bantuan

pemenuhan kebutuhan dasar tidak memberikan perlakuan yang berbeda

terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun.

9) Non-Proletisi. : non-proletisi adalah bahwa dalam pemberian bantuan

pemenuhan kebutuhan dasar dilarang menyebarkan agama atau

keyakinan.

1.5.7.1 Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan

Secara umum, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemenuhan

kebutuhan manusia. Faktor-faktor tersebut meliputi penyakit, hubungan yang

berarti, konsep diri, tahap perkembangan, dan struktur keluarga (Wahit Mubarak

dan Nurul: 2007, 5).

1. Penyakit. Saat seseorang dalam kondisi sakit, ia tidak akan mampu

memenuhi kebutuhannya sendiri. Dengan demikian, individu itu sendiri

akan bergantung kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

2. Hubungan yang berarti. Keluarga merupakan sistem pendukung bagi

individu. Selain itu, keluarga juga dapat membantu klien menyadari

kebutuhannya dan mengembangkan cara yang sehat untuk memenuhi

kebutuhan tersebut.

3. Konsep diri. Konsep diri mempengaruhi kemampuan individu untuk

memenuhi kebutuhannya. Selain itu, konsep diri juga mempengaruhi

31

Universitas Sumatera Utara


kesadaran individu untuk mengetahui apakah kebutuhan dasarnya

terpenuhi atau tidak. Individu dengan konsep diri yang positif akan mudah

mengenali dan memenuhi kebutuhannya serta mengembangkan cara yang

sehat guna memenuhi kebutuhannya. Sedangkan seseorang dengan konsep

diri negatif, misalnya penderita depresi, akan mengalami perubahan

kepribadian dan suasana hati yang dapat mempegaruhi persepsi dan

kemampuan dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

4. Tahap perkembangan. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan

dalam hal struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, di dalam suatu

pola yang teratur dan dapat diprediksi, sebagai hasil dari proses

pematangan. Dalam hal ini, pemenuhan kebutuhan dasar akan dipengaruhi

oleh perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku individu sebagai

hasil dari interaksinya dengan lingkungan.

5. Struktur keluarga. Struktur keluarga dapat mempengaruhi cara individu

memuaskan kebutuhannya.

1.6 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan

secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individual yang menjadi

32

Universitas Sumatera Utara


perhatian ilmu sosial48. Konsep merupakan unsur penelitian yang penting untuk

menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti.

Dari pengertian tersebut, maka penulis mengemukakan defenisi dari

beberapa konsep yang digunakan:

1. Peranan adalah perbuatan atau tindakan nyata yang dituangkan langsung

oleh individu dalam suatu lembaga maupun dalam kehidupan sehari-hari

yang terdiri dari seperangkat harapan-harapan yang dikenakan para

individu dalam menempati kedudukan sosial tertentu demi memenuhi

tanggung jawabnya sebagai makhluk sosial.

2. Peranan Moderamen GBKP sebagai organisasi tertinggi dalam mengurusi

persatuan GBKP se-Indonesia memiliki cakupan yang luas terhadap

masyrakat maka dari itu Moderamen GBKP mengambil tindakan yang

nyata dalam memperbaiki kualitas hidup pengungsi erupsi Gunung

Sinabung sebagaimana ini merupakan fungsi dari Diakonia organiasasi

Moderamen GBKP.

3. Penanggulangan bencana adalah uapaya yang dilaksanakan untuk

mencegah, menghadapi, atau mengatasi suatu keadaan, peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengggangu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan non-

alam yang terdiri dari 3 fase yaitu: a) Sebelum bencana : kegiatan yang

dilakukan untuk mengurangi kerugian korban bencana, b) Saat bencana :

upaya untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan bencana, c)

48
Singarimbun ( 1993: 37)

33

Universitas Sumatera Utara


Pasca bencana : memperbaiki dampak buruk yang ditimbulkan oleh

bencana.

4. Manajemen bencana merupakan proses dinamis tentang bekerjanya fungsi-

fungsi manajemen, seperti planning, organizing, actuating, dan

controlling untuk mengatur segala kegiatan ataupun peristiwa maupun

dampak yang ditimbulkan oleh bencana serta menghindari resiko bencana.

5. Kualitas hidup adalah sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian

mereka di dalam bidang kehidupan yang terdiri dari berbagai aspek

kehidupan serta dipengaruhi oleh pengalaman hidup seseorang dan

bagaimana cara pandangnya terhadap hidup seorang individu yang

memberikan perasaan senang dan puas yang mencakup terpenuhinya

kebutuhan dasar manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis

maupuan psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan

kehidupan dan kesehatan.

1.7 Sistematika Penulisan

34

Universitas Sumatera Utara


Sistematika penulisan yang disusun dalam rangka memaparkan segala

keseluruhan hasil penelitian ini secara singkat dapat diketahui sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika

penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan

penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data dalam

penelitian.

BAB III: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang gamabaran umum tentang objek atau lokasi

penelitian yang relevan dengan topik penelitian.

BAB IV : PENYAJIAN DATA PENELITIAN

Bab ini peneliti akan menyajikan data menggunakan metode kualitatif

dengan teknik observasi dan wawancara secara mendalam dan penyertaan

dokumentasi.

35

Universitas Sumatera Utara


BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisi tentang uraian data-data yang akan diperoleh setelah

melaksanakan penelitian.

BAB V : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran hasil penelitian yang dilakukan.

36

Universitas Sumatera Utara


BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini meggunakan metode

deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejela-gejala,

fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat-

sifat populasi atau daerah tersebut. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak

perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan dengan menguji hipotesis.

Penelitian Kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu penegetahuan

sosial yang secara fudamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia

dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam

bahasanya dan dalam peristilahannya.49

Adapun alasan peneliti menggunakan bentuk penelitian deskriptif kualitif

dikarenakan penelitian ini menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan

yang terjadi dilapangan dan melakukan analisis data untuk memberikan kebenaran

dan kejadian-kejadian, fakta-fakta dari data yang diperoleh sehingga peneliti dapat

memberikan gambaran dengan jelas mengenai peranan Moderamen GBKP dalam

perbaikan kualitas hidup korban erupsi Gunung Sinabung.

2.2 Lokasi Penelitian

49
Menurut Kirk dan Miller (dalam Moleong 2007: 4)

37

Universitas Sumatera Utara


Penelitian ini dilakukan di Kantor Moderamen GBKP jalan Kapten Pala

Bangun No. 66 Kabanjahe, Tanah Karo, Sumatera Utara.

2.3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari

hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal

adanya populasi dan sampel.50 Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus

penelitian tidak ditentukan secara acak. Informan penelitian ini meliputi tiga

macam yaitu:

1. Informan kunci, yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai

informasi pokok yag diperlukan dalam penelitian.

2. Informan utama, yaitu mereka terlibat langsung dalam interaksi sosial

yang diteliti.

3. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi

walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yamg sedang

diteliti.51

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti menentukan informan dengan

menggunakan teknik purposive yaitu: penentuan informasi tidak didasarkan atas

strata, pedoman atau wilayah tetapi didasarkan adanya tujuan tertentu yang tetap

berhubungan dengan permasalahan penelitian, maka peneliti dalam hal ini

menggunakan informan penelitian terdiri dari:

50
Bangong Suyanto (2005: 171)
51
Hendrarso (dalam Suyanto, 2005: 171-172).

38

Universitas Sumatera Utara


1. Informan kunci, yaitu:

a. Ketua Moderamen GBKP (Pdt. Agustinus P.Purba, S.Th, Ma.)

2. Informan utama, yaitu:

a. Ketua Bidang Diakonia (Pdt. Rosmalia br Barus, S.Th)

b. Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP (Pdt. Dormanis

Pandia, S.Th)

3. Informan tambahan, yaitu:

a. Pengungsi bencana erupsi Gunung Sinabung

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

sebagai berikut:

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang

dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer

dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:

a. Wawancara mendalam yaitu dengan cara memberikan pertanyaan

langsung kepada sejumlah pihak terkait yang didasarkan pada percakapan

intensif dengan suatu tujuann untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan. Metode wawancara ditujukan untuik informasi penelitian

yang telah ditetapkan.

b. Observasi adalah kegiatan mengamati secara langsung objek penelitian

dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk

39

Universitas Sumatera Utara


melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan

dengan topik penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data yang

dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang perlu untuk mendukung

data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan instrumen sebagai

berikut:

a. Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-

buku, karya ilmiah, pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan

masalah yang diteliti.

b. Studi Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan

menggunakan catatan-catatan tertulis yang ada di lokasi penelitian serta

sumber-sumber lain yang menyangkut masalah yang diteliti dengan

instansi terkait.

2.5 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan sejak awal penelitian

dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh, kemudian


52
dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Menurut Bodgan dan Bilken .

analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan

data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat

dikelola, mensistesiskannya, menarik dan menemukan pola, menemukan apa yang

52
(dalam Moleong, 2013:248),

40

Universitas Sumatera Utara


penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan

kepada orang lain.

Dalam melakukan analisis data terdapat beberapa aktivitas dalam analisis

data yaitu53:

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data

Setelah data diredukis, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.

Melalui penyajian data tersebut maka data terorganisasikan, tersusun dalam

pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami, merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan bila

didukung oleh data maka akan dapat menjadi di teori.

53
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2009: 246)

41

Universitas Sumatera Utara


BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karo

42

Universitas Sumatera Utara


Secara geografis letak Kabupaten Karo berada diantara 2°50’- 3°19’

Lintang Utara dan 97°55’- 98°38’ Bujur Timur dengan luas 2.127,25 km².

Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan dan sebagian besar

wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dua gunung berapi aktif terletak di wilayah

ini sehingga rawan gempa vulkanik.

Batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah sebelah Utara berbatasan

dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang, sebelah Selatan

berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Toba Samosir, sebelah Timur

dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun dan sebelah Barat

dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.54

Ibu kota dari Kabupaten Karo adalah Kota Kabanjahe. Adapun

Moderamen GBKP yang penulis teliti terletak di Kota Kabanjahe. Kota

Kabanjahe letaknya lebih kurang 1200m diatas permukaan laut, dengan

temperatur 16°- 27°. Curah hujan terbanyak adalah 315 hari/tahun. Dengan

temperatur seperti ini maka Kabanjahe termaksud daerah yang berhawa dingin.

Luas wilayah Kabanjahe adalah sekitar 44,65Km. Jarak Kabanjahe dengan ibu

kota Provinsi (Medan) adalah 67Km.

3.2 Gambaran Umum Moderamen GBKP

Sebagai sebuah organisasi yang terletak di Tanah Karo, Moderamen

GBKP berperan sangat penting di dalam memperbaiki kualitas hidup pengungsi

bencana alam Gunung Sinabung. Moderamen GBKP terus berkomitmen untuk

54
www.karokab.go.id/in/index.php/gambaran-umum

43

Universitas Sumatera Utara


memberikan pelayanan terbaik bagi korban erupsi Sinabung. Sampai saat ini

Moderamen GBKP terus menjalin komunikasi dengan pihak-pihak yang mau

meringankan tangan untuk membantu korban erupsi Sinabung tidak hanya berupa

kebutuhan pangan namun juga mengupayakan untuk mencari donatur dalam

bidang pertanian, peternakan, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.

Selain itu Moderamen GBKP juga berperan dalam menyalurkan beasiswa

bagi anak-anak yang orang tuanya terkena dampak erupsi Sinabung, dan tidak

memandang suku dan agama karena Moderamen GBKP berkomitmen membantu

semua pengungsi erupsi Gunung Sinabung. Moderamen GBKP juga menyediakan

posko-posko sebanyak 12 posko untuk korban erupsi Gunung Sinabung yang

berada di seputaran daerah Tanah Karo. Pengungsi yang di tampung oleh

Moderamen GBKP berasal dari berbagai desa dan kecamatan yang dianggap

berbahaya karena lokasi desa yang dekat dengan Gunung Sinabung.

3.2.1 Visi dan Misi GBKP (Gereja Batak Karo Protestan)

1. Visi GBKP (Gereje Batak Karo Protestan)

Visi merupakan gambaran, cita-cita, kondisi ideal yang diharapkan, serta

pencerminan komitmen masa depan GBKP yang akan dipilih dan diwujudkan

pada periode 5 tahun. Visi dari GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) adalah

GBKP menjadi kawan sekerja Allah untuk menyatakan rahmat Allah kepada

dunia. Dalam Bahasa Inggris: to be God’s fellow-workers to manifest God’s

mercy to the world (1 Korintus 3:9 dan I Petrus 2:9-10). Dalam bahasa Karo

diartikan sebagai “GBKP aron Dibata guna jadi pasu-pasu man isi doni”.

44

Universitas Sumatera Utara


2. Misi GBKP (Gereja Batak Karo Protestan)

Misi merupakan maksud khas atau unik dan mendasar yang membedakan

sebuah organisasi lain serta mengidentifikasikan ruang lingkup program/kegiatan

organisasi, tindakan untuk mewujudkan visi organisasi, artikulasi kemampuan

instansi untuk dapat melakukan tugas dan fungsinya. Yang menjadi misi dari

GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) adalah:

a. Turut serta dalam karya penyelamatan Allah di dan bagi dunia dengan

melaksanakan persekutuan, kesaksian, dan pelayanan.

b. Menumbuhkembangkan spritualitas berbasis Alkitab.

c. Menegakkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan Allah.

d. Menggali dan menumbuhkembangkan potensi jemaat.

e. Memperkuat semangat gotong royong antar sesama jemaat dan

masyarakat.

3.2.2 Struktur dan Susunan Organisasi GBKP (Gereja Batak Karo

Protestan)

Struktur organisasi diperlukan untuk membedakan batas-batas wewenang

dan tanggungjawab secara sistematis yang menunjukkan adanya

hubungan/keterkaitan antara setiap bagian untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan struktur organisasi akan menggambarkan secara jelas mengenai

pembagian dan pembatasan antara tugas, wewenang, dan tanggungjawab setiap

orang dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan setiap bagian dan tujuan

45

Universitas Sumatera Utara


organisasi itu dengan cara yang paling efektif. Struktur organisasi ini mengandung

unsur-unsur spesialisasi kerja. Berikut uraian struktur organisasi dan kemudian

menyajikan dalam bentuk bagan.

Struktur Organisasi Moderamen GBKP (Gereja Batak Karo Protestan)

adalah sebagai berikut:

Ketua umum
Moderamen

Sekretaris Bendahara
Umum Umum

Wakil
Sekretaris
Umum

Kepala Kepala Kepala Kepala


Kepala Kepala
Bidang Bidang Bidang Bidang
Bidang Bidang
Bidang Diakonia Dana dan SDM Pembinaan
Marturia Koinonia
Usaha

Gambar 2 : Struktur Organisasi Kepengurusan Moderamen GBKP

Susunan Kepengurusan Moderamen GBKP

Ketua Umum Pdt.Agustinus P.Purba, S.Th,Ma

46

Universitas Sumatera Utara


Ketua Bid.Marturia Pdt. Kongsi Kaban,S.Th

Ketua Bid. Koinonia Pdt. Krismas Imanta Barus, S.Th

Ketua Bid. Diakonia Pdt. Rosmalia Br Barus, S.Th

Ketua Bid. Dana Dan Usaha Dk.Khristiani Br Ginting

Ketua Bid.Pembinaan Pdt. Yunus Bangun, S.Th

Ketua Bid.SDM Pdt. Sarianto Purba, S.Th

Sekretaris Umum Pdt. Rehpelita Ginting, S.Th

Wakil Sek.Umum Pt. Jetra Sembiring

Bendahara Umum Pt. Mulia Perangin-Angin

1. Bidang Marturia

1.1 Kondisi dan Permasalahan

Kehidupan warga gereja pada dasarnya adalah panggilan untuk

bersaksi kepada seluruh umat manusia di manapun mereka berada.

