LAPORAN PENDAHULUAN KGD Ugd
LAPORAN PENDAHULUAN KGD Ugd
LAPORAN PENDAHULUAN KGD Ugd
Initial assesment adalah proses evaluasi secara cepat pada penderita gawat
darurat yang langsung diikuti dengan tindakkan resusitasi (Suryono dkk,
2008). Informasi digunakan untuk membuat keputusan tentang intervensi
kritis dan waktu yang dicapai. Ketika melakukan pengkajian, pasien harus
aman dan dilakukan secara cepat dan tepat dengan mengkaji tingkat
kesadaran (Level Of Consciousness) dan pengkajian ABC (Airway,
Breathing, Circulation), pengkajian ini dilakukan pada pasien memerlukan
tindakan penanganan segera dan pada pasien yang terancam nyawanya.
B. Proses Initial Assessment
Initial assessment meliputi:
1. Persiapan Triase Primary survey (ABCDE)
2. Resusitasi
3. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
4. Secondary survey
5. Tambahan terhadap secondary survey
6. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
7. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik
Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam
praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.
1. PERSIAPAN
a. Fase Pra-Rumah Sakit
Koordinator yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas
lapangan.
Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit
sebelumnya penderita mulai diangkat dari tempat kejadian.
pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan dirumah sakit
seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan
riwayat penderita.
b. Fase Rumah Sakit
Perencanaan sebelum penderita tiba.
Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di
tempat yang mudah dijangkau.
Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan
pada tempat yang mudah dijangkau.
Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan.
Pemakaian alat-alat proteksi diri.
2. TRIASE
Triase adalah cara pemilihan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan
sumber daya yang tersedia dua jenis triase:
a. Multiple Casualities
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampauin
kemampuan rumah sakit. Penderita dengan masalah yang
mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas
penanganan lebih dahulu.
b. Mass Casualities
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan
rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar
dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling
sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal:
1. Label hijau
Penderita tidak luka. Ditempatkan di ruang tunggu untuk
dipulangkan.
2. Label kunging
Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor
UGD.
3. Label merah
Penderita dengan cedera berat. Ditepatkan di ruang resusitasi
UGD dan disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD
apabila sewaktu-waktu akan dilakukan operasi.
4. Label biru
Penderita adalah keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan
di ruang resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care
unit atau masuk kamar operasi.
5. Label hitam
Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.
3. PRIMARY SURVEY
a. Airway
Pengkajian
Mengenal patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
Pengelolaan
Lakukan chin lift dan jaw thrust dengan control servikal in-line
immobilisasi
Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan
alat yang rigid
Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
Pasang airway definitife sesuai indikasi
Fiksasi leher
Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada
setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan
kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
Evaluasi
b. Breathing
Yang harus dilakukan dalam memeriksa breathing adalah nilai look,
listen, feel untuk mengetahui breathingnya baik atau tidak.
Penilaian
Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memeperhatikan
control servikal in-line immobilisasi.
Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali
kemungkinan terdapat deviasi trachea, ekpansi thoraks simetris
atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda
cedera lainnya.
Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
Auskultasi thoraks bilateral
Pengelolaan
Pemberian oksigen konstentrasi tinggi (nonrebreather mask 11-
12 liter/menit)
Ventilasi dengan Bag Valve Mask
Menghilangkan tension pneumothorax
Memasang pulse oxymeter
Evaluasi
c. Circulation dengan control perdarahan
Penilaian
Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
Mengetahui sumber perdarahan internal
Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus
paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar
merupakan pertanda diperlakukannya resusitasi massif
segera.
Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis
Periksa tekanan darah
Pengolaan
Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi
bedah serta konsultasi pada ahli bedah.
Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil
sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes
kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan
cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan
tetesan cepat
Pasangan PSAG bidai pneumatik untuk control perdarahan
pada pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
Cegah hipotermia.
Evaluasi
d. Disability
Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan
awasi tanda-tanda lateralisasi
Evaluasi dan Re-evaluasi airway, oksigenasi, ventilasi, dan
circulation.
e. Exposure/Environment
Buka pakaian penderita
Cegah hipotermia: beri selimut hangat dan tempatkan pada
ruangan yang cukup hangat.
4. Resusitasi
a. Re-evaluasi ABCDE
b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada
dewasa dan 20 ml/kg pada anak dengan tetesan cepat
c. Evaluasi resusitasi cairan
Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal
Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi
urin) serta awasi tanda-tanda syok.
d. Pemberian cairan selanjutnya berdasakan respon terhadap
pemberian cairan awal.
Respon cepat
Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan
maintenance
Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau
pemberian darah
Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif
mungkin masih diperlukan.
Respon Sementara
Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan
pemberian darah
Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan
operatif
Konsultasikan pada ahli bedah
Tanpa respon
Konsultasikan pada ahli bedah
Perlu tindakan operatif sangat segera
Waspadai kemungkinan syok nonhemoragik seperti
tamponade jantung atau kontusio miokard.