Pelayanan Marturia yang berintikan pekabaran injil dalam berbagai bentuk

haruslah menjadi kehidupan sehari-hari jemaat GBKP dan bukan hanya

tugas para pelayan khusus (pendeta, diaken, dan pertua). Sifat pekabaran

injil juga harus dilakukan dengan “bijak” dalam arti tidak memiliki potensi

konflik karena di negara yang masyarakatnya memiliki keimanan yang

sangat majemuk, masalah kesaksian/pekabaran injil menjadi sangat peka.

GBKP dalam struktur organisasinya telah memiliki sejumlah badan

pelayanan marturia yaitu PI ke dalam dan PI ke luar (Evanglisasi), Wisata

47

Universitas Sumatera Utara


Rohani Buluh Awar, DAI, Varia GBKP, dan lain-lain. Badan-badan

pelayanan Marturia lainnya akan ditambahkan sesuai kebutuhan.

Walaupun badan-badan Pelayanan Marturia telah ada serta kegiatan

pekabaran injil dan bersaksi terus menerus dilakukan baik pada wilayah

runggun, klasis dan sinode, namun pelayanan marturia oleh jemaat GBKP

hingga kini masih belum membudaya. Berbagai pola pekabaran injil telah

dicoba seperti pengadaan desa binaan, dialog antar iman dan lain-lain,

namun belum ditemukan pola pelayanan yang cukup efektif. Keterlibatan

jemaat masih berdasarkan kesadaran masingmasing dan tidak sedikit

jumlah jemaat yang memandang pelayanan marturia sebagai kewajiban

teologis. Tenaga-tenaga detaser yang dibina GBKP sebagai tenaga

pekabaran injil ke daerah-daerah sasaran sebagian besar belum memiliki

kompetensi. Di samping itu, GBKP juga belum memiliki sistem dan pola

pelayanan yang komprehensif antara runggun, klasis, dan sinode. Jika

kondisi seperti ini tidak segera diatasi maka tumbuhnya budaya

bermarturia pada jemaat GBKP akan sulit diharapkan.

1.2 Tujuan / Sasaran

Menumbuhkembangkan budaya bermarturia dalam organisasi GBKP

yang ditandai dari kehidupan gereja dan jemaatnya sarat dengan kegiatan

kesaksian dan pekabaran injil baik di lingkungan masing-masing maupun

di luar lingkungannya pada setiap kesempatan yang tersedia dengan

metode dan cara yang tidak menimbulkan konflik di masyarakat.

1.3 Indikator Kinerja

48

Universitas Sumatera Utara


Meningkatnya persentase yang signifikan jumlah warga GBKP yang

memperlihatkan cara hidup atau kehidupan bermasyarakat yang kristiani

dan layak ditiru, serta aktif dan proaktif dalam kegiatan-kegiatan marturia

(kaya dengan nilai- nilai marturia). Ia menunjukkan cara hidup yang

bertanggungjawab serta mampu membawa kebaikan bagi orang lain, dan

semangat bermarturia semakin meningkat, dan sesuai dengan konfesi

GBKP.

Program-Program Pokok Pelayanan

a) Menyusun rencana induk pelayanan pekabaran injil/bersaksi secara

komprehensif antara wilayah runggun, klasis, dan sinode.

b) Meningkatkan keterampilan warga dan tenaga-tenaga pelayan khusus

dalam bermarturia melalui proses pembimbingan, konsultasi dan

pelatihan.

2. Bidang Koinonia

2.1 Kondisi dan Permasalahan

Di lingkungan GBKP, pelayanan di bidang koinonia diartikan sebagai

seluruh upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan interaksi positif dalam

komunitas GBKP. Tujuannya ialah terbangunnya komunitas GBKP di

mana setiap individu dan kelompok yang ada di dalamnya menunjukkan

sikap saling memberi, dan secara aktif/proaktif mengambil bagian dalam

setiap aktifitas yang terkait dengan kepentingan komunitas dan gereja.

Secara garis besar, pelayanan koinonia mencakup tiga aspek persekutuan

yaitu pembaharuan, pembangunan dan pemersatuan.

49

Universitas Sumatera Utara


Aspek pembaharuan gereja meliputi pembaharuan pola pikir dan gaya

hidup komunitas serta pola kelembagaan gereja sehingga semakin sesuai

dengan nilainilai kristiani yang merupakan inti dari pelayanan GBKP.

Aspek pembangunan gereja meliputi perwujudan gereja sebagai tubuh

Kristus di mana para jemaat memiliki kesatuan iman dan pengetahuan

yang benar tentang Kristus sebagai anak Allah. Pembangunan gereja

dilaksanakan melalui pemanfaatan seluruh nilai budaya, pengetahuan,

keterampilan dan pengalaman modern yang positif bagi penguatan gereja

sebagai tubuh Kristus. Aspek pemersatuan meliputi panggilan untuk

menunjukkan diri (gereja) sebagai keesaan dalam Tuhan secara lebih nyata

sehingga efektif menjadi saksi bagi dunia.

GBKP telah memiliki sejumlah badan pelayanan koinonia yaitu

KAKR, Moria, Permata, Mamre, Lansia, dan Pastoral Konseling. Tidak

tertutup kemungkinan GBKP akan terus menambah badan-badan

pelayanan koinonia lainnya jika dipandang penting. Namun demikian,

kondisi yang dihadapi ialah sebagian besar badan-badan tersebut belum

menunjukkan perkembangan yang berarti. Perkembangan yang dimaksud

ialah peningkatan jumlah anggota berpartisipasi secara aktif dan

pertumbuhan nilai-nilai yang diharapkan dari pelayanan. Rendahnya

perkembangan tersebut disebabkan berbagai faktor antara lain lemahnya

manajemen pelayanan koinonia yang meliputi kemampuan dan

keterampilan melayani, tidak jelasnya program pelayanan, dan rendahnya

intensitas pelayanan.

50

Universitas Sumatera Utara


2.2 Tujuan dan Sasaran Pelayanan

Menumbuhkembangkan budaya berkoinonia dalam organisasi GBKP

yang ditandai dari meningkatnya jumlah warga GBKP dalam kegiatan-

kegiatan di bidang koinonia yang efektif menstimulasi warga GBKP

lainnya untuk melakukan hal yang sama

2.3 Indikator Kinerja

Meningkatnya persentase jumlah yang signifikan dari jemaat GBKP

terlibat secara aktif dan proaktif dalam kegiatan-kegiatan di bidang

Koinonia. Bergiat melibatkan diri dalam kegiatan koinonia yang

meneguhkan iman, persekutuan, dan kerinduan untuk bersekutu.

2.4 Program-program Pokok Pelayanan

a) Meningkatkan kesadaran jemaat dalam berkoinonia.

b) Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan jemaat dalam

berkomunikasi massa (mass communication).

c) Mempersiapkan modul-modul koinonia yang dapat dijadikan penuntun

bagi jemaat dalam berkoinonia.

3. Bidang Diakonia

3.1 Kondisi dan Permasalahan

51

Universitas Sumatera Utara


Sejarah perjalanan GBKP sangat kental dengan pelayanan

diakonia. Hingga saat ini GBKP telah memiliki sejumlah unit yang

menjadi sasaran pelayanan berdiakonia, beberapa di antaranya telah

mendapat dukungan pemerintah. Badan pelayanan yang telah ada saat ini

ialah Alpa-Omega, Pusat Pelayanan Orangtua Sejahtera, Badan Pelayanan

Kesehatan GBKP dan HIV/AIDS-NAPZA, Panti Asuhan Gelora Kasih,

dan satu yayasan: Yayasan Ate Keleng/Parpem GBKP (PT BPR Pijer Podi

Kekelengen, CU).

Sesuai dengan orientasi misi GBKP yang bersifat universal,

pelayanan diakonia GBKP harus mencakup internal dan eksternal GBKP

dan juga mencakup pelayanan domestik dan pelayanan global. Dengan

kapasitas dan sumberdaya yang dimiliki, pelayanan diakonia GBKP secara

umum telah cukup menggembirakan terutama pelayanaan internal GBKP

dan domestik. Kontribusi GBKP dalam penanggulangan berbagai bencana,

yang terbaru adalah erupsi Gunung Sinabung walaupun tetap harus

ditingkatkan merupakan contoh nyata besarnya komitmen GBKP terhadap

pelayanan diakonia. Namun, pada pelayanan diakonia masih lebih

menunjukkan sifat charity dan bukan pemberdayaan (empowerment).

Pelayanan yang bersifat charity ini akan menimbulkan ketergantungan

yang berkepanjangan. Pada pelayanan tataran global, GBKP masih dapat

disebut dalam keadaan absen. Beberapa faktor yang menyebabkan

rendahnya pelayanan diakonia baik secara internal, maupun eksternal

(domesik dan global) ialah sebagai berikut:

52

Universitas Sumatera Utara


a) Internal GBKP: Kurangnya tenaga-tenaga pelayanan kompeten

(terampil dan memiliki komitmen tinggi) untuk pemberdayaan

baik pada wilayah runggun, klasis maupun sinode.

b) Domestik: Kurangnya tenaga-tenaga pelayan yang memiliki

kecakapan dan kemauan melayani masyarakat bermasalah

c) Wilayah global: Langkanya tenaga-tenaga pelayan profesional

wilayah global yang dimiliki GBKP, rendahnya keterlibatan

GBKP dalam membangun dan memanfaatkan jejaring

internasional.

3.2 Tujuan dan Sasaran Pelayanan

Menumbuhkembangkan budaya berdiakonia dalam organisasi GBKP

yang ditandai dari kehidupan gereja dan jemaatnya yang kaya dengan

kegiatan berdiakonia di dalam dan di luar lingkungan GBKP tanpa

membedakan suku, agama, ras, daerah, dan bangsa)

3.3 Indikator Kinerja

a) Meningkatnya jumlah warga GBKP yang berpartisipasi secara aktif dan

proaktif dalam berdiakonia di lingkungan GBKP. Spontanitas warga

jemaat dalam Kepedulian di bidang kemanusiaan misanya bencana alam,

kelaparan, kemiskinan, penyakit social, disabilitas dan masalah

kemanusiaan lainnya

b) Meningkatnya kepedulian kontribusi GBKP secara organisasi dan

partisipasi yang aktif dan proaktif warga GBKP dalam berdiakonia di luar

lingkungan GBKP. Kepedulian di bidang kemanusiaan misanya bencana

53

Universitas Sumatera Utara


alam, kelaparan, kemiskinan, penyakit sosial, disabilitas dan masalah

kemanusiaan lainnya

3.4 Program-Program Pokok Pelayanan

a) Penataan sistem administrasi dan manajemen diakonia GBKP yang

meliputi tata cara/prosedur, organisasi, sistem evaluasi dan pengendalian,

penjaringan informasi, dan lain-lain.

b) Penguatan nilai-nilai diakonia yang produktif warga GBKP melalui proses

sosialisasi yang efektif.

c) Membangun kerjasama antar gereja dalam membangun jejaring informasi

terkait diakonia di luar GBKP (dalam dan luar negeri)

4. Bidang Dana dan Usaha

4.1 Kondisi dan Permasalahan

GBKP sebagai sebuah lembaga pemberdayaan jemaat dalam arti luas

sangat membutuhkan jaminan ketersediaan dana baik untuk pembiayaan

programprogram pembangunan dan pelayanannya maupun untuk

pembiayaan rutin yang volumenya meningkat dari tahun ke tahun.

Pembiayaan program pembangunan meliputi pengeluaran antara lain untuk

pengadaan fisik (antara lain bangunan, kendaraan dan perlengkapan gereja).

Pembiayaan pelayanan meliputi pengeluaran untuk pelaksanaan tritugas

gereja dengan segala kelengkapan pendukungnya. Pembiayaan rutin

meliputi antara lain pembiayaan administrasi, kesejahteraan pendeta dan

lain-lain.

54

Universitas Sumatera Utara


Hingga saat ini sumber-sumber dana GBKP sebagian besar adalah

kontribusi jemaat walaupun juga sebagian bersumber dari berbagai aktivitas

produksi di wilayah Runggun dan Sinode semakin berkembang. Namun

sangat disadari bahwa ke dua sumber pendanaan tersebut masih sangat

terbatas. Kontribusi jemaat misalnya bersumber dari kolekte, persembahan

persepuluhan, ucapan syukur, kontribusi jemaat untuk pembangunan

sarana/PI/diakonia, pesta panen, acara khusus pengumpulan dana dan lain-

lain. Aktivitas produksi yang menjadi sumber dana GBKP antara lain Usaha

Perkebunan, Percetakan (Abdi Karya), Asrama Maranatha, dan lain-lain.

Terbatasnya penerimaan GBKP dari sumber-sumber tersebut

mengakibatkan program-program pembangunan GBKP yang terkait dengan

pembangunan, pelayanan tritugas gereja serta kesejahteraan personalia

menjadi sangat terbatas (sulit ditingkatkan). Beberapa pokok permasalahan

pada sumber-sumber penerimaan di atas antara lain ialah:

a) Kontribusi jemaat :

Belum meratanya kesadaran jemaat untuk memberikan kontribusi sebagai

bagian dari kewajiban iman Hal ini terlihat dari rendahnya persentase jemaat

yang berkontribusi dan juga kecilnya jumlah kontribusi rata-rata. Sebagian

jemaat juga masih berada pada posisi kelompok ekonomi kurang mampu.

b) Usaha produksi :

55

Universitas Sumatera Utara


Belum tumbuhnya profesionalisme dan kewirausahaan

(enterpreneurship) dalam pengelolaan unit-unit usaha produksi yang

dikelola Moderamen. Rendahnya keterlibatan jemaat dalam menjalankan

usaha berbasis kewirausahaan (enterpreurial business). Karena

ketersediaan dana GBKP sangat strategis maka upaya-upaya yang lebih

efektif perlu diambil agar pencapaian visi sebagai bentuk tanggung jawab

GBKP kepada seluruh jemaat tidak terhambat.

4.2 Tujuan dan Sasaran Pelayanan

Menumbuhkan dan mengembangkan minat dan bakat warga gereja

dalam kewirausahaan agar termotivasi untuk memanfaatkan semua potensi

yang dimilikinya baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam

dalam kegiatan produksi atau jasa yang digemari masyarakat luas dan

bernilai ekonomi. Dari nilai ekonomi yang diperoleh, warga bersangkutan

tidak hanya berhasil dalam meningkatkan kesejahteran keluarga tetapi

memberikan kontribusi kepada gereja.

4.3 Indikator kinerja

a) Bertambahnya jumlah jemaat GBKP yang berwirausaha secara

professional.

b) Meningkatnya penerimaan finansial gereja baik dari hasil kerja

produktif mereka maupun dari kontribusi jemaat.

c) Semakin tingginya persentase jumlah jemaat memberikan kontribusi

sebagai janji iman.

d) Meningkatnya pemasukan kas umum GBKP untuk semua tingkatan.

56

Universitas Sumatera Utara


4.4 Program-Program Pokok Pelayanan

Untuk menumbuhkan minat dan bakat warga gereja dalam

berwirausaha, serta memanfaatkan semua potensi yang ada secara

produktif maka pelayanan yang dilakukan ialah

a. Pembinaan dan peningkatan jiwa kewirausaan (enterpreneurship)

para jemaat khususnya para pemuda (Permata) GBKP

b. Memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan berempati kepada

jemaat untuk menumbuhkan kesadaran yang lebih tinggi terhadap

tanggung jawab dalam kontribusi dana kepada gereja

c. Menyelenggarakan lokakarya UKM dalam bidang produksi,

keuangan, manajemen dan lain-lain bagi jemaat yang memiliki

potensi

d. Menyelenggarakan berbagai program diklat dan percontohan

disektor pertanian bagi para jemaat petani dipedesaan

e. Menyelenggarakan kunjungan warga GBKP yang pelaku UKM ke

perusahaan/lembaga yang sukses mengembangkan UKM

f. Mempersiapkan tenaga-tenaga pendamping/pembimbing yang

profesional bagi UKM jemaat yang membutuhkan

g. Menyediakan dan menyebarluaskan informasi tentang UKM dalam

semua sektor usaha seperti pertanian, usaha industri, dan jasa melalui

berbagai media seperti brosur / leaflet kewirausahaan dalam

berbagai sektor.

5. Bidang Pembinaan

57

Universitas Sumatera Utara


5.1 Kondisi dan Permasalahan

Kegiatan pembinaan warga merupakan salah satu kegiatan yang paling

strategis dalam sebuah organisasi termasuk organisasi gereja. Semakin

kencangnya perubahan lingkungan eksternal gereja terutama sejak

diberlakukannya perdagangan bebas baik pada wilayah regional maupun

wilayah global semakin tinggi pula peluang dan sekaligus ancaman yang

dihadapi oleh gereja tidak terkecuali GBKP. Oleh karena itu GBKP harus

bersifat proaktif dalam mengakses informasi dan menyaring informasi

tersebut secara cermat untuk dikomunikasikan kepada jemaat dan juga

untuk dimanfaatkan dalam penyusunan program dan kebijakan gereja.

GBKP akan survive bahkan akan berkembang pesat apabila mampu

mengantisipasi berbagai dampak positif dan negatif yang ditimbulkan

oleh perubahan tersebut tepat waktu dan sebaliknya akan mengalami

“keterpurukan” apabila gagal meresponnya.

Untuk efektif dalam melakukan kegiatan-kegitan di bidang pembinaan,

GBKP memiliki badan-badan pelayanan yang meliputi: Litbang, PPWG,

Retreat Center, KWK, Kategorial Profesi, dan lain-lain bisa ditambahakan

menurut kebutuhan. Hingga saat ini GBKP belum memiliki sistem yang

efektif dalam menjaring data dan informasi yang ditimbulkan oleh

perubahan-perubahan strategis dalam lingkungan internal dan eksternal

GBKP, mengolah dan menganalisis masalahmasalah serta berbagai

kecenderungan yang ditimbulkannya. Hal ini berakibat berbagai kebijakan

/ keputusan yang perlu diambil oleh manajemen GBKP sering terlambat

58

Universitas Sumatera Utara


dan kurang efektif. Sebagai organisasi yang berada dalam lingkungan yang

sangat dinamis, kegiatan pembinaan merupakan sebuah kebutuhan untuk

dijadikan ujung tombak dalam melakukan trobosan dalam menangani

perubahan di lingkungan internal dan eksternal yang dapat dipastikan tidak

akan pernah berhenti bahkan dengan intensitas yang semakin meningkat.

5.2 Tujuan dan Sasaran Pelayanan

Tujuan pelayanan bidang pembinaan ialah menggali, mengolah/

menganalisis dan menyajikan berbagai informasi strategis yang bersumber

dari lingkungan internal maupun eksternal secara berkelanjutan yang

dibutuhkan oleh GBKP dalam meningkatkan “daya saing” sehubungan

dengan perubahan lingkungan eksternal gereja yang semakin cepat.

Dengan informasi tersebut diharapkan GBKP akan semakin akurat dalam

merumuskan kebijakan untuk pembinaan dan pemberdayaan seluruh

perangkat gereja serta para jemaat sehingga mereka akan semakin mawas

diri dan lebih terarah dalam melaksanakan kehidupan sosial ekonomi

mereka di tengah persaingan yang semakin kompleks.

5.3 Indikator Kinerja

a. Meningkatnya jumlah hasil-hasil penelitian yang digali dari

lingkungan internal dan eksternal GBKP dan relevan dengan

strategi pengembangan GBKP dalam 5 tahun ke depan

b. Meningkatnya jumlah program dan kebijakan manajerial GBKP

yang berbasis kepada hasil-hasil penelitian.

59

Universitas Sumatera Utara


c. Tersedianya data dan informasi yang dibutuhkan oleh para jemaat

untuk pemberdayaan diri (self empowering) dalam menjalani

kehidupan sosial ekonomi mereka

d. Meningkatnya program-program pembinaan perangkat gereja dan

para warga baik dalam bidang budaya, politik, teknologi, etika,

ekonomi dan sosial yang berbasis pada data dan informasi yang

dihasilkan oleh kegiatan penelitian dan pengembangan

5.4 Program-Program Pokok Pelayanan

Untuk meningkatkan pelayanan dalam bidang pembinaan maka

program-program pokok yang dibutuhkan dalam 5 tahun ke depan ialah:

a. Penataan ulang organisasi yang menangani kegiatan penelitian dan

pengembangan yang meliputi struktur, personalia, uraian tugas,

mekanisme pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan dan

pembinaan, penyebarluasan informasi (information dissemination),

penganggaran, dan lain-lain.

b. Mensosialisasikan peran dan fungsi penelitian, pengembangan, dan

pembinaan kepada seluruh perangkat gereja dan juga para jemaat

dengan memanfaatkan runggun dan klasis untuk memberikan

pemahaman dan dukungan kepada kegiatan penelitian,

pengembangan dan pembinaan. Hal ini sangat penting karena

mereka akan menjadi salah satu sumber informasi dan juga

menjadi objek pembinaan kegiatan penelitian dan pengembangan

dan pembinaan.

60

Universitas Sumatera Utara


c. Pemberdayaan organ-organ penelitian, pengembangan dan

pembinaan dalam penyusunan program dan kegiatan penelitian,

pengembangan dan pembinaan.

d. Penyusunan roadmap penelitian dan pengembangan 5 tahun ke

depan yang sejalan dengan strategi GBKP

6. Bidang Sumber Daya Manusia

6.1 Kondisi dan Permasalahan

Sumberdaya manusia GBKP pada dasarnya ialah seluruh warga

GBKP baik secara individu maupun kelompok yang secara formal adalah

anggota GBKP. Pengertian sumberdaya manusia tidak terbatas hanya pada

fisik tetapi jauh lebih luas yaitu mencakup seluruh potensi (pengetahuan,

keterampilan, kepemimpinan, pengalaman, kearifan, kejujuran, dan lain-

lain) sehingga layak dipandang sebagai sumberdaya yang efektif

menggerakkan GBKP dalam mewujudkan visinya. Karena GBKP adalah

lembaga pemberdaya jemaat maka secara garis besar sumberdaya manusia

yang dimaksud dapat dikelompokkan atas dua bagian besar yaitu

kelompok pemberdaya (empowering group) dan kelompok sasaran atau

kelompok yang diberdayakan (target group). Kelompok pemberdaya

meliputi para Diaken, Pertua dan Pendeta, serta seluruh tenaga

administrasi organisasi GBKP sedangkan kelompok sasaran ialah seluruh

warga yang terdaftar di wilayah Runggun.

Walaupun berperan sebagai kelompok pemberdaya, dalam

kenyataan kelompok ini sebagaimana halnya dengan kelompok sasaran,

61

Universitas Sumatera Utara


masih banyak mengalami masalah, tidak hanya dalam kaitan dengan

fungsinya di gereja tetapi juga dalam hal tanggungjawab sebagai warga

negara khususnya dalam bidang politik. Secara lebih rinci, masalah-

masalah yang masih ditemukan adalah sebagai berikut :

a. Warga

Walaupun warga secara umum adalah target group dari

pemberdayaan gereja, mereka pada dasarnya adalah kelompok dinamis

yang memiliki potensi memotivasi diri (self motivating) untuk hidup

(menunjukkan jati diri) sebagai jemaat yang kristiani di masyarakat.

Corak kehidupan jemaat di masyarakat merupakan gambaran utuh dari

mutu gereja di mata masyarakat. Secara umum, para jemaat belum

menunjukkan corak kehidupan yang kristiani secara nyata dilihat dari

unsur keimanan, pengharapan, kasih di tengah-tengah masyarakat.

Dalam banyak aspek kehidupan masyarakat, prilaku jemaat GBKP

hampir tidak dapat dibedakan dari perilaku anggota masyarakat lain

termasuk dalam melaksanakan hak dan tanggungjawab politik yang

sering menunjukkan contoh yang buruk. Rendahnya mutu pembinaan

gereja, pengajaran (khotbah) pendeta, ruwetnya masalah ekonomi

sebagian besar keluarga jemaat dan kurangnya penggembalaan oleh

Pertua dan Diaken dalam kehidupan jemaat merupakan faktor-faktor

penyebab masalah pada jemaat.

b. Pertua / Diaken

62

Universitas Sumatera Utara


Walaupun peran dan fungsi Pertua dan Diaken tidak identik dengan

pendeta, kelompok fungsional ini juga berada pada wilayah strategis

(berdampak besar dalam jangka panjang). Karena Pertua dan Diaken

berasal dari jemaat dan hidup, tinggal, dan bergaul bersama jemaat

maka merekalah yang paling memahami situasi dan permasalahan

jemaat. Hal ini merupakan peluang besar bagi Pertua dan Diaken

dalam meningkatkan kualitas pelayananya kepada jemaat dan

memotivasi mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam seluruh

aktifitas gereja. Dalam kenyataan, secara umum harapan yang

demikian belum terjadi. Para Pertua dan Diaken masih belum memiliki

atau menunjukkan sifat pelayan atau gembala bagi jemaat. Salah satu

butir tugas Pertua dan Diaken seperti tertera dalam Tata Gereja yaitu

menjadi teladan, pembimbing dan pendorong warga gereja dalam

pertumbuhan menuju kedewasaan iman dalam kehidupan yang

bersaksi, bersekutu dan melayani secara umum kenyataannya masih

jauh dari harapan.

Seperti halnya Pendeta, permasalahan yang terkait dengan Pertua

dan Diaken juga bersumber dari faktor internal dan eksternal. Masalah

yang bersumber dari faktor internal ialah rendahnya kesadaran

/komitmen Pertua dan Diaken terhadap tugas dan tanggungjawab yang

harus diemban. Padahal sebagian besar diaken/pertua dipilih karena

mereka mencalonkan diri secara antusias yang kelihatannya seperti

penuh kesadaran terhadap tugas dan tanggung jawab penggembalaan

63

Universitas Sumatera Utara


jemaat. Masalah yang bersumber dari faktor eksternal ialah kurangnya

pembinaan Pertua dan Diaken melalui programprogram peningkatan

mutu pelayanan termasuk pelatihan untuk peningkatan motivasi

berprestasi dan keterampilan berkomunikasi di masyarakat.

c. Pendeta

Para pendeta merupakan kelompok fungsional yang strategis di

gereja. Masyarakat pada umumnya melihat pendeta dan kehidupannya

sebagai cerminan dari gereja bersangkutan. Sehubungan dengan itu

jemaat sangat menuntut agar para pendeta memiliki nilai lebih dari

kelompok fungsional lainnya dalam banyak hal seperti

kepemimpinan, kemampuan pengajaran, pengembalaan, keterampilan

teknikal (berkhotbah/berkomunikasi), teamworking, tidak terkecuali

pengetahuan teologi, pengetahuan umum (ekonomi, sosial, budaya dan

lain-lain) termasuk dalam menjalankan hak dan tanggung jawab politik

yang terkait dengan kebutuhan pembinaan jemaat. Terhadap hal-hal di

atas, para pendeta GBKP masih dirasakan adanya kendala baik pada

faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal terkait dengan

masih rendahnya motivasi pendeta untuk pemberdayaan diri (self

empowering) dalam hal-hal sesuai dengan lingkup dan besarnya

tanggung jawab yang harus diemban. Faktor eksternal terkait dengan

lemahnya pembinaan pendeta melalui program-program Sinodal baik

dalam hal materi, frekuensi dan jenjang pembinaan. Akibat

kelemahan-kelemahan di atas secara umum, acceptability (pengakuan

64

Universitas Sumatera Utara


jemaat secara informal dan jujur atas prestasi kerja pendeta) belum

dirasakan. Padahal, faktor acceptability sangat menentukan

keberhasilan Pendeta dan GBKP dalam membina dan menggerakkan

jemaat dalam mewujudkan visi gereja.

d. Pegawai

Dukungan para pegawai terhadap kelancaran roda GBKP dalam

menjalankan misinya tidak dapat dikatakan kecil karena merekalah

yang menjamin ketertiban dan keteraturan sistem-sistem administasi

GBKP. Dengan berjalannya waktu yang memberikan beban yang

semakin berat kepada GBKP maka sistem administrasi GBKP juga

semakin kompleks dan berubah semakin cepat. Sehubungan dengan

itu, kapasitas para pegawai yang menjadi ujung tombak sistem

administasi GBKP juga harus secara berkala ditingkatkan. Peningkatan

kapasitas harus berkaitan dengan penguasaan sistem administrasi

berbasis teknologi, kemampuan berkomunikasi secara profesional dan

tidak kalah pentingnya ialah pengembangan wawasan.

6.2 Tujuan dan Sasaran Pelayanan

Menumbuhkembangkan kualitas sumberdaya manusia GBKP

(Pendeta, Pertua, Diaken, dan jemaat) sesuai dengan tuntutan tugas

pokok dan fungsinya dalam lembaga gereja GBKP yang meliputi:

1. Meningkatkan kepatuhan seluruh kelompok administratif dan

fungsional GBKP (pimpinan gereja, pendeta, pertua, diaken, pegawai

65

Universitas Sumatera Utara


dan lain-lain) terhadap tata aturan gereja dalam semua lingkup baik

dalam proses kepersonaliaan yang meliputi rekruitmen, penempatan,

mutasi, pendidikan dan latihan, promosi/demosi, remunerasi, dan lain-

lain.

2. Menumbuhkan sikap dan komitmen Pendeta, Pertua dan Diaken

terhadap peningkatan kualitas dalam pelaksanaan tugas-tugas

pelayanan

3. Meningkatkan kesadaran jemaat GBKP terhadap seluruh

tanggungjawab dalam berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan gereja.