5. Tambahan Pada Primary Survey Dan Resusitasi
a. Pasang EKG
Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole
harus dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi
Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
b. Pasang kateter uretra
Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi
pemasangan kateter urine
Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena struktur
uretra atau BPH, jangan dilakukan manipulasi atau
instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian bedah.
Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine
Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai
perfusi ginjal dan hemodinamik penderita.
Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang
dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam
pada bayi
c. Pasang kateter lambung
Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma
maksilofacial yang merupakan kontraindikasi pemasangan
nasogastric tube, gunakan orogastric tube.
Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter
lambung, karena bahaya aspirasi bila pasien muntah.
d. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju
nafas,tekanan darah, Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan
ouput urine dan pemeriksaan laboratorium darah.
e. Pemeriksaan foto rotgen dana tau FAST
Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral,
menggunakan mesin x-ray portable dan atau FAST bila terdapat
kecurigaan trauma abdomen.
Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai
menghambat proses resusitasi. Bila belum memungkinkan,
dapat dilakukan pada saat secondary survey.
Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap
harus dilakukan.
6. SECONDARY SURVEY
a. Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat:
A: Alergi
M: Mekanisme dan sebab trauma
M: Medikasi (obat yang sedang diminum saat ini)
P: Past illness
L: Last meal (makan minum terakhir)
E: Event Environment yang berhubungan dengan kejadian
perlukaan.
2. Trauma Musculoskeletal
a. Melihat, Gambaran Umum
Perdarahan luar dapat diketahui dengan jelas dari perdarahan pada
ekstremitas, kumpulan darah pada lantai atau brankar, balutan yang
penuh darah, dan perdarahan yang terjadi selama ditranspor ke
rumah sakit. Pemeriksa perlu menanyakan karakteristik terjadinya
trauma dan pelayanan pra rumah sakit.
Luka terbuka mungkin sudah tidak berdarah, tetapi bisa
terdapat trauma saraf atau fraktur terbuka.
Deformitas pada ekstremitas menunjukkan adanya fraktur atau
trauma sendi. Jenis trauma ini harus dibidai sebelum penderita
dirujuk atau segera setelah aman.
Warna ekstremitas perlu diperiksa. Adanya memar
menunjukkan adanya trauma otot atau jaringan lunak diatas
tulung atau sendi. Perubahan ini mungkin disertai bengkak
atau hematoma. Gangguan vascular mula-mula ditandai
dengan pucat pada ekstremitas distal.
Posisi ekstremitas dapat membantu membedakan sejumlah
pola trauma. Bila ada trauma saraf akan menampilkan posisi
ekstremitas yang khas, misalnya trauma saraf radialis
menimbulkan wrist drop, dan trauma saraf peroneus
menimbulkan drop foot.
Pengawasan aktifitas spontan penderita dapat membedakan
beratnya trauma. Dalam pengawasan, adanya gerakan spontan
dapat menunjukkan adanya trauma yang tampak atau
terselubung. Misalnya pada trauma kepala penderita tidak
mengikuti perintah dan tidak ada gerakan spontan ekstremitas
penderita ini mungkin ada trauma torakal atau lumbal.
Jenis kelamin dan usia penting untuk menentukan potensi
trauma. Anak-anak dapat terjadi trauma lempeng epifisis atau
patah tulang tersembunyi (misalnya buckle fraktur). Pada
wanita dengan trauma pelvis, lebih besar kemungkinan cedera
vagina dibandingkan cedera uretra.
Urin yang keluar dari kateter harus dilihat. Jika urin berdarah
atau jika pemasangan kateter sulit, penderita mungkin
menderita fraktur pelvis dan trauma fraktur urinarius.
b. Raba
Ancaman jiwa dan ancaman ekstremitas disingkirkan terlebih
dahuli.
Pelvis dipalpasi anterior dan posterior akan adanya deformitas,
pergerakan, dan jarak yang menunjukkan potensi pelvis tidak
stabil. Tes kompresidistraksi seeperti menarik-mendorong
pelvis dikerjakan sekali saja. Tes ini berbahaya karena
terlepasnya bekuan darah dapat menimbulkan perdarahan baru.
Pulsasi ekstremitas dipalpasi dan penemuannya dicatat.
Adanya peberbedaan atau abnormalitas harus dicatat.
Pengisian kapiler yang normal (kurang dari 2 detik) di bawah
kuku atau telapak tangan menandakan aliran darah di
ekstremitas distal baik. Hilangnya pulsasi dengan pengisian
kapiler normal menandakan ekstremitas viable, walaupun
demikian konsultasi bedah perlu dilakukan. Jika pulsasi dan
pengisian kapiler tidak ada diperlukan pembedahan gawat
darurat.