4. Menumbuhkan kesadaran berpolitik yang berkualitas pada seluruh

jemaat GBKP dan menstimulasi munculnya pemimpin dari jemaat.

5. Menumbuhkan jiwa kewirausahaan.

6.3 Indikator Kinerja

a. Meningkatnya kualitas khotbah para Pendeta di mimbar, dan pelayanan

khusus pendeta kepada jemaat (acara pemberkatan, pembinaan khusus

keluarga, penggembalan jemaat dan lain-lain)

b. Meningkatnya kualitas Pertua dan Diaken dalam pelayanan jemaat baik

dalam penyiapan acara Kebaktian Minggu, PJJ, sakramen, pemberkatan

perkawinan, konflik dan penggembalaan di lingkungan jemaat dan lain-

lain)

c. Meningkatnya persentase signifikan jumlah jemaat yang berpartisipasi

aktif dan proaktif dalam kegiatan-kegiatan gereja (Kebaktian Minggu,

PJJ, acaraacara rutin dan non-rutin gereja).

66

Universitas Sumatera Utara


d. Meningkatnya persentase signifikan jumlah jemaat dan jumlah dana yang

bersumber dari kontribusi aktif dan proaktif (kolekte kebaktian,

ungkapan rasa syukur, pesta panen, kewajiban persepuluhan,

penggalangan dana khusus dan lain-lain) untuk pendanaan program dan

kegiatan gereja.

e. Menurunnya jumlah konflik-konflik horizontal dan vertikal yang tidak

produktif pada semua wilayah organisasi GBKP (PJJ, runggun, klasis

dan, sinode)

f. Meningkatnya partisipasi umat GBKP dalam proses politik (memilih dan

dipilih) secara bermartabat baik pada wilayah nasional maupun wilayah

daerah.

6.4 Program-Program Pokok pelayanan

a. Penataan ulang sistem administrasi kepegawaian GBKP berbasis kinerja

yang meliputi sistem rekruitmen, pendidikan dan latihan, mutasi, promosi

dan demosi, remunerasi untuk pegawai, pendeta, dan lain-lain.

b. Pembentukan kelompok-kelompok kerja rekonsiliasi baik pada wilayah

runggun, klasis, dan sinode untuk penanganan masalah-masalah konflik

dan perilaku yang tidak produktif yang disesuaikan dengan kebutuhannya.

c. Menyelenggarakan pelatihan peningkatan motivasi berprestasi

(Achievement Motivation Training) bagi para pendeta, diaken/pertua.

d. .Menyelenggarakan workshop dalam bidang softskill dan hardskill bagi

para diaken, pertua, dan pendeta dalam berbagai hal seperti organisasi dan

67

Universitas Sumatera Utara


manajemen, aplikasi teknologi informasi, pelayanan yang produktif,

politik dan lain-lain.

e. Menyelenggarakan pembinaan dalam bentuk ceramah, seminar dan

lainnya secara periodik bagi seluruh jemaat GBKP untuk meningkatkan

kualitas jemaat dalam berteologi serta pengetahuan umum, keterampilan

dalam pemeliharaan kesehatan, partisipasi politik dan lain-lain

f. Menyediakan dan menyebarluaskan kepada jemaat berbagai buku bacaan,

majalah, leaflet praktis tentang manusia berkualitas di hadapan Tuhan

68

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PENYAJIAN DATA PENELITIAN

Pada Bab ini peneliti akan menyajikan data menggunakan metode

kualitatif dengan teknik observasi dan wawancara secara mendalam dan

penyertaan dokumentasi.

Wawancara sebagai salah satu cara untuk memperoleh data primer dari

sebuah penelitian, wawancara secara mendalam ini dilakukan kepada narasumber

yaitu Pengurus Moderamen GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) untuk

mengetahui pendapat menegenai Peranan Moderamen GBKP Dalam Perbaikan

Kualitas Hidup Korban Erupsi Gunung Sinabung. Adapun informan dalam

penelitian ini terdiri dari informan kunci, informan utama dan informan tambahan.

Informan kunci adalah Ketua Moderamen GBKP, sedangkan informan utama

terdiri dari Ketua Bidang Diakonia dan Ketua Komisi Penanggulangan Bencana

GBKP dan informan tambahan merupakan pengungsi erupsi Gunung Sinabung.

4.1 Karateristik Informan Penelitian

Adapun data-data yang disajikan terdiri dari empat bagian, yaitu

karakteristik informan penelitian yang mencakup mengenai usia, jenis kelamin,

pendidikan terakhir dan jabatan. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk

pertanyaan dan jawaban yang terkait dengan Peranan Moderamen Terhadap

Perbaikan Kualitas Hidup Pengungsi Erupsi Gunung Sinabung. Pertanyaan-

69

Universitas Sumatera Utara


pertayaan yang diajukan kepada informan merupakan pertanyaan yang berasal

dari pedoman wawancara yang penulis telah susun sebelumnya, namun dalam

pelaksanaan wawancara yang penulis lakukan pertanyaan-pertanyaan tersebut

mengalami pengembangan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian.

Dalam penyajian data, berdasarkan karakteristik informan penelitian,

peneliti membagi kedalam dua bagian, yaitu Pengurus Moderamen GBKP dan

pengungsi erupsi Gunung Sinabung. Berdasarkan pengambilan data di lapangan

diperoleh identitas informan Pengurus Moderamen GBKP yaitu :

Tabel 2 : Data Informan Pengurus Moderamen GBKP

No Nama Jabatan Usia Tingkat

Pendidikan

1 Pdt. Agustinus Ketua Moderamen 50 thn S2

Purba GBKP

2 Pdt. Rosmalia Ketua Bidang 55 thn S1

br Barus Diakonia

3 Pdt. Dormanis Ketua 46 thn S1

Pandia Penanggulangan

Bencana GBKP

Sumber : Penelitian skripsi 2016

Berdasarkan pengambilan data di lapangan diperoleh identitas informan

pengungsi erupsi Gunung Sinabung yaitu sebagai berikut dalam tabel:

70

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3: Data Informan Pengungsi Erupsi Gunung Sinabung

Nama Umur Pekerjaan Asal Desa

Ftimah br Tarigan 35 thn Petani Sigarang- garang

Ariston Sembiring 38 thn Petani Sigarang- garang

Diana br Tarigan 31 thn Petani Sigarang- garang

Sumber : Penelitian skripsi 2016

4.2. Wawancara dengan Pengurus Moderamen GBKP Dan Pengungsi

Gunung Sinabung

a) Persediaan Bahan Makanan Bagi Pengungsi

Pertanyaan yang diajukam oleh peneliti ialah seputar bagaimana

persediaan pemenuhan bahan makanan yang tersedia di posko pengunsi bencana

Gunung Sinabung?

Maka para pengungsi memberi jawaban, bahwa persediaan bahan makan di

posko pengungsian sudah cukup terpenuhi. Seperti yang disampaikan oleh ibu

Diana br. Tarigan yang menyatakan .

“Kebutuhan makanan di pengungsian sangat terpenuhi setiap harinya (3


kali sehari), bahkan sejak terjadinya letusan Gunung Sinabung di tahun
2010 Moderamen GBKP memenuhi kebutuhan makanan kepada
pengungsi erupsi Gunung Sinabung. Namun memang pada waktu tertentu
pernah juga pengungsi mengalami kekurangan bahan makanan seperti,
tidak adanya ikan atau sayuran untuk dikonsumsi, karena bantuan ikan
atau sayuran tergantung pada bantuan dari luar. Meskipun demikian

71

Universitas Sumatera Utara


Moderamen GBKP selalu mencukupkan dan mengusahakan stok
kebutuhan makanan setiap harinya di pengungsian.”

Lalu masih berbicara soal kebutuhan makanan di pengungsian, kembali peneliti

menanyakan soal yang terlibat melakukan kerjasama dengan Moderamen GBKP

dalam memenuhi kebutuhan makanan?

Maka secara umum jawaban dari para pengungsi ialah, Modramen GBKP

bekerja sama dengan seluruh Gereja Batak Karo Protestan di Indonesia maupun

gereja diluar GBKP dan diluar negeri untuk memberikan aksi diakonianya melalui

penyumbangan bahan makan, lalu bahan makanan tersebut di kirimkan melalui

Moderamen GBKP selanjutnya Moderamen GBKP yang akan menyalurkan ke

tiap posko pengungsi bencana Gunung Sinabung. Seperti yang dinyatakan oleh

Ariston Sembiring yang menyatakan

“Banyak bantuan kebutuhan makanan disalurkan melalui Moderamen


GBKP, bantuan makanan tersebut seperti sayuran, ikan, beras, dan
sebagainya. Bukan hanya bantuan dari jemaat GBKP itu sendiri tetapi
jemaat di luar GBKP pun banyak menyumbangkan bantuan kebutuhan
makanan”.

Pendapat ini juga di dukung oleh oleh Pdt. Agustinus Purba,yang mengatakan.

“Bantuan kebutuhan makanan ini banyak dibantu oleh jemaat gereja baik
GBKP maupun gereja lain. Kebutuhan makanan ini tidak hanya datang
dari Sumatera saja tetapi juga di luar Sumatera seperti Jawa dan Papua
bahkan dari luar negri sekalipun. Selain jemaat gereja, bantuan makanan
ini juga ikut terlibat kelompok agama lain seperti Buddha, Hindu dan
Islam”. Selain jemaat gereja yang terlibat dalam bantuan makanan,
tentunya Pemerintah pun ikut terlibat untuk memberikan bantuan karena
itu menjadi salah satu tanggungjawab dan tugas pemerintah. Bantuan lain
yang ikut terlibat walapun tidak rutin seperti perusahaan-perusahaan
BUMN, bank (BRI dan BNI), dan bantuan dari penyumbang lainnya.”

72

Universitas Sumatera Utara


Masih berkaitan dengan kebutuhan makanan di pengungsian, peneliti kemudian

bertanya siapakah yang bertanggungjawab dalam pembagian bantuan makanan di

pengungsian?

Maka Pdt. Rosmalia br Barus menjawab.

“Masing-masing posko memiliki koordinatornya untuk mengatur dan


membagikan melalui posko utama GBKP yang bekerja sama dengan
pengungsi di posko, selain itu jadwal untuk memasak makanan di
pengungsian pun sudah dibuat oleh pengungsi untuk dapat bekerjasama
dengan baik dalam membuat makan untuk seluruh pengungsi di posko
yang dimana nantinya kebutuhan makanan ini diberikan dari Moderamen
GBKP untuk dimasak oleh pengungsi.”

b) Persediaan Sarana Dan Prasarana Untuk Mengolah Bahan Makanan,


Penyediaan Pakaian dan Obat-obatan.

Melalui pernyataan diatas peneliti kembali menanyakan soal persediaan sarana

dan prasarana untuk mengolah bahan makanan di pengungsian?

Dalam hal secara umum persediaan akan sarana dan prasaran ini sudah cukup baik

seperti yang di nyatakan oleh Pdt. Rosmalia br Barus.

“Makanan dioalah sendiri oleh pengugsi dan mereka memiliki group


untuk bergantian memasak di posko pengungsian, selain itu di posko juga
ada sebagai administrasi yaitu pengurus posko itu sendiri untuk membuat
berita acara soal kebutuhan makanan. Jenis makanan yang diolah
tergantung apa yang disumbangkan dari pihak luar dan setiap satu
minggu sekali pengurus posko akan memeriksa bahan makanan di dapur.
Jika ada yang kurang untuk diolah maka pengurus posko akan
melaporkan dan membelikan kebutuhan makanan di pengungsian sesuai
dengan dana yang ada. Dengan mengolah bahan makanan ini maka
sarana dan prasarana seperti alat-alat dapur, gas, kompor, piring, gelas,
mangkung dan lain sebagainya sudah disediakan oleh Moderamen
GBKP”.

73

Universitas Sumatera Utara


Hal serupa juga di dukung oleh Pdt. Dormanis Pandia selaku Ketua Komisi

Pananggulangan Bencana yang berada di posko pengungsian GBKP yang

menyatakan

“Sarana dan prasarana sudah cukup lengkap dan dapur untuk memasak
sudah dibangun di tempat pengungsian yang sebelumnya dapur berada
dengan atap tenda dan berlantaikan tanah sudah dibangun dengan dapur
permanen. Dan sudah diresmikan oleh Moderamen GBKP, tinggal
pemindahan saja”

Selanjutnya peneliti kembali bertanya bagaimana dengan kebutuhan persediaan


pakaian untuk pengungsi?
Maka Pdt. Dormanis Pandia selaku Ketua Komisi Penganggulangan
Bencana, mengatakan
“Persediaan untuk pakaian ini tidak pernah disediakan maupun dibeli
oleh Moderamen GBKP untuk pengungsi, tetapi persediaan pakaian ini
melalui bantuan dari pihak luar”
Jika demikian peneliti kembali bertanya tentang persediaan kebutuhan akan obat-

obatan untuk pengugsi?

Maka secara umum para pengunsi mengatakan kebutuhan akan obat-

obatan memang sudah terpenuhi, namun obat-obatan yang tersedia hanya penyakit

ringan saja, tetapi kebutuhan obat-obatan untuk penyakit yang serius/ khusus tidak

ada tersedia di pengungsian maka jika pengungsi mengidap penyakip yang cukup

parah maka akan di rujuk ke rumah sakit. Pernyataan ini di bukung oleh ibu

Fatmah br. Tarigan yang mengatakan.

“Setiap pokso mempunyai klinik kesehatan untuk pengungsi dan bidan


yang bertugas di dalamnya. Kebutuhan akan obat-obatan masih kurang
maksimal karena pengungsi yang sakit hanya diberikan sekali makan obat

74

Universitas Sumatera Utara


dan obat-obatan sangat terbatas di klinik pengungsi. Selain itu petugas
kesehatan datang ke posko tidak secara rutin.”
Jika demikian persediaan untuk pengungsi yang terkena penyakit khusus atau

yang harus dirawat inap, secara umum tidak ada disediakan di posko pengungsian

tempat untuk yang terkena penyakit khusus atau yang harus dirawat inap dan di

antar ke rumah sakit dengan menggunakan ambulans GBKP. Pernyataan ini di

dukung oleh pernyataan Pdt. Agustinus Purba yang mengatakan.

“Di posko tidak ada tersedia tempat untuk rawat inap tetapi dirujuk ke
rumah sakit, Moderamen GBKP bekerjasama dengan Rumah Sakit
Efarina Kabanjahe. Pihak rumah sakit menerima rujukan dari posko
GBKP melalui surat rujukan yang sudah di stempel oleh posko GBKP”.

Penyataan ini juga di setujui oleh oleh Pdt. Rosmalia br Barus yang mengatakan.

“Saya sangat senang karena Rumah Sakit Efarina dapat bekerjasama dengan
baik dan menerima rujukan dari posko, dengan jenis penyakit seberat apapun
pasti pihak rumah sakit dapat menerima baik itu di ICU dan UGD. Selain itu
Moderamen GBKP juga bekerjasama dengan Rumah Sakit Assan Korea Selatan,
sampai saat ini sudah ada tiga orang yang dibawa ke Korea untuk melakukan
operasi yaitu operasi tangan, kaki dan telinga.”
Lalu peneliti bertanya kembali sehubungan dengan sosialisasi tentang bahaya
narkoba dan HIV- AIDS yang dilakukan oleh Moderamen GBKP kepada
pengungsi khususnya untuk anak- anak pengungsi ?

Maka oleh Pdt. Dormanis Pandia kemudian menjawab pertanyaan ini.

“Sosialisasi tentang bahaya narkoba dan HIV- AIDS sering dilakukan


pada awal tahun 2013, kegiatan ini tidak lagi dilakukan oleh Moderamen
GBKP hanya memberikan informasi tentang narkoba dan HIV- AIDS
dilakukan secara informal melalui ceramah tetapi secara khusus tidak
dilakukan lagi.”

75

Universitas Sumatera Utara


Jika demikian maka peneliti kembali bertanya dalam mengawasi hidup sehat di

pengungsian umunya adalah orang yang khusus secara rutin datang ke

pengungsian ataukah hanya dari pengurus posko itu sendiri?

Maka secara umum masyarakat menjawab tidak ada pengawasan khusus yang di

berikan oleh orang-orang tertentu, hal ini di perjelas oleh Pdt, Rosmalina, Br.

Barus yang mengatakan

“Tidak adanya orang yang secara khusus datang untuk mengawasi hidup
sehat di pengungsian, di posko tersebut ada pengurus posko yang
mengawasi hidup sehat tetapi tidak pernah dilakukan secara formal hanya
sekedarnya saja dilakukan. Pengurus poskolah yang bertanggungjawab
dalam hal ini, dan ada peraturan yang berlaku yang dibuat untuk para
pengungsi.”

Lalu penulis kembali bertanya adakah peyuluhan yang dilakukan untuk pengungsi

tentang kebutuhan kebutuhan gizi dan pelayanan kesehatan?

Maka secara umum masyarakat menjawab untuk penyuluhan kebutuhan

gizi dan pelayanan kesehatan kurang dilakukan tetapi untuk lansia, ibu hamil, dan

balita lebih diprioritaskan. Lain halnya untuk masyarakat umum tidak ada

dilakukan penyuluhan soal kebutuhan gizi dan pelayanan kesehatan, apa yang ada

makanan untuk diolah di pengungsian itu yang mereka konsumsi tanpa melihat

nilai gizi dan yang hanya dilakukan bagaimana hidup bersih di pengumgsian.

Seperti yang Pdt. Rosmalia katakan

“pada periode 2013- 2015 ada dilakukan penyuluhan tetapi khusus


kebutuhan gizi untuk anak di bawah umur dua tahun atau BADUTA ( Bayi
Dua Tahun), ibu hamil dan lansia. Untuk anak di bawah umur dua tahun
dan ibu hamil, Moderamen GBKP bekerjasama dengan WVI (World
Vision Internasional) organisasi Kristen yang bergerak di bidang

76

Universitas Sumatera Utara


kemanusiaan dengan fokus pelayanan kepada anak. Organisasi ini aktif
dalam kegiatan kemanusiaan baik yang bersifat tanggap darurat,
advokasi dan pengembangan masyarakat. WVI ini mengajari dan
mengajak pengungsi untuk menyusun menu yang berbasiskan gizi
berdasarkan makanan apa yang bisa diolah di posko. Pada periode 2013-
2015 setiap minggunya ada pertemuan untuk penyuluhan gizi dan
pelayanan kesehatan khusus untuk anak di bawah umur dua tahun, ibu
hamil dan lansia tetapi untuk masyarakat umum tidak dilakukan.”
Setelah memahami jawaban diatas kembali peneliti bertanya untuk masalah

penanganan dampak sosial psikologis untuk para pengungsi adakah hal yang

dilakukan oleh Moderamen GBKP ?

Maka seperti yang dikatakan oleh Pdt. Dormanis Pandia

“saya sendiri sebagai pendeta sudah menjadi tanggungjawab saya untuk

dampak sosial psikologis dan membangun spiritual untuk pengungsi

melalui berdialog dengan pengungsi karena orang-orang yang ada di

pengungsian ini sudah seperti saudara saya sendiri.”

Berbeda dengan Pdt. Rosmalia br Barus

“untuk penanganan dampak sosial psikologis ini ada dilakukan dengan beberapa
kegiatan seperti pemutaran film yang hampir setiap malam minggu dilakukan di
posko, melalui diskusi juga salah satu kegiatan untuk dampak sosial psikologis
pengungsi dan tim konseling yang datang ke posko tetapi tidak secara rutin
datang ke pengungsian. Pernah juga dilakukan kegiatan dimana Vicaris datang
ke posko pada saat itu dan masing-masing tinggal di tenda ada sekitar 3-4 orang
satu tenda. Setiap seminggu sekali berkumpul dan menceritakan apa yang
menjadi pergumulan mereka. Ada juga kegiatan yang dibuat oleh jemaat GBKP,
membuat wadah khusus untuk orangtua laki-laki yang dinamakan Kaum Bapa.
Wadah Kaum Bapa ini disiapkan di setiap posko dengan kegiatan berkumpul
bersama dengan bercerita sambil minum kopi dan minum teh. Selain Kaum Bapa,
ada juga kegiatan yang dilakukan oleh pemuda, perempuan dan lansia. Kegiatan
yang dilakukan seperti membuat nyaman dan bahannya diberikan oleh
Moderamen GBKP dan hasil yang sudah jadi akan dijual dan hasilnya untuk
pengungsi itu sendiri. Karena di posko memiliki agama yang berbeda-beda
disiapkan ruangan untuk membangun spiritual mereka. Ada juga lembaga lain

77

Universitas Sumatera Utara


untuk mendukung penanganan dampak sosial psikologis ini dari universitas-
universitas, Lembaga Anak (dari Jawa) dan lain sebagainya.”

c) Persediaan Air Bersih

Lalu peneliti kembali bertanya tentang persediaan air bersih untuk pengungsi

apakah sudah baik?

Maka Pdt. Dormanis Pandia menjawab.

“untuk persediaan air bersih sudah cukup baik, kita memiliki dua sumur
bor, satu dibangun oleh Moderamen GBKP sendiri dan satu lagi dibangun
oleh PMI (Palang Merah Indonesia). Selain itu Dinas Sosial Tanah Karo
juga secara rutin mengantarkan air bersih ke posko.”

d) Bidang Pendidikan

Memahami pentingnya pendidikan kembali penulis bertanya soal kebutuhan di

bidang pendidikan, apakah disediakan beasiswa terutama yang disediakan oleh

Moderamen GBKP untuk pengungsi yang berstatus sebagai mahasiswa. Secara

umum disediakan oleh Moderamen GBKP dengan kerjasama dengan pihak dari

luar?

Maka Sebagai Ketua Moderamen GBKP Pdt. Agustinus Purba menjawab.

“Upaya untuk pemberian beasiswa kepada anak-anak di posko


pengungsian yang masih bersekolah atau ingin berkuliah ialah dengan
membuat surat ke universitas untuk mendapat keringan kalau bisa gratis,
lalu ada bantuan dana yang masuk maka disumbangkan untuk pengungsi
yang masih bersekolah, dan mencari orangtua asuh untuk membantu
dalam bidang pendidikan”

78

Universitas Sumatera Utara


Pernyataan lainnya juga di sampaikan oleh Pdt. Dormanis sebagai Ketua Komisi

Penaggulangan Bencana menyatakan

“untuk bantuan beasiswa untuk anak-anak pengungsi maka Moderamen


GBKP mencari jaringan untuk menyalurkan dana karena pasti setiap
tahunnya ada yang masuk ke perguruan tinggi. Dan sudah ada anak-anak
pengungsi yang kita berikan beawasiswa yang sekarang sedang kuliah di
STMIK Neuman Medan. Dan saya sekarang sedang memikirkan
bagaimana caranya mendapat dana dan memberikan beasiswa lagi untuk
anak-anak pengungsi lainnya untuk dapat melanjutkan ke perguruan
tinggi, itulah cara Moderamen GBKP untuk mendapatkan beasiswa .”
Berbeda dengan pengalaman Pdt. Rosmalia br Barus yang mengatakan

“sebelumnya Moderamen GBKP tidak memberikan beasiswa kepada


pengungsi, tetapi semenjak ada anak pengumgsi yang harus pulang
karena orangtuanya tidak mampu untuk membayar uang kuliah dan
mereka menangis di posko. Ada salah satu relawan melihat hal tersebut
dan menginformasikan kepada Moderamen GBKP. Dan Moderamen
mencari cara untuk memberikan beasiswa kepada anak- anak pengungsi.
Dengan menghubungi kampus tempat anak dari pengungsi berkuliah
(nama, asal kampus) setelah itu memberikan surat secara formal kepada
pihak kampus dengan isi keringanan biaya, dan melalui bantuan
sumbangan dana dari pihak luar. Untuk mendapatkan dana tersebut
dilakukan dengan cara contact person dengan gereja- gereja lain dimana
pun anak dari pengungsi berada di seluruh Indonesia dengan
membutuhkan informasi yang lengkap, kerjasama dengan Menteri
Pendidikan dan perguruan tinggi dengan dimintai keterangan data dari
anak- anak pengungsi, dan bantuan dari gereja luar negeri.Setelah
mendapatkan data ada sekitar 800 mahasiswa, dan beasiswa ini tidak
setiap bulannya diberikan oleh Moderamen GBKP tetapi diberikan
persemester (6.0000.000/semester). Karena anggaran semakin lama
terbatas jadi pihak Moderamen GBKP mempertahankan mahasiswa yang
sedang menyusun skripsi.”
Masih berhubungan dengan kebutuhan pendidikan, lalu penulis menanyakan soal

penyediaan alat-alat tulis, buku- buku, tas, seragam sekolah oleh Moderamen

GBKP untuk anak- anak pengungsi yang masih bersekolah

“Setiap tahunnya disediakan oleh Moderamen GBKP melalui bantuan


dari pihak luar dan mencarai jaringan untuk dapat bekerjasama. Selain
itu Moderamen GBKP juga dapat mengetahui apa saja yang diperlukan

79

Universitas Sumatera Utara


oleh anak-anak pengungsi dalam bidang pendidikan melalui pengurus
posko.”
Berkaitan dengan transportasi anak-anak yang ingin pergi kesekolah apakah ada

sarana pengangkut antar jemput dari tempat pengungsi ke sekolah.

Maka Pdt, Agustinus purba mengatakan

“Untuk sarana pengangkut antar jemput ini disediakan oleh Moderamen

GBKP yaitu bus dan mobil pick-up.”

e) Kebutuhan tempat tinggal

Berkaitan dengan kebutuhan tempat tinggal peneliti kembali bertanya tentang

bagaimanakah soal persediaan kebutuhan tempat tinggal untuk pengungsi?

Maka Pdt.Dormaris Pandia mengatakan.

“Persediaan tempat tinggal untuk pengungsi disediakan seperti tenda-


tenda, kantor klasis, gedung milik GBKP seperti Zetrum, KWK Berastagi
dan gedung serba guna GBKP. Seperti yang dikatakan oleh Pdt. Rosmalia
br Barus “di satu posko ada sekitar 420 KK yang tinggal, jadi secara
umum belum maksimal pembagian untuk tempat tinggal karena
kuantitasnya lebih besar daripada jumlah untuk tempat tinggal. Tetapi
pengungsi tidak mau dipencar, misalnya nama sudah terdaftar di posko
tetapi banyak yang pulang ke desanya atau yang mengontrak.”

f) Bagaimanakah kebutuhan dasar yang di berikan kepada balita dan


anak-anak
Mengingat bagaimana rentannya Bayi, Balita dan Anak-anak kembali peneliti

bertanya bagaimanakah persediaan untuk kebutuhan kelompok rentan (balita,

bayi, ibu hamil dan menyusui, lansia)?

Maka dalam hal ini Pdt.Rosmalia Br.Barus mengatakan.

80

Universitas Sumatera Utara


“Persediaan untuk kebutuhan kelompok rentan ini belum ada program
secara khusus, hanya saja dipenuhi sesuai dengan kebutuhan yang mereka
minta. Lain halnya dengan kebutuhan ibu hamil dan balita disediakan
susu oleh Moderamen GBKP.”

Jika demikian lalu penulis bertanya lagi soal persediaan alat-alat bermain untuk

anak- anak pengungsi.

“Untuk persediaan alat-alat bermain ini disediakan oleh Moderamen


GBKP tetapi masih dalam jumlah yang terbatas.”
g) Dalam hal kegiatan membangun kebutuhan rohani

Berkenaan dengan membangun kebutuhan rohani apa saja program yang

dilaksanakan modramen?

Hal ini dijawab oleh Pdt.Agustinus Purba, ialah.

Moderamen GBKP melaksanakan kegiatan seperti kebaktian setiap hari Minggu

untuk yang beragama Kristen dan menyediakan Mushola untuk yang beragama

Islam.

“Ibadah Minggu yang berjalan setiap Minggu bekerjasama dengan


gereja-gereja lain, selain itu juga disediakan Mushola untuk yang
beragama Islam. Kegiatan lainnya seperti kegiatan puasa, natal, dan
retreat. Seperti Pdt. Dormanis katakana “melakukan pendampingan
spiritual dan menempatkan pendeta atau tenaga khusus di
penanggulangan bencana.” Pdt. Agustinus Purba mengatakan kegiatan
seperti pendampingan anak, ibadah dan konseling.”

Jika demikian bagaimanakah dorongan untuk pengungsi dapat hidup saling

bergotong royong, sudah pasti dengan adanya kesadaran masing-masing dari

pengungsi yang sangat didorong dengan hidup saling bergotong royong.

81

Universitas Sumatera Utara


Maka Pdt.Agustinus Purba mengatakan.

“Hidup di pengungsian sangat diwarnai dengan hidup saling bergotong-


royong dan Moderamen GBKP hanya memberikan motivasi untuk para
pengungsi. Seperti yang dikatakan oleh Pdt. Agustinus Purba “ada juga
pengungsi yang bekerja di ladang dan hasil panen sebagian
disumbangkan ke posko untuk dapat dikonsumsi bersama di
pengungsian.”

h) Sosialisasi peningkatan Ekonomi Keluarga

Penulis bertanya kembali soal sosialisasi yang dibuat oleh Moderamen GBKP

dalam hal peningkatan ekonomi keluarga?

secara umum sosialisasi ini dilaksanakan oleh Moderamen GBKP kepada

pengungsi adalah.

“Sosialisasi ini dilakukan oleh Moderamen GBKP dengan bekerjasama


dengan gereja lain dan memenuhi apa saja yang menjadi kebutuhan
pengungsi, misalnya pengungsi membutuhkan untuk pemupukan di bidang
pertanian, memelihara lele dan ayam di bidang perternakan dan
perikanan, membuat kerajinan tangan seperti sumpit atau tikar, membuat
kue, kopi dan hasilnya akan di jual ke pasaran.”

Lalu kembali peneliti bertanya bagaimanakah pemberdayaan pengungsi untuk

pelatihan kerajinan tangan dan siapa instruktur pelatihnya?

Maka ibu Diana Br. Tarigan Mengatakan.