Kompartemen otot seluruh ekstremitas dipalpasi untuk
menentukan adanya fraktur atau sindroma kompartemen.
Dilakukan dengan palpasi yang lembut. Jika terdapat fraktur,
penderita sadar akan mengeluh nyeri. Jika penderita tidak
sadar, hanya teraba gerak abnormal. Sindroma kompartemen
dicurigai jika teraba keras-tegang dan nyeri. Sindroma
kompartemen dapat disertai fraktur.
Stabilitas sendi diperiksa dengan meminta penderita
menggerakkan sendi secara aktif. Hal ini tidak perlu dikerjakan
jika terdapat fraktur yang nyata atau deformitas, atau penderita
tidak kooperatif. Setiap sendi dipalpasi untuk nyeri, bengkak,
dan adanya cairan intar-artikular, stabilitas sendi diperiksa
dengan melakukan regangan lateral, medial, dan anterior-
posterior. Segala deformitas atau dislokasi sendi harus dibidai
and dilakukan pemeriksaan ronsen sebelum melakukan
pemeriksaan akan stabilitas.
Pemeriksaan neurologi secara cepat dan menyeluruh dilakukan
dan dicatat pada ekstremitas. Pemeriksaan diulang dan dicatat
sesuai indikasi dan keadaan klinis penderita. Sensasi diperiksa
dengan rebaan/sentuhan dan tusukan pada setiap ekstremitas.
Adanya trauma neurologis yang progresif menunjukkan ada
masalah besar.
a. C5 – Sisi lateral dari lengan atas (juga N axilaris)
b. C6 – Sisi palmar ibu jari dan telunjuk (N medianus)
c. C7 – Sisi palmar jari tengah
d. C8 – Sisi palmar jari kelingking (N ulnaris)
e. T1 – Sisi dalam lengan bawah
f. L3 – Sisi dalam paha
g. L4 – Sisi dalam tungkai bawah, terutama diatas malleolus
medialis
h. L5 – Dorsal kaki diantara ibu jari dan jari kedua (parenous
communis)
i. Si – Sisi lateral kaki
Pemeriksaan motoric ekstremitas yang harus dikerjakan
a. Abduksi bahu – N axilaris, C5
b. Fleksi siku – N. muskulokutaneus, C5 dan C6
c. Ekstensi siku – N radialis, C6, C7, dan C8
d. Tangan dan pergelangan – Kekuatan genggaman
dorsofleksi pergelangan (N. radialis, C6) dan fleksi jari
jari (N medianus dan ulnaris, C7 dan C8)
e. Aduksi dan abduksi jari – N ulnaris, C8 dan Ti
f. Ekstremitas bawah – dorsofleksi ibu jari dan pergelangan
kaki memeriksa N.peroneus profundus,L5, dan plantar
fleksi memeriksa N.tibialis posterior, SI.
g. Pemeriksaan tingkat kekuatan otot menurut standar.
Pemeriksaan ini spesifik sesuai dengan gerakannya.
Pemeriksaan reflek tendo
Jangan lupa memeriksa punggung
3. Trauma Kepala
a. Survei Primer
ABCDE
Imobilisasi dan Stabilisasi Servikal
Melakukan Pemeriksaan Neurologis Singkat
1. Respon Pupil
2. Menentukan Nilai GCS
b. Survey Sekunder Dan Penatalaksanaan
1. Inspeksi Keseluruhan Kepala, Termasuk Wajah
a. Laserasi
b. Adanya LCS dari lubang hidung dan telinga
2. Palpasi Keseluruhan Kepala, Termasuk Wajah
a. Fraktur
b. Laserasi dengan fraktur di bawahnya
3. Inspeksi Semua Laserasi Kulit Kepala
a. Jaringan otak
b. Fraktur depresi tulang tengkorak
c. Debris
d. Kebocoran LCS
4. Menentukan Nilai GCS dan Respon Pupil
a. Respon buka mata
b. Respon motoric terbaik anggota gerak
c. Respon verbal
d. Respon pupil
5. Pemeriksaan Verbal Servikal
a. Palpasi untuk mencari adanya rasa nyeri dan pakaikan kolar
servikal semirigid bila perlu
b. Pemeriksaan foto ronsen vertebra servikal proyeksi cross –
table lateral bila perlu
6. Penilaian Beratnya Cedera
7. Pemeriksaan Ulang Secara Kontinyu-Observasi Tanda-tanda
Perburukan
a. Frekuensi
b. Parameter yang dinilai
c. Ingat, pemeriksaan ulang ABCDE.
DAFTAR PUSTAKA
Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. Basic Trauma Life Support and Basic
Cardiac Life Support. Edisi Keempat. Jakarta: YAGD.
Anonim. 2010. Basic Trauma Life Support dan Basic Cardiac Life Support ed.
III. Jakarta: Yayasan ambulans Gawat Darurat 118