“Dengan perubahan mata pencaharian pengungsi dan untuk


menghasilkan uang maka membutuhkan cara lain dengan membuat
kerajinan tangan dibuat sendiri oleh pengungsi di posko. Untuk instruktur
khusus tidak ada disediakan hanya saja mereka saling mengajari cara
membuat kerajinan tangan. Kerajinan tangan yang sudah dibuat seperti
membuat sumpit, tikar, dan keranjang dari bahan tutup botol, hasilnya

82

Universitas Sumatera Utara


akan diserahkan kepada Moderamen GBKP untuk menjual hasil kerajinan
tangan mereka dan uang yang didapat akan diserahkan kembali ke
pengungsian. Tetapi kendala yang dihadapi adalah pemasarannya,
padahal sudah mencari jaringan juga kepada pihak luar agar hasil
kerajinan tangan ini dapat dipasarkan.”

Kemudian penulis bertanya kembali berbicara soal alokasi dana bantuan untuk

mengatasi kerusakan-kerusakan di sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan

sebagainya?

Menurut pendapat Pdt. Dormanis Pandia yang mengatakan tidak ada alokasi dana

ini disediakan karena ini memang hal menjadi tanggungjawab dari pemerintah,

hanya saja apa yang dibutuhkan oleh pengungsi disediakan oleh Moderamen

GBKP.

“kita tidak menyediakan alokasi dana ini untuk pengungsi tetapi kita
berusaha untuk mencari jaringan dari luar untuk dapat bekerjasama apa
yang menjadi kebutuhan pengungsi. Seperti yang sudah dilakukan
kerjasama dengan GKI membangun saluran irigasi di Desa Kuta Mbaru
dan memberikan bibit kentang sesuai dengan permintaan dari pengungsi
itu sendiri.”

i) Penanggulangan Bencana

Selanjutnya kembali peneliti bertanya soal kerjasama Moderamen GBKP dengan

Pemerintah Daerah dalam penanggulangan bencana?

Maka Pdt.Agustinus mengatakan.

“Kerjasama Moderamen GBKP dengan Pemerintah Daerah terjalin

dengan baik, Pemerintah Daerah sebagai pelaku utama dalam membuat

kebijakan. Misalnya kerjasama dalam peminjaman tempat dan tenda

83

Universitas Sumatera Utara


karena sebenarnya Moderamen GBKP meminjam tempat dan tenda

kepada Pemerintah. Tetapi jika ada kebutuhan yang tidak diberikan oleh

Pemerintah Daerah kepada pengungsi maka Moderamen GBKP yang

menyediakannya, selain itu juga ada kesulitan seperti perbedaan

pendapat.”

Lalu kendala yang dihadapi dalam penanggulangan bencana, dari pendapat Ketua

Moderamen GBKP Pdt. Agustinus Purba

“kendalanya yaitu terlalu lama pengungsi mendapatkan tempat relokasi


jika belum jelas relokasi dari pemerintah maka ini menjadi
tanggungjawab kita terus padahal sebenarnya ini menjadi tanggungjawab
oleh pemerintah. Tidak masalah bagi kita untuk menjadi tanggungjawab
kita tetapi mau sampai kapan tidak ada kejelasan dari pemerintah
padahal kekuatan dan anggaran dari Moderamen GBKP sangat
terbatas.”
Berbeda dengan pendapat Pdt. Rosmalia br Barus yang mengatakan.

“Kendalanya ada di faktor komunikasi yang kurang terbuka dengan


pemerintah, hanya komunikasi dengan paroki, masjid dan antar gereja
saja yang bekerjasama, pemerintah tidak ada mensosialisasikan tentang
bencana kepada Moderamen GBKP padahal sebelumnya Moderamen
GBKP tidak ada belajar soal penanggulangan bencana dan menurut saya
penting untuk pemerintah memberikan sosialisasi soal penanggulangan
bencana ini. selain itu tidak adanya kejelasan soal biaya operasional
seperti biaya listrik dan air dari pemerintah.”
Dan menurut Pdt. Dormanis yang lebih menitikberatkan kendala dari pengungsi

sendiri mengatakan.

“Kendalanya adalah sedikit sulit merubah pola pikir dari pengungsi,


misalnya Badan Vulkanologi mengatakan kalau daerah mereka kena zona
merah dan tidak bisa lagi ditempati tetapi sebagian pengungsi tetap saja
pulang untuk melihat tempat mereka dan pengungsi menuntut kepastian
hidup mereka. Selain itu juga kebutuhan dari Pemerintah tidak selalu
diberikan kepada pengungsi.”

84

Universitas Sumatera Utara


BAB V

ANALISIS DATA

Setelah peneliti mengumpulkan data sekunder dan data primer, maka

selanjutnya peneliti akan melakukan analisis data untuk dapat menjawab rumusan

masalah dari penelitian ini yang berhubungan tentang peranan moderamen GBKP

dalam perbaikan kualitas hidup korban erupsi gunung sinabung.

Data yang dianalisis adalah hasil wawancara yang dilakukan terhadap

kepengurusan moderamen GBKP dalam hal ini peneliti akan menjawab rumusan

masalah melalui indikator- indikator yang telah ditetapkan.

5.1. Peranan Moderamen GBKP

Dalam menanggulangi korban erupsi Gunung Sinabung di Tanah Karo,

Moderamen berperan penting dalam memperbaiki kualitas hidup dan memenuhi

kebutuhan dasar pengungsi Gunung Sinabung. Peran merupakan perbuatan atau

85

Universitas Sumatera Utara


tindakan nyata yang dituangkan langsung oleh individu dalam suatu lembaga

maupun dalam kehidupan sehari-hari yang terdiri dari seperangkat harapan-

harapan yang dikenakan para individu dalam menempati kedudukan sosial

tertentu demi memenuhi tanggung jawabnya selaku makhluk sosial. Harapan-

harapan tersebut merupakan imbalan dari norma-norma sosial dan oleh karena itu

dapat dikatakan bahwa peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma di

masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang

diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga dan di

dalam peranan-peranan lainnya. Dengan demikian peranan adalah perbuatan atau

hal yang diharapkan diimplementasikan oleh pengurus Modramen GBKP dalam

memperbaiki kualitas hidup pengungsi di Tanah Karo.

Sebagai sebuah organisasi Moderamen GBKP ikut berperan untuk

pengungsi Gunung Sinabung, mulai dari menyiapkan tempat tinggal, persediaan

pangan, pendidikan, kesehatan, penyediaan air bersih peningkatan ekonomi

keluarga dan lain sebagainya. Bagi Moderamen GBKP sendiri hal ini merupakan

salah satu tugas pelayanan untuk merangkul pengungsi Gunung Sinabung dan

merupakan sebuah pengalaman pelayanan iman dan pembelajaran (learned by

doing) yang sangat berharga tanpa melihat suku maupun agama karena bagi

Moderamen GBKP semuanya adalah saudara. Moderamen GBKP tidak berdiri

sendiri, banyak kerjasama yang terjalin dengan Moderamen GBKP dari berbagai

pemangku kepentingan antara lain seperti gereja-gereja dan lembaga keagamaan,

jemaat-jemaat lokal, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), United

Evangelical Mission (UEM), NGO, Bapak Presiden Republik Indonesia, Badan

86

Universitas Sumatera Utara


Penanggulangan Bencana, Pemerintah Kabupaten Karo serta komunitas dan

perorangan. Sejak adanya letusan pertama di tahun 2010 pun Moderamen GBKP

sudah ikut berperan untuk pengungsi sampai saat ini, hal ini dapat dibuktikan

dengan penerimaan penghargaan Tokoh Inspiratif Utama Anindha tingkat

nasional dari BNPB yang menilai GBKP telah mendedikasikan jasa yang luar

biasa dalam bidang kemanusiaan untuk penanggulangan bencana.

5.2. Penanggulangan Bencana yang Dilakukan Moderamen GBKP

Jika di lihat dari upaya penanggulangan bencana maka Moderamen GBKP

membentuk tim khusus penanggulangan bencana. Secara garis besar upaya

penanggulangan bencana meliputi: 1) kesiapsiagaan: keadaan siap setiap saat bagi

orang, petugas serta institusi pelayanan untuk melaukan tindakan dan cara-cara

menghadapi bencana baik sebelum, sedang, maupun sesudah bencana 2)

penanggulangan: upaya untuk menanggulangi bencana, baik yang ditimbulkan

oleh alam maupun ulah manusia, termaksud dampak kerusakan yang meliputi

kegiatan pencegahan, penyelamatan, rehabilitas dan rekontruksi. Dalam

kesiapsiagaan upaya penanggulangan Moderamen GBKP dapat dilihat dari

membentuk Tim Pelayanan Bencana. Tiga hari setelah letusan Sinabung, 30

Agustus 2010, Moderamen GBKP membentuk tim GBKP. Tim ini mengemban

tugas mengelola seluruh aktivitas untuk menolong korban bencana. Juga

berwenang mengarahkan semua potensi, menetapkan program pelayanan serta

87

Universitas Sumatera Utara


menggalang kerjasama dengan para pemangku kepentingan dan lembaga mitra

GBKP. Komposisi tim GBKP terdiri dari penanggung jawab, ketua, sekretaris,

bendahara, koordinator bidang, koordinator klasis dan koordinator kategorial.

Selain membentuk Tim GBKP dalam kesiapsiagaan Moderamen GBKP

juga membentuk kaum Asigana singkatan dari Anak Singuda Siaga Bencana,

wadah ini dibentuk pada tahun 2013 dengan maksud untuk semakin meneguhkan

komitmen dan partisipasi kaum muda melakukan tugas-tugas kemanusiaan, secara

khusus mereka yang selama ini telah bergabung dalam tim Asigana. Asigana ini

telah terlatih dalam penanggulangan dan pengurangan resiko bencana yang

mengikuti pelatihan diselenggarakan oleh KPB (Komisi Penanggulangan

Bencana) bersama mitra GBKP. Mereka rutin mengadakan diskusi, pertemuan,

berbagai pengetahuan dan wawasan, serta harapan mengenai penanganan

bencana. Asigana telah menjalin kerjasam dengan lembaga-lembaga di luar

GBKP, antara lain Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, sebuah organisasi non-

pemerintahan (NGO) Jerman yang bernama The Johannitter, Badan Seacrh dan

Rescue Nasional (Basarnas) Medan, dan Palang Merah Indonesia (PMI) Medan.

Kerja sama terimplementasi dalam bentuk penyelenggaraan pelatihan pertolongan

pertama kepada korban bencana, mengelola dapur umum lapangan dan

membangun shelter. Dapat dikatan dalam hal kesiapsiagaan Moderamen GBKP

sudah dalam keadaan siap setiap saat dalam menghadapi bencana baik sebelum,

sedang, maupun sesudah bencana dengan adanya Tim Pelayanan Bencana dan

wadah Asigana.

88

Universitas Sumatera Utara


Jika dilihat dari penanggulangan Moderamen GBKP memiliki relawan

yang sebagaian besarnya kaum muda utusan jemaat-jemaat GBKP. Para relawan

ini tinggal bersama warga di tempat-tempat pengungsian. Tugas dari relawan ini

cukup beragam mulai dari membantu evakuasi dari zona merah rawan bencana,

mengurus keperluan di pengungsian hingga memberangkatkan warga kembali ke

desa masing-masing. Para relawan turut pula membersihkan rumah-rumah warga

di desa yang diterpa material vulkanik. Keperluan warga di tempat pengungsian

meliputi akomodasi, konsusmsi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Pembagian

tugas relawan ini tidak hanya terfokus pada satu tugas saja. Tugas relawan secara

umum adalah mendata kebutuhan pengungsi, mencatat, menyiapkan dan

mendistribusikan bantuan, menyiapkan konsumsi di dapur umum, menyajikan

makanan dan minuman, memperhatikan proporsi jumlah warga di setiap tempat

pengungsi. Apabila jumlah warga telalu banyak di pengungsian maka sebagian

diajak berpindah tempat yang lebih luas lagi. Hal tersebutlah yang dilakukan oleh

Moderamen GBKP dalam penanggulangan.

5.3. Manajemen Bencana yang Dilakukan oleh Modramen GBKP

Dalam penanggulangan bencana juga dibutuhkan adanya manajemen

bencana, manajemen bencana adalah tentang mempelajari bencana serta segala

aspek yang berkaitan dengan bencana, terutama resiko bencana dan bagaimana

menghindari resiko bencana. Manajemen kedaruratan mempunyai beberapa tujuan

yaitu: 1) mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerusakan, 2) meringankan

penderitaan, 3) stabilitas kondisi pengungsi, 4) mengamankan asset vital atau

fasilitas kunci, 5) menyediakan pelayanan dasar dalam penaganan pasca-darurat,

89

Universitas Sumatera Utara


6) meringankan beban masyarakat setempat, 7) dalam memenuhi kebutuhan dasar

selama darurat, perlu diperhatikan hak-hak kelompok retan (orang jompo, ibu

hamil, balita, orang sakit, orang cacat, dan lansia). Dalam hal ini Moderamen

GBKP melakukan berbagai hal untuk melakukan manjemen bencana. Mencegah

bertambah besarnya jumlah korban dan kerusakan, Moderamen GBKP

meyediakan tempat tinggal untuk pengungsi dengan memanfaatkan fasilitas gereja

seperti PPWG GBKP, KWK Berastagi, Retret Center GBKP Sukamakmur, Alpa

Omega, Kantor Klasis, GBKP Kota Kabanjahe dan gedung serbaguna GBKP.

Tabel 4 : Gedung GBKP Tempat Pengungsian

No Jenjang Struktur Nama Gedung

1 Moderamen PPWG GBKP (Zentrum) Kabanjahe

Kursus Wanita Kristen (KWK) Berastagi

Retreat Center GBKP Sukamakmur

YKPC Alpha Omega

2 Klasis (Wilayah) Kantor Klasis Kabanjahe

Kantor Klasis Berastagi

Kantor Klasis Tiganderket

Kantor Klasis Tigapanah

Kantor Klasis Tigabinanga

90

Universitas Sumatera Utara


Kantor Klasis Sinabun

Kantor Klasis Kuala Langkat

3 Runggun (Jemaat) GBKP Kota Kabanjahe

Serbaguna GBKP Kota Kabanjahe

GBKP Asrama Kodim Kabanjahe

GBKP Jalan Kotacane Kabanjahe

GBKP Simpang Empat Kabanjahe

GBKP Simpang Enam Kabanjahe

GBKP Kota Berastagi

GBKP Simpang Katepul

GBKP Tanjung Mbelang

GBKP Sumbul

GBKP Perbesi

GBKP Siabang-abang

GBKP Kutabuluh

GBKP Singamanik

GBKP Bintang Meriah

Dengan penyediaan tempat tinggal sementara selama erupsi terjadi menjadi salah

satu cara untuk mecegah bertambahnya jumlah korban karena desa tempat mereka

tinggal tidak bisa untuk ditempati kembali.

91

Universitas Sumatera Utara


Hal yang dilakukan untuk meringankan penderitaan pengungsi dengan

kegiatan tanggap darurat dan bantuan darurat korban bencana mendapatkan

perlindungan dan hak-hak dasarnya yang mengacu pada standar pelayanan

minimum. Melalui kegiatan ini para korban bencana dapat mempertahankan hidup

meskipun dalam kondisi minim, antara lain berupa bantuan pangan dan non-

pangan, layanan kesehatan dan hunian sementara, air bersih dan sanitasi. Dalam

meringankan penderitaan pengungsi erupsi Gunung Sinabung maka GBKP

berupaya dalam memenuhi kebutuhan hidup pengungsi seperti memenuhi

kebutuhan makanan setiap harinya di pengungsian tanpa merasa kelaparan di

posko, bahan pangan tersebut seperti ikan, beras, dan sayur-sayuran. Selain itu

kebutuhan non-pangan seperti minyak goreng, makanan cepat saji, minyak tanah,

gula, kopi, bubuk teh dan sebagainya.

Dalam layanan kesehatan Moderamen GBKP menyiapkan klinik

kesehatan di setiap posko dan meyiapkan obat-obatan untuk pengungsi, lain

halnya dengan penyakit yang berat maka aka dirujuk ke Rumah Sakit Efarina

yang bekerja sama dengan Moderamen GBKP. Untuk hunian sementara

Moderamen GBKP menyiapkan tempat tinggal untuk para pengungsi berupa

tenda dan memanfaatkan fasilitas gereja seperti gedung serbaguna GBKP.

Air bersih juga menjadi bagian yang penting di posko, yang sudah

disiapkan oleh Moderamen GBKP untuk pengungsi tetapi penyediaan air bersih

menjadi kendala karena jumlah pengungsi lebih besar daripada persediaan air

bersih. Maka upaya yang dilakukan Moderamen GBKP dalam hal ini membangun

sumur bor yang dibangun oleh Moderamen GBKP itu sendiri dan juga bantuan

92

Universitas Sumatera Utara


dari PMI dan upaya untuk pencemaran sanitasi Moderamen GBKP telah

menyiapkan tempat pembuangan air yang layak digunakan seperti toilet, selain itu

juga pengungsi dapat menjaga kebersihan di posko seperti melakukan gotong

royong.

Lalu upaya penanggulangan untuk mengamankan asset vital atau fasilitas

kunci, yang maksudnya pengamanan asset/fasilitas kunci dipriotaskan untuk

asset-asset yang terkait dengan hajat hidup orang banyak, misalnya instalansi air

minum, jaringan listrik dan jaringan telekomunikasi. Sehubungan dengan hal

tersebut Moderamen GBKP telah menyediakan air minum yang dimasak oleh

pengungsi di posko. Jaringan listrik juga disediakan oleh Moderamen GBKP dan

biaya setiap bulannya di tanggung oleh Moderamen GBKP sendiri tanpa di

pungut kepada pengungsi di posko. Tetapi untuk jaringan telekomunikasi tidak

disediakan oleh Moderamen GBKP kepada pengungsi di posko.

Selanjutnya upaya penanggulangan menyediakan pelayanan dasar dalam

penanganan pasca-darurat, penanganan pasca-darurat mencakup perbaikan

prasarana sarana dan fasilitas umum sosial serta rehabilitas psiko-sosial. Dalam

menangani pasca-darurat Tim GBKP merancang program pasca pengungsian

yang hasil pembahasannya untuk merepresentasikan kebutuhan aktual dijabarkan

dalam bentuk program kerja dan rencana anggaran. Tim GBKP mendata dan

menginvestarisasi kebutuhan konkret korban bencana, lalu melakukan kegiatan

yang akan mengembangkan kapasitas korban bencana itu sendiri, setelah para

korban bencana punya kapasitas yang cukup mereka sendirilah yang menentukan

langkah ke depan. Tim GBKP membekali pengungsi dengan memberikan

93

Universitas Sumatera Utara


kebutuhan pokok seperti breas, lauk-pauk, sayuran, roti, gula dan sebagainya,

paket kebutuhan ini diberikan kepada setiap keluarga. Setelah sebagian warga

pulang ke desanya juga Tim GBKP tetap menyalurkan bantuan pangan ini kepada

beberapa desa. Karena sudah bertahun-tahun mengungsi tidak ada penghasilan

karena lahan pertanian yang dulunya tidak bisa di pakai lagi, oleh karena itu Tim

GBKP berusaha membantu biaya sewa lahan tanpa harus dikembalikan. Tidak

hanya membantu penyediaan lahan tetapi tim GBKP juga memberikan bantuan

bibit, pupuk dan sarana produksi pertanian.

Untuk psiko-sosial pengungsi Moderamen GBKP merangkai kegiatan

selama di pengungsian yaitu hiburan rakyat dengan melibatkan relawan dan

jemaat gereja seperti memutar film di posko dan bernayayi dengan diiringi gitar,

menghadiri orang-orang seperti Vicaris dan konseling untuk dapat menceritakan

beban para pengungsi, berdiskusi bersama, adanya kagiatan anak ceria untuk

memotivasi daya kreasi dan percaya diri serta menghilangkan trauma dan

kejenuhan.

Berbicara soal meringankan beban masyarakat setempat, masyarakat

setempat tidak merasa terbebani dengan kehadiran para pengungsi bahkan

pengungsi mejadi buruh di ladang masyarakat setempat. Dan upaya

penanggulangan yang terakhir adalah memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak

kelompok rentan. Hal ini sudah cukup baik yang dilakukan oleh Moderamen

GBKP dengan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di posko dan selalu

berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang mereka minta. Selain itu untuk

kelompok rentan Moderamen GBKP sangat memperhatikan terutama ibu hamil

94

Universitas Sumatera Utara


dan balita. Memenuhi kebutuhan ibu hamil dan untuk balita membuat kagiatan

yang bernama Dapur Baduta dimana kegitana ini berdiskusi untuk memenuhi gizi

balita dan membuat menu makanan berbasis gizi. Untuk orang sakit dan orang

cacat juga ditangani oleh Moderamen GBKP dengan bekerjasama dengan Rumah

Sakit Efarina Kabanjahe dan Rumah Sakit Assan Korea Selatan yang telah

membawa 3 orang sampai saat itu untuk operasi. Kebutuhan untuk lansia tidak

secara rutin tetapi selama mereka berkekurangan maka Moderamen GBKP akan

memenuhi kebutuhan lansia.

Dengan demikian upaya penanggulangan sesuai dengan yang telah

dijelaskan di atas maka upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Moderamen

GBKP sudah terlaksana sebagia besarnya. Dan Moderamen GBKP akan terus

merangkul dan menaggulangi pengungsi erupsi Gunung Sinabung dan selalu

berusaha memenuhi kebutuhan pengungsi di setiap bidangnya.

5.4. Peran dalam Memperhatikan Kulitas Hidup Pengungsi

Tidak cukup untuk upaya penanggulangan bencana karena juga harus

memperhatikan kualitas hidup pengungsi dengan memenuhi kebutuhan dasar

manusia. Peran Moderamen GBKP tidak hanya untuk penanggulangan bencana

tetapi juga berperan dalam memperbaiki kualitas hidup pengungsi. Kualitas hidup

ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia untuk mengetahui

sejauh mana Moderamen GBKP dapat meningkatkan kualitas hidup pengungsi.

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur- unsur yang dibutuhkan oleh

manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis,

95

Universitas Sumatera Utara


yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.

Menurut Paul Streeten kebutuhan dasar yaitu 1) makanan, 2) air, 3) pakaian, 4)

tempat tinggal, 5) kesehatan, 6) pendidikan dan 7) partisipasi dalam pengambilan

keputusan. Untuk meningkatkan kualitas hidup pengungsi maka perlu

memperhatikan setiap kebutuhan dasar yang mengacu pada teori Paul Streeten.

Peran ini dilakukan oleh Moderamen GBKP untuk memenuhi kebutuhan dasar

setiap pengungsi.

Dilihat dari kebutuhan makanan Moderamen GBKP selalu mempersiapkan

bahan makanan di pengungsian setiap harinya dalam tiga kali sehari. Bantuan

makanan ini juga banyak yang berasal dari pihak luar seperti jemaat-jemaat

gereja, pemerintah, perusahaan, dan organisasi lainnya. Bantuan makanan ini

tidak hanya diberikan kepada pengungsi yang berada di posko tetapi bantuan

makanan tetap diberikan kepada korban erupsi Gnung Sinabung yang telah

kembali ke desanya masing-masing. Pemenuhan kebutuhan makanan ini selalu

dipenuhi oleh Moderamen GBKP, jika terdapat kekurangan bahan dasar di posko

maka akan segera dipenuhi oleh Moeramen GBKP, namun dalam hal mengelola

bahan makanan maka pengurus Moderamen menyerahkan kepada tiap tim yang

telah di tunjuk menjadi juru masak.

Lalu berbicara tentang penyediaan kebutuhan air di pengungsi, ini menjadi

kendala yang dialami oleh Moderamen GBKP karena jumlah pengungsi tidak

sebanding dengan kebutuhan air yang tersedia. Dengan demikian maka

Moderamen berusaha untuk memenuhi kebutuhan air dengan membangun sumur

96

Universitas Sumatera Utara


bor dan bantuan sumur bor dari PMI, selain itu juga bekerja sama dengan Dinas

Sosial untuk mengantar air bersih ke pengungsian setiap harinya.

Untuk penyediaan kebutuhan pakaian ini tidak disediakan oleh

Moderamen GBKP secara langsung untuk pengungsi tetapi kebutuhan pakaian ini

berasal dari bantuan dari luar dan akan disalurkan oleh Moderamen GBKP kepada

pengungsi di posko. Bantuan untuk tempat tinggal sudah disediakan oleh

Moderamen GBKP berupa tenda dan memanfaatkan fasilitas gedung-gedung

gereja. Selanjutnya untuk kebutuhan kesehatan yang telah disediakan oleh

Moderamen GBKP di mana setiap posko disediakan klinik kesehatan dan

menyediakan obat-obatan. Persediaan obat-obatan tersebut diberikan secara gratis

kepada pengungsi untuk pengobatan ke klinik. Moderamen GBKP juga pernah

memfasilitasi diskusi tentang sanitasi, pencegahan penyakit menular dan etika

batuk dengan menghadiri Ramah Surbakti sebagai narasumber. Jika ada penyakit

pengungsi yang tidak dapat ditangani di klinik maka Moderamen GBKP akan

membuat surat rujukan ke rumah sakit.

Lalu berbicara tentang kebutuhan pendidikan, Moderamen GBKP juga

turut memberikan bantuan di bidang pendidikan. Pada tahun 2010 Moderamen

GBKP bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Karo dalam

memfasilitasi kegiatan belajar-mengajar. Mulai tanggal 15 September 2010 semua

siswa-siswi anak pengungsi dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan

menggunakan gedung SD IV, SMP I, SMU I Kabanjahe. Tenaga pengajar adalah

guru-guru dari sekolah asal mereka, buku-buku disediakan oleh Dinas Pendidikan.

Untuk mendukung proses belajar juga serta Moderamen GBKP juga menyediakan

97

Universitas Sumatera Utara


bus antar-jemput dari posko ke sekolah. Yang paling penting adalah Moderamen

GBKP menyediakan beasiswa untuk anak-anak pengungsi dengan mendata semua

anak-anak pengungsi dengan mencari jaringan yang dapat diajak bekerjasama

untuk menyalurkan dana bantuan dan membuat surat keringanan yang berstatus

sebagai mahasiswa dibuat oleh Moderamen GBKP dan diserahkan kepada

kampus. Selama tahun 2013-2015 telah menyalurkan insentif pendidikan atau

beasiswa dalam lima tahap sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5 : Penyaluran Insentif Pendidikan/Beasiswa

Tahap Jumlah

Penerima Bantuan

I.16 Desember 2013 332 orang Rp. 800.000,-/orang

II. 23 Desember 2013 118 orang Rp. 800.000,-/orang

III. 20 Januari 2014 472 orang Rp. 500.000,-/orang

IV. 4 Maret 2014 116 orang Rp. 500.000,-/orang

V. 28 Januari 2015 107 orang Rp. 500.000,-/orang

Moderamen GBKP juga mendirikan PAUD dan program rumah belajar. Selain itu

bantuan berupa buku tulis, seragam sekolah, alat-alat tulis dan sebagainya juga

diberikan oleh Moderamen GBKP dengan bantuan dari berbagai pihak luar. Bagi

Moderamen GBKP pendidikan merupakan hal yang penting dan investasi jangka

panjang untuk masa depan.

98

Universitas Sumatera Utara


Kebutuhan yang terakhir adalah partisipasi dalam pengambilan keputusan,

dalam hal ini Moderamen GBKP bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Tanah

Karo, Pemerintah Pusat, Badan Penanggulangan Bencana dan instansi lainnya.

Kerjasama ini dari berbagai bidang baik dalam kebutuhan pangan dan sandang,

tempat tinggal, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Dengan banyaknya

kerjasama yang dilakukan oleh Moderamen GBKP dengan pihak luar maka

Moderamen GBKP berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan

teori yang dikatakan oleh Paul Streeten maka Moderamen GBKP dapat memenuhi

kebutuhan dasar untuk meningkatkan kualitas hidup pengungsi erupsi Gunung

Sinabung.

5.5.Peranan Moderamen GBKP dalam Perbaikan Kulitas Hidup Korban

Erupsi Gunung Sinabung

Dari penjelasan di atas Moderamen GBKP dapat dikatakan mampu untuk

meningkatkan kualitas hidup korban erupsi Gunung Sinabung, Moderamen GBKP

sangat berperan penting untuk dapat ikut berpartisipasi dalam menangani dan

melayani pengungsi. Dengan tugas pelayanan ini Moderamen GBKP tidak hanya

merangkul jemaat gereja saja tanpa melihat status, suku dan agama sekalipun.

Setiap kebutuhan selalu diusahakan oleh Moderamen GBKP untuk dapat

memenuhi kebutuhan dalam segala bidangnya. Moderamen GBKP tidak hanya

berdiri sendiri terutama dalam memberikan bantuan kebutuhan, banyak pihak

yang mendukung dan ikut bekerjasama dengan Moderamen GBKP. Keseriusan

Moderamen GBKP dalam menaggulangi korban erupsi Gunung Sinabung juga

dapat dilihat dengan dibentuknya Tim GBKP dan Asigana yang bertugas untuk

99

Universitas Sumatera Utara


menanggulangi pengungsi dengan melihat setiap kebutuhan mereka selain itu juga

adanya pengurus posko.

Sejak letusan pertama Gunung Sinabung pun Moderamen GBKP turut

berpartisipasi hingga saat ini, Moderamen GBKP selalu berusaha untuk

memberikan yang terbaik untuk pengungsi dan kebutuhan pengungsi di posko.

Sehubungan dengan judul Peranan Moderamen GBKP dalam meningkatkan

kualitas hidup korban erupsi Gunung Sinabung sudah berhasil seperti yang sudah

dijelaskan di atas menurut teori dan juga wawancara yang sudah dilakukan oleh

penulis.

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenal Peranan

Moderamen GBKP Dalam Perbaikan Kualitas Hidup Pengungsi Erupsi Gunung

Sinabung maka dapat disimpulkan :

100

Universitas Sumatera Utara


1. Moderamen GBKP ikut berperan penting dalam menganggulangi bencana

erupsi Gunung Sinabung, banyak bantuan dan kebutuhan pengungsi yang

telah diberikan oleh Moderamen GBKP. Dalam penanggulangan bencana

Moderamen GBKP telah membuat Tim GBKP, Asigana dan menyiapkan

tenaga relawan. Hal tersebut dibentuk agar dapat menanggulangi bencana

saat dalam keadaan darurat sekalipun dan membantu untuk dapat

mengetahui apa saja yang menjadi kebutuhan pengungsi di posko tempat

mereka tinggal.

2. Dalam memenuhi kebutuhan pengungsi Moderamen GBKP banyak

bekerjasama dengan lembaga-lembaga masyarakat, lembaga agama-

agama, pemerintah, perusahaan, organisasi dan instansi perorangan.

Bantuan diberikan berupa dana, pendidikan, bahan kebutuhan pokok, dan

lain sebagainya.

3. Moderamen GBKP juga turut berperan dalam memeperbaiki kualitas

hidup pengungsi. Banyak dampak akibat letusan Gunung Sinabung

terutama dampak yang dialami oleh masyarakat yang mengungsi. Seperti

kehilangan rumah, lahan pertania rusak, kehilangan mata pencaharian,

kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, permasalahan ekonomi

keluarga, dampak psikologi-sosial, terancam putus sekolah dan lain

sebagainya. Dengan demikian Moderamen terpanggil untuk menjalankan

tugas dalam melayani pengungsi erupsi Gunung Sinabung, tidak hanya

sekedar dalam menaggulangi bencana tetapi dalam memperbaiki kualitas

hidup pengungsi. Untuk menigkatkan kualitas hidup pengungsi maka tidak

101

Universitas Sumatera Utara


lepas dari kebutuhan pengungsi untuk dapat memperbaiki kualitas hidup

pengungsi.

4. Moderamen GBKP terus berupaya dalam memberikan bantuan dalam

segala aspek kebutuhan pengungsi seperti makanan, air, pakaian,

pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal. Disamping memenuhi

kebutuhan pengungsi, Moderamen GBKP juga merancang kegiatan-

kegiatan untuk dapat menghindari kejenuhan dan menghindari dampak

psikologi-sosial pengungsi. Kegiatan ini seperti kegiataan keagamaan

(sahur, buka bersama, retret, ibadah setiap minggunya), membuat

kerajianan tangan, mendatangkan narasumber untuk dapat berdiskusi

bersama, pemutaran film, dan sebagainya.

5. Moderamen GBKP sudah dapat dikatakan berhasil dalam berperan untuk

memperbaiki kualitas hidup pengungsi erupsi Gunung Sinabung.

Walaupun banyak kendala yang mereka hadapi tetapi Moderamen GBKP

selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk pengungsi. Kehadiran

Moderamen GBKP sangat turut berperan penting dalam mengurangi beban

pengungsi, hal ini menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi

Moderamen GBKP sendiri.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai

Peranan Moderamen GBKP Dalam Perbaikan Kualitas Hidup Pengungsi Erupsi

Gunung Sinabung maka ada beberapa saran :

102

Universitas Sumatera Utara


1. Sebagai organiasai yang berperan untuk pengungsi erupsi Gunung

Sinabung, harapannya Moderamen GBKP terus merangkul dan melayani

pengugsi sampai keadaan semakin membaik.

2. Sebaiknya Pemerintah Daerah lebih menjalin kerja sama dan komunikasi

yang terbuka dengan Moderamen GBKP karena tanpa ikut campur

pemerintah Moderamen GBKP tidak dapat bekerja secara maksimal.

3. Penulis juga menyarankan agar masyarakat setempat, perusahaan dan

organisasi lainnya tetap menyalurkan bantuan kepada pengungsi erupsi

Gunung Sinabung demi memenuhi kebutuhan sehari-hari pengungsi.

DAFTAR PUSTAKA

Agustanti, Dwi. 2006. Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup


ODHA. Jakarta: Universitas Indonesia
Berry, David. 1995. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Dimock, 1992. Administrasi Negara. Jakarta: Rineka Cipta
Fakih, Mansour. 2001. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.
Yogyakarta: Insistpress

103

Universitas Sumatera Utara


Moleong, Lexy. 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Mubarak, Wahit dan Nurul Chayatin. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC
Nurjanah, dkk, 2012. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta
Pasolong, Harbani, 2013. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta
Siburian, Sahat dan Deonal Sinaga, 2016. Kabar dari Tanah Karo Simalem :
Kiprah GBKP Melayani Korban Bencana Letusan Gunung Sinabung,
Kabanjahe: Moderamen GBKP.
Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survey, Jakarta: Pustaka LP3S
Sugyono, 2005. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif
Pendekatan. Jakarta: Prenada
Tjiptono, Fandy. 2004. Manajemen Jasa: Edisi Kedua, Yogyakarta: Andi Offset.
Thoha, Miftah, 1997. Dimensi- Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sumber Undang- Undang:
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2008
Tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Sumber Jurnal:
Nofitri, 2009, “Gambaran Kualitas Hidup Penduduk Dewasa pada Lima Wilayah
di Jakarta”. Edisi 1, UI Library, pada bulan Maret.
Sumber Lain:
http://simomot.com//2014/02/15/9-letusan-gunung-berapi-
terdahsyatdiindonesia/9/.html
http://anthonynh.blogspot.com/2012/07/5-gunung-di-sumatera-utara.html
www.karokab.go.id/in/index.php/gambaran-umum

104

Universitas Sumatera Utara


Variabel Indikator/Data Metode Pengumpulan

Peranan Moderamen 1. Penyediaan paket kebutuhan makanan 1. Wawancara dan


dokumentasi
GBKP Dalam 2. Kerjasama yang dilakukan untuk 2. Wawancara dan
dokumentasi
Perbaikan Kualitas memenuhi kebutuhan bahan- bahan

Hidup makanan

3. Penyediaan sarana dan prasarana untuk 3. Wawancara dan


dokumentasi
mengolah bahan makanan

4. Yang bertanggungjawab dalam 4. Wawancara dan


dokumentasi
pembagian bantuan makanan untuk

pengungsi

5. Penyediaan kebutuhan obat- obatan 5. Wawancara dan


dokumentasi
untuk pengungsi

6. Penyediaan tempat khusus kepada 6. Wawancara dan


dokumentasi
pengungsi yang terkena penyakit khusus

(rawat inap)

7. Sosialisasi tentang bahaya narkoba dan 7. Wawancara dan


dokumentasi
HIV-AIDS

8. Yang bertanggungjawab dalam hal 8. Wawancara dan


doukumentasi
mengawasi hidup sehat

9. Penyuluhan kepada pengungsi tentang 9. Wawancara dan


dokumentasi
kebutuhan gizi dan pelayanan kesehatan

10. Penanganan dampak sosial psikologis 10. Wawancara dan


dokumentasi
korban bencana erupsi

105

Universitas Sumatera Utara


11. Penyediaan kebutuhan air bersih (air 11. Wawancara dan
dokumentasi
minum, mandi dan masak)

12. Pemberian program beasiswa bagi anak- 12. Wawancara dan


dokumentasi
anak mahasiswa

13. Penyediaan alat- alat tulis, tas, seragam, 13. Wawancara dan
dokumentasi
buku untuk anak- anak pengungsi yang

masih bersekolah

14. Penyediaan sarana pengangkut antar 14. Wawancara dan


dokumentasi
jemput dari tempat pengungsi ke sekolah

15. Penyediaan kebutuhan tempat tinggal 15. Wawancara dan


dokumentasi
untuk berlindung

16. Pemenuhan kebutuhan untuk kelompok 16. Wawancara dan


dokumentasi
rentan (bayi, balita, ibu yang sedang

mengandung dan menyusui, lansia)

17. Penyedian alat- alat bermain untuk anak- 17. Wawancara dan
dokumentasi
anak pengungsi

18. Kegiatan yang dilakukan untuk 18. Wawancara dan


dokumentasi
membangun kebutuhan rohani

19. Dorongan kepada pengungsi untuk hidup 19. Wawancara dan


dokumentasi
bergotong royong

20. Sosialisasi dalam hal peningkatan 20. Wawancara dan


dokumentasi
ekonomi dalam keluarga

21. Pemberdayaan pengungsi untuk pelatihan 21. Wawancara dan


dokumentasi

106

Universitas Sumatera Utara


kerajinan tangan serta kebutuhan sarana

dan instruktur pelatih

22. Alokasi dana bantuan untuk mengatasi 22. Wawancara

kerusakan- kerusakan di sektor pertanian,

perkebunan, perikanan, sebagainya

23. Bentuk kerjasama yang dilakukan 23. Wawancara dan


dokumentasi
Moderamen GBKP dengan Pemda dalam

penanggulangan bencana

24. Kendala yang dihadapi dalam 24. Wawancara dan


dokumentasi
penanggulangan bencana

107

Universitas Sumatera Utara


Interview Guide

1. Apakah bantuan kebutuhan makanan terpenuhi setiap harinya di pengungsian?

(Ketua Moderamen GBKP :Pdt. Agustinus P.Purba)

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

2. Siapa saja yang terlibat untuk melakukan kerjasama dengan Moderamen GBKP dalam

memenuhi kebutuhan makanan?

(Ketua Moderamen GBKP :Pdt. Agustinus P.Purba)

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

3. Siapa yang bertanggungjawab dalam pembagian bantuan makanan di pengungsian?

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

4. Bagaimana dengan persediaan sarana dan prasarana untuk mengolah bahan makanan di

pengungsian?

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

5. Apakah persediaan kebutuhan obat-obatan untuk pengungsi dapat terpenuhi?

(Ketua Moderamen GBKP :Pdt. Agustinus P.Purba)

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

6. Apakah ada persediaan untuk pengungsi yang terkena penyakit khusus atau yang harus

dirawat inap?

108

Universitas Sumatera Utara


(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

7. Apakah ada sosialisasi tentang bahaya narkorba dan HIV-AIDS kepada pengungsi

khusunya untuk anak-anak pengungsi?

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

8. Siapa yang bertanggungjawab dalam mengawasi hidup sehat di pengungsian?

(Ketua Moderamen GBKP :Pdt. Agustinus P.Purba)

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

9. Apakah ada penyuluhan yang dilakukan untuk pengungsi tentang kebutuhan gizi dan

pelayanan kesehatan?

(Ketua Moderamen GBKP :Pdt. Agustinus P.Purba)

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

10. Apakah ada penanganan dampak sosial psikologis untuk para pengungsi?

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

11. Bagaimana persediaan air bersih (untuk minum, masak, mandi) untuk pengungsi?

(Ketua Moderamen GBKP :Pdt. Agustinus P.Purba)

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

109

Universitas Sumatera Utara


12. Bagaimana dengan persediaan Moderamen GBKP untuk memberikan beasiswa kepada

anak-anak yang berstatus sebagai mahasiswa?

(Ketua Moderamen GBKP :Pdt. Agustinus P.Purba)

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

13. Apakah Moderamen GBKP menyediakan alat-alat tulis, buku-buku, tas, seragam sekolah,

untuk anak-anak pengungsi yang masih bersekolah?

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

14. Apakah ada penyediaan sarana pengangkut antar jemput dari tempat pengungsi ke

sekolah?

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

15. Bagaiamana persediaan tempat tinggal untuk pengungsi?

(Ketua Moderamen GBKP :Pdt. Agustinus P.Purba)

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

16. Bagaimana persediaan untuk kebutuhan kelompok rentan (balita, bayi, ibu hamil dan

menyusui, lansia)?

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

17. Apakah ada persediaan alat-alat bermain untuk anak-anak pengungsi?

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

110

Universitas Sumatera Utara


(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

18. Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh Moderamen GBKP dalam membangun kebutuhan

rohani?

(Ketua Moderamen GBKP :Pdt. Agustinus P.Purba)

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

19. Apakah ada dorongan untuk pengungsi untuk dapat hidup saling bergotong royong?

(Ketua Moderamen GBKP :Pdt. Agustinus P.Purba)

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

20. Apakah ada sosialisasi yang dibuat oleh Moderamen GBKP dalam hal peningkatan

ekonomi keluarga?

(Ketua Moderamen GBKP :Pdt. Agustinus P.Purba)

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

21. Apakah Moderamen GBKP melakukan pemberdayaan pengungsi untuk pelatihan

kerajinan tengan dan persediaan kebutuhan sarana? Siapa dan darimana instruktur

pelatihnya?

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

22. Bagaimana dengan alokasi dana bantuan untuk mengatasi kerusakan-kerusakan di sector

pertanian, perkebunan, perikanan, dan sebagainya?

(Ketua Moderamen GBKP :Pdt. Agustinus P.Purba)

111

Universitas Sumatera Utara


(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

23. Bagaimana kerjasama Moderamen GBKP dengan Pemda dalam penanggulangan

bencana?

(Ketua Moderamen GBKP :Pdt. Agustinus P.Purba)

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

24. Apa saja kendala yang dihadapi dalam penanggulangan bencana?

(Ketua Bidang Diakonia :Pdt. Rosmalia br Barus)

(Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP :Pdt. Dormanis Pandia)

112

Universitas Sumatera Utara


Tempat Ibadah Pengungsi Umat Islam untuk menjalankan Sholat

Bus antar-jemput untuk anak-anak pengungsi pergi ke sekolah

113

Universitas Sumatera Utara


Mobil Pick-up yang digunakan untuk antar-jemput anak-anak pengungsi ke sekolah

Posko Klinik tempat pengungsi berobat

114

Universitas Sumatera Utara


Dapur umum permanen yang digunakan pengumgsi untuk memasak (baru diresmikan)

115

Universitas Sumatera Utara


Penyimpanan air dan tempat pengungsi untuk mencuci pakaian

Tempat pengungsi untuk menjemur pakaian

116

Universitas Sumatera Utara


Terlihat anak-anak pengungsi sedang menjemur pakaian

Kamar mandi para pengungsi

117

Universitas Sumatera Utara


Ruangan makan untuk para pengumgsi

Tempat para pengungsi tinggal (tampak luar)

118

Universitas Sumatera Utara


Tampak persediaan alat-alat bermain untuk anak-anak pengungsi

119

Universitas Sumatera Utara


Ruang penyimpanan bantuan sembako dan logistik

120

Universitas Sumatera Utara


Jadwal jaga malam di posko

Bersama Pdt. Dormanis Pandia

121

Universitas Sumatera Utara


Dapur umum pengungsian

Hasil kerajinan tangan yang dibuat oleh pengungsi

122

Universitas Sumatera Utara


Berbincang dengan pengungsi di posko

123

Universitas Sumatera Utara


Sedang memasak nasi untuk makan malam

Antrian mengambil makanan

124

Universitas Sumatera Utara


Suasana di dalam tenda pengungsi

125

Universitas Sumatera Utara


Menu berbuka puasa

Penulis ikut berbuka puasa bersama pengungsi

126

Universitas Sumatera Utara


Acara perayaan ulang tahun salah satu anak pengungsi

Foto bersama Pdt. Rosmalia Br Barus

127

Universitas Sumatera Utara


Foto bersama Pdt. Agustinus Purba (Ketua Moderamen GBKP)

128

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai